Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pembentukan kompleks dalam larutan berair dapat diakui oleh sejumlah

metode yang berbeda, dimana tes klasik modifikasi propertiesis kimia hanya satu,

dan yang agak tidak bisa diandalkan pada saat itu: semua reaksi yang Konstans

keseimbangan, dan uji kimia sering hanya investigasi nilai relatif dari konstanta

kesetimbangan. Dalam larutan garam jenuh dengan amonia perak, misalnya,

hampir dari ion perak hadir sebagai kompleks [Ag(NH3)2]+, dan penambahan

sejumlah klorida, namun solusi ini tidak menghasilkan endapan, penambahan

sejumlah iodida, meskipun mengakibatkan terjadinya pengendapan perak iodida.

Iodida perak jauh lebih sedikit larut dari perak klorida, nilai-nilai untuk produk

kelarutan keduanya menjadi 10-16 dan 10-10, sehingga percobaan ini menunjukkan

bahwa keseluruhan kesetimbangan konstan untuk reaksi.

Ag + + 2NH3 ↔ [Ag (NH3) 2]+

Apakah cukup besar untuk perak klorida akan larut dalam larutan jenuh perak

iodida amonia sementara tidak dipengaruhi (Alan, 1992).

Metode Fisika (seperti penyelidikan sifat koligatif, specta

elektronik atau getaran, kelarutan, konduktivitas, atau untuk preferensi, potensial

elektroda) memberikan bukti yang lebih nyata serta, dalam keadaan yang baik

dapat menyebabkan nilai konstanta kesetimbangan untuk pembentukan kompleks

(Alan, 1992).

Interaksi ligan reseptor adalah langkah pertama untuk proses dasar dari

kehidupan, pengakuan misalnya, katalisis enzim, neurotransmitter dan aksi

hormon, dan antibodi-antigen. Untuk menjelaskan mekanisme rinci ligan-reseptor


interaksi, percobaan seperti kristalografi, resonansi magnetik nuklir, dan

mikroskop elektron tidak ternilai. Meskipun demikian, proses di atas hanya

memberikan informasi terbatas mengenai dinamika kompleks ligan-reseptor dan

molekul-molekul pelarut, yang penting untuk memahami proses pengikatan.

Selain itu, sulit untuk mengisolasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap

proses pengikatan. Simulasi yang melengkapi teori dan eksperimen ini dengan

membuat mungkin untuk mempelajari setiap faktor secara mendalam (Chau,

2004).

Salah satu studi simulasi awal mekanisme interaksi ligan-reseptor adalah

dengan melakukan dinamika molekul (MD) simulasi 300 ps pada adenilat kinase

dikomplekskan untuk transisi inhibitor dalam air. Itu mengidentifikasi transisi

struktur sekunder dan penutupan domain, dan dengan demikian gerakan sesuai

diinduksi enzim. Mereka juga menyimpulkan bahwa hasil yang dapat diandalkan

dicapai hanya jika air dimasukkan secara eksplisit dalam simulasi (Chau, 2004).

Distorsi dari geometri oktahedral tetragonal melibatkan pemanjangan atau

pemendekan dari dua obligasi M-L trans. Hal ini mengurangi kelompok simetri

titik ideal dari Oh ke DΔh atau CΔt. Dalam kedua kasus, sumbu rotasi utama sesuai

dengan arah distorsi. Oleh karena itu, yang didefinisikan sebagai sumbu z.

Dengan demikian, istilah z-in dan z-out kadang-kadang digunakan untuk

menggambarkan kompresi tetragonal dan perpanjangan (James, 1993).

Tabel 1. Perkiraan energi dan panjang gelombang untuk transisi t2g-misalnya

untuk beberapa kompleks (III) kromium oktahedral.

Kompleks E,kj/ mol λ, nm

CrCl63- 158 760


CrF63- 190 630

[Cr(H2O)6]3+ 209 575

[Cr(C2O4)3]3- 211 570

[Cr(NH3)5Cl]2+ 233 515

[Cr(NH3)5(H2O)]3+ 250 480

[Cr(NH3)6]3+ 258 465

[Cr(en)3]3+ 264 455

[Cr(CN)6]3+ 320 375

Efek Jahn-Teller berlaku untuk sejumlah sistem dn. Spin tinggi d4

kompleks (misalnya, CrII) juga dua kali lipat merosot di tingkat eg, dan

menunjukkan perilaku diprediksi. Sebagai contoh, CrF2 membentuk kisi

terdistorsi, dengan empat Cr-F panjang ikatan 200 pm dan dua dari 243 pm.

Kromium(II)klorida memiliki struktur yang sangat berbeda, tapi sekali lagi pada

posisi eksposisi a 4 +2 distribusi ligan (James, 1993).

Degenerasi juga terjadi di tingkat t2g. Teorema Jahn-Teller

memprediksikan bahwa d1 d2 oktahedral dan kompleks harus terdistorsi.

Kompresi, tapi tidak perpanjangan. Memberikan keadaan dasar yang

nondegenerasi untuk d1. Ion logam dengan tiga elektron d telah nondegenerasi

pada keadaan dasar. Dan karena itu membentuk kompleks oktahedral reguler

(James, 1993).

Valensi ion pusat dan jenis logam transisi berpengaruh pulah pada ∆ untuk

ion-ion divalaen dalam satu seri logam transisi, ∆ tidak begitu berubah. Untuk ion

divalen dari logam transisi ∆ = 30 kcal/mol, untuk logam trivalen ~ 60 kcal/mol.

Untuk ion dengan valensi sama, ∆ akan bertambah ~ 30% dari ion logam transisi
pertama (3d) ke ion logam transisi kedua (4d) dan naik lagi ~ 30% ke ion logam

transisi ketiga (5d) (Sukardjo, 1992).

Pengisian elektron pada orbital d, dipengaruhi oleh kekuatan medan

ligand. Untuk ligand yang kekuatan medannya besar atau strong ligand field,

splitting yang terjadi menghasilkan perbedaan energi yang besar, akibatnya

elektron akan mengisi penuh energi yang rendah sebelum mengisi orbital yang

energinya tinggi (Sukardjo, 1992).

Pada medan ligand yang lemah atau weak ligand field, elektron-elektron

akan mengisi kelima orbital d tanpa berpasangan lebih dahulu. Hal ini disebabkan

karena perbedaan energi orbital t2g dan eg sangat kecil. Memang elektron keempat

dapat mengisi orbital eg yang energinya lebih tinggi atau dapat berpasangan

dengan elektron di orbital t2g (Sukardjo, 1992) .

Untuk ini keduanya memerlukan energi, sebab yang satu orbital yang akan

diisi energinya lebih tinggi sedangkan yang lain elektron akan saling tolak-

menolak. Namun, demikian pada medan yang lemah, energi untuk mengisi orbital

eg lebih rendah daripada energi untuk berpasangan dengan elektron di orbital t2g

(sukardjo, 1992).

Suatu garam kompleks harus dibedakan dari garam rangkap. Contoh

sederhana dari suatu garam rangkap adalh pembentukan feroamonium sulfat dan

dan seluruh deretan-deretan formula tawas (alum). Bilamana fero-sulfat dan

amonoium sulfat dibiarkan mengkristal bersama-sama dalam perbandingan yang

sesuai, kristal dari yang keduanya tidak nampak terpisah. Mereka membentuk satu

kristal tunggal. Itu menggambarkan bahwa dua molekul terpisah telah bergabung

membentuk satu molekul tunggal. Dalam kejadian seperti ini kalium ferosianida,

molekul ferosianida dan kalium sianida telah bergabung membentuk satu molekul
tunggal. Tetapi pada dua kejadian ini sesungguhnya berbeda. Suatu larutan

feroamonium sulfat mengandung ion fero sebanyak ion sulfat, dan kehadiran

mereka di dalam larutan mudah dapat diuji dalam reaksi. Tetapi suatu larutan

kalium ferosianida tidak dapat dilakukan uji kualitatif terhadap ion fero atau ion

sianida yang ada dalam larutan, tetapi memberikan suatu ion baru ferosianida. Ion

ferosianida kompleks Fe(CN)6-4 dapat terurai membentuk ion fero (Sjahrul, 2010)

2FeSO4 + (NH4)2SO4 → (Fe NH4)2 (SO4)3

Fe(CN)2 + 4KCN → K4[Fe(CN)6]

Pembentukan ion kompleks ini memberikan suatu sifat fisika dan kimia

yang baru terhadap zat. Pada kejadian garam rangkap, peruraian menjadi ion

mula-mula hampir sempurna terjadi, karena itulah sifat kimia tidak mengalami

perubahan kecuali sifat-sifat fisika sedikit berubah (Sjahrul, 2010).

Fe(CN)6-4 ↔ Fe2+ + 6(CN)-


BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1. Bahan Percobaan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah akuades, larutan

NH4OH 1 M, larutan CuSO4 0,1 M, tissu roll, kertas label dan sabun cair.

3.2. Alat Percobaan

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pipet volume 10 mL,

pipet skala, pipet volume 25 mL, gelas kimia 100 mL, labu ukur 50 mL 6 buah,

bulb, pipet tetes, botol semprot, seperangkat alat spektronik 20D+, lap halus, lap

kasar, buret, kuvet dan masker.

3.3. Prosedur Percobaan

a. Larutan ion Cu2+ 0,02 M dengan Akuades

Disiapkan dua buah labu ukur 50 mL yang bersih. Kemudian dipipet 20

mL larutan ion Cu2+ 0,1 M ke dalam labu ukur 50 mL dengan menggunakan pipet

volume untuk membuat larutan ion Cu2+ 0,02 M. Setelah itu, diencerkan dengan

menambahkan akuades sampai tanda garis batas pada labu ukur. Kemudian

dikocok hingga larutannya homogen. Larutan tersebut diabsorbansi dengan

menggunakan spektrofotometer 20D+ pada panjang gelombang (λ) 550-640 nm

dengan interval 10 nm. Digunakan air sebagai blanko.

b. Larutan ion Cu2+ 0,02 M dalam campuran 1:1 antara air : NH4OH 1 M

Disiapkan 2 buah labu ukur 50 mL yang bersih. Kemudian dipipet 10 mL

larutan ion Cu2+ 0,1 M ke dalam labu ukur 50 mL dengan menggunakan pipet
volume untuk membuat larutan ion Cu2+ 0,02 M. kemudain ditambahkan NH4OH

1 M sebanyak 25 mL dengan menggunakan pipet volum. Setelah itu, diencerkan

dengan menambahkan akuades sampai tanda garis batas pada labu ukur.

Kemudian dikocok hingga larutannya homogen. Larutan tersebut diabsorbansi

dengan menggunakan spektrofotometer 20D+ pada panjang gelombang (λ) 550-

640 nm dengan interval 10 nm. Digunakan air sebagai blanko.

c. Larutan Cu2+ 0,02 M dalam campuran 3:1 antara air dan NH4OH 1 M

Disiapkan 2 buah labu ukur 50 mL yang bersih. Kemudian dipipet 10 mL

larutan ion Cu2+ 0,1 M ke dalam labu ukur 50 mL dengan menggunakan pipet

volume untuk membuat larutan ion Cu2+ 0,02 M. kemudain ditambahkan NH4OH

1 M sebanyak 12,5 mL dengan menggunakan pipet volume 10 mL. Setelah itu,

diencerkan dengan menambahkan akuades sampai tanda garis batas pada labu

ukur. Kemudian dikocok hingga larutannya homogen. Larutan tersebut

diabsorbansi dengan menggunakan spektrofotometer 20D+ pada panjang

gelombang (λ) 550-640 nm dengan interval 10 nm. Digunakan air sebagai

blangko.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Pengamatan

1. Tabel 1. Absorbansi ion Cu2+ dalam akuades


No λ (nm) Akuades

1 550 0,031

2 560 0,026

3 570 0,031

4 580 0,034

5 590 0,039

6 600 0,048

7 610 0,055

8 620 0,068

9 630 0,081

10 640 0,099

2. Tabel 2. Absorbansi Ion Cu2+ Dalam Akuades : NH4OH (1:1)

No λ (nm) Akuades : NH4OH (1:1)

1 550 0,494

2 560 0,508

3 570 0,518

4 580 0,526

5 590 0,528
No λ (nm) Akuades : NH4OH (1:1)

6 600 0,530

7 610 0,528

8 620 0,524

9 630 0,518

10 640 0,512

3. Tebel 3. Absorbansi Ion Cu2+ Dalam Campuran Akuades : NH4OH (3 : 1)

No λ (nm) Akuades : NH4OH (3 :1)

1 550 0,472

2 560 0,494

3 570 0,504

4 580 0,514

5 590 0,516

6 600 0,518

7 610 0,516

8 620 0,512

9 630 0,504

10 640 0,496

4.2 Reaksi

CuSO4 + 4 H2O [Cu(H2O)4]2+ SO42-

NH4OH NH3 + H2O

[Cu(H2O)4]2+ SO42- + NH3 [Cu(NH3)(H2O)3]2+ SO42- + H2O


[Cu(NH3)(H2O)3]2+ SO42- + NH3 [Cu(NH3)2(H2O)2]2+ SO42- + H2O

[Cu(NH3)2(H2O)2]2+ SO42- + NH3 [Cu(NH3)3(H2O)]2+ SO42- + H2O

[Cu(NH3)3(H2O)]2+ SO42- + NH3 [Cu(NH3)4]2+ SO42- + H2O

4.3 Perhitungan

a. Larutan Cu2+ dalam pelarut akuades

M1.V1 = M2.V2

0,1 M x 20 mL = 0,02 M x V2
2 mmol
V2 =
0,02 mL
V2 = 100 mL

b. Larutan Cu2+ dalam campuran 1:1 akuades dan NH4OH

Volume total yang digunakan adalah 50 ml. Perbandingan campuran 1:1

antara air dan NH4OH 1M,

Air = x 50 mL = 25 mL

NH4OH = x 50 mL = 25 mL

Jadi, volume NH4OH yang digunakan adalah 25 mL.

c. Larutan Cu2+ dalam campuran 3:1 akuades dan NH4OH

Volume total yang digunakan adalah 50 ml. Perbandingan campuran 3:1

antara air dan NH4OH 1M

Air = x 50 mL = 37,5 mL

NH4OH = x 50 mL = 12,5 mL

Jadi, volume NH4OH yang digunakan adalah 12,5 mL.


4.4 Grafik

4.4.1 Larutan Cu2+ dalam pelarut akuades

hubungan panjang gelombang


dengan absorbansi
0.35
0.3
0.25
Absorbansi

0.2
0.15 y = 0.000x + 0.025
0.1 R² = 0.455
0.05
0
720 740 760 780 800 820 840 860 880
Panjang gelombang

4.4.2 Larutan Cu2+ dalam campuran 1:1 akuades dan NH4OH

Hubungan panjang gelombang dengan Absorbansi


1.8
1.6
1.4
Absorbansi

1.2
1
0.8
0.6
0.4 y = 0.002x - 0.131
0.2 R² = 0.085
0
0 100 200 300 400 500 600 700

Panjang gelombang
4.4.3 Larutan Cu2+ dalam campuran 3:1 akuades dan NH4OH

hubungan panjang gelombang


dengan absorbansi
2
Absorbansi

1.5

0.5 y = 0.002x - 0.131


R² = 0.085
0
0 100 200 300 400 500 600 700
Panjang gelombang

4.5 Pembahasan

Percobaan ini menggunakan bahan atau sampel yaitu CuSO4 0,1 M dan

NH4OH 1 M, dimana CuSO4 0,1 M yang berfungsi sebagai bahan utama sekaligus

sebagai pusat ligan yang nantinya akan berikatan dengan amin dari NH4OH 1 M.

Sebelum mencapai hasil yang diharapkan, perlu diperhatikan langkah-

langkahnya. Langkah awal yaitu dengan disiapkan 6 buah labu ukur dengan

volume 50 mL. Keenam labu tersebut dibagi dalam 2 kelompok kecil. Masing-

masing labu diisi dengan Cu2+ 0,02 M sebanyak 10 mL kemudian ditambahkan

dengan air sampai tanda batas untuk labu pertama, labu kedua dengan

perbandingan 1:1 antara air dengan NH4OH 1 M yang telah diisi dengan larutan

Cu2+ 0,02 M 10 mL, maka ditambahkan dengan 25 mL larutan NH4OH 1 M. Hal

yang sama diberlakukan pada labu ketiga yang memiliki perbandingan 3: 1

antara air dan NH4OH 1 M yaitu dengan menambahkan 12,5 mL ke dalam labu

yang berisi larutan Cu2+ 0,02 M 10 mL. Dua dari 6 labu ukur yang telah diisi

dengan Cu2+ 0,02 M 10 mL, dihomogenkan dengan akuades, sementara 4 lainnya


yang telah diisi dengan larutan NH4OH 1 M dengan volume 25 mL (untuk 2 labu

ukur, 1:1) dan volume 12,5 mL (untuk 2 labu ukur, 3:1) kemudian dihomogenkan

dengan akuades. Keenam larutan tersebut kemudian diabsorbansi dengan

menggunakan spektrofonik 20D+. Namun, sebelumnya digunakan akuades

sebagai blangko untuk untuk menetralkan spektro.

Absorbansi ini dilakukan dengan panjang gelombang yang bervariasi yaitu

antara 550-640 nm untuk Cu2+ 0,02 M dalam akuades, untuk Cu2+ 0,02 M dalam

campuran 1:1 dan 3:1 antara air dengan NH4OH 1 M dengan interval 10 nm.

Pada larutan pertama, kedua dan ketiga diperoleh panjang gelombang maksimal

yaitu 640 nm, 600 nm dan 600 nm, sementara nilai absorbansinya masing-masing

adalah 0,099; 0,530; dan 0,518. Jadi teori yang menyatakan bahwa semakin kuat

ligan maka akan didapat panjang gelombang maksimum sesuai dengan apa yang

didapat saat praktikum.

Adapun warna yang dihasilkan pada campuran CuSO4 dengan akuades

lebih mendekati bening, sementara pada perpandingan 1:1 yaitu berwarna biru

tua sedangkan pada perbandingan 3:1 berwarna biru. Perbedaan warna ini

disebabkan karena perbedaan volume dari NH4OH akibat dari pengenceran yang

telah dilakukan sebelummya.

Hubungan antara absorbansi dan panjang gelombang dapat digambarkan

dan dilihat melalui gambar kurva yang terbentuk. Selain itu, dari percobaan ini

dapat pula diketahui bahwa warna dari larutan juga dapat mempengaruhi panjang

gelombang. Semakin pekat warna dari larutan, maka larutan tersebut akan

semakin sulit untuk ditembus oleh cahaya.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari percobaan ini adalah panjang gelombang maksimum

untuk larutan Cu2+ 0,02 M dalam akuades adalah 640 nm, untuk larutan Cu2+ 0,02

M dalam campuran 1:1 dan 3: 1 antara akuades dengan NH4OH adalah 600 nm

dengan nilai absorbansi 0,530 dan 0,518.

Kuat medan ligan amin lebih besar daripada kuat medan ligan air.

5.2. Saran

5.2.1 Saran Untuk Laboratorium

Sebaiknya dilengkapi dengan pembangkit listrik cadangan atau yang

sifatnya dapat menyimpan energi listrik seperti pembangkit listrik tenaga surya,

sehingga percobaan tidak tergangu pada saat listrik padam.

5.2.2 Saran Untuk Praktikum

Sebaiknya bukan hanya ligan amin-air saja yang diuji tetapi ligan-ligan

lainnya sehingga pengetahuan praktikan bertambah.


DAFTAR PUSTAKA

Chan, P. L., 2004, Water Movement During Unbinding from Reseptor Site,
Biophysical journal, (87), (http://www.biophysj.cl), diakses 24
September 2011, pukul 09.25 WITA.

James, R.B., 1993, inorganic chemistry, Wadsworth, California.

Sharpe, A. G., 1992, Inorganic Chemistry 3’rd , University of Cambridge,


England.

Sjahrul, 2010, Kimia Koordinasi, PT Umitoha Ukhuwah Grafika, Makassar.

Sukardjo, 1992, Kimia Koordinasi, Rineka Cipta, Jakarta.


LEMBAR PENGESAHAN

Makassar, 26 September 2011

Asisten Praktikan

(TRI WIDAYATI PUTRI) ( SYARIFUDDIN)


Lampiran

1. Membuat larutan ion Cu2+ 0,02 M dengan akuades

Larutan ion Cu2+ 0,1M

- dipipet sebanyak 10 mL

- dimasukkan dalam labu ukur 50 mL

- diencerkan dengan akuades sampai tanda garis

- diamati dengan menggunakan alat spektronik 20D+ dengan

panjang gelombang 740-860 nm

- dikocok sehingga homogen

- dicatat
Data

2. Membuat larutan ion Cu2+ 0,02 M dengan campuran 1:1 antara akuades

dengan NH4OH 1 M

Larutan ion Cu2+ 0,1 M

- dipipet sebanyak 10 mL

- dimasukkan dalam labu ukur 50 mL

- ditambahkan larutan NH4OH 1 M sebanyak 25 mL

- diencerkan dengan akuades sampai tanda garis

- diamati dengan menggunakan alat spektronik 20D+ dengan

panjang gelombang 530-650 nm

- dikocok sehingga homogen

- dicatat

Data
1. Membuat larutan ion Cu2+ 0,02 M dengan campuran 3:1 antara akuades

dengan NH4OH 1 M

Larutan ion Cu2+ 0,1 M

- dipipet sebanyak 10 mL

- dimasukkan dalam labu ukur 50 mL

- ditambahkan larutan NH4OH 1 M sebanyak 12,5 mL

- diencerkan dengan akuades sampai tanda garis

- diamati dengan menggunakan alat spektronik 20D+ dengan

panjang gelombang 530-650 nm

- dikocok sehingga homogen

- dicatat

Data
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA ANORGANIK

KUAT MEDAN ANTARA LIGAND AMIN-AIR

NAMA : SYARIFUDDIN
NIM : H311 09 002
KELOMPOK/REGU : I (SATU)/ 2 (DUA)
HARI/TGL. PERC. : SENIN, 26 SEPTEMBER 20111
ASISTEN : TRI WIDAYATI PUTRI

LABORATORIUM KIMIA ANORGANIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reaksi kimia yang sering terjadi bukan hanya membentuk ikatan ion dan

logam, tetapi terkadang terbentuk ikatan koordinasi. Ikatan koordinasi ini lebih

banyak ditemukan dalam senyawa kompleks.

Kompleks logam-ligan adalah spesi yang terdiri atas ion pusat (logam

transisi) atau atom yang mengkoordinasi dengan ligan, baik ligan netral maupun

ligan bermuatan. Kompleks sendiri dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu

kompleks netral tidak bermuatan dan kompleks bermuatan, baik positif maupun

negatif.

Berdasarkan teori ikatan valensi, menyatakan bahwa ikatan ion pusat dan

ligan ialah ikatan kovalen koordinasi dengan ligan sebagai pendonor elektron atau

basa lewis dan atom pusat sebagai penerima elektron atau asam lewis.

Kuat medan suatu ligan dapat ditentukan dengan menggunakan

spektrofotometer sinar tampak. Dengan menentukan panjang gelombang

maksimum dari larutan. Misalnya penentuan kuat medan ligan antara amin dan

air. Efek warna pada suatu larutan merupakan suatu pembantu dalam

mengidentifikasi absorbansinya pada panjang gelombang yang telah ditentukan.

Spektrofotometri menggunakan fungsi dari panjang gelombang radiasi dari suatu

larutan.

Berdasarkan uraian diatas, maka pada percobaan ini akan diukur kekuatan

medan ligan amin-air dengan melihat panjang gelombang maksimum dari larutan
sampel. Sehingga kita akan lebih memahami bagaimana teori medan ligan dalam

suatu senyawa kompleks terutama antara ligan amin dan air, serta mampu

memahami prinsip daris pektrofotometer dalam penyerapannya.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Mengetahui dan mengenal perbedaan kekuatan ligan antara air dan amin

berdasarkan panjang gelombang maksimumnya.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu :

1. Menentukan panjang gelombang maksimum dari larutan Cu2+ 0,02 M dalam

pelarut air, campuran 1:1 antara air dan NH4OH 1M dan campuran 3:1 antara

air dan NH4OH 1M dengan menggunakan spektrofotometer.

2. Membandingkan kuat medan antara ligan amin dengan air dari campuran

larutan yang telah dibuat dengan melihat panjang gelombang maksimumnya.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini adalah larutan Cu2+ (CuSO4) 0,02 M, larutan

campuran Cu2+ 0,1 M 1:1 amin-air, dan larutan campuran Cu2+ 0,1 M 3:1 amin-air

masing-masing diukur absorbansinya dengan menggunakan spektronik 20D+

sekitar 550-640 nm sehingga diperoleh panjang gelombang maksimum.

Anda mungkin juga menyukai