Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Isu lingkungan hidup memang sangat sensitif pada saat ini. Apalagi dengan

meningkatnya teknologi yang semakin canggih membuat pencemaran lingkungan

yang menyebabkan pemanasan.

Sejak lahirnya revolusi industri pada pertengahan abad ke-18 segala macam

ilmu pengetahuan dan sains mengembangkan teknologi-teknologi canggih. Secara

signifikan berpengaruh terhadap [pemanasan global.

Maka pada abad ke-21 ini dimana teknologi sudah sangat maju dan

berkembangnya perindustrian menyebabkan banyaknya pencemaran lingkungan

hidup sehingga terjadilah pemanasan global dan kerusakan-kerusakan lingkungan

lainnya seperti banjir dan matinya beberapa ekosistem hewan dan tanaman akibat

limbah pabrik ataupun hasil dari teknologi yang digunakan oleh manusia.

Dengan meningkatnya emisi gas seperti CO2 akan membuat masalah yang

cukup besar bagi atmosfer bumi dalam jangka panjang, energi ataupun sinar

matahari yang diterima oleh bumi nantinya akan harus dilepaskan kembali keluar

atmosfer bumi.

Tetapi meningkatnya emisi gas rumah kaca telah membuat pelepasan energi

ini menjadi terjebak di atmosfer bumi. Proses terjebaknya energi panas tersebut

pada akhirnya membuat suhu bumi menjadi lebih panas dan menyebabkan

pemanasan global.1

1
Direktoral Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, 2016. “Perubahan Iklim, Perjanjian
Paris, Dan Nationally Determined Constribution”. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian
Perubahan Iklim. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hal 1-5.

1
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam menanggapi masalah perubahan

iklim ini mengadakan “Earth Summit” atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)

Bumi di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992. Melalui konferensi ini

dibentuklah suatu badan khusus PBB yaitu United Nations Conference on

Enviromental Development (UNCED) dan United Nations Framework

Convention on Climate Change (UNFCCC).2

Konferensi Perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2015 atau disebut

juga dengan COP 21 atau CMP 21, dilaksanakan pada tanggal 30 November

sampai dengan tanggal 12 Desember 2015.3 Konferensi ini didirikan sejak

berdirinya UNFCCC pada tahun 1992 dan konferensi ke-11 sejak konferensi

Protokol Kyoto 1997. Semua yang hadir dalam konferensi-koneferensi itu

merupakan Negara-Negara anggota United Nations Framework Convention on

Climate Change (UNFCCC). Paris agreement yang diadakan pada tahun 2015 ini

merupakan konferensi tahunan ke-21 Anggota UNFCCC.

Berdasar pada pasal 20 Paris Agreement setiap anggota konvensi memiliki

kesempatan selama satu tahun yaitu sejak 22 April 2016 sampai 21 April 2017

untuk penandatanganan perjanjian tersebut, penandatanganan dilakukan di markas

besar PBB di New York Amerika Serikat.

Amerika Serikat menandatangani konvensi tersebut pada 12 Juni 1992, dan

kemudian meratifikasi konvensi tersebut pada 15 Oktober 1992. 4 Amerika

meratifikasi Konvensi tersebut setelah diadakan pemungutan suara dalam

2
Arya Hadi Darmawan, et.al, 2011. “SVLK, jalan menuju REDD++”. Jakarta: Forest
Governance and Multistakeholder Forestry Programme. Hal 14.
3
Wikipedia, “Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2015”,
Wikipedia.com diakses pada 19 Oktober 2019.
4
UNFCCC, “Status of Ratification of the Convention”, diakses dari https://unfccc.int/process-
and-meetings/the-convention/status-of ratification/status-of-ratification-of-the-convention. Status
Ratification of the Convention pada 21 Oktober 2019.

2
parlemen Amerika Serikat pada masa pemerintahan George H.W Bush.5 Sebelum

meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim PBB, Amerika Serikat sudah terlebih

dahulu mengeluarkan kebijakan domestik berkekuatan hukum yang disebut Clean

Air Act, kebijakan ini berfokus pada perbaikan kualitas udara dan lapisan ozon,

kebijakan tersebut dikeluarkan oleh Kongres Amerika Serikat pada tahun 1955.6

Clean Air Act yang ditandangani oleh George H.W. Bush pada 15

November 1990 pada saat setelah kongres melaksanakan Voting dan revisi atas

Clean air act yang sesuai permintaan Bush yang akhirnya mendapatkan dukungan

bipartisan (Dua Partai) yang luar biasa. Secara khusus, amandemen tersebut

dirancang untuk mengendalikan empat ancaman utama terhadap lingkungan dan

kesehatan penduduk Amerika Serikat seperti hujan asam, polusi udara, emisi

udara beracun, dan penipisan lapisan ozon stratosfer.

Negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim dibagi

dalam dua kelompok, yaitu negara Annex 1 dan negara Non-Annex. Negara

Annex 1 adalah negara yang menyumbang emisi gas rumah kaca sejak Revolusi

Industri sedangkan Non-Annex 1 adalah negara di luar Annex 1 yang

kontribusinya terhadap emisi gas rumah kaca jauh lebih sedikit dan memiliki

pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih rendah.

Amerika Serikat termasuk dalam negara Annex 1 karena kontribusi Amerika

Serikat terhadap emisi gas rumah kaca merupakan yang terbanyak di dunia setelah

China, selain itu Amerika Serikat juga memiliki pertumbuhan ekonomi yang

5
Michael Dobson, “The Senate Story That Everyone is Missing”, diakses dari
https://www.huffpost.com/entry/the-senate-story-that-everyone-is missing_b pada 21 Oktober
2019.
6
Legislation, “A Look At U.S. Air Pollution Laws And Their Amendments : Clean Air Acts
Of 1955, 1963, 1970, 1990”, Online, Diakses dari alamat website :
https://www.ametsoc.org/sloan/cleanair/cleanairlegisl.html pada 21 Oktober 2019.

3
tinggi. Negara Annex merupakan negara maju yang bertanggung jawab terhadap

rusaknya lingkungan hidup di masa industrialisasi dan merupakan negara yang

memiliki kapasitas ekonomi yang cukup besar.

Sedangkan negara non Annex adalah negara berkembang yang rentan

terhadap akibat dampak dari perubahan iklim sehingga diberi pertimbangan

khusus di bawah Konvensi UNFCC.7

Salah satu negara Annex 1 yang diharapkan dapat memimpin negara lain

dalam mengikuti kegiatan UNFCCC adalah Amerika Serikat, karena bukan hanya

sebagai salah satu negara penghasil emisi gas rumah kaca terbesar tetapi juga

sebagai negara dengan kapasitas ekonomi yang besar sehingga diharapkan dapat

memberikan bantuan keuangan kepada Negara Berkembang dan sekaligus juga

memimpin negara-negara lain agar mengikuti kegiatan dan program dari

UNFCCCC.8

Selama dibentuk Konvensi Perubahan Iklim telah melakukan banyak

pertemuan tahunan, salah satunya pertemuan tahunan COP yang ke-3 di Kyoto,

Jepang pada 1997 dan menghasilkan sebuah perjanjian internasional yaitu

Protocol Kyoto.9 Protocol Kyoto merupakan sebuah kesepakatan yang dibuat dan

disepakati bersama oleh setiap negara yang hadir, dengan tujuan melanjutkan

komitmen konvensi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca untuk mengurangi

pengaruh perubahan iklim secara global. Isi dari Protokol Kyoto mengharuskan

negara-negara industri (Annex 1) agar mengurangi gas rumah kaca secara kolektif

7
M. Aziz Fikri, Skripsi. “Perubahan Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat Dalam
Perjanjian The United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Pada
Periode Tahun 2013-2016”, Hal. 42
8
Ibid.
9
Dadang Rusdiantoro, 2008. “Global Warming for Beginner: Pengantar Comprehensif
tentang Pemanasan Global (Ed.1)”. Yogjakarta: O2 Hal. 54.

4
sebesar 5,2%, sedangkan dalam skala nasional sebesar 8%, untuk Uni Eropa

sebesar 7%, untuk Amerika Serikat sebesar 6%, untuk Jepang, Australia dan

Irlandia sebesar 10%.

Protokol Kyoto merupakan COP yang dihasilkan berdasarkan Konvensi

Perubahan Iklim (UNFCCC) yang dilaksanakan di Jepang pada 1997.

Penyelenggaraan Earth Summit menjadi ajang pengesahan UNFCCC. Earth

Summit yang diadakan pada tahun 1992 menjadi titik balik dari semangat

perbaikan lingkungan yang memunculkan konsep baru pembangunan ekonomi

yang tidak mengorbankan lingkungan. Protokol Kyoto sendiri merupakan COP

yang dihasilkan berdasarkan Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC).

Penyelenggaraan Protokol Kyoto merupakan landasan Hukum pertama dalam

perjanjian perubahan iklim sesuai dengan amanat pasal 17 UNFCCC yang

mengharuskan adanya sebuah protokol.10

Konferensi-konferensi yang dilaksanakan di beberapa negara itu

menghasilkan suatu Persetujuan Paris yang diadopsi secara lisan melalui

perhitungan suara setiap perwakilan anggota. Dengan adanya persetujuan ini

maka 55 Negara yang yang mewakili 55% emisi gas rumah kaca global tahunan

terikat secara hukum. Ke 55 negara itu meratifikasi persetujuan paris atau

mendaftarkan diri di New York pada 22 April 2016 sampai 21 April 2017.

Harapannya di tahun 2020 persetujuan ini akan berlaku dengan efektif. Tujuan

utama dari Paris Agreement atau COP21 adalah “membatasi pemanasan Global

hingga mencapai 2 derajat celcius hingga pada tahun 2100 yang walaupun

dalam piagam Persetujuan Paris Agreement tertulis bahwa targetnya adalah 1,5

10
Fadlan Nur Hakim, 2018, Kekuasaan Produktif Amerika Serikat : Universitas Darussalam
Gontor. Hal. 150

5
derajat celcius”. Hal ini dapat dicapai jika antara tahun 2030 hingga 2050 tidak

ada emisi gas rumah kaca.

Sebelum konferensi ini dimulai, terhitung sekitar 146 negara dari 195

Negara anggota mewakilkan draft Negara mereka masing-masing terkait

konstribusi mereka terhadap perubahan iklim. Dari berbagai presentasi yang

dilakukan sebagian anggota, sempat diperkirakan bahwa pembatasan pemanasan

global hanya bisa mencapai maksimum 2,7 derajat celcius pada tahun 2100 nanti.

Hal ini ditambah dengan pesimisme dari komitmen yang dilakukan Uni Eropa

yang menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca hingga 40% saja pada tahun

2030 terhadap emisi gas tahun 1990.

Paris Agreement memuat ketentuan mengenai Konstribusi yang ditetapkan

secara Nasional (Nacionally Determined Constributions) yang diharapkan akan

tercapai dan diimplementasikan pada tahun 2020.

Persetujuan Paris dinegosiasikan total 195 Negara perwakilan pada

konferensi Perubahan Iklim PBB ke-21 di Paris, Perancis. Setelah proses

negosiasi persetujuan ini ditandatangani tepat pada konferensi peringatan hari

Bumi tanggal 22 April 2016 di New York, Amerika Serikat hingga maret 2017,

194 Negara telah menandatangani perjanjian ini dan 141 Negara diantaranya telah

meratifikasi perjanjian ini pada 22 April 2016. Dan persentase gas rumah kaca

yang diratifikasi oleh Indonesia adalah sebesar 1,49%. Adapun tujuan

dibentuknya perjanjian tertuang dalam pasal 2, yaitu :

1. Menahan laju peningkatan temperatur Global hingga di bawah 2 derajat

celcius dari angka sebelum masa Revolusi Industri dan mencapai upaya

dalam mebatasi perubahan temperatur hingga setidaknya 1,5 derajatcelcius,

6
karena memahami bahwa pembatasan ini akan secara signifikan

mengurangi resiko dan dampak dari perubahan iklim.

2. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi terhadap dampak dari

perubahan iklim, meningkatkan ketahanan iklim, dan melaksanakan

pembangunan yang bersifat rendah emisi gas rumah kaca tanpa mengancam

produk pangan.

3. Membuat aliran finansial yang konsisten demi tercapainya pembangunan

yang bersifat rendah emisi gas rumah kaca dan tahan terhadap peruibahan

iklim.11

Sebagian kecil dari 195 negara anggota dalam perjanjian paris tersebut tidak

sepakat untuk meratifikasi perjanjian tersebut. Indonesia sebagai negara yang

mempunyai sumber daya alam terkena dampak pemanasan global juga ikut

meratifikasi Persetujuan Paris tersebut. Presiden Indonesia Joko Widodo pada

COP 21 di Paris menyatakan bahwa “Persetujuan Paris harus mencerminkan

keseimbangan, keadilan serta sesuai dengan prioritas dan kemampuan national

sehingga perlu mengikat, jangka panjang, namun tidak menghambat

pembangunan negara berkembang. Untuk itu, Indonesia berkomitmen untuk

menurunkan emisi sebesar 29% di bawah upaya apapun atau Business As Usual

(BAU) pada tahun 2030 dan dapat dinaikkan sampai 41% dengan kerjasama

Internasiaonal.

Dampak yang merugikan dari perubahan iklim merupakan anacaman besar

bagi kehidupan manusia dan lingkungan, untuk itu sudah menjadi kewajiban bagi

11
OJK, “Paris Agreement”, Diakses dari website : https://www.ojk.go.id/sustainable-
finance/id/publikasi/prinsip-dan-kesepakatan-internasional/Pages/Paris-Agreement.aspx. Diakses
pada 19 oktober 20119.

7
setiap negara untuk melindungi setiap warga negaranya dari bahaya pemanasan

global. Maka dengan adanya persetujuan Paris ini akan mewujudkan keamanan

setiap warga internasional terhadap pemanasan global.

Dilihat dari banyaknya negara yang meratifikasi perjanjian tersebut maka

hasil dari kesepakatan itu mendapat banyak reaksi positif dari berbagai macam

negara di dunia yang mengikuti pertemuan tersebut walaupun ada beberapa

negara yang tidak menyetjuinya seperti Nikaragua dan Syiria. Syiria tidak

menyetujui perjanjian tersebut karena kondisi negaranya yang chaos akibat

perang saudara yang terjadi pada saat itu, sedangkan Nikaragua beralasan bahwa

tujuan utama perjanjian tersebut tidak ambisius, selain itu perjanjian tersebut juga

gagal dalam mengikat negara-negara secara legal terhadap jumlah emisi yang

ditargetkan masing-masing negara.12

Amerika Serikat menandatangani perjanjian tersebut pada kesempatan

pertama yaitu 22 April 2016 di markas besar PBB di New York, Amerika Serikat,

serta meratifikasi Paris Agreement pada 3 September 2016. Keputusan Amerika

Serikat meratifikasi Paris Agreement tidak mudah karena Barack Obama sebagai

Chief Negosiator perlu melakukan berbagai negosiasi dengan pihak Kongres

Amerika Serikat selaku badan legislatif yang memiliki wewenang dalam

pembuatan kebijakan13 untuk mendapatkan persetujuan meratifikasi perjanjian

tersebut.

Kebijakan Barack Obama mendapatkan tantangan dari kongres Amerika

Serikat dimana partai Demokrat mendukung kebijakan Obama sedangkan partai

12
Alexander C Kaufman, “Only 2 Countries Aren’t Part Of The Paris Agreement. Will The
U.S. Be The Third?”, huffingtonpost.com. diakses pada tanggal 22 Oktober 2020.
13
Bambang Cipto, “Politik dan Pemerintahan Amerika”, Yogyakarta : Lingkaran, 2003, hal.
123

8
Republik menolak kebijakan tersebut, oleh karena itu diadakan pemungutan suara

yang pada akhirnya dimenangkan partai Republik dengan 243 suara sedangkan

partai Demokrat 181 dari 539 anggota yang hadir dalam pemungutan suara

tersebut. Namun sebagai presiden, Barack Obama memiliki hak veto terhadap

hasil suara kongres yang menolak usulan obama terkait Paris Agreement.14

Masa pemerintahan Obama yang berlangsung selama dua periode yakni

sejak tahun 2009 hingga 2017 telah menjadi tahun dimana Amerika menjadi

sebuah negara yang memberikan banyak kontribusi dalam isu lingkungan

khususnya yang berkaitan dengan tujuan utama UNFCCC untuk menstabilkan

konsentrasi gas rumah kaca, oleh karena itu Amerika Serikat selalu menghadiri

konferensi para pihak / COP sejak COP yang ke 15 pada tahun 2009 di

Copenhagen, COP 21 di Paris hingga COP 22 di Marocco.

Perjanjian Paris yang didukung dengan diratifikasi oleh Amerika dibawah

kepemimpinan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama, menuju ketidakpastian

karena terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat. Ini karena

Trump dikenal luas sebagai tokoh yang tidak percaya pada pemanasan global dan

perubahan iklim. Hal itu tercermin dengan berbagai pernyataannya, baik sebelum

dan selama kampanyenya menjelang Pilpres. Berbagai pernyataan Trump seperti

di twitternya @realdonaldtrump antara lain sebagai berikut:

“The concept of global warming was created by and for the Chinese in

order to make U.S. manufacturing non-competitive.”

14
Hazazi R Subarkah, Skripsi, 2017. “Analisa Alasan Amerika Serikat Meratifikasi Paris
Agreement”. Malang: UMM, Hal. 49

9
“we are going to cancel the paris climate agreement and stop all payment

of unites stated taxes dollar to UN global warming programs”.15

Seiring dengan pernyataan Donald Trump tersebut, Senator Amerika

Serikat James Inhofe mengatakan bahwa “Media memainkan peranan penting

dalam menggelorakan isu yang tidak benar ini”. James Inhofe skeptik terhadap

Protokol Kyoto, sebuah protokol yang ditandatangani oleh sebagian besar negara

guna mengurangi emisi gas-gas pembentuk Rumah Kaca di mana AS menolak

menandatanganinya sebagai kesepakatan dan solusi yang tidak ada artinya dalam

rangka mengurangi emisi gas berbahaya ke atmosfir bumi. Menurut James Inhofe,

cara paling efektif untuk mengurangi gas tersebut adalah penggunaan alat

pembersih gas dan teknologi yang lebih efisien untuk menekan gas tersebut

bertebaran ke angkasa.16

Banyaknya politisi Partai Republik Amerika Serikat termasuk Donald

Trump yang skeptik bahwa kegiatan manusia menyebabkan terjadinya climate

change atau global warming, mereka menolak dengan berbagai alasan, walaupun

banyak organisasi internsional seperti PBB , WHO, World Meteorologi

Organization, NASA, Pentagon, dan akademi sains nasional dari negara seperti

Cina, Rusia, Amerika serikat, Brazil, Meksiko, Jepang , Indonesia, Inggris dan

lain lain, membenarkan bahwa climate change atau global warming adalah

ancaman yang nyata dan bahwa kegiatan manusia adalah penyebab utamanya.17

Sebanyak 22 Senator Partai Republik termasuk pimpinan mayoritas Mitch

McConnel (R-Ky) mengatakan kepada presiden untuk keluar dari Paris

15
Berry Rifky Alhadi, 2018. Kebijakan Presiden Amerika Serikat Keluar Dari Psris
Agreement (COP 21). Riau : Universitas Riau, Fisip. Hal.4-5.
16
Ibid.
17
Ibid

10
Agreement, mereka mengatakan “perjanjian paris hanya akan menambah beban

Pemerintah”.18 Sebelum resmi terpilih menjadi presiden Amerika Serikat, Trump

telah menyampaikan rencananya untuk menarik Amerika Serikat dari Paris

Agreement pada kampanye kepresidenan, dalam pernyataanya Trump berjanji

untuk membatalkan Perjanjian Iklim Paris atau Paris Agreement dan akan

menghentikan segala pembayaran pajak terhadap program pemanasan global

PBB.19

Maka pada 1 juni 2017 Presiden AS Donald Trump mengumumkan untuk

keluar dari kesepakatan Paris Agreement.20 Lalu pada Jum’at 4 Agustus 2017

Trump mengutus Nikki Haley selaku duta besar A.S untuk PBB, untuk

menyampaikan surat pemberitahuan pengunduran diri A.S dari Paris Agreement

kepada sekertaris umum PBB sesuai dengan regulasi yang tertera dalam Pasal

28.1.21 Isi surat pemberitahuan tersebut dapat dilihat pada lampiran.Secara umum

surat tersebut berisi pemberitahuan kepada sekertaris umum PBB bahwa Amerika

Serikat ingin menggunakan haknya untuk menarik diri dari Paris Agreement,

kecuali Amerika Serikat menemukan aturan-aturan dalam Paris Agreement yang

sesuai dengan Amerika Serikat agar Amerika Serikat dapat kembali bergabung ke

dalam Paris Agreement.

Meskipun demikian banyak pihak yang menganggap bahwa Amerika

Serikat tidak bisa dengan mudah keluar dari Paris Agreement mengingat dalam

perjanjian tersebut telah diatur dalam pasal 28 bahwa suatu negara baru bisa

18
Ibid. hal. 6.
19
Political Haze, “Donald J. Trump says he'll scrap the Paris agreement altogether, Political
Haze”, diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=BN_qBTT-zuo pada 21 Oktober 2019.
20
Berry Rifky Alhadi. Op Cit. Hal. 7.
21
Karl Mathiesen, “Trump letter to UN on leaving Paris climate accord – in full” Diakses dari
https://www.climatechangenews.com/2017/08/07/trump-tells-un-intention-leave-paris-climate-
accord-full/. Diakses pada 21 Oktober 2019

11
keluar dari Paris Agreement setelah tiga tahun bergabung dan setelah itu memiliki

waktu satu tahun untuk menyampaikan surat pemberitahuan perihal keputusan

untuk keluar dari Paris Agreement kepada pihak yang berwenang, hal ini berarti

A.S baru bisa menarik diri dari Paris Agreement pada tahun 2020 setelah

pemilihan presiden Amerika Serikat pada 3 November 2020.22

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah dari

penelitian ini adalah:

1). Kenapa Amerika Serikat memutuskan untuk keluar dari Perjanjian Paris

(Paris Agreement) pada tahun 2017?

2). Apa Dampak keluarnya Amerika Serikat dari Perjanjian Parisb tahun

2017?

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari adanya pembahasan yang melebar, penulis membatasi

penelitian ini pada Kebijakan Amerika Serikat keluar dari Paris Agreement tahun

2017 yaitu Pada Masa Pemerintahan Donald Trump.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalahnya adalah

“apa faktor-faktor yang menyebabkan Amerika Serikat keluar dari Paris

Agreement pada tahun 2017?

22
Madison Park, “3 Ways Trump Could Dump Paris Agreement”, diakses dalam
http://edition.cnn.com/2017/06/01/politics/paris-climate-agreement-trump-ways-towithdraw/
index.html pada 21 Oktober 2019.

12
1.5 Manfaat dan Tujuan

Beberapa tujuan dari penelitian ini:

1. Mengetahui sikap yang diambil pemerintah Amerika Serikat terhadap

Perjanjian

Paris serta dampak yang ditimbulkannya.

2. Mengetahui tentang Paris Agreement dan tujuan didirikannya.

3. Mengetahui kepentingan nasional dibalik kebijakan Amerika Serikat keluar dari

Paris Agreement dan faktor-faktor yang mempengaruhi Amerika Serikat keluar

dari perjanjian tersebut.

Adapun beberapa manfaat yang bisa didapatkan dari penelitian ini:

1. Sebagai patokan sumber referensi terkait terkait dengan kebijakan Amerika

Serikat terhadap Paris Agreement tahun 2017.

2. Sebagai bahan materi yang akan menjadi perbandingan dari bahasan yang

sama jika nanti bahasannya diambil peneliti lain.

3. Sebagai sumber pengetahuan yang membuka wawasan tentang Donald

Trump dan Amerika Serikat.

13

Anda mungkin juga menyukai