Anda di halaman 1dari 118

PEDOMAN QA/QC UNTUK INVENTARISASI GRK

PEDOMAN PENJAMINAN DAN PENGENDALIAN MUTU (QA/QC) INVENTARISASI GAS


RUMAH KACA INDONESIA

Pengarah
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan

Penanggung Jawab
Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi

Penulis Utama
Joko Prihatno, Rizaldi Boer, Windra Yusman, Anria, Gito Sugih Immanuel

Penulis
Ratnasari Wargahadibrata, Budiharto, Akma Yeni Masri, Allan Rosehan, Franky Zamzani, Heri
Purnomo

Ucapan Terima Kasih


Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengucapkan terima kasih kepada
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perindustrian, Kementerian
Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan,
Kementerian PPPN/Bappenas, Badan Pusat Statistik, Netherlands National Institute for Public
Health and the Environment (RIVM), Netherlands Organisation for Applied Scientific Research
(TNO), CCROM-SEAP IPB, CREP ITB, Central Bureau Statistic (CBS) of Netherlands.

Layout dan Cover


Franky Zamzani, Windra Yusman, Anria

ISBN: 978-602-51356-5-1

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


Dilarang menggunakan isi maupun memperbanyak pedoman ini sebagian atau seluruhnya, baik
dalam bentuk fotocopy, cetak, micro lm, elektronik maupun bentuk lainnya, kecuali untuk
keperluan pendidikan atau non-komersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya sebagai
berikut:
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (2018). Pedoman Penjaminan dan Pengendalian Mutu (QA/QC) Inventarisasi GRK
Indonesia.

Diterbitkan oleh:
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Jl. Jend. Gatot Subroto, Gd. Manggala Wanabakti Blok VII Lt. 12, Jakarta 10270,
Indonesia

Telp/Fax : 021 57903073 ; E-mail : tu.igrkppi@gmail.com


KATA SAMBUTAN

KATA SAMBUTAN
Perubahan iklim merupakan salah satu isu global yang menjadi
perbincangan hangat di komunitas internasional dalam
beberapa dekade terakhir. Peningkatan suhu permukaan bumi
hingga melebihi 2oC akan berdampak terhadap dinamika iklim
dan cuaca di masing-masing negara dan berpengaruh
langsung kepada perekonomian, dan ketahanan pangan.
Sebagai bagian komitmen global dalam mengurangi dampak
perubahan iklim, Indonesia telah menyepakati Persetujuan
Paris (Paris Agreement) pada pertemuan Conference of Party
(COP) - United Nation Framework Convention on Climate
Change (UNFCCC) yang ke-21 di Paris Perancis. Indonesia
berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca
(GRK) sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional di tahun
2030 dari asumsi Business as Usual (BaU). Salah satu upaya untuk pelaksanaan komitmen
tersebut, Pemerintah Indonesia diharapkan dapat melaporkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
aktual atau lebih dikenal dengan inventarisasi GRK ke UNFCCC dengan mengikuti standar
yang telah diatur dalam Pedoman IPCC, di antaranya terkait dengan pelaksanaan Penjaminan
dan Pengendalian Mutu (QA/QC) yang dilanjutkan oleh pelaksana inventarisasi GRK.

Dalam rangka memberikan panduan bagi pelaksanaan inventarisasi GRK di Indonesia untuk
K/L terkait, maka diterbitkan Pedoman QA/QC inventarisasi GRK. Pedoman ini dibuat oleh
Direktorat Jenderal PPI dengan bantuan dari tenaga ahli dari Pemerintah Belanda dan IPB dan
diharapkan dapat menjadi basis bagi semua pemangku kepentingan terkait dalam
melaksanakan inventarisasi GRK dengan kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan.

Jakarta, Oktober 2018

Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M. Sc


Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia iii


KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR
Sistem inventarisasi GRK Indonesia harus dibangun
berdasarkan prinsip transparan, akurat, lengkap, dapat
dibandingkan serta konsisten. Dalam mewujudkan sistem
inventarisasi GRK dengan kualitas yang dapat
dipertanggungjawabkan maka diperlukan suatu pedoman yang
dapat menjadi acuan bagi semua pemangku kepentingan
terkait dalam menjalankan kegiatan tersebut. Salah satu
pedoman yang sangat diperlukan saat ini adalah pedoman
penjaminan dan pengendalian mutu atau QA/QC. Penyusunan
pedoman ini juga merupakan penjabaran lebih detail atas
Peraturan Menteri LHK Nomor
P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 tentang Pedoman
Penyelenggaraan dan Pelaporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional. Pedoman ini
membahas detail mengenai langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan oleh pemangku
kepentingan terkait dari tingkat sektor, sub-sektor dan unit pelaksana inventarisasi GRK
nasional dan sub-Nasional dalam melaksanakan proses QA/QC. Pedoman ini juga membahas
detail mengenai tools dan metode yang digunakan dalam proses QA/QC seperti metode
pengisian kesenjangan data emisi, metode untuk analisis ketidakpastian, metode untuk analisis
kategori sumber emisi utama dan metode pemeriksaan perbedaan emisi dari satu tahun
inventarisasi ke tahun berikutnya (IPCC difference emission method).

Kami sangat berharap bahwa pedoman QA/QC ini bermanfaat untuk pemangku kepentingan
terkait yang terlibat langsung dalam sistem inventarisasi GRK Nasional, Provinsi dan
Kabupaten/Kota.

Jakarta, Oktober 2018

Dr. Ir. Joko Prihatno, M.M


Direktur Inventarisasi GRK dan MPV

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia v


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN ........................................................................................................ iii

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL.......................................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... ix

1. PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan .......................................................................................................................1
1.3 Landasan Hukum ...........................................................................................................................2
1.4 Ruang Lingkup ...............................................................................................................................2

2. DEFINISI ..................................................................................................................................... 2

3. TAHAPAN UMUM PEDOMAN QA/QC ..................................................................................... 5

4. METODE PENUNJANG DALAM PELAKSANAAN QA/QC .................................................... 8


4.1 Metode pengisian data hilang (data gap filling method) ...........................................................8
4.2 Metode analisis tingkat ketidakpastian (uncertainty analysis) .................................................9
4.3 Metode analisis sumber kategori kunci (key category analysis) .............................................9
4.4 Metode checking tools untuk aktifitas penjaminan mutu (QA) .............................................. 10

5. ELEMEN DARI SISTEM QA/QC ............................................................................................. 10

6. PEDOMAN DAN LANGKAH MENJALANKAN QA/QC IGRK............................................... 10


6.1 Perencanaan QA/QC ................................................................................................................. 10
6.2 Personel QA/QC ......................................................................................................................... 11
6.3 Sosialisasi Rencana QA/QC ..................................................................................................... 11
6.4 Pedoman umum QC (Tier 1) untuk kategori sumber emisi/serapan .................................. 12
6.5 Prosedur QC (Tier 2) untuk kategori spesifik ......................................................................... 16
6.6 Prosedur QA ................................................................................................................................ 18
6.7 Inisiasi pengembangan perencanaan QA/QC ........................................................................ 19
6.8 Tambahan QA/QC Checklist ..................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 23

LAMPIRAN 1. MENGATASI KESENJANGAN DATA ......................................................... 24

LAMPIRAN 2. ANALISIS KETIDAKPASTIAN ................................................................... 31

LAMPIRAN 3. ANALISIS KATEGORI KUNCI .................................................................... 60

LAMPIRAN 4. CHECKING TOOL UNTUK AKTIFITAS PENJAMINAN MUTU ...................... 85

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia vii


DAFTAR TABEL

DAFTAR TABEL

Tabel 3-1. Tahapan umum pedoman QA/QC ............................................................................ 6


Tabel 6-1. Tanggung jawab pelaksana aktifitas QA/QC ............................................................11
Tabel 6-2. Aktifitas QC (Tier 1) .................................................................................................12
Tabel 6-3. Aktifitas QC (Tier 2) .................................................................................................16
Tabel 6-4. Review eksternal terkait QA.....................................................................................19
Tabel 6-5. Peningkatan perencanaan QA/QC...........................................................................19
Tabel L.1 2-1. Pendekatan/teknik untuk pengisian data hilang……………………………………25
Tabel L.2 2-1. Ketidapastian gabungan untuk sektor LULUCF……………………………………36
Tabel L.2 2-2. Analisis tren ketidakpastian untuk sektor LULUCF ............................................38
Tabel L.2 3-1. Sumber ketidakpastian dari Data Aktivitas .........................................................45
Tabel L.2 3-2. Sumber ketidakpastian dari Faktor Emisi ...........................................................47
Tabel L.2 3-3. Ketidakpastian dari Data Aktivitas dan Faktor Emisi pada aktivitas REDD .........48
Tabel L.2 3-4. Kisaran ketidakpastian untuk biomassa non-hutan ............................................50
Tabel L.2 3-5. Kisaran ketidakpastian untuk biomassa hutan dan kayu mati ............................50
Tabel L.2 3-6. Rentang ketidakpastian untuk pembakaran liar .................................................51
Tabel L.2 3-7. Kisaran ketidakpastian untuk stok karbon tanah dan rasio C-N untuk tanah
mineral ...............................................................................................................51
Tabel L.2 3-8. Kisaran ketidak pastian untuk fluks karbon tanah dari tanah organik .................53
Tabel L.2 3-9. Confusion matrix untuk peta penggunaan lahan ................................................53
Tabel L.2 3-10. Rentang ketidakpastian per-kategori untuk 2014 .............................................54
Tabel L.2 3-11. Evolusi temporal dari berbagai ketidak pastian berdasarkan kategori ..............56
Tabel L.2 3-12. Ketidakpastian parsial per-kategori sebagai persentase dari ketidakpastian
total ..................................................................................................................59
Tabel L.3 3-1. Spreadsheet untuk analisis pendekatan I – Metode penilaian tingkat 63
Tabel L.3 3-2. Spreadsheet untuk analisis pendekatan I – Metode analisis tren .......................66
Tabel L.3 3-3. Penjelasan langkah 1 - langkah 4 untuk analisis tren (Pendekatan I) ................67
Tabel L.3 3-4. Contoh penggunaan analisis tren (Pendekatan I) untuk penentuan kategori
kunci ..................................................................................................................67
Tabel L.3 4-1. Penjelasan langkah 1 - langkah 4 untuk analisis tren (Pendekatan II) ...............71
Tabel L.3 4-2. Contoh penggunaan analisis tren (Pendekatan II) untuk penentuan kategori
kunci ..................................................................................................................72
Tabel L.3 6-1. Rangkuman hasil analisis kategori utama ..........................................................73
Tabel L.3 7-1. Informasi inventarisasi GRK sektor Energi tahun 2014 ......................................74
Tabel L.3 7-2. Informasi inventarisasi GRK sektor Energi tahun 2010 dan 2014 ......................76
Tabel L.3 7-3. Contoh penerapan metode penilaian tingkat (pendekatan I) untuk Third National
Communication (TNC) Indonesia – dengan memasukkan kategori LULUCF .....78
Tabel L.3 7-4. Contoh penerapan metode penilaian tingkat (pendekatan I) untuk Third National
Communication (TNC) Indonesia – tidak memasukkan kategori LULUCF .........81
Tabel L.3 7-5. Rangkuman KCA untuk laporan Third National Communication (2007) .............83
Tabel L.4 2-1. Penjelasan terkait perubahan data aktifitas dan faktor emisi……………………..93

viii Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia


DAFTAR GAMBAR

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3-1. Skema pengembangan sistem inventarisasi GRK Nasional .................................. 6


Gambar 3-2. Alur proses tahapan QC umum untuk sub-sektor/unit pelaksana .......................... 7
Gambar 3-3. Alur proses tahapan QA/QC umum untuk koordinator sektor ................................ 8
Gambar 3-4. Alur proses tahapan QA/QC umum untuk penanggung jawab IGRK Nasional ...... 8
Gambar 6-1. Proses QA/QC sub-sektor ketenagalistrikan (sumber: Pedoman IGRK
Pembangkit, 2018).............................................................................................. 22
Gambar L.1 2-1. Tumpang tindih yang konsisten antar dua metode……………………………..27
Gambar L.1 2-2. Tumpang tindih yang tidak konsisten antar dua metode ............................... 27
Gambar L.1 2-3. Interpolasi linear ........................................................................................... 29
Gambar L.1 2-4. Ekstrapolasi linear......................................................................................... 30
Gambar L.2 2-1. Ilustrasi tingkat ketidakpastian dari suatu set data (α = 95%)…………………33
Gambar L.2 2-2. Ilustrasi proses perhitungan ketidakpastian dengan Pendekatan 2 ............... 41
Gambar L.2 2-3. Proses penentuan tren ketidakpastian dengan Pendekatan 2 ....................... 43
Gambar L.3 2-1. Decision tree untuk identifikasi kategori kunci…………………………………..62
Gambar L.4 2-1. Alur IPCC emission difference tools di sistem inventarisasi GRK Belanda.....88
Gambar L.4 2-2. Alur IPCC emission difference tools untuk tingkat sektor/daerah .................. 89
Gambar L.4 2-3. Alur IPCC emission difference tools untuk tingkat nasional ........................... 90
Gambar L.4 2-4. Matriks kriteria terkait dengan nilai perubahan emisi dari tahun (t-1) ke
tahun t ........................................................................................................... 91

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia ix


1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai bagian dari komunitas internasional telah secara aktif terlibat dalam kegiatan
perubahan iklim. Saat ini Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement melalui
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016. Sebagai bentuk komitmen, Pemerintah Indonesia telah
melaporkan Intended Nationally Determined Contribution (INDC) ke secretariat UNFCCC pada
September 2014. Dokumen INDC kemudian diformulasikan menjadi First Nationally Determined
Contribution (NDC) pada Oktober 2016. Di dalam NDC, Pemerintah Indonesia memiliki
komitmen untuk berkontribusi dalam kegiatan mitigasi serta adaptasi perubahan iklim.
Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dari Business
as Usual (BaU) di tahun 2030 sampai sebesar 38% dengan dukungan pendanaan internasional
yang tersedia.
Sebagai implementasi dari komitmen tersebut, Indonesia memiliki kewajiban untuk
mengembangkan sistem inventarisasi GRK yang dapat diandalkan untuk merekam emisi GRK
dari sektor-sektor terkait. Inventarisasi GRK ini dapat menjadi indikator dalam pencapaian
Indonesia untuk menurukan tingkat emisi GRK sesuai dengan target yang ditentukan
sebelumnya. Di sisi lain, sistem monitoring, reporting and verification (MRV) harus
dimanfaatkan secara maksimal untuk mendapat informasi terkait dalam penerapan aksi mitigasi
terhadap penurunan emisi GRK. Integrasi dari kedua komponen ini sangat krusial dalam
mendukung sistem inventarisasi GRK yang transparan, akurat, lengkap, bisa dibandingkan dan
konsisten serta pemahaman terhadap implementasi kebijakan dan aksi mitigasi dapat tercermin
dan sistem inventarisasi GRK Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah berupaya keras dalam meningkatkan pengelolaan data
pembangunan untuk sistem inventarisasi GRK yang handal, salah satunya adalah penerapan
Kebijakan Satu Data GRK atau one GHG data policy. Dalam rangka termewujudkan kebijakan
satu data GRK yang handal, diperlukan impementasi penjaminan dan pengendalian mutu yang
terstandar dan sesuai kaidah yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu, dokumen ini disusun sebagai pedoman dalam pelaksanaan Quality Assurance
dan Quality Control (QA/QC) pada sistem inventarisasi GRK di Indonesia. Pedoman ini secara
rinci menjelaskan pelaksanaan QA/QC, dimulai dari perencanaan, metode-metode yang
digunakan, penanggung jawab, jadwal waktu, serta tahapan lain yang dilakukan sebagai bagian
dari QA/QC seperti pengisian kesenjangan data, penghitungan angka ketidakpastian,
identifikasi sumber emisi utama, dan pemeriksaan kesalahan. Semua informasi dalam
dokumen ini mengacu kepada IPCC Good Practice Guidance and Guidelines for National
Systems dan IPCC Guidelines 2006 serta informasi-informasi terkait dengan inventarisasi GRK
Indonesia.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud penyusunan pedoman ini adalah untuk memberikan panduan kepada seluruh pihak
yang terlibat dalam pelaksanaan inventarisasi GRK di Indonesia dalam melaksanakan kegiatan
penjaminan dan pengendalian mutu di dalam sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca (IGRK)
Nasional.

Adapun tujuan pembuatan pedoman pelaksanaan QA/QC adalah sebagai acuan bagi
penyelenggara Inventarisasi GRK untuk:
i. Memeriksa kualitas data GRK di setiap tahapan inventarisasi GRK
ii. Perbaikan kesenjangan data GRK
iii. Penghitungan tingkat ketidakpastian dari hasil estimasi ketidapastian emisi GRK

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia 1


iv. Identifikasi sumber dan kategori utama emisi GRK
v. Melaksanakan pemeriksaan terhadap kesalahan (error) dan/atau penjelasan terkait
perubahan emisi
vi. Pembuatan laporan kegiatan QA/QC yang dilakukan penyelenggara inventarisasi GRK
(dilampirkan bersama data GRK dan dokumentasi kegiatan).

1.3 Landasan Hukum


Landasan hukum dalam penyusunan Pedoman QA/QC untuk Inventarisasi GRK Nasional
adalah:
i. Undang-Undang Nomor 6 tahun 1994 tentanng Pengesahan United Nations
Framework Covention on Climate Change
ii. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang pengesahan Paris Agreement to the
United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas
Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim)
iii. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
iv. Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan
Emisi Gas Rumah Kaca
v. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi
GRK Nasional
vi. Peraturan Menteri LHK Nomor P.73/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2017 tentang Pedoman
Penyelenggaraan dan Pelaporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca.

1.4 Ruang Lingkup


Pedoman ini mengatur proses QA/QC yang diterapkan pada sistem inventarisasi GRK nasional
dan dapat digunakan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Pedoman ini memuat
informasi:
i. Tahapan perencanaan QA/QC;
ii. Pelaksanaan pengisian kesenjangan data GRK;
iii. Penghitungan tingkat ketidakpastian (uncertainty) hasil penghitungan tingkat emisi
GRK;
iv. Identifikasi sumber emisi utama (key category) emisi GRK;
v. Panduan pemeriksaan terhadap kesalahan (error) dan/atau penjelasan terkait
perubahan emisi sebagai bagian dari prosedur QA/QC.

2. DEFINISI

Merujuk pada IPCC Good Practice Guidance and Guidelines for National Systems dan IPCC
Guidelines 2006 dan Peraturan Menteri LHK Nomor P.73/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2017
tentang Pedoman Penyelenggaraan dan Pelaporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca, beberapa
definisi yang perlu dipahami terkait dengan Quality Assurance/Quality Control (QA/QC)
diuraikan di bawah ini.
Audit: merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengevaluasi kinerja dari lembaga
inventarisasi GRK dalam mengikuti standar QC yang sudah direncanakan sebelumnya. Audit
dapat dilakukan selama persiapan inventarisasi GRK ataupun pada tahapan sebelumnya.
Kegiatan audit dapat dilakukan oleh seorang auditor independen dan harus memberikan
penilaian obyektif terhadap proses serta data yang dievaluasi. Kegiatan ini merupakan bagian
dari proses penjaminan mutu (QA).

2 Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia


Akurasi: adalah ukuran relatif dari ketepatan estimasi emisi/serapan. Perkiraan yang
digunakan harus akurat dalam artian secara sistematis tidak terlalu di atas atau di bawah nilai
emisi/serapan yang sebenarnya.
Gas rumah kaca: yang selanjutnya disebut GRK adalah gas yang terkandung dalam atmosfer,
baik alami maupun antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi
inframerah.
Good practice: adalah serangkaian prosedur yang digunakan untuk memastikan bahwa hasil
inventarisasi GRK memiliki akurasi yang tinggi, secara sistematis sudah sesuai, dan memiliki
ketidakpastian yang rendah dan dapat dipertanggungjawabkan. Good practice dapat mencakup
pemilihan metode estimasi yang sesuai dengan kondisi suatu negara, QA/QC pada level
nasional, provinsi dan kabupaten/kota, penggunaan metode ketidakpastian yang tepat serta
sistem pelaporan dan pemantuan yang transparan.
Inventarisasi GRK: adalah kegiatan untuk memperoleh data dan informasi mengenai tingkat,
status, dan kecenderungan perubahan emisi GRK secara berkala dari berbagai sumber emisi
dan penyerapnya.
Kategori Sumber Utama: adalah sumber-sumber emisi yang diprioritaskan dalam sistem
inventarisasi GRK nasional. Hal ini dikarenakan sumber-sumber emisi utama tersebut memiliki
pengaruh yang besar terhadap total emisi GRK langsung di suatu negara (terkait dengan
tingkat emisi absolut, tren emisi, dll).
Koordinator QA/QC: adalah personil Dit IGRK dan MPV yang ditunjuk untuk
mengkordinasikan pelaksanaan QA/QC.
Kegiatan pengendalian mutu/QC activities: terdiri dari kegiatan pemeriksaan kualitas pada
tahap pengumpulan data, penggunaan prosedur standar yang disepakati untuk perhitungan
emisi, pengukuran, analisis ketidapastian, dokumentasi, pengarsipan informasi dan pelaporan.
Pada Tier yang lebih tinggi, kegiatan QC termasuk didalamnya technical review dari kategori
sumber emisi utama, data aktifitas, faktor emisi serta metode estimasi.
Kelengkapan: IGRK harus mencakup semua sumber emisi dan serapan, serta semua gas
yang termasuk dalam Pedoman IPCC.
Ketidakpastian (uncertainty): adalah ukuran nilai kesalahan hasil dugaan emisi/serapan.
Munculnya ketidakpastian dimulai dari: (i) konseptualisasi asumsi, (ii) pemilihan model dan (iii)
input data serta asumsi-asumsinya.
Ketepatan waktu: adalah penyerahan dokumen IGRK yang lengkap dengan tenggat waktu
yang sudah ditentukan sebelumnya.
Konsistensi: IGRK yang telah dilaporkan harus bersifat konsisten pada periode waktu tertentu.
IGRK akan menjadi konsisten jika metodologi yang digunakan sama untuk tahun dasar dan
tahun berikutnya dalam memperkirakan emisi/serapan dari tiap sumber emisi tersebut. IGRK
menggunakan metodologi yang berbeda di tiap tahunnya akan dianggap konsisten jika
dilakukan rekalkulasi (perhitungan ulang) secara transparan dengan metode baru sesuai
dengan kaidah yang diatur dalam pedoman IPCC.
Komparabilitas: adalah estimasi nilai emisi dan serapan yang dilaporkan oleh setiap
pemangku kepentingan IGRK harus dapat diperbandingkan (comparable). Agar tujuan ini
tercapai, pihak-pihak terkait harus menggunakan metodologi dan format yang disepakati untuk
memperkirakan dan melaporkan IGRK.

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia 3


Penjaminan Mutu (Quality Assurance): adalah proses/rangkaian kegiatan untuk memeriksa
bahwa penyelenggaraan inventarisasi GRK sudah mengikuti prosedur dan standar yang
berlaku dan menggunakan metode terbaik sesuai dengan perkembangan pengetahuan terkini,
ketersediaan data, dan didukung oleh program pengendalian mutu yang efektif. Kegiatan
penjaminan mutu dilaksanakan oleh pihak yang tidak terlibat dalam penyelenggaraan
inventarisasi GRK, dalam hal ini oleh Tim Audit Hasil IGRK.
Penyelenggara inventarisasi GRK: meliputi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah
Daerah Provinsi, Kementerian dan/atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian terkait, dan
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan
kehutanan selaku National Focal Point untuk Perubahan Iklim. Penyelenggara Inventarisasi
GRK pada Kementerian dan/atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian terkait meliputi
Penanggung Jawab Sub Sektor dan Koordinator Sektor.
Pengendalian (Quality control) merupakan sistem yang dibangun untuk memeriksaa secara
rutin kegiatan teknis terkait dengan pengukuran dan pengontrolan kualitas inventori selama
proses penyusunannya oleh penyelenggara inventarisasi GRK. Sistem QC dirancang untuk:
i. menyediakan pemeriksaan rutin yang konsisten untuk memastikan integritas data,
kebenaran, dan kelengkapan,
ii. mengidentifikasi dan mengatasi kesalahan dan kekeliruan dan
iii. mendokumentasikan dan mengarsipkan materi inventaris dan mencatat semua
kegiatan QC.
Prosedur QC Tier 1: Prosedur QC Tier 1 untuk inventarisasi GRK adalah pemeriksaan umum
yang dilakukan secara rutin oleh lembaga penangungjawab inventori selama penyiapan
inventori GRK, yaitu prosedur pemrosesan, penanganan, pendokumentasian, pengarsipan dan
pelaporan untuk semua kategori sumber emisi.
Prosedur QC Tier 2: Prosedur QC untuk kategori sumber emisi utama (Tier 2) adalah
pemeriksaan yang diarahkan pada sumber emisi kunci tertentu karena adanya perubahan
metodologi perhitungan dan data aktivitas. Kegiatan QC Tier 2 merupakan tambahan dari QC
yang umum (Tier 1). Dalam menjalankan prosedur ini, lembaga penanggungjawab IGRK harus
memiliki pemahaman dan pengetahuan terkait terhadap kategori sumber emisi utama (key
category), jenis data yang tersedia dan parameter-parameter apa saja yang terkait dengan
emisi tersebut dan tingkat ketidakpastian data dan parameter. Terdapat dua persyaratan utama
dalam menjalankan prosedur QC Tier 2, yaitu:
i. Sumber emisi tersebut dapat dikategorikan sebagai sumber emisi utama
ii. Terjadi revisi metodologi perhitungan serta perubahan data yang signifikan terhadap
sumber emisi tersebut.
Rencana Penjaminan dan Pengendalian Mutu (QA/QC plan): adalah dokumen internal yang
berfungsi untuk mengatur, merencanakan serta mengimplementasikan kegiatan QA/QC.
Dokumen QA/QC tersebut harus, secara umum, menjelaskan kegiatan QA/QC yang akan
dilaksanakan, kerangka waktu pelaksanaan QA/QC yang dijadwalkan dari tahap persiapan,
pengembangan hingga pelaporan untuk setiap tahun inventorisasi GRK.
Sektor: adalah bidang kegiatan dimana emisi GRK terjadi, tidak merujuk pada pengertian
administrasi/instansi yang secara umum membina/mengatur kegiatan.
Sistem Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional (SIGN): adalah sistem penyediaan data dan
informasi terkait tingkat, status, kecenderungan, dan proyeksi GRK.
Status emisi GRK: adalah kondisi emisi GRK dalam satu kurun waktu tertentu yang dapat
diperbandingkan berdasarkan hasil penghitungan GRK dengan menggunakan metode dan

4 Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia


faktor emisi/serapan yang konsisten sehingga dapat menunjukkan tren perubahan tingkat emisi
dari tahun ke tahun.
Sub sektor: adalah sub bidang kegiatan dimana emisi GRK terjadi, tidak merujuk pada
pengertian administrasi/instansi yang secara umum membina/mengatur kegiatan.
Tim Audit IGRK: adalah tim yang dibentuk oleh Dirjen PPI yang terdiri dari tim di Direktorak
IGRK dan MPV yang tidak terlibat dalam proses inventarisasi IGRK ditambah expert bidang-
bidang terkait untuk melakukan proses verifikasi (audit) atas hasil IGRK.
Tim Audit Independen: adalah tim independen yang terdiri dari expert yang terdaftar di dalam
roaster of expert SRN dan memiliki kompetensi sebagai verifikator.
Tujuan dari kegiatan QA/QC: adalah untuk meningkatkan transparansi, konsistensi,
komparabilitas, kelengkapan, akurasi, keyakinan dan ketepatan waktu dalam inventarisasi
nasional.
Transparansi: asumsi dan metodologi yang digunakan untuk IGRK harus dijelaskan secara
jelas. Hal ini bertujuan untuk memfasilitasi replikasi dan penilaian oleh pihak yang menilai dan
menggunakan dokumen IGRK tersebut. Transparansi dalam IGRK merupakan hal yang sangat
penting bagi keberhasilan proses untuk komunikasi dan pertimbangan informasi.
Verifikasi: merupakan proses untuk mengevaluasi kinerja dari lembaga inventarisasi GRK
dalam mengikuti standar QC yang sudah direncanakan sebelumnya. Audit dapat dilakukan
selama persiapan inventarisasi GRK ataupun pada tahapan sebelumnya oleh auditor
independen sehingga dapat memberikan penilaian obyektif terhadap proses serta data yang
dievaluasi. Kegiatan verifikasi dimaksudkan untuk memperoleh IGRK yang berkualitas. Hasil
proses verifikasi juga berfungsi untuk:
i. Memberikan masukan untuk meningkatkan kualitas IGRK;
ii. Meningkatkan tingkat kepercayaan terhadap hasil estimasi dan tren emisi;
iii. Membantu meningkatkan pemahaman ilmiah yang berkaitan dengan inventarisasi GRK.

3. TAHAPAN UMUM PEDOMAN QA/QC

Berdasarkan Perpres 71/2011, penyelenggara inventarisasi GRK berkewajiban untuk


melaporkan penyelenggaraan inventarisasi GRK minimal satu kali dalam setahun kepada
lembaga penanggung jawab inventarisasi GRK nasional, yang dalam hal ini adalah KLHK.
Pada tahap awal penyelenggaraan inventarisasi GRK Nasional, sistem yang diterapkan adalah
sebagaimana Model 1. Untuk meningkatkan sistem inventarisasi GRK, KLHK mendorong peran
sektor lebih jauh terlibat dalam melaksanakan perhitungan emisi GRK sekaligus didalamnya
kegiatan QA/QC, dokumentasi dan pengarsipan (Model 2). Pada Model 2 (Gambar 3-1),
koordinator sektor beserta penanggung jawab subsektor terkait berperan untuk melaksanakan
menghitung emisi GRK, melaksanakan QA/QC, analisis ketidakpastian, analisis kategori utama,
dokumentasi dan pengarsipan.

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia 5


Gambar 3-1. Skema pengembangan sistem inventarisasi GRK Nasional

Secara umum, Pedoman QA/QC di dalam sistem inventarisasi GRK ini dapat membantu
penyelenggara inventarisasi GRK untuk memastikan jaminan dan pengaturan kualitas data
IGRK serta telah disesuaikan pada pendekatan Model 2. Tahapan kegiatan secara umum untuk
QA/QC dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 3-1. Tahapan umum pedoman QA/QC


Penanggung Tools /format yang
Tahapan Kegiatan Output
jawab digunakan
Tahap I Setiap penanggung Penanggung  Pengisian  Data inventarisasi
jawab sub-sektor jawab sub- kesenjangan data GRK yang sudah
akan melakukan sektor (gap filling tools) lengkap
pengendalian mutu  Analisis tingkat  Surat keterangan
(QC) terhadap data ketidakpastian bahwa semua
aktifitas dan faktor (uncertainty analysis data telah melalui
emisi yang tools) proses QC di unit
dibutuhkan untuk  Analisis kategori masing-masing
perhitungan emisi. kunci (key category  Laporan hasil
Kemudian output dari analysis tools) analisis QC
kegiatan ini akan (checklist QC
dilaporkan ke subsektor/unit
koordinator sektor pelaksana,
terkait (detail pada metode yang
Gambar 3-2) digunakan, dll)
Tahap II Koordinator sektor Koordinator  Pengisian  Data-data
akan melakukan sektor kesenjangan data inventarisasi
validasi dokumen (gap filling tools) GRK yang sudah
terkait dari sub-  Analisis tingkat dilakukan QA/QC
sektor/unit pelaksana ketidakpastian untuk sektor
kemudian akan (uncertainty analysis terkait
dilakukan QA/QC tools)  Laporan hasil
kembali terhadap  Analisis sumber emisi analisis QA/QC
data-data tersebut utama (key category koordinator
(detail pada Gambar analysis tools) sektor (checklist
3-3)  Pemeriksaan koordinator
dan/atau penjelasan QA/QC sektor,

6 Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia


perbedaan nilai emisi metode yang
antar tahun dari digunakan, dll)
sumber emisi/rosot
oleh koordinator
sektor ke sub-
sektor/unit pelaksana
(IPCC emission
difference tools)
Tahap III Koordinator sektor Koordinator Melalui sistem SIGN- Laporan IGRK
akan melaporkan sektor SMART ataupun sektor melalui
data tingkat emisi pelaporan secara SIGN-SMART
beserta dokumen langsung
terkait QA/QC
kepada lembaga
penanggung jawab
IGRK nasional (detail
pada Gambar 3-3)
Tahap IV Lembaga Lembaga  Kompilasi IGRK  Laporan
penanggung jawab penanggung seluruh sektor inventarisasi GRK
IGRK nasional akan jawab IGRK  Pemeriksaan error yang telah
melakukan QA/QC nasional dan/atau penjelasan tervalidasi dan
melalui cross check perbedaan nilai emisi terverivikasi
data tingkat emisi, dari lembaga IGRK  Laporan aktifitas
format laporan, dll. nasional ke QA/QC untuk tiap
Sebelum melaporkan koordinator tiap sektor tahapnya
data inventarisasi (IPCC emission (checklist
GRK nasional kepada difference tools) penanggung
UNFCCC (detail pada  Melakukan KCA jawab IGRK
Gambar 3-4)  Verifikasi oleh Team nasional, metode
Audit IGRK dan Tim yang digunakan,
Audit independen dll)

Gambar 3-2. Alur proses tahapan QC umum untuk sub-sektor/unit pelaksana

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia 7


Gambar 3-3. Alur proses tahapan QA/QC umum untuk koordinator sektor

Gambar 3-4. Alur proses tahapan QA/QC umum untuk penanggung jawab IGRK Nasional

4. METODE PENUNJANG DALAM PELAKSANAAN QA/QC

Dalam pelaksanaan tahapan IGRK seperti dijelaskan pada

Gambar 3-2 dan Gambar 3-3 terdapat beberapa metode yang digunakan untuk memastikan
bahwa kualitas inventarisasi GRK dapat dipertanggungjawabkan. Metode-metode tersebut
diurutkan berdasarkan pada tahapan inventarisasi GRK, yaitu:
4.1 Metode pengisian data hilang (data gap filling method)
Pada pengumpulan data GRK seperti data aktifitas dan faktor emisi, diperlukan
kelengkapan data dalam periode waktu tertentu. Namun, masalah akan mun cul ketika data

8 Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia


yang diperlukan untuk perhitungan emisi tidak lengkap atau tidak terserdia. Dalam kasus
seperti itu beberapa cara mengisi data kosong/hilang diperlukan sehingga diperoleh seri
data yang lengkap untuk semua seri waktu. Beberapa pendekatan/teknik untuk mengatasi
kesenjangan data (mengisi data hilang; IPCC Guideline 2006):
 Tumpang tindih (overlap)
 Penggantian data (surrogate data)
 Interpolasi
 Ekstrapolasi
Dalam kegiatan pengendalian mutu (QC), personel yang bertanggung jawab harus
memastikan bahwa metode-metode pendekatan pengisian kesenjangan data telah
digunakan secara benar dan sesuai dengan pedoman IPCC. Penjelasan rinci terkait metode
ini disajikan pada Lampiran 1. Pedoman ini juga dilengkapi dengan tools dan prosedur
untuk melakukan pengisian kesenjangan data dengan berbagai pendekatan yang telah
dijelaskan sebelumnya.
4.2 Metode analisis tingkat ketidakpastian (uncertainty analysis)
Setelah melakukan perhitungan emisi GRK untuk tiap kategori, maka tahap selanjutlah
adalah analisis ketidakpastian. Tahapan ini dilakukan karena pada tahap perhitungan emisi
GRK terdapat banyak sumber ketidakpastian. Hasil perhitungan emisi GRK tidak akan
bernilai absolut dikarenakan parameter data aktifitas dan faktor emisi bukan merupakan
besaran yang memiliki nilai pasti. Sehingga pertimbangan terhadap angka ketidakpastian
dalam perhitungan emisi GRK perlu dilakukan untuk menghasilkan inventarisasi GRK yang
tepat dan dapat diandalkan.
Ketidakpastian ini umumnya disebabkan oleh beberapa hal. Misalnya, ketidakpastian dalam
pengukuran, statistik, asumsi model perhitungan, dll. Dalam melakukan analisis
ketidakpastian, nilai input kuantitatif data aktifitas maupun faktor emisi merupakan
komponen penting yang harus didapatkan. Berdasarkan pedoman IPCC 2006, terdapat
beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam analisis ketidakpastian yaitu
propagation error dan metode Monte Carlo. Kedua metode ini dapat digunakan untuk
menghitung ketidakpastian emisi GRK tahunan dan kecenderungan ketidakpastian emisi
GRK. Detail penjelasan terkait analisis ketidakpastian serta panduan pelaksanaannya
Lampiran 2. Dalam pedoman tersebut, tools untuk melakukan perhitungan analisis
ketidakpastian dilampirkan yang dapat digunakan oleh personel yang melakukan
pengendalian mutu (QC) untuk memahami bagaimana penyusun inventarisasi GRK
melakukan identifikasi ketidakpastian pada suatu sumber emisi.
4.3 Metode analisis sumber kategori kunci (key category analysis)
Sub-sektor/unit pelaksana akan melaporkan hasil perhitungan emisi GRK, laporan QC serta
hasil analisis ketidakpastian kepada koordinator sektor. Kemudian, koordinator sektor akan
melaksanakan analisis kategori utama untuk menentukan sumber emisi/rosot utama pada
sektor tersebut. Kategori-kategori utama tersebut kemudian akan menjadi basis dalam
kegiatan peningkatan kualitas di inventarisasi GRK dikarenakan kontribusinya signifikan
terhadap total emisi sektor. Terdapat dua pendekatan untuk analisis sumber emisi
kunci/utama yaitu kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif sumber emisi kunci dibagi
menjadi dua pendekatan. Pertama ialah penetapan sumber emisi kunci berdasarkan tingkat
emisi pada tahun inventori dan tren emisi. Kedua penetapan sumber emisi kunci
berdasarkan tingkat emisi pada tahun inventori dan tren emisi dengan memperhatikan
tingkat ketidakpastian data emisi (uncertainty). Selanjutnya, analisis kualitatif dilakukan
apabila data inventarisasi GRK sangat terbatas (tidak lengkap), yaitu dengan menggunakan
metode kriteria kualitatif. Penjelasan rinci panduan pelaksanaan analisis sumber emisi

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia 9


utama atau kategori kunci disajikan pada Lampiran 3. Dalam panduan tersebut, tools untuk
melaksanakan analisis kategori kunci juga disediakan agar dapat meningkatkan
pemahaman personel yang melaksanakan pengendalian mutu (QC).

4.4 Metode checking tools untuk aktifitas penjaminan mutu (QA)


Metode ini merupakan adaptasi dari best practice yang dilakukan oleh sistem inventarisasi
GRK Belanda dan dapat diimplementasikan di Indonesia. Pada dasarnya metode ini
digunakan untuk memeriksa apakah terdapat error ataupun perubahan emisi yang signifikan
jika dibandingkan emisi tahun sebelumnya. Tools ini dapat digunakan sebagai penjaminan
mutu oleh koordinator sektor terhadap sub-sektor/unit pelaksana inventarisasi GRK.
Kategori emisi yang mengalami perubahan secara signifikan harus diverifikasi ke sub-sektor
terkait mengenai perubahan tersebut. Tools ini juga dapat digunakan oleh penanggung
jawab IGRK nasional untuk memeriksa perubahan emisi yang signifikan terhadap total emisi
nasional dan sektor beserta penjelasannya. Penjelasn rinci tool atau alat pemeriksaan
kesalahan emisi disajikan pada Lampiran 4.

5. ELEMEN DARI SISTEM QA/QC

Sistem QA/QC dibangun berdasarkan aturan UNFCCC terkait dengan persiapan inventarisasi
gas rumah kaca (IGRK). Dokumen QA/QC harus memuat informasi berikut:
1. Lembaga yang bertanggung jawab terhadap koordinasi aktifitas QA/QC
2. Tujuan program QA/QC
3. Perencanaan QA/QC
4. Prosedur QC
5. Prosedur QA
6. Prosedur pelaporan, dokumentasi serta pengarsipan

6. PEDOMAN DAN LANGKAH MENJALANKAN QA/QC IGRK

Instruksi:
 Implementasi prosedur QA/QC merupakan bagian penting dari pengembangan sistem
IGRK di Indonesia. Seperti dijelaskan dalam pedoman IPCC Guidelines 2006),
pelaksanaan program QA/QC yang sesuai dapat meningkatkan transparansi, akurasi,
konsistensi, komparabilitas, serta kelengkapan sistem IGRK Indonesia.
 Setiap koordinator sektor dapat menggunakan pedoman ini untuk merencanakan dan
melaksanakan Aktifitas QA/QC di lembaganya masing-masing
 Petunjuk QA/QC tersedia di box di atas. Detail langkah-langkah aktifitas QA/QC IGRK
dijelaskan pada sub-bagian berikut.

6.1 Perencanaan QA/QC


Langkah 1: Isi semua sub-bab dalam dokumen ini atau kembangkanlah variasi elemen dari
perencanaan QA/QC IGRK Indonesia. Ketika sudah dikembangkan, gunakan
perencanaan QA/QC ini dalam kegiatan persiapan IGRK di periode berikutnya.
Perencanaan QA/QC dapat dimodifikasi untuk mencerminkan proses yang lebih
baik.

10 Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia


Dokumen perencanaan QA/QC merupakan elemen dasar dari sistem QA/QC. Dokumen ini
terdiri dari kegiatan QA/QC yang dilakukan, personel yang bertanggung jawab langsung pada
proses QA/QC dan kerangka waktu untuk menyelesaian kegiatan QA/QC.

6.2 Personel QA/QC


Langkah 2:  Buatlah daftar tugas dan tanggung jawab koordinator QA/QC. Isi Tabel 6-1
dibawah dengan nama dan kontak dari staf-staf yang bertanggung jawab
langsung untuk setiap aktifitas yang ada
 Baris yang ada di Tabel 6-1 dapat ditambah sesuai kebutuhan untuk
memastikan semua detail informasi untuk setiap aktifitas tercatat

Koordinator QA/QC merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam pelaksanaan
rencana QA/QC. Tugas dan tanggung jawab koordinator QA/QC melingkupi:
 Klarifikasi dan komunikasi tanggung jawab QA/QC ke
Koordinator QA/QC akan
semua K/L yang terkait dengan IGRK
berkomunikasi dengan
 Mengembangkan dan memastikan checklists QA/QC
beberapa K/L terkait
sesuai dengan peran K/L dalam sistem IGRK
inventarisasi GRK. Tabel 6-1
(sebagai contoh liat Tabel 6-2 dan
merupakan rangkuman key
 Tabel 6-3)
personnel yang bertanggung
 Memastikan penyelesaian checklist QA/QC dan
jawab terhadap aktifitas
kegiatan terkait yang tepat waktu dan akurat (buatlah
QA/QC
keseluruhan kronologi QA / QC dan waktu eksternal
review akan dilakukan)
 Mengelola dan membuat dokumentasi kegiatan QA/QC dari sub-sektor ke koordinator
sektor hingga penanggung jawab IGRK nasional
 Koordinasi review eksternal (oleh tenaga ahli) terhadap dokumen IGRK dan memastikan
semua komentar/masukan terkait peningkatan kualitas telah terakomodasi dalam
laporan IGRK.

Tabel 6-1. Tanggung jawab pelaksana aktifitas QA/QC

Jabatan pelaksana Deskripsi Nama K/L Kontak


Penanggung jawab Semua aspek terkait dengan
IGRK program inventarisasi GRK,
cross cutting QA/QC
Koordinator QA/QC Pelaksanaan rencana QA/QC
Koordinator sektor Pelaksanaan prosedur
QA/QC (prosedur Tier 1 and
Tier 2 ada di Tabel 6-2 and
Tabel 6-3)
Subsektor/unit Pelaksanaan prosedur QC
pelaksana (prosedur Tier 1 and Tier 2
ada di Tabel 6-2 dan
Tabel 6-3)
Tenaga ahli Review tenaga ahli terhadap
dokumen inventarisasi GRK

6.3 Sosialisasi Rencana QA/QC


Proses komunikasi rencana QA/QC kepada semua pihak yang terlibat merupakan hal yang
penting agar perencanaan tersebut dapat secara efektif dilaksanakan, dievaluasi dan

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia 11


ditingkatkan kualitasnya. Koordinator QA/QC untuk Indonesia harus melaksanakan prosedur
berikut untuk perencanaan QA/QC:
1. Mengadakan pertemuan dengan semua koordinator sektor dan K/L terkait untuk
mengembangkan rencana QA/QC
2. Menuliskan dan melaksanakan sosialisasi rencana QA/QC ke semua koordinator sektor dan
K/L terkait agar aktifitas tersebut dapat segera dilakukan
3. Melaksanakan kick-off meeting dengan semua pihak yang terlibat langsung dalam
pelaksanaan inventarisasi GRK (termasuk konsultan, universitas, dll). Agenda pertemuan ini
adalah sosialisasi rencana QA/QC dan distribusi checklist QC (pertemuan ini dapat
digabungkan dengan agenda “inventory kick-off meeting”)
4. Mengirimkan memo (melalui surat resmi atau elektronik) untuk mengingatkan koordinator
sektor dan K/L terkait mengenai tugas dan tanggung jawab mereka dalam QA/QC serta
jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya
5. [Silahkan masukan langkah lainnya dalam mengkomunikasikan rencana QA/QC]

6.4 Pedoman umum QC (Tier 1) untuk kategori sumber emisi/serapan


Langkah 3:  Setelah semua informasi yang dibutuhkan pada Tabel 6-2 telah lengkap,
masukkan nama atau inisial personel yang melengkapi isian tersebut serta
tanggal saat informasi tersebut dilengkapi
 Baris yang ada di Tabel 6-2 dapat ditambah sesuai kebutuhan untuk
memastikan semua detail informasi tercatat
Standar minimum penilaian QC dapat diterapkan secara konsisten di semua kategori sumber
emisi secara berkala. Hal ini bertujuan agar standar mutu IGRK dapat selalu terpenuhi. Standar
ini secara umum fokus pada prosedur pengolahan, pengelolaan, pendokumentasian,
pengarsipan dan pelaporan yang sama untuk semua kategori. Tabel 6-2 menjelaskan secara
spesifik QC Tier 1 yang harus dilaksanakan dan checklist dimana semua aktifitas QC telah
selesai dilakukan.

Tabel 6-2. Aktifitas QC (Tier 1)

Informasi telah Ukuran korektif yang


lengkap diambil
Aktifitas QC Prosedur Dokumen
Nama/
Tanggal pendukung Tanggal
inisial
(sebutkan)

Checklist Pengumpulan data, input dan pengelolaan


Memeriksa  Periksa kembali data
asumsi dan aktifitas dan faktor emisi di
kriteria yang setiap kategori serta
digunakan untuk pastikan bahwa proses ini
pemilihan data telah didokumentasikan dan
aktifitas dan diarsipkan
faktor emisi telah
didokumentasikan
Memeriksa  Pastikan bahwa referensi
kesalahan data bibliografi telah dikutip
transkrip dalam dengan benar dalam
proses input data dokumentasi internal
dan referensi.  Cek contoh data input (baik
pengukuran atau parameter
yang digunakan dalam
perhitungan) kemungkinan
salah ketik.

12 Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia


 Manfaatkan data format
elektronik untuk
meminimalkan kesalahan
transkripsi
 Periksa apakah fitur
spreadsheet telah
digunakan untuk
meminimalkan kesalahan
pengguna:
o Hindari faktor-faktor
kesalahan penulisan
rumus spreadsheet
o Buat tabel pencarian
otomatis untuk nilai-nilai
umum yang digunakan
sepanjang perhitungan.
o Gunakan fitur locked cell
di spreadsheet sehingga
data yang sudah
dimasukkan tidak mudah
berubah akibat kesalahan
pengguna
o Gunakan metode
komputasi (penggunaan
program atau perangkat
lunak) untuk
mempermudah proses
pemeriksaan hasil
perhitungan
Memeriksa hasil  Lakukan perhitungan ulang
perhitungan secara manual dari
emisi/serapan beberapa contoh
perhitungan emisi/serapan
 Penghitungan ulang harus
dilakukan mulai dari langkah
awal sampai akhir
 Jika perlu, meniru kalkulasi
model kompleks dengan
rangkuman manual yang
disingkat untuk menilai
akurasi relatif
Memeriksa  Periksa apakah unit diberi
parameter dan label dengan benar dalam
unit emisi/serapan lembar perhitungan
telah benar dicatat  Periksa apakah unit data
dan faktor dijalanan dengan benar dari
konversi unit yang awal hingga akhir
digunakan sudah perhitungan emisi/serapan
benar  Periksa apakah faktor
konversi yang digunakan
sudah benar
 Periksa bahwa faktor
penyesuaian temporal dan
spasial yang digunakan
sudah benar
Memeriksa  Pastikan bahwa jalur data
integritas file direpresentasikan dengan
dalam database benar dalam database dan
semua langkah pemrosesan
diperhitungkan
 Konfirmasikan bahwa relasi
antar data disajikan dengan

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia 13


benar dalam database
 Pastikan data sudah dilabeli
dengan benar dan memiliki
spesifikasi yang benar
 Pastikan bahwa data sudah
terdokumentasi dengan baik
dan telah dilakukan
pengarsipan untuk struktur
dan operasi model
Memeriksa  Identifikasi parameter
konsistensi data (misal: data aktifitas,
antar kategori konstanta) yang umum
digunakan untuk beberapa
kategori emisi/serapan dan
pastikan juga bahwa nilai-
nilai yang digunakan dalam
perhitungan emisi sudah
konsisten
Memeriksa  Periksa apakah data
ketepatan emisi/serapan telah
pergerakan data diagregasi secara tepat dari
inventarisasi di tingkat pelaporan terbawah
antara langkah- hingga tertinggi
langkah  Periksa apakah data
pemrosesan emisi/serapan telah
ditranskripsikan secara tepat
pada setiap produk antara
Dokumentasi Data
Review  Periksa apakah terdapat
dokumentasi dokumentasi internal yang
internal dan secara rinci menjelaskan
pengarsipan. proses estimasi emisi dan
duplikasi perhitungan emisi
 Periksa apakah setiap
elemen sumber data utama
sudah memiliki referensi
yang jelas
 Periksa apakah data
inventarisasi GRK, data
pendukung, dan catatan
inventarisasi telah
diarsipkan dan disimpan
untuk memudahkan review
detail
 Periksa apakah arsip-arsip
data telah disimpan dengan
baik setelah kegiatan
inventarisasi GRK
 Periksa konsistensi
pengarsipan data eksternal
yang digunakan dalam
persiapan inventarisasi GRK
Pemeriksaan perhitungan emisi/serapan
Memeriksa  Periksa konsistensi data
metodologi dan IGRK di setiap runtun waktu
perubahan data untuk semua kategori
yang diakibatkan sumber emisi
oleh perhitungan  Periksa konsistensi
ulang emisi metode/algoritma yang
digunakan untuk

14 Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia


perhitungan di setiap runtun
waktu
 Lakukan perhitungan ulang
untuk beberapa perhitungan
emisi untuk memastikan
ketepatan perhitungan
matematisnya
Memeriksan  Periksa konsistensi data di
konsistensi setiap runtun waktu untuk
runtun waktu semua kategori
 Periksa konsistensi
metode/algoritma yang
digunakan untuk
perhitungan di setiap runtun
waktu
 Periksa perubahan
metodologi dan data yang
diakibatkan oleh
perhitungan ulang emisi
 Periksa apakah dampak
kegiatan mitigasi tercermin
dalam perhitungan
emisi/serapan di setiap
runtun waktu
Memeriksa  Pastikan bahwa estimasi
kelengkapan data emisi untuk semua kategori
dan informasi (dari tahun dasar hingga
terkait tahun inventarisasi saat ini)
telah dilaporkan
 Pastikan bahwa definisi dari
kategori emisi ‘Other’ sudah
dilakukan pembahasan
 Periksa apakah hasil
analisis kesenjangan data
yang menyebabkan estimasi
emisi/serapan tidak lengkap
tersebut sudah
didokumentasikan, termasuk
didalamnya evaluasi
kualitatif mengenai
pentingnya estimasi terkait
nilai total emisi/serapan
(sebagai contoh: sub-
kategori yang
diklasifikasikan sebagai
“Not Estimated”
Memeriksa tren  Bandingkan nilai
data emisi/serapan (semua
kategori) tahun-n dengan
nilai di tahun (n-1). Jika
terdapat perubahan yang
signifikan dari tren yang
telah diprediksi, maka coba
lakukan pemeriksaan
kembali dan kemudian
jelaskan perbedaannya.
Perubahan nilai emisi yang
signifikan mengindikasikan
bahwa terdapat kesalahan
input data ataupun
perhitungan emisi/serapan
(gunakan checking tool

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia 15


yang dijelaskan pada
Lampiran 4)
 Periksa nilai “implied
emission factor” (nilai
emisi/serapan agregat
dibagi dengan data aktifitas)
untuk runtun waktu
inventarisasi GRK. Apakah
perubahan emisi/serapan
dapat diketahui?
 Periksa jika terdapat tren
data aktifitas yang tidak
biasa ataupun tidak dapat
dijelaskan ataupun
parameter lainnya
Sumber: Template panduan QA/QC ini diadaptasi dari IPCC 2006 guidelines untuk sistem
inventarisasi GRK nasional

6.5 Prosedur QC (Tier 2) untuk kategori spesifik


Langkah 4: Masukan hasil analisis kategori kunci atau sumber emisi utama (Lampiran 3).
Sebagai tambahan untuk prosedur QC (Tier1) yang telah dijelaskan sebelumnya,
kita dapat mengikuti prosedur QC (Tier 2) untuk kategori sumber emisi utama.
Penjelasan prosedur QC (Tier 2) dapat dilihat pada
Tabel 6-3 berikut.

Tabel 6-3. Aktifitas QC (Tier 2)

Informasi telah Ukuran korektif yang


lengkap diambil
Aktifitas QC Prosedur Dokumen
Nama/
Tanggal pendukung Tanggal
inisial
(sebutkan)
Penilaian terhadap  Evaluasi apakah kondisi
penerapan “IPCC nasional memiliki
default factors” kesamaan dengan negara
lain yang juga
menggunakan “IPCC
default factors”
 Bandingkan nilai “IPCC
default factors” dengan
“site-plant level factors”
 Pertimbangkan opsi untuk
mendapatkan nilai faktor
emisi lokal
 Dokumentasikan hasil dari
kajian ini
Review faktor emisi  Lakukan QC untuk data
lokal yang digunakan dalam
pengembangan faktor
emisi lokal
 Lakukan penilaian
terhadap hasil penelitian
yang digunakan untuk
mengembangkan faktor
emisi lokal (apakah sudah
memenuhi aspek-aspek
minimum QC Tier 1)
 Bandingkan nilai faktor
emisi lokal dengan “IPCC

16 Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia


default factor”:
dokumentasikan semua
kesenjangan yang
signifikan
 Bandingkan faktor emisi
lokal dengan “site or plant-
level factors”
 Bandingkan nilai faktor
emisi lokal tersebut
dengan negara lainnya
(gunakan database faktor
emisi IPCC)
 Dokumentasikan semua
hasil penilaian
Review hasil  Periksa apakah standar
pengukuran nasional atau internasional
(ISO) telah digunakan
dalam pengukuran
 Pastikan apakah alat
pengukuran sudah
dikalibrasi dan dirawat
dengan baik
 Bandingkan hasil
pengukuran langsung
dengan hasil estimasi
menggunakan faktor emisi:
dokumentasikan semua
kesenjangan yang
signifikan
Evaluasi  Review perubahan
konsistensi runtun signifikan (>10%) dari
waktu tahun ke tahun untuk
estimasi emisi
kategori/sub-kategori
 Bandingkan estimasi top-
down dan bottom-up untuk
besaran yang sama
 Lakukan perhitungan
referensi yang
menggunakakan rasio
stoikiometri dan
konservasi massa dan
lahan
Review data  Tentukan tingkatan QC
Aktifitas tingkat yang dilakukan oleh K/L
nasional pengumpul data. Jika tidak
cukup, pertimbangkan
sumber data alternative
lainnya seperti IPCC
defaults dan kumpulan
data internasional
 Evaluasi konsistensi
runtun waktu
 Bandingkan data Aktifitas
dengan berbagai macam
referensi jika
dimungkinkan
Review data  Tentukan jika standar
aktifitas yang nasional atau internasional
didapatkan (ISO) digunakan dalam
langsung dari area estimasi
tertentu  Bandingkan data agregat

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia 17


area tertentu (contoh: data
produksi) dengan data
statistik nasional
 Bandingkan data tersebut
dengan data dari area
lainnya
 Bandingkan estimasi top-
down dan bottom-up untuk
jenis data aktifitas yang
sama
QC untuk estimasi  Terapkan tehnik QC untuk
ketidakpastian estimasi ketidakpastian
(lihat Lampiran 2)
 Review perhitungan
ketidakpastian
 Dokumentasikan semua
asumsi dan kategori
ketidakpastian dari yang
digunakan oleh tenaga ahli
(review eksternal)
Verifikasi estimasi  Bandingkan hasil estimasi
GRK yang sudah dilakukan
dengan estimasi nasional/
internasional lainnya untuk
tingkat nasional, gas,
sektor, sub-sektor yang
tersedia

6.6 Prosedur QA
Langkah 5: Lengkapi

18 Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia


Tabel 6-4 dengan daftar tenaga ahli yang melakukan review terhadap inventarisasi GRK. Jika
dimungkinkan, tenaga ahli ini bukan bagian dari lembaga yang bertanggung
jawab terhadap inventarisasi GRK Indonesia. Tenaga ahli dapat berasal dari
lembaga nasional, internasional ataupun organisasi lainnya yang memiliki
keahlian di bidang GRK. Jika tenaga ahli dari pihak ketiga tidak tersedia, staf
yang berasal dari lembaga yang bertanggung jawab terhadap IGRK (tidak terlibat
langsung di dalam sistem IGRK) dapat melaksanakan review. Ketika
melaksanakan QA, tenaga ahli harus fokus terhadap kategori-kategori yang
diklasifikasikan sebagai sumber emisi utama ataupun kategori-kategori yang
mangalami perubahan metodologi secara signifikan.
Team QA hasil IGRK membahas isu teknis terkait dengan penggunaan metodologi, pemilihan
data Aktifitas serta pengembangan dan pemilihan fakto r emisi. Merujuk kepada praktek yang
dilakukan oleh UNFCCC, penangungjawab IGRK nasional, yaitu Direktorat Inventarisasi GRK
dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi (Dit IGRK-MPV), dapat membentuk team QA hasil
IGRK yang meliputi anggota dari Subdit MPV Lahan dan non Lahan dan expert yang terdaftar
Roster of Expert (RoE) di SRN. Tenaga ahli yang masuk ke dalam daftar RoE harus memenuhi
spesifikasi keahlian tententu terkait dengan IGRK (

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia 19


Tabel 6-4).

20 Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia


Tabel 6-4. Review eksternal terkait QA
Ringkasan
Nama Organisasi Bidang Keahlian Kontak
komentar

6.7 Inisiasi pengembangan perencanaan QA/QC


Langkah 6:  Bagian penting dari perencanaan QA/QC adalah terus melakukan
peningkatan terhadap sistem perencanaan (sebagai contoh: ketika terjadi
perubahan proses ataupun terdapat masukan dari reviewer eksternal). Isi
Tabel 6-5 dengan kritik dan saran peningkatan QA/QC
 Baris yang ada di Tabel 6-5 dapat ditambah sesuai kebutuhan untuk
memastikan semua detail informasi rencana peningkatan QA/QC
tersampaikan
Untuk meningkatkan proses inventarisasi GRK dan mendampingi proses estimasi emisi, Dit
IGRK-PPV melaksanakan perencanaan dan pengembangan QA/QC seperti yang tertulis pada
Tabel 6-5.
Tabel 6-5. Peningkatan perencanaan QA/QC

Jenis peningkatan/ Potensi Peningkatan


Sektor Kategori
perbaikan
QA QC

6.8 Tambahan QA/QC Checklist


Checklist koordinator QA/QC

Informasi telah lengkap


Aktifitas
Nama Tanggal
 Klarifikasi dan komunikasi tugas dan tanggung jawab QA/QC ke
semua koordinator sektor dan K/L terkait.
 Mengembangkan checklist QA/QC yang cocok untuk setiap
koordinator sektor dan K/L terkait (lihat Tabel 6-2 dan
 Tabel 6-3 sebagai contoh)
 Mendistribusikan checklist QA/QC ke koordinator sektor dan K/L
terkait serta membuat tenggat waktu penyelesaian
 Memastikan waktu penyelesaian yang akurat untuk setiap checklist
QA/QC dan aktifitas terkait dengan menghubungi koordinator sektor
dan K/L terkait secara berkala
 Mengumpulkan checklist QA/QC yang telah lengkap beserta dengan
formulir terkait
 Melakukan review terhadap checklist QA/QC yang telah lengkap
beserta dengan formulir terkait (kelengkapan dan akurasi)
 Melaporkan hasil dokumentasi aktifitas QA/QC ke penanggung jawab
inventarisasi GRK nasional dan koordinator pengarsipan
 Mengkoordinasi review eksternal terhadap dokumen inventarisasi

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia 21


GRK dan memastikan komentar dari tenaga ahli telah terakomodasi
di dalam dokumen inventarisasi GRK. Tahapan untuk
mengkoordinasikan review eksternal yaitu sebagai berikut:
1. Identifikasi review eksternal (contoh: melalui koordinator sektor)
2. Tentukan jadwal review
3. Membuat format review (dibuat dalam Word atau Excel)
4. Menghubungi tenaga ahli/reviewer untuk menginformasikan
kepada mereka jadwal serta ekspektasi
5. Mendistribusikan draf inventarisasi GRK untuk dilakukan review
6. Mengumpulkan dan menggabungkan masukan dari tenaga ahli
7. Melaporkan rangkuman masukan dari tenaga ahli ke penanggung
jawab inventarisasi GRK nasional dan koordinator pengarsipan
8. Memperbaharui draft inventarisasi GRK sesuai dengan masukan
yang ada

Checklist Penanggung jawab IGRK Nasional: Pemeriksaan antar sektor untuk


memastikan kualitas IGRK

Informasi telah lengkap


Aktifitas
Nama Tanggal

Perhitungan emisi untuk semua kategori emisi dan serapan


 Identifikasi parameter yang biasa digunakan untuk semua kategori
(contoh: faktor konversi, koefisien karbon konten, dll) dan
pemeriksaan terhadap konsistensi
 Pemeriksaan laporan perbandingan nilai yang menggunakan data
input yang sama (contoh: data populasi hewan ternak)
 Pemeriksaan antar kategori yang menggunakan set data elektronik
yang sama (contoh: keterkaitan data populasi hewan ternak terhadap
perhitungan fermentasi enterik dan manure management
 Pemeriksaan jumlah digit atau desimal yang signifikan untuk
parameter, faktor konversi, faktor emisi atau data aktifitas yang
konsisten untuk setiap kategori
 Pemeriksaan total emisi yang dilaporkan secara konsisten (dalam hal
digit yang signifikan dan jumlah desimal) untuk setiap kategori
 Pemeriksaan terhadap data emisi yang telah diagregasi secara tepat
dari tingkat pelaporan terbawah hingga tertinggi
 Lainnya: (tolong tuliskan)
Dokumentasi
 Periksa jika metode dokumentasi telah diterapkan secara konsisten
untuk semua kategori
 Lainnya: (tolong tuliskan)
Kelengkapan informasi
 Pemeriksaan untuk kelengkapan informasi semua kategori dan tahun
 Pemeriksaan terhadap kesenjangan data telah diidentifikasi dan
dilaporkan sesuai dengan kaidah yang ada
 Lainnya: (tolong tuliskan)
Mengelola file umum inventarisasi GRK: spreadsheets dan dokumen inventarisasi
 Apakah prosedur pengaturan file inventarisasi GRK telah dilakukan?
 Lainnya: (tolong tuliskan)

22 Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia


Checklist Penanggung jawab IGRK Nasional: Pemeriksaan Dokumen Inventarisasi GRK
Informasi telah lengkap
Aktifitas
Nama Tanggal
Bagian awal dokumen
 Halaman depan sudah diisi dengan tanggal, judul, dan informasi kontak
 Daftar isi/table/gambar sudah akurat: judul sesuai dengan dokumen,
halaman telah sesuai; nomor halaman sudah berurutan dan tidak ada
kesalahan penulisan
 Ringkasan eksekutif dan pendahuluan sudah diperbaharui sesuai
dengan tahun pengerjaan inventarisasi GRK dan kondisi terkini
 Lainnya: (tolong tuliskan)
Tabel dan Gambar
 Semua nomor tabel sudah sesuai dengan spreadsheet yang ada
 Pastikan semua tabel sudah memiliki angka yang sesuai
 Periksa struktur tabel dan gambar di bagian kolom dan label
 Pastikan format tabel sudah sesuai
 Periksa semua gambar telah diperbaharui dengan data yang baru dan
referensi di teks
 Periksa judul tabel dan gambar agar akurat dan konsisten terhadap
konten
 Lainnya: (tolong tuliskan)
Persamaan
 Periksa konsistensi dari persamaan-persamaan yang ada
 Periksa variabel yang digunakan dalam persamaan telah sesuai
dengan format yang ada
 Lainnya: (tolong tuliskan)
Referensi
 Periksa konsistensi dari referensi dan apakah sudah cocok dengan
sitasi yang ada di konten
 Lainnya: (tolong tuliskan)
Format umum
 Semua akronim yang disebutkan pertama kali harus secara konsisten
digunakan di semua bab
 Semua fonts dalam text, heading, judul, dan sub-heading harus
konsisten
 Catatan dan komentar harus dikeluarkan dari dokumen
 Semua style dan ukuran dari bullets harus konsisten
 Ejaan yang digunakan telah lengkap
 Lainnya: (tolong tuliskan)
Isu lainnya:
 Periksa apakah semua bagian telah diperbaharui sesuai tahun
pembuatan dokumen inventarisasi GRK
 Lainnya: (tolong tuliskan)

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia 23


Box 1: Best practice pedoman QA/QC di sub-sektor ketenagalistrikan
Dirjen ketenagalistrikan, kementerian ESDM saat ini telah menyusun suatu pedoman
Inventarisasi GRK untuk pembangkit listrik. Pedoman ini dibuat untuk mendukung sistem
pelaporan inventarisasi GRK bidang sub-sektor energi ketenagalistrikan yang bersifat bottom
up. Dengan adanya pedoman ini diharapkan kualitas dari inventarisasi GRK untuk sub-
bidang ketenagalistrikan dapat dipertanggungjawabkan.
Di dalam pedoman ini, sub-sektor ketenagalistrikan juga membahas skema QA/QC yang
telah dikembangkan untuk sistem inventarisasi GRK sub-sektor/unit pelaksana. Pedoman
QA/QC ini merujuk pada Perpres no 71/2011 terkait dengan inventarisasi GRK nasional yang
di dalamnya menjelaskan agar K/L terkait harus mengembangkan sistem penjaminan dan
pengendalian mutu sesuai standar pedoman IPCC. Proses pelaksanaan QA/QC untuk
pembangkit listrik atau unit pelaksana di sub-sektor ketenagalistrikan terlampir pada gambar
berikut:

Gambar 6-1. Proses QA/QC sub-sektor ketenagalistrikan (sumber: Pedoman IGRK


Pembangkit, 2018)
Aktifitas QC di pembangkit/unit pelaksana meliputi pengecekan tingkat akurasi data dan
penghitungan, penggunaan prosedur standar (IPCC 2006) untuk perhitungan emisi,
pendugaan ketidapastian, pendokumentasian data dan pelaporan. Aktifitas QA di sub-sektor
ketenagalistrikan dikembangkan untuk melakukan validasi/review terhadap hasil perhitungan
emisi unit pembangkit listrik. Aktifitas QA dilaksanakan oleh induk perusahaan pembangkit
dan DJK-ESDM. Proses pelaksanaan QA dilakukan setelah proses QC sudah dilakukan oleh
unit pelaksana. Hal ini bertujuan agar memastikan penyelenggaraan inventarisasi GRK yang
dilakukan oleh unit pelaksana telah dilakukan berdasarkan prosedur dan standar yang telah
berlaku.
Sumber: Pedoman IGRK Pembangkit Tahun 2018

24 Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia


DAFTAR PUSTAKA

Eggleston, H., Buendia, L., Miwa, K., Ngara, T., & Tanabe, K. (2006). IPCC Guidelines for
National Greenhouse Gas Inventories Prepared by the National Greenhouse Gas
Inventories Programme. In IPCC. IGES.

Hallsdóttir, B., & Guðmundsson, J. (2017). Quality Assurance and Quality Control Plan for the
Icelandic Greenhouse Gas Inventory. Reykjavík.

Intergovernmental Panel on Climate Change, 2006. 2006 IPCC guidelines for national
greenhouse gas inventories. Intergovernmental Panel on Climate Change.

Kementerian ESDM, DJK. (2018). Pedoman Penghitungan dan Pelaporan Inventarisasi Gas
Rumah Kaca Bidang Energi - Sub Bidang Ketenagalistrikan. Jakarta.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2017). P.73/MenLHK/Setjen/Kum.1/12/2017.


Pedoman Penyelenggaraan dan Pelaporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional.
Jakarta.

Tanabe, K. and Wagner, F., (2003). Good practice guidance for land use, land-use change and
forestry. Institute for Global Environmental Strategies, Hayama, Kanagawa, Japan.
Available at: http://www. ipcc-nggip. iges. or. jp/public/gpglulucf/gpglulucf. htm.

Pedoman QA/QC Inventarisasi GRK Indonesia 25


LAMPIRAN 1. MENGATASI KESENJANGAN DATA

LAMPIRAN 1.
MENGATASI KESENJANGAN DATA
1. PENDAHULUAN

Pada pengumpulan data GRK seperti data aktifitas dan faktor emisi, diperlukan kelengkapan
data dalam periode waktu tertentu. Namun, masalah akan muncul ketika data yang diperlukan
untuk perhitungan emisi tidak lengkap atau bahkan tidak terserdia. Dalam kasus seperti itu
beberapa pendekatan terkait pengisian data kosong/hilang diperlukan sehingga diperoleh data
yang lengkap untuk semua seri waktu. Beberapa pendekatan/teknik untuk mengatasi
kesenjangan data (mengisi data hilang; IPCC Guideline 2006):
i. Tumpang tindih (overlap)
ii. Penggantian data (surrogate data)
iii. Interpolasi
iv. Ekstrapolasi

Dalam kegiatan pengendalian mutu (QC), personel yang bertanggung jawab harus memastikan
bahwa metode-metode pendekatan pengisian kesenjangan data telah digunakan secara benar
dan sesuai dengan pedoman IPCC.

2. PENDEKATAN DALAM MENGATASI KESENJANGAN DATA

Beberapa pendekatan/teknik yang tersedia dapat digunakan untuk melengkapi


kesenjangan/kekosongan data. Bagian ini menjelaskan teknik yang dapat digunakan untuk
menggabungkan metode untuk meminimalkan inkonsistensi potensial dalam rangkaian waktu.
Setiap teknik dapat sesuai dalam situasi tertentu, sebagaimana ditentukan oleh pertimbangan
seperti ketersediaan data dan sifat modifikasi metodologis. Memilih suatu teknik membutuhkan
evaluasi terhadap keadaan khusus, dan penentuan pilihan terbaik untuk kasus tertentu.
Merupakan praktik yang baik untuk melengkapi kesenjangan data dengan menggunakan lebih
dari satu teknik sebelum membuat keputusan akhir dan mendokumentasikan mengapa metode
tertentu dipilih. Pendekatan utama untuk rekalkulasi inventarisasi dirangkum dalam Tabel L.1
2-1.
Tabel L.1 2-1. Pendekatan/teknik untuk pengisian data hilang

Pendekatan Penerapan Catatan


Tumpang Data yang diperlukan untuk menerapkan  Paling dapat diandalkan ketika
tindih metode yang digunakan sebelumnya dan tumpang tindih antara dua atau lebih
(Overlap) metode baru harus tersedia setidaknya set perkiraan tahunan dapat dinilai.
selama satu tahun, lebih banyak akan  Jika tren yang diamati menggunakan
lebih bagus. metode yang digunakan sebelumnya
dan metode baru tidak konsisten,
pendekatan ini bukan pilihan yang
tepat.
Data Faktor emisi, data aktivitas atau  Beberapa set data indikatif (tunggal
Pengganti parameter estimasi lainnya yang atau dalam kombinasi) harus diuji
(Surrogate digunakan dalam metode baru untuk menentukan yang paling kuat
data) berkorelasi kuat dengan data indikatif berkorelasi.
lainnya yang lebih dikenal dan lebih  Sebaiknya tidak dilakukan dalam
tersedia. waktu lama.
Interpolasi Data yang diperlukan untuk perhitungan  Perkiraan dapat diinterpolasi secara
ulang menggunakan metode baru linier untuk periode ketika metode
tersedia untuk beberapa tahun berselang baru tidak dapat diterapkan.
selama seri waktu.  Metode ini tidak berlaku dalam kasus
fluktuasi tahunan besar.
Ekstrapolasi Data untuk metode baru tidak  Paling dapat diandalkan jika tren dari
dikumpulkan setiap tahun dan tidak waktu ke waktu adalah konstan.
tersedia di awal atau di akhir seri waktu.  Tidak boleh digunakan jika tren

Mengatasi Kesenjangan Data 27


berubah (dalam hal ini, metode
pengganti mungkin lebih tepat).
 Sebaiknya tidak dilakukan dalam
waktu lama.
Metode Alternatif standar tidak valid ketika  Dokumentasikan pendekatan yang
lainnya kondisi teknis berubah sepanjang disesuaikan secara menyeluruh.
rentang waktu (misalnya, karena  Bandingkan hasil dengan teknik
pengenalan teknologi mitigasi) standar.

2.1 Tumpang tindih (overlap)


Teknik tumpang tindih sering digunakan ketika metode baru diperkenalkan tetapi data tidak
tersedia untuk menerapkan metode baru pada tahun-tahun awal dalam rangkaian waktu,
misalnya ketika menerapkan metodologi tingkat yang lebih tinggi. Jika metode baru tidak dapat
digunakan untuk semua tahun, dimungkinkan untuk mengembangkan rangkaian waktu
berdasarkan hubungan (atau tumpang tindih) yang diamati antara dua metode selama tahun-
tahun ketika keduanya dapat digunakan. Pada dasarnya, rangkaian waktu dibangun dengan
mengasumsikan bahwa ada hubungan yang konsisten antara hasil dari metode yang digunakan
sebelumnya dan metode baru. Perkiraan emisi atau penghilangan untuk tahun-tahun ketika
metode baru tidak dapat digunakan secara langsung dikembangkan dengan secara
proporsional menyesuaikan perkiraan yang dikembangkan sebelumnya, berdasarkan pada
hubungan yang diamati selama periode tumpang tindih. Dalam hal ini, emisi atau penyerapan
yang terkait dengan metode baru diperkirakan sesuai dengan Persamaan L1. 2-1:

Persamaan L1. 2-1. Pengisian data hilang dengan metode Overlap


𝑛
1 𝑦𝑖
𝑦0 = 𝑥𝑜 ∗ ( ∗∑ )
𝑛−𝑚+1 𝑥𝑖
𝑖=𝑚
Dimana
y0 = nilai emisi/serapan dugaan yang dihitung dengan metode overlap,
x0 = nilai emisi/serapan dugaan yang diduga dengan metode sebelumnya
yi dan xi = nilai dugaan yang diperoleh dari metode baru dan metode sebelumnya selama
periode waktu yang overlap yaitu dari tahun ke-m sampai ke-n

Hubungan antara metode yang digunakan sebelumnya dan metode baru dapat dievaluasi
dengan membandingkan tumpang tindih antara hanya satu set perkiraan tahunan, tetapi lebih
baik dibandingkan beberapa tahun. Ini karena membandingkan hanya satu tahun dapat
menyebabkan bias dan tidak mungkin mengevaluasi tren.
Gambar L.1 2-1. menunjukkan contoh hipotetis tumpang tindih yang konsisten antara dua
metode untuk tahun di mana keduanya dapat diterapkan. Pada Gambar L.1 2-2 tidak ada
tumpang tindih yang konsisten antara metode sehingga tidak cocok untuk menggunakan teknik
tumpang tindih dalam kasus seperti itu.

28 Mengatasi Kesenjangan Data


Gambar L.1 2-1. Tumpang tindih yang konsisten antar dua metode

Hubungan lain antara perkiraan lama dan baru juga dapat diamati melalui penilaian tumpang
tindih. Misalnya, perbedaan konstan dapat diamati. Dalam hal ini, emisi atau penghilangan yang
terkait dengan metode baru diperkirakan dengan menyesuaikan estimasi sebelumnya dengan
jumlah konstan yang sama dengan perbedaan rata-rata pada tahun-tahun tumpang tindih.

Gambar L.1 2-2. Tumpang tindih yang tidak konsisten antar dua metode

Mengatasi Kesejangan Data 29


2.2 Surrogate data
Metode pengganti digunakan ketika suatu data tidak tersedia, namun ada data lainnya yang
berkaitan erat dengan data tersebut dan memiliki korelasi tinggi (R2 > 0.5). Oleh karena itu, uji
korelasi perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum menggunakan metode ini, Contoh data yang
berkaitan erat dan memiliki korelasi tinggi diantaranya adalah emisi dari air limbah domestik
mungkin terkait dengan populasi, dan emisi industri mungkin terkait dengan tingkat produksi
dalam industri yang relevan. Dalam bentuk yang paling sederhana, perkiraan akan terkait
dengan satu jenis data seperti yang ditunjukkan dalam Persamaan L1. 2-2:

Persamaan L1. 2-2. Pengisian data hilang dengan metode Surrogate


𝑠0
𝑦0 = 𝑦𝑡 ∗ ( )
𝑠𝑡
y0 dan yt = emisi/serapan dugaan tahun ke-0 dan ke-t
s0 dan st = parameter statistic surrogate tahun ke-0 dan ke-t

2.3 Interpolasi
Dalam beberapa kasus dimungkinkan untuk menerapkan metode secara intermiten di seluruh
rangkaian waktu. Sebagai contoh, statistik rinci yang diperlukan hanya dapat dikumpulkan
setiap beberapa tahun, atau mungkin tidak praktis untuk melakukan survei rinci setiap tahun.
Dalam hal ini, perkiraan untuk tahun-tahun menengah dalam rangkaian waktu dapat
dikembangkan dengan melakukan interpolasi antara perkiraan terperinci. Jika informasi tentang
tren umum atau parameter yang mendasari tersedia, maka metode pengganti lebih disukai.
Persamaan untuk mengisi data kosong dengan metode Interpolasi dapat dilihat pada
Persamaan L1. 2-3 di bawah ini.

Persamaan L1. 2-3. Pengisan data hilang dengan metode interpolasi

𝑇𝑡 − 𝑇𝑠𝑡𝑎𝑟𝑡
𝑌𝑡 = 𝑌𝑠𝑡𝑎𝑟𝑡 + ( ) ∗ (𝑌𝑒𝑛𝑑 − 𝑌𝑠𝑡𝑎𝑟𝑡 )
𝑇𝑒𝑛𝑑 − 𝑇𝑠𝑡𝑎𝑟𝑡
Ystart , Yend dan Yt = emisi/serapan dugaan tahun awal, akhir dan ke-t
Tstart , Tend dan Tt = tahun awal, akhir dan ke-t

Gambar L.1 2-3 menunjukkan contoh interpolasi linier. Dalam contoh ini, data untuk 1994 dan
1995 tidak tersedia. Emisi diperkirakan dengan asumsi pertumbuhan emisi tahunan konstan
dari 1993-1996. Teknik ini tepat dalam contoh ini karena tren keseluruhan tampak stabil, dan
tidak mungkin bahwa emisi aktual untuk 1994 dan 1995 secara substansial berbeda dari nilai
yang diprediksi melalui interpolasi. Untuk kategori yang memiliki kecenderungan emisi yang
mudah menguap (yaitu, mereka berfluktuasi secara signifikan dari tahun ke tahun), interpolasi
tidak akan sesuai dengan praktik yang baik dan data pengganti akan menjadi opsi yang lebih
baik. Praktiknya baik untuk membandingkan perkiraan interpolasi dengan data pengganti
sebagai pemeriksaan QA/QC.

30 Mengatasi Kesenjangan Data


Gambar L.1 2-3. Interpolasi linear

2.4 Ekstrapolasi
Ketika perkiraan rinci belum disiapkan untuk tahun dasar atau tahun terbaru dalam inventaris,
mungkin perlu untuk memperkirakan dari perkiraan terperinci terdekat. Ekstrapolasi tren secara
konseptual mirip dengan interpolasi, tetapi sedikit yang diketahui tentang tren aktual.
Ekstrapolasi dapat dilakukan baik ke depan (untuk memperkirakan emisi atau kepunahan yang
lebih baru) atau mundur (untuk memperkirakan tahun dasar). Ekstrapolasi tren hanya
mengasumsikan bahwa tren yang diamati dalam emisi / penyerapan selama periode ketika
perkiraan rinci tersedia tetap konstan selama periode ekstrapolasi. Dengan asumsi ini, jelas
bahwa ekstrapolasi tren tidak boleh digunakan jika perubahan tren tidak konstan dari waktu ke
waktu. Dalam situasi ini, akan lebih tepat untuk mempertimbangkan menggunakan ekstrapolasi
berdasarkan data pengganti. Ekstrapolasi juga tidak boleh digunakan dalam jangka waktu lama
tanpa pemeriksaan rinci pada interval untuk mengkonfirmasi validitas tren yang berlanjut.
Dalam kasus data periodik, bagaimanapun, ekstrapolasi akan menjadi awal dan titik data akan
dihitung ulang pada tahap selanjutnya. Untuk mengisi data kosong dengan metode Ekstrapolasi
dapat digunakan Persamaan L1. 2-4 di bawah ini.

Persamaan L1. 2-4. Pengisian data hilang dengan metode Ekstrapolasi

𝑌𝑡 = 𝑌𝑡−1 + (𝑌𝑡−1 − 𝑌𝑡−2 )


Yt, Yt-1 dan Yt-2 = emisi/serapan dugaan tahun ke-t , t-1 dan t-2

Gambar L.1 2-4 dalam bagian ini menunjukkan contoh di mana data aktivitas hanya tersedia
secara berkala untuk suatu periode tertentu, namun untuk tidak tersedia data untuk beberapa
tahun terakhir. Data untuk beberapa tahun terakhir dapat diekstrapolasi berdasarkan tren yang
konsisten, atau atas dasar data yang sesuai. Perlu dicatat, bagaimanapun, bahwa
ketidakpastian perkiraan ekstrapolasi meningkat sebanding dengan lamanya waktu di mana
ekstrapolasi dibuat. Setelah set data periodik terbaru tersedia, perlu kalkulasi ulang bagian dari
rangkaian waktu yang telah diperkirakan menggunakan ekstrapolasi tren.

Mengatasi Kesejangan Data 31


Gambar L.1 2-4. Ekstrapolasi linear

Tidak seperti data yang tersedia secara berkala, ketika data tidak tersedia untuk tahun-tahun
pertama dalam rangkaian waktu (misalnya, tahun dasar dan data tahun dasar pra pada
misalnya pembuangan limbah dan penggunaan lahan) tidak ada kemungkinan mengisi
kesenjangan dengan survei di masa depan. Ekstrapolasi tren kembali dalam waktu mungkin
tetapi harus dilakukan dalam kombinasi dengan teknik splicing lainnya seperti data pengganti
dan tumpang tindih. Beberapa negara yang telah mengalami transisi administratif dan ekonomi
yang signifikan sejak tahun 1990 tidak memiliki data aktivitas yang konsisten untuk seluruh
rangkaian waktu, terutama jika kumpulan data nasional mencakup wilayah geografis yang
berbeda di tahun-tahun sebelumnya. Untuk mengekstrapolasi mundur dalam kasus ini, perlu
untuk menganalisis hubungan antara set data aktivitas yang berbeda untuk periode yang
berbeda, mungkin menggunakan beberapa set data pengganti.

2.5 Metode lainnya


Dalam beberapa kasus, mungkin perlu mengembangkan pendekatan khusus untuk
memperkirakan emisi dari waktu ke waktu. Misalnya, alternatif standar mungkin tidak valid
ketika kondisi teknis berubah sepanjang rentang waktu (misalnya, karena pengenalan teknologi
mitigasi). Dalam hal ini, perlu diperhatikan secara seksama tren di semua faktor yang diketahui
memengaruhi emisi atau penghapusan selama periode tersebut. Jika pendekatan khusus
digunakan, adalah praktik yang baik untuk mendokumentasikannya secara menyeluruh, dan
khususnya untuk memberikan pertimbangan khusus tentang bagaimana perkiraan emisi yang
dihasilkan dibandingkan dengan yang akan dikembangkan menggunakan alternatif yang lebih
standar.

32 Mengatasi Kesenjangan Data


LAMPIRAN 2. ANALISIS KETIDAKPASTIAN

LAMPIRAN 2.
ANALISIS KETIDAKPASTIAN
1. PENDAHULUAN

Ketidakpastian (uncertainty) dapat dimaknai sebagai kurangnya pengetahuan tentang nilai


sebenarnya (true value) dari suatu peubah yang bisa dideskripsikan dalam bentuk sebaran
kepekatan peluang atau probability density function (PDF) yang mencirikan besar selang
kemungkinan nilai dari peubah tersebut. Analisis ketidakpastian merupakan bagian penting dari
sistem inventarisasi emisi gas rumah kaca. Analisis ini dilakukan untuk bagian-bagian
komponen seperti faktor emisi, data aktivitas dan parameter estimasi lainnya untuk setiap
kategor emisi. Analisis ketidakpastian perlu dilakukan untuk membantu memprioritaskan upaya
nasional agar dapat mengurangi ketidakpastian inventarisasi di masa depan serta memandu
pembuatan keputusan terkait pemilihan metode yang akan digunakan.
Panduan lengkap mengenai analisis ketidakpastian, termasuk teknis pendugaan dan
pelaporannya telah dibahas secara lengkap pada dokumen IPCC Good Practice Guidance
(Chapter 6) dan IPCC 2006 Guidelines (Volume III, Chapter 3). Panduan ini akan membahas
secara ringkas mengenai (i) identifikasi sumber ketidakpastian, (ii) teknis perhitungan tingkat
ketidakpastian, (iii) ketidakpastian gabungan, beserta (iv) contoh analisis ketidakpastian.

2. ANALISIS KETIDAKPASTIAN

Analisis ketidakpastian dalam Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional merupakan suatu
proses yang terdiri dari beberapa langkah. Identifikasi sumber penyebab ketidakpastian
merupakan langkah awal yang perlu dilakukan. Setelah mengetahui sumber ketidakpastian,
langkah selanjutnya dalam melakukan analisis ketidakpastian adalah dengan mencari tingkat
ketidakpastian untuk masing-masing Data Aktifitas (DA), Faktor Emisi (FE) maupun Parameter
Lainnya (PL) yang ada pada setiap kategori emisi. Tingkat ketidakpastian dari masing-masing
komponen tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung ketidakpastian gabungan
(combined uncertainties) dalam satu tahun data inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) Nasional
beserta kecenderungan (trend) ketidakpastian dari data dua tahun inventarisasi GRK Nasional.
Pada pedoman ini, perhitungan ketidakpastian gabungan dilakukan dengan menggunakan dua
pendekatan, yaitu penggandaan kesalahan (propagation error) dan simulasi Monte Carlo. Untuk
contoh penggunaan kedua pendekatan tersebut pada sektor Land Use, Land Use Change and
Forestry (LULUCF) dapat dilihat pada Bab 3: Contoh Analisis Ketidakpastian.

2.1 Identifikasi Sumber Ketidakpastian


Mengacu pada dokumen IPCC Guidline 2006 dan Permen KLHK No.73 Tahun 2017, sumber
penyebab besarnya tingkat ketidakpastian yang harus dicermati dalam inventarisasi GRK
diantaranya adalah:
a. Ketidaktersediaan dan/atau ketidaklengkapan data (karena data tidak seluruhnya
tersedia atau teknik pengukurannya belum tersedia)
b. Bias dalam penggunaan model
c. Ketidakterwakilan data
d. Kesalahan acak (contoh: karena data atau faktor emisi yang digunakan berasal dari
pengambilan contoh yang sangat sedikit)
e. Kesalahan Pengukuran
f. Kesalahan pelaporan atau klasifikasi
g. Kehilangan data
Dengan mengetahui sumber-sumber penyebab ketidakpastian dalam sistem inventarisasi GRK
Nasional, khususnya sumber utama penyumbang ketidakpastian, maka perhatian lebih serta

Analisis Ketidakpastian 34
perbaikan perlu diprioritaskan pada sumber tersebut untuk mengurangi ketidakpastian dalam
inventarisai GRK di masa mendatang.

2.2 Tingkat Ketidakpastian


Secara statistik, tingkat ketidakpastian dapat diartikan sebagai presentase setengah nilai dari
selang kepercayaan (α) sebesar 95% dibagi dengan nilai rata-rata pengukuran (μ),
sebagaimana dijelaskan pada Persamaan L2. 2-1.
Persamaan L2. 2-1. Tingkat ketidakpastian

1
∗ 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑝𝑒𝑟𝑐𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛
% 𝑢𝑛𝑐𝑒𝑟𝑡𝑎𝑖𝑛𝑡𝑦 = 2 ∗ 100
𝜇
1
∗ 4𝜎 2𝜎
% 𝑢𝑛𝑐𝑒𝑟𝑡𝑎𝑖𝑛𝑡𝑦 = 2 ∗ 100 = ∗ 100
𝜇 𝜇
di mana, σ merupakan standar deviasi sedangkan μ adalah nilai rata-rata pengukuran
∑𝑛 (𝑥𝑖 − 𝜇)2
𝜎 = √ 𝑖=1
𝑛−1

Ilustrasi tingkat ketidakpastian dari suatu set data yang memiliki sebaran normal dapat dilihat
pada Gambar L.2 2-1. di berikut ini.

Gambar L.2 2-1. Ilustrasi tingkat ketidakpastian dari suatu set data (α = 95%)

Contoh 1
Misalkan dari pengukuran berulang sebanyak 1000 kali untuk menetapkan besar Faktor Emisi
(FE) dari suatu sumber emisi diperoleh nilai FE yang nilainya berkisar dari 0.5 sampai 1.5
dengan nilai rata-rata 1.0. Untuk menetapkan tingkat ketidakpastian, digunakan selang
kepercayaan 95%, dengan nilai-nilai FE yang tersebar antara nilai yang berada pada urutan ke
25 terkecil (persentil 2.5%) dan urutan 975 terbesar (persentil 97.5%). Misalkan nilai FE pada
nomor urut ke-25 (terkecil) ialah 0.7 sedangkan pada nomor urut ke-975 (terbesar) ialah 1.3.
Lebar selang kepercayaan pada pengukuran tersebut diketahui sebesar 0.6. Berdasarkan nilai-
nilai tersebut, tingkat ketidakpastian dari FE adalah:
1
∗ (1.3 − 0.7)
% 𝑢𝑛𝑐𝑒𝑟𝑡𝑎𝑖𝑛𝑡𝑦 = 2 ∗ 100 = 30%
1

Analisis Ketidakpastian 35
Contoh 2
Berdasarkan hasil pengukuran sebanyak sembilan kali pada suatu Data Aktifitas (DA)
didapatkan nilai berikut: 18, 15, 20, 18, 25, 22, 21, 18 dan 20. Nilai rata-rata dari pengukuran
tersebut adalah 19.67 dengan standar deviasi sebesar 2.71. Dengan menggunakan selang
kepercayaan 95%, tingkat ketidakpastian dari DA tersebut adalah:
2 ∗ 2.71
% 𝑢𝑛𝑐𝑒𝑟𝑡𝑎𝑖𝑛𝑡𝑦 = ∗ 100 = 28%
19.67

2.3 Ketidakpastian Gabungan


Inventarisasi GRK Nasional terdiri dari sejumlah sumber emisi maupun rosot yang terbagi
dalam beberapa kategori dan sub-kategori. Untuk mengetahui ketidakpastian gabungan dari
berbagai sumber emisi, terdapat dua pendekatan, yaitu penggandaan kesalahan (propagation
error) dan simulasi Monte Carlo.

2.3.1 Pendekatan 1 – Penggandaan kesalahan


Pendekatan 1 dapat digunakan untuk memperkirakan ketidakpastian dalam kategori individual,
dalam inventarisasi secara keseluruhan, serta kecenderungan antara data dua tahun
inventariasi (misal: tahun terakhir dilakukannya inventarisasi dan tahun dasar).

a. Asumsi dasar yang harus dipenuhi


Dalam Pendekatan 1 ketidakpastian dari emisi atau penyerapan dapat dihitung dari
ketidakpastian yang ada pada data aktivitas, faktor emisi dan parameter estimasi lainnya
melalui persamaan penggandaan kesalahan (Mandel, 1984, Bevington dan Robinson, 1992).
Asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam penggunaan Pendekatan 1 adalah sebagai berikut:
 Jika ada korelasi antar data, maka korelasi dapat dimasukkan secara eksplisit atau data
dapat diagregasikan ke tingkat yang sesuai sehingga korelasi menjadi kurang penting
(bisa diabaikan)
 Standar deviasi dibagi dengan nilai rata-rata bernilai < 0.3
 Dalam perhitungan kecenderungan ketidakpastian pada tahun dasar dan tahun ke-t,
nilai ketidakpastian dalam FE dan DA diasumsikan bernilai sama
Jika salah satu asumsi dasar dari Pendekatan 1 tidak terpenuhi maka perhitungan
ketidakpastian akan lebih tepat jika dilakukan dengan menggunakan Pendekatan 2. Pada
prakteknya, pendekatan ini akan memberikan hasil yang informatif bahkan jika kriteria ini tidak
sepenuhnya dipenuhi dan beberapa korelasi tetap ada

b. Persyaratan utama dalam penggunaan Pendekatan 1


Untuk mengukur ketidakpastian menggunakan Pendekatan 1, perlu diketahui nilai rata-rata dan
standar deviasi untuk setiap data masukan, serta persamaan di mana semua data masukan
digabungkan untuk memperkirakan suatu luaran.. Setelah ketidakpastian pada setiap kategori
emisi di dalam inventarisasi GRK diketahui nilainya, nilai tersebut kemudian dapat digabungkan
untuk memberikan perkiraan mengenai ketidakpastian untuk seluruh inventarisasi di setiap
tahun dan kecenderungan ketidakpastian dari dua tahun data. Sebagaimana dibahas lebih
lanjut di bawah ini, perhitungan ketidakpastian gabungan dengan Pendekatan 1 dilakukan
dengan menggunakan dua aturan berupa penjumlahan dan perkalian.

c. Proses perhitungan
Perhitungan ketidakpastian gabungan pada suatu nilai yang merupakan hasi dari perkalian,
seperti pada suatu sub-kategori emisi yang nilai emisinya didapat dari hasil perkalian DA dan
FE, maka tingkat ketidakpastian gabungan dari kedua komponen tersebut bisa dihitung dengan
menggunakan Persamaan L2. 2-2.

36 Analisis Kategori Kunci


Persamaan L2. 2-2. Penggabungan ketidakpastiaan yang melibatkan perkalian

𝑈𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = √𝑈1 2 + 𝑈2 2 + ⋯ + 𝑈𝑛 2

di mana, Utotal merupakan persentase ketidakpastian gabungan yang bersumber dari


ketidakpastian komponen U1 hingga Un

Contoh 3:
Dalam perhitungan emisi pada aktifitas deforestasi digunakan nilai biomassa hidup sebagai FE,
dimana nilai tersebut didapat dari beberapa parameter input berupa diameter pohon, kerapatan
pohon, konversi biomassa menjadi karbon, rasio root-shoot dan model alometrik. Pada tutupan
lahan berupa hutan lahan kering primer (primary dryland forest), diketahui nilai ketidakpastian
dari perhitungan diameter pohon (4.2%), model alometrik (19,5% dari Chave et al., 2005),
kerapatan pohon (9.8%) konversi biomassa menjadi karbon (5,32% dari IPCC 2006), dan rasio
root-shoot (20% dari IPCC 2006). Ketidakpastian gabungan pada FE untuk tutupan lahan
tersebut adalah:

𝑈𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = √4.22 + 19.52 + 9.82 + 5.322 + 202

𝑈𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = √922.23 = 32.15 %

Untuk menghitung tingkat ketidakpastian gabungan yang melibatkan penjumlahan maupun


pengurangan sejumlah kategori emisi, seperti pada perhitungan tingkat ketidakpastian emisi
pada inventarisasi GRK di tingkat sektor dan Nasional, persamaan yang bisa digunakan adalah
sebagai berikut:

Persamaan L2. 2-3. Pengabungan ketidakpastian yang melibatkan penjumlahan

(𝑈1 ∗ 𝑥1 )2 + (𝑈2 ∗ 𝑥2 )2 + ⋯ + (𝑈𝑛 ∗ 𝑥𝑛 )2


𝑈𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = √
|𝑥1 + 𝑥2 + ⋯ + 𝑥𝑛 |

dimana, U1, U2, … merupakan ketidakpastian dari kategori emisi 1, 2, dst.


x1, x2, … dst. merupakan estimasi emisi dari kategori emisi 1, 2, dst.

Analisis Ketidakpastian 37
Tabel L.2 2-1. Ketidapastian gabungan untuk sektor LULUCF

X A B C D E F G
Emission
2000 2014
Activity factor /
IPCC emissions emissions Combined
IPCC category Gas data estimation
Code or or uncertainty
uncertainty parameter
removals removals
uncertainty
Gg CO2 Gg CO2
% % %
equivalent equivalent
3B1a Forest remaining Forest CO2 20,678 -127,701 12 16.1 20.08
3B1b Non-Forest to Forest CO2 -1,260 -3,675 12 16.1 20.08
3B2a Cropland remaining Cropland CO2 -41,587 -33,729 12 16.1 20.08
3B2b Non-Cropland to Cropland CO2 29,609 141,481 12 16.1 20.08
3B3a Grassland remaining CO2 0 0 12 16.1 20.08
Grassland
3B3b Non-Grassland to Grassland CO2 36,335 17,118 12 16.1 20.08
3B4a Wetland remaining Wetland CO2 0 0 12 16.1 20.08
3B4b Non-Wetland to Wetland CO2 0 0 12 16.1 20.08
3B5a Settlement remaining CO2 0 0 12 16.1 20.08
Settlement
3B5b Non-Settlement to settlement CO2 1,863 10,257 12 16.1 20.08
3B6a Otherland remaining Otherland CO2 0 0 12 16.1 20.08
3B6b Non-Otherland to Otherland CO2 29,585 134,546 12 16.1 20.08
3D Peat Decomposition CO2 268,575 341,735 20 50 53.85
3D Peat Fire CO2 161,571 499,389 25 50 55.90

Dengan menggunakan excel spreadsheet yang diadopsi dari IPCC Guidelines 2006 (lihat
Tabel), perhitungan ketidakpastian gabungan dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-
langkah di dalam kotak berikut ini:

Langkah perhitungan ketidakpastian gabungan dengan Pendekatan 1 adalah sebagai berikut:


Langkah 1: Masukan informasi nilai emisi pada tahun dasar dan tahun berjalan untuk setiap
kategori emisi dan gas (kolom C dan D)
Langkah 2: Masukan informasi nilai ketidakpastian untuk data aktifitas dan faktor emisi pada
kolom E dan F secara berurutan
Langkah 3: Hitung nilai ketidakpastian gabungan untuk masing-masing kategori emisi pada
kolom G
Langkah 4: Hitung nilai kontribusi terhadap varian berdasarkan kategori emisi dan gas pada
tahun berjalan (kolom H)
Langkah 5: Hitung persentase ketidakpastian gabungan dari keseluruhan kategori emisi

Contoh 4:
Berdasarkan data inventarisasi GRK Nasional tahun 2000 dan 2014, pada sektor LULUCF
diketahui nilai emisi/serapan, tingkat ketidakpastian untuk DA dan FE serta ketidakpastian
gabungan untuk setiap kategori sebagaimana

38 Analisis Kategori Kunci


Tabel L.2 2-1.

Dengan mengikuti langkah-langkah perhitungan ketidakpastian serta menggunakan Persamaan


3, ketidakpastian gabungan di sektor LULUCF untuk masing-masing tahun adalah,

Ketidakpastian gabungan di sektor LULUCF pada tahun 2000:

(20.08 ∗ 20678)2 + 20.08 ∗ −1260)2 + ⋯ + (55.9 ∗ 161571)2


𝑈𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = √
|20678 − 1260 + ⋯ + 161571|

𝑈𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 33.86 %

Ketidakpastian gabungan di sektor LULUCF pada tahun 2014:

(20.08 ∗ −127701)2 + 20.08 ∗ −3675)2 + ⋯ + (55.9 ∗ 499389)2


𝑈𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = √
|127701 − 3675 + ⋯ + 499389|

𝑈𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 34.48 %

d. Kecenderungan ketidakpastian
Dengan menggunakan Pendekatan 1, perhitungan kecenderungan ketidakpastian nilai emisi
dari dua tahun berbeda dapat dibedakan berdasarkan dua tipe sensitivitas:

 Sensitivitas Tipe A: presentase perubahan emisi keseluruhan antara tahun dasar dan
tahun terkahir dilakukannya inventarisasi, dihasilkan dari peningkatan emisi sebesar 1%
atau penghapusan dari kategori dan gas yang telah ditentukan pada tahun dasar dan
tahun berjalan.
 Sensitivitas Tipe B: presentase perubahan emisi keseluruhan antara tahun dasar dan
tahun terkahir dilakukannya inventarisasi, dihasilkan dari peningkatan emisi sebesar 1%
atau penghapusan dari kategori dan gas yang telah ditentukan hanya pada tahun
berjalan saja.

Sensitivitas Tipe A dan Tipe B hanyalah variabel yang mempermudah prosedur penghitungan.
Hasil analisis tidak dibatasi hanya dengan kenaikan 1% emisi, tetapi tergantung pada
kisarannya ketidakpastian untuk setiap kategori. Ketidakpastian yang berkorelasi
sepenuhnya antara tahun akan dikaitkan dengan sensitivitas Tipe A sedangkan
ketidakpastian yang tidak berkorelasi antara tahun akan dikaitkan dengan sensitivitas
Tipe B.

Dengan menggunakan excel spreadsheet yang diadopsi dari IPCC Guidelines 2006 (Table L2.
2-2), perhitungan kecenderungan ketidakpastian dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-
langkah di dalam kotak berikut ini:

Langkah perhitungan tren ketidakpastian dengan Pendekatan 1 adalah sebagai berikut:


Langkah 1: Hitung nilai sensitivitas untuk tipe A dan B pada kolom I dan J secara berurutan

Analisis Ketidakpastian 39
Langkah 2: Hitung ketidakpastian dalam tren emisi nasional yang disebabkan oleh
ketidakpastian faktor emisi atau parameter lainnya (kolom K)
Langkah 3: Hitung ketidakpastian dalam tren emisi nasional yang disebabkan oleh
ketidakpastian data aktivitas (kolom L)
Langkah 4: Nilai tren ketidakpastian dihitung berdasarkan perkalian kolom K dan L

40 Analisis Kategori Kunci


Tabel L.2 2-2. Analisis tren ketidakpastian untuk sektor LULUCF

Analisis Ketidakpastian
41
Beberapa catatan yang perlu diperhatikan dalam perhitungan kecenderungan ketidakpastian
dijelaskan berikut ini:
Note A:
Jika yang diketahui hanya ketidakpastian gabungan untuk kategori (bukan untuk faktor emisi
dan data aktivitas secara terpisah), maka:
 Jika nilai ketidakpastian berkorelasi sepanjang tahun, masukkan nilai ketidakpastian ke
dalam Kolom F, dan masukkan 0 di Kolom E;
 Jika nilai ketidakpastian tidak berkorelasi sepanjang tahun, masukkan nilai
ketidakpastian ke dalam Kolom E, dan masukkan 0 di Kolom F

Note B:
0.01 ∗ 𝐷𝑋 + ∑ 𝐷𝑖 − (0.01 ∗ 𝐶𝑋 + ∑ 𝐶𝑖 ) ∑ 𝐷𝑖 − ∑ 𝐶𝑖
| ∗ 100 − ∗ 100|
(0.01 ∗ 𝐶𝑋 + ∑ 𝐶𝑖 ) ∑ 𝐶𝑖
Dimana C dan D merupakan nilai emisi yang ada pada kolom tersebut

Note C:
Pada kasus di mana diasumsikan tidak ada korelasi antara faktor emisi, sensitivitas B harus
digunakan dan hasilnya dikalikan dengan √2
𝐾𝑥 = 𝐽𝑥 ∗ 𝐹𝑥 ∗ √2

Note D:
Pada kasus di mana korelasi antara data aktivitas diasumsikan, sensitivitas A harus digunakan
namun tidak perlu dikalikan dengan √2:
𝐿𝑥 = 𝐼𝑥 ∗ 𝐸𝑥

42 Analisis Kategori Kunci


2.3.2 Pendekatan 2 – Simulasi Monte Carlo
Simulasi Monte Carlo cocok digunakan untuk penilaian ketidakpastian pada suatu kategori
emisi secara rinci, terutama jika ketidakpastiannya besar, distribusi tidak normal, algoritma
berupa fungsi kompleks dan/atau terdapat korelasi antara beberapa set DA, FE, atau bahkan
keduanya. Dalam simulasi Monte Carlo, sampel acak dari input model (misal: model sederhan
perhitungan nilai emisi, dengan input DA dan FE) dihasilkan sesuai dengan fungsi kepekatan
peluang (probability distribution function; PDF) yang ditentukan untuk setiap input. Jika model
memiliki dua input atau lebih, maka sampel acak dihasilkan dari PDF untuk masing-masing
input, dan satu nilai acak untuk setiap input dimasukkan ke dalam model untuk sampai pada
satu perkiraan output model. Proses ini diulang selama sejumlah iterasi yang diinginkan untuk
sampai pada beberapa perkiraan output model. Estimasi berganda adalah nilai sampel dari
PDF dari output model. Dengan menganalisis sampel PDF dari output model, maka nilai mean,
standar deviasi, interval kepercayaan 95 persen, dan atribut lainnya dari output PDF dapat
disimpulkan. Simulasi Monte Carlo merupakan metode numerik, oleh karena itu ketepatan hasil
biasanya akan meningkat siring dengan meningkatnya jumlah iterasi (pengulangan).

a. Asumsi dasar yang harus dipenuhi


Perhitungan ketidakpastian gabungan lebih tepat menggunakan Pendekatan 2 untuk kondisi-
kondisi berikut:
 tingkat ketidakpastian besar
 distribusi data berupa non-Gaussian (tidak normal)
 algoritma berupa fungsi yang kompleks
 korelasi terjadi antara beberapa set data aktivitas, faktor emisi, atau keduanya
 tingkat ketidakpastian berbeda untuk tahun yang berbeda pada inventarisasi

b. Persyaratan utama dalam penggunaan Pendekatan 2


Untuk melakukan perhitungan ketidakpastian gabungan dengan menggunakan Pendekatan 2,
syarat utama yang harus dipenuhi adalah diketahuinya PDF dari setiap input data yang akan
dihitung nilai ketidakpastian gabungannya. PDF dapat diperoleh dengan berbagai metode,
diantaranya adalah dengan analisis statistik dan pendapat ahli (expert judgement). Untuk
melakukan perhitungan ketidakpastian gabungan dengan Pendekatan 2 dibutuhkan data yang
mencukupi.
Analisis Monte Carlo dapat menangani fungsi kepekatan peluang dengan berbagai bentuk,
serta menangani berbagai tingkat korelasi (baik dalam waktu dan di antara kategori
sumber/rosot). Simulasi Monte Carlo dapat menangani model sederhana (misalnya,
inventarisasi emisi yang merupakan penjumlahan dari beberapa sumber dan rosot, yang
masing-masing diperkirakan menggunakan perkalian antara DA dan FE) serta model yang lebih
kompleks (misalnya, peluruhan orde pertama untuk CH4 dari tempat pembuangan akhir).
c. Proses perhitungan
Ilustrasi simulasi Monte Carlo secara lengkap dapat dilihat pada Gambar L.2 2-2. Proses
perhitungan untuk mendapatkan nilai ketidakpastian dengan menggunakan simulasi Monte
Carlo adalah sebagai berikut:

Langkah 1: Tentukan rincian dari kategori emisi yang akan dihitung nilai ketidakpastiannya.
Diantaranya adalah DA, FE, parameter estimasi lainnya, nilai rata-rata (mean), PDF dan
korelasi.

Langkah 2: Pilih nilai secara acak. Nilai input secara acak akan digunakan dalam perhitungan
emisi. Awal dari iterasi dimulai pada tahap ini. Untuk setiap data masukan (variabel), suatu nilai
dipilih secara acak berdasarkan PDF pada data masukan tersebut.
Analisis Ketidakpastian 43
Langkah 3: Perkirakan emisi. Variabel yang dipilih pada Langkah 2, masing-masing untuk DA
dan EF, digunakan untuk memperkirakan emisi dan serapan tahunan.

Langkah 4: Lakukan iterasi dan pantau hasilnya. Total terhitung dari Langkah 3 disimpan,
dan prosesnya kemudian diulangi dari Langkah 2. Hasil dari pengulangan digunakan untuk
menghitung mean dan PDF. Akhiri proses ketika tidak ada perubahan lagi pada nilai mean dan
PDF. Hasil dari pengulangan yang telah dilakukan digunakan untuk menghitung mean dan
PDF.

Gambar L.2 2-2. Ilustrasi proses perhitungan ketidakpastian dengan Pendekatan 2 (Sumber:
2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, 2006)

44 Analisis Kategori Kunci


d. Kecenderungan ketidakpastian
Pendekatan 2 dapat digunakan untuk memperkirakan ketidakpastian dalam tren serta nilai
emisi absolut pada tahun tertentu. Perhitungan kecenderungan ketidakpastian merupakan
lanjutan dari proses sebelumnya. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut:

Langkah 1: Tentukan rincian sumber ketidakpastian pada suatu kategori emisi. Tentukan
PDF untuk FE, DA, dan parameter estimasi lainnya. Ini adalah proses yang sama seperti yang
dijelaskan sebelumnya, kecuali bahwa hal ini perlu dilakukan baik untuk tahun dasar dan tahun
berjalan dilakukannya inventarisasi, dan hubungan antara data perlu dipertimbangkan. Untuk
banyak kategori, FE yang sama akan digunakan untuk setiap tahun (yaitu, faktor emisi untuk
kedua tahun adalah 100 persen berkorelasi). Dalam kasus ini, satu PDF yang sama digunakan
untuk setiap tahun di langkah 3. Perlu diperhatikan bahwa perubahan dalam teknologi atau
praktik yang dilakukan akan mengubah faktor emisi dari waktu ke waktu. Dalam hal ini, dua FE
harus digunakan, yaitu FE yang memiliki korelasi yang lebih rendah atau nol. Jika FE
mengandung elemen acak atau bervariasi secara tak terduga dari tahun ke tahun, maka FE
yang terpisah juga harus digunakan (misalnya, kandungan karbon bahan bakar fosil yang dapat
berubah sesuai dengan pasokan pasar bahan bakar dan juga mengandung ketidakpastiannya
sendiri). Umumnya, ketidakpastian dalam DA diasumsikan tidak berkorelasi antara tahun,
sehingga dua distribusi harus dimasukkan, bahkan jika parameternya sama, sehingga dua
pilihan acak yang berbeda dari distribusi ini akan dihasilkan pada langkah 3.

Langkah 2: Pilih nilai secara acak. Suatu nilai acak (variabel) akan dipilih dengan
mempertimbangkan korelasi antara PDF.

Langkah 3: Perkirakan emisi. Variabel acak terpilih digunakan untuk menghitung total emisi.

Langkah 4: Hasil. Total emisi yang telah dihitung dalam Langkah 3 akan disimpan.
Pengulangan dari Langkah 2 diakhiri ketika tidak ada perubahan lagi pada nilai emisi. Semua
hasil diperkirakan pada saat yang bersamaan termasuk emisi/penyerapan sektoral untuk tahun
dasar maupun untuk tahun ke-t. Nilai kecenderungan antara antar duat tahun data dihitung
dengan Persamaan L2. 2-4 berikut:

Persamaan L2. 2-4. Kecenderungan ketidakpastian (Pendekatan 2)

𝐸𝑚𝑖𝑠𝑖𝑡 − 𝐸𝑚𝑖𝑠𝑖𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟


𝐾𝑒𝑐𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘𝑝𝑎𝑠𝑡𝑖𝑎𝑛 =
𝐸𝑚𝑖𝑠𝑖𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟

Analisis Ketidakpastian 45
Secara lengkap, ilustrasi proses perhitungan kecenderungan ketidakpastian pada dua tahun
inventarisasi dengan menggunakan Pendekatan 2 dapat dilihat pada Gambar L.2 2-3.

Gambar L.2 2-3. Proses penentuan tren ketidakpastian dengan Pendekatan 2 (Sumber: 2006
IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories, 2006)

46 Analisis Kategori Kunci


3. Contoh Analisis Ketidakpastian
Pada bab ini diberikan contoh analisis ketidakpastian pada sektor Land Use, Land Use Change
and Forestry (LULUCF) dengan menggunakan Pendekatan 1 (penggandaan kesalahan) dan
Pendekatan 2 (Simulasi Monte Carlo).

3.1 Pendekatan 1 – Penggandaan kesalahan (Error Propagation)


3.1.1 Identifikasi sumber ketidakpastian dari Data Aktifitas
Data aktifitas yang digunakan untuk memperkirakan emisi deforestasi, degradasi hutan,
dekomposisi gambut, dan tanah bakau berasal dari peta tutupan lahan nasional yang dihasilkan
oleh KLHK. Peta tutupan lahan terdiri dari 23 kelas tutupan lahan yang diperoleh dengan
analisis data penginderaan jarak jauh (Landsat pada resolusi spasial 30 meter). Identifikasi
objek murni berdasarkan penampilan yang ada pada gambar. Klasifikasi manual-visual melalui
teknik digitalisasi on-screen berdasarkan elemen kunci dari gambar/interpretasi foto yang
diterapkan sebagai interpretasi/metode klasifikasi. Beberapa set data tambahan (termasuk
batas-batas konsesi penebangan dan perkebunan, batas kawasan hutan) digunakan selama
proses delineasi, untuk mengintegrasikan informasi tambahan yang berharga pada proses
klasifikasi.

Klasifikasi manual memakan waktu dan padat karya (Margono et al., 2012, Margono et al.,
2014). Ini melibatkan staf dari tingkat kabupaten dan provinsi untuk secara manual menafsirkan
dan mendigitalkan citra satelit. Validasi data untuk memastikan hasil klasifikasi dilakukan
dengan membandingkan peta tutupan lahan dengan data lapangan yang dikumpulkan
sesudahnya. Stratified random sampling adalah pendekatan yang dipilih untuk memverifikasi
peta klasifikasi. Kompilasi beberapa data kunjungan lapangan dalam interval tahun tertentu
dilaksanakan untuk penilaian akurasi. Hasil perbandingan dilakukan pada tabel akurasi (matriks
kontingensi), menghasilkan akurasi keseluruhan 88% untuk semua 23 kelas, dan 98% untuk
kelas agregat hutan dan non-hutan (Kemenhut, 2012, Margono et al., 2012).

Emisi dari dekomposisi gambut diperkirakan menggunakan data aktivitas yang berasal dari peta
lahan gambut, yang telah dipisahkan dari peta tutupan lahan dan diproduksi oleh KLHK.
Pengembangan peta lahan gambut di Indonesia terkait erat dengan proyek pemetaan tanah
untuk program pengembangan pertanian, yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian.
Indonesia telah mengembangkan prosedur pemetaan lahan gambut berdasarkan penginderaan
jauh pada skala 1: 50.000 (SNI 7925: 2013). Peta lahan gambut Indonesia telah diperbarui dan
dirilis beberapa kali karena dinamika ketersediaan data. Peta Lahan Gambut versi terbaru pada
2011 dengan skala 1: 250.000 (skala nasional) digunakan untuk estimasi emisi.

Estimasi emisi dari penebangan terbatas pada data penebangan yang dilaporkan oleh
pemerintah. Setiap tahun, konsesi penebangan menyerahkan dokumen rencana kerja tahunan
yang berisi daerah penebangan yang pada tahun-tahun sebelumnya diserahkan ke dinas
kehutanan provinsi dan ke BPHP. Kami menggunakan 41 dokumen konsesi untuk menentukan
kawasan penebangan tahunan di Kalimantan Timur. Log tahunan yang dilaporkan dalam
laporan masih perlu disesuaikan, karena tidak semua hutan yang telah dilaporkan telah dicatat
atau dipengaruhi oleh praktik penebangan. Selain itu, Ellis (2016) juga menemukan bahwa
hanya 69% dari hutan bekas tebangan yang terkena dampak oleh praktik penebangan.

Berdasarkan praktik di atas, ada sejumlah sumber utama ketidakpastian dari DA yang
digunakan untuk memperkirakan emisi dari deforestasi, degradasi, dekomposisi gambut, tanah
bakau, dan penebangan. DA untuk tutupan hutan dan perubahan tutupan hutan yang
digunakan dalam estimasi emisi dari deforestasi, degradasi, dekomposisi gambut dan tanah

Analisis Ketidakpastian 47
bakau memiliki setidaknya tiga sumber ketidakpastian yaitu kualitas citra satelit, prosedur
interpretasi, dan kesalahan sampling yang terkait dengan proses memeriksa hasil interpretasi
dengan ground check. Sedangkan untuk areal penebangan, sumber utama ketidakpastian
terkait pemilihan faktor koreksi untuk memperoleh data aktivitas dari data yang dilaporkan dan
diolah. Deskripsi sumber ketidakpastian disajikan pada Tabel L.2 3-1.

Tabel L.2 3-1. Sumber ketidakpastian dari Data Aktivitas

Sumber
No Deskripsi
ketidakpastian
1 Kualitas citra satelit Sistem pemantauan hutan nasional di Indonesia dikelola oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sistem
pemantauan ini menyediakan peta tutupan lahan secara berkala dengan
mengolah citra satelit Landsat. Citra satelit Landsat cocok untuk tutupan
lahan dan interpretasi perubahan tutupan lahan dalam hal resolusi
spasial, spektral dan temporal. Namun, ada dua sumber kesalahan
terkait dengan citra Landsat. Masalah pertama terkait dengan citra hilang
dan perlu dimanipulasi menggunakan citra yang berbeda. Kedua,
Indonesia adalah negara tropis yang memiliki banyak awan hampir
sepanjang waktu. Bayangan awan dan cakupan awan akan
mempengaruhi kualitas citra sehingga menghasilkan kesenjangan data.
Batasan ini mempengaruhi proses interpretasi gambar.
2 Kartografi, proses Interpretasi citra satelit untuk menghasilkan peta tutupan lahan dilakukan
interpretasi gambar, oleh penerjemah terlatih yang menggunakan teknik penggambaran
dan pembuatan interpretasi manual atau visual. Prosedur Operasional Standar (SOP)
peta tutupan lahan. dan manual disediakan untuk memandu penafsir melakukan interpretasi
(Pengetahuan dan citra satelit. Interpretasi manual memakan waktu dan padat karya. Ini
kapasitas untuk melibatkan staf dari tingkat kabupaten dan provinsi. Mereka diharapkan
interpretasi satelit) dapat menggunakan pengetahuan lokal mereka. Validasi data dilakukan
melalui perbandingan tipe tutupan lahan dari interpretasi dengan ground
truth. Kebenaran dasar menggunakan stratified random sampling.
Kompilasi beberapa hasil ground truth dalam interval tahun tertentu
digunakan untuk penilaian akurasi yang akan memberikan tingkat akurasi
dari interpretasi kelas penutup lahan.
3 Kesalahan Jumlah poin untuk mewakili kategori tutupan lahan akan menentukan
pengambilan tingkat akurasi penilaian. Kebenaran dasar akan mencerminkan
sampel keakuratan interpretasi dengan kondisi nyata. Ini membantu untuk
menentukan keakuratan hasil interpretasi satelit. Oleh karena itu, jumlah
titik pemeriksaan tanah akan secara signifikan mempengaruhi tingkat
ketidakpastian.
4 Area penebangan Areal tebang pilih yang sebenarnya berasal dari dokumen rencana
selektif yang penebangan tahunan konsesi penebangan alami. Dokumen-dokumen ini
sebenarnya dapat diakses dari instansi kehutanan provinsi Kalimantan Timur, tetapi
datanya dikelola secara konvensional. Saat ini, tidak ada sistem
manajemen basis data yang baik. Data sering hilang karena data
pencatatan yang dilaporkan mungkin terlalu rendah. Selain itu,
penggunaan asumsi pada areal penebangan yang terkena dampak nyata
sebesar 69% mungkin tidak akurat karena faktor ini dihasilkan dari
sejumlah daerah studi terbatas (pengambilan sampel kecil). Dengan
demikian jumlah sampling berkontribusi pada ketidakpastian data ini.

Langkah-langkah untuk meminimalkan ketidakpastian pada Data Aktivitas


Minimalisasi kesalahan interpretasi yang biasanya menghasilkan kesalahan sistematis, adalah
melalui penerapan serangkaian prosedur operasi standar (SOP) yang konsisten dan
komprehensif, termasuk serangkaian penilaian kualitas dan proses pengendalian kualitas, dan
kesalahan sampling adalah melalui peningkatan contoh. Pelaksanaan prosedur QA / QC akan
ditingkatkan, melalui konsistensi yang digunakan dari SOP untuk interpretasi dan prosedur
pelatihan. Pemeriksaan konsistensi akan dilakukan oleh juru bahasa yang tidak terlibat dalam

48 Analisis Kategori Kunci


klasifikasi asli. Mengikuti ketentuan tentang verifikasi yang diberikan dalam Bab 3 - Volume 1
dari IPCC GL 2006, langkah-langkah QA / QC akan dilengkapi dengan verifikasi, yaitu melalui
penilaian akurasi. Verifikasi akan dilakukan oleh pihak ketiga dan yang akan berfungsi untuk
mengkonfirmasi kualitas estimasi yang dapat diterima dan akan memungkinkan untuk
mengoreksi bias dan ketidakpastian terkait.

3.1.2 Identifikasi sumber ketidakpastian dari Faktor Emisi


Faktor emisi yang digunakan untuk estimasi emisi dari LUCF adalah dari National Forest
Inventory (NFI) Plot - program nasional yang diprakarsai oleh Departemen Kehutanan pada
tahun 1989 dan didukung oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa
(FAO) dan Bank Dunia melalui Proyek NFI. Dari tahun 1989 hingga 2013, lebih dari 3.900
cluster plot sampel, telah dikembangkan dan didistribusikan pada 20x20 km, 10x10 km dan 5x5
km grid di seluruh negeri (Ditjen Planologi Kehutanan, 2014). Setiap cluster terdiri dari 1ha size
permanent sample plot (PSP) dan sekitar 8 plot sampel sementara (TSP).

Sebagian besar plot didirikan di daerah-daerah di bawah ketinggian 1.000 m. Pohon individu
dalam PSP 1-ha diukur dalam 16 unit rekaman (RU) berjumlah 25x25 m sub-plot. Semua pohon
dengan diameter minimal 5 cm diukur untuk DBH, dan sub-set diukur untuk tinggi pohon total.
Pohon juga diklasifikasikan berdasarkan nama spesies lokal, karakteristik mahkota, kerusakan,
dan infestasi. Informasi situs, termasuk pengamatan terhadap gangguan dan regenerasi, dan
data non-pohon (bambu, rotan, dll) juga dicatat. Petak diklasifikasikan dalam berbagai jenis /
kondisi yang mencakup sistem lahan, ketinggian dalam kelas 100 m, penggunaan lahan, tipe
hutan, kondisi tegakan dan status perkebunan, dataran, kemiringan lereng, dan aspek. Protokol
yang digunakan dalam sampling lapangan dan desain sistem untuk pengolahan data plot untuk
NFI di Indonesia dijelaskan dalam Revilla (1992).

Sebanyak 4.450 pengukuran PSP dari NFI (1990-2013) di seluruh negeri tersedia untuk
pemrosesan dan analisis data. Semua pohon individu dalam plot diperiksa dan informasi plot
diperiksa untuk setiap plot untuk memastikan informasi yang benar, sebagai bagian dari proses
jaminan kualitas. Validasi data meliputi: (i) memeriksa lokasi petak yang dilapis dengan peta
tutupan lahan Departemen Kehutanan, (ii) memeriksa jumlah unit pencatat (petak-petak) di
setiap petak, (iii) memeriksa data pengukuran melalui penyaringan kelainan DBH dan nama
spesies masing-masing pohon di plot, (iv) memeriksa informasi tentang area basal, kepadatan
tegakan, dll.

Dari 4.450 data pengukuran yang tersedia dari PSP NFI, 80% berlokasi di lahan berhutan
sementara data yang tersisa berada di semak belukar atau lahan lainnya. Dari PSP yang
berlokasi di hutan, proses validasi data mengurangi jumlah data pengukuran yang dapat
digunakan menjadi 2,622 (74,1%) untuk analisis. PSP ini berlokasi di hutan lahan kering dan
hutan rawa. Data penelitian hutan tambahan terutama untuk hutan bakau di Indonesia
dimasukkan karena tidak ada catatan PSP yang ditemukan di tipe hutan ini.

Biomassa di atas tanah (above ground biomass; AGB) masing-masing pohon di plot
diperkirakan menggunakan model alometrik yang dikembangkan untuk hutan tropis pan (Chave
et al., 2005), yang menggunakan diameter setinggi dada (DBH) dan kerapatan kayu (WD) dari
spesies sebagai parameter kunci. Beberapa model alometrik lainnya juga diuji, termasuk
beberapa model alometrik lokal yang dikompilasi dalam Krisnawati et al. (2012). Namun,
ketersediaan model alometrik lokal yang spesifik untuk enam jenis hutan tidak semuanya
terwakili di tujuh pulau utama di Indonesia, sehingga model alometrik umum Chave et al. (2005)
dipilih, sebagai gantinya. Model ini telah ditemukan memiliki kinerja yang sama baiknya dengan
model lokal di hutan tropis Indonesia (Rutishauser et al., 2013; Manuri et al., 2014).Sumber
Analisis Ketidakpastian 49
ketidakpastian faktor emisi untuk penebangan dapat dikaitkan dengan keterampilan
pengetahuan staf lapangan dalam mengenali tingkat kematian dari tiga yang menderita
penebangan dan praktek penyaradan dalam mengukur luas jalan angkut dan halaman kayu
dan juga variasi kekosongan pohon.Berdasarkan praktik yang digunakan dalam menurunkan
data cadangan karbon, sumber ketidakpastian untuk EF pada kerapatan karbon jenis hutan
akan berasal dari pengukuran pohon, kesalahan model alometrik, kesalahan pengambilan
sampel, dan faktor konversi untuk biomassa menjadi karbon, dan termasuk keterampilan dan
pengetahuan staf lapangan. Analisis pada sumber ketidakpastian untuk faktor emisi disajikan
pada Tabel L.2 3-2.

Tabel L.2 3-2.Sumber ketidakpastian dari Faktor Emisi


Sumber
No Deskripsi
ketidakpastian
1 Kesalahan Pohon diukur dengan menilai Diameter tinggi pohon (DBH) dari pohon.
pengukuran kayu Ini mengandung kesalahan sistematis atau acak. Kesalahan sistematis
umumnya terjadi ketika SOP tidak pantas untuk mengukur DBH.
Sedangkan kesalahan acak dapat terjadi karena kesalahan manusia
yang dapat bervariasi dari satu ke yang lain.
2 Kesalahan model Untuk memperkirakan total biomassa pohon (karbon), persamaan
Allometric alometrik diterapkan menggunakan data pengukuran lapangan (DBH
dan spesies pohon). Persamaan dari Chave dkk. (2015) dipilih dan
diterapkan untuk Kalimantan Timur. Kesalahan model alometrik dapat
dibagi dalam sumber-sumber berikut: a) kesalahan karena
ketidakpastian koefisien model; b) kesalahan terkait dengan kesalahan
model residu; c) pemilihan model alometrik. Kesalahan yang terkait
dengan persamaan alometrik dapat bervariasi dari 5 dan 35%
tergantung pada model yang dipilih (Van Breugel et al. 2011).
Mengenai kesalahan pertama dan kedua, ini diharapkan dapat
diabaikan karena ketidakpastian parameter dan kesalahan model
residu Chave et al. (2014) sangat rendah. Oleh karena itu, diharapkan
sumber utama kesalahan adalah pemilihan persamaan alometrik, yang
relevan untuk Kalimantan Timur.
3 Kesalahan Kesalahan sampling mungkin terjadi ketika analis tidak memilih sampel
pengambilan yang mewakili seluruh populasi data. Dalam kasus klasifikasi hutan,
sampel pengambilan sampel adalah analisis yang dilakukan dengan memilih
kawasan hutan tertentu dari pengamatan dari area hutan yang lebih
luas, dan pekerjaan ini dapat menghasilkan kesalahan sampling. Dari
NFI, itu menunjukkan bahwa jumlah sampling untuk hutan mangrove
sangat minimum.
Sumber kesalahan ini juga dianggap dominan untuk karbon tanah
untuk mangrove dan untuk faktor emisi untuk dekomposisi gambut.
Karbon tanah untuk mangrove terbatas hanya 10 sampel, demikian
juga karbon tanah untuk hutan mangrove yang dikonversi menjadi
akuakultur. Faktor emisi untuk dekomposisi gambut berasal dari
sejumlah lokasi terbatas di Indonesia.
4 Faktor konversi Untuk memperkirakan jumlah karbon di setiap tipe hutan, informasi
biomasa menjadi tentang fraksi karbon diperlukan. Fraksi karbon biomassa (berat kering)
karbon diasumsikan sebesar 47% (1 ton biomassa = 0,47 ton C) mengikuti
Pedoman IPCC 2006. Konversi C-stock menjadi ekuivalen karbon
dioksida (CO2e) kemudian diperoleh dengan mengalikan C-stock
dengan faktor 3,67 (44/12)
5 Ketrampilan dan Faktor emisi untuk emisi penebangan berasal dari pengukuran
pengetahuan untuk lapangan di 9 konsesi hutan di Kalimantan Timur dan Kalimantan
mengenali tingkat Utara. Sumber utama kesalahan mungkin berasal dari kesalahan
kematian pohon manusia ketika penilai mengukur pohon dan area yang diderita oleh
yang menderita kegiatan penebangan. Penilai harus memiliki keterampilan yang baik
penebangan dan dalam mengenali pohon mati karena proses penyaradan, dan
praktek mengukur sisa pohon yang ditebang di hutan.
penyaradan, dan

50 Analisis Kategori Kunci


mengukur luas
jalan angkut dan
halaman kayu.
6 Berbagai jenis Jenis kekosongan yang berbeda dapat mempengaruhi estimasi emisi
kekosongan pada karbon dari pohon-pohon yang ditebang yang ditinggalkan di hutan.
batang kayu Variasi kelonggaran pohon cukup tinggi.
7 Pengukuran Tanah Analisis stok karbon di tanah mangrove membutuhkan upaya lebih
mangrove dibandingkan dengan tanah mineral. Kondisi tanah mangrove relatif
menantang karena karakteristik tanah, ini menciptakan potensi
kesalahan pengukuran. Kualitas / jenis peralatan yang digunakan untuk
mengambil contoh tanah di bawah tanah juga menghasilkan kesalahan
pengukuran. Menggunakan peralatan yang berkualitas / bersertifikat
akan mengurangi kesalahan.

Langkah-langkah untuk meminimalkan ketidakpastian pada Faktor Emisi

Mirip dengan data aktivitas, upaya untuk meminimalkan ketidakpastian melalui penguatan
penggunaan konsistensi SOP termasuk pelatihan dan peningkatan jumlah sampling. Dalam
kasus EF untuk penebangan, karena sistem inventarisasi hutan nasional belum memasukkan
jenis EF ini, upaya untuk mengurangi ketidakpastian akan dilakukan melalui kegiatan-kegiatan
berikut:

 Mengembangkan dan meningkatkan protokol audit pemantauan,


 Mengintegrasikan protokol audit pemantauan ke dalam kurikulum pusat pelatihan
kehutanan nasional, untuk menghasilkan auditor yang terampil dalam unit KPH di
Kalimantan Timur. Pusat pelatihan harus dilakukan secara berkala dengan mengundang
staf lapangan terkait dari Unit KPH,
 Menyediakan alat / peralatan pendukung yang tepat untuk membuat proses
pemantauan/audit lebih efisien

3.1.3 Kuantifikasi ketidakpastian


Kuantifikasi ketidakpastian dalam REL dilakukan dengan menggunakan metode ‘penggandaan
kesalahan sederhana’ (IPCC 2006). Kami menghitung ketidakpastian semua data aktivitas dan
faktor emisi sebelum digabungkan ke dalam perkiraan ketidakpastian rata-rata emisi GHG
tahunan. Perkiraan ketidakpastian dari AD dan EF untuk deforestasi, degradasi, dekomposisi
gambut dan bakau tanah diambil dari FREL Nasional dan sumber lain termasuk penggunaan
penilaian ahli. Ketidakpastian dari data aktivitas dan faktor emisi yang dikaitkan dengan
kegiatan ER (deforestasi dan degradasi hutan, dll.) digabungkan menggunakan Persamaan 2
sedangkan total ketidakpastian estimasi emisi dari semua kegiatan, dihitung menggunakan
Persamaan 3. Ketidakpastian AD dan EF terkait dengan kegiatan REDD disajikan pada Tabel
L.2 3-3. Dengan menggunakan data ini, ketidakpastian estimasi emisi historis yang digunakan
untuk pembangunan FREL berkisar antara 21% dan 29% dengan rata-rata sekitar 25%.

Tabel L.2 3-3.Ketidakpastian dari Data Aktivitas dan Faktor Emisi pada aktivitas REDD

No Aktivatas Uncertainty (%) Catatan


1 Deforestasi
Data Aktivitas 12 Sumber ketidakpastian berasal dari kualitas
gambar satelit yang buruk, kesalahan manusia
pada proses interpretasi, dan jumlah kebenaran
tanah yang tidak memadai yang digunakan untuk
penilaian akurasi. Kesalahan 12% hanya dihitung di
kelas hutan, bukan kelas tutupan lahan secara

Analisis Ketidakpastian 51
keseluruhan. (Kemenhut, 2012, Margono et al.
2012).

Faktor Emisi 29-44 Metode untuk memperkirakan ketidakpastian


biomasa hidup menggunakan penggandaan
kesalahan (error propagation): sqrt(U12+ U22+ U32+
U42+ U52), subskrip 1, 2, 3, 4, dan 5 adalah
ketidakpastian untuk kesalahan pengukuran pohon
(Dihitung), model alometrik (19,5% dari Chave et al,
2005), kerapatan kayu (Chave et al., 2004),
konversi biomassa menjadi karbon (5,32% dari
IPCC 2006), dan rasio root-shoot (20% dari IPCC
2006) masing-masing.
2 Degradasi
Data Aktivitas 12 Sumber ketidakpastian berasal dari kualitas
gambar satelit yang buruk, kesalahan manusia
pada proses interpretasi, dan jumlah kebenaran
tanah yang tidak memadai yang digunakan untuk
penilaian akurasi. Kesalahan 12% hanya dihitung di
kelas hutan, bukan kelas tutupan lahan secara
keseluruhan. (Kemenhut, 2012, Margono et al.
2012).
Faktor Emisi 41-57
Metode untuk memperkirakan ketidakpastian
biomasa hidup menggunakan penggandaan
kesalahan (error propagation): sqrt(U12+ U22),
subskrip 1, dan 2 adalah ketidakpastian EF dari
hutan primer dan hutan sekunder masing-masing.
3 Dekomposisi gambut
Data Aktivitas 20 Sumber ketidakpastian berasal dari kualitas
gambar satelit yang buruk, kesalahan manusia
pada proses interpretasi, dan jumlah kebenaran
tanah yang tidak memadai yang digunakan untuk
penilaian akurasi (Ritung et al., 2011).

Faktor Emisi 50-112 Metode untuk memperkirakan ketidakpastian faktor


emisi menggunakan penggandaan kesalahan:
sqrt(U12+ U22), subskrip 1, dan 2 adalah
ketidakpastian EF tutupan lahan sebelum dan
sesudah konversi masing-masing.
4 Kebakaran Gambut
dan Hutan
Data Aktivitas 50 Data aktivitas berasal dari data global hot spot
dengan penilaian akurasi yang tidak memadai, dan
dari asumsi yang digunakan untuk menentukan
area yang terbakar. Kesalahan untuk parameter ini
tinggi.
Faktor Emisi 75
Kesalahan dari parameter ini diambil dari studi oleh
MRI (2013) di Kalimantan Tengah.

52 Analisis Kategori Kunci


3.2 Pendekatan 2 – Simulasi Monte Carlo
Pada perhitungan ketidakpastian di sektor LULUCF, salah satu sumber ketidakpastian adalah
terkait dengan pemetaan penggunaan lahan yang mana terdapat korelasi antar data-data
terkait penggunaan lahan yang berbeda. Oleh karena itu digunakan pendekatan 2 (simulasi
Monte Carlo).

Untuk mengidentifikasi sumber utama ketidakpastian dalam estimasi fluks total, kami
memperoleh ketidakpastian parsial dari FE yang terkait dengan biomassa, FE yang terkait
dengan karbon tanah dan DA berdasarkan peta penggunaan lahan. Ketidakpastian parsial ini
diturunkan sebagai rentang ketidakpastian dari iterasi dalam simulasi Monte Carlo yang hanya
menyertakan sumber utama, dibagi oleh rentang ketidakpastian atas semua iterasi.

3.2.1 Kisaran ketidakpastian pada data masukan


Tiga kelompok utama dari parameter input diidentifikasi sebagai penyebab ketidakpastian dan
dievaluasi. Ini adalah ketidakpastian dari FE yang terkait dengan biomassa, FE yang terkait
dengan tanah dan DA berdasarkan peta penggunaan lahan. Beberapa input ini adalah
masukan Tier 1 yang disediakan dalam pedoman IPCC 2006. Dalam kasus ini rentang
ketidakpastian Tier 1 digunakan. Ketika data pengukuran tersedia, ketidakpastian faktor emisi
dihitung sebagai dua kali standar-kesalahan dari rata-rata yang dihitung dari pengukuran ini.

a. Ketidakpastian terkait biomassa


Ketidakpastian terkait biomassa termasuk ketidakpastian dalam stok biomassa (Tabel L.2 3-4)
dan (

Tabel L.2 3-5), rasio antara biomassa di atas tanah dan bawah tanah, perkiraan kayu mati dan
serasah (

Tabel L.2 3-5) dan parameter untuk perhitungan emisi dari kebakaran hutan (

Analisis Ketidakpastian 53
Tabel L.2 3-6).

Tabel L.2 3-4.Kisaran ketidakpastian untuk biomassa non-hutan


Land use Biomass stock (kton/ha) Standar deviasi
Padang rumput & Heath 0.0068 0.00255
Lahan pertanian 0.005 0.001875

Tabel L.2 3-5.Kisaran ketidakpastian untuk biomassa hutan dan kayu mati
Standar
Parameter Tahun Satuan Nilai
deviasi
Growing stock 1990 m3/ha 157.98 1.93
Growing stock 2003 m3/ha 194.61 1.91
Growing stock 2013 m3/ha 216.52 2.26
BCEF 1990 kg/m3 714 5.71
BCEF 2003 kg/m3 736 6.06
BCEF 2013 kg/m3 764 5.98
R 1990 - 0.18 0.000708
R 2003 - 0.18 0.000625
R 2013 - 0.18 0.000717
Standing dead wood mass 1990 837.05 35.73
Standing dead wood mass 2003 1333.32 53.12
Standing dead wood mass 2013 1883.49 75.87
Lying dead wood mass 2003 1527.01 74.35
Lying dead wood mass 2013 1927.01 84.51

54 Analisis Kategori Kunci


Tabel L.2 3-6. Rentang ketidakpastian untuk pembakaran liar

Parameter Nilai S.E.M. Satuan


Forest area burnt 37.77 10.38 Ha
NonForest area burnt 210 38.69 ha
Combustion efficiency Forest 0.45 0.16 -
Combustion efficiency NonForest 0.71 0.6 -
Gef_CO2_Forest 1569 131 g /kg
Gef_CO_Forest 107 37 g /kg
Gef_CH4_Forest 4.7 1 g /kg
Gef_N2O_Forest 0.26 0.07 g /kg
Gef_NOX_Forest 3 1.4 g /kg
Gef_CO2_NonForest 1613 95 g /kg
Gef_CO_NonForest 65 20 g /kg
Gef_CH4_NonForest 2.3 0.9 g /kg
Gef_N2O_NonForest 0.21 0.1 g /kg
Gef_NOX_NonForest 3.9 2.4 g /kg

b. Ketidakpastian terkait tanah


Ketidakpastian terkait tanah adalah ketidakpastian dalam penggunaan lahan dan stok karbon
spesifik jenis tanah dan rasio C-N untuk tanah mineral (Tabel L.2 3-7) dan fluks karbon untuk
tanah organik (Tabel L.2 3-8).

Tabel L.2 3-7. Kisaran ketidakpastian untuk stok karbon tanah dan rasio C-N untuk tanah
mineral
Tipe penggunaan Cstock SEM SEM (CN
Tipe tanah CN ratio (-)
lahan (tC/ha) (Cstock) ratio)
Padang rumput Brikgrond 78.3 5.47 15 2.50
Padang rumput Eerdgrond 87.84 6.47 15 2.50
Padang rumput Kalkhoudende 58.55 7.65 17.3 0.21
zandgrond
Padang rumput Kalkloze zandgrond 86.56 2.76 23.4 1.34
Padang rumput Leemgrond 88.91 5.32 15 2.50
Padang rumput Onbepaald 105.64 1.65 15 2.50
Padang rumput Oude kleigrond 81.12 6.36 15 2.50
Padang rumput Podzol grond 116.07 4.01 25.6 0.31
Padang rumput Rivierklei grond 111.32 3.36 15 2.50
Padang rumput Zeekleigrond 113.66 2.77 15 2.50
Lahan pertanian Brikgrond 76.37 2.8 15 2.50
Lahan pertanian Eerdgrond 71.27 7.48 15 2.50
Lahan pertanian Kalkhoudende 54.11 5.41 17.3 0.21
zandgrond
Lahan pertanian Kalkloze zandgrond 76.46 4.34 23.4 1.34
Lahan pertanian Leemgrond 81.54 6.05 15 2.50
Lahan pertanian Onbepaald 82.47 1.98 15 2.50
Lahan pertanian Oude kleigrond 83.86 19.96 15 2.50
Lahan pertanian Podzol grond 107.56 6.94 25.6 0.31

Analisis Ketidakpastian 55
Lahan pertanian Rivierklei grond 84.57 6.12 15 2.50
Lahan pertanian Zeekleigrond 80.6 2.18 15 2.50
Kyoto Forest Brikgrond 82.47 12.77 15 2.50
Kyoto Forest Eerdgrond 99.53 17.39 15 2.50
Kyoto Forest Kalkhoudende 32.16 5.78 17.3 0.21
zandgrond
Kyoto Forest Kalkloze zandgrond 57.39 5.18 23.4 1.34
Kyoto Forest Leemgrond 112.18 15.41 15 2.50
Kyoto Forest Onbepaald 87.68 3.73 15 2.50
Kyoto Forest Oude kleigrond 61.39 34.37 15 2.50
Kyoto Forest Podzol grond 92.23 4.68 25.6 0.31
Kyoto Forest Rivierklei grond 139.95 7.45 15 2.50
Kyoto Forest Zeekleigrond 139.49 10.54 15 2.50
Lahan basah Brikgrond 82.47 12.77 15 2.50
Lahan basah Eerdgrond 99.53 17.39 15 2.50
Lahan basah Kalkhoudende 32.16 5.78 17.3 0.21
zandgrond
Lahan basah Kalkloze zandgrond 57.39 5.18 23.4 1.34
Lahan basah Leemgrond 112.18 15.41 15 2.50
Lahan basah Onbepaald 87.68 3.73 15 2.50
Lahan basah Oude kleigrond 61.39 34.37 15 2.50
Lahan basah Podzol grond 92.23 4.68 25.6 0.31
Lahan basah Rivierklei grond 139.95 7.45 15 2.50
Lahan basah Zeekleigrond 139.49 10.54 15 2.50
Permukiman Brikgrond 74.22 11.49 15 2.50
Permukiman Eerdgrond 89.57 15.65 15 2.50
Permukiman Kalkhoudende 28.94 5.2 17.3 0.21
zandgrond
Permukiman Kalkloze zandgrond 51.65 4.66 23.4 1.34
Permukiman Leemgrond 100.96 13.87 15 2.50
Permukiman Onbepaald 78.91 3.36 15 2.50
Permukiman Oude kleigrond 55.25 30.94 15 2.50
Permukiman Podzol grond 83.01 4.21 25.6 0.31
Permukiman Rivierklei grond 125.96 6.7 15 2.50
Permukiman Zeekleigrond 125.54 9.48 15 2.50
Padang rumput Brikgrond 78.3 5.47 15 2.50
Padang rumput Eerdgrond 87.84 6.47 15 2.50
Padang rumput Kalkhoudende 58.55 7.65 17.3 0.21
zandgrond
Padang rumput Kalkloze zandgrond 86.56 2.76 23.4 1.34
Padang rumput Leemgrond 88.91 5.32 15 2.50
Padang rumput Onbepaald 105.64 1.65 15 2.50
Padang rumput Oude kleigrond 81.12 6.36 15 2.50
Padang rumput Podzol grond 116.07 4.01 25.6 0.31
Padang rumput Rivierklei grond 111.32 3.36 15 2.50
Padang rumput Zeekleigrond 113.66 2.77 15 2.50
Lahan basah Brikgrond 82.47 12.77 15 2.50

56 Analisis Kategori Kunci


Lahan basah Eerdgrond 99.53 17.39 15 2.50
Lahan basah Kalkhoudende 32.16 5.78 17.3 0.21
zandgrond
Lahan basah Kalkloze zandgrond 57.39 5.18 23.4 1.34
Lahan basah Leemgrond 112.18 15.41 15 2.50
Lahan basah Onbepaald 87.68 3.73 15 2.50
Lahan basah Oude kleigrond 61.39 34.37 15 2.50
Lahan basah Podzol grond 92.23 4.68 25.6 0.31
Lahan basah Rivierklei grond 139.95 7.45 15 2.50
Lahan basah Zeekleigrond 139.49 10.54 15 2.50

Tabel L.2 3-8.Kisaran ketidak pastian untuk fluks karbon tanah dari tanah organik

Land use Soil type Soil Flux S.E.M.


Padang rumput / Veengrond 19.03 9.51
Lahan pertanian /
Permukiman
Padang rumput / Moerige grond 13.02 6.51
Lahan pertanian /
Permukiman

c. Ketidakpastian terkait penggunaan lahan


Ketidakpastian terkait penggunaan lahan dinyatakan dalam bentuk confusion matrix,
berdasarkan Kramer et al. 2015. Matriks ini menyediakan PDF dari penggunaan lahan dalam
suatu piksel, dengan klasifikasi piksel (Tabel L.2 3-9, Kramer dan Clement 2015 tabel 2.12).
Dengan menggunakan PDF tersebut, peta alternatif acak dihasilkan untuk setiap iterasi.
Meskipun ketidakpastian aktual dalam pemetaan penggunaan lahan akan melibatkan korelasi
otomatis spasial dan temporal, hal tersebut tidak diperhitungkan di sini karena kurangnya data.
Confusion matrix ini memiliki bias dari permukiman dan lahan lain (settlements and other land)
ke padang rumput, lahan pertanian dan hutan. Karena confusion matrix bersifat asimetris,
ketidakpastian terkait penggunaan lahan dinilai sebagai kisaran iterasi dengan hanya biomassa
dan ketidakpastian terkait tanah dan iterasi dengan ketidakpastian terkait biomassa, tanah dan
penggunaan lahan.

Tabel L.2 3-9.Confusion matrix untuk peta penggunaan lahan


pertanian

Permuki
Padang
rumput

PDF
Forest
Lahan

Lahan
basah
Kyoto

Heath
Other

Reed
Land

Classification
man

Other Land 0.94 0.04 - 0.02 - - - -


Padang 0.00 0.98 0.02 0.00 - 0.00 - -
rumput
Lahan - 0.03 0.97 - - - - -
pertanian
Kyoto Forest - 0.01 - 0.99 - - - -
Lahan basah - - - - 1.00 - - -
Permukiman - 0.07 0.02 0.01 - 0.90 - -
Heath - - - - - - 1.00 -
Reed - - 0.02 - 0.02 - 0.02 0.94

Analisis Ketidakpastian 57
3.2.2 Simulasi Monte Carlo
Secara total 683 iterasi dilakukan untuk analisis Monte Carlo. Dari iterasi ini, 1 adalah iterasi
nominal tanpa permutasi dalam parameter input. Dari iterasi ini, 104 hanya mengatasi
ketidakpastian tanah, 103 hanya mengatasi ketidakpastian biomassa dan 104 mengatasi
ketidakpastian tanah dan biomassa, membuat total 312 iterasi tanpa ketidakpastian dari peta
penggunaan lahan. Tambahan iterasi sebanyak 371 dilakukan dengan menyertakan
ketidakpastian dari peta penggunaan lahan (dengan atau tanpa ketidakpastian biomassa dan
ketidakpastian tanah). Jumlah iterasi yang digunakan untuk analisis didasarkan pada batasan
waktu. Tidak ada uji yang dilakukan untuk melihat konvergensi hasil.

a. Total ketidakpastian
Penghitungan emisi GRK dari LULUCF menghasilkan banyak output rinci. Pada bagian ini
hanya disajikan rentang ketidakpastian untuk tahun 2014 (Tabel L.2 3-10).

Tabel L.2 3-10. Rentang ketidakpastian per-kategori untuk 2014


Net CO2
Greenhouse Gas Source And Sink Categories emissions/removals
(min, max)
4. Total LULUCF (-38%, + 64%)
A. Forest land (10%, + -12%)
1. Forest land remaining forest land (11%, + -14%)
2. Land converted to forest land (26%, + -21%)
B. Lahan pertanian (-39%, + 44%)
1. Lahan pertanian remaining Lahan pertanian (-61%, + 60%)
2. Land converted to Lahan pertanian (-45%, + 61%)
C. Padang rumput (-62%, + 75%)
1. Padang rumput remaining Padang rumput (-60%, + 68%)
2. Land converted to Padang rumput (-220%, + 340%)
D. Lahan basah(3) (-67%, + 76%)
1. Lahan basahs remaining Lahan basah IE,NO
2. Land converted to Lahan basah (-67%, + 76%)
E. Permukimans (-23%, + 69%)
1. Permukimans remaining Permukiman (-64%, + 53%)
2. Land converted to Permukiman (-17%, + 90%)
F. Other land (4) (-3%, + 152%)
1. Other land remaining other land
2. Land converted to other land (-3%, + 152%)
G. Harvested wood products (5) (-8%, + 1%)
H. Other (please specify) IE,NE,NO

Secara umum kita melihat bahwa ketidakpastian untuk berbagai kategori berbeda. Untuk
beberapa kategori, rentang ketidakpastian yang sangat asimetris terjadi. Secara umum
ketidakpastian dalam penyimpan lahan hutan lebih kecil dari ketidakpastian emisi dari
penggunaan lahan lainnya. Lebih jauh lagi, total emisi cenderung berada di bawah perkiraan.

Perlu disebutkan bahwa ketidakpastian relatif adalah fungsi dari ukuran total emisi atau
penyerapan yang dilaporkan. Oleh karena itu, ketidakpastian relatif besar pada nilai kecil akan

58 Analisis Kategori Kunci


berdampak kecil pada ketidakpastian total. Ketika melihat kontribusi dari berbagai kategori
terhadap total emisi, kita melihat bahwa padang rumput yang tersisa di padang rumput
menyumbang 68% dari emisi bersih dan lahan pertanian secara keseluruhan untuk 42% dari
emisi bersih, sementara hutan yang tersisa menyumbang untuk penyerapan sebesar 35% dari
emisi bersih. Kategori lain berkontribusi maksimal 19% (lahan dikonversi ke permukiman).
Kategori dengan ketidakpastian terbesar (lahan yang dikonversi ke padang rumput) hanya
menyumbang 6% dari total emisi bersih.

b. Variabilitas temporal dalam ketidakpastian


.

Analisis Ketidakpastian 59
Tabel L.2 3-11 memberikan nilai ketidakpastian untuk tahun 2014. Ketidakpastian ini tidak stabil
dari waktu ke waktu, karena sumber data yang berbeda memiliki resolusi temporal yang
berbeda. Berdasarkan nilai-nilai tersebut terlihat bahwa ketidakpastian bernilai besar pada
lahan yang dikonversi ke padang rumput. Sekali lagi penyebab utama untuk ketidakpastian
tersebut adalah bahwa nilai absolutnya kecil, dan oleh karena itu ketidakpastian serupa dalam
nilai absolut menghasilkan ketidakpastian relatif yang ekstrem sekitar tahun 2010.

60 Analisis Kategori Kunci


Tabel L.2 3-11. Evolusi temporal dari berbagai ketidak pastian berdasarkan kategori

Analisis Ketidakpastian 61
62 Analisis Kategori Kunci
c. Ketidakpastian parsial
Untuk memperkirakan kontribusi relatif dari sumber ketidakpastian yang berbeda terhadap
perkiraan ketidakpastian total, perhitungan dilakukan perhitungan ketidakpastian parsial.
Ketidakpastian parsial dibahas di sini untuk 2014 (

Analisis Ketidakpastian 63
Tabel L.2 3-12). Ketidakpastian parsial dihitung dalam dua cara berbeda. Untuk ketidakpastian
parsial biomassa dan tanah, rentang ketidakpastian ditentukan oleh simulasi monte carlo
difokuskan pada ketidakpastian ini. Nilai minimum dan maksimum dari interval 95% dari hasil
kemudian dinyatakan relatif terhadap nilai minimum dan maksimum interval 95% dari simulasi
monte carlo dengan semua ketidakpastian disertakan. Dengan demikian, minimum dan
maksimum ini dapat bernilai lebih dari 100% jika ketidakpastian parsial lebih tinggi daripada
ketidakpastian total (karena efek dari ketidakpastian yang berbeda bersifat negatif satu sama
lain). Ketidakpastian parsial yang disebabkan oleh masuknya ketidakpastian peta dihitung
dengan mengekstraksi ketidakpastian dari simulasi monte carlo difokuskan pada ketidakpastian
biomassa dan tanah dari ketidakpastian total. Ketidakpastian yang tersisa ditafsirkan sebagai
ketidakpastian dalam peta.

Dalam menganalisis ketidakpastian ini kita melihat bahwa ketidakpastian parsial dapat serupa
dalam ukuran. Namun kontribusi relatif dari ketidakpastian parsial dapat sangat bias.
Ketidakpastian dalam biomassa terutama bertanggung jawab atas ketidakpastian di lahan
hutan, dan lahan dikonversi ke daratan lain. Meskipun memiliki nilai lebih pada jangkauan
maksimum daripada pada kisaran minimum. Hal ini disebabkan oleh biomassa yang relatif
besar di lahan berhutan, dan pengaruh biomassa terhadap emisi lahan yang dikonversi.

Ketidakpastian dalam parameter tanah memiliki dampak besar pada total emisi. Semua rentang
maksimum dapat dipertanggungjawabkan oleh ketidakpastian ini. Meskipun ini hanya
merupakan kontribusi kecil terhadap ketidakpastian terkait dengan lahan hutan, ini adalah
sumber utama ketidakpastian untuk kategori Lahan pertanian dan Padang rumput. Karena itu
juga memiliki kontribusi besar terhadap lahan yang dikonversi ke penggunaan lahan lainnya.
Untuk Lahan dan Pemukiman Lainnya, kontribusi ini terutama untuk kisaran minimum, bukan
kisaran maksimum.

Ketidakpastian yang tidak dapat dijelaskan oleh ketidakpastian dalam biomassa dan parameter
tanah dikaitkan dengan ketidakpastian dalam peta penggunaan lahan. Karena confusion matrix
peta penggunaan lahan memiliki bias, efek ketidakpastian ini terhadap ketidakpastian total juga
memiliki bias. Khususnya lahan lain dan kategori pemukiman mengalami ketidakpastian yang
condong dengan kisaran nilai minimum yang terutama ditentukan oleh ketidakpastian dalam
peta penggunaan lahan.

64 Analisis Kategori Kunci


Tabel L.2 3-12. Ketidakpastian parsial per-kategori sebagai persentase dari ketidakpastian total

Biomass Soil Map


Greenhouse Gas Source And Sink Categories
2014 2014 2014
4. Total LULUCF (8%, 15%) (65%, 111%) (17%, 0%)
A. Forest land (103%, 130%) (16%, 21%) (0%, 0%)
1. Forest land remaining forest land (98%, 147%) (0%, 0%) (4%, 0%)
2. Land converted to forest land (90%, 74%) (77%, 66%) (4%, 22%)
B. Lahan pertanian (73%, 105%) (87%, 90%) (1%, 0%)
1. Lahan pertanian remaining Lahan (0%, 0%) (116%, 106%) (0%, 4%)
pertanian
2. Land converted to Lahan pertanian (77%, 131%) (43%, 55%) (29%, 0%)
C. Padang rumput (30%, 30%) (125%, 103%) (0%, 0%)
1. Padang rumput remaining Padang (0%, 0%) (127%, 100%) (0%, 8%)
rumput
2. Land converted to Padang rumput (79%, 102%) (49%, 65%) (23%, 0%)
D. Lahan basahs(3) (95%, 126%) (67%, 81%) (3%, 0%)
1. Lahan basahs remaining Lahan basahs
2. Land converted to Lahan basahs (95%, 126%) (67%, 81%) (3%, 0%)
E. Permukimans (14%, 45%) (44%, 123%) (58%, 0%)
1. Permukimans remaining Permukimans (0%, 0%) (137%, 83%) (0%, 9%)
2. Land converted to Permukimans (14%, 78%) (26%, 139%) (73%, 0%)
F. Other land (4) (1%, 76%) (2%, 109%) (98%, 0%)
1. Other land remaining other land
2. Land converted to other land (1%, 76%) (2%, 109%) (98%, 0%)
G. Harvested wood products (5) (123%, 12%) (0%, 0%) (0%, 86%)
H. Other (please specify)

Analisis Ketidakpastian 65
LAMPIRAN 3. ANALISIS KATEGORI KUNCI

LAMPIRAN 3.
ANALISIS KATEGORI KUNCI
1. PENDAHULUAN

Key Category Analysis atau KCA merupakan analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi
sumber/rosot yang menjadi prioritas (kategori kunci) dalam sistem inventarisasi GRK nasional,
karena besar emisi/serapan memiliki pengaruh besar terhadap total inventarisasi GRK, baik dari
nilai absolut, tren dan tingkat ketidakpastiannya. Kategori kunci merujuk pada sumber (sources)
maupun rosot (sink).
Pelaksanaan KCA sendiri telah diatur dalam IPCC Good Practice (Chapter 7) dan IPCC 2006
GL (Volume.I, Chapter 4) dan memiliki tujuan untuk:
 Mengindentifikasi sumber/rosot yang perlu diprioritaskan apabila sumberdaya terbatas
untuk pelaksanaan inventarisasi GRK. Ini adalah upaya yang baik untuk perbaikan
inventarisasi yang difokuskan pada sumber/rosot yang sudah diidentifikasi sebagai
kategori kunci;
 Mengindentifikasi sumber/rosot yang perlu menggunakan tier yang lebih tinggi;
 Mengidentifikasi sumber/rosot mana yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk
dilakukan penjaminan dan pengendalian mutu (QA/QC).

2. PENDEKATAN UMUM DALAM ANALISIS KATEGORI KUNCI

Kategori kunci memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem inventarisasi GRK nasional.
Terdapat tiga aspek penting yang menyebabkan analisis kategori kunci perlu dilakukan.
Pertama adalah identifikasi kategori kunci dapat meningkatkan efisiensi dari sisi sumber daya
(resources) dalam pelaksanaan inventarisasi GRK nasional. Penyelenggara invetarisasi GRK
nasional dapat fokus untuk mengembangkan data dan metode untuk kategori-kategori kunci.
Kedua adalah hasil analisis kategori kunci dapat mendorong penyelenggara inventarisasi GRK
nasional untuk fokus menggunakan metoda tier yang lebih tinggi pada kategori-kategorikunci
tertentu. Ketiga, hasil dari analisis kategori kunci dapat mendorong penyelenggara inventarisasi
GRK nasional untuk melaksanakan penjaminan dan pengendalian mutu (QA/QC) pada
kategori-kategori kunci tertentu terlebih dahulu. Hal ini dapat meningkatkan efektifitas dalam
kegiatan inventarisasi GRK.
Alur pendekatan umum dalam pelaksanaan analisis kategori kunci dijelaskan secara detail
pada Gambar L.3 2-1. Ada 2 pendekatan untuk melakukan analisis kategori kunci, yang
keduanya mengidentifikasi kategori kunci dalam hal kontribusi mereka terhadap tingkat absolut
emisi nasional dan serapan serta kecenderungan emisi dan serapan. Pendekatan I
mengindentifikasi kategori kunci menggunakan ambang emisi kumulatif yang ditentukan
sebelumnya. Kategori-kategori kunci adalah emisi/serapan dengan nilai kumulatif mencapai
95% terhadap tingkat total emisi. Pendekatan II menggunakan kompiler inventarisasi, jika
ketidakpastian kategori atau ketidakpastian parameter tersedia. Pada pendekatan II, kategori
kunci diurutkan berdasarkan kontribusinya terhadap ketidakpastian.
Proses ini dimulai dengan memeriksa kelengkapan data/informasi untuk melaksanakan analisis
kategori kunci. Jika hasil analisis ketidakpastian country specific untuk tiap kategori tersedia,
maka penyelenggara inventarisasi GRK dapat menggunakan analisis kuantitatif yang terdiri dari
metode penilaian tingkat (level assessment) dan penilaian tren (trend assessment) untuk
pendekatan I dan pendekatan II. Penjelasan mendalam mengenai dua jenis pendekatan
tersebut akan dijelaskan pada subbab berikutnya. Selain itu, analisis kualitatif juga dapat
digunakan pada tahapan ini. Sebaliknya, jika data inventarisasi GRK yang tersedia hanya data
lebih dari satu tahun, maka penentuan kategori kunci terbatas hanya menggunakan metode

Analisis Ketegori Kunci 67


penilaian tingkat, penilaian tren yang menggunakan pendekatan I serta kriteria kualitatif saja.
IPCC juga mengakomodasi penentuan kategori kunci untuk negara yang hanya memiliki data
inventarisasi GRK untuk periode satu tahun saja yaitu dengan menggunakan penilaian tingkat
(pendekatan I) dan kriteria kualitatif.
Jika data yang dibutuhkan untuk analisis kategori kunci tidak tersedia sama sekali, maka
penyelenggara inventarisasi GRK diperbolehkan untuk hanya menggunakan kriteria kualitatif.
Detail untuk tiap metode akan dijelaskan pada sub-bab berikutnya.

Gambar L.3 2-1. Decision tree untuk identifikasi kategori kunci

3. PENDEKATAN I UNTUK ANALISIS KATEGORI KUNCI

3.1 Penilaian Tingkat (Level Assessment) dengan Pendekatan I


Pendekatan I menilai pengaruh berbagai kategori sumber emisi dan serapan berdasarkan
tingkat (level) dan kecenderungan (trend) terhadap inventarisasi GRK nasional apabila data
inventarisasi GRK tersedia beberapa tahun. Jika data inventarisasi hanya 1 tahun tersedia,
maka hanya dilakukan penilaian tingkat (level assessment) emisi. Pendekatan I merupakan
pendekatan yang sederhana dan dapat dengan mudah dilakukan menggunakan analisis
spreadsheet.
Kontribusi setiap kategori sumber emisi atau serapan terhadap tingkat inventarisasi nasional
total berdasarkan penilaian tingkat (level assessment) dihitung menurut Persamaan L.3 3-1.

68 Analisis Kategori Kunci


Persamaan L.3 3-1. Metode penilaian tingkat (pendekatan I)

𝐾𝑒𝑦 𝑐𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑦 𝑙𝑒𝑣𝑒𝑙 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑠𝑠𝑚𝑒𝑛𝑡 = |𝑠𝑜𝑢𝑟𝑐𝑒 𝑜𝑟 𝑠𝑖𝑛𝑘 𝑐𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑦 𝑒𝑠𝑡𝑖𝑚𝑎𝑡𝑒|⁄𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑖𝑜𝑛


𝐿𝑥,𝑡 = |𝐸𝑥,𝑡 |/ ∑|𝐸𝑦,𝑡 |
𝑦
Dimana:
𝐿𝑥,𝑡 : penilaian tingkat sumber atau rosot ke-x pada tahun inventarisasi ke-t
|𝐸𝑥,𝑡 | : nilai absolut emisi atau serapan dari sumber atau rosot ke-x pada tahun ke-t
∑|𝐸𝑦,𝑡 | : total sumbangan, yaitu total dari nilai absolut emisi dan serapan pada tahun ke-t
𝑦
dihitung menurut tingkat agregat yang dipilih oleh negara tersebut. Karena emisi
dan serapan dalam bentuk nilai absolut maka nilai total bisa lebih besar dari
besar emisi bersih (emisi – serapan).

Kategori kunci berdasarkan

Analisis Ketegori Kunci 69


Persamaan L.3 3-1 dilakukan dengan menentukan kontribusi emisi absolut suatu kategori
terhadap emisi total sektor/nasional. Kemudian, persentase kontribusi emisi per kategori
diurutkan dari nilai terbesar hingga terkecil dan dijumlahkan hingga mendapatkan nilai kumulatif
sebesar 95%. Kategori sumber emisi yang masuk dalam batas 95% dapat diasumsikan sebagai
kategori kunci. Untuk memudahkan pemahaman terkait analisis kategori kunci, IPCC
menyediakan format spreadsheet untuk perhitungan pada Tabel L.3 3-1 berikut:
Tabel L.3 3-1. Spreadsheet untuk analisis pendekatan I – Metode penilaian tingkat

A B C D E F G
Kode Kategori Gas Rumah Estimasi Nilai Penilaian Total
kategori IPCC Kaca tahun estimasi Tingkat kumulatif
IPCC terakhir absolut 𝐿𝑥,𝑡 (kolom F)
𝐸𝑥,𝑡 dalam tahun
CO2eq terakhir
|𝐸𝑥,𝑡 |

Total ∑|𝐸𝑦,𝑡 | 1
𝑦

3.2 Pedoman dan Langkah Metode Penilaian Tingkat (Pendekatan I)


Instruksi:
Instruksi menjalankan KCA-penilaian tingkat
Implementasi prosedur Analisis
Langkah 1: Masukan semua kategori invetarisasi
Kategori Kunci/KCA merupakan GRK di spreadsheet Tabel L.3 3-1
bagian penting dari pada kolom A- D
pengembangan sistem IGRK di Langkah 2: Bagi nilai absolut emisi per kategori
Indonesia. Seperti dijelaskan dengan total dari nilai absolut emisi dan
dalam pedoman IPCC serapan pada tahun ke-t (kolom F)
(guidelines 2006), pelaksanaan Langkah 3: Urutkan estimasi kategori emisi
berdasarkan nilai penilaian tingkat (dari
KCA bertujuan untuk membantu terbesar hingga terkecil) pada kolom F
dalam mengindentifikasi Langkah 4: Jumlahkan nilai kumulatif kontribusi
sumber/rosot yang perlu sumber/sorot (nilai absolut besar ke
diprioritaskan dalam sistem kecil) hingga mendapatkan angka 95%
inventarisasi GRK. pada kolom G

Langkah 1: Masukkan semua kategori inventarisasi GRK sesuai dengan Tabel L.3 3-1
A B C D E F G
Kode Kategori IPCC Gas Estimasi Nilai Penilaian Total
kategori Rumah tahun estimasi Tingkat kumulatif
IPCC Kaca terakhir absolut (kolom F)
CO2eq tahun
terakhir
1A Kategori Emisi CO2 X X
2B Kategori CO2
-Y Y
Removal
3C Kategori Emisi CH4 Z Z
4A Kategori CO2
-A A
Removal
5B Kategori Emisi N2O B B
… Kategori lainnya … … ….
Total 1

70 Analisis Kategori Kunci


Langkah 2: Bagi nilai absolut emisi per kategori dengan total dari nilai absolut emisi dan
serapan pada tahun ke-t
A B C D E F G
Kode Kategori IPCC Gas Estimasi Nilai Penilaian Total
kategori Rumah tahun estimasi Tingkat kumulatif
IPCC Kaca terakhir absolut (kolom F)
CO2eq tahun
terakhir
1A Kategori Emisi CO2 X X 15%
2B Kategori Emisi CO2 -Y Y 40%
3C Kategori Emisi CH4 Z Z 5%
4A Kategori CO2 -A A 2%
Removal
5B Kategori Emisi N2O B B 25%
… Kategori lainnya … … ….
Total

Langkah 3: Urutkan estimasi kategori emisi berdasarkan nilai penilaian tingkat (dari nilai
terbesar hingga terkecil)
A B C D E F G
Kode Kategori IPCC Gas Estimasi Nilai Penilaian Total
kategori Rumah tahun estimasi Tingkat kumulatif
IPCC Kaca terakhir absolut (kolom F)
CO2eq tahun
terakhir
2B Kategori Emisi CO2 -Y Y 40%
5B Kategori Emisi N2O B B 25%
1A Kategori Emisi CO2 X X 15%
3C Kategori Emisi CH4 Z Z 5%
4A Kategori CO2 -A A 2%
Removal
… Kategori lainnya … … ….
Total

Analisis Ketegori Kunci 71


Langkah 4: Jumlahkan nilai kumulatif kontribusi sumber/sorot (nilai absolut besar ke kecil)
hingga mendapatkan angka 95% sehingga dapat ditemukan kategori kunci
A B C D E F G
Kode Kategori IPCC Gas Estimasi Nilai Penilaian Total
kategori Rumah tahun estimasi Tingkat kumulatif
IPCC Kaca terakhir absolut (kolom F)
CO2eq tahun
terakhir
2B Kategori Emisi CO2 -Y Y 40% 40%
5B Kategori Emisi N2O B B 25% 65%
1A Kategori Emisi CO2 X X 15% 90%
3C Kategori Emisi CH4 Z Z 5% 95%
4A Kategori CO2 -A A 2% 97%
Removal
… Kategori lainnya … … ….
Total

Metode penilaian tingkat/level assessment harus dilakukan pada tahun dasar dan tahun terakhir
inventarisasi. Jika nilai estimasi tahun dasar berubah atau dihitung ulang, analisis kategori kunci
harus diperbaharui. Kategori-kategori yang masuk di ambang batas 95% di tahun dasar dan
tahun terakhir inventarisasi dapat diklasifikasikan sebagai kategori kunci. Namun, interpretasi
dari hasil KCA seharusnya tetap menggunakan informasi dari tahun-tahun perhitungan lainnya.
Hal ini dikarenakan terdapat beberapa kategori memiliki nilai emisi yang fluktuatif setiap
tahunnya. Kemungkinan kategori tersebut telah teridentifikasi sebagai kategori kunci pada
tahun tertentu namun tidak untuk di tahun inventarisasi lainnya. Jika ada kategori yang memiliki
nilai kumulatif kontribusi berada diantara 95-97%, penyelenggara inventarisasi GRK disarankan
untuk membandingkan informasi tersebut dengan hasil perhitungan di tahun sebelumnya
ataupun menggunakan metode KCA lain seperti metode penilaian tren/trend assessment.

3.3 Penilaian Tren (Level Assessment)


Tujuan dari penilaian tren adalah untuk mengidentifikasi kategori-kategori kunci yang mungkin
tidak terlalu signifikan diidentifikasi menggunakan metode penilaian tingkat. Metode ini
digunakan berdasarkan tren emisi/serapan dari tahun dasar hingga tahun perhitungan
inventarisasi. Analisis kategori kunci menggunakan metode penilaian tren diformulasi
berdasarkan Persamaan L.3 3-2 (jika tersedia data inventarisasi GRK yang lebih dari periode
satu tahun).

Persamaan L.3 3-2. Metode penilaian tren (pendekatan I)

|𝐸𝑥,0 | (𝐸𝑥,𝑡 − 𝐸𝑥,0 ) (∑𝑦 𝐸𝑦,𝑡 − ∑𝑦 𝐸𝑦,0 )


𝑇𝑥,𝑡 = ∎ |[ ]− |
∑𝑦|𝐸𝑦,0 | ⌈𝐸𝑥,0 ⌉ |∑𝑦 𝐸𝑦,0 |
Dimana:
𝑇𝑥,𝑡 : penilaian tren untuk kategori sumber dan rosot ke-x tahun ke-t
dibanding tahun ke-0 (base year)
|𝐸𝑥,0 | : nilai absolut emisi atau serapan dari kategori sumber atau rosot ke-x
tahun ke-0
(𝐸𝑥,𝑡 & 𝐸𝑥,0 ) : nilai estimasi ril dari ketegori sumber atau rosot ke-x tahun ke-t dan
tahun ke-0
∑ 𝐸𝑦,𝑡 & ∑ 𝐸𝑦,0 : total dugaan inventarisasi tahun ke-t dan tahun ke-0
𝑦 𝑦

72 Analisis Kategori Kunci


Untuk kondisi dimana emisi tahun dasar untuk kategori bernilai sama dengan nol, Persamaan
L.3 3-2 kemudian di modifikasi untuk menghindari kesalahan perhitungan menjadi Persamaan
L.3 3-3.

Persamaan L.3 3-3. Modifikasi rumus analisis tren jika emisi pada tahun baseline sama dengan
nol

𝑇𝑥,𝑡 = |𝐸𝑥,𝑡 ⁄∑|𝐸𝑦,0 ||


𝑦

Metode penilaian tren digunakan untuk mengidentifikasi tren dari suatu kategori terhadap tren
total emisi serapan GRK. Kategori-kategori yang memiliki tren berbeda dengan tren total harus
diidentifikasi sebagai kategori kunci, dimana perbedaan ini berdasarkan pada kategori tingkat
emisi/serapan pada tahun dasar. Untuk memudahkan proses analisis tren, IPCC membuat
format spreadsheet untuk perhitungan pada Tabel L.3 3-2 berikut:

Tabel L.3 3-2. Spreadsheet untuk analisis pendekatan I – Metode analisis tren

A B C D E F G H
Kode Kategori Gas Estimasi Estimasi Analisis % Total
kategori IPCC Rumah tahun dasar tahun akhir tren Kontribusi Kumulatif
IPCC Kaca 𝐸𝑥,0 (CO2eq) 𝐸𝑥,𝑡 (CO2eq) 𝑇𝑥,𝑡 terhadap
tren

Total ∑|𝑇𝑦,𝑡 |
𝑦

3.4 Pedoman dan Langkah Metode Analisis Tren (Pendekatan I)


Instruksi:
Instruksi menjalankan KCA-analisis tren (I)
Implementasi prosedur KCA
Langkah 1: Masukan semua kategori invetarisasi GRK
merupakan bagian penting di spreadsheet Tabel L.3 3-3 kolom A - E
dari pengembangan sistem Langkah 2: Masukan nilai emisi dan serapan per
IGRK di Indonesia. Seperti kategori untuk tahun ke-0 dan tahun ke-t
dijelaskan dalam pedoman Langkah 3: Hitung nilai analisis tren dengan
IPCC (guidelines 2006), menggunakan Persamaan L.3 3-2 atau
pelaksanaan KCA bertujuan Persamaan L.3 3-3 Persamaan L.3 3-3.
untuk membantu untuk
mengindentifikasi kolom F
sumber/rosot yang perlu Langkah 4: Buatlah persentase kontribusi kategori
diprioritaskan dalam sistem terhadap total analisis tren kolom G
inventarisasi GRK. Langkah 5: Jumlahkan nilai kumulatif kontribusi
sumber/sorot (nilai absolut besar ke kecil)
hingga mendapatkan angka 95% kolom H

Analisis Ketegori Kunci 73


Tabel L.3 3-3. Penjelasan langkah 1 - langkah 4 untuk analisis tren (Pendekatan I)

A B C D E F G H
Kode Kategori Gas Estimasi Estimasi Analisis tren % Total
kategori IPCC Rumah tahun dasar tahun akhir 𝑇𝑥,𝑡 Kontribusi Kumulatif
IPCC Kaca 𝐸𝑥,0 (CO2eq) 𝐸𝑥,𝑡 (CO2eq) terhadap (Kolom G)
tren
1A Kategori CO2 80 90 0.088808974 27%
Emisi
2B Kategori CO2 50 99 0.07364847 22%
Emisi
3C Kategori CH4 110 190 0.078038718 23%
Emisi
4A Kategori CO2 71 80 0.078440321 23%
Emisi
5B Kategori N2O 20 35 0.015562107 5%
Emisi
Total 331 494

Langkah terakhir untuk menentukan kategori kunci adalah dengan mengurutkan persentase
kontribusi terhadap tren (kolom G) dari nilai terbesar hingga terkecil seperti yang ditunjukan
pada Tabel L.3 3-4. Berdasarkan contoh tersebut, terdapat 4 kategori kunci berada pada
kisaran total kumulatif 95% dari kontribusi tren kategori terhadap nilai totalnya.

Tabel L.3 3-4. Contoh penggunaan analisis tren (Pendekatan I) untuk penentuan kategori kunci

A B C D E F G H
Kode Kategori Gas Estimasi Estimasi Analisis tren % Total
kategori IPCC Rumah tahun dasar tahun akhir 𝑇𝑥,𝑡 Kontribusi Kumulatif
IPCC Kaca 𝐸𝑥,0 (CO2eq) 𝐸𝑥,𝑡 (CO2eq) terhadap (Kolom G)
tren
1A Kategori CO2 80 90 0.088808974 27% 27%
Emisi
3C Kategori CH4 110 190 0.078038718 23% 50%
Emisi
4A Kategori CO2 71 80 0.078440321 23% 73%
Removal
2B Kategori CO2 50 99 0.07364847 22% 95%
Emisi
5B Kategori N2O 20 35 0.015562107 5% 100%
Emisi
Total 331 494 0.33449859

Pada dasarnya, metode ini memperlakukan tren yang mengalami peningkatan ataupun
penurunan dalam kondisi yang sama. Namun, terdapat beberapa kemungkinan dimana suatu
negara tidak akan melakukan penelitian lebih lanjut untuk kategori sumber/rosot yang memiliki
tren menurun. Hal ini dikarenakan besarnya sumber daya/resources yang dibutuhkan untuk
melaksanakan aktivitas tersebut.
Tren penurunan kategori emisi terhadap total inventarisasi yang signifikan juga dapat menjadi
indikasi bahwa telah terjadi penurunan data aktivitas dan faktor emisi yang diakibatkan oleh
aksi mitigasi. Terlepas dari apapun metodologi yang digunakan untuk menentukan kategori
kunci, lembaga penyelenggara inventarisasi GRK harus menginformasikan mengenai metode

74 Analisis Kategori Kunci


yang digunakan untuk analisis kategori kunci serta penerapan pedoman QA/QC dalam kegiatan
ini.

4. PENDEKATAN II UNTUK ANALISIS KATEGORI KUNCI

4.1 Penilaian Tingkat (Level Assessment) dengan Pendekatan II


Penilaian tingkat emisi dengan menggunakan pendekatan II mengkombinasikan hasil analisis
ketidakpastian (uncertainty analysis) dengan hasil analisis penilaian tingkat pendekatan I.
Proses ini akan memberikan informasi lebih akurat dibandingkan dengan pendekatan I terkait
dengan penentuan kategori kunci. Formulasi metode untuk penilaian tingkat yang berbasis
pada pendekatan II adalah sebagai berikut:

Persamaan L.3 4-1. Metode penilaian tingkat (pendekatan II)

𝐿𝑈𝑥,𝑡 = (𝐿𝑥,𝑡 . 𝑈𝑥,𝑡 )⁄∑[(𝐿𝑥,𝑡 . 𝑈𝑦.,𝑡 )]


𝑦
Dimana:
𝐿𝑈𝑥,𝑡 : penilaian tingkat dengan ketidakpastian untuk kategori sumber dan rosot ke-x
pada inventarisasi tahun terakhir (tahun ke-t)
𝐿𝑥,𝑡 : penilaian tingkat dihitung pada

Persamaan L.3 3-1


𝑈𝑥,𝑡 : persentase ketidakpastian kategori ke-x pada tahun-t (dihitung berdasarkan
analisis ketidakpastian). Jika nilai ketidakpastian tersebut asimetris, maka
gunakanlah nilai ketidakpastian yang lebih besar. Ketidakpastian relatif akan
selalu memiliki nilai positif

4.2 Pedoman dan Langkah Metode untuk Penilaian Tingkat (Pendekatan II)

Instruksi menjalankan KCA-penilaian tingkat (II)


Langkah 1: Masukkan semua kategori inventarisasi GRK sesuai dengan Tabel L.3 3-1.
Lalu tambahkan kolom persentase ketidakpastian (Ux,t) dan Penilaian Tingkat
(Pendekatan II)
Langkah 2: Masukkan nilai hasil penilaian tingkat (Lx,t) pada kolom E dan masukan nilai
persentase ketidakpastian (Ux,t) yang didapatkan berdasarkan pedoman
analisis ketidakpastian
Langkah 3: Hitunglah nilai penilaian tingkat yang telah dikombinasikan dengan hasil
analisis ketidakpastian menggunakan Persamaan L.3 4-1 untuk setiap
kategori emisi/serapan
Langkah 4: Urutkan nilai (LUx,t) pada kolom G berdasarkan pada nilai terbesar hingga
terkecil. Kemudian, hitung total kumulatif (LUx,t) per kategori
Langkah 5: Sama seperti metode penilaian tingkat pendekatan I, kategori-kategori yang
memiliki nilai dibawah atau sama dengan 95% dapat diklasifikasikan sebagai
kategori kunci

Analisis Ketegori Kunci 75


Langkah 1: Masukkan semua kategori inventarisasi GRK sesuai dengan Tabel L.3 3-1.
Kemudian, tambahkan kolom persentase ketidakpastian (Ux,t) dan Penilaian Tingkat
(Pendekatan II)
A B C D E F G H
Kode Kategori Gas Nilai Penilaian Persentase Penilaian Total
kategori IPCC Rumah estimasi Tingkat Ketidakpastian Tingkat kumulatif
IPCC Kaca absolut 𝐿𝑥,𝑡 (%) (pendekatan (kolom G)
tahun 𝑈𝑥,𝑡 II)
terakhir 𝐿𝑈𝑥,𝑡
CO2eq
1A Kategori CO2 X
Emisi
2B Kategori CO2 Y
Emisi
3C Kategori CH4 Z
Emisi
4A Kategori CO2 A
Removal
5B Kategori N2O B
Emisi
… Kategori … ….
lainnya
Total

Langkah 2: Masukkan nilai hasil penilaian tingkat (Lx,t) pada kolom E dan masukan nilai
persentase ketidakpastian (Ux,t) pada kolom F yang didapatkan berdasarkan
pedoman analisis ketidakpastian
A B C D E F G H
Kode Kategori Gas Nilai Penilaian Persentase Penilaian Total
kategori IPCC Rumah estimasi Tingkat Ketidakpastian Tingkat kumulatif
IPCC Kaca absolut 𝐿𝑥,𝑡 (%) (pendekatan (kolom G)
tahun 𝑈𝑥,𝑡 II)
terakhir 𝐿𝑈𝑥,𝑡
CO2eq
1A Kategori CO2 X 15% 10%
Emisi
2B Kategori CO2 Y 40% 5%
Emisi
3C Kategori CH4 Z 5% 10%
Emisi
4A Kategori CO2 A 2% 15%
Removal
5B Kategori N2O B 25% 7%
Emisi
… Kategori … ….
lainnya
Total

76 Analisis Kategori Kunci


Langkah 3: Hitunglah nilai penilaian tingkat pada kolom G yang telah dikombinasikan dengan
hasil analisis ketidakpastian menggunakan Persamaan L.3 4-1 untuk setiap
kategori emisi/serapan
A B C D E F G H
Kode Kategori Gas Nilai Penilaian Persentase Penilaian Total
kategori IPCC Rumah estimasi Tingkat Ketidakpastian Tingkat kumulatif
IPCC Kaca absolut 𝐿𝑥,𝑡 (%) (pendekatan (kolom G)
tahun 𝑈𝑥,𝑡 II)
terakhir 𝐿𝑈𝑥,𝑡
CO2eq
1A Kategori CO2 X 15% 10% 24.79%
Emisi
2B Kategori CO2 Y 40% 14% 33.06%
Emisi
3C Kategori CH4 Z 5% 10% 8.26%
Emisi
4A Kategori CO2 A 2% 15% 4.96%
Removal
5B Kategori N2O B 25% 7% 28.93%
Emisi
… Kategori … ….
lainnya

Langkah 4: Urutkan nilai (LUx,t) pada kolom G berdasarkan pada nilai terbesar hingga terkecil.
Kemudian, hitung total kumulatif (LUx,t) per kategori
Langkah 5: Sama seperti metode penilaian tingkat pendekatan I, kategori-kategori yang
memiliki nilai dibawah atau sama dengan 95% dapat diklasifikasikan sebagai
kategori kunci
A B C D E F G H
Kode Kategori Gas Nilai Penilaian Persentase Penilaian Total
kategori IPCC Rumah estimasi Tingkat Ketidakpastian Tingkat kumulatif
IPCC Kaca absolut 𝐿𝑥,𝑡 (%) (pendekatan (kolom
tahun 𝑈𝑥,𝑡 II) G)
terakhir 𝐿𝑈𝑥,𝑡
CO2eq
2B Kategori CO2 Y 40% 14% 33.06% 33.06%
Emisi
5B Kategori N2O B 25% 7% 28.93% 61.98%
Emisi
1A Kategori CO2 X 15% 10% 24.79% 86.78%
Emisi
3C Kategori CH4 Z 5% 10% 8.26% 95.04%
Emisi
4A Kategori CO2 A 2% 15% 4.96% 100.00%
Removal
… Kategori … ….
lainnya
Total

Kategori-kategori emisi atau serapan yang teridentifikasi sebagai kategori kunci dengan
menggunakan metode penilaian tingkat (Pendekatan II) dan tidak teridentifikasi oleh

Analisis Ketegori Kunci 77


Pendekatan I, wajib untuk tetap diklasifikasikan sebagai kategori utama. Sebagai tambahan,
urutan kategori utama yang telah diidentifikasi oleh Pendekatan II dapat menjadi informasi
untuk perencanaan perbaikan sistem inventarisasi GRK nasional.

4.3 Penilaian Tren (Trend Assessment) dengan Pendekatan II


Penilaian tren dengan pendekatan II, Persamaan L.3 3-2 dapat dikembangkan dengan
menambahkan informasi dari hasil analisis ketidakpastian (uncertainty analysis). Formulasi
tersebut dideskripsikan pada persamaan berikut:
Persamaan L.3 4-2. Metode penilaian tren (pendekatan II)

𝑇𝑈𝑥,𝑡 = 𝑇𝑥,𝑡 ⋇ 𝑈𝑥,𝑡


Dimana:
𝐿𝑈𝑥,𝑡 : penilaian tren dengan ketidakpastian untuk kategori sumber dan rosot ke-x
tahun ke-t
𝑇𝑥,𝑡 : penilaian tren dihitung pada Persamaan L.3 3-2
𝑈𝑥,𝑡 : persentase ketidakpastian suatu kategori pada tahun-t (dihitung berdasarkan
analisis ketidakpastian). Ketidakpastian relatif akan selalu memiliki nilai positif

4.4 Pedoman dan Langkah untuk Metode Penilaian Tren (Pendekatan II)

Instruksi menjalankan KCA-penilaian tingkat (II)


Langkah 1: Masukkan semua kategori inventarisasi GRK sesuai dengan Tabel L.3
3-1. Lalu tambahkan kolom persentase ketidakpastian (Ux,t) dan hasil
analisis Penilaian Tren (Pendekatan II) TUx,t
Langkah 2: Masukkan nilai hasil analisis tren (TUx,t) pada kolom D (didapatkan dari
Persamaan L.3 3-3) dan masukan nilai persentase ketidakpastian (Ux,t)
yang didapatkan berdasarkan pedoman analisis ketidakpastian (kolom E)
Langkah 3: Hitunglah nilai analisis tren yang telah dikombinasikan dengan hasil
analisis ketidakpastian menggunakan Persamaan L.3 4-2 untuk setiap
kategori emisi/serapan
Langkah 4: Urutkan nilai (TUx,t) pada kolom G berdasarkan pada nilai terbesar hingga
terkecil. Kemudian, hitung total kumulatif (TUx,t) per kategori
Langkah 5: Sama seperti metode penilaian tingkat pendekatan I, kategori-kategori
yang memiliki nilai kumulatif dibawah atau sama dengan 95% dapat
diklasifikasikan sebagai kategori kunci

Tabel L.3 4-1. Penjelasan langkah 1 - langkah 4 untuk analisis tren (Pendekatan II)
A B C D E F G H
Kode Kategori Gas Analisis Persentase Analisis tren Kontribusi Total
kategori IPCC Rumah tren Ketidakpastian (pendekatan terhadap kumulatif
IPCC Kaca 𝑇𝑥,𝑡 (%) II) total (kolom G)
CO2eq 𝑈𝑥,𝑡 𝑇𝑈𝑥,𝑡 emisi (%)
1A Kategori CO2 0.089 14% 0.0124 34.95%
Emisi
2B Kategori CO2 0.074 7% 0.0052 14.49%
Emisi
3C Kategori CH4 0.078 10% 0.0078 21.94%
Emisi
4A Kategori CO2 0.078 10% 0.0078 22.05%
Removal

78 Analisis Kategori Kunci


5B Kategori N2O 0.016 15% 0.0023 6.56%
Emisi
Total 0.0356

Langkah kelima untuk menentukan kategori kunci adalah dengan mengurutkan hasil analisis
tren yang dikombinasikan dengan hasil analisis ketidakpastian (kolom E) dari nilai terbesar
hingga terkecil seperti yang ditunjukan pada Persamaan L.3 4-2.

Tabel L.3 4-2. Contoh penggunaan analisis tren (Pendekatan II) untuk penentuan kategori
kunci
A B C D E F G H
Kode Kategori Gas Analisis Persentase Analisis tren Kontribusi Total
kategori IPCC Rumah tren Ketidakpastian (pendekatan terhadap kumulatif
IPCC Kaca 𝑇𝑥,𝑡 (%) II) total emisi (kolom
CO2eq 𝑈𝑥,𝑡 𝑇𝑈𝑥,𝑡 (%) G)
1A Kategori CO2 0.089 14% 0.0124 35.10% 35.10%
Emisi
4A Kategori CO2 0.074 10% 0.0074 20.79% 55.88%
Removal
3C Kategori CH4 0.078 10% 0.0078 22.03% 77.91%
Emisi
2B Kategori CO2 0.078 7% 0.0055 15.50% 93.41%
Emisi
5B Kategori N2O 0.016 15% 0.0023 6.59% 100.00%
Emisi
Total 0.0354

Kategori-kategori emisi atau serapan yang teridentifikasi sebagai kategori kunci dengan
menggunakan metode analisis tren (Pendekatan II) dan tidak teridentifikasi oleh Pendekatan I,
wajib untuk tetap diklasifikasikan sebagai kategori kunci. Sebagai tambahan, urutan kategori
utama yang telah diidentifikasi oleh Pendekatan II dapat menjadi informasi untuk perencanaan
perbaikan sistem inventarisasi GRK nasional.

5. PENDEKATAN KUALITATIF
Pada beberapa kasus, hasil dari Analisis Kategori Kunci/KCA tidak dapat mengidentifikasi
semua kategori sumber/rosot yang harus diprioritaskan dalam sistem inventarisasi GRK. Jika
KCA secara kuantitatif tidak dapat dilakukan akibat dari minimnya data inventarisasi GRK, maka
penyelenggara inventarisasi GRK dapat menggunakan metode kriteria kualitatif untuk
identifikasi kategori kunci. Kriteria-kriteria kualitatif yang dijelaskan di bawah ini hanya dapat
digunakan untuk kondisi tertentu saja. Berikut merupakan contoh dari kriteria kualitatif
berdasarkan good practice IPCC GL:
Teknik mitigasi dan teknologi
Jika emisi dari suatu kategori emisi mengalami penurunan atau serapan mengalami
peningkatan yang diakibatkan oleh mekanisme mitigasi perubahan iklim, hal ini merupakan
salah satu contoh identifikasi kategori kunci dengan menggunakan kriteria kualitatif. Analisis ini
diharapkan dapat memberikan informasi yang tepat untuk mengetahui apakah suatu kategori
sumber emisi dapat diklasifikasikan sebagai “kategori kunci”.

Analisis Ketegori Kunci 79


Perkiraan tren peningkatan/penurunan nilai emisi dari suatu kategori
Koordinator sektor dan penanggung jawab IGRK nasional harus dapat mengidentifikasi kategori
sumber emisi yang memiliki kecenderungan untuk mengalami peningkatan ataupun penurunan
di masa yang akan datang. Untuk melaksanakan analisis ini, koordinator sektor and
penanggung jawab IGRK nasional dapat melibatkan tenaga ahli. Hasil analisis tersebut dapat
menjadi acuan untuk identifikasi kategori kunci.
Tidak ada penilaian kuantitatif dari analisis ketidakpastian yang dilakukan
Jika data kuantitatif estimasi emisi GRK serta hasil analisis ketidakpastian tidak dapat
digunakan/tersedia, koordinator sektor dan penanggung jawab IGRK disarankan untuk
melakukan identifikasi kategori sumber emisi yang diduga memiliki nilai ketidakpastian yang
cukup besar (expert judgment).
Kelengkapan
Metode atau pendekatan yang digunakan untuk analisis kategori utama sangat bergantung
pada kelengkapan inventarisasi GRK suatu negara. Analisis kategori utama masih
dimungkinkan untuk dilakukan hanya untuk kategori-kategori sumber emisi yang telah dilakukan
estimasi. Namun, hasil analisis ini tidak dapat menggambarkan secara komprehensif kategori-
kategori sumber emisi yang dapat dikategorikan sebagai “sumber emisi kunci/utama”.
Pada kasus ini, koordinator sektor dan penanggung jawab inventarisasi GRK nasional
disarankan untuk melakukan analisis kualitatif terhadap kategori sumber emisi potensial yang
belum diestimasi dengan menggunakan kriteria kualitatif yang telah dijelaskan sebelumnya.

6. PELAPORAN DAN DOKUMENTASI

Merupakan suatu contoh yang baik untuk melaksanakan dokumentasi terhadap hasil KCA di
dalam laporan inventarisasi GRK. Informasi dalam dokumen ini sangatlah penting untuk
menjelaskan pemilihan metode untuk tiap kategori. Sebagai tambahan, penanggung jawab
inventarisasi harus mencantumkan kriteria di mana setiap kategori diidentifikasi sebagai kunci
(misalnya tingkat, tren atau kualitatif) dan metode yang digunakan untuk KCA (misal:
pendekatan I atau pendekatan II). Tabel L.3 3-1 dan Tabel L.3 3-12 harus digunakan sebagai
dokumen dari kegiatan analisis kategori kunci. Tabel L.3 3-1 dapat digunakan sebagai
rangkuman dari hasil analisis kategori kunci. Notasi yang dapat digunakan: “L” untuk kategori
kunci yang menggunakan metode penilaian tingkat: “T” untuk kategori kunci yang
menggunakan metode penilaian tren; dan “Q” untuk kategori kunci yang menggunakan kriteria
kualitatif. Kolom komentar harus menjelaskan alasan penggunakan kriteria kualitatif dalam
identifikasi kategori kunci.
Tabel L.3 6-1. Rangkuman hasil analisis kategori utama
Metode kuantitatif yang digunakan: Pendekatan I atau Pendekatan II
A B C D E
Kode kategori Kategori IPCC Gas Rumah Identifikasi komentar
IPCC Kaca kriteria

80 Analisis Kategori Kunci


7. APLIKASI ANALISIS KATEGORI UTAMA

a. Contoh Perhitungan Analisis Kategori Kunci


Agar dapat lebih memahami metode-metode yang digunakan untuk melaksanakan analisis
kategori kunci, sub-bab ini akan membahas mengenai proses penentuan kategori kunci untuk
sektor energi:
Penilaian tingkat dengan Pendekatan I
1. Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan tabulasi informasi emisi/serapan untuk
tiap kategori IPCC per jenis gas dan kemudian menjumlahkan semua emisi dalam unit Gg
CO2eq (studi kasus mengambil data inventarisasi GRK Indonesia untuk sektor energi pada
tahun 2014)

Tabel L.3 7-1. Informasi inventarisasi GRK sektor Energi tahun 2014
2014
Code Categories CO2 CH4 N2O Total
GgCO2 GgCH4 GgCO2eq GgN2O GgCO2eq Gg CO2eq
Sectoral Approach
Energy Energy 1,309 27,483.85 18 5,456.63
544,394 577,334
1.A Fuel Combustion 532 11,167.55 18 5,445.07
538,204 554,816
1.A.1 Energy Industries 3 69.46 3 836.30
222,307 223,213
1.A.1.a Main activity 3 63.91 3 827.62
electricity and heat 207,780 208,671
production
1.A.1.b Petroleum refining 0 5.54 0 8.49
14,489 14,503
1.A.1.c Coal Processing 0 0.01 0 0.19
39 39
1.A.2 Manufacturing 22 463.30 3 985.17
Industries and 170,145 171,593
Construction
1.A.3 Transport 36 765.07 5 1,652.87
113,704 116,122
1.A.4 Other Sectors 469 9,844.85 6 1,948.70
23,408 35,201
1.A.4.a Commercial/Institutio 3 57.03 0 14.99
nal 2,826 2,899
1.A.4.b Residential 466 9,787.82 6 1,933.71
20,581 32,303
1.A.5 Other 1 24.86 0 22.02
8,640 8,687
1.B Fugitive emissions 777 16,316.30 0 11.56
6,190 22,518
1.B.1 Solid Fuels 106 2,221.38 - -
- 2,221
1.B.1.a Underground coal - -
mining -
1.B.1.b Surface coal mining 106 2,221.38 -
- 2,221
1.B.2 Oil and Natural Gas 671 14,094.92 0 11.56
6,190 20,296
1.B.2.a Oil 515 10,809.99 0 8.65
2,090 12,909
1.B.2.b Natural gas 156 3,284.93 0 2.90
4,100 7,388

Analisis Ketegori Kunci 81


2. Langkah berikutnya adalah memasukkan data total emisi (Gg CO2eq) dari semua kategori
ke format tabel analisis kategori utama (Tabel L.3 3-1)
A B C D E F G
Kode Kategori IPCC GHG 𝑬𝒙,𝒕 |𝑬𝒙,𝒕 | 𝑳𝒙,𝒕 Total
kategori (GgCO2eq) (GgCO2eq) kumulatif
IPCC (kolom F)
1.A.1.a Main activity electricity CO2 208,671 208,671
and heat production
1.A.1.b Petroleum refining CO2 14,503 14,503
1.A.1.c Coal Processing CO2 39 39
1.A.2 Manufacturing Industries CO2 171,593 171,593
and Construction
1.A.3 Transport CO2 116,122 116,122
1.A.4.a Commercial/Institutional CO2 2,899 2,899
1.A.4.b Residential CO2 32,303 32,303
1.A.5 Other CO2 8,687 8,687
1.B.1 (Fugitive emissions) CO2 2,221 2,221
Solid Fuels
1.B.2 (Fugitive emissions) Oil CO2 20,296 20,296
and Natural Gas
Total 577,334 577,334

3. Selanjutnya, mengrutkan estimasi kategori emisi berdasarkan nilai penilaian tingkat (dari
terbesar hingga terkecil)
A B C D E F G
Kode Kategori IPCC GHG 𝑬𝒙,𝒕 |𝑬𝒙,𝒕 | 𝑳𝒙,𝒕 Total
kategori (GgCO2eq) (GgCO2eq) kumulatif
IPCC (kolom
F)
1.A.1.a Main activity electricity and CO2 208,671 208,671 36%
heat production
1.A.2 Manufacturing Industries and CO2 171,593 171,593 30%
Construction
1.A.3 Transport CO2 116,122 116,122 20%
1.A.4.b Residential CO2 32,303 32,303 6%
1.B.2x (Fugitive emissions) Oil and CO2 20,296 20,296 4%
Natural Gas
1.A.1.b Petroleum refining CO2 14,503 14,503 3%
1.A.5 Other CO2 8,687 8,687 2%
1.A.4.a Commercial/Institutional CO2 2,899 2,899 1%
1.B.1 (Fugitive emissions) Solid CO2 2,221 2,221 0%
Fuels
1.A.1.c Coal Processing CO2 39 39 0%

Total 577,334 577,334

4. Langkah terakhir, menjumlahkan nilai kumulatif kontribusi sumber/sorot (nilai absolut besar
ke kecil) hingga mendapatkan angka 95%
A B C D E F G
Kode Kategori IPCC GHG 𝑬𝒙,𝒕 |𝑬𝒙,𝒕 | 𝑳𝒙,𝒕 Total
kategori (GgCO2eq) (GgCO2eq) kumulatif
IPCC (kolom
F)
1.A.1.a Main activity electricity CO2 208,671 208,671 36% 36%
and heat production
1.A.2 Manufacturing Industries CO2 171,593 171,593 30% 66%
and Construction

82 Analisis Kategori Kunci


1.A.3 Transport CO2 116,122 116,122 20% 86%
1.A.4.b Residential CO2 32,303 32,303 6% 92%
1.B.2 (Fugitive emissions) Oil CO2 20,296 20,296 4% 95%
and Natural Gas
1.A.1.b Petroleum refining CO2 14,503 14,503 3% 98%
1.A.5 Other CO2 8,687 8,687 2% 99%
1.A.4.a Commercial/Institutional CO2 2,899 2,899 1% 100%
1.B.1 (Fugitive emissions) CO2 2,221 2,221 0% 100%
Solid Fuels
1.A.1.c Coal Processing CO2 39 39 0% 100%

Total 577,334 577,334

Penilaian tren dengan Pendekatan I


1. Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan tabulasi informasi emisi untuk tiap
kategori IPCC per jenis gas lalu kemudian menjumlahkan semua emisi dalam unit Gg
CO2eq (studi kasus mengambil data inventarisasi GRK Indonesia untuk sektor energi pada
tahun 2010 sebagai base dan tahun 2014 sebagai tahun akhir)

Tabel L.3 7-2. Informasi inventarisasi GRK sektor Energi tahun 2010 dan 2014

2010 2014
Code Categories Total Total
CO2eq Gg CO2eq
Sectoral Approach

Energy Energy 452,986 577,334


1.A Fuel Combustion 429,979 554,816
1.A.1 Energy Industries 144,335 223,213
1.A.1.a Main activity electricity and heat 130,886 208,671
production
1.A.1.b Petroleum refining 13,449 14,503
1.A.1.c Coal Processing 192 39
1.A.2 Manufacturing Industries and 132,306 171,593
Construction
1.A.3 Transport 108,745 116,122
1.A.4 Other Sectors 44,593 35,201
1.A.4.a Commercial/Institutional 3,798 2,899
1.A.4.b Residential 28,299 32,303
1.A.5 Other 12,496 8,687
1.B Fugitive emissions 23,007 22,518
1.B.1 Solid Fuels 1,334 2,221
1.B.1.a Underground coal mining - -
1.B.1.b Surface coal mining 1,334 2,221
1.B.2 Oil and Natural Gas 21,673 20,296
1.B.2.a Oil 15,312 12,909
1.B.2.b Natural gas 6,361 7,388

Analisis Ketegori Kunci 83


2. Langkah II memasukan semua kategori invetarisasi GRK di spreadsheet
3. Tabel L.3 3-2 dan nilai emisi dan serapan per kategori untuk tahun ke-0 dan tahun ke-t
A B C D E F G H
Kode Kategori IPCC Gas Estimasi Estimasi Analisi % Total
kategor Ruma tahun tahun akhir s tren Kontribu Kumulati
i IPCC h dasar 𝐸𝑥,𝑡 (CO2eq 𝑇𝑥,𝑡 si f
Kaca 𝐸𝑥,0 (CO2eq ) terhadap
) tren
1.A.1.a Main activity electricity CO2 130,886 208,671
and heat production
1.A.1.b Petroleum refining CO2 13,449 14,503
1.A.1.c Coal Processing CO2 192 39
1.A.2 Manufacturing CO2 132,306 171,593
Industries and
Construction
1.A.3 Transport CO2 108,745 116,122
1.A.4.a Commercial/Institution CO2 3,798 2,899
al
1.A.4.b Residential CO2 28,299 32,303
1.A.5 Other CO2 12,496 8,687
1.B.1 (Fugitive emissions) CO2 1,334 2,221
Solid Fuels
1.B.2 (Fugitive emissions) CO2 21,673 20,296
Oil and Natural Gas
Total 453,178 577,334

4. Langkah selanjutnya menghitung nilai analisis tren Tx,t dengan menggunakan Persamaan
L.3 3-2 atau Persamaan L.3 3-3.
A B C D E F G H
Kode Kategori IPCC Gas Estimasi Estimasi Analisis % Total
kategori Rumah tahun dasar tahun akhir tren Kontribusi Kumulatif
IPCC Kaca 𝐸𝑥,0 (CO2eq) 𝐸𝑥,𝑡 (CO2eq) 𝑇𝑥,𝑡 terhadap
tren
1.A.1.a Main activity CO2 130,886 208,671 0.092517
electricity and heat
production
1.A.1.b Petroleum refining CO2 13,449 14,503 0.005804
1.A.1.c Coal Processing CO2 192 39 0.000453
1.A.2 Manufacturing CO2 132,306 171,593 0.006707
Industries and
Construction
1.A.3 Transport CO2 108,745 116,122 0.049463
1.A.4.a Commercial/Institut CO2 3,798 2,899 0.004279
ional
1.A.4.b Residential CO2 28,299 32,303 0.008273
1.A.5 Other CO2 12,496 8,687 0.015960
1.B.1 (Fugitive CO2 1,334 2,221 0.001149
emissions) Solid
Fuels
1.B.2 (Fugitive CO2 21,673 20,296 0.016140
emissions) Oil and
Natural Gas
Total 453,178 577,334 0.200750

5. Selanjutnya, menghitung persentase kontribusi kategori terhadap total analisis tren dan
diurutkan dari nilai terbesar ke terkecil
6. Langkah terakhir adalah menjumlahkan nilai kumulatif kontribusi sumber/sorot (nilai absolut
besar ke kecil) hingga mendapatkan angka 95%
84 Analisis Kategori Kunci
A B C D E F G H
Kode Kategori IPCC Gas Estimasi Estimasi Analisis % Total
kategori Rumah tahun dasar tahun akhir tren Kontribusi Kumulatif
IPCC Kaca 𝐸𝑥,0 (CO2eq) 𝐸𝑥,𝑡 (CO2eq 𝑇𝑥,𝑡 terhadap
) tren
1.A.1.a Main activity CO2 130,886 208,671 0.0925 46.1% 46.1%
electricity and heat
production
1.A.3 Transport CO2 108,745 116,122 0.0494 24.6% 70.7%
1.B.2 (Fugitive CO2 21,673 20,296 0.01614 8.0% 78.8%
emissions) Oil and
Natural Gas
1.A.5 Other CO2 12,496 8,687 0.01596 8.0% 86.7%
1.A.4.b Residential CO2 28,299 32,303 0.00827 4.1% 90.8%
1.A.2 Manufacturing CO2 132,306 171,593 0.00670 3.3% 94.2%
Industries and
Construction
1.A.1.b Petroleum refining CO2 13,449 14,503 0.00580 2.9% 97.1%
1.A.4.a Commercial/Instituti CO2 3,798 2,899 0.00427 2.1% 99.2%
onal
1.B.1 (Fugitive emissions) CO2 1,334 2,221 0.00114 0.6% 99.8%
Solid Fuels
1.A.1.c Coal Processing CO2 192 39 0.00045 0.2% 100.0%
Total 453,178 577,334 0.20075

b. Penerapan Analisis Kategori Utama di Sistem IGRK Indonesia


Analisis Kategori Kunci untuk pelaporan inventarisasi GRK Indonesia tahun 2017 yang tertuang
dalam Indonesia Third National Communication (TNC) menerapkan pendekatan I. Metode yang
digunakan untuk menentukan ketegori kunci dalam laporan ini adalah analisis tren untuk tahun
inventarisasi terakhir yaitu tahun 2015. Hasil dari analisis tren untuk menentukan kategori kunci
terlampir pada Tabel L.3 7-3 dan

Analisis Ketegori Kunci 85


Tabel L.3 7-4. Perbedaan dari kedua tabel ini bertujuan untuk membandingkan kategori kunci
yang memasukkan informasi LULUCF dan non-LULUCF. Sementara rangkuman KCA untuk
Inventarisasi GRK pada TNC dapat dilihat pada

86 Analisis Kategori Kunci


Tabel L.3 7-5.
Tabel L.3 7-3. Contoh penerapan metode penilaian tingkat (pendekatan I) untuk Third National
Communication (TNC) Indonesia – dengan memasukkan kategori LULUCF
A B C D E F G
Kode Kategori IPCC GHG 𝑬𝒙,𝒕 |𝑬𝒙,𝒕 | 𝑳𝒙,𝒕 Total
kategori (GgCO2eq) (GgCO2eq) kumulatif
IPCC (kolom F)

3D Peat Decomposition CO2 341,735 341,735 20.5% 20.5%


1 A1 Energy Industries CO2 222,307 222,307 13.3% 33.8%
1 A2 Manufacturing Industries and CO2 170,145 170,145 10.2% 44.0%
Construction
3B2b Non-Cropland to Cropland CO2 141,481 141,481 8.5% 52.5%
1 A3 Transportation CO2 138,397 138,397 8.3% 60.7%
3B6b Non-Otherland to Otherland CO2 134,546 134,546 8.1% 68.8%
3B1a Forest remaining Forest CO2 127,701 127,701 7.7% 76.5%
4 D2 Industrial Wastewater CH4 45,608 45,608 2.7% 79.2%
Treatment and Discharge
3 C7 Rice Cultivation CH4 35,994 35,994 2.2% 81.3%
3B2a Cropland remaining CO2 33,729 33,729 2.0% 83.4%
Cropland
4 A2 a Unmanaged Waste Disposal CH4 33,123 33,123 2.0% 85.4%
Sites
3 C4 Direct Soils N2O 32,575 32,575 2.0% 87.3%
2 A1 Cement Production CO2 24,192 24,192 1.4% 88.8%
1 A4 b Residential CO2 20,581 20,581 1.2% 90.0%
3B3b Non-Grassland to Grassland CO2 17,118 17,118 1.0% 91.0%
3A1 Enteric Fermentation CH4 16,084 16,084 1.0% 92.0%
1 B2 Oil and Natural Gas CH4 14,095 14,095 0.8% 92.8%
4 D1 Domestic Wastewater CH4 14,066 14,066 0.8% 93.7%
Treatment and Discharge
3B5b Non-Settlement to settlement CO2 10,257 10,257 0.6% 94.3%
1 A4 b Residential CH4 9,788 9,788 0.6% 94.9%
1 A5 Non-Specified CO2 8,640 8,640 0.5% 95.4%
3 C5 Indirect Soils N2O 8,520 8,520 0.5% 95.9%
2 B1 Ammonia Production CO2 7,947 7,947 0.5% 96.4%
3 C6a Direct from manure N2O 7,625 7,625 0.5% 96.8%
1 B2 Iron and Steel Production CO2 6,256 6,256 0.4% 97.2%
3 C3 Oil and Natural Gas CO2 6,190 6,190 0.4% 97.6%
3B1b Urea Fertilization CO2 4,836 4,836 0.3% 97.9%
2 C1 Non-Forest to Forest CO2 3,675 3,675 0.2% 98.1%
1 A4 a Commercial/Institutional CO2 2,826 2,826 0.2% 98.2%
4 D1 Domestic Wastewater N2O 2,659 2,659 0.2% 98.4%
Treatment and Discharge
2 D2 Paraffin Wax Use CO2 2,284 2,284 0.1% 98.5%
1 B1 Solid Fuels CH4 2,221 2,221 0.1% 98.7%
1 A3 Transportation N2O 2,056 2,056 0.1% 98.8%
3A2 Manure Management CH4 2,031 2,031 0.1% 98.9%
2 B8 Petrochemical and Carbon CO2 1,946 1,946 0.1% 99.0%
Black Production
1 A4 b Residential N2O 1,934 1,934 0.1% 99.2%
3 C2 Liming CO2 1,920 1,920 0.1% 99.3%
4 C2 Open Burning Waste CO2 1,748 1,748 0.1% 99.4%
3 C1b Biomass Burning CL CH4 1,204 1,204 0.1% 99.4%
3C6b Indirect from manure N2O 1,202 1,202 0.1% 99.5%
4 C2 Open Burning Waste CH4 1,111 1,111 0.1% 99.6%
1 A2 Manufacturing Industries and N2O 985 985 0.1% 99.6%

Analisis Ketegori Kunci 87


Construction
1 A1 Energy Industries N2O 836 836 0.1% 99.7%
1 A3 Transportation CH4 792 792 0.0% 99.7%
3 C1c Biomass Burning GL CH4 716 716 0.0% 99.8%
4B Nitric Acid Production N2O 524 524 0.0% 99.8%
4B Manufacturing Industries and CH4 463 463 0.0% 99.8%
Construction
2 B2 Biomass Burning CL N2O 461 461 0.0% 99.9%
1 A2 Aluminium Production CO2 320 320 0.0% 99.9%
3 C1b Biomass Burning GL N2O 274 274 0.0% 99.9%
2 C3 Other Process Uses of CO2 221 221 0.0% 99.9%
Carbonates
3 C1c Lubricant Use CO2 206 206 0.0% 99.9%
2 A4 Open Burning Waste N2O 201 201 0.0% 99.9%
2 D1 Biological Treatment of Solid N2O 199 199 0.0% 100.0%
Waste
4 C2 Lime Production CO2 153 153 0.0% 100.0%
2 A2 Lead Production CO2 113 113 0.0% 100.0%
2 C5 Others - natrium carbonate in CO2 99 99 0.0% 100.0%
pulp paper industry
2 H1 Energy Industries CH4 69 69 0.0% 100.0%
1 A1 Petrochemical and Carbon CH4 67 67 0.0% 100.0%
Black Production
2 B8 Commercial/Institutional CH4 57 57 0.0% 100.0%
1 A4 a Glass Production CO2 31 31 0.0% 100.0%
2 A3 Carbide Production CO2 29 29 0.0% 100.0%
2 B5 Non-Specified CH4 25 25 0.0% 100.0%
1 A5 Non-Specified N2O 22 22 0.0% 100.0%
1 A5 Commercial/Institutional N2O 15 15 0.0% 100.0%
1 A4 a Oil and Natural Gas N2O 12 12 0.0% 100.0%
1 B2 Zinc Production CO2 10 10 0.0% 100.0%
2 C6 Biological Treatment of Solid CH4 5 5 0.0% 100.0%
Waste
2 H2 Others - natrium carbonate in CO2 5 5 0.0% 100.0%
food & beverages industry
2 B4 Iron and Steel Production CH4 0 - 0.0% 100.0%
2 B5 Caprolactam, Glyoxal and CH4 - 0.0% 100.0%
Glyoxylic Acid
2 C1 Carbide Production CH4 - 0.0% 100.0%
2 C2 Ferroalloys Production CO2 - 0.0% 100.0%
2 B4 Caprolactam, Glyoxal and N2O - 0.0% 100.0%
Glyoxylic Acid
3B3a Grassland remaining CO2 - 0.0% 100.0%
Grassland
3B4a Wetland remaining Wetland CO2 - 0.0% 100.0%
3B4b Non-Wetland to Wetland CO2 - 0.0% 100.0%
3B5a Settlement remaining CO2 - 0.0% 100.0%
Settlement
3B6a Otherland remaining CO2 - 0.0% 100.0%
Otherland

88 Analisis Kategori Kunci


Tabel L.3 7-4. Contoh penerapan metode penilaian tingkat (pendekatan I) untuk Third National
Communication (TNC) Indonesia – tidak memasukkan kategori LULUCF

A B C D E F G
Kode Kategori IPCC GHG 𝑬𝒙,𝒕 |𝑬𝒙,𝒕 | 𝑳𝒙,𝒕 Total
kategori (GgCO2eq) (GgCO2eq) kumulatif
IPCC (kolom F)
1 A1 Energy Industries CO2 222,307 222,307 25.9% 26%
1 A2 Manufacturing Industries and CO2 170,145 170,145 19.8% 46%
Construction
1 A3 Transportation CO2 138,397 138,397 16.1% 62%
4 D2 Industrial Wastewater CH4 45,608 45,608 5.3% 67%
Treatment and Discharge
3 C7 Rice Cultivation CH4 35,994 35,994 4.2% 71%
4A 2a Unmanaged Waste Disposal CH4 33,123 33,123 3.9% 75%
Sites
3 C4 Direct N2O Soils N2O 32,575 32,575 3.8% 79%
2 A1 Cement Production CO2 24,192 24,192 2.8% 82%
1 A4 b Residential CO2 20,581 20,581 2.4% 84%
3A1 Enteric Fermentation CH4 16,084 16,084 1.9% 86%
1 B2 Oil and Natural Gas CH4 14,095 14,095 1.6% 88%
4 D1 Domestic Wastewater CH4 14,066 14,066 1.6% 89%
Treatment and Discharge
1 A4 b Residential CH4 9,788 9,788 1.1% 90%
1 A5 Non-Specified CO2 8,640 8,640 1.0% 91%
3 C5 Indirect N2O Soils N2O 8,520 8,520 1.0% 92%
2 B1 Ammonia Production CO2 7,947 7,947 0.9% 93%
3 C6a Direct N2O from manure N2O 7,625 7,625 0.9% 94%
1 B2 Iron and Steel Production CO2 6,256 6,256 0.7% 95%
3 C3 Oil and Natural Gas CO2 6,190 6,190 0.7% 96%
2 C1 Urea Fertilization CO2 4,836 4,836 0.6% 96%
1 A4 a Commercial/Institutional CO2 2,826 2,826 0.3% 97%
4 D1 Domestic Wastewater N2O 2,659 2,659 0.3% 97%
Treatment and Discharge
2 D2 Paraffin Wax Use CO2 2,284 2,284 0.3% 97%
1 B1 Solid Fuels CH4 2,221 2,221 0.3% 97%
3A2 Transportation N2O 2,056 2,056 0.2% 98%
2 B8 Manure Management CH4 2,031 2,031 0.2% 98%
1 A4 b Petrochemical and Carbon CO2 1,946 1,946 0.2% 98%
Black Production
3 C2 Residential N2O 1,934 1,934 0.2% 98%
4 C2 Liming CO2 1,920 1,920 0.2% 99%
1 A3 Open Burning Waste CO2 1,748 1,748 0.2% 99%
3 C1b Biomass Burning CL CH4 1,204 1,204 0.1% 99%
3C6b Indirect N2O from manure N2O 1,202 1,202 0.1% 99%
4 C2 Open Burning Waste CH4 1,111 1,111 0.1% 99%
1 A2 Manufacturing Industries and N2O 985 985 0.1% 99%
Construction
1 A1 Energy Industries N2O 836 836 0.1% 99%
1 A3 Transportation CH4 792 792 0.1% 99%
3 C1c Biomass Burning GL CH4 716 716 0.1% 100%
4B Nitric Acid Production N2O 524 524 0.1% 100%
4B Manufacturing Industries and CH4 463 463 0.1% 100%
Construction
2 B2 Biomass Burning CL N2O 461 461 0.1% 100%
1 A2 Aluminium Production CO2 320 320 0.0% 100%
3 C1b Biomass Burning GL N2O 274 274 0.0% 100%
2 C3 Other Process Uses of CO2 221 221 0.0% 100%

Analisis Ketegori Kunci 89


Carbonates
3 C1c Lubricant Use CO2 206 206 0.0% 100%
2 A4 Open Burning Waste N2O 201 201 0.0% 100%
2 D1 Biological Treatment of Solid N2O 199 199 0.0% 100%
Waste
4 C2 Lime Production CO2 153 153 0.0% 100%
2 A2 Lead Production CO2 113 113 0.0% 100%
2 C5 Others - natrium carbonate in CO2 99 99 0.0% 100%
pulp & paper industry
2 H1 Energy Industries CH4 69 69 0.0% 100%
1 A1 Petrochemical and Carbon CH4 67 67 0.0% 100%
Black Production
2 B8 Commercial/Institutional CH4 57 57 0.0% 100%
1 A4 a Glass Production CO2 31 31 0.0% 100%
2 A3 Carbide Production CO2 29 29 0.0% 100%
2 B5 Non-Specified CH4 25 25 0.0% 100%
1 A5 Non-Specified N2O 22 22 0.0% 100%
1 A5 Commercial/Institutional N2O 15 15 0.0% 100%
1 A4 a Oil and Natural Gas N2O 12 12 0.0% 100%
1 B2 Zinc Production CO2 10 10 0.0% 100%
2 C6 Biological Treatment of Solid CH4 5 5 0.0% 100%
Waste
2 H2 Others - natrium carbonate in CO2 5 5 0.0% 100%
food & beverages industry
2 B4 Iron and Steel Production CH4 0 - 0.0% 100%
2 B5 Caprolactam, Glyoxal and CH4 - 0.0% 100%
Glyoxylic Acid
2 C1 Carbide Production CH4 - 0.0% 100%
2 C2 Ferroalloys Production CO2 - 0.0% 100%
2 B4 Caprolactam, Glyoxal and N2O - 0.0% 100%
Glyoxylic Acid
1 A1 Energy Industries CO2 222,307 222,307 25.9% 26%
1 A2 Manufacturing Industries and CO2 170,145 170,145 19.8% 46%
Construction
1 A3 Transportation CO2 138,397 138,397 16.1% 62%
4 D2 Industrial Wastewater CH4 45,608 45,608 5.3% 67%
Treatment and Discharge
3 C7 Rice Cultivation CH4 35,994 35,994 4.2% 71%
4A 2a Unmanaged Waste Disposal CH4 33,123 33,123 3.9% 75%
Sites
3 C4 Direct N2O Soils N2O 32,575 32,575 3.8% 79%
2 A1 Cement Production CO2 24,192 24,192 2.8% 82%
1 A4 b Residential CO2 20,581 20,581 2.4% 84%
3A1 Enteric Fermentation CH4 16,084 16,084 1.9% 86%
1 B2 Oil and Natural Gas CH4 14,095 14,095 1.6% 88%
4 D1 Domestic Wastewater CH4 14,066 14,066 1.6% 89%
Treatment and Discharge
1 A4 b Residential CH4 9,788 9,788 1.1% 90%

90 Analisis Kategori Kunci


Tabel L.3 7-5. Rangkuman KCA untuk laporan Third National Communication (2007)
Metode kuantitatif yang digunakan: Pendekatan I
A B C D E
Kode Kategori IPCC GHG Identifikasi Komentar
kategori kriteria
IPCC
3D Peat Decomposition CO2 L1
1 A1 Energy Industries CO2 L1
1 A2 Manufacturing Industries and Construction CO2 L1
3B2b Non-Cropland to Cropland CO2 L1
1 A3 Transportation CO2 L1
3B6b Non-Otherland to Otherland CO2 L1
3B1a Forest remaining Forest CO2 L1
4 D2 Industrial Wastewater Treatment and CH4 L1
Discharge
3 C7 Rice Cultivation CH4 L1
3B2a Cropland remaining Cropland CO2 L1
4 A2 a Unmanaged Waste Disposal Sites CH4 L1
3 C4 Direct Soils N2O L1
2 A1 Cement Production CO2 L1
1 A4 b Residential CO2 L1
3B3b Non-Grassland to Grassland CO2 L1
3A1 Enteric Fermentation CH4 L1
1 B2 Oil and Natural Gas CH4 L1
4 D1 Domestic Wastewater Treatment and CH4 L1
Discharge
3B5b Non-Settlement to settlement CO2 L1
1 A4 b Residential CH4 L1
1 A5 Non-Specified CO2 L1
3 C5 Indirect Soils N2O L1
2 B1 Ammonia Production CO2 L1
3 C6a Direct from manure N2O L1
1 B2 Iron and Steel Production CO2 L1
3 C3 Oil and Natural Gas CO2 L1
3B1b Urea Fertilization CO2 L1
2 C1 Non-Forest to Forest CO2 L1
1 A4 a Commercial/Institutional CO2 L1
4 D1 Domestic Wastewater Treatment and N2O L1
Discharge
2 D2 Paraffin Wax Use CO2 L1
1 B1 Solid Fuels CH4 L1
1 A3 Transportation N2O L1
3A2 Manure Management CH4 L1
2 B8 Petrochemical and Carbon Black Production CO2 L1
1 A4 b Residential N2O L1
3 C2 Liming CO2 L1
4 C2 Open Burning Waste CO2 L1
3 C1b Biomass Burning CL CH4 L1
3C6b Indirect from manure N2O L1
4 C2 Open Burning Waste CH4 L1
1 A2 Manufacturing Industries and Construction N2O L1
1 A1 Energy Industries N2O L1
1 A3 Transportation CH4 L1
3 C1c Biomass Burning GL CH4 L1
4B Nitric Acid Production N2O L1
4B Manufacturing Industries and Construction CH4 L1
2 B2 Biomass Burning CL N2O L1

Analisis Ketegori Kunci 91


1 A2 Aluminium Production CO2 L1
3 C1b Biomass Burning GL N2O L1
2 C3 Other Process Uses of Carbonates CO2 L1
3 C1c Lubricant Use CO2 L1
2 A4 Open Burning Waste N2O L1
2 D1 Biological Treatment of Solid Waste N2O L1
4 C2 Lime Production CO2 L1
2 A2 Lead Production CO2 L1
2 C5 Others - natrium carbonate in pulp&paper CO2 L1
industry
2 H1 Energy Industries CH4 L1
1 A1 Petrochemical and Carbon Black Production CH4 L1
2 B8 Commercial/Institutional CH4 L1
1 A4 a Glass Production CO2 L1
2 A3 Carbide Production CO2 L1
2 B5 Non-Specified CH4 L1
1 A5 Non-Specified N2O L1
1 A5 Commercial/Institutional N2O L1
1 A4 a Oil and Natural Gas N2O L1
1 B2 Zinc Production CO2 L1
2 C6 Biological Treatment of Solid Waste CH4 L1
2 H2 Others - natrium carbonate in food & CO2 L1
beverages industry
2 B4 Iron and Steel Production CH4 L1
2 B5 Caprolactam, Glyoxal and Glyoxylic Acid CH4 L1
2 C1 Carbide Production CH4 L1
2 C2 Ferroalloys Production CO2 L1
2 B4 Caprolactam, Glyoxal and Glyoxylic Acid N2O L1
3B3a Grassland remaining Grassland CO2 L1
3B4a Wetland remaining Wetland CO2 L1
3B4b Non-Wetland to Wetland CO2 L1
3B5a Settlement remaining Settlement CO2 L1
3B6a Otherland remaining Otherland CO2 L1

92 Analisis Kategori Kunci


LAMPIRAN 4. CHECKING TOOL UNTUK AKTIFITAS PENJAMINAN MUTU

LAMPIRAN 4.
CHECKING TOOL UNTUK
AKTIFITAS PENJAMINAN MUTU

Checking Tool 93
1. PENDAHULUAN

Dalam pelaksanaan proses penjaminan mutu atau Quality Assurance, penyelenggara


inventarisasi GRK dapat menggunakan beberapa metode ataupun tools. Salah satu tools
tersebut adalah IPCC emission difference. Tools ini merupakan salah satu best practice dalam
sistem inventarisasi GRK Belanda yang bertujuan untuk mengevaluasi perubahan nilai estimasi
emisi dalam dua periode inventarisasi GRK. Jika terjadi perubahan yang cukup signifikan
terhadap suatu kategori maka penyelenggara inventarisasi GRK akan melakukan konfirmasi
lebih lanjut kepada penanggung jawab di instansi ataupun lembaga terkait. IPCC emission
difference checking tools yang merupakan bentuk dukungan Pemerintah Belanda untuk
peningkatan sistem inventarisasi GRK akan disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia.
Dalam pedoman penggunaan checking tools untuk aktifitas penjaminan mutu atau QA ini, akan
dijelaskan secara mendalam mengenai langkah-langkah melakukan analisis perbedaan nilai
emisi untuk dua tahun inventarisasi dengan menggunakan checking tools. Diharapkan
pedoman serta checking tools ini dapat membantu penyelenggara inventarisasi GRK dalam
melaksanakan kegiatan QA sehingga menghasilkan kualitas inventarisasi GRK yang memenuhi
prinsip transparansi (Transparency), akurasi (Accuracy), konsistensi (Consistency), komparabel
atau dapat diperbandingkan (Comparability), dan kelengkapan (Completeness).

2. PRINSIP DASAR IPCC EMISSION DIFFERENCE TOOLS


Pada dasarnya perhitungan emisi/serapan GRK untuk setiap kategori emisi didapatkan dari
perkalian antara Data Aktifitas (DA) dan Faktor Emisi (FE). Data aktifitas merupakan data
pembangunan ataupun aktifitas manusia (anthropogenic) yang dapat menghasilkan
emisi/serapan GRK sedangkan Faktor Emisi menunjukan besarnya emisi/serapan per satuan
unit kegiatan yang dilakukan. Terdapat banyak jenis Gas Rumah Kaca (GRK) yang berada di
atmosfer dan berpotensi menyebabkan terjadinya perubahan iklim global. Dari berbagai macam
jenis gas tersebut, GRK yang menjadi prioritas untuk dilakukan inventarisasi adalah CO 2, CH4
dan N2O.
Berdasarkan IPCC 2006, sumber emisi/serapan yang masuk dalam inventarisasi GRK terdiri
dari 4 sektor utama yaitu sektor (i) energi, (ii) proses industri dan penggunaan produk, (iii)
pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya, dan (iv) limbah. Semua kategori
emisi/serapan untuk semua sektor tersebut harus dimasukkan dalam penyusunan hasil
inventarisasi GRK dan jenis GRK utamanya CO2, CH4, N2O, HFCs, PFCs, dan SF6. Hasil
estimasi emisi/serapan untuk tiap kategori dan jenis GRK kemudian akan disusun di dalam
laporan inventarisasi GRK nasional. Secara umum, penyusunan inventarisasi GRK dilakukan
secara berkala pada periode tertentu dan melibatkan semua instansi ataupun lembaga terkait.
Setiap periodenya, selalu ada upaya perbaikan yang dilakukan secara konsisten dan sejalan
dengan semakin berkembangnya ketersediaan serta kualitas data. Proses penyelenggaraan
inventarisasi GRK dalam satu siklus umumnya diselesaikan dalam periode satu tahun.
Penjelasan secara mendalam terkait tahapan pelaksanaan inventarisasi GRK tercantum pada
dokumen Pedoman QA/QC.
Salah satu tahapan yang menjadi fokus dari penyusunan inventarisasi GRK adalah
pemeriksaan inventarisasi GRK melalui mekanisme penjaminan mutu (QA). Penyelenggara
inventarisasi GRK, terutama untuk tingkat nasional akan melakukan pengecekan ulang
terhadap hasil inventarisasi GRK yang dilakukan oleh sektor ataupun daerah sebagai bagian
dari proses QA. Dalam pelaksanaan tahapan ini, penanggung jawab inventarisasi GRK
nasional memerlukan suatu checking tools yang dapat mengevaluasi hasil estimasi
emisi/serapan dari kategori sumber/rosot dari tiap sektor ataupun daerah. Salah satu checking

94 Checking Tool
tools yang dapat diimplementasikan di sistem inventarisasi GRK Indonesia adalah IPCC
emission difference tools.
Tools ini merupakan salah satu best practice yang telah diterapkan di sistem inventarisasi GRK
Belanda untuk mengidentifikasi kesalahan dan/atau penjelasan terkait kategori-kategori sumber
emisi yang mengalami perubahan secara signifikan jika dibandingkan dengan siklus
inventarisasi tahun sebelumnya. Di dalam sistem inventarisasi GRK Belanda, checking tools ini
akan dipersiapkan oleh national inventory compiler di setiap siklus tahun inventarisasi GRK
(sebelum dimasukkan ke dalam database nasional).
Tools ini diaplikasikan dalam format spreadsheet (SS) dan dapat didistribusikan kepada
lembaga ataupun instansi lainnya. National inventory compiler di Belanda akan mengunduh
data inventarisasi GRK tahun sebelumnya dari database ke dalam SS dan dibandingkan
dengan nilai estimasi emisi/serapan dari siklus inventarisasi GRK saat ini. Prinsip dari tools ini

Signifikan:
Definisi dari “signifikan” dapat diatur berdasarkan kebutuhan dari suatu negara. Jika melihat
best practice inventarisasi GRK di Belanda, mereka menggunakan ambang batas 5% untuk
tingkatan emisi sektor. Jika perubahan emisi dari suatu kategori sumber emisi memiliki
kontribusi lebih dari 5% total emisi sektor daripada perubahan nilai faktor emisi dan atau data
aktifitas, maka sector specialist memiliki kewajiban untuk memberikan penjelasan/justifikasi
Kriteria kedua untuk definisi signifikan adalah ambang batas 0,5% untuk total emisi nasional.
Jika perubahan emisi dari suatu kategori sumber emisi memiliki kontribusi lebih dari 0.5%
total emisi nasional (untuk jenis GRK spesifik) daripada perubahan nilai faktor emisi dan atau
data aktifitas, maka sector specialist memiliki kewajiban untuk memberikan
penjelasan/justifikasi
sendiri adalah mengidentifikasi sumber emisi/serapan yang dikombinasikan dengan beberapa
jenis GRK yang berbeda, dimana perubahan emisi/serapan terjadi antara tahun inventarisasi
GRK sebelumnya (former inventory year) dan tahun inventarisasi GRK yang baru (new
inventory year). Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara emisi di tahun ke-(t) dan (t-1)
pada kategori-kategori tertentu, maka penanggung jawab sektor terkait harus memberikan
penjelasan/justifikasi. SS yang berisi penjelasan dari sektor terkait merupakan basis pelaporan
tren emisi di laporan inventarisasi GRK Belanda. Alur penggunaan tools IPCC emission
difference di sistem inventarisasi GRK Belanda dijelaskan pada Gambar L.4 2-1.

Checking Tool 95
Gambar L.4 2-1. Alur IPCC emission difference tools di sistem inventarisasi GRK Belanda

Berdasarkan penjelasan sebelumnya terkait dengan penggunaan tools IPCC emission


difference di sistem inventarisasi GRK Belanda, tools ini dimungkinkan untuk diterapkan di
Indonesia dalam rangka proses penjaminan mutu terhadap hasil inventarisasi GRK yang
dilakukan oleh penyelenggara inventarisasi GRK nasional (lembaga penanggung jawab
inventarisasi GRK nasional, koordinator sektor dan penanggung jawab sub-sektor). Namun,
perlu dilakukan modifikasi terhadap data input yang akan dimasukkan kedalam SS IPCC
emission difference tools. Hal dikarenakan terdapat beberapa perbedaan dari sistem
kelembagaan, proses pelaporan dan QA/QC antara Indonesia dan Belanda.

Modifikasi yang dilakukan adalah dengan menambahan beberapa kolom baru di dalam SS
IPCC emission difference tools yaitu kolom koordinator sektor dan penanggung jawab sub-
sektor. Selain itu, untuk mempercepat proses analisis, SS IPCC emission difference tools
dimodifikasi dengan membagi proses analisis berdasarkan sektor Energi, IPPU, Pertanian,
LULUCF dan Limbah. Hal ini bertujuan agar tools ini dapat pula digunakan oleh koordinator
sektor untuk mengidentifikasi alasan perubahan nilai emisi per kategori dan GRK tertentu dari
dua periode inventarisasi GRK. Proses ini merupakan salah satu kewajiban dari koordinator
masing-masing sektor untuk memastikan tahapan inventarisasi GRK dari penanggung jawab
sub-sektor mereka ataupun pemerintah daerah telah dilakukan dengan kaidah yang benar
(penjaminan mutu). Informasi perubahan nilai emisi per kategori dan GRK yang signifikan juga
dapat membantu percepatan proses evaluasi yang dilakukan lembaga penanggung jawab
inventarisasi GRK nasional. Detail alur proses pemeriksaan hasil inventarisasi GRK dari
penanggung jawab sub-sektor/daerah yang dilakukan oleh koordinator sektor dideskripsikan
dalam Gambar L.4 2-2.

Koordinator sektor akan memasukkan data-data emisi yaitu data aktifitas, faktor emisi dan emisi
tahun inventarisasi saat ini yang telah dilakukan perhitungannya oleh sub-sektor atau unit
terkait ke dalam spreadsheet (tab “Checks_Sector specialist_sektor terkait). Sebelumnya,
koordinator sektor juga telah memasukkan parameter-parameter seperti data aktifitas, faktor
emisi serta emisi tahun sebelumnya yang digunakan sebagai basis perbandingan. Faktor emisi
yang digunakan sebagai perbandingan antara data inventarisasi GRK tahun ini dan tahun
sebelumnya adalah implied emission factor (IEF).

96 Checking Tool
Gambar L.4 2-2. Alur IPCC emission difference tools untuk tingkat sektor/daerah

Penggunaan IEF bertujuan untuk mendapatkan informasi perubahan nilai emisi yang
diakibatkan perubahan nilai faktor emisi data tahun (t-1) ke tahun (t). IEF didapatkan dari hasil
pembagian antara nilai estimasi emisi/serapan dan data aktifitas untuk masing-masing kategori.
Setelah dilakukan input parameter-parameter yang dibutuhkan, tools ini kemudian secara
otomatis akan mengidentifikasi kategori emisi mana saja yang perlu dikonfirmasi ulang ke
penanggung jawab sub-sektor/pemerintah daerah.

Proses yang sama juga terjadi pada lembaga penanggung jawab IGRK nasional yaitu
melakukan pengecekan ulang terhadap hasil inventarisasi GRK secara menyeluruh dari tiap
koordinator sektor sebagai bagian dari proses penjaminan mutu (QA) dan lakukan revisi apabila
diperlukan. Perbedaan utama dari alur yang dilakukan pada tingkat koordinator sektor dan
lembaga penanggung jawab inventarisasi GRK nasional adalah kriteria yang digunakan untuk
mengidentifikasi perubahan emisi dari tahun (t-1) ke (t) itu signifikan atau tidak. Kriteria tersebut
adalah perubahan emisi dari suatu kategori sumber emisi memiliki kontribusi lebih dari 0.5%
total emisi nasional (untuk jenis GRK spesifik) daripada perubahan nilai faktor emisi dan atau
data aktifitas. Jika kriteria-kriteria tersebut terpenuhi, maka koordinator sektor memiliki
kewajiban untuk memberikan penjelasan secara mendalam mengenai alasan/justifikasi suatu
kategori emisi mengalami perubahan nilai yang signifikan dari dua periode inventarisasi GRK.
Informasi terkait alur penggunaan tools IPCC emission difference untuk level lembaga
penanggung jawab inventarisasi GRK nasional dijelaskan pada Gambar L.4 2-3.

Checking Tool 97
Gambar L.4 2-3. Alur IPCC emission difference tools untuk tingkat nasional

98 Checking Tool
Berikut merupakan instruksi detail terkait penggunaan checking tools yang akan diterapkan di
sistem inventarisasi GRK Indonesia.

Instruksi umum penggunaan tools IPCC emission difference


Langkah 1: Buka spreadsheet tools kemudian lanjutkan dengan mengisi sheet
“Checks_Sector specialist” untuk masing-masing sektor
Langkah 2: Isi kolom koordinator sektor, Sub-sektor/unit pelaksana, Kode IPCC,
Deskripsi sumber, Data aktifitas tahun (t-1), Data aktifitas (t), GRK,
Emisi/sorot (t-1), Emisi/sorot (t), Unit FE, FE (t-1), FE (t) dengan kondisi
inventarisasi tahun terbaru dan tahun sebelumnya
Langkah 3: Masukan nilai total emisi di target sektor di kolom “Tot_per_target sector” dan
total emisi nasional di kolom “Tot_per_component”
Langkah 4: Lihat perubahan nilai emisi di kolom “Em_deviation”. Perubahan ini
diakibatkan oleh perubahan data aktifitas dan faktor emisi. Koordinator sektor
ataupun penanggung jawab sub-sektor/unit pelaksana yang bertanggung
jawab untuk setiap kategori harus dapat menjelaskan perubahan nilai data
aktifitas dan faktor emisi jika kriteria-kriteria terkait telah terpenuhi
Langkah 5: Untuk memfasilitasi penggunaan dan identifikasi kombinasi sumber/gas yang
membutuhkan justifikasi, pengguna tools dapat menganalisis nilai di kolom
“Total (share of emissions in target total)”. Pada kolom ini, persentase total
emisi target sektor dihitung untuk mendapatkan informasi terkait persentase
suatu kategori emisi terhadap total emisi sektor di tahun (t-1). Untuk
memudahkan proses analisis, dibuatlah suatu matriks kriteria yang bertujuan
untuk memberikan informasi perubahan nilai emisi dan kontribusinya
terhadap target sektor secara kuantitatif. Angka-angka yang digunakan
berdasarkan pada best practice sistem inventarisasi GRK di Belanda.

Changes in
EF or AD EF or AD EF or AD
High Middle Low
Markers Emission Contribution to 1 2 3
Target sector > > <=
1 High > 10.0% 15% 5% 5%
2 Middle > 2.5% 60% 20% 20%
3 Low > 0.1% 1500% 500% 500%
4 Negligible <= 0.1% 4500% 1500% 1500%

Gambar L.4 2-4. Matriks kriteria terkait dengan nilai perubahan emisi dari tahun (t-1) ke tahun t

Pada Gambar L.4 2-4, terlihat bahwa kontribusi kategori emisi terhadap total emisi sektor di
tahun ke (t-1) dapat dibagi menjadi 4 kriteria yaitu:
1. High (tinggi): jika kategori sumber emisi berkontribusi lebih dari 10% total emisi sektor
2. Middle (menengah): Jika kategori sumber emisi berkontribusi lebih dari 2.5% total emisi
sektor
3. Low (rendah): Jika kategori sumber emisi berkontribusi lebih dari 0.1% total emisi
sektor
4. Negligible (dapat diabaikan): Jika kategori sumber emisi yang berkontribusi kurang
dari atau sama dengan 0.1% total emisi sektor

Checking Tool 99
Kolom berikutnya menjelaskan kriteria perubahan nilai data aktifitas dan faktor emisi dari tahun
(t-1) ke tahun t. Terdapat 3 kriteria terkait dengan persentase perubahan nilai data aktifitas dan
faktor emisi, yaitu:
1. High (tinggi):  jika perubahan nilai data aktifitas dan faktor emisi lebih dari 15% untuk
kategori-kategori yang memiliki kontribusi emisi lebih dari 10% total
emisi sektor
 jika perubahan nilai data aktifitas dan faktor emisi lebih dari 60% untuk
kategori-kategori yang memiliki kontribusi emisi lebih dari 2.5% total
emisi sektor
 jika perubahan nilai data aktifitas dan faktor emisi lebih dari 1500%
untuk kategori-kategori yang memiliki kontribusi emisi lebih dari 0.1%
total emisi sektor
 jika perubahan nilai data aktifitas dan faktor emisi lebih dari 4500%
untuk kategori-kategori yang memiliki kontribusi emisi kurang dari
0.1% total emisi sektor
2. Medium (menengah)  jika perubahan nilai data aktifitas dan faktor emisi lebih dari 5% untuk
kategori-kategori yang memiliki kontribusi emisi lebih dari 10% total
emisi sektor
 jika perubahan nilai data aktifitas dan faktor emisi lebih dari 20% untuk
kategori-kategori yang memiliki kontribusi emisi lebih dari 2.5% total
emisi sektor
 jika perubahan nilai data aktifitas dan faktor emisi lebih dari 500%
untuk kategori-kategori yang memiliki kontribusi emisi lebih dari 0.1%
total emisi sektor
 jika perubahan nilai data aktifitas dan faktor emisi lebih dari 1500%
untuk kategori-kategori yang memiliki kontribusi emisi kurang dari
0.1% total emisi sektor
3. Rendah  jika perubahan nilai data aktifitas dan faktor emisi kurang dari /sama
dengan 5% untuk kategori-kategori yang memiliki kontribusi emisi
lebih dari 10% total emisi sektor
 jika perubahan nilai data aktifitas dan faktor emisi kurang dari /sama
dengan 20% untuk kategori-kategori yang memiliki kontribusi emisi
lebih dari 2.5% total emisi sektor
 jika perubahan nilai data aktifitas dan faktor emisi kurang dari /sama
dengan 500% untuk kategori-kategori yang memiliki kontribusi emisi
lebih dari 0.1% total emisi sektor
 jika perubahan nilai data aktifitas dan faktor emisi kurang dari /sama
dengan 1500% untuk kategori-kategori yang memiliki kontribusi emisi
kurang dari 0.1% total emisi sektor

Berikutnya adalah identifikasi latar belakang perubahan nilai emisi dari tahun (t-1) ke tahun t.
Pada Gambar L.4 2-4 dapat dilihat bahwa untuk kriteria kontribusi emisi untuk kategori sektor
dibagi menjadi empat. Masing-masing kriteria ditandai dengan angka “1” (kontribusi paling
tinggi) sampai dengan “4” (kontribusi paling rendah). Selain itu, kriteria lain yang digunakan
adalah perubahan data aktifitas dan faktor emisi (3 kriteria). Masing-masing kriteria ditandai
dengan angka “1” (perubahan paling tinggi) hingga “3” (perubahan paling rendah). Secara
otomatis, masing-masing perubahan untuk emisi, data aktifitas dan faktor emisi akan
dikelompokan sesuai dengan kriteria masing-masing: sesuai dengan nilai yang ada pada kolom
“Total (share of emissions in target total)”. Pada kolom “legenda” akan muncul kombinasi (dua
digit) kriteria untuk perubahan data aktifitas dan faktor emisi. Penjelasan gabungan kriteria akan
dijelaskan secara detail padaTabel L.4 2-1

100 Checking Tool


Tabel L.4 2-1. Penjelasan terkait perubahan data aktifitas dan faktor emisi

Kode Penjelasan Komentar


11 AD(++) * EF(++) Activity Data show a strong increase and Emission Factor shows a strong
increase
12 AD(++) * EF(+) Activity Data show a strong increase and Emission Factor has increased
13 AD(++) * EF(=) Activity Data show a strong increase and Emission Factor is about equal
21 AD(+) * EF(++) Activity Data show an increase and Emission Factor shows a strong
increase
22 AD(+) * EF(+) Activity Data show an increase and Emission Factor has increased
23 AD(+) * EF(=) Activity Data show an increase and Emission Factor is about equal
31 AD(=) * EF(++) Activity Data are about equal and Emission Factor shows a strong increase
32 AD(=) * EF(+) Activity Data are about equal and Emission Factor has increased
33 AD(=) * EF(=) Activity Data are about equal and Emission Factor is about equal
00 x Trend in Activity Data and Emission Factor are not calculated. Please
explain the changes based on other information/parameters.
1-1 AD(++) * EF(--) Activity Data show a strong increase and Emission Factor shows a strong
decrease
1-2 AD(++) * EF(-) Activity Data show a strong increase and Emission Factor shows a
decrease
1-3 AD(++) * EF(=) Activity Data show a strong increase and Emission Factor is about equal
2-1 AD(+) * EF(--) Activity Data show an increase and Emission Factor shows a strong
decrease
2-2 AD(+) * EF(-) Activity Data show an increase and Emission Factor shows a decrease
2-3 AD(+) * EF(=) Activity Data show an increase and Emission Factor is about equal
3-1 AD(=) * EF(--) Activity Data are about equal and Emission Factor shows a strong decrease
3-2 AD(=) * EF(-) Activity Data are about equal and Emission Factor shows a decrease
3-3 AD(=) * EF(=) Activity Data are about equal and Emission Factor is about equal
-11 AD(--) * EF(++) Activity Data show a strong decrease and Emission Factor shows a strong
increase
-12 AD(--) * EF(+) Activity Data show a strong decrease and Emission Factor has increased
-13 AD(--) * EF(=) Activity Data show a strong decrease and Emission Factor is about equal
-21 AD(-) * EF(++) Activity Data show a decrease and Emission Factor shows a strong
increase
-22 AD(-) * EF(+) Activity Data show a decrease and Emission Factor has increased
-23 AD(-) * EF(=) Activity Data show a decrease and Emission Factor is about equal
-31 AD(=) * EF(++) Activity Data are about equal and Emission Factor shows a strong increase
-32 AD(=) * EF(+) Activity Data are about equal and Emission Factor has increased
-33 AD(=) * EF(=) Activity Data are about equal and Emission Factor is about equal
-1-1 AD(--) * EF(--) Activity Data show a strong decrease and Emission Factor shows a strong
decrease
-1-2 AD(--) * EF(-) Activity Data show a strong decrease and Emission Factor shows a
decrease
-1-3 AD(--) * EF(=) Activity Data show a strong decrease and Emission Factor is about equal
-2-1 AD(-) * EF(--) Activity Data show a decrease and Emission Factor shows a strong
decrease
-2-2 AD(-) * EF(-) Activity Data show a decrease and Emission Factor shows a decrease
-2-3 AD(-) * EF(=) Activity Data show a decrease and Emission Factor is about equal
-3-1 AD(=) * EF(--) Activity Data are about equal and Emission Factor shows a strong decrease
-3-2 AD(=) * EF(-) Activity Data are about equal and Emission Factor shows a decrease

Checking Tool 101


-3-3 AD(=) * EF(=) Activity Data are about equal and Emission Factor is about equal

Langkah 6: Setelah analisis terhadap perubahan emisi, data aktifitas dan faktor emisi
dilakukan, kemudian analisis dilanjutkan pada kolom “Change in emission
Target sector” dan “Change in National Emission”
Kolom “Change in emission Target sector” merupakan persentase perubahan total emisi target
sektor akibat perubahan emisi dari kategori tertentu untuk tahun inventori (t-1) dan (t).
Berdasarkan “best practice” dari Belanda, jika persentanse perubahan lebih dari 5% maka
penyelenggara inventarisasi GRK terkait harus menjelaskan alasan perubahan di kolom
“Explanation by sector specialist”.
Kolom “Change in National Emission” merupakan persentase perubahan total emisi nasional
akibat perubahan emisi dari kategori tertentu untuk tahun inventori (t-1) dan (t). Berdasarkan
“best practice” dari Belanda, jika persentase perubahan lebih dari 0.5% maka
koordinator/penanggung jawab sub-sektor/unit pelaksana harus dapat menjelaskan alasan
perubahan di kolom “Explanation by sector specialist”. Dalam tools ini, jika kedua kondisi
tersebut terjadi maka kedua kolom tersebut akan berubah warna. Hal itu menandakan bahwa
koordinator/penanggung jawab sub-sektor/unit pelaksana harus menjelaskan alasan perubahan
tersebut.

Langkah 7: Setelah penjelasan masing-masing kategori telah dikemukakan oleh


koordinator/penanggung jawab sektor (berikut dengan identitas pengguna
yang ada di kolom “Penanggung jawab sub-sektor/daerah maka spreadsheet
ini wajib untuk dikembalikan ke koordinator sektor dan diteruskan ke
penanggung jawab inventarisasi GRK nasional untuk dievaluasi kembali

3. PELAPORAN

Agar alasan-alasan terkait perubahan emisi dari tahun (t-1) ke tahun (t) dapat diterima dengan
baik oleh penanggung jawab inventarisasi GRK nasional, maka perlu dibuat suatu laporan yang
memberikan informasi kategori mana saja yang mengalami perubahan nilai emisi secara
signifikan. Informasi-informasi yang harus dituliskan di dalam laporan:
 Kategori mana saja yang menjadi isu dan perlu dikonfirmasi oleh koordinator sektor ke
penanggung jawab sub-sektor/daerah
 Bagaimana proses konfirmasi tersebut dilakukan (penjelasan alur)
 Apa kriteria yang digunakan dalam proses konfirmasi
 Batasan-batasan dari proses tersebut yang telah teridentifikasi
 Apa umpan balik yang didapatkan dari sub-sektor/unit pelaksana
 Langkah yang diambil oleh koordinator sektor terkait dengan temuan-temuan selama
proses konfirmasi
 Rekomendasi untuk peningkatan sistem inventarisasi GRK
Laporan ini harus dilampirkan dalam laporan QA/QC dari tahap penanggung jawab sub-sektor
hingga lembaga penanggung jawab IGRK nasional.

102 Checking Tool


4. CONTOH PENGGUNAAN TOOLS IPCC EMISSION DIFFERENCE DI SEKTOR ENERGI

Pada penggunaan tools IPCC emission difference untuk sektor energi terdapat beberapa
proses yang dilakukan hingga mendapatkan hasil sesuai dengan penjelasan pada instruksi
umum di atas, yaitu:
1. Koordinator sektor energi mengisi kolom koordinator sektor sesuai dengan mekanisme
kelembagaan yang telah ditunjuk pada Permen KLHK no.73/2017 dan kolom
penanggung jawab sub-sektor untuk lembaga yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan kategori tersebut (berdasarkan klasifikasi IPCC).

2. Koordinator sektor energi kemudian memasukan data-data terkait perhitungan emisi per
jenis gas rumah kaca (data aktifitas dan emisi/sorot) untuk setiap kategori emisi kedalam
spreadsheet tools untuk tahun inventarisasi (t-1) dan (t). Faktor emisi (IEF) untuk tahun
inventarisasi (t-1) dan (t) didapatkan dari pembagian antara kolom “emisi/sorot” dengan
“data aktifitas” (Data tahun ke (t-1) dan (t) merupakan data inventarisasi GRK tahun
2013 & 2014

Checking Tool 103


3. Masukan nilai total emisi di target sektor di kolom “Tot_per_target sector” dan total emisi
nasional di kolom “Tot_per_component” (nilai di kedua kolom ini didapatkan
berdasarkan penjumlahan emisi di tahun (t-1) atau 2013 untuk masing-masing jenis gas)

4. Untuk mempermudah perhitungan jumlah emisi di tahun 2013 per jenis gas, pengguna
dapat menggunakan fitur filter yang ada di tiap kolom spreadsheet. Langkah pertama
adalah lakukan filter terhadap gas yang akan dilakukan penjumlahan emisinya, sebagai
contoh gas CO2. Kemudian, lakukan perhitungan sum untuk kolom “Emisi/sorot tahun
2013) dan masukan hasil penjumlahan pada kolom “Tot_per_target sector”. Untuk kolom
“Tot_per_component” dilakukan ketika semua sektor sudah mengisi parameter-
parameter terkait dan akan dilakukan proses yang sama untuk total emisi tahun 2013
gas CO2.

5. Lihat perubahan nilai emisi di kolom “Em_deviation”. Perubahan ini diakibatkan oleh
perubahan data aktifitas dan faktor emisi. Penjelasan terkait perubahan tersebut dapat
dilihat pada kolom “explanation of difference”. Masing-masing penjelasan kode yang
terlampir pada kolom “explanation of difference”, dapat dilihat pada Tabel L.4 2-1.

104 Checking Tool


6. Kolom “Total (share of emissions in target total)” memberikan penjelasan mengenai
kontribusi suatu kategori emisi terhadap total emisi sektoral pada jenis gas tertentu
untuk tahun (t-1) atau 2013. Warna-warna yang ada di tiap cell merepresentasikan
kriteria kontribusi kategori emisi per jenis gas (detail penjelasan terkait terlampir pada
Gambar L.4 2-4.
7. Tahap terakhir yang dilakukan ada melakukan identifikasi perubahan nilai emisi per
kategori pada kolom “Total (share of emissions in target total)” untuk checking oleh
koordinator sektor. Jika terjadi perubahan emisi untuk periode 2013 dan 2014 secara
signfikan sesuai kriteria yang telah dijelaskan sebelumnya, maka cell akan berubah
warna. Ketika hal ini terjadi, sub-sektor/unit pelaksana wajib untuk memberikan
penjelasan pada kolom “Explanation by sector specialist”.

8. Setelah semua kolom penjelasan terisi oleh penanggung jawab sub-sektor di sektor
energi, spreadsheet ini kemudian akan dikembalikan lagi ke koordinator sektor untuk
dilakukan review kembali dan kemudian dilaporkan ke penanggung jawab IGRK
nasional.

Checking Tool 105

Anda mungkin juga menyukai