penyebaran virus ini dan mencegah penyakit dan kematian terkait. Beberapa langkah
kesehatan masyarakat utama yang memutus rantai penularan sangat penting bagi strategi
perawatan klinis untuk semua kasus), pelacakan serta karantina kontak, dan
menggalakkan penjagaan jarak fisik minimal 1 meter yang disertai dengan kebiasaan
sering mencuci tangan dan menjalankan etiket batuk dan bersin. Komponen-komponen
ini harus menjadi inti dalam setiap upaya nasional penanggulangan COVID-19.
yang tidak sakit (...) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran
menular memiliki sejarah panjang hingga berabad-abad. Saat ini, banyak negara
asasi manusia, dan kebebasan-kebebasan dasar manusia. Ada dua skenario di mana
karantina dapat diimplementasikan yaitu pada pelaku perjalanan dari daerah di mana
terjadi transmisi komunitas dan pada orang yang kontak dengan kasus-kasus yang
diketahui.
Dalam konteks pembahasan COVID-19, karantina adalah upaya memisahkan
seseorang yang terpapar COVID-19 (baik dari riwayat kontak atau riwayat bepergian ke
wilayah yang telah terjadi transmisi komunitas) meskipun belum menunjukkan gejala
apapun atau sedang dalam masa inkubasi yang bertujuan untuk mengurangi risiko
daerah, atau dapat memperlambat puncak transmisi, atau keduanya. Namun, jika tidak
dilaksanakan identifikasi cepat kasus COVID-19 dan isolasi serta tatalaksana kasus-
kasus tersebut di fasilitas medis atau di tempat lain seperti rumah. WHO
COVID-19 dikarantina di fasilitas khusus atau di rumah selama 14 hari sejak paparan
terakhirnya.
pelacakan, karantina, dan isolasi. Strategi ini juga dapat dipertajam menggunakan
seseorang tertular sampai munculnya gejala) pada umumnya adalah 5-6 hari walaupun
memenuhi kriteria kasus suspek yang tidak memerlukan perawatan Rumah Sakit. Pada
kontak erat yang asimtomatik/ bergejala ringan, dilakukan entry test saat memasuki
karantina pada hari pertama yang dilanjutkan dengan exit test pada hari kelima.
Karantina harus dimulai segera setelah seseorang diinformasikan tentang statusnya
sebagai seorang kontak erat, idealnya dalam waktu tidak lebih dari 24 jam sejak
seseorang diidentifikasi sebagai kontak erat dan dalam waktu tidak lebih dari 48 jam
Seseorang dinyatakan selesai karantina apabila exit test pada hari kelima
memberikan hasil negatif. Jika exit test positif, maka orang tersebut dinyatakan sebagai
kasus terkonfirmasi COVID-19 dan harus menjalani isolasi. Jika exit test tidak dilakukan
maka karantina harus dilakukan selama 14 hari. Jika tidak dapat dilakukan pemeriksaan
NAAT dan RDTAg karena tidak tersedianya sumber daya yang memadai maka karantina
memenuhi syarat rumah DAN syarat klinis. Jika syarat tidak terpenuhi, maka dapat
erat/kasus suspek yang tidak memerlukan perawatan Rumah Sakit termasuk kasus
dengan penyakit penyerta yang terkontrol dan yang tidak memenuhi syarat klinis dan
syarat rumah untuk melakukan karantina mandiri. Karantina terpusat dilakukan pada
atau seseorang dinyatakan terkonfirmasi COVID-19, paling lama dalam 24 jam sejak
kasus terkonfirmasi. Isolasi adalah upaya memisahkan seseorang yang sakit yang
membutuhkan perawatan COVID-19 atau seseorang terkonfirmasi COVID-19, dari
konfirmasi.
2. Pada kasus terkonfirmasi yang bergejala, isolasi dilakukan selama 10 hari sejak
Karantina dan isolasi mandiri, dapat dilakukan di rumah masing- masing jika
syarat klinis DAN syarat rumah dipenuhi. Isolasi terpusat dilakukan untuk semua kasus
gejala dan gejala ringan yang tidak memenuhi syarat klinis dan rumah untuk melakukan
isolasi mandiri.
terkonfirmasi COVID-19 tidak bergejala/gejala ringan yang tidak memenuhi syarat klinis
dan rumah. Jika pasien terkonfirmasi berusia >45 tahun maka dirujuk ke ke RS untuk
terpusat.
2.6.3 Karantina dan Isolasi Pada Kasus COVID-19 Varian Omicron
varian lainnya harus segera dilakukan pelacakan kontak. Ketentuan pelacakan kontak
dan karantina varian Omicron pada prinsipnya sama dengan varian lainnya mengacu
Setiap kontak erat varian Omicron (B.1.1.529.) wajib segera dilakukan karantina selama
10 hari di fasilitas karantina terpusat dan pemeriksaan entry dan exit test menggunakan
pemeriksaan NAAT.
Kasus probable dan konfirmasi varian Omicron (B.1.1.529.) baik yang bergejala
dapat dilakukan di tempat isolasi berdasarkan berat ringannya gejala. Gejala klinis untuk
kasus konfirmasi COVID-19 varian Omicron pada prinsipnya sama dengan gejala klinis
COVID-19 varian lainnya, yaitu dibedakan menjadi tanpa gejala, ringan, sedang, berat
1. Tanpa gejala
Kondisi ini merupakan kondisi paling ringan. Pasien tidak ditemukan gejala.
2. Ringan
Pasien dengan gejala tanpa ada bukti pneumonia virus atau tanpa hipoksia.
Gejala yang muncul seperti demam, batuk, fatigue, anoreksia, napas pendek,
makan, delirium, dan tidak ada demam. Status oksigenasi : SpO2 > 95%
3. Sedang
Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) tetapi tidak ada tanda pneumonia berat
termasuk SpO2 > 93% dengan udara ruangan ATAU Anak-anak: pasien
dengan tanda klinis pneumonia tidak berat (batuk atau sulit bernapas + napas
cepat dan/atau tarikan dinding dada) dan tidak ada tanda pneumonia berat).
Pada pasien remaja atau dewasa: pasien dengan tanda klinis pneumonia
(demam, batuk, sesak, napas cepat) ditambah satu dari: frekuensi napas > 30
x/menit, distres pernapasan berat, atau SpO2 < 93% pada udara ruangan.
ATAU Pada pasien anak: pasien dengan tanda klinis pneumonia (batuk atau
Pasien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok
sepsis, atau kondisi lainnya yang membutuhkan alat penunjang hidup seperti
ketentuan isolasi pada pasien COVID-19 varian Omicron adalah sebagai berikut:
2) Kasus konfirmasi COVID-19 dengan gejala sedang, atau gejala ringan disertai
dapat melakukan isolasi mandiri jika memenuhi syarat klinis dan syarat rumah.
i. dapat tinggal di kamar terpisah, lebih baik lagi jika lantai terpisah;
ii. ada kamar mandi di dalam rumah terpisah dengan penghuni rumah
lainnya; dan
4) Untuk pasien yang di rawat di rumah sakit dan sudah mengalami perbaikan
waktu pemeriksaan 24 (dua puluh empat) jam. Apabila hasil positif, maka
melakukan isolasi mandiri jika memenuhi syarat rumah sesuai dengan kriteria
isolasi.
berupa paspor dan Surat Jaminan Pelayanan (SJP) dari pimpinan rumah sakit
untuk dapat dirawat di rumah sakit lapangan/rumah sakit darurat atau rumah
khusus untuk luar negeri, sedangkan PPLN dengan gejala sedang dan berat
diagnosis konfirmasi.
2) Pada kasus konfirmasi COVID-19 dengan gejala, isolasi dilakukan selama 10
(sepuluh) hari atau kurang harus menjalani isolasi selama 13 (tiga belas) hari.
Dalam hal masih terdapat gejala setelah hari ke 10 (sepuluh), maka isolasi
pemeriksaan RT-PCR pada hari ke-5 dan ke-6 dengan selang waktu
pemeriksaan 24 jam. Jika hasil negatif atau Ct>35 2 kali berturut-turut, maka
termasuk pemeriksaan RT-PCR pada hari ke-5 dan ke-6 dengan selang waktu
PLAN
Masalah Penyebab Prioritas Rencana Rencana
Penyebab Perbaikan Monitoring
Masalah dan Evaluasi
Menumpuknya Banyaknya Kebijakan RS Sosialisasi Dilakukan
pasien pasien COVID yang merawat mengenai monitoring
COVID- 19 asimtomatik & semua pasien kebijakan dan evaluasi
yang sedang gejala ringan terkonfirmasi isolasi dan selama
isolasi di yang sedang tanpa melihat karantina pelaksanaan
Rumah Sakit isolasi di RS berat-ringannya pada pasien sosialisasi.
B sehingga B. gejala. COVID-19
tidak tersedia (Kemenkes)
tempat untuk dan Edukasi
pasien Kebijakan RS mengenai
COVID-19 yang merawat layanan
lain dengan semua pasien telemedicin
kondisi yang terkonfirmasi e untuk
memerlukan tanpa melihat pasien yang
perawatan berat- sedang
isolasi di ringannya karantina/
Rumah Sakit. gejala. isolasi
mandiri.
DO
Sosialisasi mengenai kebijakan isolasi dan karantina pada pasien COVID-19 yang
ditujukan kepada para staff medis dan non-medis dari pihak Rumah Sakit
Sosialisasi dan edukasi mengenai layanan telemedicine pada pasien suspek, probable,
dan terkonfirmasi COVID-19 yang memenuhi syarat untuk karantina / isolasi mandiri
Monitoring selama sosialisasi dan melakukan monitoring jumlah dan kondisi pasien
COVID-19 yang mendapat perawatan isolasi di RS.
STUDY
Study dilakukan dengan mengevaluasi apakah kebijakan karantina dan isolasi pasien
COVID-19 berdasarkan peraturan Kemenkes sudah diterapkan di RS B dengan
melihat jumlah dan kondisi pasien COVID-19 yang mendapat perawatan isolasi di
RS.
ACTION
Berdasarkan laporan, pasien COVID-19 yang mendapat perawatan isolasi di RS
hampir hanya pasien dengan gejala sedang-berat-kritis dan gejala ringan+komorbid
saja, sehingga dapat dikatakan sosialisasi dan edukasi yang dilakukan berhasil.
Mempertahankan dan melakukan pemantauan secara terus menerus.