Anda di halaman 1dari 5

Nama : Novia hernawati

Nim : 2110106044

Resume Materi DR. Ide Pustaka Setiawan

“VIRUS CORONA (COVID-19) PADA IBU HAMIL, BERSALIN DAN NIFAS”

Kemunculan virus corona mulai terdeteksi pertama kali di negara China pada awal
Desember 2019, yakni dua bulan sebelum kasus pertama diidentifikasi dipusat kota wuhan.
Kala itu, sejumlah pasien berdatangan ke rumah sakit di Wuhan dengan gejala penyakit yang
tak dikenal.
Melansir laman WHO, 9 Juli 2020, masa inkubasi virus merupakan waktu antara
terpapar virus hingga timbulnya gejala. Masa inkubasi Covid-19 rata-rata 5-6 hari, tetapi bisa
selama 14 hari. Artinya, seseorang dapat dites negatif selama beberapa hari dan tidak memiliki
gejala sama sekali atau disebut false negative. Seseorang yang terinfeksi virus corona dapat
menularkan virus 48 hingga 72 jam sebelum mulai mengalami gejala. Akan tetapi, orang yang
tidak pernah menunjukkan gejala juga bisa menularkan virus.
Hal itu seperti diungkap dalam sebuah publikasi di JAMA Network Open. Peneliti
menemukan bahwa hampir satu dari setiap empat infeksi dapat ditularkan oleh individu dengan
infeksi tanpa gejala. Orang yang tidak menunjukkan gejala lebih mungkin menyebarkan
penyakit karena cenderung tidak mengisolasi atau mengadopsi perilaku yang dirancang untuk
mencegah penyebaran. Seseorang yang terpapar virus dianggap paling menular di awal
perjalanan penyakit mereka, ketika mulai mengalami gejala, terutama jika mereka batuk dan
bersin. Pada hari ke-10 setelah gejala Covid-19 dimulai, kebanyakan orang tidak lagi tertular,
selama gejalanya terus membaik dan demamnya sudah reda.
Orang yang dites positif Covid-19 tetapi tidak mengembangkan gejala selama 10 hari
berikutnya, kemungkinan tidak lagi menular. Karantina penuh selama 14 hari tetap menjadi
cara terbaik untuk menghindari penyebaran virus ke orang lain setelah Anda terpapar seseorang
dengan Covid-19. Namun, menurut pedoman CDC, Anda dapat menghentikan karantina
setelah minimal 10 hari jika Anda tidak menunjukkan gejala apa pun, atau setelah minimal 7
hari jika Anda memiliki tes Covid-19 negatif dalam waktu 48 jam sejak Anda berencana untuk
mengakhiri karantina.
Proses awal melibatkan respon imun salah satunya adalah inate immunity atau imunitas
didapat terutama yang berasal dari saluran napas paling luar yaitu epithelial yang akan
merangsang pengeluaran macrophage dan dendritic cells. Kemudian muncul T cell response
yang akan mengaktifkan CD4 T cell → Activate B → virus spesifik Antibodi Cells CD8 →
membunuh virus, tetapi apabila tidak berhasil maka akan menyebabkan pengeluaran sitokin
Pro-inflammatory diantaranya adalah IL-6,IL-10,GCSF,Chemokines , TNF-alpha yang dapat
menyebabkan kerusakan berat pada paru-paru, kenaikan D-Dimer, penurunan fibrinogen,
thrombosis, emboli paru dan kegagalan multi organ.
Pada kondisi yang berat akan menyebabkan sitokin storm(badai sitokin), hubungannya dengan
fisiologi kehamilan sebagai berikut :
• Trimester awal ibu hamil dalam kondisi pro-inflamasi banyak ditemukan sitokin tipe 1
(implantasi)
• Masuk pada trimester kedua kondisi akan cenderung anti-inflamatory invoirement(sitokin
tipe 2)
• Pada akhir kehamilan akan kembali dalam keadaan pro-inflamasi (sitokin tipe 1)
Data covid ibu hamil diindonesia data POGI April 2020-April 2021 sebanyak 536 ibu
hamil positif, sekitar 51,9% tanpa gejala 72% terdeteksi usia kehamilan 37 minggu 3%
kematian komplikasi covid-19. Dari total 536.000 ibu hamil, sebanyak 10 persen tanpa gejala.
Sedangkan, sebanyak 4,5 persen membutuhkan ruang perawatan ICU di rumah sakit. Hingga
kini, data masih terus di-update dan menunggu data peningkatan kasus bulan Mei yang sampai
saat ini masih tinggi. Itu sebabnya, para Bunda yang sedang hamil sebaiknya lebih waspada
dengan mengetahui gejala COVID-19, serta risiko yang terjadi saat virus menginfeksi tubuh.
Sehingga dapat mempersiapkan persalinan seaman mungkin untuk dirinya dan calon bayi.
Gejala COVID-19 pada ibu hamil tidak berbeda yang dialami orang pada umumnya. Gejala
COVID-19 pada ibu hamil biasanya ditandai dengan terjadinya demam, batuk, dan pilek.

Secara umum, klasifikasi gejala COVID-19 adalah tanpa gejala, gejala ringan, sedang,
berat, dan kritis. Semua Bunda hamil yang positif COVID-19 dengan kasus tanpa gejala da
gejala ringan boleh dirawat di rumah. Tapi, jika mengalami gejala sedang, berat, atau kritis,
maka dia harus segera dirawat di rumah sakit.

• Kasus tanpa gejala dan gejala ringan ditandai dengan beberapa gejala seperti, demam, batuk,
sakit kepala, anosmia, kelelahan, nyeri otot dan tulang, nyeri tenggorokan, mual dan
muntah, pilek, nyeri perut, diare, dan tingkat saturasi oksigen (Spo2) lebih dari 95 persen.
• Gejala sedang ditandai dengan beberapa gejala berikut seperti, demam, batuk, sesak napas,
napasnya cepat 20-30 per menit dengan tingkat saturasi oksigen (Spo2) kurang dari 95
persen di udara ruangan.

• Gejala berat ditandai dengan pernapasannya lebih dari 30 kali tarikan per menit sehingga
Bunda menjadi sesak napas. Saturasi oksigen juga menunjukkan nilai kurang dari 95 persen
di udara ruangan. Pada kondisi ini, Bunda hamil harus segera mendapatkan perawatan di
rumah sakit dengan alat bantu pernapasan.

Ibu hamil yang menerima vaksin termasuk golongan khusus yang perlu lolos skrining
kesehatan terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk menghindari efek samping yang bisa
mengganggu kesehatan ibu hamil serta bayinya setelah menerima vaksin. sebelum menjalani
vaksin, ibu hamil perlu melakukan konsultasi lebih dahulu dengan dokter kandungan.
Pemeriksaan tersebut dilakukan pada klinik maupun rumah sakit, sekaligus oleh tenaga
kesehatan yang saat itu bertugas memberikan vaksin. Pihak rumah sakit atau klinik mungkin
memberikan surat pengantar berisikan kondisi kesehatan terkini si ibu hamil.

• Suhu tubuh harus normal. Jika suhu tubuh ibu hamil menunjukkan lebih dari 37,5 derajat
Celcius, vaksin akan ditunda. Aturan ini berlaku untuk semua penerima vaksin, termasuk
orang yang sehat.

• Usia kehamilan harus lebih dari 13 minggu. Bila belum mencapai usia kehamilan tersebut,
vaksin ditunda dan akan dijadwalkan ulang.

• Tidak menunjukkan gejala preeklampsia. Preeklampsia adalah komplikasi kehamilan


yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan tanda-tanda kerusakan organ, seperti ginjal
atau hati. Gejala preeklampsia yang diamati adalah kaki bengkak, sakit kepala, nyeri ulu
hati, pandangan kabur, dan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Jika ibu hamil
menunjukkan gejala tersebut, vaksin akan ditunda dan ibu akan dirujuk ke rumah sakit
segera.

• Ibu hamil tidak memiliki riwayat alergi berat, seperti sesak napas, bengkak, atau gatal-
gatal pada tubuh. Jika ini adalah dosis kedua, tenaga kesehatan akan menanyakan adanya
reaksi alergi setelah vaksin sebelumnya.

Jenis vaksin yang diberikan pada ibu hamil adalah Pfizer, Moderna, dan Sinovac. WHO
merekomendasikan pemeriksaan molekuler untuk seluruh pasien yang terduga terinfeksi
COVID-19. Metode yang dianjurkan adalah metode deteksi molekuler/NAAT(nucleic acid
amplification test) seperti pemeriksaan RT-PCR.

• Semua ibu hamil yang dating ke RS harus dikategorikan status covidnya di triage instalasi
gawat darurat RS.

• Idealnya semua ibu hamil dilakukan pemeriksaan RT-PCR melalui swab, sehingga dapat
diketahui statusnya terkonfirmasi covid(+) atau kasus non covid.

• Jika hal ini tidak bias dikerjakan maka dapat dilakukan skrining awal terlebih dahulu
dengan pemeriksaan klinis, tes serologis, dan CT-scan atau foto toraks, dan dilakukan
konsultasi dengan satgas covid atau dokter spesialis paru.

• Jika pasien dikategorikan sebagai kasus non covid maka penanganan obstetric dikerjakan
seperti biasa dikamar bersalin.

• Jika pasien dikategorikan sebagai kasus suspek, maka harus dilakukan penegasan diagnose
dengan RT-PCR swab(skrining dua tahap)

• Pasien suspek harus diperlakukan sebagai pasien positif sampai hasil swab menyetakan
sebaliknya

• Indikasi hospitalisasi pada kasus suspek adalah adanya kegawatdaruratan obstetric, atau
skor MEOWS >4, dan atau gejala covid sedang berat

• Pasien dengan gejala ringan dan tanpa ada kegawatdaruratan obstetric dapat dipulangkan
untuk melakukan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari, dengan melakukan pemantauan
gerak janin.

Ibu hamil dengan COVID-19 tetap bisa bebas memilih metode melahirkan yang
akan dijalaninya, namun harus dirujuk ke rumah sakit rujukan COVID-19 terdekat untuk
menjalani isolasi dan diberikan penanganan khusus, baik itu menjelang persalinan, saat
proses persalinan, maupun setelah bayinya lahir. Selama masa isolasi, ibu hamil dengan
COVID-19 akan tetap mendapatkan perawatan dan pengawasan kehamilan, fasilitas
melahirkan yang memadai, serta dukungan moril. Selain itu, bayi yang dilahirkan juga
akan tetap mendapatkan ASI serta perawatan dan pengawasan.Persiapan melahirkan di
tengah pandemi COVID-19 memang bisa membuat ibu hamil jadi bingung dan stres.
Namun, tidak perlu khawatir, karena Bumil dan buah hati akan tetap mendapatkan
pelayanan terbaik, kok, meskipun ada satu atau dua hal yang berbeda dari prosedur
persalinan yang biasanya dilakukan. Agar proses persalinan nanti berjalan lancar,
rencanakan baik-baik persiapan melahirkan sejak memasuki pertengahan trimester ketiga.
Bumil juga bisa mulai menyiapkan barang-barang yang perlu dibawa ke rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai