Ari Baskoro 1
1
Divisi Alergi-Imunologi Klinik
Departemen/SMF Ilmu Penyakit Dalam FKUA/RS Dr. Soetomo Surabaya
Salah satu aspek yang memberikan kontribusi pada keruwetan masalah ini,
adalah jangka perawatan yang menjadi (lebih) lama, karena kriteria dipulangkannya
pasien dari tempat perawatan, tergantung pada hasil tes PCR yang harus negatip pada
pemeriksaan dua kali berturut-turut, dengan selang waktu diantaranya adalah lebih dari
24 jam. Ini mengacu pada rekomendasi WHO yang dipublikasikan pada 12 Januari 2020.
Kesulitan dilapangan adalah tidak selalu mudahnya mengakses pemeriksaan PCR ini,
baik dari sisi waktu dan pembiayaan.
Isolasi, baik yang dilakukan secara mandiri, di rumah sakit atau tempat-
tempat perawatan lainnya, bertujuan untuk memutus mata rantai penularan penyakit.
Penularan tidak akan terjadi jika melalui pemeriksaan swab PCR, dinyatakan negatip
sebanyak 2 kali secara berturut-turut dengan selisih waktu diantaranya adalah lebih dari
24 jam. Pemeriksaan ini tidak perlu dilakukan lagi berdasarkan rekomendasi terbaru dari
WHO. Rekomendasi tersebut menggunakan kriteria klinis :
- Untuk pasien yang mempunyai gejala : 10 hari setelah timbulnya gejala, ditambah 3
hari bebas gejala (tidak didapatkan demam dan gejala-gejala pada saluran nafas).
- Untuk kasus yang tanpa gejala : 10 hari setelah dinyatakan positip Covid- 19 melalui
pemeriksaan swab PCR.
- Diluar kriteria diatas, WHO mempersilakan menggunakan pendekatan swab PCR
seperti kebijakan sebelumnya.
Sebagai contoh, bila seseorang mengalami gejala klinis selama 2 hari, maka
pada kasus ini tidak perlu menjalani isolasi setelah 10 hari + 3 = 13 hari, setelah awal
timbulnya gejala. Pada pasien bergejala klinis selama 14 hari, tidak perlu menjalani
isolasi lagi setelah 14 hari + 3 =17 hari, terhitung setelah awal terjadinya gejala. Bila
seorang pasien bergejala klinis selama 30 hari, tidak perlu menjalani isolasi lagi setelah
30 hari + 3 = 33 hari, terhitung setelah awal terjadinya gejala.