Anda di halaman 1dari 114

TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN PEPAYA & WATER


GLASS SEBAGAI INHIBITOR PADA BAJA ST 37

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada Program Studi Teknik Mesin Universitas Islam Riau

Disusun Oleh:

MUHAMMAD ALIF DEWANTO


18.331.0401

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

PEKANBARU

2022
BIODATA DIRI

Nama lengkap Muhammad Alif Dewanto, lahir di


Duri, 22 November 1999, merupakan anak
pertama dari bapak Gusrianto dan ibu Dewi Yanti.
Penulis merupakan berkebangsaan Indonesia dan
beragama Islam. Penulis menyelesaikan
pendidikan pertama di Taman Kanak-Kanak Nurul
Falah Mandau tahun 2005-2006, kemudian
melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Swasta
Hubbul Wathan Mandau tahun 2006-2012, lalu
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama Negeri 1 Mandau tahun 2012-2015, kemudian melanjutkan pendidikan di
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Mandau Jurusan Teknik Instalasi Tenaga
Listrik tahun 2015-2018. Penulis melanjutkan jenjang pendidikan Perguruan
Tinggi Swasta di Universitas Islam Riau Pekanbaru Program Studi Teknik Mesin
(S1) tahun 2018-2022. Penulis telah melaksanakan program Kerja Praktek atau
magang di PT. Serba Dinamik Indonesia di Duri, Riau selama 3 bulan pada tahun
2017 dan PT. Hutahaean tepatnya di Hotel Labersa Convention Center Pekanbaru,
Riau selama 1 bulan pada tahun 2021. Penulis pernah menjabat sebagai Asisten
Praktikum Proses Produksi & Material di Laboratorium Teknik Mesin Universitas
Islam Riau selama 3 semester tahun 2021-2022.
PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN PEPAYA & WATER GLASS
SEBAGAI INHIBITOR PADA BAJA ST 37
Muhammad Alif Dewanto, Kurnia Hastuti

Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Islam


Riau Jl. Kaharudin Nasution No. 133 Marpoyan, Pekanbaru, Riau
Email : muhammadalif@student.uir.ac.id

ABSTRAK
Baja St 37 tergolong sebagai baja karbon rendah. Baja St 37 mempunyai kekuatan
tarik 37-45 kg/mm2 dan nilai karbon 0,468-0,574 %. Salah satu permasalahan
yang sering dihadapi baja St37 adalah korosi. Ada beberapa cara yang telah
dilakukan untuk mengurangi laju korosi pada material logam salah satunya
dengan penambahan inhibitor. Daun pepaya menjadi salah satu jenis tumbuhan
untuk digunakan sebagai inhibitor korosi karena ada kandungan tanin. Tanin
tersebut mempunyai senyawa kompleks yang bisa digunakan sebagai inhibitor
untuk melindungi logam dari korosi. Tujuan dari penelitian ini adalah
mendapatkan pengaruh ekstrak daun pepaya dan water glass pada
laju korosi baja St 37 dalam media air garam. Pengujian korosi dilakukan pada
konsentrasi inhibitor yang bervariasi yaitu 0 ppm, 1500 ppm, 2000 ppm, 2500
ppm dan 3000 ppm dengan waktu perendaman selama 25 hari. Laju korosi
dihitung berdasarkan kehilangan berat yang diamati pada hari ke 5, 10, 15, 20 dan
25. Penelitian menunjukan bahwa laju korosi terus menurun hingga 15 dan 20 hari
dengan konsentrasi inhibitor yang berbeda. Laju korosi terendah diperoleh pada
konsentrasi inhibitor 2500 ppm dengan waktu 25 hari yaitu 0,0256 mm/y
sedangkan laju korosi tertinggi diperoleh pada material yang dilakukan pengujian
korosi tanpa menambahkan inhibitor (0 ppm) dengan waktu 5 hari yaitu 0,3336
mm/y. Nilai efisiensi inhibitor terus meningkat pada konsentrasi 2000 dan 2500
ppm dengan waktu 10 sampai 25 hari. Efisiensi inhibitor tertinggi pada
konsentrasi 2500 ppm dengan waktu 25 hari yaitu 83,37% dan efisiensi inhibitor
terendah pada konsentrasi 1500 ppm dengan waktu 25 hari yaitu 16,68%.

Kata Kunci : Korosi, Inhibitor, Ekstrak daun pepaya, Water glass, Tanin

i
UTILIZATION OF PAPAYA LEAF EXTRACT & WATER GLASS AS
INHIBITORS ON ST 37 STEEL
Muhammad Alif Dewanto, Kurnia Hastuti

Mechanical Engineering Study, Faculty of Engineering, Riau Islamic University


Kaharudin Nasution Street No .113 Marpoyan, Pekanbaru Riau
Email : muhmmadalif@student.uir.ac.id

ABSTRACT
St 37 is classified as low carbon content. St 37 has a tensile strength of about 37-
45 kg/mm2 and a carbon value of about 0.468-0.574 %. One of the problems that
St37 steel often faces is corrosion. There are several ways that have been
conducted to reduce corrosion rate on metal materials, one of which is the
addition of inhibitors. Papaya leaf can be used as a corrosion inhibitor because it
contains tannins. These tannins have complex compounds that can be used as
inhibitors to protect metals from corrosion. The purpose of this study was to
examine the effect of papaya leaf extract and water glass on the corrosion rate of
St 37 in salt water. The corrosion test was conducted in various inhibitor
concentration i.e 0 ppm, 1500 ppm, 2000 ppm, 2500 ppm and 3000 ppm. The
immersion time was 25 days and the corrosion rate was calculated based on
materials weight loss at the 5, 10, 15, 20 and 25 days examination. The results
show that corrosion rate continued to decrease for 15 and 20 days with different
inhibitor concentrations. The lowest corrosion rate value was obtained at 2500
ppm inhibitor concentration with a time of 25 days, namely 0.0256 mm/y while
the highest corrosion rate value was found on the materials without inhibitor
addition (0 ppm) with a time of 5 days, namely 0.3336 mm/y. Inhibitor efficiency
values continued to increase at concentrations of 2000 and 2500 ppm with a time
of 10 to 25 days. The highest inhibitor efficiency value was at a concentration of
2500 ppm with a time of 25 days, namely 83.37% and the lowest inhibitor
efficiency value was at a concentration of 1500 ppm with a time of 25 days,
namely 16.68%.

Keywords: Corrosion, Inhibitor, Papaya leaf extract, Water glass, Tannins

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr. Wb.

Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan
karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang
berjudul “Pemanfaatan Ekstrak Daun Pepaya & Water Glass Sebagai
Inhibitor Pada Baja St37” dengan baik sebagai syarat untuk penyusunan skripsi
pada program studi Teknik Mesin. Sholawat serta salam senantiasa selalu
tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, yang mana telah
membawa kita dari zaman kebodohan untuk mencapai titik pencerahan dalam
kehidupan umat manusia serta sosok yang menjadi tauladan yang sempurna yang
berorientasi kepada kemuliaan hidup dan keselamatan jiwa diakhirat kelak.

Tugas akhir ini tidak akan terwujud tanpa bantuan, dukungan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis
haturkan ucapan terima kasih kepada:

1. Kedua Orang tua penulis bapak Gusrianto dan ibunda Dewi Yanti yang
tercinta yang telah melahirkan, membesarkan dan mendidik penulis tidak
henti-hentinya membantu baik do’a maupun materi dalam penyelesaian
Tugas Akhir ini.
2. Bapak Dr. Eng. Muslim, S.T., M.T. selaku Dekan Fakultas Teknik,
Universitas Islam Riau.
3. Bapak Jhonni Rahman, B.Eng., M.Eng., Ph.D. selaku Kepala Prodi Teknik
Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau.
4. Bapak Rafil Arizona, S.T., M.Eng selaku Sekretaris Prodi Teknik Mesin,
Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau.
5. Ibu Dr. Kurnia Hastuti, S.T., M.T selaku Dosen Pembimbing dalam
penyelesaian tugas akhir ini.
6. Kepada seluruh dosen Program Studi Teknik Mesin yang telah
memberikan ilmunya kepada saya.

iii
7. Teman-teman seperjuangan teknik mesin yang sudah membantu saya
dalam menyelesaikan proposal penelitian ini dengan selesai dan
memberikan semangat serta dukungannya kepada penulis.
Demikian yang dapat saya sampaikan semoga tugas akhir ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan penulis sendiri khususnya,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membantu menyempurnakan
laporan ini.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Pekanbaru, 18 Juli 2022

Muhammad Alif Dewanto


18.331.0401

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK.........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................vii
DAFTAR TABEL...........................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................................2
1.4 Batasan Masalah...................................................................................................3
1.5 Sistematika Penulisan...........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................4
2.1 Baja......................................................................................................................4
2.1.1 Jenis-jenis Baja..........................................................................................4
2.1.2 Baja St 37...................................................................................................6
2.1.3 Aplikasi baja St 37.....................................................................................7
2.2 Korosi...................................................................................................................8
2.2.1 Jenis-Jenis Korosi......................................................................................9
2.2.2 Penyebab Korosi......................................................................................16
2.2.3 Mekanisme Terjadinya Korosi.................................................................17
2.2.4 Syarat-syarat Terbentuknya Korosi..........................................................18
2.2.5 Korosi Pada Media Air Laut....................................................................19
2.2.6 Korosi Pada Kapal Baja...........................................................................23
2.2.7 Laju Korosi..............................................................................................24
2.3 Inhibitor..............................................................................................................26
2.3.1 Efisiensi Inhibitor.....................................................................................31
2.4 Daun Pepaya.......................................................................................................32
2.4.1 Pengertian Daun Pepaya..........................................................................32
2.4.4 Ekstrak Daun Pepaya (Carica Papaya L.) Sebagai Inhibitor
Korosi...............................................................................................................36
2.5 Water Glass........................................................................................................37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................39
3.1 Diagram Alir.......................................................................................................39

v
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................................40
3.3 Alat dan Bahan...................................................................................................40
3.3.1 Alat..........................................................................................................40
3.3.2 Bahan.......................................................................................................45
3.4 Prosedur Penelitian.............................................................................................47
3.4.1 Persiapan Material...................................................................................48
3.4.2 Pembuatan Bak Uji Korosi.......................................................................48
3.4.3 Persiapan Media Korosi...........................................................................49
3.4.4 Pembuatan Inhibitor.................................................................................49
3.5 Analisis Fourier Transform Infrared (FTIR)......................................................50
3.6 Analisis Kehilangan Berat Material....................................................................51
3.7 Perhitungan Laju Korosi.....................................................................................53
3.8 Perhitungan Efisiensi Korosi..............................................................................53
3.9 Jadwal Kegiatan Penelitian.................................................................................53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................54
4.1 pH Media Pengkorosi (Tingkat Keasaman)........................................................54
4.2 Kandungan Tanin Ekstrak Daun Pepaya.............................................................54
4.3 Analisa FTIR (Fouried Transform Infared)........................................................55
4.4 Kehilangan Berat Spesimen................................................................................48
4.5 Perhitungan Laju Korosi.....................................................................................61
4.6 Perhitungan Efisiensi Inhibitor Ekstrak Daun Pepaya & Water Glass................66
4.7 Pengamatan Permukaan Material.......................................................................70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................................75
5.1 Kesimpulan.........................................................................................................75
5.2 Saran...................................................................................................................75
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................78
LAMPIRAN....................................................................................................................78

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Baja St 37.............................................................................................7


Gambar 2.2 Korosi Pada Perkapalan.......................................................................8
Gambar 2.3 Korosi Merata.......................................................................................9
Gambar 2.4 Korosi Sumuran..................................................................................10
Gambar 2.5 Korosi Erosi........................................................................................10
Gambar 2.6 Korosi Galvanis..................................................................................11
Gambar 2.7 Korosi Tegangan................................................................................12
Gambar 2.8 Korosi Celah.......................................................................................13
Gambar 2.9 Korosi Mikrobiologi...........................................................................14
Gambar 2.10 Korosi Lelah.....................................................................................15
Gambar 2.11 Korosi Batas Butir............................................................................15
Gambar 2.12 Mekanisme Terjadinya Korosi.........................................................17
Gambar 2.13 Korosi Pada Plat Kapal Baja............................................................23
Gambar 2.14 Physical Adsorption Antara Anion Inhibitor dan Muatan Positif
Logam.............................................................................................30
Gambar 2.15 Daun Pepaya.....................................................................................31
Gambar 2.16 Pepaya California.............................................................................33
Gambar 2.17 Pepaya Hawai...................................................................................33
Gambar 2.18 Pepaya Bangkok...............................................................................34
Gambar 2.19 Pepaya Red Lady..............................................................................34
Gambar 2.20 Pepaya Carisya.................................................................................35
Gambar 2.21 Pepaya Arum Bogor.........................................................................35
Gambar 2.22 Water Glass......................................................................................37
Gambar 3.1 Diagram Alir......................................................................................38
Gambar 3.2 Gelas Ukur..........................................................................................32
Gambar 3.3 Kertas Indicator Universal.................................................................40
Gambar 3.4 Mesin Cutting off NRT.......................................................................40
Gambar 3.5 Timbangan Digital..............................................................................40
Gambar 3.6 Toples.................................................................................................41
Gambar 3.7 Jangka Sorong....................................................................................41

vii
Gambar 3.8 Blender...............................................................................................42
Gambar 3.9 Kertas Saring......................................................................................42
Gambar 3.10 Fourier Transform Infrared (FTIR).................................................42
Gambar 3.11 Rotary Vacum Evaporator...............................................................43
Gambar 3.12 Mikroskop Struktur Micro OLYMPUS...........................................43
Gambar 3.13 Daun Pepaya.....................................................................................44
Gambar 3.14 Garam (NaCl)...................................................................................44
Gambar 3.15 Water Glass......................................................................................44
Gambar 3.16 Etanol 70%.......................................................................................45
Gambar 3.17 Aquades............................................................................................45
Gambar 3.18 Amplas.............................................................................................46
Gambar 3.19 Baja St 37.........................................................................................46
Gambar 3.20 Potongan Baja St 37.........................................................................47
Gambar 3.21 Aquarium/Bak Penguji.....................................................................47
Gambar 3.22 Jadwal Kegiatan Penelitian..............................................................53
Gambar 4.1 Hasil Uji pH Menggunakan Kertas Indicator Universal....................54
Gambar 4.2 Hasil Uji Tanin Ekstrak Daun Papaya................................................55
Gambar 4.3 Hasil Uji FTIR Pada Ekstrak Daun Papaya.......................................55
Gambar 4.4 Hasil Uji FTIR Pada Water Glass......................................................56
Gambar 4.5 Grafik Kehilangan Berat Berdasarkan Hari Dengan Konsentrasi
Inhibitor.............................................................................................60
Gambar 4.6 Grafik Laju Korosi Berdasarkan Hari Dengan Konsentrasi
Inhibitor.............................................................................................65
Gambar 4.7 Grafik Efisiensi Inhibitor Berdasarkan Hari Dengan Konsentrasi
Inhibitor.............................................................................................69
Gambar 4.8 Permukaan Material Sebelum Perendaman........................................70
Gambar 4.9 Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Pada 0 ppm......................................71
Gambar 4.10 Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Pada 1500 ppm..............................71
Gambar 4.11 Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Pada 2000 ppm..............................72
Gambar 4.12 Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Pada 2500......................................73
Gambar 4.13 Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Pada 3000......................................73

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Pada Baja St 37...........................................................7

Tabel 2.2 Unsur-Unsur Utama Dalam Media Air Laut..........................................19

Tabel 2.3 Meditasi Ion/Molekul Pada Air Laut Densitas 1,023 G/Cm3 Pada

Suhu 25...................................................................................................22

Tabel 2.4 Standart Ketahanan Laju Korosi............................................................26

Tabel 3.1 Informasi Kehilangan Berat Material.....................................................51

Tabel 4.1 Data Hasil Kehilangan Berat Material...................................................58

Tabel 4.2 Data Tingkat/Laju Korosi Pada Setiap Material....................................63

Tabel 4.3 Data Efisiensi Inhibitor..........................................................................68

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Baja St 37 adalah salah satu bahan yang umumnya digunakan dalam
industri perkapalan. Baja St 37 adalah baja yang disebut memiliki kekakuan yang
besar, yaitu pada lingkup 37-45 kg/mm². Baja ini termasuk baja karbon rendah
karena memiliki nilai karbon 0,03 – 0,35% (Agus, 2002). Baja ini juga memiliki
nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan lain. Meskipun memiliki
banyak manfaat, baja jenis ini memiliki kelemahan yaitu mudah tergerus
(Handoko, 2013). Erosi masih menjadi salah satu masalah yang diperhatikan oleh
para pelaku usaha mengingat efeknya yang sangat menghambat. Kejadian erosi
memang tidak bisa dihindarkan, namun laju konsumsi ini bisa dikurangi. Upaya
untuk mengurangi tingkat konsumsi harus dimungkinkan dengan jaminan katodik,
asuransi anodik, pertanggungan dan perluasan inhibitor (Yunus, 2019).
Penggunaan inhibitor sangat mungkin merupakan cara terbaik untuk mencegah
konsumsi karena biayanya yang murah dan siklusnya mudah (Prasetyo, 2018).

Inhibitor korosi terdiri dari inhibitor anorganik dan inhibitor alami.


Inhibitor anorganik antara lain silikat, borat, tungstat, fosfat, kromat, dikromat,
dan arsenat merupakan jenis senyawa sintetik yang berbahaya, mahal, dan tidak
berbahaya bagi ekosistem (Indrayani, 2016). Oleh karena itu, hingga saat ini
pemanfaatan bahan alam tambahan yang biasa digunakan sebagai penghambat
konsumsi lebih terjamin. Zat penguat sel, misalnya polifenol, tanin, alkaloid,
saponin, minyak obat, dan asam amino yang memiliki banyak komponen N, O, P,
S, dapat membingkai campuran kompleks yang cocok untuk menahan konsumsi
logam (Mahendra, 2017). . Salah satu bahan pengikat normal yang mengandung
banyak penguat sel dan berpotensi sebagai penghambat erosi adalah daun pepaya
(Carica Papaya) (Sanjaya, 2018).

Daun pepaya juga memiliki senyawa sintetik N-acetylglucosamine yang


berfungsi sebagai pelindung dari erosi (Ramon et al, 2018). Demikian pula, daun

1
pepaya tidak sulit diperoleh, sederhana, dan tidak berbahaya bagi ekosistem. Pada
penelitian lainnya dilakukan oleh (Gestin, 2018) Water glass dapat juga
membantu pembentukkan lapisan pelindung pada material seperti baja untuk
menghambat terjadinya perkaratan. Waterglass dikenal sebagai air bening
(waterglass) atau larutan bening (liquidglass). Waterglass, berwarna putih dengan
bentuk padat, dapat larut dalam air (menghasilkan larutan alkali). Waterglass
bersifat stabil, baik dalam bentuk biasa maupun larutan alkali. Waterglass
merupakan salah satu bahan tertua dan paling aman yang sering digunakan di
dalam industri kimia, hal ini dikarenakan proses produksi yang lebih sederhana
maka sejak tahun 1818 waterglass berkembang dengan cepat (Anita et al, 2013).
Pada water glass mempunyai senyawa yang dinamakan natrium silikat yang
sering dipakai sebagai penghambat karat (corrosion) (Gestin, 2018).

Berdasarkan penelitian di atas diketahui ekstrak daun pepaya dan water


glass keduanya memiliki kemampuan menghambat laju korosi dengan mekanisme
yang berbeda. Pada penelitian ini zat tersebut akan digabungkan dengan tujuan
untuk meningkatkan kemampuan menurunkan laju korosi. Jika hanya ekstrak
daun pepaya saja yang dijadikan inhibitor, maka persentase laju korosi tidak
sebesar dari penggabungan antara ekstrak daun pepaya dan water glass.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang
ditentukan adalah:

1. Bagaimana cara menurunkan laju korosi baja St 37 dalam air garam ?


2. Apakah ekstrak daun pepaya dan water glass dapat menurunkan laju
korosi baja St 37 dalam air garam ?
3. Pada komposisi berapakah campuran ekstrak daun pepaya dan water glass
menghasilkan laju korosi terendah ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian yang akan dilakukan yaitu sebagai berikut:

1. Mendapatkan cara untuk menurunkan laju korosi baja St 37 dalam air


garam.

2
2. Mendapatkan laju korosi baja St 37 dengan variasi inhibitor ekstrak daun
papaya dan water glass.
3. Mendapatkan efisensi inhibitor pada komposisi yang berbeda.
4. Mendapatkan komposisi ekstrak daun pepaya dan water glass yang sesuai
untuk mendapatkan laju korosi terendah.

1.4 Batasan Masalah


Adapun batasan-batasan masalah pada penilitian ini yaitu:

1. Material yang digunakan adalah baja St37.


2. Media pengkorosi yang digunakan adalah air garam.
3. Inhibitor campuran dari ekstrak daun papaya dan Water glass.
4. Lama waktu perendaman yaitu 5, 10, 15, 20, 25 hari.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan pada penulisan proposal penelitian ini yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah,


tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Menguraikan dasar teori yang dipakai dalam pembahasan atau


penyelesaian yang berhubungan langsung dengan pemecahan masalah.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam penelitian.

BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan hasil data dan pembahasan tentang laju korosi yang
terjadi pada baja St 37 menggunakan Water Glass dan pengaruh
penambahan inhibitor alami terhadap laju korosi tersebut.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini memgenai kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah
dikerjakan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja
Baja adalah komposit logam dengan besi sebagai komponen dasar dan
karbon sebagai komponen paduan utama. Kandungan karbon dalam baja naik dari
0,2% menjadi 2,1% menurut beratnya. Kapasitas karbon dalam baja adalah
sebagai komponen pemadatan dengan menjaga pelepasan agar tidak bergerak di
penampang permata molekul besi. Komponen paduan lain yang umumnya
ditambahkan selain karbon adalah mangan (mangan), krom (kromium), vanadium,
dan tungsten. (Purwanto, 2017).

Baja karbon adalah komposit dari besi karbon yang komponen karbonnya
sangat menentukan sifat-sifatnya, sedangkan komponen paduan lain yang
umumnya terkandung di dalamnya terjadi karena sistem perakitannya. Sifat-sifat
karbon biasa tidak ditentukan oleh tingkat karbon dan struktur mikro.

Baja karbon dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah kandungan


karbonnya, yaitu baja karbon rendah disebut baja ringan (mild steel) atau baja
perkakas, bukan baja yang keras, karena kandungan karbonnya rendah kurang dari
0,3%. Baja karbon sedang mengandung karbon 0,3%-0,6% dan memungkinkan
baja untuk dikeraskan sebagian dengan pengerjaan panas (heat treatment) yang
sesuai. Baja karbon tinggi mengandung karbon 0,6-1,5%, dibuat dengan cara
digiling panas (Purwanto, 2017).

2.1.1 Jenis-jenis Baja


Baja secara umum dikelompokkan menjadi 2 jenis dengan komposisi yang
berbeda yaitu:

1. Baja karbon
Baja karbon adalah logam yang terbentuk karena adanya beberapa
unsur, unsur, unsur utamanya yaitu besi (Fe) dan unsur karbon (C) serta
unsur pemadu lainnya seperti silicon, belerang, pospor, mangan, dimana

4
masing-masing unsur memiliki pengaruh terhadap sifat mekanik dan dari
baja karbon tersebut. Berdasarkan kadar kandungannya karbonnya, baja
dibagi menjadi 3 jenis yaitu:

a. Baja karbon rendah


Baja karbon rendah memiliki kadar karbon 0.03-0.35%C. Baja ini
memiliki keuletan dan tangguh yang tinggi, mudah dibentuk dan di las,
sehingga banyak digunakan di bahan baku pembuatan body mobil dan
kapal, struktur bangunan, pedal gas, bahan konstruksi pipa dan lain-
lain.
b. Baja karbon menengah
Baja karbon menengah memiliki kadar karbon 0.35-0.50%C. Baja
karbon sedang mempunyai kekuatan yang lebih dari baja karbon
rendah dan mempunyai kualitas perlakuan panas yang tinggi, tidak
mudah dibentuk oleh mesin, lebih sulit dilakukan untuk pengelasan,
dan dapat dikeraskan (quenching) dengan baik. Baja karbon sedang
banyak digunakan untuk poros, rel kereta api, roda gigi, pegas, baut,
komponen mesin yang membutuhkan kekuatan tinggi, dan lain-lain.
c. Baja karbon tinggi
Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon sebesar 0.55-1.70%C.
Baja ini memliki keuletan yang rendah, ketahanan panas, kuat tarik
yang tinggi sehingga banyak digunakan dalam untuk peralatan sarana
atau mekanik.

2. Baja paduan
Baja paduan merupakan baja dengan campuran satu atau lebih elemen
seperti carbon, manganese, silicon, nickel, chromium, molybdenum,
vanadium, cobalt, dll. Fungsi utama dari elemen paduan yaitu untuk
meningkatkan atau “menyempurnakan” sifat-sifat mekanis dari baja.
Sebagai contoh nickel dapat memberi kekuatan pada baja dan dapat
membantu baja dalam proses pengerasan memalui quenching serta
tempering. Chromium dapat mencegah karat.Chromium serta molybdenum

5
dapat membantu baja dalam meningkatkan kemampuan pengerasan.
Berdasarkan kadar paduannya, baja paduan dibagi atas yaitu:

a. Baja paduan rendah


Baja paduan rendah memiliki elemen paduannya kurang dari 2.5%
yang terdiri dari beberapa unsur yaitu Cr, Mn, Si, S, P dan lain-lain.
Aplikasinya banyak digunakan pada kapal, jembatan, roda kereta api,
ketel uap, tangki gas, pipa gas dan sebagainya.
b. Baja paduan menengah
Baja paduan menengah memiliki elemen paduannya 2.5-10% yang
terdiri dari beberapa unsur yaitu Cr, Mn, Si, S, P dan lain-lain.
Penggunaannya biasanya dipakai pada pipa bawah laut dan lain-lain.
c. Baja paduan tinggi
Baja paduan tinggi memiliki elemen paduannya lebih dari 10% yang
terdiri dari beberapa unsur yaitu Cr, Mn, Si, S, P dan lain-lain.
Aplikasinya digunakan pada bearing, bejana tekan, baja pegas, cutting
tools, frog rel kereta api dan sebagainya.

2.1.2 Baja St 37
Baja St 37 merupakan baja karbon rendah (low carbon steel) yang
kandungan karbonnya di bawah 0,35% sehingga memiliki sifat halus dan lebih
jauh lagi memiliki kekuatan rapuh dibandingkan dengan baja karbon sedang dan
baja karbon tinggi, namun baja karbon rendah memiliki sifat lentur dan kuat yang
sangat baik. Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon di bawah 0,35%
perlu perawatan ekstra jika ingin perlu melakukan perubahan material atau perlu
memantapkan material (Gide, 1967). Pada umumnya, baja dengan kandungan
karbon di atas 0,35% dapat dipadatkan secara langsung, namun untuk kandungan
karbon di bawah 0,35% melalui cara yang paling umum dengan menambahkan
karbon terlebih dahulu. Jenis baja St 37 adalah standar penamaan kebisingan yang
berarti baja dengan kekakuan 37 kg/mm2, memiliki struktur 0,17% C, 0,30% Si,
0,2-0,5% Mn, 0,05% P, 0 0,05% S. St 37 memiliki elastisitas hingga 123,82 HV
memiliki tempat dengan tandan baja hipoeutektik yang mengandung struktur
mikro ferit dan perlit. Baja St 37 memiliki tempat dengan kelompok baja karbon

6
rendah karena kandungan karbonnya hanya 0,17%. Pada penelitian ini baja yang
digunakan adalah baja St 37 karena baja St 37 merupakan material yang
digunakan di industry perkapalan. Baja St 37 dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Baja St 37 (http://m.id.carbonsteelchina.com/steel-plate/st37-2-steel-


flat-bar.html)

2.1.3 Aplikasi baja St 37


Aplikasi baja St 37 anatara lain:

1. Diaplikasikan sebagai wire wash, kawat, alat-alat otomotif, paku, dan


untuk bahan welded abriccation.
2. Penggunaan pengaplikasian khusus seperti kawat elekroda beerlapis untuk
keperluan bahan pengelasan.
3. Sebagai bahan konstruksi bangunan dan perkapalan.
Komposisi kimia yang ada pada baja St 37 dapat dilihat pada Table 2.1
berikut:

Tabel 2.1 Komposisi kimia pada baja St 37

Unsur Kandungan (%) Unsur Kandungan (%)


Fe 99,310 S 0,015
Mn 0,375 Co 0,007
C 0,118 Nb 0,006
Si 0,055 Cu Maks. 0,004
W 0,046 Mo Maks. 0,004

7
Ni 0,026 Al Maks. 0,002
Cr 0,021 V Maks. 0,001
P 0,017 - -

2.2 Korosi
Kata erosi berasal dari bahasa latin "corrodere" dan itu menyiratkan
pemusnahan logam atau karat. Erosi adalah pelenyapan material (khususnya
logam) karena keadaannya saat ini. Logam terjadi karena reaksi sintetik,
khususnya pada suhu tinggi antara logam dan gas atau erosi elektrokimia terjadi di
air atau kondisi udara basah (Gel et al, 2010).

Reaksi langsung disebut juga korosi kering dan reaksi substitusi disebut
korosi basah. Reaksi langsung (korosi kering) mengingat oksidasi untuk udara,
reaksi dengan asap belerang, hidrogen sulfida dan konstituen udara kering
lainnya, serta reaksi dengan logam cair lainnya seperti natrium. Reaksi ini asli dan
normal pada suhu yang agak tinggi. Pada dasarnya, reaksi korosi logam terjadi
secara elektrokimia (Gel et al, 2010), yang terjadi pada daerah katoda dan anoda
dengan membentuk rangkaian arus tertutup. Reaksi korosi berlangsung di daerah
permukaan katoda dan anoda. Korosi elektrokimia dapat dijelaskan dengan suatu
sistem yang disebut sel korosi basah sederhana dengan anoda dan katoda tunggal.
Korosi yang terjadi pada perkapalan bisa dilihat pada Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Korosi pada perkapalan (https://docplayer.info/171336536-Analisa-


laju-korosi-pada-pipa-baja-karbon.html)

8
2.2.1 Jenis-Jenis Korosi
Beberapa jenis-jenis korosi yang sering terjadi pada baja yaitu:

1. Korosi seragam/merata (uniform corrosion)


Serangan seragam atau korosi seragam adalah korosi yang terjadi pada
permukaan logam karena respons sintetis dari air pH rendah dan udara
lembab, sehingga logam akan menyebar dalam jangka panjang. Biasanya
ini terjadi pada pelat baja atau profil dan logam homogen (Utomo, 2009).
Korosi semacam ini dapat dicegah dengan menerapkan lapisan pertahanan
yang mengandung inhibitor sebagai berikut:
a. Untuk lambung kapal diberi proteksi katodik
b. Pemeliharaan material yang tepat
c. Untuk jangka pemakaian yang lebih panjang diberi logam
berpaduan tembaga 0,4%

Gambar 2.3 Korosi Merata


(http://m10mechanicalengineering.blogspot.com/2013/11/macam-macam-bentuk-
korosi.html)

2. Korosi Sumuran (pitting corrosion)


Korosi pitting adalah korosi terbatas dari permukaan logam terikat pada
titik soliter atau wilayah kecil, dan membentuk rongga. Korosi pitting
adalah salah satu korosi yang paling berbahaya, karena sulit diamati korosi
nya tanpa menggunakan alat pendukung (Yuda, 2021). Untuk bahan bebas
cacat, korosi lubang disebabkan oleh lingkungan kimia yang mungkin
mengandung spesies kimia agresif seperti klorida. Klorida sangat merusak
lapisan pasif (oksida) sehingga pitting dapat terjadi pada basa oksida.
Lingkungan juga dapat mengatur perbedaan antara sel aerasi (tetesan air
pada permukaan baja, misalnya) dan pitting dapat dimulai di lokasi anodik

9
(pusat tetesan air). Metode pengendalian korosi pitting adalah sebagai
berikut:

a. Jauhi permukaan logam dari goresan


b. Permukaan logam halus
c. Jauhi potongan material dari berbagai jenis logam
d. Pilih bahan yang homogen
e. Diberikan inhibitor
f. Diberi penutup zat kuat

Gambar 2.4 Korosi sumuran (https://docplayer.info/73550308-Analisis-laju-


korosi-dan-kekerasan-pada-stainless-steel-304.html)

3. Korosi Erosi (errosion corrosion)


Korosi erosi mungkin merupakan bahaya yang paling dikenal luas untuk
kerangka penyaluran karena perkembangan umum cairan destruktif
dengan permukaan logam. Kecepatan cairan yang agak tinggi dan
mengandung partikel akan menyebabkan disintegrasi, dan kecepatan
cairan yang umumnya lambat akan menyebabkan konsumsi. Hanya pada
kecepatan tertentu (kecepatan dasar) erosi disintegrasi dapat terjadi. Laju
kerusakan yang ditimbulkan oleh energi kerjasama antara korosi dan
disintegrasi lebih penting daripada kerugian yang ditimbulkan oleh korosi
saja atau disintegrasi saja.

10
Gambar 2.5 Korosi erosi (http://repository.unpas.ac.id/15367/3/7.Bab%20II.pdf)

4. Korosi Galvanis (galvanis corrosion)


Korosi galvanik atau bimetalik adalah jenis erosi yang terjadi ketika dua
logam yang berbeda bersentuhan langsung dalam media yang merusak.
Komponen korodi galvanik: korosi ini terjadi karena proses elektrokimia
dari dua jenis logam dengan berbagai kemungkinan yang secara langsung
terkait dalam elektrolit yang sama (Yuda, 2021). Dimana elektron
mengalir dari logam yang kurang mulia (anodik) ke logam yang lebih
mulia (katodik), akibatnya logam yang kurang mulia berubah menjadi ion
positif karena kehilangan elektron. Ion logam positif bereaksi dengan ion
negatif dalam elektrolit membentuk garam logam. Akibat peristiwa ini,
permukaan anoda kehilangan logam, mengakibatkan terbentuknya sumur
karat (surface attack) atau serangan karat permukaan.

Gambar 2.6 Korosi galvanis


(https://www.labaratuar.com/id/testler/malzeme/galvanik-korozyon-testi-astm-
f3044.html)

11
5. Korosi Tegangan (stress corrosion)
Koros tegangan (stress consumption breaking) adalah siklus pemutusan
yang membutuhkan aktivitas sinkron dari bahan perusak (karat) dan
didukung oleh tekanan yang lentur. Ini tidak termasuk pengurangan bagian
yang dikorosi karena kegagalan dengan patahan yang cepat. Ini juga
menggabungkan korosi interkristalin atau transkristalin, yang dapat
melenyapkan senyawa tanpa tekanan yang diterapkan atau tekanan yang
tersisa. Pemecahan korosi tegangan dapat terjadi dalam campuran dengan
penggetasan hidrogen. Sistem erosi tegangan: terjadi karena hubungan 3
faktor bagian, untuk lebih spesifik:
a. Bahan yang tidak tahan terhadap erosi
b. Adanya susunan elektrolit (iklim)
c. Ada tegangan
Misalnya, tembaga dan kombinasinya tidak rentan terhadap senyawa
garam yang berbau, baja lunak tidak tahan terhadap alkalin dan baja
temper rentan terhadap klorida.

Gambar 2.7 Korosi tegangan (https://www.kajianpustaka.com/2019/12/korosi-


pengkaratan-reaksi-jenis-penyebab-dan-perlindungan.html)

6. Korosi Celah (crevice corrosion)


Korosi celah (crecive corrosion) ialah sel korosi yang diakibatkan oleh
perbedaan konsentrasi zat asam. Korosi yang terjadi pada logam yang
berdempetan dengan logam lain diantaranya ada celah yang dapat
menahan kotoran dan air sehingga kosentrasi O2 pada mulut kaya

12
dibanding pada bagian dalam, sehingga bagian dalam lebih anodic dan
bagian mulut jadi katodik (Utomo, 2009). Mekanisme Crevice Corrosion:
dimulai oleh perbedaan konsentrasi beberapa kandungan kimia, biasanya
oksigen, yang membentuk konsentrasi sel elektrokimia (perbedaan sel
aerasi dalam kasus oksigen). Di luar dari celah (katoda), kandungan
oksigen dan pH lebih tinggi tetapi klorida lebih rendah.

Gambar 2.8 Korosi celah (http://repository.untag-


sby.ac.id/3275/3/09.%20BAB%202.pdf)

7. Korosi Mikrobiologi
Korosi yang terjadi karena bentuk kehidupan mini yang mempengaruhi
korosi meliputi mikroba, organisme, tumbuhan hijau dan protozoa
(Utomo, 2009). Korosi ini bertanggung jawab atas penurunan material di
iklim. Akibat dimulainya atau laju konsumsi dalam suatu ruang, makhluk
hidup mini sebagian besar bersentuhan dengan permukaan erosi dan
kemudian bergabung dengan permukaan logam sebagai lapisan tipis atau
biodeposit. Penutup film tipis atau biofilm. Perkembangan lapisan tipis
selama 2-4 jam penggenangan untuk membentuk lapisan ini terlihat hanya
bertitik-titik dibandingkan dengan seluruhnya pada tingkat yang dangkal.
Korosi semacam ini dapat dicegah dengan :

13
a. Memilih logam yang tepat untuk iklim dengan keadaannya
b. Memberikan lapisan pertahanan dengan tujuan agar lapisan logam
terlindung dari keadaan saat ini
c. Lebih mengembangkan iklim dengan tujuan agar tidak merusak
d. Jaminan elektrokimia dengan anoda damai atau arus berlawanan
e. Kerjakan pembangunan agar tidak menahan air, lumpur dan zat
perusak lainnya

Gambar 2.9 Korosi mikrobiologi (http://sindhuw.blogspot.com/2012/01/korosi-


mikrobiologi.html)

8. Korosi Lelah (fatigue corrosion)


Korosi lelah adalah kegagalan rapuh dari komposit yang disebabkan oleh
perubahan tekanan dalam iklim yang merusak. Logam yang pecah karena
regangan yang terjadi di sisi lain atau berulang-ulang disebut gagal
dikarenakan kelelahan. Pada saat logam terkena beban siklus berulang,
namun masih di bawah batas kekuatan luluh. Jadi setelah cukup lama akan
pecah karena keausan logam. Kelelahan dapat ditingkatkan dengan adanya
serangan korosi. Perpaduan antara kelemahan dan konsumsi yang
menghasilkan kegagalan disebut korosi kelelahan. Korosi kelelahan terjadi
di daerah yang mengalami beban, las dan lain-lain. Korosi ini terjadi
karena logam mendapatkan beban siklus yang terus berulang sehingga
semakin lama logam akan mengalami patah karena terjadi kelelahan
logam. Korosi ini biasanya terjadi pada turbin uap, pengeboran minyak

14
dan propeller kapal (Utomo, 2009). Korosi jenis ini dapat dicegah dengan
cara :
a. Menggunakan inhibitor
b. Memilih bahan yang tepat atau memilih bahan yang kuat korosi

Gambar 2.10 Korosi lelah


(https://ejournal.undip.ac.id/index.php/kapal/article/viewFile/2731/2421)

9. Korosi Batas Butir (intergranular corrosion)


Korosi batas butir atau intergranular attack (IGA) adalah serangan korosi
di sekitar batas butir atau wilayah sekitarnya tanpa serangan yang berarti
pada butir sebenarnya. Seperti diketahui, logam adalah rencana permainan
butiran seperti kaca seperti butiran pasir yang membentuk batu pasir.
Butiran-butiran tersebut saling menempel satu sama lain yang kemudian
berbentuk mikrostruktur. Adanya serangan korosi batas butir membuat
butir menjadi tidak berdaya, terutama pada batas butir sehingga logam
kehilangan kekokohan dan kelenturannya. Sebagian besar paduan logam
tidak berdaya untuk membatasi konsumsi butiran ketika disajikan pada
kondisi yang kuat. Ini karena batas butir adalah titik kesaksian (presipitasi)
dan partisi (isolasi), yang membuatnya benar-benar dan artifisial unik
dalam kaitannya dengan butir.

15
Gambar 2.11 Korosi batas butir
(https://www.google.com/search?q=gambar+korosi+batas+butir&hl.html)

2.2.2 Penyebab Korosi


Waktu korosi bergantung pada siklus elektrokimia, khususnya siklus
(perubahan/respon zat) yang mencakup keberadaan daya. Bagian-bagian tertentu
dari besi berjalan sebagai poros yang negative (terminal negatif, anoda),
sementara bagian yang berbeda berjalan sebagai tiang yang pasti (terminal positif,
katoda). Elektron mengalir dari anoda ke katoda, dengan tujuan agar terjadi
korosi. Korosi dapat terjadi pada medium kering maupun medium basah. Ilustrasi
korosi yang terjadi dalam medium kering adalah penyerangan logam besi oleh gas
oksigen (O2) atau oleh gas sulfur dioksida (SO2).

Pada media basah, korosi dapat terjadi secara konsisten atau lokal. Sebuah
ilustrasi korosi seragam dalam media basah adalah besi diturunkan dalam
pengaturan korosif hidroklorik (HCI). Korosi dalam media basah yang terjadi
secara lokal dapat memberikan tampilan yang jelas, misalnya kejadian korosi
galvanic kerangka besi-seng, korosi disintegrasi, korosi celah, korosi lubang,
korosi pengupasan, dan korosi lunak, sedangkan elemen sangat kecil diciptakan
misalnya oleh konsumsi tekanan, erosi retak, dan erosi antara butiran.
Bagaimanapun, beberapa korosi pada logam, khususnya besi, korosi di alam
melalui strategi elektrokimia yang mencakup banyak kekhasan antarmuka. Ini
adalah alasan mendasar untuk berbicara tentang tingkat korosi.

16
2.2.3 Mekanisme Terjadinya Korosi
Korosi terjadi melalui reaksi redoks, di mana logam mengalami oksidasi,
sedangkan oksigen mengalami reduksi. Karat logam pada umumnya berupa
oksida dan karbonat. Korosi secara keseluruhan merupakan proses elektrokimia.
Pada korosi logam bagian tertentu dari besi sebagai anode, di mana logam
mengalami oksidasi. Pada permukaan logam yang permukaannya miring
merupakan daerah yang memiliki potensi karat yang tinggi. Karena permukaan
yang miring, akan terjadi oksidasi logam Fe atau pelarutan atom-atom besi
disertai dengan pelepasan elektron. Adapun reaksinya adalah : Fe (s) → Fe2+ (aq)
+ 2e.

Elektron yang dikirim selama waktu yang dihabiskan untuk melarutkan


logam besi (respon oksidasi pada anoda) akan bergerak melalui logam besi. Siklus
ini ekuivalen dengan interaksi yang terjadi pada sel volta, di mana elektron
mengalir melalui sirkuit luar sel volta ke daerah katoda, sehingga menimbulkan
respons penurunan gas oksigen dari udara. Respon penurunan adalah sebagai
berikut: O2 (g) + 2H2O (g) + 2e a 4OH- (aq). Sementara itu, partikel Fe2+ yang
terurai dalam tetesan air (akibat reaksi oksidasi) akan bergerak menuju daerah
katoda. Jika dikaitkan dengan siklus dalam sel volta, perkembangan partikel besi
setara dengan pergerakkan partikel sebagai partikel melalui perpanjangan garam
dalam sel volta. Partikel Fe2+ yang bergerak akan bereaksi dengan partikel OH-
untuk membingkai oksida esensial, khususnya Fe(OH)2. Responnya adalah: Fe2+
(aq) → Fe(OH)2 (s). Fe(OH)2 yang telah dibingkai akan dioksidasi oleh oksigen
membentuk karat, responnya adalah: 2Fe(OH)2 (s) + O2 (g) → Fe2O3 .nH2O(s).
Mengingat hal ini, persamaan karat untuk besi adalah Fe2O3 .nH2O. huruf 'n'
dalam atom air menunjukkan jumlah partikel air yang termasuk dan terperangkap
dalam siklus konsumsi.

17
Gambar 2.12 Mekanisme terjadinya korosi
(https://www.ruangguru.com/blog/pengertian-korosi-dan-faktor-penyebabnya)

2.2.4 Syarat-syarat Terbentuknya Korosi


Adapun syarat-syarat terbentuknya korosi yaitu:

1. Anoda
Anoda ialah bagian logam yang berjalan sebagai terminal di mana respons
anodik terjadi. Respons anodik adalah respons yang menghasilkan
elektron dan mengirimkan partikel positif ke dalam susunan elektrolit.
Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi itu berlaku sebagai anode, di
mana besi mengalami oksidasi. Elektron yang dibebaskan di anode
mengalir ke bagian lain dari besi itu yang bertindak sebagai katode, di
mana oksigen tereduksi. Potensial anoda lebih negatif dari katoda sehingga
elektron di anoda mengalir melalui kontak metalik ke katoda Reaksinya
adalah sebagai berikut:
Fe → Fe2+ + 2e

2. Katoda
Katoda adalah bagian logam yang berfungsi sebagai terminal yang melalui
respons katodik dan menerima elektron dari anoda. Proteksi katoda adalah
metode yang ampuh untuk mencegah pemutusan korosi tekanan (putus
karena korosi), dengan memutar arah arus korosi untuk membangun
kembali elektron yang terpisah dari logam tertentu, yang aman atau tahan

18
sehingga siklus konsumsi pada logam dapat dikurangi atau dibunuh (tidak
hilang). Kerangka asuransi katodik biasanya digunakan untuk melindungi
baja, saluran pipa, tangki, timbunan, kapal, tahap menuju laut, dan rumah
sumur minyak pedalaman. Reaksinya adalah sebagai berikut:
2 H+ 2e → H2

3. Elektrolit
Elektrolit adalah media yang bersentuhan dengan permukaan logam, baik
anoda maupun katoda. Medium ini merupakan tempat pertukaran partikel
positif yang terjadi karena adanya respon pada anoda terhadap katoda.
Media dapat menyalurkan momentum listrik seperti air dan tanah. Zat
elektrolit terlarut merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya korosi
plat baja dalam lingkungan air. Di dalam terdapat berbagai jenis zat
elektronik terlarut diantaranya NaF, NaCI, NaBr, Nal, dan Na2 SO4
dengan jumlah yang bervariasi. Dalam penelitian ini diteliti mengenani
pengaruh berbagai jenis zat elektrolit terlarut dengan berbagai konsentrasi
dan berbagai daya hantar listrik terhadap laju korosi plat baja. Contohnya
adalah pada reaksi elektron dengan H dalam membentuk molekul H2 yang
berupa gelembung gas sehingga katoda akan terproteksi dari korosi.

4. Penghantar listrik
Agar aliran listrik mengalir antara katoda dan anoda, harus ada saluran
yang dapat mengalirkan aliran listrik atau elektron.

2.2.5 Korosi Pada Media Air Laut


Korosi pada media air laut adalah salah satu korosi yang sering terjadi di
dunia perkapalan dan industri. Iklim air laut adalah iklim yang memiliki tingkat
kerusakan yang tinggi. Korosi pada air laut sangat tergantung pada kadar klorida,
pH, kadar oksigen dan temperatur. Korosi yang terjadi pada iklim air laut
didorong oleh faktor-faktor: kadar gas dalam air laut (aerosol), hujan deras
(downpour), embun, penumpukan, tingkat kelengketan, dan resistivitas. Biasanya
iklim air laut mengandung partikel klorida dengan paduan daya hilang yang
tinggi, komponen yang terkandung dalam air laut harus terlihat pada Tabel 2.2
dan tingkat oksigen yang terkandung juga korosi yang buruk karena air laut.

19
Tabel 2.2 Unsur-unsur utama dalam media air laut

Part/Milio Equevalents/Milio Part/Milion/Unit/Chlorinit


Anion
n n y
Boric Acid 26,00 - 1,37
H3BO3
Fluoride, F- 1,30 0,10 0,07
Bromine, Br- 64,60 0,80 0,80
Bicarbonete,HCO 139,70 2,30 7,35

3-
Sulfate, SO42- 2,649,00 55,10 139,40
Chloride, Cl- 18,980,00 535,30 998,90
Total 253,229,0 593,60 1,147,17
0
Cation Part/Milio Equevalents/Milio Part/Milion/Unit/Chlorinit
n n y
Strotium, Sr2+ 13,30 0,30 0,70
Pottasium, K+ 380,00 9,70 20,00
Calcium, Ca2+ 400,10 20,00 21,06
Magnesium, Mg2+ 1,272,00 104,60 66,95
Sodium, Na+ 10,556,10 159,00 555,60
Total 805,228,5 593,60 664,31
0

Pada penelitian biasanya digunakan air laut buatan ini memiliki agretifitas
yang lebih besar dibandingkan dengan air laut alami. Hal ini karena pada air laut
alami masih terdapat ion Mg2+ dan Ca2+. Keberadaan ion ini bisa memperkecil
laju korosi akibat kemampuan dalam membentuk lapisan CaCO3 dan Mg (OH)2
di pertemukan material hasil dari reaksi katodik oksigen dipermukaan logam.

Air laut adalah iklim yang merusak untuk besi dan baja, pada dasarnya
karena resistivitas air laut sangat rendah (+25 Ohm-cm) dibandingkan dengan air

20
baru (+ 4000 Ohm-cm). Faktor-faktor yang mendorong korosi dalam media air
laut adalah:

1. Suhu Temperatur
Peningkatan suhu dapat mempengaruhi respon konsumsi, dengan
meningkatnya suhu laju erosi juga akan meningkat dan sebaliknya jika
suhu rendah, tingkat konsumsi juga akan kembali. Suhu yang
digunakan dalam penelitian ini adalah suhu ruangan yang berkisar
antara 20-25 derajat Celcius (°C), karena pada kisaran suhu tersebut
laju erosi akan stabil tanpa mengalami penurunan laju atau pemuaian.
dalam tingkat.
2. pH (Power of Hydrogen)
Pada keadaan pH < 7, khususnya pada iklim asam, konsumsi yang
terjadi akan jauh lebih menonjol, karena adanya respon penurunan
ekstra di daerah katoda. Ini menghasilkan jumlah partikel logam yang
teroksidasi yang menyebabkan tingkat korosi pada permukaan logam
meningkat dan memperluas daerahnya.
Perhitungan Ph adalah untuk menentukan bahwa larutan yang
digunakan bersifat asam maupun basa, dalam penelitian ini larutan
yang digunakan adalah larutan yang tergolong kedalam larutan asam
kuat yaitu asam klorida dan natrium klorida dengan sifat yang sudah
pasti bersifat asam. Perhitungan Ph akan sangat diperlukan jika larutan
yang digunakan belum teridentifikasi larutan tersebut tergolong dalam
basa maupun asam seperti pada air laut dan air hujan.
3. Kecepatan Gerakan Air Laut
Kecepatan perkembangan air laut sangat mempengaruhi laju
konsumsi logam, hal ini karena dampak dari respon oksigen yang
meluas pada permukaan logam dan menyebabkan kekurangan lapisan
penghalang yang menyebabkan disintegrasi sel. Kecepatan tinggi akan
menyebabkan dampak mekanis dan memainkan peran penting dalam
kavitasi. Kecepatan pengembangan air sangat kuat pada tingkat korosi
semakin cepat kecepatan semakin cepat tingkat korosi pada logam.

21
4. Kontak Logam Langsung dengan H2O dan O2
Korosi pada permukaan logam merupakan interaksi yang meliputi
respon redoks. Respon yang terjadi adalah sel volta yang lebih kecil
dari yang diharapkan. misalnya, korosi di zat besi terjadi dalam
pandangan oksigen (O2) dan air (H2O). Logam besi tidak murni, tetapi
mengandung kombinasi karbon yang tersebar tidak merata di dalam
logam. Dengan demikian, ini memungkinkan perbedaan listrik antara
iota logam dan partikel karbon (C). Partikel logam besi (Fe) bergerak
sebagai anoda dan partikel C sebagai katoda. Oksigen dari udara yang
terdisintegrasi dalam air akan berkurang, sedangkan air sendiri
memiliki kapasitas sebagai media dimana respon redoks terjadi pada
saat terjadinya korosi. Semakin banyak O2 dan H2O yang bersentuhan
dengan permukaan logam, semakin cepat korosi terjadi pada
permukaan logam.
5. Rasa Asin (Tingkat Garam)
Banyaknya zat terlarut dalam 1 kg air laut diterima bahwa setiap
karbonat telah diubah sepenuhnya menjadi oksida dan komponen
bromida dan yodium telah digantikan oleh klorida dan semua bahan
alami telah teroksidasi total. Untuk wilayah perairan yang berbeda di
dunia, rasa asinnya berkisar antara 32%-38% sedangkan perairan di
Indonesia berkisar antara 30%-35% rasa asinnya sangat kuat pada laju
erosi, semakin tinggi kadar garamnya semakin cepat laju konsumsinya.
Meditasi garam yang terlarut di air laut bisa dilihat pada Tabel 2.3 di
bawah ini.
Tabel 2.3 Meditasi ion/molekul pada air laut densitas 1,023 g/cm3 pada suhu 25oC

Salinitas
NaCl MgCl2 Na2SO4 CaCl2 KCl NaHCO3 KBr H3BO3 SrCl2 NaF
(o/oo)
33 23,13 4,900 4,090 1,090 0,660 0,201 0,101 0,027 0,024 0,003
35 24,53 5,200 4,090 1,160 0,695 0,201 0,101 0,027 0,025 0,003
37 25,93 5,497 4,090 1,230 0,735 0,201 0,101 0,027 0,026 0,003

22
2.2.6 Korosi Pada Kapal Baja
Korosi pada kapal baja mengakibatkan turunnya kekuatan dan umur pakai
kapal, sehingga dapat mengurangi jaminan keselamatan muatan barang dan
penumpang kapal. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar akibat korosi air
laut maka diperlukan suatu perlindungan korosi pada plat kapal. korosi kapal
dapat di tanggulangi dengan berbagai cara antara lain dengan menggunakan anoda
korban kapal dan cat kapal. Umumnya yang terkena korosi adalah plat lambung
kapal, propeller kapal dan kemudi kapal karena langsung bersentuhan dengan air
laut.

Penggunaan pelat baja untuk pembuatan kapal memiliki risiko kerugian


yang tinggi, terutama terjadinya korosi pada pelat baja yang merupakan interaksi
elektrokimia, karena iklim air laut yang memiliki resistivitas sangat rendah yaitu
+25 Ohm-cm, jika dibandingkan dengan pelat baja baru. air +4.000 Ohm-cm, dan
seperti yang ditunjukkan oleh tempat pelat pada rangka perahu. Tempat pelat baja
rangka dipisahkan menjadi tiga bagian, khususnya :

1. Dicelupkan terus menerus ke dalam air, khususnya pelat dasar


strip, pelat bilga strip, dan pelat strip samping sampai draft dasar.
2. Sepanjang air, tepatnya pelat jalur samping kapal dari draft dasar
hingga draft air terbesar.
3. Tidak diturunkan ke dalam air, khususnya pelat jalan samping
mulai dari draft terbesar sampai geladak dasar kapal.

Korosi pada kapal baja ini dapat dikurangi seminimum mungkin sehingga
nilai laju korosi kapal baja semakin kecil, korosi tidak dapat di hentikan 100%
karena kapal baja sama halnya dengan manusia walau kita sangat mampu menjaga
kesehatan ujung-ujungnya mati juga. begitu juga dengan korosi kapal baja kita
hanya dapat menekan nilai laju korosi seminimum mungkin sehingga umur kapal
dapat sesuai dengan rencana awal agar dapat menekan nilai kerugian yang di
akibatkan oleh korosi pada transportasi baja. Kapal dengan semua struktur yang
terbuat dari baja baja logam dengan komposisi zat sesuai dengan prinsip
pengembangan transportasi yang diberikan oleh departemen pemesanan kapal
(Pedoman: ABS, BKI, DNV, RINA, GL, LR, BV, NK, KR, CCS dan sebagainya)

23
dengan kelas baja : A, B, C, D dan E. ( Grade : A, B, D, E, AH32-AH40, DH32-
DH40, A32, A36, D32, D36 dan lain sebagainya) dengan ketebalan : 8 mm
sampai 100 mm , lebar : 1500 mm sampai 2700 mm, panjang : 6 m sampai 13 m.
Baja untuk pengembangan transportasi pada umumnya dipartisi menjadi tiga
bagian, yaitu baja pengembangan kapal konvensional, baja pengembangan kapal
dengan daya cengkeram tinggi, dan baja manufaktur.. Korosi terhadap plat kapal
baja dapat dilihat terhadap Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Korosi pada plat kapal baja (http://blog.docking.id/korosi-pada-


kapal-dan-penanggulangannya.html)

2.2.7 Laju Korosi


Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas
bahan terhadap waktu. Dalam perhitungan laju korosi, satuan yang biasa
digunakan adalah mm/th (standar internasional) atau mill/year (mpy, standar
British). Tingkat ketahanan suatu material terhadap korosi umumnya memiliki
niai laju korosi antara 1 – 200 mpy (Amiadji, 2015). Pada umumnya perhitungan
laju korosi menggunakan 2 medtode yaitu medtode kehilangan berat dan metode
elektrokimia. Penjelasan kedua metode tersebut sebagai berikut:

1. Metode Kehilangan Berat (Weight Loss)


Metode kehilangan berat adalah metode pengukuran laju korosi yang
paling banyak digunakan. Sampel ditempatkan di dalam sistem dan dibiarkan
untuk terkorosi. Setelah itu dihitung laju korosnya melalui kehilangan berat
yang terjadi pada sampel. Bentuk dan dimensi sampel yang akan diuji dapat

24
bervariasi sesuai persyaratan pengujian. Persamaan untuk menghitung laju
korosi dapat ditulis sebagai berikut :

𝑘 ×w
CR(mm/y) =
𝐴×𝑡×𝜌
(2.1)

Keterangan : CR = Laju korosi (mm/y)

k = Konstanta laju korosi (8.76 × 104)

w = Massa yang hilang (gr)

𝜌 = Massa jenis sampel uji (gr/cm3)

A = Luas permukaan (cm2)

t = Waktu perendaman (hari)

Untuk mendapatkan angka pengurangan berat (W) dari logam yang telah
terkikis dengan kehilangan berat dasar dan berat terakhir atau
dikomunikasikan dengan berat akhir. Menemukan kehilangan berat dapat
menggunakan rumus berikut :

∆W = W1 - W2 (2.2)

Keterangan : ∆W = Kehilangan berat (gr)

W1 = Berat awal (gr)

W2 = Berat akhir setelah pengujian (gr)

2. Metode Elektrokimia
Metode elektrokimia merupakan strategi untuk memperkirakan tingkat
korosi dengan memperkirakan kemungkinan perbedaan item untuk
mendapatkan tingkat korosi yang terjadi, strategi ini memperkirakan tingkat
korosi ketika diperkirakan hanya yang mengukur tingkat untuk waktu yang
cukup lama. Keuntungan dari teknik ini adalah kita dapat dengan cepat
mengetahui tingkat korosi saat diperkirakan, sehingga waktu estimasi tidak
menghabiskan banyak waktu dalam sehari. (Amiadji, 2015). Pengujian laju

25
korosi menggunakan teknik elektrokimia dengan polarisasi potensi korosi
bebas dapat ditentukan dengan menggunakan resep berdasarkan Hukum
Faraday seperti di bawah ini:

CR = K 𝑎 ×i
𝑛 ×𝐷
(2.2)

Keterangan : CR = Laju korosi (mm/y)

K = Konstanta, mpy = 0,129, mm/y = 0,00327

n = Besar atom metal (gr/mol)

i = Current density (𝜇A/cm2)

D = Massa jenis logam terkorosi (gr/cm3)

Tingkat ketahanan suatu material terhadap korosi umumnya memiliki niai


laju korosi antara 1–200 mpy. Pada Tabel 2.4 di bawah ini adalah penggolongan
tingkat ketahanan material berdasarkan laju korosinya.

Tabel 2.4 Standart ketahanan laju korosi

Ketahanan
Perkiraan Metrik Setara
Korosi
Relatif Mpy mm/year mm/yr nm/yr pm/sec
Luar Biasa <1 <0.02 <25 <2 <1
Bagus Sekali 1-5 0.02-0.1 25-100 2-10 1-5
Bagus 5-20 0.1-0.5 100-500 10-50 5-20
Sedang 20-50 0.5-1 500-1000 50-100 20-50
Kurang 50-200 1-5 1000-5000 150-500 50-200
Tidak Dapat
200+ 5+ 5000+ 500+ 200+
Diterima

2.3 Inhibitor
Inhibitor adalah zat sintetik yang bila ditambahkan pada suatu iklim dapat
mengurangi laju korosi yang terjadi pada iklim tersebut terhadap logam di

26
dalamnya. (Herman, 2017). Secara praktis, jumlah yang ditambahkan sedikit, baik
secara konsisten atau kadang-kadang sesuai rentang waktu tertentu. Inhibitor
seperti yang ditunjukkan oleh bahan produksi dipartisi menjadi dua, yaitu
inhibitor spesifik dengan komponen normal unrefined dan inhibitor palsu.
Inhibitor reguler adalah inhibitor yang diproduksi menggunakan bahan alami yang
tidak ada habisnya seperti tanaman dan produk organik. Secara umum senyawa
tersebut belum memiliki pasangan, gugus nitrogen dalam senyawa tersebut
memiliki satu set elektron tunggal yang membuat inhibitor akan lebih sering
bermuatan negatif sehingga inhibitor akan tertarik ke permukaan logam dan
membentuk suatu lapisan. Inhibitor bekerja untuk mengurangi laju korosi dengan
cara yang berbeda, khususnya:

a. Menyesuaikan polarisasi katodik dan anodik (miring miring)


b. Mengurangi perkembangan partikel menuju permukaan logam
c. Meningkatkan oposisi pada permukaan logam
Sebagian umum pengelompokan inhibitor berkembang, efektivitas
inhibitor akan meningkat. Penghambat bisnis telah disampaikan di bawah merek
yang berbeda, tetapi tidak memberikan data seluk beluk yang terkait dengan
bagian substansi. Dengan cara ini, penghambat bisnis tidak dapat disangkal
menantang untuk mengenali item dari berbagai sumber, karena mengandung
musuh yang sama dari spesialis korosi. Inhibitor komersial untuk sebagian besar
mengandung setidaknya satu senyawa inhibitor dengan obat tambahan, misalnya,
sulfactants, scroungers oksigen, demulsifier, zat untuk meningkatkan pengaturan
film. Ada beberapa pembagian dalam inhibitor korosi diantaranya :

a. Inhibitor anodik
Inhibitor anodik bekerja untuk mengurangi tingkat korosi dengan
membingkai atau bekerja dengan pengembangan lapisan film yang akan
menghambat respons pelarutan logam anoda. Penggunaan inhibitor anodik
harus fokus pada fiksasi dasar. Jika fiksasi bukan fokus dasar, korosi akan
mengikuti permukaan logam. Fiksasi dasar dalam organisasi inhibitor ini
bergantung pada iklim dan sentralisasi partikel kuat.

27
b. Inhibitor Katodik
Inhibitor katodik merupakan inhibitor yang dapat mengurangi laju
korosi dengan cara menghambat salah satu cara dalam siklus katodik.
Atom alami yang tidak memihak teradsorpsi pada permukaan logam,
dengan cara ini mengurangi masuknya partikel hidrogen ke permukaan
anoda. Dengan berkurangnya masuknya partikel hidrogen ke permukaan
katoda, tegangan lebih hidrogen akan meningkat, akibatnya menghambat
respons pengembangan hidrogen yang menurunkan laju korosi. Inhibitor
katodik dipandang sebagai terproteksi terlepas dari apakah jumlah
inhibitor yang ditambahkan terlalu sedikit. Ini karena terlepas dari jumlah
katoda yang ditutupi oleh lapisan garam, bagaimanapun, akan mengurangi
laju korosi.

c. Inhibitor hurah hujan


Inhibitor curah bekerja dengan membingkai presipitasi di lapisan
luar logam. Contoh normal dari inhibitor ini adalah silikat dan fosfat.
Namun pemanfaatannya sangat dipengaruhi oleh pH dan kadar air. Juga,
fosfat mengharapkan oksigen untuk memperluas kelangsungan hidupnya.
Silikat dan fosfat sangat membantu dalam kerangka alami di mana zat
tambahan tidak beracun.

d. Inhibitor ohmik atau sedimentasi


Jenis penghambat presipitasi yang banyak digunakan adalah
natrium silikat dan penguat fosfat lainnya yang pada umumnya bagus
untuk melindungi baja, keduanya sangat kuat ketika kondisi pH mendekati
7 dengan kadar Cl rendah. Untuk situasi ini natrium silikat berfungsi
sebagai penghambat anoda terpisah.

e. Inhibitor alami
Inhibitor alami bekerja dengan membentuk campuran kompleks
yang mendorong karena adsorpsi pada permukaan logam sebagai lapisan
pertahanan hidrofobik yang dapat menekan respon logam dengan keadaan
saat ini dan dapat membunuh konstituen destruktif dan menelan konstituen

28
destruktif. Ketika ditambahkan pada fiksasi yang tepat, inhibitor dapat
melindungi seluruh permukaan logam.

Penghambat atau inhibitor organik yang efektif digunakan yaitu


senyawa-senyawa organik yang mengandung heteroatom seperti oksigen
(O), nitrogen (N), belerang (S) dan ikatan rangkap di dalam molekul-
molekulnya yang memfasilitasi adsorbs pada permukaan logam/paduan (P
Yatiman, 2009). Tanin adalah salah satu metabolit tambahan yang didapati
pada tanaman dan diatur oleh tanaman. Tanin adalah zat yang memiliki
muatan sub-atom 500-3000 dan mengandung banyak senyawa hidroksi
fenolik yang memungkinkan mereka untuk membentuk ikatan silang yang
kuat dengan protein dan partikel lain seperti polisakarida, asam amino,
lemak tak jenuh dan asam nukleat. Tanin dipisahkan menjadi dua
kelompok, yaitu tanin terhidrolisis efektif dan tanin padat. taninberasal
dari hijauan (leguminosa) umumnya membentuk tannin terkondensasi dan
mempunyai ikatan kompleks dengan protein yang lebih kuat dibandingkan
dengan tanin terhidrolisis (N Hidayah, 2016).

f. Inhibitor Volatile
Inhibitor jenis ini bekerja di ruang tertutup dengan meniup dari
penguapan ke iklim yang korosif. Inhibitor ini setelah bersentuhan dengan
permukaan logam yang akan dijaga akan mengkonsolidasi menjadi garam
dan memberikan partikel yang dapat melindungi logam dari korosi. Untuk
keamanan yang cepat diperlukan inhibitor dengan batas upaya yang tinggi.
Bagaimanapun, untuk keamanan yang lebih lambat, dalam jangka panjang,
diperlukan inhibitor yang siap untuk menghasilkan upaya rendah.

g. Inhibitor Campuran
Inhibitor campuran pada dasarnya adalah campuran alami yang
tidak dapat dikumpulkan menjadi kelompok anodik atau katodik.
Kelangsungan hidup inhibitor alami dihubungkan dengan luas daerah
adsorpsi yang melindungi permukaan logam dari korosi. Asimilasi atau

29
adsorpsi inhibitor bergantung pada desain inhibitor, muatan pada
permukaan logam dan jenis elektrolit. Inhibitor campuran melindungi
permukaan logam dalam tiga cara: adsorpsi aktual, chemisorption, dan
pengembangan film.

Adsorpsi fisis (elektrostatik), jalannya retensi atau adsorpsi dapat


terjadi karena adanya gaya tarik-menarik (elektrostatik) antara permukaan
logam dengan inhibitor. Pada saat permukaan logam bermuatan jelas,
inhibitor dengan muatan negatif (anion) akan terjadi penyerapan atau
adsorpsi. Dengan asumsi partikel bermuatan positif, atom akan bergabung
dengan muatan negatif sebagai perantara, sehingga dapat menekan muatan
positif logam. Inhibitor ini menikmati keuntungan bahwa siklus adsorpsi
sangat cepat namun memiliki kerugian yang mudah diisolasi dari
permukaan logam. Ekspansi suhu juga akan merusak atom yang
teradsorpsi.

Kemisorpsi Adsorpsi adalah retensi yang meliputi pembagian


elektron atau pertukaran muatan antara inhibitor dan permukaan logam.
Adsorpsi senyawa membutuhkan waktu yang lebih lama daripada adsorpsi
yang sebenarnya. Proses asimilasi chemisorption merupakan respon
ireversibel. Inhibitor alami dapat mengurangi laju erosi dengan retensi
chemisorption pada permukaan logam melalui hubungan antara logam dan
molekul hetero seperti atom P, N, S, O.

Pelapisan film adalah sistem inhibitor di mana partikel inhibitor


yang teradsorpsi merespons pada tingkat yang dangkal, sehingga film
polimer dengan ketebalan sekitar 100 angstrom dapat dibentuk. Siklus
pengekangan ini akan layak dengan asumsi bahwa film berbingkai tidak
larut dan rusak, sehingga sangat kuat dalam menjaga permukaan logam.

30
Gambar 2.14 Adsorpsi sebenarnya antara anion inhibitor dan muatan positif
logam (https://www.google.com/56248212-Universitas-indonesia.htm)

Kekuatan adsorpsi inhibitor pada permukaan logam dapat


ditampilkan pada Isoterm Adsorpsi, yang menunjukkan hubungan antara
pengelompokan inhibitor pada permukaan logam dan susunannya. Untuk
menentukan kekuatan adsorpsi diselesaikan dengan menggunakan
persamaan isoterm. Dari hasil terbaik, kemudian, pada saat itu, informasi
termodinamika adsorpsi dinilai.

2.3.1 Efisiensi Inhibitor


Dalam pemakaian inhibitor dapat ditentukan efisiensi dari penggunaan
inhibitor tersebut. Semakin besar efisiensi inhibitor tersebut maka semakin bagus
inhibitor tersebut untuk diaplikasikan di lapangan. Penghitungan efisiensi
didapatakan melalui presentase penurunan laju korosi dengan adanya penambahan
dibandingkan dengan laju korosi yang tanpa ditambahkan inhibitor. Penghitungan
ini dapat diuaraikan sebagai berikut:

Efisisensi Inhibitor = 𝐶𝑅𝑜−𝐶𝑅i𝑛ℎ


× 100% (2.4)
𝐶𝑅𝑜

Keterangan : CRo = Laju korosi tanpa inhibitor (mpy)

CRinh = Laju korosi dengan inhibitor (mpy)

31
2.4 Daun Pepaya

2.4.1 Pengertian Daun Pepaya


Daun pepaya (Carica papaya L.) adalah daun yang berasal dari tumbuhan
papaya. Daun pepaya kerap diolah menjadi sayuran beberapa daerah Indonesia.
Disamping itu dapat pula dijadikan obat untuk beberapa jenis penyakit. Helaian
daun pepaya berbentuk menyerupai tangan manusia.

Daun pepaya (Carica papaya L.) mengandung alkaloid karpainin, karpain,


pseidokarpain, vitamin C, dan E, kolin, dan karposid. Daun pepaya mengandung
suatu glukosinolat yang disebut benzil isotiosianat. Daun pepaya juga
mengandung mineral seperti kalium, kalsium, magnesium, tembaga, zat besi, zink,
dan mangan. Selain itu, daun pepaya mengandung senyawa alkaloid, karpain,
karikaksantin, violaksantin, papain, saponin, flavonoid, dan tannin (A’yun et al,
2015). Daun pepaya dapay dilihat pada Gambar 2.15 berikut ini.

Gambar 2.15 Daun Pepaya (https://kesehatan.kontan.co.id/news/daun-pepaya-


punya-6-manfaat-besar-bagi-tubuh-apa-saja?page=all)

2.4.2 Klasifikasi Daun Pepaya

Pepaya adalah tanaman yang berasal dari Meksiko bagian selatan dan
bagian utara Amerika Selatan. Tumbuhan ini menyebar ke daratan Afrika dan
Asia dan India. Dari India, tanaman ini menyebar ke bagian hutan, mengingat
Indonesia selama seribu tujuh ratus tahun. Menurut Kalie (1996), marga
Caricaceae memiliki empat genus, yaitu Carica, Jarilla, Jacaranta, dan
Cylicomorpha. Tiga genera awal adalah lokal ke Meksiko selatan dan Amerika

32
Selatan bagian utara, sedangkan jenis keempat lokal ke Afrika. Kelompok Carica
memiliki 24 spesies, salah satunya adalah daun pepaya.

Bentuk dan desain tubuh luar tanaman pepaya, termasuk tanaman yang
sudah tua sampai berbunga dikumpulkan sebagai tanaman produk organik
sesekali, namun dapat berkembang selama lebih dari satu tahun. Pondasi akar
memiliki akar tunggang dan tegakan cabang yang mengisi secara merata ke segala
arah pada kedalaman 1 meter atau menyebar secara serius sekitar 60-150 cm atau
lebih dari titik fokus batang tanaman. Batang tanaman lurus, kosong di tengah,
dan tidak berkayu. Fragmen batang adalah tempat menempelnya tangkai daun
yang panjang, bulat dan kosong. Banyak daun pepaya dengan warna permukaan
atas hijau redup, sedangkan warna permukaan bawah hijau muda

Di Eropa dan di Negara maju lainnya, pepaya dimakan sebagai buah segar
atau sari buahnya diminum pada pagi hari sebelum sarapan dengan maksud
memperlancar pencernaan. Bagian dari buah pepaya yang dapat dimakan 75%
dari seluruh buah pepaya. Klasifikasi dari tanaman pepaya dapat dilihat pada
Tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2.5 Klasifikasi tanaman pepaya

Kerajaan Plantae
Divisi Spermatophyta
Kelas Angiospemae
Bangsa Caricales
Suku Caricaceae
Marga Carica
Jenis Carica Papaya L.

33
2.4.3 Jenis-jenis Pepaya

a. Pepaya California (Pepaya Madu)

Pepaya Satu lagi nama Calina ini memiliki permukaan kulit yang
sangat halus dan hijau. Sedangkan isinya berwarna orange kemerahan dengan rasa
yang manis lezat.

Gambar 2.16 Pepaya California (https://tokohinspiratif.id/pepaya-california-van-


bogor.html)

b. Pepaya Hawai

Pepaya Hawaii ini memiliki ciri khas yang agak bulat dengan kulit
kuning yang mempesona. Pepaya Hawaii juga banyak dikembangkan karena
merupakan kategori pohon yang berkembang pesat. Padahal, pepaya ini sudah
bisa dituai 9 bulan sejak benih ditanam

Gambar 2.17 Pepaya Hawai (https://www.bukalapak.com/p/hobi-


koleksi/berkebun/benih-tanaman/1n1tng-jual-20-biji-benih-buah-pepaya-
hawai.html)

c. Pepaya Bangkok
Pepaya Bangkok adalah jenis pepaya yang berasal dari Bangkok,
Thailand dan masuk ke Indonesia pada tahun 1970-an. Ciri-ciri pepaya ini

34
berbentuk lonjong dan jaringan bahan alaminya berwarna kemerahan. Salah satu
manfaat pepaya ini adalah cepat berkembang, hanya membutuhkan satu tahun
untuk berubah menjadi pohon.

Gambar 2.18 Pepaya Bangkok (https://www.kampustani.com/budidaya-pepaya-


bangkok.html)

d. Pepaya Red Lady


Pepaya jenis ini juga memiliki keunikan tersendiri dimana dapat
menghasilkan sekitar 30 produk alami dalam sekali kumpul. Kualitas sebenarnya
dari pepaya ini adalah kulit dari produk alami yang sangat halus dan mengkilap.

Gambar 2.19 Pepaya Red Lady (https://plus.kapanlagi.com/8-jenis-pepaya-paling-


populer-dan-banyak-dikonsumsi-kenali-cirinya-80c903.html)

35
e. Pepaya Carisya
Carisya papaya mungkin adalah pepaya yang paling mudah
ditemukan. Ciri khas pepaya ini adalah bentuknya yang lebih kecil dari produk
alami biasanya dan kulit produk alami berwarna kehijauan. Warna isi kemerahan,
permukaan sedikit kosong dan tebal.

Gambar 2.20 Pepaya Carisya (https://plus.kapanlagi.com/8-jenis-pepaya-paling-


populer-dan-banyak-dikonsumsi-kenali-cirinya-80c903.html)

f. Pepaya Arum Bogor


Pepaya arum bogor memiliki bentuk yang mirip dengan pepaya
Carisya yang umumnya berukuran lebih kecil. Demikian juga, pepaya Arum
Bogor adalah varietas lokal yang lebih disukai daripada varietas Hawaii. Banyak
orang mengatakan bahwa Pepaya Arum Bogor adalah salah satu pesaing untuk
rangkaian Pepaya Hawaii.

Gambar 2.21 Pepaya Arum Bogor (https://plus.kapanlagi.com/8-jenis-pepaya-


paling-populer-dan-banyak-dikonsumsi-kenali-cirinya-80c903.html)

2.4.4 Ekstrak Daun Pepaya (Carica Papaya L.) Sebagai Inhibitor Korosi
Inhibitor korosi biasanya terbuat dari senyawa-senyawa organik dan
anorganik yang mengandung gugus-gugus yang memiliki pasangan elektron
bebas, seperti fosfat, kromat, nitrit, fenilalanin, urea, imidiazolin, sdan senyawa-

36
senyawa amina. Namun karena penggunaan senyawa tersebut sangat berbahaya,
tidak ramah lingkungan, dan harganya yang mahal dan sebab itu banyak industri-
industri kecil dan menengah mencari solusi untuk mengatasi korosi dengan
membuat inhibitor dari bahan alami karena sifatnya yang ramah lingkungan dan
harganya yang relative murah.

Inhibitor dari alam umumnya mengandung senyawa N, O, P, S dan atom-


atom yang memiliki pasangan elektron bebas. Unsur-unsur yang mengandung
pasangan elektron bebas ini yang nantinya dapat berfungsi sebagai ligan yang
akan membentuk senyawa kompleks dengan logam dan baja. Ekstrak daun pepaya
diharapkan mampu menjadi solusi dan efektif digunakan untuk dijadikan inhibitor
korosi pada sampel logam besi, tembaga, alumunium dalam media air asin yang
mampu menurunkan laju korosi pada besi dan baja. Salah satu bahan alam yang
dapat bertindak sebagai inhibitor adalah ekstrak daun pepaya. Daun pepaya
(Carica papaya L.) mengandung enzim papain, alkaloid karpainin, karpain,
pseudokarpain, vitamin C dan E, kolin, glikosid, saponin, tanin dan karposid.
Daun pepaya juga mengandung mineral seperti kalium, kalsium, magnesium,
tembaga, zat besi, zink. Hasil penelitian (Putro et al, 2021), ekstrak etanol 96%
daun pepaya (Carica Papaya L.) terdapat gugus fungsi tanin atau senyawa
flavonoid sebesar 1,74% dan biji pepaya juga memiliki senyawa flavonoid sebesar
1,58%.

2.5 Water Glass


Water glass (natrium silikat) merupakan senyawa alkalin kuat berbentuk
cairan kental yang tidak berwarna. Water glass berupa kristal putih yang dapat
dilarut dalam air, sehingga menghasilkan larutan alkalin. Senyawa yang terdapat
pada Water Glass yaitu silika dioksida (SiO2) dan sodium metasilika (Na2SiO3)
yang berfungsi sebagai penghambat terjadinya korosif.

Di dunia modern, natrium silikat lebih sering digunakan sebagai


penghambat konsumsi. Korosi atau karat (karat) sampai saat ini masih menjadi
salah satu masalah yang diperhatikan oleh para pelaku usaha mengingat efeknya
yang sangat merugikan. Pada dasarnya, acara konsumsi tidak bisa dihindarkan

37
karena gagasan materi yang umumnya ditanggapi dengan iklim yang merusak.
Kemalangan karena korosi dapat dikurangi dengan menggunakan panjang kendali
korosi. Sebagai aturan, ada empat strategi dasar untuk pengendalian korosi,
khususnya penentuan bahan sesuai keadaan alam, sistem penutup, keamanan
katodik, dan penghambat konsumsi.. (Gestin, 2018).

Gambar 2.22 Water Glass


(https://www.google.com/search?q=waterglass&source.html)

38
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Mulai

Mempersiapkan Alat & Bahan

Persiapan Material, Media Korosi, & Inhibitor

Penimbangan Berat Awal Material

Uji pH
Uji FTIR
Uji Tanin

Perendaman Material :
Pembersihan & penimbangan Berat Setelah Perendaman
1. Konsentrasi inhibitor bervariasi yaitu : 0
ppm ppm, 2000 ppm, 2500 ppm dan 3000
ppm.
Uji Metalografi
2. Waktu perendaman adalah 5, 10, 15, 20, 25.

Pengolahan Data & Analisa


Kesimpulan

Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir

39
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Pada penelitian ini ada beberapa proses yang akan dimulai dengan
pemotongan material, penyediaan media korosi, pembuatan inhibitor korosi,
sampai pengambilan data. Dari semua penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 1
bulan. Pada tahapan pengambilan data dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin
Universitas Islam Riau dan Laboratorium FMIPA Kimia Universitas Riau.

3.3 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang dgunakan pada tahapan penelitian ini adalah
sebagai berikut:

3.3.1 Alat
Perangkat yang digunakan pada tahap penelitian yaitu:

1. Gelas ukur
Gelas ukur digunakan untuk mengukur jumlah cairan/fluida yang
diinginkan untuk proses penelitian. Gelas ukur dapat dilihat pada
Gambar 3.2 berikut ini.

Gambar 3.2 Gelas ukur

2. Kertas indicator universal


Kertas indicator universal berguna untuk mengukur tingkat
keasaman (pH) dari air garam. Kertas indicator universal dapat dilihat
pada Gambar 3.3 berikut ini.

40
Gambar 3.3 Kertas indicator universal

3. Mesin Gerinda Tangan


Mesin cutting off NRT digunakan untuk memotong material uji
sesuai yang diinginkan, Mesin ini dapat dilihat pada Gambar 3.4 berikut
ini.

Gambar 3.4 Mesin Gerinda Tangan

4. Timbangan tingkat lanjut (Digital)


Timbangan terkomputerisasi digunakan untuk mengukur
massa/berat material uji sebelum & sesudah perendaman. Timbangan
digital dapat dilihat pada Gambar 3.5 berikut ini.

Gambar 3.5 Timbangan digital

41
5. Toples
Toples digunakan sebagai wadah/tempat daun pepaya dan juga
sebagai tempat pencampuran serbuk daun pepaya dengan etanol. Toples
dapat dilihat pada Gambar 3.6 berikut ini.

Gambar 3.6 Toples

6. Jangka sorong
Jangka sorong digunakan untuk mengukur panjang, lebar dan
ketebalan dari material uji. Jangka sorong dapat dilihat pada Gambar
3.7 berikut ini.

Gambar 3.7 Jangka sorong

7. Blender
Blender digunakan untuk menggiling dan mengaduk daun pepaya
sampai menjadi serbuk daun pepaya. Blender dapat dilihat pada
Gambar 3.8 berikut ini.

42
Gambar 3.8 Blender

8. Kertas saring
Kertas saring digunakan untuk menyaring hasil rendaman serbuk
daun pepaya sampai memproleh filtrat (penyaringan). Kertas saring
dapat dilihat pada Gambar 3.9 berikut ini.

Gambar 3.9 Kertas saring

9. Fourier transform infrared (FTIR)


Fourier transform infrared (FTIR) yaitu alat yang digunakan untuk
mengidentifikasi dan menganalisis gabungan fungsi dan senyawa
yang terkandung pada ekstrak daun pepaya tanpa merusak ekstrak
daun pepaya tersebut. Fourier transform infrared dapat dilihat pada
Gambar 3.11 berikut ini.

Gambar 3.10 Fourier transform infrared (FTIR)

43
10. Rotary vacum evaporator
Rotary vacum evaporator adalah alat yang digunakan untuk
menguraikan uap air yang terkandung pada ekstrak daun pepaya. Rotary
vacum evaporator dapat dilihat pada Gambar 3.12 berikut ini.

Gambar 3.11 Rotary vacum evaporator

11. Mikroskop struktur micro OLYMPUS


Mikroskop struktur micro OLYMPUS digunakan untuk
mengetahui struktur mikro dari permukaan material atau baja yang
telah mengalami korosi. Mikroskop struktur micro OLYMPUS dapat
dilihat pada Gambar 3.13 berikut ini.

Gambar 3.12 Mikroskop struktur micro OLYMPUS

44
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Daun pepaya
Daun pepaya adalah bahan yang digunakan sebagai inhibitor
organik. Daun pepaya bisa dilihat pada Gambar 3.13 berikut ini.

Gambar 3.13 Daun pepaya

2. Garam (NaCl)
Garam atau NaCl digunakan untuk memberi korosi pada material
yang diuji. Garam dapat dilihat pada Gambar 3.14 berikut ini.

Gambar 3.14 Garam (NaCl)

3. Water glass
Kegunaan water glass sama dengan daun pepaya yaitu sebagai
inhibitor organik. Water glass bisa dilihat pada Gambar 3.15 berikut ini.

45
Gambar 3.15 Water glass

4. Etanol 70%
Etanol digunakan untuk zat pelarut yang akan dicampur dengan
serbuk daun pepaya. Etanol 70% dapat dilihat pada Gambar 3.16
berikut ini:

Gambar 3.16 Etanol 70%

5. Aquades
Aquades adalah cairan yang digunakan untuk membersihkan
material uji sebelum dan sesudah perendaman dan aquades dapat
digunakan untuk melarutkan garam. Aquades dapat dilihat pada
Gambar 3.17 berikut ini.

Gambar 3.17 Aquades

46
6. Amplas
Amplas digunakan untuk membersihkan atau memperhalus
permukaan pada material uji sebelum material tersebut digunakan untuk
pengujian. Amplas yang digunakan pada penelitian ini yaitu no. 500
dan 200. Amplas dapat dilihat pada Gambar 3.18 berikut ini.

Gambar 3.18 Amplas

7. Baja St 37
Pada penelitian ini material yang digunakan adalah baja St 37. Baja
St 37 dapat dilihat pada Gambar 3.19 berikut ini.

Gambar 3.19 Baja St 37

3.4 Prosedur Penelitian


Adapun langkah-langkah dalam penelitian sebagai berikut:

a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan diuji


b. Menyiapkan material yang akan diuji
c. Pembuatan bak pengujian korosi
d. Membuat larutan korosi
e. Membuat inhibitor dengan macam meditasi konsentrasi yaitu 0 ppm, 1500
ppm, 2000 ppm, 2500 ppm dan 3000 ppm

47
f. Melakukan uji tannin pada ekstrak daun pepaya
g. Melakukan analisa FTIR (Fouried Transform Infrared) pada ekstrak daun
pepaya
h. Melakukan pengukuran kehilangan berat atau massa material sebelum
perendaman
i. Melakukan pengujian perendaman baja St 37 selama 25 hari pada setiap
konsentrasi inhibitor dan diukur berat material setiap 5, 10, 15, 20, 25 hari
j. Membersihkan material dengan aquades
k. Mengamati data kehilangan berat dari material
l. Memasukkan data kehilangan berat ke tabel
m. Menghitung laju korosi dari material
n. Menghitung efesiensi inhibitor
o. Melakukan pengamatan struktur mikro dari permukaan material yang
terkena korosi
p. Analisis data dan buat kesimpulan

3.4.1 Persiapan Material


1. Material yang akan digunakan adalah baja St 37. Baja yang akan uji
berbentuk persegi dan dipotong dengan dimensi ukuran panjang, lebar dan
tebal 4 cm x 4 cm x 0,3 cm. Material yang digunakan sebanyak 25 buah.
2. Sampel diletakkan ke dalam larutan aquades untuk membersihkan kerak
atau kotoran yang ada di permukaan material.

Gambar 3.20 Potongan Baja St 37

3.4.2 Pembuatan Bak Uji Korosi


Bak uji dibuat dari kaca dengan dimensi ukuran panjang 300 mm, lebar
100 mm dan tinggi 150 mm. Jumlah bak uji sebanyak 5 buah.

48
Gambar 3.21 Aquarium/Bak penguji

3.4.3 Persiapan Media Korosi


Media korosi yang digunakan adalah garam atau NaCl 3,5%. Medium
korosi ini dibuat dari aquades yang dicampur dengan garam. Karena volume yang
dipakai pada aqudes yaitu 1 liter, maka dapat ditambahkan 70 gram garam agar
bisa menghasilkan larutan NaCl sebesar 3,5%.

3.4.4 Pembuatan Inhibitor


Pada penelitian ini inhibitor yang digunakan adalah ekstrak daun
pepaya dan water glass Untuk pembuatan inhibitor perlu dilakukan beberapa
persiapan berikut.

1. Daun pepaya
 Persiapkan daun pepaya yang bagus sebanyak 1 kg dan kemudian
dicuci sampai bersih.
 Pisahkan daun pepaya dengan tulang daunnya.
 Selanjutnya daun pepaya dikeringkan dengan tanpa terkena sinar
matahari secara langsung selama 3 hari.
 Daun pepaya yang sudah kering, berikutnya di blender untuk
mendapatkan serbuk dari daun pepaya.
 Selanjutnya melakukan ekstrak dengan cara merendamkan,
kemudian memasukkan serbuk daun pepaya yang telah halus ke
dalam wadah ember yang telah berisikan etanol 70% selama 2 hari.
 Dari hasil perendaman kemudian disaring menggunakan kertas
saring sehingga di dapatkan filtrat.

49
 Filtrat kemudian diuapkan menggunakan alat rotary vacum
evaporator dengan kecepatan 200 rpm dan suhu 70 hingga
menghasilkan ekstrak dari daun pepaya tersebut.
 Ekstrak yang kasar ditimbang 2500 mg, kemudian dilarutkan
dengan etanol 70% sebanyaj 250 ml dan didapatkan larutan
inhibitor sebesar 10.000 ppm.
 Berikutnya siapkan labu volume 50 ml sebanyak 5 buah. Lalu
dipipetkan sebanyak 10 ml pada larutan garam atau NaCl 3,5% dan
diletakkan ke dalam masing-masing labu volume 50 ml. Kemudian
tambahkan larutan inhibitor 10.000 ppm sebanyak 2,5 ml, 7,5 ml,
10 ml, 12,5 ml, dan 15 ml ke dalam labu volume yang yang berisi
larutan garam atau NaCl. Larutan dicairkan dengan aquades hingga
muncul tanda uji pada labu volume, sehingga campuran masing-
masing larutan konsentrasi inhibitor yaitu 0 ppm, 1500 ppm, 2000
ppm, 2500 ppm, dan 3000 ppm.

2. Water glass
 Persiapkan water glass yang siap untuk diencerkan.
 Lakukan pengenceran dengan memanaskan aquades pada
temperature konstan 60 .
 Selanjutnya tambahkan water glass yang sudah encer sebanyak 1
liter.
 Kemudian masukkan ke dalam botol plastic yang kosong.
 Berikutnya aquades yang telah dipanaskan dicampurkan ke dalam
gelas kimia hingga membentuk larutan water glass yang homogen
dengan konsentrasi inhibitor 0 ppm, 1500 ppm, 2000 ppm, 2500
ppm,dan 3000 ppm.
 Selanjutnya larutan didinginkan hingga mencapai suhu ruangan.

3.5 Analisis Fourier Transform Infrared (FTIR)


FTIR (Fourier Transform Infrared) adalah prosedur untuk
mendapatkan jangkauan inframerah dari konsumsi atau aliran keluar zat kuat, cair,

50
atau uap. Dalam istilah dasar, pedoman fungsi FTIR adalah untuk membedakan
senyawa, mengenali pertemuan praktis, dan membedah kombinasi dan pengujian
yang dianalisa. Pada umumnya, FTIR lebih sering digunakan untuk membedakan
campuran alami, baik secara kuantitatif maupun subjektif.

Dalam eksplorasi kuantitatif, FTIR digunakan untuk menentukan


fiksasi analit dalam contoh. Sementara itu, FTIR subjektif digunakan untuk
mengenali kumpulan utilitarian yang terkandung dalam suatu senyawa.
Spektroskopi berkonsentrasi pada kerjasama radiasi elektromagnetik dan
komponen senyawa, serta komunikasi dorongan elektronik, getaran sub-atom,
atau arah putaran atom. Spektroskopi ini didasarkan pada vibrasi suatu molekul.
Metode yang diamati berinteraksi atom dengan radiasi elektromagnetik yang
berada pada daerah frekuensi pada bilangan gelombang 7500 - 350 cm-1. FTIR
diciptakan untuk mengalahkan batasan yang dialami dengan instrumen dispersif.
Masalah utama dispersif IR adalah proses pemeriksaan yang lamban. Jawaban
dibuat menggunakan alat optik yang sangat mendasar yang disebut interferometer.
Interferometer menciptakan semacam tanda menarik yang umumnya memiliki
frekuensi inframerah "dikodekan" ke dalamnya. Tanda-tanda dapat diperkirakan
dengan cepat. Dengan cara ini, waktu ujian per tes dikurangi menjadi beberapa
saat. FTIR umumnya diterapkan di beberapa bisnis untuk mengatasi masalah atau
tujuan tertentu. Namun, FTIR pada umumnya digunakan dalam obat-obatan,
polimer dan bundling, petrokimia, kriminologi, minyak dan gas, kecanduan zat,
pemeriksaan bahan dan berbagai bidang lainnya.

3.6 Analisis Kehilangan Berat Material


Material uji ditimbang terlebih dahulu sebelum proses pencelupan pada
material yang akan di uji, gunanya untuk mengetahui berat awal dari material
tersebut. Setelah material direndam, selanjutnya masing-masing material
ditimbang pada selang waktu 5, 10, 15, 20, 25 hari pada setiap macam meditasi
inhibitor, kemudian melakukan pembersihan pada material dengan cara
mencelupkan kedalam aseton selama 5 menit, lalu material diangkat dan ditaruh
kembali kedalam larutan aquadest selama 5 menit, setelah itu material diangkat
dan dikeringkan. Setelah material tersebut kering berikutnya material melakukan

51
proses penimbangan berat. Selanjutnya melakukan perhitungan kehilangan berat
material. Perhitungan kehilangan berat pada material dapat menggunakan
persamaan sebagai berikut:

∆W = W1 – W2 (Pers 3.1)

Di mana : ∆W = Kehilangan berat (gram)

W1 = Berat awal (gram)

W2 = Berat akhir setelah pengujian (gram)

Hasil dari perhitungan kehilangan berat, selanjutnya mengisi Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Informasi kehilangan berat material

Konsentrasi Waktu
Inhibitor perendaman W1 (gram) W2 (gram) ∆W (gram)
(ppm) (hari)
5
10
0 15
20
25
5
10
1500 15
20
25
5
10
2000 15
20
25
2500 5

52
10
15
20
25
5
10
3000 15
20
25

3.7 Perhitungan Laju Korosi


Setelah mendapatkan data kehilangan berat pada material uji baja St 37,
berikutnya menghitung laju korosi yang terdapat pada material baja St 37 dengan
persamaan sebagai berikut:

CR (mm/y) = 𝑘 ×w
𝐴 ×𝑡 × 𝜌
(Pers 3.2)

Dimana : CR = Laju korosi (mm/y)

K = Konstanta laju korosi (8,76 x 104)

w = Massa yang hilang (gram)

𝜌 = Massa jenis sampel uji (gram/cm3)

A = Luas penampang (cm2)

3.8 Perhitungan Efisiensi Korosi


Setelah menghitung laju korosi setiap variasi konsentrasi inhibitornya

dan waktu perendaman, berikutnya menghitung efisiensi inhibitor pada setiap

variasi konsetrasi inhibitor. Persamaan untuk menghitung efisiensi inhibitor dapat

menggunakan rumus sabagai berikut:

Efisiensi Inhibitor = 𝐶𝑅𝑜 −𝐶𝑅i𝑛ℎ × 100% (Pers 3.3)


𝐶𝑅𝑜

53
Dimana : CRo = Laju korosi tanpa inhibitor

CRinh = Laju korosi dengan inhibitor

54
3.9 Jadwal Kegiatan Penelitian

Adapun jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.20 berikut ini.

Gambar 3.20 Jadwal kegiatan penelitian

September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
No. Jadwal Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Studi Literatur

2. Penulisan Proposal

3. Seminar Proposal

4. Persiapan Pengambilan Data

5. Pengujian

6. Pengolahan Data & Analisa Data

7. Penulisan Laporan

8. Seminar TA

55
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kehilangan berat material,


tingkat korosi dan produktivitas inhibitor pada baja St 37 yang dilarukan dengan
air garam (NaCl) sebesar 3,5 %. Ada beberapa pengujian yang telah dilakukan
dan hasil penelitian sebagai berikut.

4.1 pH Media Pengkorosi (Tingkat Keasaman)

Aquarium/bak pengujian dipersiapkan untuk 2 liter larutan garam (NaCl)


sebesar 3.5% atau 70 gram sebagai media korosif pada saat melakukan
perendaman pada material baja St 37. Pengujian ini perlu dilakukan untuk
mengetahui tingkat keasaman dari larutan yang dapat mempengaruhi korosi pada
material tersebut. Tingkat keasaman dari larutan NaCl sebesar 3.5% ditentukan
dengan menggunakan kertas indicator universal. Dari hasil pengujian diperoleh
bahwa nilai pH berkisar 7 yang berarti bahwa larutan ini bersifat netral. Dapat
dilihat pada gambar 4.1 dibawah ini.

Gambar 4.1 Hasil uji pH menggunakan kertas indicator universal

56
4.2 Kandungan Tanin Ekstrak Daun Pepaya

Pada penelitian ini, ekstrak daun pepaya di vacuum menggunakan alat


rotary evaporator yang bertujuan untuk mengurangi kadar air dari ekstrak daun
pepaya tersebut. Endapan yang diperoleh dari hasil vacuum rotary evaporator
adalah berwarna hitam kehijauan. Ini berarti bahwa endapan tersebut mengandung
tanin. Seperti pada gambar 4.2 dibawah ini.

Gambar 4.2 Hasil uji tanin ekstrak daun pepaya

4.3 Analisa FTIR (Fouried Transform Infrared)

Hasil pengujian FTIR dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4
berikut ini.

Gambar 4.3 Hasil uji FTIR pada ekstrak daun pepaya

57
Dari hasil uji FTIR ini di dapatkan puncak serapan pada angka gelombang
3218,37 cm-1, menunjukkan adanya gabungan O-H dan N-H (hidroksil), gabungan
C-H (alkana) pada angka 2841,27 cm-1, gabungan C=C (aromatik) pada angka
1615,45 cm-1, kemudian gabungan C-O terdapat angka 1112,97 cm-1 dan
gabungan C-N terdapat angka 1014,60 cm-1. Berdasarkan gabungan fungsi dari
hasil uji FTIR, maka puncak serapan yang didapatkan mempunyai fungsi tanin.
Hasil analisa FTIR, ekstrak daun pepaya mempunyai senyawa flavonoid. Senyawa
flavonoid merupakan salah satu golongan senyawa fenol alam yang terbesar dan
juga termasuk kelompok senyawa yang memiliki 2 gugus aromatik yang
dihubungkan dengan 3 atom C, disertai dengan ikatan atom O yang merupakan
ikatan oksigen heterosiklik. Senyawa flavonoid termasuk senyawa antioksida
yang mampu menghambat laju korosi.

Gambar 4.4 Hasil uji FTIR pada water glass

Untuk hasil uji FTIR pada Water Glass, gugus fungsi nya sama dengan
hasil ekstrak daun pepaya hanya saja angka gelombang yang berbeda. Puncak
serapan pada angka 1006,89 cm-1 yaitu gugus fungsi Natrium Silikat (Si-O-Na).
Angka 2914,57 cm-1 menunjukkan gabungan silanol (≡Si-OH). Kemudian angka
2152,65 cm-1 dan 2098,64 cm-1 menunjukkan gugus fungsi H-Si-Si-H. Senyawa

58
yang terdapat pada Water Glass yaitu silicon dioksida (SiO2) yang mampu
menghambat laju korosi.

4.4 Kehilangan Berat Spesimen

Dari hasil penelitian, material/spesimen mengalami pengurangan atau


kehilangan berat. Hal ini terjadi karena adanya anoda yang kontak dengan air
garam (NaCl). Pada anoda, akan terjadi reaksi oksidasi (reaksi pelepasan elektron)
yaitu Fe → Fe2+ + 2e-.

Perhitungan laju korosi pada penelitian ini menggunakan metode


kehilangan berat (Weight Loss). Sebelum melakukan perendaman, terlebih dahulu
melakukan penimbangan awal berat material (W1) dan setelah perendaman
material dilakukan penimbangan akhir berat material (W 2). Penimbangan berat
spesimen dilakukan pada hari ke 5, 10, 15, 20 dan 25 dengan variasi konsentrasi
inhibitor. Seluruh hasil data dari metode kehilangan berat yang didapatkan bisa
dilihat pada Tabel 4.1 dan rumus metode kehilangan berat material sebagai
berikut:

∆W = W1 – W2 (4.1)

Keterangan : ∆W = Kehilangan berat (gr)

W1 = Berat awal (gr)

W2 = Berat akhir setelah pengujian (gr)

A. Konsentrasi 0 ppm
1. Waktu perendaman 5 hari

∆W = W1 – W2

= 32,73 gram – 31,60 gram

= 0,13 gram

2. Waktu perendaman 10 hari

∆W = W1 – W2

59
= 32,15 gram – 32,00 gram

= 0,15 gram

3. Waktu perendaman 15 hari

∆W = W1 – W2

= 34,33 gram – 34,15 gram

= 0,18 gram

4. Waktu perendaman 20 hari

∆W = W1 – W2

= 31,65 gram – 31,47 gram

= 0,18 gram

5. Waktu perendaman 25 hari

∆W = W1 –W2

= 31,10 gram – 30,80 gram

= 0,30 gram

Perhitungan untuk konsentrasi 1500 ppm, 2000 ppm, 2500 ppm dan 3000
ppm dilakukan dengan cara yang sama. Maka data hasil perhitungan kehilangan
berat pada material baja St 37 dihitung pada hari ke 5, 10, 15, 20 dan 25 dapat
dilihat di Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Data hasil kehilangan berat material

Konsentrasi Waktu
Inhibitor perendaman W1 (gram) W2 (gram) ∆W (gram)
(ppm) (hari)
5 32,73 32,60 0,13
0 ppm
10 32,15 32,00 0,15

60
15 34,33 34,15 0,18
20 31,65 31,47 0,18
25 31,10 30,80 0,30

5 32,04 32,00 0,04


10 32,38 32,30 0,08
1500 ppm 15 34,12 34,00 0,12
20 31,28 31,03 0,25
25 32,77 32,52 0,25

5 32,33 32,30 0,03


10 32,35 32,27 0,08
2000 ppm 15 30,49 30,40 0,09
20 32,75 32,66 0,09
25 30,33 30,26 0,07

5 32,40 32,35 0,05


10 32,87 32,80 0,07
2500 ppm 15 31,17 31,11 0,06
20 32,45 32,40 0,05
25 33,83 33,78 0,05

5 33,33 33,28 0,05


10 33,15 33,00 0,15
3000 ppm 15 32,49 32,39 0,10
20 32,18 31,99 0,19
25 32,14 31,90 0,24

Pada grafik kehilangan berat baja St 37 dengan variasi hari perendaman 5,


10, 15, 20 & 25 hari dengan konsentrasi inhibitor yang berbeda yaitu 0 ppm, 1500

61
ppm, 2000 ppm, 2500 ppm dan 3000 ppm dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut
ini.

0.3

0.25
Kehilangan Berat

0.2

0.15

0.1

0.05

0
5 hari 10 hari 15 hari 20 hari 25 hari
0 ppm 0.13 0.15 0.18 0.18 0.3
1500 ppm 0.04 0.08 0.12 0.25 0.25
2000 ppm 0.03 0.08 0.09 0.09 0.07
2500 ppm 0.05 0.07 0.06 0.05 0.05
3000 ppm 0.05 0.15 0.1 0.19 0.24

Gambar 4.5 Grafik kehilangan berat berdasarkan hari dengan konsentrasi inhibitor

Pada Gambar 4.5 dapat dijelaskan bahwa variasi konsentrasi inhibitor


dapat mempengaruhi kehilangan berat material setelah melakukan perendaman
selama 25 hari. Pada konsentrasi inhibitor 0 ppm dengan waktu 5 hari nilai
kehilangan berat sebesar 0,13 gram hingga mengalami kenaikan kehilangan berat
sebesar 0,3 gram pada hari ke-25. Hal yang sama dengan konsentrasi 1500 ppm
dengan waktu 5 hari, mengalami kenaikan kehilangan berat dari nilai 0,04 gram
hingga 0,25 gram pada hari ke-20 dan hari ke-25. Pada konsentrasi inhibitor 2000
ppm didapatkan nilai kehilangan berat sebesar 0,03 gram pada hari ke-5,
kemudian mengalami kenaikan kehilangan berat sebesar 0,09 gram pada hari ke-
15 dan 20, lalu mengalami penurunan berat sebesar 0,07 gram pada hari ke-25.
Kemudian pada konsentrasi 2500 ppm dengan waktu 5 hari sebesar 0,05 gram
mengalami kenaikan kehilangan berat sebesar 0,07 gram pada hari ke-10,
kemudian mengalami penurunan hingga hari ke-25 dengan nilai yang sama pada
hari ke-5 yaitu 0,05 gram. Dan pada konsentrasi inhibitor 3000 ppm dengan waktu
5 hari sebesar 0,05 gram, kemudian mengalami kenaikan kehilangan berat pada
hari ke-10 sebesar 0,15 gram, lalu mengalami penurunan pada hari ke-15 sebesar

62
0,1 gram dan kembali naik pada hari ke-20 dan 25 sebesar 0,19 gram dan 0,24,
gram. Maka dapat disimpulkan bahwa jumlah konsentrasi inhibitor yang berbeda
dapat mempengaruhi nilai kehilangan berat material. Nilai kehilangan berat
material tertinggi pada konsentrasi inhibitor 0 ppm dengan waktu perendaman 25
hari dan untuk nilai kehilangan berat terendah pada konsentrasi inhibitor 2000
ppm dengan waktu perendaman 5 hari.

4.5 Perhitungan Laju Korosi

Setelah menghitung dan mendapatkan hasil dari kehilangan berat material,


berikutnya menghitung laju korosi pada material tiap konsentrasi inhibitor dengan
menggunakan persamaan 4.2 berikut ini.

𝐾 ×𝖶
CR = 𝐴 ×𝑡 × 𝜌 (4.2)

Keterangan : CR = Laju korosi (mm/y)

K = Konstanta laju korosi (8,76 × 104)

W = Massa jenis material (gram)

t = Waktu perendaman (hari)

𝜌 = Massa jenis baja St 37 (7,85 gram/cm3)

Sebelum menghitung laju korosi, terlebih dahulu mencari nilai A (luas


permukaan) dari spesimen uji menggunakan persamaan berikut ini.

Diketahui :

p = 4 cm

l = 4 cm

t = 0,3 cm

r = 0,3 cm

A = Luas Permukaan - 2 × Luas Lubang

63
= 2 ((p × l) + (p × t) + (l × t)) – 2(𝜋r2)

= 2 ((4 cm × 4 cm) + (4 cm × 0,3 cm) + (4 cm × 0,3 cm)) – 2(3,14 × 0,3


cm2)

= 2 (16 cm2 + 1,2 cm2 + 1,2 cm2) – 0,5652 cm2

= 36,8 cm2 – 0,5652 cm2

= 36,23 cm2

A. Konsentrasi 0 ppm
1. Waktu perendaman 5 hari

𝑘 ×𝖶
CR = 𝐴 ×𝑡 × 𝜌 (mm/y)

8,76 × 104 × 0,13 g𝑟𝑎𝑚


= 36,23 𝑐𝑚2 × 120 j𝑎𝑚 × 7,85 g𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3

= 0,3336 mm/y

2. Waktu perendaman 10 hari

𝑘 ×𝖶
CR = 𝐴 ×𝑡 × 𝜌 (mm/y)

8,76 × 104 × 0,15 g𝑟𝑎𝑚


= 36,23 𝑐𝑚2 × 240 j𝑎𝑚 × 7,85 g𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3

= 0,1925 mm/y

3. Waktu perendaman 15 hari

𝑘 ×𝖶
CR = 𝐴 ×𝑡 × 𝜌 (mm/y)

8,76 × 104 × 0,18 g𝑟𝑎𝑚


= 36,23 𝑐𝑚2 × 360 j𝑎𝑚 × 7,85 g𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3

= 0,1540 mm/y

64
4. Waktu perendaman 20 hari

𝑘 ×𝖶
CR = 𝐴 ×𝑡 × 𝜌 (mm/y)

8,76 × 104 × 0,18 g𝑟𝑎𝑚


= 36,23 𝑐𝑚2 × 480 j𝑎𝑚 × 7,85 g𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3

= 0,1901 mm/y

5. Waktu perendaman 25 hari

𝑘 ×𝖶
CR = 𝐴 ×𝑡 × 𝜌 (mm/y)

8,76 × 104 ×0,30 g𝑟𝑎𝑚


= 36,23 𝑐𝑚2 ×600 j𝑎𝑚 ×7,85 g𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3

= 0,1540 mm/y

Perhitungan untuk konsentrasi 1500 ppm, 2000 ppm, 2500 ppm dan 3000
ppm dilakukan dengan cara yang sama. Maka data hasil perhitungan laju korosi
pada material baja St 37 dihitung pada hari ke 5, 10, 15, 20 dan 25 harus terlihat
pada Tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2 Data tingkat/laju korosi pada setiap material

Konsentrasi Inhibitor Waktu Perendaman


Laju Korosi (mm/y)
(ppm) Jam Hari
120 5 0,3336
240 10 0,1925
0 360 15 0,1540
480 20 0,1901
600 25 0,1540

120 5 0,1026
1500 240 10 0,1020
360 15 0,1012

65
480 20 0,1604
600 25 0,1283

120 5 0,0770
240 10 0,1026
2000 360 15 0,0770
480 20 0,0577
600 25 0,0359

120 5 0,1283
240 10 0,0898
2500 360 15 0,0513
480 20 0,0320
600 25 0,0256

120 5 0,1283
240 10 0,1025
3000 360 15 0,0855
480 20 0,1219
600 25 0,1232

Pada grafik laju korosi baja St 37 dengan variasi hari perendaman 5, 10,
15, 15, 20 & 25 hari dengan konsentrasi inhibitor yang berbeda yaitu 0 ppm, 1500
ppm, 2000 ppm, 2500 ppm dan 3000 ppm dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut
ini.

66
0.35

0.3
0.25
0.2
Laju Korosi

0.15
0.1
0.05
0
5 hari 10 hari 15 hari 20 hari 25 hari
0 ppm 0.33 0.19 0.15 0.19 0.15
1500 ppm 0.1 0.1 0.1 0.16 0.12
2000 ppm 0.07 0.1 0.07 0.05 0.03
2500 ppm 0.12 0.08 0.05 0.03 0.02
3000 ppm 0.12 0.1 0.08 0.12 0.12

Gambar 4.6 Grafik laju korosi berdasarkan hari terhadap konsentrasi inhibitor

Pada Gambar 4.6 sangat jelas bahwa nilai tingkat korosi dipengaruhi oleh
jumlah konsentrasi inhibitor yang ditambahkan ke larutan NaCl (air garam). Pada
konsentrasi 0 ppm dengan waktu 5 hari sebesar 0,33 mm/y mengalami penurunan
hingga hari ke-15 sebesar 0,15 mm/y, kemudian naik pada hari ke-20 sebesar 0,19
mm/y, lalu kembali turun pada hari ke-25 sebesar 0,15 mm/y. Konsentrasi 1500
ppm tidak ada mengalami kenaikan atau penurunan dari hari ke- 5 sampai hari ke-
15 dengan nilai laju korosi 0,1 mm/y, lalu mengalami kenaikan pada hari ke-20
sebesar 0,16 mm/y, lalu turun pada hari ke-25 dengan nilai 0,12 mm/y. Pada
konsentrasi 2000 ppm dengan waktu 5 hari sebesar 0,07 mm/y mengalami
kenaikan hingga hari ke-10 sebesar 0,1 mm/y, kemudian mengalami penurunan
sampai hari ke-25 sebesar 0,03 mm/y. Untuk konsentrasi 2500 ppm mengalami
penurunan nilai laju korosi secara terus menerus dari hari ke-5 sampai hari ke-25.
Dan yang terakhir konsentrasi 3000 ppm dengan waktu 5 hari sebesar 0,12 mm/y
mengalami penurunan hingga hari ke-15 sebesar 0,08 mm/y, lalu naik pada hari
ke-20 sebesar 0,12 mm/y dan hari ke-25 nilai laju korosi sama dengan hari ke-20.
Dari seluruh konsentrasi inhibitor yang diuji dapat dilihat bahwa proteksi inhibitor
terbaik pada konsentrasi 2500 ppm dibandingkan dengan konsentrasi inhibitor

67
lainnya. Hal ini membuktikkan nilai laju korosi yang semakin rendah dari hari ke-
5 sampai hari ke-25 pada konsentrasi 2500 ppm.

4.6 Perhitungan Efisiensi Inhibitor Ekstrak Daun Pepaya & Water Glass

Hasil data perhitungan laju korosi yang sudah di dapatkan, berikutnya


melakukan perhitungan efisiensi inhibitor dari ekstrak daun pepaya dan water
glass. Rumus yang digunakan untuk menghitung efisiensi inhibitor sebagai
berikut.

Efisiensi Inhibitor = 𝐶𝑅𝑜−𝐶𝑅i𝑛ℎ


× 100% (4.3)
𝐶𝑅𝑜

Keterangan : CRo = Laju korosi tanpa inhibitor

CRinh = Laju korosi dengan inhibitor

A. Konsentrasi 1500 ppm


1. Waktu perendaman 5 hari
𝐶𝑅𝑜 − 𝐶𝑅i𝑛ℎ
Efisiensi Inhibitor = × 100%
𝐶𝑅𝑜

0,3336 𝑚𝑚⁄𝑦 − 0,1026 𝑚𝑚⁄𝑦


= 0,3336 𝑚𝑚/𝑦 × 100%

= 69,24%

2. Waktu perendaman 10 hari


𝐶𝑅𝑜 − 𝐶𝑅i𝑛ℎ
Efisiensi Inhibitor = × 100%
𝐶𝑅𝑜

0,1925 𝑚𝑚⁄𝑦 − 0,1020 𝑚𝑚⁄𝑦


= 0,1925 𝑚𝑚/𝑦 × 100%

= 47,01%

3. Waktu perendaman 15 hari

68
𝐶𝑅𝑜−𝐶𝑅i𝑛ℎ
Efisiensi Inhibitor = × 100%
𝐶𝑅𝑜

0,1540 𝑚𝑚⁄𝑦 − 0,1020 𝑚𝑚⁄𝑦


= 0,1540 𝑚𝑚/𝑦 × 100%

= 34,28%

4. Waktu perendaman 20 hari


𝐶𝑅𝑜 − 𝐶𝑅i𝑛ℎ
Efisiensi Inhibitor = × 100%
𝐶𝑅𝑜

0,1901 𝑚𝑚⁄𝑦 − 0,1604 𝑚𝑚⁄𝑦


= 0,1901 𝑚𝑚/𝑦 × 100%

= 15,62%

5. Waktu perendaman 25 hari


𝐶𝑅𝑜−𝐶𝑅i𝑛ℎ
Efisiensi Inhibitor = × 100%
𝐶𝑅𝑜

0,1540𝑚𝑚⁄𝑦−0,1283𝑚𝑚⁄𝑦
= 0,1540 𝑚𝑚/𝑦 × 100%

= 16,68%

Perhitungan efisiensi inhibitor 2000 ppm, 2500 ppm dan 3000 ppm
dilakukan dengan cara yang sama setiap hari ke 5, 10, 15, 20 & 25. Maka hasil
data perhitungan efisiensi inhibitor dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Data efisiensi inhibitor

Konsentrasi Inhibitor Waktu Perendaman Efisiensi Inhibitor


(ppm) Jam Hari (%)
120 5 0
240 10 0
0 360 15 0
480 20 0
600 25 0

69
120 5 69,24
240 10 47,01
1500 360 15 34,28
480 20 15,62
600 25 16,68

120 5 76,91
240 10 46,70
2000 360 15 50
480 20 69,64
600 25 76,68

120 5 61,54
240 10 53,35
2500 360 15 66,68
480 20 83,16
600 25 83,37

120 5 61,54
240 10 46,75
3000 360 15 44,48
480 20 35,87
600 25 20

Untuk grafik efisiensi inhibitor berdasarkan waktu (hari) dengan


konsentrasi inhibitor dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut ini.

70
90
80
70
Efisiensi Inhibitor 60
50
40
30
20
10
0
5 hari 10 hari 15 hari 20 hari 25 hari
1500 ppm 69.24 47.01 34.28 15.62 16.68
2000 ppm 76.91 46.7 50 69.64 76.68
2500 ppm 61.54 53.35 66.68 83.16 83.37
3000 ppm 61.64 46.75 44.48 35.87 20

Gambar 4.7 Grafik efisiensi inhibitor berdasarkan hari dengan


konsentrasi inhibitor

Untuk konsentrasi inhibitor 3000 ppm magalami penurunan secara terus


menerus dari hari ke-5 hingga hari ke-25. Berbeda dengan konsentrasi inhibitor
lainnya yang mengalami penurunan dan kenaikan pada grafik. Konsentrasi 1500
ppm mengalami penurunan dari hari ke-5 sampai hari ke-29 dengan nilai efisiensi
inhibitor 15,62%, kemudian naik hari ke-25 sebesar 16,68%. Pada konsentrasi
2000 ppm dengan waktu 5 hari sebesar 76,91% mengalami penurunan hingga hari
ke-10 dengan nilai 46,7%, lalu naik sampai hari ke-25 sebesar 76,68%. Begitu
juga dengan konsentrasi 2500 ppm yang mengalami penurunan hingga hari ke-10
sebesar 53,35%, kemudian naik hingga hari ke-25 sebesar 83,37%. Maka hasil
data ini didapatkan bahwa konsentrasi dengan nilai efisiensi inhibitor tertinggi
pada 2500 ppm dan nilai efisiensi inhibitor terendah pada 1500 ppm.

4.7 Pengamatan Permukaan Material

Permukaan material yang mengalami korosi diamati dengan menggunakan


mikroskop OLYMPUS untuk melihat permukaan material yang terkena korosi
setelah melakukan perendaman selama 25 hari menggunakan ekstrak daun pepaya
dan water glass dengan variasi konsentrasi inhibitor 0 ppm, 1500 ppm, 2000 ppm,

71
2500 ppm dan 3000 ppm yang sudah tercampur dengan larutan NaCl sebesar
3,5% (70 gram). Pengamatan dilakukan pada 5× pembesaran dan hasil gambarnya
dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 4.8 Permukaan material sebelum perendaman

A. Pengaruh konsentrasi inhibitor pada 0 ppm

Korosi Sumuran
Korosi
1. Sumuran
Perendaman 5 hari

Korosi
Sumura
n

2. Perendaman 15 hari 3. Perendaman 25 hari

Gambar 4.9 Pengaruh konsentrasi inhibitor pada 0 ppm

72
B. Pengaruh konsentrasi inhibitor pada 1500 ppm

Korosi Seragam

1. Perendaman 5 hari

Korosi Sumuran

Korosi Seragam

2. Perendaman 15 hari 3. Perendaman 25 hari

Gambar 4.10 Pengaruh konsentrasi inhibitor pada 1500 ppm

C. Pengaruh konsentrasi inhibitor pada 2000 ppm

Korosi Seragam

1. Perendaman 5 hari

73
Korosi Seragam Korosi Seragam

2. Perendaman 15 hari 3. Perendaman 25 hari

Gambar 4.11 Pengaruh konsentrasi inhibitor pada 2000 ppm

D. Pengaruh konsentrasi inhibitor pada 2500 ppm

Korosi
Seragam

1. Perendaman 5 hari

Korosi Seragam Korosi Seragam

2. Perendaman 15 hari 3. Perendaman 25 hari

Gambar 4.12 Pengaruh konsentrasi inhibitor pada 2500 ppm

74
E. Pengaruh konsentrasi inhibitor pada 3000 ppm

Korosi
Seragam

1. Perendaman 5 hari

Korosi Seragam

Korosi Seragam

2. Perendaman 15 hari 3. Perendaman 25 hari

Gambar 4.13 Pengaruh konsentrasi inhibitor pada 3000 ppm

Dari hasil pengamatan permukaan material atau uji metalografi diatas pada
konsentrasi inhibitor 0 ppm menunjukkan adanya korosi dan degradasi material
yang berbentuk lubang bulat dengan waktu perendaman 5, 15 dan 25 hari. Hal ini
terjadi karena perendaman material tidak menggunakan inhibitor, sehingga korosi
yang terjadi cukup besar. Sama hal nya dengan konsentrasi 1500 ppm waktu 15
hari dan 2500 ppm waktu 25 hari terdapat korosi dan degradasi pada material
yang membentuk sebuah lubang. Sementara pada waktu 5 dan 25 hari konsentrasi
1500 ppm terdapat bintik-bintik putih pada permukaan material, hal ini terjadinya
adanya korosi pada lapisan material yang ditambahkan inhibitor pada larutan
NaCl (air garam).

75
Pada permukaan baja St 37 terdapat adanya adsorpsi. Adsorpsi termasuk
inhibitor organik karena adanya gaya tarik menarik antar molekul yang tidak sama
antara inhibitor dan permukaan material. Molekul pada inhibitor pada permukaan
baja St 37 akan membuat seperti lapisan yang tipis (film) pada permukaan
material, yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dan menyebabkan inhibitor
dapat mengendap, kemudian teradsorpsi pada permukaan material untuk
melindungi dari laju korosi. Untuk konsentrasi inhibtor 2000 ppm, 2500 ppm dan
3000 ppm rata-rata terdapat bintik-bintik putih pada permukaan material
dikarenakan penambahan inhibitor pada larutan NaCl, sehingga nilai laju korosi
yang didapati rendah. Jenis korosi yang terdapat pada material ini adalah korosi
seragam dan korosi sumuran, ini disebabkan karena adanya lubang pada
permukaan material dan adanya reaksi kimia pada pH air (larutan NaCl) yang
rendah serta udara yang lembab, sehingga permukaan logam terkorosi (Budi
Utomo, 2009). Untuk mengatasi korosi seragam dan korosi sumuran pada
permukaan material, maka digunakan inhibitor ekstrak daun pepaya dan water
glass yang bertujuan untuk menhambat/mengurangi laju korosi pada permukaan
material.

76
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian pada Baja St 37 dengan penambahan inhibitor ekstrak


daun pepaya dan water glass dapat disimpulkan sebagai berikut ini:

1. Inhibitor ekstrak daun pepaya dan water glass terbukti bisa


menurunkan laju korosi pada baja St 37.
2. Konsentrasi inhibitor mempengaruhi laju/tingkat korosi dan
produktivitas penghambat dalam perlindungan korosi. Fokus
penghambat yang menghasilkan tingkat korosi paling minimal adalah
2500 ppm. Nilai laju korosi nya terus menurun dari hari ke-5 sampai
hari ke-25 sehingga diperoleh laju korosi 0,02 mm/y.
3. Sedangkan efisiensi inhibtor tertinggi juga diperoleh pada konsentrasi
2500 ppm yaitu 83,37%.
4. Jenis korosi yang didapatkan dari hasil pengamatan metalografi adalah
korosi seragam dan korosi sumuran.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil eksplorasi yang telah diselesaikan adapun saran adalah


sebagai berikut:

1. Untuk melakukan pengujian inhibitor yang berbahan organik lainnya


bisa menggunakan serbuk daun teh atau lainnya agar bisa
membandingkan inhibitor mana yang lebih baik.
2. Pada penelitian berikutnya dapat menggunakan variasi konsentrasi
nhibitor yang lebih tinggi dan waktu perendaman yang lebih lama agar
bisa diketahui laju korosi yang baik pada material baja St 37.

77
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Yudha Kurniawan, Irfan Syarif Arief, and Amiadji. “Analisa Laju Korosi
Pada Pelat Baja Karbon Dengan Variasi Ketebalan Coating.” Jurnal Teknik
Its 4, no. 1 (2015): 1–5.
Arifin, J., H. Purwanto, and I. Syafa’at. “Pengaruh Jenis Elektroda Terhadap Sifat
Mekanik Hasil Pengelasan Smaw Baja Astm A36.” Jurnal Momentum
UNWAHAS 13, no. 1 (2017): 114517.
Bayuseno, A.P P, and Erizal Dwi Handoko. “Analisa Korosi Erosi Pada Baja
Karbon Rendah Dan Baja Karbon Sedang Akibat Aliran Air Laut.” Teknik
Mesin Universitas Diponegono (2013).
Hidayah, N. “Pemanfaatan Senyawa Metabolit Sekunder Tanaman (Tanin Dan
Saponin) Dalam Mengurangi Emisi Metan Ternak Ruminansia.” Jurnal Sain
Peternakan Indonesia 11, no. 2 (2016): 89–98.
Indrayani, Novi Laura. “Studi Pengaruh Eceng Gondok Sebagai Inhibitor Korosi
Untuk Pipa Baja SS400 Pada Lingkungan Air.” Universitas Islam 45, Bekasi
4, no. 2 (2016): 47–56.
Kevin Jones, Pattireuw, Fentje Abdul Rauf, and Romels Cresano Apelles
Lumintang. “Analisis Laju Korosi Pada Baja Karbon Dengan Menggunakan
Air Laut Dan H 2 So 4.” Universitas Sam Ratulangi Manado (2013): 10.
Kirono, Sasi, and Azhari Amri. “PENGARUH TEMPERING PADA BAJA St 37
YANG MENGALAMI KARBURASI DENGAN BAHAN PADAT
TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO.” Jurusan
Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta, no. C (2013): 1–10.
Middleton, Emily Louise. “No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者におけ
る 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title” 08 (2019): 150–158.
Mulyaningsih, Nani, Catur Pramono, and Ryan Try Prasetyo. “Pengaruh
Penambahan Inhibitor Organik Ekstrak Eceng Gondok Terhadap Laju
Korosi.” Journal of Mechanical Engineering 2, no. 2 (2018).
Sanjaya, Ramon, Ediman Ginting, and Agus Riyanto. “Efektivitas Ekstrak Daun
Pepaya (Carica Papaya l) Sebagai Inhibitor Pada Baja ST37 Dalam Medium
Korosif NaCl 3% Dengan Variasi Waktu Perendaman.” Jurnal Teori dan
Aplikasi Fisika 6, no. 2 (2018): 167–174.
Sapitri, Dian Pingki, Yusafir Hala, and St Fauziah. “EKSTRAKSI DAN
KARAKTERISASI SILIKA DARI ABU SEKAM PADI ( Oryza Sativa L . )
SEBAGAI MATERIAL ANTI” (n.d.).
Subiyanto, Gatot, and Agustinus Ngatin. “Carbon Steel Corrosion In The
Atmosphere, Cooling Water Systems, And Hot Water.” Fluida 11, no. 1

78
(1970): 7–14.
Tjahjanti, Prantasi Harmi, Eko Panunggal, and Wibowo Harso Nugroho. “Laju
Penetrasi Korosi Pada Material Alternatif Bangunan Kapal” 15, no. 1 (2014):
43–49.
Utomo, Budi. “Jenis Korosi Dan Penanggulangannya” 6, no. 2 (2009): 138–141.
Yanuar, Ardi Prasetia, Herman Pratikno, and Harmin Sulistiyaning Titah.
“Pengaruh Penambahan Inhibitor Alami Terhadap Laju Korosi Pada Material
Pipa Dalam Larutan Air Laut Buatan.” Jurnal Teknik ITS 5, no. 2 (2017): 8–
13.
Yunus, Azwar. “Korosi Logam Dan Pengendaliannya; Artikel Review.” Jurnal
POLIMESIN 9, no. 1 (2019): 847.
Alfon, Samuel, Kurnia Hastuti, and Eddy Elfiano. “PENGARUH COOLANT
TERHADAP EFEKTIVITAS PENDINGINAN DAN LAJU KOROSI
MATERIAL KUNINGAN ( COOLANT EFFECT ON COOLING
EFFECTIVENESS AND BRASS CORROSION RATE )” (n.d.).
Anda, Yogga Dwi, Variasi Arus, Jarak Pengelasan, and Cacat Las. “ANALISA
HASIL SAMBUNGAN LAS SMAW PADA MATERIAL BAJA ASTM
A36 DENGAN VARIASI ARUS DAN JARAK KAMPUH LAS,” no. 133
(n.d.).
Astm, A, Dalam Media, and A I R Garam. “Kata Kunci : Korosi, Baja ASTM
A36, Ektrak Daun Ketapang, Tanin” (2000).
Bachiller, Santiago, Susana García Rico, David Arévalo Blázquez, Romina Bravo
Briones, Sebastián Zulueta, Benito Baranda, Por Agustina, et al. “No 主観的
健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分
散構造分析 Title.” Revista de Trabajo Social 11, no. 75 (2008): 23–26.
Dan, Plating, Khrom Plating, Pada Baja, Saeful Hidayat, and Kurnia Hastuti.
“STUDI PERBANDINGAN KUALITAS LAPISAN HASIL NIKEL-
KHROM ,” no. 113 (n.d.): 1–10.
Huda, Ridho Nur, Kurnia Hastuti, Program Studi, Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
and Universitas Islam Riau. “FATIGUE ANALYSIS OF LEAF SPRING
VEHICLE TRUCK MITSUBISHI CANTER 125 PS PALM OIL
TRANSPORT WITH” (n.d.).
Putra, Herdiansyah, Kurnia Hastuti, and Dody Yulianto. “PENGARUH MEDIA
PENDINGIN SESUDAH PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIS
STAINLESS STEEL 316,” no. 113 (2000).
Siswanto, Yudho, and Kurnia Hastuti. “KELABU TERHADAP SIFAT
MEKANIS DAN” (2021): 1–9.
Teknik, Fakultas. “( TERMINALIA CATAPPA ) UNTUK PERLINDUNGAN

79
KOROSI BAJA ASTM A36 DALAM MEDIA H2SO4” (n.d.).
Vogler, Erwin A. “PENGARUH VARIASI MANGAN TERHADAP SIFAT
MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BESI COR KELABU,” no. 113
(2016): 1–23.

80
LAMPIRAN

Gambar 1. Proses penghancuran daun pepaya yang sudah kering menjadi serbuk
menggunakan blender

Gambar 2. Proses pemotongan material/spesimen uji baja St 37 menggunakan


mesin gerinda tangan

81
Gambar 3. Proses melubangi material/spesimen uji baja St 37 menggunakan
mesin milling

Gambar 4. Proses penimbangan material/spesimen uji baja St 37


menggunakan timbangan digital

82
Gambar 5. Proses pembuatan ekstrak daun pepaya menggunakan larutan
etanol/alkohol 70% dengan metode maserasi

Gambar 6. Proses penyaringan ekstrak daun pepaya menggunakan alat saringan

83
Gambar 7. Melakukan perendaman material/spesimen uji baja St 37 di aquarium
dengan cara menggantungkan spesimen menggunakan tali disetiap aquarium
yang berbeda komposisi inhibitor

Gambar 8. Proses pencucian/pembersihan pada material/spesimen uji baja St 37


menggunakan larutan aquades

84
Gambar 9. Proses uji metalografi pada material/spesimen uji baja St 37
menggunakan alat mikroskop OLYMPUS

85
86
87
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
Jalan Kaharuddin Nasution No. 113 P. Marpoyan Pekanbaru Riau Indonesia – Kode Pos: 28284
Telp. +62 761 674674 Fax. +62 761 674834 Website: www.uir.ac.id Email: info@uir.ac.id
Nomor : 1145/D-UIR/3-TM/2022 01 Juli 2022 M
Lamp : 2
Hal : Undangan Serminar Proposal dan Sidang Tugas Akhir

Bapak/Ibu : ....................................................
Dosen Teknik Mesin

Di

Pekanbaru

Assalamualaikum.wr.wb
Dengan hormat, pertama-tama kami mendoakan semoga Bapak/Ibu dalam keadaan sehat wal
’afiat, Amin ya Rabbal ’alamin.
Sehubungan dengan adanya Seminar Proposal dan Sidang Tugas Akhir (TA) mahasiswa, maka
bersama ini Prodi Teknik Mesin FT UIR mengundang Bapak/Ibu untuk melaksanakan Seminar
Proposal dan Sidang Tugas Akhir pada :
Hari / Tanggal : Senin – Jum;at, 25 Juli – 01 Agust 2022
Pukul : 08.00 Wib s/d Selesai
Tempat : Ruang Sidang Lt.1 Fakultas Teknik UIR (Offline)
Peserta : 51 Mahasiswa (Terlampir )

Demikianlah surat ini disampaikan, atas kerjasama dan perhatiannya di ucapkan terima
kasih.
Wassalam.,

Ka prodi TM

Jhonni Rahman, B.Eng., M.Eng., PhD

Tembusan:
1. Arsip
SURAT KEPUTUSAN DEKAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM RIAU
NOMOR : 1278/KPTS/FT-UIR/2021
TENTANG PENGANGKATAN TIM PEMBIMBING PENELITIAN DAN PENYUSUNAN SKRIPSI
DEKAN FAKULTAS TEKNIK
Membaca : Surat Ketua Program Studi Teknik Mesin Nomor : 0924/TA-TM/FT/2021 tentang persetujuan
dan usulan pengangkatan Tim Pembimbing penelitian dan penyusunan Skripsi.
Menimbang : 1. Bahwa untuk menyelesaikan perkuliahan bagi mahasiswa Fakultas Teknik perlu membuat
Skripsi.
2. Untuk itu perlu ditunjuk Tim Pembimbing penelitian dan penyusunan Skripsi yang diangkat
dengan Surat Keputusan Dekan.
Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi
2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2009 Tentang Dosen
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan
6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014
Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
7. Statuta Universitas Islam Riau Tahun 2018
8. Peraturan Universitas Islam Riau Nomor 001 Tahun 2018 Tentang Ketentuan Akademik
Bidang Pendidikan Universitas Islam Riau

MEMUTUSKAN
Menetapkan : 1. Mengangkat saudara-saudara yang namanya tersebut dibawah ini sebagai Tim Pembimbing
Penelitian & penyusunan Skripsi Mahasiswa Fak. Teknik Program Studi Teknik Mesin.
No Nama Pangkat Jabatan
1. Dr. Kurnia Hastuti, M.T Lektor Pembimbing
2. Mahasiswa yang akan dibimbing :
Nama : MUHAMMAD ALIF DEWANTO
NPM 183310401
Program Studi : Teknik Mesin
Jenjang Pendidikan : Strata Satu (S1)
Judul Skripsi : Pemanfaatan Ekstrak Daun Pepaya & Water Glass Sebagai
Inhibitor Pada Baja ST 37
3. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkannya dengan ketentuan bila terdapat
kekeliruan dikemudian hari segera ditinjau kembali.
Ditetapkan di : Pekanbaru
Pada Tanggal : 18 Rabiul Awal 1443 H
25 Oktober 2021 M
Dekan,

Dr. Eng. Muslim, ST., MT


NPK : 09 11 02 374
Tembusan disampaikan :
1. Yth. Bapak Rektor UIR di Pekanbaru.
2. Yth. Sdr. Ketua Program Studi Teknik Mesin FT-UIR
3. Arsip

*Surat ini ditandatangani secara elektronik


SURAT KEPUTUSAN DEKAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM RIAU
NOMOR : 0251/KPTS/FT-UIR/2022
TENTANG PENETAPAN DOSEN PENGUJI SKRIPSI MAHASISWA FAK. TEKNIK UNIV. ISLAM RIAU
DEKAN FAKULTAS TEKNIK
Menimbang : 1. Bahwa untuk menyelesaikan studi S.1 bagi mahasiswa Fakultas Teknik Univ. Islam
Riau dilaksanakan Ujian Skripsi/Komprehensif sebagai tugas akhir. Untuk itu perlu
ditetapkan mahasiswa yang telah memenuhi syarat untuk ujian dimaksud serta dosen
penguji.
2. Bahwa penetapan mahasiswa yang memenuhi syarat dan dosen penguji yang bersangkutan
perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Dekan.
Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi
2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2009 Tentang Dosen
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan
6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014
Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
7. Statuta Universitas Islam Riau Tahun 2018
8. Peraturan Universitas Islam Riau Nomor 001 Tahun 2018 Tentang Ketentuan Akademik
Bidang Pendidikan Universitas Islam Riau

MEMUTUSKAN
Menetapkan : 1. Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Islam Riau yang tersebut namanya dibawah ini
: Nama : Muhammad Alif Dewanto
NPM 183310401
Program Studi : Teknik Mesin
Jenjang Pendidikan : Strata Satu (S1)
Judul Skripsi : Pemanfaatan Ekstrak Daun Pepaya & Water Glass
Sebagai Inhibitor pada Baja ST 37
2. Penguji Skripsi/Komprehensif mahasiswa tersebut terdiri dari :
1. Dr. Kurnia Hastuti, S.T., M.T. Sebagai Ketua Merangkap Penguji
2. Jhonni Rahman, B.Eng., M.Eng., Ph.D. Sebagai Anggota Merangkap Penguji
3. Dody Yulianto, S.T., M.T. Sebagai Anggota Merangkap Penguji
3. Laporan hasil ujian serta berita acara telah sampai kepada Pimpinan Fakultas
selambat-lambatnya 1(satu) bulan setelah ujian dilaksanakan.
4. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkannya dengan ketentuan bila terdapat
kekeliruan dikemudian hari segera ditinjau kembali.
KUTIPAN : Disampaikan kepada yang bersangkutan untuk dapat dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
Ditetapkan di : Pekanbaru
Pada Tanggal : 5 Dzulhijjah 1443 H
05 Juli 2022 M
Dekan,

Dr. Eng. Muslim, ST., MT


NPK : 09 11 02 374
Tembusan disampaikan :
1. Yth. Rektor UIR di Pekanbaru.
2. Yth. Ketua Program Studi Teknik Mesin FT-UIR
3. Yth. Pembimbing dan Penguji Skripsi
3. Mahasiswa yang bersangkutan
5. Arsip

*Surat ini ditandatangani secara elektronik

Anda mungkin juga menyukai