Askep Low Back Pain Kel 1 Lanjutan B
Askep Low Back Pain Kel 1 Lanjutan B
Disusun Oleh :
Kelompok 1 Kelas B Lanjutan
2. Etiologi
Pembagian etiologi berdasarkan sistem anatomi :
a) LBP Viserogenik (organ abdomen)
Kelainan berasal dari ginjal, viscera pelvis, omentum minor, tumor
retroperitoneal, fibroid retrouteri
b) LBP Verkulogenik (pembuluh darah)
Aneurisme diabdomen, penyakit vaskuler perifes, insufiensi dari arteri
glutea superior
c) LBP Neuvogenik
Tumor-tumor letaknya ekstradural maupun intradural ekstra medullar
sering menyebabkan LBP oleh karena juga menekan radik.
d) LBP Spondilogenik
Berasal dari :
Tulang koluma spinalis (trauma, radang, tumor, metabolic dan
spondilolistesis)
Sendi-sendir sakroiliakan
Jaringan lunak (degenerasi diskus, aptur diskus, penjepitan akar saraf
akibat stenosis spinalis.
e) LBP Psikogenik
Dapat disebabkan oleh keadaan depresi, kecemasan maupun neurosis
Kebanyakan nyeri punggung bawah disebabkan oleh salah satu dari berbagai
masalah muskuloskeletal (misal regangan lumbosakral akut, ketidakstabilan
ligamen lumbosakral dan kelemahan otot, osteoartritis tulang belakang, stenosis
tulang belakang, masalah diskus intervertebralis, ketidaksamaan panjang tungkai).
Penyebab lainnya meliputi obesitas, gangguan ginjal, masalah pelvis, tumor
retroperitoneal, aneurisma abdominal dan masalah psikosomatik. Kebanyakan
nyeri punggung akibat gangguan muskuloskeletal akan diperberat oleh aktifitas,
sedangkan nyeri akibat keadaan lainnya tidak dipengaruhi oleh aktifitas.
3. Manifestasi Klinis
Secara praktis manifestasi klinis diambil dari pembagian berdasarkan sistem
anatomi :
a) LBP Viscerogenik
Tipe ini sering nyerinya tidak bertambah berat dengan adanya aktivitas
maupun istirahat. Umumnya disertai gejala spesifik dari organ viseralnya.
Lebih sering disebabkan oleh faktor ginekologik, kadang-kadang
didapatkan spasme otot paravertebralis dan perubahan sudut ferguson pada
pemeriksaan radiologik, nyeri ini disebut juga nyeri pinggang akibat
referred pain.
b) LBP vaskulogenik
Tahap dini nyerinya hanya sakit pinggang saja yang dirasakan, nyeri
bersifat nyeri punggung dalam, nyeri sering menjalar kebokong, belakang
paha, dan kedua tungkai. Nyeri tidak timbul karena adanya stress spesifik
pada kolumna vertebralis (membungkuk, batuk dan lain-lain). Diagnosa
ditegakkan apabila ditemukan benjolan yang berpulpasi.
c) LBP Neurogenik
Nyeri sangat hebat, bersifat menetap, sedikit berkurang pada saat bediri
tenang, terutama dirasakan pada saat malam hari. Nyeri dapat
dibangkitkan dengan aktivitas, dan rasa nyeri berkurang saat penderita
berbaring, sering didapat kompresi akar saraf, ditemukan juga spasme otot
paravertebralis.
d) LBP Spondilogenik
Yang sering ditemukan adalah :
HNP : Nyeri disertai iskialgia, dirasakan sebagai nyeri pinggang,
menjalar kebokong, paha belakang tumit sampai telapan kaki.
Miofasial : Nyeri akibat trauma pada otot fasia atau ligamen, keluhan
berupa nyeri daerah pinggang, kurang dapat dilokasikan dengan tepat,
timbul mendadak waktu melakukan gerakan yang melampau batas
kemampuan ototnya.
Keganasan : Tumor ganas pada daerah vertebrae dapat bersifat primer
atau sekunder. Pada foto rontgen terlihat adanya destruksi, pemeriksaan
laboratorium terlihat adanya peningkatan alkalifostase.
Osteoporotik : Terjadi pada lansia terutama wanita, nyeri bersifat pegal
atau nyeri radikuler karena adanya fraktur kompresi sebagai komplikasi
osterporosis tulang belakang.
e) LBP Psikogenik
Keluhan nyeri hebat tidak seimbang dengan kelainan organik yang
ditemukan, penderita memilih suatu mekanisme pembelaan terhadap
ancaman rasa amannya dengan menghindarkan diri bila tidak melakukan
hal tertentu. Keadaan ini akan menyebabkan otot-otot dalam keadaan
tegang sehingga meningkatkan spasme otot dan timbul rasa nyeri.
4. Patofisiologi
Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus
menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri
disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas dari komponen system nosiseptif
dapat dipengaruhi oleh sejumlah factor dan berbeda diantara individu. Tidak
semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami intensitas
nyeri yang sama. Sensasi sangat nyeri bagi seseorang mungkin hampir tidak
terasa bagi orang lain
Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespons hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak, dimana
stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, termal. Reseptor nyeri merupakan
jaras multi arah yang kompleks. Serabut saraf ini bercabang sangat dekat dengan
asalnya pada kulit dan mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah local. Sel-sel
mast, folikel rambut dan kelenjar keringat. Stimuli serabut ini mengakibatkan
pelepasan histamin dari sel-sel mast dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut
kutaneus terletak lebih kearah sentral dari cabang yang lebih jauh dan
berhubungan dengan rantai simpatis paravertebra system saraf dan dengan organ
internal yang lebih besar. Sejumlah substansi yang dapat meningkatkan transmisi
atau persepsi nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin dan substansi P.
Prostaglandin dimana zat tersebut yang dapat meningkatkan efek yang
menimbulkan nyeri dari bradikinin. Substansi lain dalam tubuh yang berfungsi
sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri adalah endorfin dan enkefalin yang
ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam system saraf pusat.
Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori,
dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system assenden harus
diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak
dalam kulit dan organ internal. Proses nyeri terjadi karena adanya interaksi antara
stimulus nyeri dan sensasi nyeri.
Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastic yang
tersusun atas banyak unit rigid (vertebrae) dan unit fleksible (discus
intervertebralis) yang diikat satu sama lain oleh komplek sendi faset, berbagai
ligament dan otot paravertebralis.
Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas
sementara disisi lain tetap dapat memberikan perlindungan yang maksimal
terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan menyerap
goncangan vertical pada saat berlari atau melompat. Batang tubuh membantu
menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan torak sangat penting pada
aktivitas mengangkat beban. Bila tidak pernah dipakai akan melemahkan struktur
pendukung ini. Obesitas, masalah postur, masalah struktur, dan peregangan
berlebihan pendukung tulang belakang dapat berakibat nyeri punggung.
Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah
tua. Pada orang muda diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks
gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur.
Degenerasi diskus merupakan penyebab nyeri punggung yang biasa diskus lumbal
bawah, L4-L5 dan L5-S1, menderita stress mekanis paling berat dan perubahan
degenerasi terberat. Penonjolan diskus (herniasi nucleus pulposus) atau kerusakan
sendi faset dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari
kanalis spinalis yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf
tersebut. Sekitar 12% orang dengan nyeri punggung bawah menderita hernia
nucleus pulposus (Brunner & Suddarth, 2002).
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Fungsi lumbal : Mengetahui warna cairan serebrospinal (jernih air,
kekuningan/xantokram, keruh), adanya kesan sumbatan/hambatan aliran
cairan serebrospinal secara total atau parsial, jumlah sel, kadar protein,
NaCl dan glukosa.
b) Foto rontgen : Mengidentifikasi adanya fraktur korpus vertebra, arkus atau
prosesus spinosus, juga adanya dislokasi vertebra, spionfilolistesis,
bamboo spine destruksi vertebra, HNP
c) Computed tomografhy ( CT ) : berguna untuk mengetahui penyakit
yangmendasari seperti adanya lesi jaringan lunak tersembunyi disekitar
kolumna vertebralis dan masalah diskus intervertebralis.
d) Ultrasonography : dapat membantu mendiagnosa penyempitan kanalis
spinalis.
e) Magneting resonance imaging ( MRI ) : memungkinkan visualisasi sifat
dan lokasi patologi tulang belakang.
f) Meilogram dan discogram : untuk mengetahui diskus yang mengalami
degenerasi atau protrusi diskus.
g) Venogram efidural : Digunakan untuk mengkaji penyakit diskus lumbalis
dengan memperlihatkan adanya pergeseran vena efidural.
h) Elektromiogram (EMG) : digunakan untuk mengevaluasi penyakit serabut
syaraf tulang belakang ( Radikulopati ).
i) Laboratorium
Laju endap darah, darah perifer lengkap, C-reactif protein (CRP), faktor
rematoid, fosfatase alkali / asam, kalsium (atas indikasi)
Urinalisa, berguna untuk penyakit non spesifik seperti infeksi, hematuri
Likuor serebrospinal (atas indikasi)
6. Penatalaksanaan
a) Tirah baring :
Kebanyakan nyeri punggung bisa hilang sendiri dan akan sembuh dalam 6
minggu dengan tirah baring, pengurangan stress dan relaksasi. Pasien harus
tetap ditempat tidur dengan matras yang padat dan tidak membal selama 2
sampai 3 hari. Posisi pasien dibuat sedemikian rupa sehingga fleksi lumbal
lebih besar yang dapat mengurangi tekanan pada serabut saraf lumbal. Bagian
kepala tempat tidur ditinggikan 30 derajat dan pasien sedikit menekuk
lututnya atau berbaring miring dengan lutut dan panggul ditekuk dan tungkai
dan sebuah bantal diletakkan dibawah kepala. Posisi tengkurap dihindari
karena akan memperberat lordosis. Kadang-kadang pasien perlu dirawat
untuk penanganan “konservatif aktif” dan fisioterapi. Traksi pelvic intermiten
dengan 7 sampai 13 kg beban traksi. Traksi memungkinkan penambahan
fleksi lumbal dan relaksasi otot tersebut.
b) Medika mentosa :
Obat-obatan mungkin diperlukan untuk menangani nyeri akut. Analgetik
narkotik digunakan untuk memutus lingkaran nyeri, relaksan otot dan
penenang digunakan untuk membuat relaks pasien dan otot yang mengalami
spasme, sehingga dapat mengurangi nyeri. Obat antiinflamasi, seperti aspirin
dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), berguna untuk mengurangi nyeri.
Kortikosteroid jangka pendek dapat mengurangi respons inflamasi dan
mencegah timbulnya neurofibrosis yang terjadi akibat gangguan iskemia.
c) Fisioterapi :
Fisioterapi perlu diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.
Terapi bisa meliputi pendinginan (missal dengan es), pemanasan sinar infra
merah, kompres lembab dan panas, kolam bergolak dan traksi. Gangguan
sirkulasi , gangguan perabaan dan trauma merupakan kontra indikasi kompres
panas. Terapi kolam bergolak dikontraindikasikan bagi pasien dengan
masalah kardiovaskuler karena ketidakmampuan mentoleransi vasodilatasi
perifer massif yang timbul. Gelombang ultra akan menimbulkan panas yang
dapat meningkatkan ketidaknyamanan akibat pembengkakan pada stadium
akut.
d) Psikoterapi :
Diberikan pada penderita yang pada pemeriksaan didapat peranan
psikopatologi dalam timbulnya persepsi nyeri, pemberian psikoterapi dapat
digabungkan dengan relaksasi, hyprosis maupun biofeedback training.
e) Akupuntur :
Kemungkinan bekerja dengan cara pembentukan zat neurohumoral sebagai
neurotras mitter dan bekerja sebagai activator serat intibitor desenden yang
kemudian menutup gerbang nyeri.
f) Terapi operatic :
Dikerjakan apabila tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang
nyata, atau kasus fraktur yang langsung mengakibatkan defisit neurologik,
ataupun adanya gangguan spinger
g) Latihan :
Latihan perlu dilakukan dengan hati-hati dan terarah agar tidak
memperburuk keadaan, dapat dimulai pada hari ke 2 dan ke 3 kecuali jika
penyebabnya adalah herniasi diskus.
7. Komplikasi
Skoliosis merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita
nyeri punggung bawah karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena pasien selalu
memposisikan tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap
tubuh normal. Hal ini didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra yang sakit
8. Prognosis
Dengan penanganan yang teratur kesembuhan pada penderita nyeri punggung
bawah diperkirakan 70% dalam 1 bulan, 90% dalam 3-6 bulan dan 4% sembuh
setelah lebih dari 6 bulan . Kesembuhan mutlak pada penderita nyeri punggung
bawah karena spondilosis lumbal tidak bisa diharapkan karena spondilosis adalah
degeneratif sekitar annulus fibosus, lamina dan artikularis yang mengeras karena
terjadinya kalsifikasi
C. Pathways Perubahan postur tubuh biasanya karena
trauma primer dan sekunder.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
b) Hambatan mobilitas fisik dengan nyeri, gangguan muskuloskeletal
c) Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri, kelemahan, gangguan
muskuloskeletal
d) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
e) Berat badan berlebih berhubungan dengan tubuh kurang gerak
3. Nursing Care Plan
No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Nyeri akut Nyeri akan NOC: NIC: Pain management
berhubungan berkurang a. Pain control 1. Kaji karakteristik 1. Karakteristik nyeri dikaji agar
dengan gangguan setelah b. Pain level nyeri secara intervensi yang diberikan sesuai
muskuloskeletal dilakukan Indikator: komprehensif dengan tipe nyeri
perawatan a. Mampu 2. Komunikasi terapeutik diguanakan
sesuai mengontrol 2. Gunakan komunikasi agar klien merasa lebih nyaman dan
indikasi 1x24 nyeri yang terapeutik untuk menggali rasa saling percaya dapat dibina,
jam dialami pengalaman klien tentang sehingga klien bersedia
b. Melaporkan nyeri yang dirasakan mengungkapkan pengalamannya
3. Respon non verbal yang
bahwa nyeri
3. Observasi respon non ditunjukkan klien menggambarkan
yang dialami
verbal klien apa yang dirasakan klien
berkurang
4. Evaluasi dilakukan sebagai bahan
4. Evaluasi ketidakefektifan evaluasi agar tidak memberikan
pengobatan yang pernah terapi yang sama
dilakukan terhadap nyeri 5. Analgesik diberikan untuk
5. Gunakan pendekatan mengurangi nyeri yang dialami
multidisipliner untuk klien
manajemen nyeri:
penggunaan analgesik 6. Teknik kontrol nyeri non
6. Ajarkan tentang teknik farmakologis dapat membantu
pengontrolan nyeri non menurunkan rasa nyeri yang
farmakologis
dialami klien
2 Hambatan Setalah NOC: NIC: Ambulation exercise
mobilitas fisik dilakukan Mobility level 1. Koreksi tingkat 1. Koreksi yang dilakukan untuk
dengan nyeri, tindakan Indikator: kemampuan mobilisasi mengetahui tingkat kemandirian
gangguan keperawatan a. pasien dapat dengan skala 0-4 pasien pada saat ini
muskuloskeletal 3x24 jam melakukan 0: pasien tidak tergantung
pasien mobilitas pada orang lain
mampu secara 1: pasien butuh sedikit
mencapai bertahap bantuan
2: pasien butuh bantuan
mobilitas dengan tanpa
sederhana
fisik merasakan
3: pasien butuh bantuan
nyeri
banyak
b. penampilan 4: pasien sangat
seimbang tergantung pada
c. mampu pemberian pelayanan 2. Memberikan posisi yang benar
berpindah 2. Atur posisi pasien 3. Pasien dengan kemandirian
tempat tanpa 3. Bantu pasien melakukan mobilitas yang kurang dapat
bantuan perubahan gerak terfasilitasi
d. berjalan tanpa 4. Mengetahui kemampuan pasien
bantuan 4. Observasi kemampuan dalam gerak motorik
gerak motorik,
keseimbangan 5. Mengetahui respon pasien setelah
5. Ukur tanda-tanda vital melakukan latihan
sebelum dan sesudah
melakukan latihan 6. Latihan dalam melakukan gerak
6. Anjurkan keluarga pasien dapat meningkatkan kemampuan
untuk melatih dan pasien saat berjalan
memberi motivasi 7. Pemasangan korset sebagai sarana
7. Kolaborasi dengan memastikan posisi punggung lurus
fisioterapis untuk
pemasangan korset
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8
Volume 1. Jakarta: EGC.
Bulechek, et al. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi Keenam
Bahasa Indonesia. Oxford: Elsevier.
Bulechek, et al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Keenam
Bahasa Indonesia. Oxford: Elsevier.
NANDA. 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Edisi
10. Jakarta: EGC.
Premkumar, K., 2004. Anatomy and Physiology. USA: Lippincott Williams &
Wilkins.
Rizzo, D.C., 2001. Delmar’s Fundamental of Anatomy and Physiology. USA:
Thomson learning.
Ruth F. Craven. 2002. Fundamentals Of Nursing, Edisi II. Philadelphia:
Lippincot.
Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.