Anda di halaman 1dari 21

21

BAB III
SISTEM PERLINDUNGAN PENANGKAL PETIR DAN DATA
JUMLAH HARI GURUH PERTAHUN

3.1 Sistem Penangkal Petir


Kilat yang terjadi saat hujan badai berasal dari muatan listrik yang timbul

dari aliran udara didalam awan. Perbedaan timbunan muatan listrik

membangkitkan kilatan petir dalam awan, antara gumpalan awan yang satu

dengan yang lain, atau antara awan dengan bumi. Kilat biasanya terjadi di

ketinggian antara 10 km dan menimbulkan kilat sampai sepuluh kilatan dalam

satu menit, namun sebagian besar tidak terlihat karena terjadi didalam awan.

Adakalanya kilat menyambar bumi dan dapat menimbulkan kebakaran,

melukai manusia atau bahkan membunuhnya. Salah satu sifat dari muatan listrik

adalah saling tarik menarik antara muata positif dan negative. Sifat ini digunakan

alat penangkal petir untuk menarik petir dan menyalurkannya ke tanah sebelum

petir itu menyambar bangunan.

Petir merupakan kejadian alam dimana terjadi loncatan muatan listrik

antara awan dengan bumi. Loncatan muatan listrik tersebut diawali dengan

mengumpulnya uap air didalam awan. Ketingian antara permukaan atas dan

permukaan bawah pada awan dapat mencapai jarak sekitar 8 km dengan

21
22

temperature bagian Bawah 60°F dan temperature bagian atas sekitar -60°F.

Akibatnya, didalam awan tersebut akan terjadi kristal-kristal es. Karena di dalam

awan terdapat angin kesegala arah, maka Kristal-kristal es tersebut akan saling

bertumbukan dan bergesekan sehingga terpisahkan antara muatan positif dan

muatan negative.

Pemisahan muatan inilah yang menjadi sebab utama terjadinya sambaran

petir. Pelepasan muatan listrik dapat terjadi di dalam awan, antara awan dengan

awan, dan awan dengan bumi. Tergantung dari kemampuan udara dalam menahan

beda potensial yang terjadi.

Petir yang kita kenal sekarang ini terjadi akibat awan dengan muatan

tertentu menginduksi muatan yang ada di bumi. Bila muatan yang berada di dalam

awan bertambah besar, maka kekuatan induksi pun bertambah besar. Sehingga

beda potensial antara awan dengan bumi juga semakin besar. Kejadian ini diikuti

pelopor menurun dari awan dan diikuti pula dengan adanya pelopor naik dari

bumi yang mendekati pelopor menurun. Pada saat itulah terjadi apa yang

dinamakan petir.

Petir yang ditarik kemudian disalurkan ke dalam tanah. Macam-macam

konduktor dapat digunakan untuk mengalirkan energy petir ke tanah.

Karakteristik yang utama adalah steel frame, bare cooper, dan coaxial cable.

Sedangkan untuk grounding terminal dapat berupa batan gtembaga, lempeng

tembaga atau kerucut tembaga. Semakin luas permukaan terminal dan semakin

rendah tahanan tanah, maka semakin baik sistem pentanahannya.

Panjang kanal petir dapat mencapai beberapa kilometer dengan rata-rata 5

km. Kecepatan pelopor menurun dari awan dapat mencapai 3% dari kecepatan
23

cahaya. Sedangkan kecepatan pelepasan muatan balik mencapai 10% dari

kecepatan cahaya. Dengan pemasangan penangkal petir tidak menambah atau

mengurangi kemungkinan suatu bangunan tersambar petir. Akan tetapi bila terjadi

sambaran petir arusnya akan disalurkan ke tanah lewat instalansi penyalur

sehingga bangunan dan peralatan di dalamnya terlindungi. Ada beberapa cara

yang dapat digunakan, antara lain :

1. Penangkal petir sistem franklin

2. Penangkal petir sistem faraday

3.1.1 Sistem Penangkal Petir Franklin

Pengamanan bangunan terhadap sambaran petir dengan menggunakan

sistem penangkal petir franklin banyak digunakan karena hasil perlindungannya

terhadap bangunan cukup baik, terutama pada bangunan-bangunan gedung

bertingkat yang beratap runcing, seperti gereja, menara, dan gedung sekolah.

Sistem penangkal petir franklin berbentuk sebuah batang logam dengan bentuk

runcing pada bagian ujung batang logamnya. Ujung batang penangkal petir ini

dibuat runcing bertujuan agar pada saat terjadi aktifitas penumpukan muatan di

awan, maka diujung itulah akan terinduksi muatan dengan rapat muatan yang

relative lebih besar bila dibandingkan dengan rapat muatan yang terdapat pada

bangunan yang dilindungi. Dengan demikian sambaran akan terjadi pada ujung

penangkal petir tersebut.

Batang penagkal petir ini kemudian disalurkan ketanah melalui penghantar

ke batang elektroda yang berada didalam tanah. Tujuan dari saluran pentanahan
24

ini adalah untuk melindungi gedung dan menyalurkan aliran arus akibat sambaran

petir kedalam tanah, sehingga tidak terjadi hal-hal yang membahayakan.

3.1.2 Sistem Penangkal Petir Faraday

Sistem penangkal petir faraday adalah sistem penagkal petir hasil dari

pengembangan penangkal petir franklin. Kerja dari sistem panagkal petir faraday

sama dengan sistem penangkal petir franklin. Perbedaannya hanya pada

penggunaan ujung penangkal petirnya. Dimana pada sistem penangkal petir

franklin digunakan batang-batang penangkal petir yang vertikal, sedangkan pada

sistem penangkal petir faraday menggunakan konduktor horizontal.

Sambaran petir biasanya menyambar bagian-bagian yang berbentuk

runcing pada atap bangunan. Oleh karena itu maka pada bagian-bagian yang

berbahaya tersebut perlu dipasang konduktor horizontal yang berfungsi sebagai

objek sambaran kilat, sehingga bagian lain pada atap bangunan juga terlindungi.

Prinsip dari perlindungan penangkal petir faraday adalah konduktor-

konduktor dipasang secara horizontal pada atap bangunan lalu dihubungkan

dengan saluran penghantar yang terhubung dengan elektroda pengetanahan dari

bangunan. Untuk gedung yang dipenuhi dengan peralatan elektronik sangkar

faraday dan franklin tidak dianjurkan karena medan yang ditimbulkan ketika

terjadi sambaran petir dapat menggangu kinerja dari perangkat elektronik,

terutama untuk perangkat elektronik yang menggunakan sinyal.


25

3.2 Sistem Perlindungan Penangkal Petir

Melihat akibat sambaran petir sangat berbahaya, maka muncullah berbagai

usaha untuk mengatasi sambaran petir. Teknik penangkal petir pertama kali

ditemukan oleh Benyamin Franklin pada tahun 1749 di Amerika. Jenis penangkal

petir Franklin ini menggunakan interceptor (terminal udara) yang dihubungkan

dengan konduktor metal ketanah. Teknik ini selanjutnya terus dikembangkan

untuk mendapatkan hasil yang efektif. Dalam teknik penangkal petir dikenal 2

macam sistem, yaitu :

1. Sistem penangkal petir

2. Dissipation array system (DAS)

3.2.1 Sistem penangkal petir

Sistem ini menggunakan ujung metal yang runcing sebagai pengumpul

muatan dan diletakan pada tempat yang tinggi. Sehingga diharapkan petir

menyambar ujun metal tersebut terlebih dahulu. Sistem ini memiliki kelemahan di

mana apabila sistem penyalur arus petir ke tanah tidak berfungsi dengan baik,

maka ada kemungkinan terjadi kerusakan pada peralatan elektronik yang sangat

peka terhadap medan transien. Ada beberapa macam alat penangkal petir yang

biasa digunakan, yaitu :

a. Franklin Rod, berupa kerucut tembaga dengan daerah perlindungan berupa

kerucut imajiner dengan sudut puncak 1120. Agar daerah perlindungan

besar, franklin rod dipasang dengan pipa besi dengan ketinggian 1-3
26

meter. Franklin Rod dapat dilihat berupa tiang-tiang runcing pada atap

bangunan.

b. Faraday Cage, untuk mengatasi kelemahan franklin Rod karena adanya

daerah yang tidak terlindungi. Dan daerah dimana perlindungan melemah

bila jarak makin jauh dari Franklin Rod, maka dibuat sistem Faraday Cage.

Faraday Cage mempunyai sistem dan sifat seperti Franklin Rod, akan

tetapi pemasangannya diseluruh permukaan atap dengan tinggi tiang yang

lebih rendah.

c. Ionization Corona, yang bersifat menarik petir untuk menyambar ke

kepalanya dengan cara haluan memancarkan ion-ion ke udara. Kerapatan

ion makin besar bila jarak ke kepalanya semaikn dekat. Pemancaran ion

dapat dilakukan dengan cara menggunakan enerator listrik atau baterai

cadangan (generated ionization) atau secara alamiah (natural ionization).

Area perlindungan sistem ini berupa bola dengan radius mencapai 120

meter. Dan radius ini akan mengecil sejalan dengan bertambahnya umur

pemakaian. Sistem ini dapat dikenali dari kepalanya yang dikelilinggi 3

bilah pembangkit beda potensial dan dipasang pada tiang tinggi.

d. Radioaktif, meskipun merupakan sistem penarik petir terbaik namun

pemakaiannya sudah dilarang. Karena radius yang dipancarkannya dapat

menggangu kesehatan manusia. Selain itu sistem ini aka berkurang radius

pengamanannya bersamaan dengan waktu radioaktifnya.


27

3.2.2 Dissipation Array System (DAS)

Sistem ini menggunakan banyak ujung runcing (point discharge) dimana

setiap bagian benda yang runcing akan mengarahkan muatan listrik dari benda itu

sendiri ke molekul udara disekitarnya. Sistem ini mengakibatkan turunnya beda

potensial antara awan dengan bumi. Sehinga menggurangi kemampuan awan

melepaskan muatan listriknya.

3.3 Instalasi Penangkal Petir

Instalansi penangkal petir adalah instalansi suatu sistem dengan

komponen-komponen dan peralatan-peralatan yang secara keseluruhan berfungsi

untuk menangkap sambaran petir dan menyalurjaknnya ke tanah. Sehingga semua

bagian dari bangunan beserta isinya dapat terlindungi dari bahaya sambaran petir.

Instalansi penangkal petir terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut :

1. Penangkal diatas tanah, ialah penghantar yang dipasang diatas atap sebagai

penangkap petir, berupa batang elektroda logam yang dipasang dengan

posisi tegak lurus.

2. Penghantar pada dinding atau didalam bangunan sebagai penyalur arus

petir ke tanah. Penghantar ini terbuat dari tembaga, baja galvanis atau

alumunium.

3. Elektroda-elektroda tanah , seperti :

a. Elektroda pita (strip) yang ditanam pada tanah dengan kedalaman

minium 0,5-1 m dari permukaan tanah.

b. Elektroda batang, dari pipa atau besi baja profil yang ditanam tegak

lurus pada tanah dengan kedalaman 2 m.


28

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam merencanakan dan memasang

sistem penangkal petir adalah :

 Keamanan secara teknis, tanpa mengabaikan faktor-faktor keserasian

arsitektur. Perhatian utama harus ditujukan kepada nilai perlindungan

terhadap sambaran petir yang efektif. Penampang hantaran-hantaran

pentanahan yang baik untuk digunakan.

 Ketanahan mekanis.

 Ketahanan terhadap korosi.

 Bentuk dan ukuran bangunan yang dilindungi.

 Faktor ekonomis.
29

Tabel 3.1 Ukuran dan bahan dari instalasi penangkal petir

Nama Komponen Jenis


No Bentuk Ukuran
Penangkal Petir Bahan
1 1.1 Penangkal tegak Tembaga Silinder pejal 10 mm
Pita pejal 25 mm x 3 mm
Baja Galv Silinder pejal 25 mm x 3 mm
1.2 Batang tegak Tembaga Silinder pejal 10 mm
Pita pejal 25 mm x 3 mm
Baja Galv Silinder pejal 10 mm
Pipa pejal 25 mm x 3 mm
1.3 Penangkap Datar Tembaga Silinder pejal 10 mm
Pita pejal 25 mm x 3 mm
Pilin 50 mm
Baja Galv Silinder pejal 10 mm
Pipa pejal 25 mm x 3 mm
2 Penghantar Tembaga Silinder pejal 10 mm
Pita pejal 25 mm x 3 mm
Pilin 50 mm
Baja Galv Silinder pejal 10 mm
Pipa pejal 25 mm x 3 mm
3 Elektroda Pentanahan Tembaga Silinder pejal 10 mm
Pita pejal 25 mm x 3 mm
Baja Galv Silinder pejal 10 mm
Pipa pejal 25 mm x 3 mm

Tempat-tempat yang tak terhindarkan dari sambaran petir dan memerlukan sistem

penangkal petir, seperti :

1. Tempat lapangan terbuka ( stadion sepak bola ).

2. Gedung-gedung bertingkat.

3. Transformator pada gardu induk.

4. Mercusuar.
30

Pada tempat-tempat seperti itulah perlu sekali mengunakan sistem

penangkal petir. Apabila pada tempat-tempat tersebut sudah menggunakan sistem

perlindungan penangkal petir, maka kecil kemungkinan akan terjadi sambaran

petir terhadap bangunan tersebut. Karena arus listrik yang dihasilkan oleh petir

sangat berbahaya bagi manusia, seperti yang ditunjukan pada table berikut ini :

Tabel 3.2 Pengaruh arus listrik pada tubuh manusia

Kuat Arus Yang Pengaruh Pada Tegangan Yang


Waktu Tahan Ditanahkan
Mengalir Pada Organ Tubuh
Tubuh
Tubuh Manusia Jika R= 500 Ω
0,5 mA Terasa mulai kaget Tidak tertentu 2,5 V
1 mA Terasa jelas Tidak tertentu 5V
2m Mulai kejang Tidak tertentu 10 V
5 mA Kejang keras Tidak tertentu 25 V
Sulit untuk
10 mA melepaskan Tidak tertentu 50 V
pegangan
Kejang dan terasa
15 mA 15 sekon 75 V
nyeri
20 Ma Nyeri berat 5 sekon 100 V
30 mA Nyeri yang tak 1 sekon 150 V
tertahankan
40 mA Tidak sadarkan diri 200 V
0,2 sekon

Arus listrik antara 15-30 mili Ampere sudah dapat mengkibatkan kematian

karena manusia yang terkena alirannya sudah sulit untuk melepaskan

pegangannya. Tahanan kulit manusia dalam keadaan kering 100-500 kOhm,

sedangkan dalam keadaan basah 1 kOhm. Tegangan yang diangap aman adalah 50

volt nominal kebawah.


31

3.4 Analisis Biaya Manfaat Sistematis Penangkal Petir

Pengadaan instalansi penangkal petir meliputi penangkal petir eskternal

dan penangkal petir internal. Hal-hal yang berkaitan dengan sistem penangkal

petir, teknologi, dan biaya investasi yang diperlukan ditentukan oleh tingkat

perlindungan penangkal petir yang diinginkan. Sedangkan tingkat perlindungan

yang diinginkan ditentukan oleh jenis, tipe, fungsi bangunan serta peralatan yang

dilindungi dan resiko bila terjadi kegagalan perlindungan.

Tingkat perlindungan suatu sistem penangkal petir di kelompokan menjadi 3,

yaitu :

1. Tingkat perlindungan biasa atau normal, yaitu untuk bangunan-bangunan

biasa yang bila terjadi kegagalan perlindungan tidak menyebabkan bahaya

beruntun, seperti bangunan perumahan, dan gedung-gedung sekolah.

2. Tingkat perlindungan tinggi, yaitu untuk bangunan-bangunan perkantoran

atau instalansi yang jika terjadi kegagalan perlindungan maka akan dapat

berbahaya bagi keselamatan jiwa atau dapat menimbulkan bahaya yang

besar, seperti instalansi eksplosif mudah meledak, instalansi komunikasi

penting, dan bangunan-bangunan dengan tingkat penggunaan tinggi yang

terdapat banyak orang didalamnya.

3. Tingkat perlindungan sangat tinggi, yaitu untuk bangunan atau instalansi

yang jika terjadi kegagalan perlindungan dapat menyebabkan bahaya yang

sangat besar dan tidak terkendali, seperti PLTN, PLTA, PLTU dan

Pertamina.

Biaya investasi yang diperlukan untuk ketiga tingkat perlindungan diatas

pada dasarnya terbagi dalam biaya instalansi penangkala petir eksternal dan
32

instalansi penangkal petir internal. Dan minimisasi biaya total dapat dilakukan

dengan menerapkan konsepsi bahwa instalansi penangkal petir eksternal

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari instalansi penangkal petir internal.

3.5 Analisa Kriteria Kebutuhan Instalansi Penangkal Petir

Besar kebutuhan gedung akan instalansi penangkal petir ditentukan oleh

besarnya kemungkinan kerusakan , serta bahaya yang ditimbulkan bila bangunan

tersambar petir. Besar kebutuhan instalansi penangkal petir ditentukan dengan

persamaan berikut :

PB = A + B + C + D + E ……………………………………………………...(3.1)

Dimana :

A = Penggunaan bangunan

B = Konstruksi bangunan

C = Situasi bangunan

D = Tinggi bangunan

E = Pengaruh kilat

Untuk mengetahui kebutuhan isntalansi penangkal petir dapat dihitung dengan

menyumblahkan data yang dimiliki oleh gedung berdasarkan nilai indeks yang

ditetapkan. Semakin besar jumlah yang didapat, maka semakin besar pula

kebutuhan gedung akan instalansi penangkal petir.


33

3.6 Hari guruh

Hari guruh adalah hari dimana terdengar minimal 1 kali dalam satu hari.

Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam waktu satu tahun disebut

Isokreaunic Level dan biasa ditulis dalam simbol IKL.

Indonesia terletak didaerah khatulistiwa yang panas dan lembab, sehingga

terjadinya hari guruh (IKL) yang sangat tinggi dibandingkan daerah lainnya (100-

260 hari pertahun). Bahkan didaerah cibinong sempat tercatat pada Guinnes Book

Of Record 1988 dengan jumlah 322 petir pertahun. Berikut tabel rata-rata hari

guruh pertahun di beberapa negara dan di Indonesia :

Tabel 3.3 Hari Guruh Dunia pertahun (IKL)

Negara Hari
guruh/tahun
Argentina 30-80
Brazil 40-200
Hongkong 90-100
Indonesia 180-260
Singapore 160-200
Malaysia 180-260
Thailand 90-200

Tabel 3.4 Hari guruh di Kalimantan dan Sumatera

Lokasi Sumatera Hari Lokasi Hari guruh/tahun


guruh/tahun Kalimantan
Sabang 39 Pontianak 117
Medan 130 Balikpapan 95
Pekanbaru 36 Banjarmasin 84
Padang 64 Singkawang 109
Palembang 125
Bengkulu 37
Jambi 124
Tanjung Karang 45
34

Tabel 3.5 Hari guruh di pulau Jawa

Lokasi Hari guruh/tahun Lokasi Hari guruh/tahun


Jakarta 126 Yogyakarta 126
Tangerang 45 Solo 72
Bandung 102 Madiun 136
Tasikmalaya 73 Malang 149
Tegal 46 Semarang 39
Cilacap 80 Banyuwangi 124

Tabel 3.6 Hari guruh di Irian Jaya

Lokasi Hari guruh/tahun Lokasi Hari guruh/tahun


Sorong 98 Biak 133
Wawena 57 Merauke 85
Kalimana 118 Jayapura 74

Kerapatan sambaran petir ke tanah (ground flash density) adalah jumlah

sambaran petir ke tanah yang terjadi dalam satu tahun pada suatu daerah yang

luasnya dalam satuan . Relasi empiris antara kerapatan sambaran petir ke

tanah dengan hari guruh tahun tertera pada tabel 3.7. Pada setiap daerah memiliki

nilai kerapatan sambaran petir ke tanah yang berbeda-beda. Untuk wilayah

Indonesia sendiri dalam menentukan jumlah kerapatan sambaran petir yang

terjadi, dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

= 0.15 ……………………………………………………………………(3.2)

Dimana :

Ikl = Hari guruh/tahun.


35

Tabel 3.7 Relasi empiris antara kerapatan sambaran petir dan hari guruh tahunan

No Lokasi Kerapatan sambaran Peneliti


petir (Ns)
1 India 0.10 Ikl Aiya (19968)
2 Rhodesia 0.14 Ikl Anderson & Jenner (1954)
3 Afrika selatan 0.023 (Ikl Anderson & Erikson (1954)
4 Swedia 0.004 (Ikl Muller & Hillbernd (1964)
5 Inggris 0.15 Ikl Stringfellow (1974)
6 USA (utara) 0.11 Ikl Horn & Ramsey (1951)
7 USA (selatan) 0.17 Ikl Horn & Ramsey (1951)
8 Rusia 0.036 (Ikl Kolokolov & Pavlova (1972)
9 Dunia iklim sedang 0.15 Ikl Brooks (1950)
10 Dunia iklim tropis 0.13 Ikl Brooks (1950)
11 USA 0.10 Ikl Anderson (1968)
12 USA 0.15 Ikl Brown & Whitehead (1969)

3.7 Parameter Petir

Parameter petir adalah rumusan yang diperoleh dari penelitian tentang


sambaran petir Rumusan ini dapat dipakai sebagai acuan dalam menganalisa
masalah petir dan serta sistem proteksinya. Setiap sambaran petir selalu diikuti
dengan arus puncak yang mempunyai bentuk gelombang khusus, yaitu merupakan
bentuk gelombang berjalan yang berbentuk impuls. Nilai arus puncak ini akan
naik dalam waktu yang cepat dan menurun dalam waktu lambat.

Hal yang diperlukan dalam menganalisa parameter petir ini berkaitan


dengan nilai kepadatan sambaran petir ke tanah (Ng), Arus puncak petir (i),
Muatan arus petir (Q), kecuraman arus petir (di/dt)maks.

3.7.1 Kepadatan Sambaran Petir ke Tanah

Kepadatan sambaran petir dipengaruhi oleh jumlah hari guruh pertahun


(IKL) yang terjadi pada suatu daerah tersebut. Semakin besar jumlah hari guruh
pertahun pada suatu daerah semakin besar pula kemungkinan daerah tersebut
36

terkena sambaran petir. Densitas sambaran petir ke tanah (Ng) dinyatakan dalam
sambaran ke tanah per kilometer/segi pertahunnya. Dan dapat diperkirakan
dengan menggunakan rumus berikut :

………………………………………(3.3)

Dimana :

Td = Jumlah hari guruh per tahun.

3.7.2 Arus Puncak Petir

Arus puncak petir merupakan salah satu parameter penting dalam


menentukan besar tegangan yang terjadi pada saat terjadi sambaran petir. Besar
arus petir juga biasa digunakaan untuk mengukur besar jarak sambaran petir
terhadap suatu objek.

Untuk menghitung besar arus puncak petir dapat menggunakan rumus


persamaan berikut :

………………………… (3.4)

Dimana :

I = Arus puncak petir (KA)

Li = Derajat lintang daerah yang bersangkutan

Ng = Kepadatan sambaran petir (

A = Ketinggian awan terdekat (meter)

3.7.3 Muatan Arus Petir

Ketika kuat medan listrik di awan melebihi harga kuat medan udara (30
kV/cm) maka akan terjadi lidah pelopor (pilot stremer) yang menentukan arah
37

perambatan lidah petir (leader) dari awan ke udara. Gerakan lidah pelopor diikuti
lompatan-lompatan titik cahaya yang jalannya terpatah-patah (step leader).
Terjadinya sambaran petir selalu diawali oleh lidah-lidah petir yang bergerak
turun (downward leader) dari awan yang bermuatan.

Semakin besar muatan arus petir, maka beda potensial antara awan dan
tanah semakin besar medan listrik yang terjadi. Jika medan listrik yang
ditimbulkan melebihi kuat medan tembus udara ke tanah maka akan terjadi
pelepasan muatan listrik. Besar muatan arus petir dapat dicari dengan
mengunakan persamaan berikut :

Q = 1.13 x C……………………………………………………………….(3.5)

Dimana :

I = Arus puncak petir (KA)

3.7.4 Kecuraman Maksimum Arus Petir

Kecuraman arus petir maksimum terjadi pada tegangan induksi


elektromagnetis pada jaringan yang terdapat pada suatu penghantar yang tertutup
maupun terbuka yang dilalui arus petir. Kecuraman arus petir dapat dicari dengan
menggunakan persamaan berikut :

(di/dt = 1,2 x Ka/μs………………………………………………….(3.6)

Dimana :

I = Arus puncak petir (KA)

3.8 Menentukan Luas Daerah Sambaran Petir

Menentukan luas daerah sambaran petir pada suatu bangunan sangatlah


penting. Hal ini dilakukan untuk mengetahui cakupan dari sistem perlindungan
penangkal petir yang nantinya akan digunakan pada bangunan-bangunan ataupun
38

gedung perkantoran. Indonesia memiliki jumlah hari guruh yang besar yaitu 260
hari. Sehingga intensitas terjadinya sambaran petir pada suatu daerah sangatlah
tinggi.

Intensitas arus petir sangatlah mempengaruhi luas daerah sekitar bangunan


yang menarik untuk tersambar petir. Semakin besar intensitas dari arus petir,
semakin besar pula daerah yang menarik untuk tersambar petir karena jarak
terkaman petir semakin besar.

Menurut R.H. Golde luas daerah yang menarik untuk tersambar petir dapat
ditentukan dengan beberapa persamaan berikut :

• Menghitung luas daerah bangunan yang menarik untuk sambaran petir


(FE) dalam .
…………………………………...(3.7)

Dimana :
P = Panjang bangunan (m)
L = Lebar bangunan (m)
H = Tinggi bangunan (m)

• Menghitung besar jumlah sambaran petir (Ne) per hari/ berdasarkan


letak garis lintang geografis bangunan yang bersangkutan (λ).
Ne = (0,1 + 0,35 sin λ) (0,4 ± 0,2) [ ]……………………………..(3.8)

• Menghitung jumlah sambaran petir/tahun (F).


F = Ne . IKL…………………………………………………………...(3.9)

• Menghitung besar kemumgkinan suatu bangunan tersambar petir/tahun


(Np).
Np = Fe x …………………………………………………………(3.10)
39

3.9 Sistem Perlindungan Bola Gulir

Sistem perlindungan penangkal petir pada PT. Graha Menara Hijau


menggunakan sistem perlindungan bola gulir (rolling sphere). Metode bola gulir
ini digunakan untuk mengidentifikasi ruang proteksi dari luas dan keliling
bangunan gedung.

Radius bola (R) digulirkan pada sekeliling bangunan gedung hingga


bertemu dengan bidang tanah atau bangunan gedung permanen yang berhubungan
dengan bumi yang mampu bekerja sebagai konduktor petir. Pada metode bola
gelinding, ruang proteksi merupakan daerah antara perpotongan bidang referensi
bangunan dan keliling bola gelinding. Pada tabel 3.8 akan diperoleh besar jari-jari
rolling sphere pada gedung.

Tabel 3.8 Penempatan Terminal Udara Berdasarkan Tingkat Proteksi

Tingkat h (m) 20 30 45 60 Lebar jaring


proteksi R (m) α° α° α° α° (m)
I 20 25 * * * 5
II 30 35 25 * * 10
III 45 45 35 25 * 10
IV 60 55 45 35 25 20
* Hanya digunakan untuk metode rolling sphere dan mesh
Keterangan :
h = tinggi terminal udara dari permukaan tanah
R = Radius bola gulir
α = Sudut lintang

Gambar 3.1 Metode Rolling Sphere


40

Metode ini berdasarkan elektrogeometri dimana ruang proteksinya adalah


daerah perpotongan antara bidang referensi bangunan dan keliling bola gelinding.
Untuk mencari luas perlindungan (L) bola gelinding. Dapat menggunakan
persamaan berikut :

L= ……………………………………………………………………….(3.11)

Atau keliling bangunan

L=4π ……………………………………………………………………..(3.12)

Dimana :

L = Luas perlindungan (

r = Jari-jari

3.10 Pengukuran Tahanan Pembumian

Pengukuran tahanan pembumian atau tahanan jenis tanah dilakukan untuk


mengetahui besaran tahanan tanah pada area gedung yang bersangkutan. Tanah
merupakan campuran dari partikel-partikel padat, cair, dan gas. Variasi tahanan
jenis tanah dapat dilihat pada tabel 3.9 di bawah ini :

Tabel 3.9 Spesifikasi Tahanan Jenis Tanah

No Jenis Tanah Tahanan Jenis Tanah


(Ωm)
1 Tanah berair,tanah humus dan lembab 30
2 Tanah liat dan tanah pertanian 100
3 Tanah liat berpasir 150
4 Tanah berpasir lembab 200
5 Tanah berpasir kering 1000
6 Koral dengan kondisi lembab 500
7 Koral dengan kondisi kering 1000
8 Tanah berbatu 3000
41

Dengan berpedoman nilai tahanan tanah yang tertera pada tabel 3.9. Nilai tahanan
pembumian juga dapat dicari dengan persamaan berikut :

R= ………………………………………………………………………..(3.13)

Dimana :

R = Tahanan pembumian (Ω)

ρ = Tahanan jenis tanah (Ωm)

L = Panjang batang elektroda pentanahan (m)

A = Luas penampang pentanahan ( )

3.11 Pengukuran Jarak Aman Pentanahan

Sistem pembumian bertujuan untuk menyalurkan arus listrik maupun


gangguan-gangguan lainnya yang terjadi akibat sambaran petir ke dalam tanah.
Keamanan dalam sistem pentanahan juga sangat perlu sekali diperhatikan. Agar
efek yang ditimbulkan dapat dinetralisir dan tidak menimbulkan gangguan-
gangguan terhadap gedung, perangkat elektronik, maupun orang-orang yang
berada di atas permukaan tanah. Untuk itulah pengukuran jarak aman pembumian
sangat perlu dilakukan.

Jarak aman sistem pembumian dari gedung atau logam terdekat dari
permukaan tanah dapat dicari dengan persamaan berikut :

D = . R ……………………………………………………………………..(3.14)

Dimana :

D = Jarak aman sitem pembumian

R = Tahanan pembumian (Ω)

Anda mungkin juga menyukai