Anda di halaman 1dari 60

BAB IV

PENYALUR PETIR
4.1. Petir
Petir sering terjadi pada saat musim hujan. Petir dapat terjadi setiap saat
apabila terjadi gumpalan awan di atas langit. Potensi petir terjadi pada saat langit
mulai mendung. Pada saat menjelang hujan, saat hujan dan beberapa saat setelah
hujan terjadi, keadaan udara mengandung kadar air yang lebih tinggi. Kadungan kadar
air yang tinggi ini mengakibatkan nilai isolasi udara turun. Rendahnya nilai isolasi
udara ini mengakibatkan muatan listrik yang terdapat dalam awan lebih mudah untuk
mengalir. Aliran muatan listrik ini dapat terjadi antar awan, maupun dari awan ke
bumi. Petir antar awan terjadi ketika elektron di bagian bawah awan tertarik oleh
proton yang terdapat di bagian atas awan lainnya.

Gambar 4.1 Sambaran Petir Antar Awan


Sumber : https://img.beritasatu.com/cache/beritasatu/910x580-2/1488206572.jpg

Setelah terjadi petir antar awan maka awan yang tersambar petir akan
kelebihan elektron. Kelebihan elektron di awan yang telah tersambar petir
memperbesar peluang terjadinya petir dari awan ke bumni. Ketika elektron di bagian
bawah awan tertarik oleh proton yang terdapat di daratan maka terjadilah sambaran
petir dari awan ke bumi. Elektron adalah partikel subatom yang bermuatan negatif
sedangkan proton adalah partikel subatom yang bermuatan positif.

1
Gambar 4.2 Petir menyambar.
Sumber gambar: https://www.studiobelajar.com/proses-terjadinya-petir/

Muatan listrik yang terakumulasi harus dalam jumlah yang cukup besar
untuk mengionisasi udara. Muatan positif paling banyak berkumpul pada ketinggian
atau benda runcing. Ketika petir terjadi, perpindahan muatan negatif mengalir
menuju titik tertinggi/runcing. Dibagian yang tinggi/runcing ini muatan positif (proton)
telah terakumuluasi/terkumpul karena adanya tarikan petir tersebut. Koneksi antara
elektron dan proton terjadi dengan begitu cepat sehingga menyebabkan sambaran
petir.

Gambar 4.3 Sambaran Petir ke Bumi (gedung tertinggi)


Sumber:1.bp.blogspot.com/_W0YhZNmoYJc/SwEWkYiEtxI/AAAAAAAAAK0/2Z
KDTzZjAtI/w1200-h630-p-k-no-nu/15ybww1.jpg

2
Ketika awan menyalurkan muatan listrik ke tanah, muatan harus melewati
berbagai lapisan udara. Udara bukanlah konduktor yang baik untuk listrik, sehingga
sebagian energi hilang menjadi energi panas pada saat menjalar ke daratan.
Kehilangan energi ini mengakibatkan petir itu memiliki suhu dan tegangan yang
sangat tinggi serta dapat menyebabkan kematian. Sambaran petir ini mengakibatkan
meningkatnya temperatur udara di sepanjang jalurnya. Peningkatan temperatur udara
mengakibatkan isolasi undara semakin rendah. Isolasi udara yang rendah ini
menyebabkan petir dapat menyebar dengan cepat. Dari sumber
https://www.studiobelajar.com/proses-terjadinya-petir/ didapat informasi bahwa
dalam sebuah petir tunggal dapat menaikkan suhu udara di sekitarnya hingga 50.000o
Fahrenheit. Emperatur setinggi itu setara dengan 27760o Celcius.

Tidak lama setelah petir menyambar, tak lama kemudian ada suara yang
menyusul petir, namanya guntur. Suara gemuruh dari guntur tercipta ketika petir
melewati udara menyebabkan udara menjadi panas dan dingin sehingga menghasilkan
gelombang tekanan yang begitu besar. Semakin besar tekanan yang diberikan maka
semakin besar juga suara guntur yang kita dengar. Aliran lidah petir meyebabkan
guntur. Jadi yang muncul terlebih dahulu adalah petir, karena adanya perbedaan
kecepatan cahaya dan suara. Kecepatan cahaya diperkirakan sebesar 190.000
mil/detik sedangkan kecepatan suara sebesar 1000 kaki/detik. Maka dari itu, setelah
proses terjadinya petir, baru kemudian terjadi guntur.

Petir antar awan terjadi karena adanya perbedaan potensial yang tinggi
antara awan satu dengan awan lainnya, diakibatkan oleh kelebihan elektron pada salah
satu awan. Demikian pula petir antara awan dengan bumi terjadi karena perbedaan
potensial antara awan dengan bumi, karena awan memiliki elektron yang melebihi
proton, dan bumi juga memiliki proton yang berlimpah, kondisi tersebut
mengakibatkan terjadinya beda potensial antara awan dan bumi yang cukup tinggi.
Beda potensial inilah yang mengakibatkan sambaran petir dari awan ke bumi.
Sambaran petir dari awan yang memiliki kelebihan elektron pada lapisan bawah
permukaan awan akan di buang ke daratan untuk menyeimbangkan muatannya.
Sedangkan di daratan terdapat proton dalam jumlah yang banyak.

4.2 Bahaya/ gangguan petir


Sebagaimana telah dijelaskan ada tiga hal yang terjadi pada saat petir
menyambar bumi. Tiga hal tersebut adalah : aliran elektron, panas dan guntur.
Dengan demikian terdapat beberapa hal yang dapat terjadi akibat bahaya gangguan
petir antara lain :
1. Aliran arus listrik yang cukup besar karena terjadi perindahan elektron

3
dalam jumlah besar dari awan. Besar arus petir dapat mencapai ribuan
amper. Satu amper adalah berpindahnya 1 coulomb elektron dalam satu
detik. Aliran arus listrik yang sangat besar ini dapat menimbulkan
kerusakan peralatan dan korban jiwa.

Gambar 4.4 Korban Sambaran Petir di Pematang Sawah


Sumber:https://radarbali.jawapos.com/read/2019/04/08/130461/membaik
-dua-pasien-korban-tersambar-petir-diizinkan-pulang

2. Panas yang dibawa oleh petir dapan menimbulkan kebakaran.

Gambar 4.5 Pesawat Terbang Terbakar dan Jatuh Setelah Tersambar Petir
Sumber:www.berita2bahasa.com/images/articles/2014120Lightning%20s
trikes%20light%20aircraft%20in%20Indonesia%20killing%20four%20(d
ailymail)%20b.jpg

3. Suara gemuruh yang besar, dapat membahayakan genderang pendengaran


manusia.

4
Gambar 4.6 Korban Meninggal dan Tuli Akibat Sambaran Petir
Sumber:www.konfrontasi.com/content/ragam/1-meninggal-dunia-2-tuli-
saat-para-pemain-bola-di-tuban-tersambar-petir

4.3 Peraturan
Perauran Perundang-undangan yang mengatur tentang instalasi penyalur
petir adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor :
PER.02/MEN/1989 Tentang : Pengawasan Instalasi Penyalur Petir,
sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik
Indonesia Nomor : 31 TAHUN 2015 TENTANG Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Republik Indonesia Nomor : PER.02/MEN/Tentang : Pengawasan
Instalasi Penyalur Petir

4.4 Fungsi penyalur petir


Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 1989
dijelaskan bahwa Instalasi penyalur petir ialah seluruh susunan sarana penyalur petir
terdiri atas penerima (Air Terminal/Rod), Penghantar penurunan (Down Conductor),
Elektroda Bumi (Earth Electrode) termasuk perlengkapan lainnya yang merupakan
satu kesatuan berfungsi untuk menangkap muatan petir dan menyalurkannya ke bumi
Komponen-komponen tersebut : Penerima ialah peralatan dan atau penghantar dari
logam yang menonjol lurus ke atas dan atau mendatar guna menerima petir; j.
Penghantar penurunan ialah penghantar yang menghubungkan penerima
dengannelektroda bumi; k. Elektroda bumi ialah bagian dari instalasi penyalur petir
yang ditanam dan kontak langsung dengan bumi;
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa instalasi penangkal petir adalah
suatu sistem yang menghubungkan komponen–komponen yang terdiri atas :
penangkap, penyalur dan pentanahan. Komponen-komponen tersebut yang secara
keseluruhan berfungsi sebagai penangkal petir yang menyalurkan sambaran petir ke
bumi. Sistem tersebut dipasang sedemikian rupa sehingga mampu melindungi
bangunan beserta isinya dari bahaya sambaran petir. Bangunan beserta isinya harus
aman dari petir sambaran langsung maupun tak langsung.

5
Installasi ini di kelompokan menjadi bagian penghantar diatas tanah dan
penghantar di dalam tanah.
Pemasangan installasi penangkal petir tidak menambah atau mengurangi
kemungkinan suatu bangunan atau peralatan terkena sambaran petir. Pemasangan
penangkal petir bertujuan apabila terjadi sambaran petir terhadap bangunan arusnya
akan disalurkan ke tanah melalui penghantar yang dipasang dalam
installasi penyaluran sehingga bangunan dan peralatan didalamnya terlindung.

4.5 Cara Kerja Penyalur Petir


4.5.1 Penangkal Petir Konvensional ( Franklin Rod dan Sangkar Faraday )
Kedua ilmuwan tersebut Faraday dan Franklin menjelaskan system yang
hampir sama, yakni system penyalur arus petir yang menghubungkan antara bagian
atas bangunan dan grounding penangkal petir atau anti petir, sedangkan system
perlindungan yang di hasilkan ujung penerima atau splitzer adalah sama pada rentang
30 – 40 derajat. Perbedaannya adalah system yang di kembangkan Faraday bahwa
kabel penghantar berada pada sisi luar bangunan dengan pertimbangan bahwa kabel
penghantar juga berfungsi sebagai material penerima sambaran petir, yaitu berupa
sangkar elektris atau biasa di sebut dengan sangkar faraday.

Gambar 4.7 Instalasi Penangkal Petir Konvensional Faraday


Sumber : http://pakarpetir.com/permen-kemenaker-nomor-31-tahun-2015/

Cara kerja penangkal petir konvensional adalah dengan menyalurkan petir


yang menyambar bangungan ke bumi melalui penghantar.Saat elektron (muatan listrik
negatif) di bagian bawah awan sudah tercukupi, maka proton (muatan listrik positif)
di tanah akan tertarik ke atas. Proton kemudian segera merambat naik melalui kabel
konduktor penangkal petir menuju ke ujung batang alat penangkap petir. Ketika
elektron berada cukup dekat di atas bangunan, maka daya tarik menarik antara kedua
muatan semakin kuat. Proton yang terkumpul di ujung-ujung alat penangkal petir
tertarik ke arah elektron. Elektron selanjutnya disalurkan ke bumi. Aliran listrik
yang melewati kabel tembaga penangkal petir dan itu akan mengalir ke dalam tanah,
melalui saluran tanah yang disebut arde/pentanahan. Dengan
demikian sambaran petir tidak mengenai bangunan yang dilewati.

4.5.2 Penangkal Petir Radio aktif

6
Penelitian tentang petir terus berkembang tentang penyebab terjadinya petir.
Para ilmuwan sepakat bahwa terjadinya petir karena ada muatan listrik di awan
berasal dari proses ionisasi. Untuk menggagalkan proses ionisasi dilakukan dengan
cara menggunakan zat berradiasi seperti Radiun 226 dan Ameresium 241. Kedua
bahan ini mampu menghamburkan ion radiasinya yang dapat menetralkan muatan
listrik awan.

Manfaat lain hamburan ion radiasi tersebut akan menambah muatan pada
ujung finial atau splitzer. Bila mana awan yang bermuatan besar tidak mampu di
netralkan zat radiasi, petir dengan kekuatan yang lemah kemudian menyambar maka
akan cenderung mengenai penangkal petir atau anti petir ini. Keberadaan penangkal
petir jenis ini telah dilarang pemakaiannya. Berdasarkan kesepakatan internasional
pelarangan ini dengan pertimbangan mengurangi zat beradiasi di masyarakat. Selain
itu anti petir atau penangkal petir ini dianggap dapat mempengaruhi kesehatan
manusia.

Gambar 4.8 Penangkap Petir Radioaktif


Sumber : http://pakarpetir.com/permen-kemenaker-nomor-31-tahun-2015/
Secara umum instalasi penangkap petir ini sama dengan penangkal petir
konvensional. Perbedaan penangkap petir ini hanya pada tombak penangkap (air
terminal).

4.5.3 Elektrostatis (Early Streamer Emission = ESE)


Prinsip kerja penangkal petir elektrostatis mengadopsi sebagian system
penangkal petir atau anti petir radio aktif, yaitu menambah muatan pada ujung
finial/splitzer agar petir selalu melilih ujung ini untuk di sambar. Perbedaan dengan
system radio aktif adalah jumlah energi yang dipakai. Untuk anti petir atau penangkal
petir radio aktif muatan listrik dihasilkan dari proses hamburan zat berradiasi
sedangkan pada penangkal petir elektrostatis energi listrik yang dihasilkan dari listrik
awan yang menginduksi permukaan bumi.
Merk : FLASH VECTRON
Type : FV6
Produksi : Indonesia
Radius : +/- 157 m (untuk ketinggian 20 M)

4.7 Syarat ( Perioda Pengetesan )


Untuk hal tersebut diatas diperlukan penangkal petir yang sangat handal
terutama untuk gedung, fasilitas umum dan pusat bisnis yang menghandalkan
komputer atau peralatan elektronik untuk seluruh kegiatan bisnisnya. Ada 4
kriteria yang harus di perhatikan dalam sistem penangkal petir untuk dapat
mengikuti standar dunia yang telah teruji antara lain : Jaringan Termination,

7
penghantar atau down conductors, jaringan pembumian grounding dan bonding untuk
menghindari side flashing.
Korosi adalah hal yang sering terjadi pada sistem penangkal petir. dengan
mutu material yang rendah banyak di dijumpai penangkal petir yang terpasang hanya
baik untuk 3-12 bulan. Setelah korosi terjadi pada semua komponen, sistem
penangkal petir tidak lagi menghantar dengan sempurna. Akibatnya jelas kerugian
material sampai bahaya kematian bagi manusia pastikan semua sistem penangkal petir
terbuat dari material tembaga murni, bukan campuran dan kwalitas pabrik yang baik.
Tombak penerima petir harus dipasang sedemikian rupa dengan memenuhi
persayaratan sebagai berikut :
(1) Penerima harus dipasang di tempat atau bagian yang diperkirakan dapat
tersambar petir dimana jika bangunan yang terdiri dari bagian-bagian
seperti bangunan yang mempunyai menara, antena, papan reklame atau
suatu blok bangunan harus dipandang sebagai suatu kesatuan.
(2) Pemasangan penerima pada atap yang mendatar harus benar-benar
menjamin bahwa seluruh luas atap yang bersangkutan termasuk dalam
daerah perlindungan.
(3) Penerima yang dipasang di atas atap yang datar sekurang-kurangnya lebih
tinggi 15 cm dari pada sekitarnya;
(4) Jumlah dan jarak antara masing-masing penerima harus diatur sedemikian
rupa, sehingga dapat menjamin bangunan itu termasuk dalam daerah
perlindungan.
(5) Daerah perlindungan bagi penerima dengan jenis Franklin dan sangkar
Faraday yang berbentuk runcing adalah suatu kerucut yang mempunyai
sudut puncak 112°; Untuk menentukan daerah perlindungan bagi
penerima yang berbentuk penghantar mendatar adalah dua bidang yang
saling memotong pada kawat itu dalam sudut 112°;
(6) Untuk menentukan daerah perlindungan bagi penerima jenis lain seperti
misalnya radioaktif atau elektrostatik adalah sesuai dengan ketentuan
teknis dari masing-masing penerima;
Bahan dan cara penginstalasian penerima memperhatikan hal-hal seperti
diuraikan di bawah ini.
a. logam bulat panjang yang terbuat dari tembaga;
b. hiasan-hiasan pada atap, tiang-tiang, cerobong-cerobong dari logam yang
disambung baik dengan instalasi penyalur petir;
c. atap-atap dari logam yang disambung secara elektris dengan baik.
Semua bagian bangunan yang terbuat dari bukan logam yang dipasang
menjulang ke atas dengan tinggi lebih dari 1 (satu) meter dari atap harus dipasang
penerima tersendiri. Pilar beton bertulang yang dirancangkan sebagai penghantar
penurunan untuk suatu instalasi penyalur petir, pilar beton tersebut harus dipasang
menonjol di atas atap dengan mengingat ketentuan-ketentuan penerima, syarat-syarat
sambungan dan elektroda bumi.
Dalam memasang penghantar untuk menyalurkan arus petir hendaknya
diperhatikan tata cara pemasangan seperti terurai di bawah ini.
(1) Penghantar penurunan harus dipasang sepanjang bubungan (nok) dan atau
sudut-sudut bangunan ke tanah sehingga penghantar penurunan
merupakan suatu sangkar dari bangunan yang akan dilindungi;

8
(2) Penghantar penurunan harus dipasang secara sempurna dan harus
diperhitungkan pemuaian dan penyusutannya akibat perubahan suhu;
(3) Jarak antara alat-alat pemegang penghantar penurunan satu dengan yang
lainnya tidak boleh lebih dari 1,5 meter;
(4) Penghantar penurunan harus dipasang lurus ke bawah dan jika terpaksa
dapat mendatar atau melampaui penghalang;
(5) Penghantar penurunan harus dipasang dengan jarak tidak kurang 15 cm
dari atap yang dapat terbakar kecuali atap dari logam, genteng atau batu;
(6) Dilarang memasang penghantar penurunan di bawah atap dalam bangunan.
(7) Semua bubungan (nok) harus dilengkapi dengan penghantar penurunan,
dan untuk atap yang datar harus dilengkapi dengan penghantar penurunan
pada sekeliling pinggirnya, kecuali persyaratan daerah perlindungan
terpenuhi.
(8) Untuk mengamankan bangunan terhadap loncatan petir dari pohon yang
letaknya dekat bangunan dan yang diperkirakan dapat tersambar petir,
bagian bangunan yang terdekat dengan pohon tesebut harus dipasang
penghantar penurunan;
(9) Penghantar penurunan harus selalu dipasang pada bagian-bagian yang
menonjol yang diperkirakan dapat tersambar petir;
(10) Penghantar penurunan harus dipasang sedemikian rupa, sehingga
pemeriksaan dapat dilakukan dengan mudah dan tidak mudah rusak.
(11) Penghantar penurunan harus dilindungi terhadap kerusakan-kerusakan
mekanik, pengaruh cuaca, kimia (elektrolisa) dan sebagainya.
(12) Jika untuk melindungi penghantar penurunan itu dipergunakan pipa
logam, pipa tersebut pada kedua ujungnya harus disambungkan secara
sempurna baik elektris maupun mekanis kepada penghantar untuk
mengurangi tahanan induksi.
(13) Instalasi penyalur petir dari suatu bangunan paling sedikit harus
mempunyai 2 (dua) buah penghantar penurunan;
(14) Instalasi penyalur petir yang mempunyai lebih dari satu penerima, dari
penerima tersebut harus ada paling sedikit 2 (dua) buah penghantar
penurunan;
(15) Jarak antara kaki penerima dan titik pencabangan penghantar penurunan
paling besar 5 (lima) meter.
(16) Bahan penghantar penurunan yang dipasang khusus harus digunakan
kawat tembaga atau bahan yang sederajat dengan ketentuan: (a)
penampang sekurang-kurangnya 50 mm2; (b) setiap bentuk penampang
dapat dipakai dengan tebal serendah-rendahnya 2 mm.
(17) Sebagai penghantar penurunan petir dapat digunakan bagian-bagian dari
atap, pilarpilar, dinding-dinding, atau tulang-tulang baja yang mempunyai
massa logam yang baik;
(18) Khusus tulang-tulang baja dari kolom beton harus memenuhi syarat,
kecuali: (a) sudah direncanakan sebagai penghantar penurunan dengan
memperhatikan syarat-syarat sambungan yang baik dan syarat-syarat
lainnya; (b) ujung-ujung tulang baja mencapai garis permukaan air di
bawah tanah sepanjang waktu.
(19) Kolom beton yang bertulang baja yang dipakai sebagai penghantar
penurunan harus digunakan kolom beton bagian luar
(20) Penghantar penurunan dapat digunakan pipa penyalur air hujan dari
logam yang dipasang tegak dengan jumlah paling banyak separuh dari

9
jumlah penghantar penurunan yang diisyaratkan dengan sekurang-
kurangnya dua buah merupakan penghantar penurunan khusus.
(21) Jarak minimum antara penghantar penurunan yang satu dengan yang lain
diukur sebagai berikut; (a) pada bangunan yang tingginya kurang dari 25
meter maximum 20 meter; (b) pada bangunan yang tingginya antara 25-
50 meter maka jaraknya (30 - 0,4 x tinggi bangunan); (c) pada bangunan
yang tingginya lebih dari 50 meter maximum 10 meter.
(22) Pengukuran jarak dimaksud di atas dilakukan dengan menyusuri keliling
bangunan.
Untuk bangunan-bangunan yang terdiri dari bagian-bagian yang tidak sama
tingginya, tiaptiap bagian harus ditinjau secara tersendiri sesuai sesuai syarat-syarat di
atas. Bagian bangunan yang tingginya kurang dari seperempat tinggi bangunan yang
tertinggi, tingginya kurang dari 5 meter dan mempunyai luas dasar kurang dari 50 m2,
dapat dipasang penangkal petir hanya pada bangunan tertinggi.Bangunan yang
tingginya kurang dari 25 meter dan mempunyai bagian-bagian yang menonjol
kesamping harus dipasang beberapa penghantar penurunan. Bangunan yang tingginya
lebih dari 25 meter, semua bagian-bagian yang menonjol ke atas harus dilengkapi
dengan penghantar penurunan kecuali untuk menara-menara. Ruang antara bangunan-
bangunan yang menonjol kesamping yang merupakan ruangan yang sempit tidak
perlu dipasang penghantar penurunan jika penghantar penurunan yang dipasang pada
pinggir atap tidak terputus.
Untuk pemasangan instalasi penyalur petir jenis Franklin dan sangkar Faraday,
jenis-Jenis bahan untuk penghantar dan pembumian dipilih penghantar tembaga
dengan penampang minimal 50 mm2. Untuk pemasangan instalasi penyalur petir jenis
Elektrostatic dan atau jenis lainnya, jenis-jenis bahan untuk penghantar dan
pembumian dapat menggunakan bahan tembaga dengan penampang minimal 50 mm2
atau jenis lainnya sesuai dengan standard yang diakui. Dalam menentukan ukuran
penghantar hendaknya juga memperhatikan beberapa faktor yaitu ketahanan mekanis,
ketahanan terhadap pcngaruh kimia terutama korosi dan ketahanan terhadap pengaruh
lingkungan lain dalam batas standard yang diakui; Semua penghantar dan
pengebumian yang digunakan harus dibuat dan bahan yang memenuhi syarat. sesuai
dengan standard yang diakui.
Elektroda bumi harus dibuat dan dipasang sedemikian rupa sehingga tahanan
pembumian sekecil mungkin. Sebagai elektroda bumi dapat digunakan bahan-bagan
sebagai berikut:
a. tulang-tulang baja dan lantai-lantai kamar di bawah bumi dan tiang pancang yang
sesuai dengan keperluan pembumian;
b. pipa-pipa logam yang dipasang dalam bumi sccara tegak;
c. pipa-pipa atau penghantar lingkar yang dipasang dalam bumi secara mendatar;
d. pelat logam yang ditanam;
e. bahan logam lainnya dan atau bahan-bahan yang cara pemakaian menurut ke
tentuan pabrik pembuatnya.
Elektroda bumi dapat dibuat dari bahan:
a. Pipa baja yang disepuh dengan Zn (Zincum) dan ganis tengah sekurang-kurangnya
25 mm dan tebal sckurang-kurangnya 3,25 mm;
b. Batang baja yang disepuh dengan Zn dan ganis tengah sekurang-kurangnya 19 mm;
c. Pita baja yang disepuh dengan Zn yang tebalnya sekurang-kurangnya 3 mm dan
lebar sekurang-kurangnya 25 mm;

10
Untuk daerah-daerah yang sifat korosifnya lebih besar, elektroda bumi harus
di buat dari:
a. Pipa baja yang disepuh dengan Zn dan garis tengah dalam sekurang-kurangnya
50 mm dan tebal sekurang-kurangnya 3,5 mm;
b. Pipa dari tembaga atau bahan yang sederajat atau pipa yang disepuh dengan
tembaga atau bahan yang sederajat dengan ganis tengah dalam
sekurangkurangnya 16 mm dan tebal sekurang-kurangnya 3 mm;
c. Batang baja yang disepuh dengan Zn dengan garis tengah sekurang-kurang
nya 25mm;
d. Batang tembaga atau bahan yang sederajat atau batang baja yang disalut
dengan tembaga atau yang sederajat dengan garis tengah sekurang-kurangnya
16 mm;
e. Pita baja yang disepuh dengan Zn dan tebal sekurang-kurangnya 4 mm dan
lebar sekurang-kurangnya 25 mm.
Ketentuan-ketentuan lain yang perlu diperhatikan dalam pemasangan instalasi
penangkal petir antara lain :
(1) Masing-masing penghantar penurunan dan suatu instalasi penyalur petir yang
mempunyai beberapa penghantar penurunan harus disambungkan dengan
elektroda kelompok;
(2) Panjang suatu elektroda bumi yang dipasang tegak dalam bumi tidak boleh kurang
dari 4 meter, kecuali jika sebagian dan elektroda bumi itu sekurang-kurangnya 2
meter di bawah batas minimum permukaan air dalam bumi;
(3) Tulang-tulang besi dan lantai beton dan gudang di bawah bumi dan tiang pancang
dapat digunakan sebagai elektroda bumi yang memenuhi syarat apabila sebagian
dan tulang-tulang besi ini berada sekurang-kurangnya 1 (satu) meter di bawah
permukaan air dalam bumi;
(4) Elektroda bumi mendatar atau penghantar lingkar harus ditanam sckurang-
kurangnya 50 cm didalam tanah.
(5) Elektroda bumi dan elektroda kelompok harus dapat diukur tahanan pembumiann
secara tersendiri maupun kelompok dan pengukuran dilakukan pada musim
kemarau.
(6) Jika keadaan alam sedemikian rupa sehingga tahanan pembumian tidak dapat
tercapai secara teknis, dapat dilakukan cara sebagai berikut:
a. masing-masing pcnghantar penurunan harus disambung dengan penghantar
lingkar yang ditanam lengkap dengan beberapa elektroda tegak atau mendatar
sehingga jumlah tahanan pembumian bersama memenuhi syarat;
b. membuat suatu bahan lain (bahan kimia dan sebagainya) yang ditanam
bersama dengan elektroda schingga tahanan pembumian memenuhi syanat.
(7) Elektroda bumi yang digunakan untuk pembumian instalasi listrik tidak boleh
digunakankan untuk pembumian instalasi penyalur petir.
(8) Elektroda bumi mendatar atau penghantar lingkar dapat dibuat dari pita baja yang
disepuh Zn dengan tebal sekurang-kurangnya 3 mm dan lebar sckurang-
kurangnya 25 mm atau dan bahan yang sederajat.
(9) Untuk daerah yang sifat korosipnya lebih besar, clektroda bumi mendatar atau
penghantar lingkar harus dibuat dari:
a. Pita baja yang disepuh Zn dengan ukuran lebar sekurang-kurangnya 25 mm
dan tebal sekurang-kurangnya 4 mm atau dan bahan yang sederajat;
b. Tembaga atau bahan yang sederajat, bahan yang disepuh dengan tembaga atau
bahan yang sederajat, dengan luas penampang sekurang-kurangnya 50 mm2

11
dan bila bahan itu berbentuk pita harus mempunyai tebal sekurang-kurangnya
2 mm;
c. Elektroda pelat yang terbuat dan tembaga atau bahan yang sederajat dengan
luas satu sisi pcrmukaan sekurang-kurangnya 0,5 m2 dan tebal sekurang-
kurangnya 1 mm. Jika bcrbentuk silinder maka luas dinding silinder tersebut
harus sekurangkurangnya 1 m2.
(10) Pembuatan, pemasangan, dan/atau perubahan instalasi penyalur petir harus
dilakukan pemeriksaan dan pengujian oleh Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis
K3 Listrik dan/atau Ahli K3 bidang Listrik.
(11) Hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud di atas digunakan
sebagai bahan pertimbangan pembinaan dan/atau tindakan hukum oleh Pengawas
Ketenagakerjaan

4.8 Pemeriksaan dan Pengujian Instalasi Penangkal Petir


Penangkal Petir setelah dipasang dan pemeliharaan harus dilakukan
pemeriksaan dan pengujian, dengan ketentuan sebagai berikut :
(1) Setiap instalasi penyalur petir dan bagian harus dipelihara agar selalu bekerja
dengan tepat, aman dan memenuhi syarat;
(2) Instalasi penyalur petir harus diperiksa dan diuji:
a. Sebelum penyerahan instalasi penyalur petir dan instalatir kepada pemakai;
b. Setelah ada perubahan atau perbaikan suatu bangunan dan atau instalasi
penyalur petir;
c. Secara berkala setiap dua tahun sekali;
d. Setelah ada kerusakan akibat sambaran petir;
(3) Pemeriksaan dan pengujian instalasj penyalur petir dilakukan oleh pegawai
pengawas, ahli keselamatan kerja dan atau jasa inspeksi yang ditunjuk;
(4) Pengurus atau pemilik instalasi penyalur petir berkewajiban membantu
pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh pegawai pengawas,
ahli keselamatan kerja dan atau jasa inspeksi yang ditunjuk termasuk penyediaan
alat-alat bantu.
(5) Dalam pemeriksaan berkala harus diperhatikan tentang hal-hal sebagai berikut:
a. elektroda bumi, terutama pada jenis tanah yang dapat menimbulkan karat;
b. kerusakan-kerusakan dan karat dan penerima, penghantar dan sebagainya;
c. sambungan-sambungan;
d. tahanan pembumian dan masing-masing elektroda maupun elektroda
kelompok.
e. Setiap diadakan pemeriksaan dan pengukuran tahanan pembumian harus
dicatat dalam buku khusus tentang hari dan tanggal hasil pemeriksaan;
f. Kerusakan-kerusakan yang didapati harus segara diperbaiki.
g. Tahanan pembumian dan seluruh sistem pembumian tidak boleh lebih dan 5
ohm;
h. Pengukuran tahanan pembumian dan elektroda bumi harus dilakukan
sedemikian rupa
i. sehingga kesalahan-kesalahan yang timbul disebabkan kesalahan polarisasi
bias dihindarkan;
j. Pemeriksaan pada bagian-bagian dan instalasi yang tidak dapat dilihat atau
diperiksa,
k. dapat dilakukan dengan menggunakan pengukuran secara listrik.

12
BAB V
FIRE ALARM (DETEKSI KEBAKARAN)
Peralatan atau bangunan yang terbakar dapat lenyap dalam hitungan menit.
Sehingga perlunya deteksi kebakaran dini dalam suatu intitusi dan pemasangan
system alarm. Kunci dari aspek perlindungan kebakaran adalah untuk
mengembangkan keadaan darurat kebakaran dalam waktu yang tepat, dan untuk
mengingatkan penghuni dan organisasi darurat kebakaran dalam bangunan. Sehingga
perlunya deteksi dini kebakaran dan pemahaman tentang system alarm dalam
bangunan.
Dalam deteksi kebakaran dan system konvensional memberikan sinyal darurat.
System konvensional satu aliran sirkuit disalurkan sepanjang bangunan yang
dilindungi. Pemilihan dan penempatan detector ini tergantung pada berbagai factor
termasuk kebutuhan untuk inisiasi otomatis atau manual, lingkungan, suhu, jenis
antisipasi api dan kecepatan respon. Keuntungan dari system konvensional adalah
relatif mudah digunakan untuk bangunan yang kecil hingga menengah, tidak
membutuhkan biaya yang besar. Kerugiannya, pada bangunan yang besar
membutuhkan biaya pasang yang besar pula karena jumlah kabel yang dibutuhkan
juga banyak.

5.1 Peraturan terkait F.A


Dalam melaksanakan perencanaan, pemasangan, pengujian, pengoperasiana,
dan pemeliharaan sistem fire alarm perlu diperhatikan peraturan perundang-undangan
yang terkait di bawah ini :

1) SNI 03-1735-2000—Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan Dan Akses


Lingkungan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung.
2) SNI 03-1736-2000—Tata Cara Perencanaan Sistem Proteksi Pasif Untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah Dan Gedung.
3) SNI 03-1745-2000—Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Sistem Pipa
Tegak Dan Slang Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan
Rumah Dan Gedung.
4) SNI 03-1746-2000—Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Sarana Jalan Ke
Luar Untuk Penyelamatan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan
Gedung.
5) SNI 03-3985-2000—Tata Cara Perencanaan, Pemasangan Dan Pengujian
Sistem Deteksi Dan Alarm Kebakaran Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran
Pada Bangunan Gedung.
6) SNI 03-3989-2000—Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Sistem
Springkler Otomatik Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan
Gedung.
7) SNI 03-6570-2001—Instalasi Pompa Yang Dipasang Tetap Untuk Proteksi
Kebakaran.
8) SNI 03-6571-2001—Sistem Pengendalian Asap Kebakaran Pada Bangunan
Gedung.
9) SNI 03-6574-2001—Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda
Arah Dan Sistem Peringatan Bahaya Pada Bangunan Gedung.
10) SNI 09-7053-2004—Kendaraan Dan Peralatan Pemadam Kebakaran – Pompa
11) UU RI No 28 Tahun 2002—Bangunan Gedung
12) Kepmen PU No.: 441/KPTS/1998—Persyaratan Teknis Bangunan Gedung.

13
13) Kepmen PU No.: 11/KPTS/2000—Ketentuan Teknis Manajemen
Penanggulangan Kebakaran Di Perkotaan.
14) Kepmen PU No.: 10/KPTS/2000—Ketentuan teknis pengamanan terhadap
bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.
15) Permenaker No.: Per.04/Men/1980—Syarat-syarat Pemasangan dan
Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan
16) Permenaker No.: Per.02/MEN/1983—Instalasi Alarm Kebakaran Automatik
17) Inst. Menaker No.: Ins.11/M/BW/1997—Pengawasan Khusus K3
Penanggulangan Kebakaran

5.2 Fungsi Dan Cara Kerja Fire Alarm


Fire alarm berfungsi untuk mendeteksi secara dini terjadinya suatu kebakaran, apabila
sistim fire alarm mendektsi terjadi kebakaran di suatu tempat, maka sistim akan
menyalan bell, pompa pmadam kebakaran, menghubungi instansi terkait dengan
urusan pemadaman kebakaran. Sistem fire protection atau disebut juga dengan sistem
fire alarm (sistem pengindra api) bekerja secara terintegrasi mendeteksi adanya gejala
kebakaran atas informasi yang diberikan oleh alat deteksi (detektor) ataupun saklar
manual (manualp point), sistim kontrol kemudian memberi peringatan (warning)
berupa sirine dan lampu dalam sistem evakuasi serta ditindaklanjuti secara otomatis
maupun manual dengan sistem instalasi pemadam kebakaran (sistem Fire fighting).

Gambar 5.1 Ilustrasi Sistim Fire Alarm


Sumber:https://3.bp.blogspot.com/-
6fIelDwrdow/WE9hYN4ML_I/AAAAAAAAAW8/W1WKdT9wi5c8kXjm_yAdksd1
uPjUOD3ZwCLcB/s1600/Fire%2BAlarm%2BSistem%2BKonvensional.jpg

5.3 Tipe sistem fire alarm


- Sistem Konvensional
Fire alarm Konvensional merupakan sistem fire alarm yang memberikan
peringatan terjadinya kebakaran dalam suatu gedung, dengan meberi
informasi zona lokasi kebakaran dimaksud, namun belum mampu
menunjukkan lokasi real terjadinya kebakaran. Pembagian zona
biasanya telah ditentukan pada saat perencanaan. Satu zona dapat terdiri
atas beberapa ruangan/kamar. Setiap zona memiliki panel pembagi
(TBFA).
14
Gambar 5.2 Fire Alaram Konvensional
Sumber : https://www.bing.com/
- Sistem Semi Addressable
Fire alarm semi addressable merupakan sistem fire alarm yang
memberikan peringatan terjadinya kebakaran dalam suatu gedung,
dengan meberi informasi zona lokasi kebakaran dimaksud, namun
belum mampu menunjukkan lokasi real terjadinya kebakaran.
Pembagian zona biasanya telah ditentukan pada saat perencanaan. Satu
zona dapat terdiri atas beberapa ruangan/kamar. Sistem ini mirip dengan
konvensional, perbedaannya adalah sistem ini menggunakan
addressable input/output module. Masing-masing module memiliki
alamat (IP Address masing-masing).

Gambar 5.3 Semi Addressable Fire Alarm Sistem


Sumber : https://www.bing.com/
- Sistem Full Addressable
Fire alarm Addressable merupakan sistem fire alarm yang memberikan
peringatan terjadinya kebakaran dalam suatu gedung, dengan meberi
informasi titik lokasi kebakaran dimaksud. Setiap titik yang dimonitor
terdiri atas satu detektor. Satu ruangan/kamar dapat terdiri atas beberapa

15
beberapa detektor, seperti misalnya : di ruang tamu, kamar tidur, dapur
dan sebagainya.

Gambar 5.4 Addressable Fire Alarm Sistem


www.firealarmguide.co.uk/wpimages/wp73a1dd50_05_06.jpg

5.5 Komponen Fire Alarm System


- Komponen Kontrol
Komponen kontron sangat dipengaruhi oleh sistim yang digunakan dalam
suatu sistem fire alaram (konvensional, semi addressable, dan full
addressable)

Gambar 5.3 Panel Control Konvensional


Sumber : https://patigeni.com/wp-content/uploads/2015/12/96.jpg

16
Gambar 5.4 Addressable Fire Alarm Control
Sumber : https://www.bing.com/

Gambar 5.5 Input Output Modular untuk Semi Addressable


Sumber : https://www.bing.com/

- Komponen Sensor

(a) Addressable Heat Detector (b) Conventional Heat


Detector
17
Gambar 5.5 Heat Detector / Alat Pendeteksi Panas
Sumber : https://www.bing.com/
Heat Detector / Alat Pendeteksi Panas adalah sensor yang digunakan
untuk mendeteksi temperatur tinggi. Heat Detector ada banyak macam, Salah
satu produk Heat Detector yang kami jual adalah Heat Detector 4 Wire,
yaitu detektor panas yang dapat diintegrasikan dengan panel controller
(security alarm). alat ini memiliki telah dilengkapi fitur auto-reset apabila
mengalami trigger alarm. Dengan desain stylish, alat ini dapat ditempatkan
pada ceiling ruangan dengan berbagai pola interior.

(a) Addressable smoke Detector (b) conventional smoke detector


Gambar 5.6 Smoke Detector / Alat Pendeteksi Gumpalan Asap
Sumber : https://www.nittan.com/english/products/
Smoke Detector adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi
adanya gumpalan asap. Kami menjual berbagai macam produk smoke
detector seperti : 1. Smoke Detector 2 Wire alat ini memiliki sistem kerja 2
kabel, sensor ini dapat diintegrasikan dengan fire alarm panel. Sensor ini
menggunakan teknologi photoelectric sehingga meningkatkan akurasi dan
meminimumkan terjadinya false alarm. Produk ini didesain dengan stainless
steel inner housing dan sensor head yang tahan mekanis dan korosi.

Gambar 5.7 Gas Detector


Sumber:https://www.nittan.com/english/downloads/files/alarm/datasheets
/KP-35D-DAT-00.pdf

Gas Detector / Pendeteksi Gas / Gas Alarm Standalone Gas Detector


adalah alat yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kebocoran gas
berbahaya seperti LPG dan Methane. Detector ini dapat berfungsi tanpa harus
menggunakan panel controller. Ketika mendeteksi gas berbahaya,alat ini akan
membunyikan built-in sirine.Alat ini dapat ditempatkan pada dinding ruang
yang rentan terhadap kebocoran gas. Disamping sebagai Gas detector, alat ini
dapat diintegrasikan dengan alarm system. Alat ini juga memiliki output. Jika

18
akan diimplementasikan pada sistem full addressable, maka harus
ditambahkan input/output modular.

Gambar 5.8 Detektor Bara Api (flame detector)


Sumber : https://www.nittan.com/english/products/

Flame Deterktor ini berfungsi untuk medeteksi terjadinya kebakaran


akibat terjadi bara api. Detektor ini akan menginformasikan kejadian
kebakaran kepada panel kontrol fire alarm.

(a) Addressable Manual Push Bar (b) Conventional Manual Push Bar
Gambar 5.9 Manual Push Bar

Manual push bar/break glass sangat penting dipasang, tatakala terjadi


kegagalan kerja detektor. Mengoperasikan manual ini ada dengan cara
memacahkan kaca, ada pula dengan mencabut kartu. Untuk mengoperasikan
alat ini harus dilakukan secara manual.

- Komponen Indikator

19
(a) Alaram Bel (b) Sirine + Lampu Strobo
Gambar 5.10 Alarm Bel
Sumber : https://www.nittan.com/english/products/
Komponen indikator ini akan memberikan tanda di lokasi kebakaran
dan ruang kontrol. Indikator ini akan memberi peringatan atas kejadian
kebakaran. Pengoperasian indikator ini dilakukan oleh panel kontrol.

5.6 Tiga serangkai sistem fire alarm


Tiga Serangkai terdiri atas tiga komponen. dalam sistem Fire Alarm ketiga
komponen tersebut terdiri atas:
1. Manual Call Point.
2. Indicator Lamp.
3. Fire Bell.
ketiganya komponen tersebut biasanya dipasang di tembok berjajar.
Pemmasangan dapat dilakukan berjajar ke bawah ataupun ke atas. Pemsangan
dapat ditempatkan dalam satu plat metal. pemasangan yang berada tepat di
atas lemari hidran (selang pemadam api).

Gambar 5.11 Tiga Serangkai Fire Alarm


https://www.bing.com/

20
BAB VI
FIRE HYDRANT & SPRINKLER
6.1 Sejarah Sistem Hidrant
Dari situs
https://www.academia.edu/35273037/Sejarah_dan_Pengertian_Hydrant?auto=downlo
ad dijelakan sejarah hydrant adalah koneksi di atas tanah yang menyediakan akses ke
pasokan air untuk tujuan pertempuran pemadam kebakaran. Pasokan air dapat
bertekanan, seperti dalam kasus hydrant tersambung ke listrik air dikuburkan di jalan,
atau unpressurized, seperti terhubung ke kolam terdekat atau tangki air. Setiap
hydrant memiliki satu atau lebih gerai selang kebakaran mungkin terkait. Jika suplai
air bertekanan, hydrant juga akan memiliki satu atau lebih katup untuk mengatur
aliran firehouse.
Firehose merupakan salah satu alat pemadam kebakaran berupa selang yang
digunakan tim pemadam kebakaran ketika terjadi kebakaran pada sebuah bangunan
atau gedung. Selang pemadam api ini termasuk fire hydrant equipment yang penting
digunakan untuk memaksimalkan sistem fire hydrant untuk memadamkan kebakaran.
Fungsi dari Firehose untuk mendistribukan air dari hydrant pillar yang sebelumnya
distribusikan oleh hydrant pump / pompa hydrant dengan tekanan tinggi dari tandon
air / tangki air sehingga dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran.
Pada umumnya untuk semua jenis Firehose / selang pemadam api / selang
pemadam kebakaran ini diproduksi oleh produsen dengan bervarian ukuran diameter
dan panjangnya. Untuk panjangnya diproduksi oleh produsen dari 20 meter sampai 30
meter. Sedangkan untuk diameternya diproduksi beberapa diameter antara lain 1,5” ,
2,5” , dan 3”. Jadi dapat disesuaikan dengan kebutuhaan. Namun jika selang
pemadam kebakaran kurang panjang untuk menjangkau titik kebakaran bisa
menyambungkan selang pemadam kebakaran yang lain dengan menggunakan hose
coupling. Firehose diproduksi sudah terpasang dengan hose coupling (penghubung
selang) di dua ujung selang. Selang pemadam ini dapat di pasang dengan berbagai
hose coupling antara lain: machino coupling, storz coupling, dan instantaneous
coupling.

Gambar 6.1 One Line Digram Fire Hydrant


Sumber : https://image.slidesharecdn.com/firefightingpptfinal-130716110312-
phpapp01/95/basics-of-fire-fighting-44-638.jpg?cb=1501009667

21
Nozzle pemadam kebakaran merupakan sebuah komponen atau perangkat
yang memiliki peran besar dalam upaya memadamkan api kebakaran. Pada ujung
selang petugas pemadam, dipasang nozzle yang berfungsi sebagai pengarah air
bertekanan yang berasal dari instalasi jaringan pipa, maupun yang berasal dari tangki
penampungan air di dalam mobil petugas pemadam kebakaran. Pada dasarnya,
terdapat beragam macam nozzle dengan bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Jenis
nozzle kebakaran yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan jenis api kebakaran
yang timbul serta tingkat kebutuhan pada lokasi kebakaran. Namun, semua jenis
nozzle kebakaran tersebut umumnya memiliki kemampuan beroperasi yang sama,
yaitu dengan menggunakan sebuah katup penutup atau Shut-Off Valve yang berfungsi
sebagai pengontrol air.

6.2 Standard Dan Peraturan Yang Terkait


Peraturan yang terkait dengan pemasangan fire hydrant dapat diperhatikan
dalam uraian di bawah ini (https://www.bromindo.com/peraturan-tentang-sistem-
fire-hydrant/).
1) NFPA-10, Standar untuk Portable Fire Extinguisher.
2) NFPA-13, Standar untuk Instalasi Sistem Springkle.
3) NFPA-14, Standar untuk Instalasi Selang dan Pipa tegak.
4) NFPA-20, Standar untuk Instalasi Pompa Sentrifugal.
5) SNI 03-1735-2000, tentang tata cara perencanaan akses bangunan dan akses
lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
6) SNI 03-1745-2000, tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
pipa tegak dan selang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan
atau gedung.
Hal-hal standar yang perlu mendapat perhatian dalam pemasangan fire hyrant
adalah sebagai berikut :
1) Perhitungan kapasitas Hydrant pump (pompa fire hydrant) disesuaikan
dengan output. Pompa ini akan menyedot air dari tandon reservoir untuk
dialirkan ke jaringan pipa instalasi fire hydrant. Pipa instalasi ini akan
melayani output dari hydrant pillar atau hydrant box.

2) Pemasangan hydrant pillar sebaiknya berjarak antara 35-38 meter. Panjang


fire hose (selang pemadam kebarakan) umumnya bisa mencapai 30 meter.
semprotan dari air bertekanan yang keluar dari nozzle dapat mencapai jarak 5
meter.
3) Gedung dengan tinggi 8 lantai atau lebih wajib dilengkapi dengan sistem
fire hydrant. Dengan fire hydrant dapat dipergunakan mencegah api
merambat pada bangunan gedung lain yang ada di sebelahnya.
4) Hydrant pillar dan hydrant box diletakkan di tempat yang mudah terlihat.
Hydrant pillar dan hydrant box juga harus mudah dijangkau tanpa halangan
apapun. Pada saat terjadi kebakaran petugas pemadam dengan mudah
mengakses tempat tersebut. Hydrant pillar dan hydrant box biasanya
ditempatkan di ruang terbuka dekat dengan pintu darurat dan di depan pintu
utama bangunan.

6.3 Klas Sistem Fire Hydrant


Berdasarkan penggunaannya sistem hydrant dapat dibedakan dalam 3 jenis:

22
 Fire Hydrant Klas I : Merupakan fire hydrant menggunakan slang
berdiameter 2.5". Untuk kelas ini didisain penggunaannya diperuntukan
untuk tenaga pemadam kebakaran dan/atau orang-orang yang terlatih.
 Hydrant Klas II : Merupakan fire hydrant menggunakan slang
berdiameter 1.5". Hydrant kelas II ini penggunaannya diperuntukan
untuk penghuni gedung. Dapat pula digunakan oleh orang-orang yang
belum terlatih.
 Hydrant Klas III : Merupakan fire hydrant yang menggunakan slang
berdiameter 2.5" dan 1.5". Hydran kelas III ini dapat dipergunakan oleh
semua orang. Hal ini disesuaikan ketika bencana kebakaran terjadi.

6.4 Sistem Kerja


Sistem kerja Instalasi Pemadam Kebakaran dalam gedung dan kawasan
biasanya menggunakan media air yang ada di Ground Tank (berada di sebelah Ruang
Pompa). Air dari ground tank dipompakan keseluruh instalasi hydrant dan sprinkler
melalui pipa-pipa induk. Pipa dipecah sesuai dengan pembagian zone masing-masing
(https://konsultanmeonline.wordpress.com/2012/05/03/materi-pemadam-kebakaran-
fire-fighting/).

Gambar 6.2 Hydrant dan Sprinkler


Sumber : https://www.bing.com/

Jaringan instalasi hydrant dan sprinkler dipisahkan menjadi dua instalasi


pemipaan yang berbeda sesuai dengan fungsinya, yaitu :
1. Instalasi hydrant
Instalasi pemipaan hydrant adalah instalasi dimana di setiap lantai dan
setiap jarak 30 meter dari setiap gedung disediakan Hydrant Box. Hydarnt box ini
dipasang lengkap dengan perlengkapannya, yaitu landing Valve Ø 2 ½” 1 ½”, Fire
hose & Nozzle, Hose rack. Media yang digunakan untuk memadamkan api adalah
air. Dalam Hydrant system ini air stand by hingga diujung valve. Apabila akan
difungsikan air dipompakan dari ruang pompa, pada saat difungsikan dengan
membuka Landing valve pada IHB tersebut.
Sedangkan untuk system hydrant eksternal disediakan Hydrant Pillar dan
Siamesse Connection yang tersebar di area site plant (kawasan). Hydrant

23
difungsikan dengan cara memasang Hose dan Nozzle dan membuka Valve Pillar.
Siamese Connection disediakan dengan maksud apabila air yang tersedia dalam
ground tank habis, maka team pemadam kebakaran dapat menyuntikkan air dari
mobil ke instalasi hydrant yang ada. Suntikan ini dapat juga dilakukan karena
pompa pemadam kebakaran tidak dapat di operasikan.
2. Instalasi sprinkler
Instalasi sprinkler adalah instalasi di setiap ruangan dari setiap gedung
terdapat head sprinkler. Sprinkler-springkler ini dilengkapi Flow Switch pada pipa
induknya. Flow switch ini berfungsi sebagai detector. Bila head sprinkler pecah
(break) mengakibatkan memancarnya air melalui sprinkler. Air yang mengalir
melalui pipa akan menggerakkan flow switch untuk mengirim signal ke System
Fire Alarm untuk menyalakan alarm bell.
Sprinkler head akan bekerja (pecah) apabila terdapat konsentrasi panas
melebihi 68ºC pada daerah sprinkler head tersebut terpasang. Setelah sprinkler head
pecah secara otomatis, media air yang tertahan oleh head sprinkler akan
dipancarkan melalui penampang head sprinkler untuk pemadaman api. Dalam
Instalasi Sprinkler sebelum menuju ke mainline lantai juga biasanya terpasang
Pressure Reducing Valve. Presure reducing valve berfungsi untuk menurunkan
tekanan yang tinggi menjadi tekanan kerja, (batas maksimum kemampuan head
sprinkler menahan tekanan).
Agar dapat mengoperasikan system dengan benar maka operator sangat
dianjurkan untuk mengoperasikan pompa kebakaran secara Otomatis. Pompa electric
dalam sistem pemadam kebakaran ada 2 unit pompa jocky dan electric pump. Jockey
Pump berfungsi untuk menjaga tekanan air didalam sistim instalasi tetap stabil
sehingga air siap digunakan setiap saat. Apabila terjadi sedikit kebocoran pada pompa,
valve dan perlengkapan lainnya dalam instalasi maka tekanan air akan turun. Untuk
menaikan kembali tekanan air dalam system jockey pump akan bekerja memompakan
air ke dalam system. Penambahan air ke dalam system akan mengembalikan tekanan
air kepada tekanan yang di tentukan.
Mengingat fungsi dari jockey pump sebagai pen-stabil tekanan dalam instalasi,
maka sangat dianjurkan agar pengoperasiannya diatur secara otomatis. Fungsi dari
pompa jocky adalah mempertahankan tekanan air di dalam jaringan pipa pemadam
agar pada saat di gunakan tekanan awalnya tinggi. Jika terjadi penggunaan air karena
dalam satu bangunan terjadi kebakaran, maka pompa jocky akan memompa air untuk
pemadaman. Jika kebakaran telah teratasi dan valve di tutup maka tekanan air
kembali tinggi. Tingginya tekanan ari mengakibatkan pressure switch memerintahkan
pompa untuk berhenti.
Jika kebakaran tidak berhenti dan bertambah luas maka pressure switch hilang
tekanan. Rendahnya tekanan mengakibatkan presure switch memerintahkan electric
main pump untuk bekerja. Jika sampai dengan interval waktu tertentu masih juga
belum padam, langkah terakhir adalah diesel pump akan menyala untuk membantu
pemompaan. Diesel pump perannya sangat penting karna jika terjadi kebakaran
kemungkinan besar power listrik akan mati bisa karena konsleting atau pun sengaja di
matikan PLN. Maka diesel pump berperan penting untuk membantu memompa air
untuk memadamkan api.

24
Untuk mematikan electric pump dapat dilakukan denga 2 cara yaitu : manual
dan otomatis. Standart dari pemadam kebakaran adalah harus dimatikan dengan
manual. Bila terjadi kebakaran harus semaksimal mungkin supply air untuk
pemadaman. Apabila sudah aman dan tidak ada bibit api pompa dapat dimatikan
secara manual.
Untuk menjaga supaya setelah pompa pemadam kebakaran jalan, pompa dapat
berjalan terus menerus melayani hydrant pada pipa tekan dibuatkan pipa bypass yang
dilengkapi dengan relief valve, sehingga bila tekanan air dalam pipa mendekati 11
Kg/Cm2 relief valve akan terbuka (air dari relief valve akan dikembalikan ke pipa
hisap atau tanki bawah) dan pompa pemadam kebakaran tidak akan mati atau berhenti
bekerja. Pressure Relief Valve distel terbuka pada tekanan air 10.5 Kg/Cm2. Pressure
Tank digunakan dalam instalasi hydrant pump dimaksudkan untuk mejaga kestabilan
tekanan dari pompa hydrant, juga berfungsi untuk membuang udara yang terjebak
dalam instalasi hydrant pump.
Dalam sistim fire hydrant juga terdapat alaram gong. Alarm gong terdiri dari
Valve dengan accessories pipa kapiler dan bell yang akan berfungsi dengan bantuan
tekanan air yang mengalir dalam instalasi hydrant sprinkler. Alarm gong lazim
dipasang diruang pompa. Alarm gong dipasang pada riser (untuk type vertical). Bila
ada bagian yang terbuka dari dari system instalasi, baik hydrant (landing valve yang
dibuka) ataupun sprinkler yang pecah, mengakibatkan terjadinya aliran air dalam pipa
kapiler dari alarm tersebut. Aliran air dalam pipa kapiler menggerakan bell dengan
tenaga mekanis.

6.5 Peralatan Utama


Dalam system fire hydran dipasang beberapa presure switch, untuk
mengoperasikan alarm dan pompa-pompa dalam sistem fire hydrant.

6.5.1 Water Tank


Water tank untuk fire hyrant diharapkan minimal memiliki kapasitas 113
m3. Kapasitas tersebut maka proses pemadaman dapat dilakukan kurang lebih
dalam waktu 30 menit. Dalam waktu 30 menit diharapkan mobil pemadam
kebakaran sudah sampai.

25
Gambar 6.3 Tangki Air Hydrant dan Sprinkler
Sumber : https://www.bing.com/
6.5.2 Jockey Pump

Brand Kirloskar

Power 5 - 25 HP

Max Flow Rate 180 LPM - 300

Head 40 Mtr - 160

Automatic Grade Automatic

Speed (Round Per Minute) 3000

Gambar 6.4 Jokey Pump


6.5.3 Main Pump

Gambar 6.5 Main Pump


Sumber : https://firehydrant1001.wordpress.com/electric-main-pump/

26
6.5.4 Diesel Pump

Gambar 6.6 Engine Pump


Sumber : https://www.bing.com/
6.5.5 Box Hydrant

27
Gambar 6.7 Hydrant Box
Sumber : https://www.dreamstime.com/

28
6.5.6 Pilar Hydrant

Gambar 6.8 Hydrant Pilar


Sumber : https://www.bing.com/

5.6.7 Siames Connection

Gambar 6.9 Siames Connection


https://firehydrant.id/wp-content/uploads/2018/09/fungsi-hydrant-pillar-bagi-regu-
pemadam-kebakaran.jpg

6.5.8 Instalasi Plumbing Hydrant


Untuk instalasi fire hydrant menggunakan pipa baja yang diberi kode cat
merah, fungsi pipa adalah menghubungkan perlengakapan hydrant untuk
menyalurkan air dari reservoar menuju nozel. Pipa hydan terdiri atas lima macam
antara lain :
1. Pipa hisap (suction pipe), merupakan pipa yang menghubungkan reservoar
dengan pompa, pipa ini biasanya berukuran 2,5”
2. Pipa penyalur, merupakan pipa yang menghubungkan header dengan pipa
tegak, pipa ini biasanya berukuran 4”,6”,8” dan seterusnya sesuai dengan
jumlah hydrant box.
3. Pipa header, merupakan pipa utama yang menghubungkan semua pompa
secara horisontal, dan menghubungkan dengan pipa penyalur.
4. Pipa tegak (riser), merupakan pipa yang menghubungkan penyalur bawah
dengan pipa pipa penyalur atas, pipa ini biasanya berukuran 4”,6”,8” dan
seterusnya sesuai dengan jumlah hydrant box.
5. Pipa cabang merupakan pipa yang menghubungkan penyalur atas dengan

29
hydrant pilar atau hydrant box, pipa ini biasanya berukuran2,5”; 4” dan
seterusnya sesuai dengan jumlah hydrant box/hydrant pilar.

Gambar 6.10 Gambar Instalasi Fire Hydrant


Sumber : https://www.bing.com/

Gambar 6.11 Pemasangan Hydrant Pilar dan Hydrant Box


Sumber : https://www.bing.com/

6.5.9 Instalasi Daya Listrik Sistem Hydrant


Instalasi daya listrik sistem hydrant biasanya menggunakan kabel tahan api
(fire resistance cable). Diagram listrik sistem fire hydrant dapat diperhatikan pada
gambar di bawah ini.

30
Gambar 6.12 Diagram Skema Fire Hydrant
Sumber : https://kontraktorhydrant.files.wordpress.com/2016/04/instalasi-hydrant-
site-plan-pabrik-7.jpg

6.5.10 Head Sprinkler


Sprinkler head akan pecah apabila terkena paparan kebakaran, setelah
pecah, maka air yang bertekanan tinggi dalam instalasi sprinkeler akan
memancar dari dari sprinkler memadamkan api di daerah jangkauannya.

Gambar 6.13 Sprinkler Head


Sumber : https://www.bing.com/

31
BAB VII
AIR CONDITIONING

7.1 Cara Kerja Air Conditioning


7.1.1 Hukum Termodinamika
Hukum I Termodinamika
Hukum I Termodinamika menyatakan bahwa :
“Jumlah kalor pada suatu sistem ialah sama dengan perubahan energi di dalam
sistem tersebut ditambah dengan usaha yang dilakukan oleh sistem.”
Hubungan antar kalor dan lingkungan dalam hukum I Termodinamika seperti
yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 7.1 Hukum Thermodianamika


Sumber : https://rumus.co.id/wp-content/uploads/2019/01/Hukum-
Termodinamika.png

Energi dalam sistem merupakan jumlah total semua energi molekul yang
ada di dalam sistem. Apabila sistem melakukan usaha atau sistem mendapatkan
kalor dari lingkungan, maka energi dalam sistem akan naik. Sebaliknya jika energi
dalam sistem akan berkurang jika sistem melakukan usaha terhadap lingkungan
atau sistem memberi kalor pada lingkungan.
Dengan demikian dapat kita disimpulkan bahwa perubahan energi dalam
pada sistem tertutup ialah selisih kalor yang diterima dengan usaha yang
dilakukan sistem. Berdasarkan bunyi hukum I Termodinamika, maka rumus
hukum I Termodinamika dapat dituliskan sebagai berikut ini :

Q = ∆U + W ataupun ∆U = Q – W

Di mana :
∆U = Perubahan energi dalam sistem (J)
Q = Kalor yang diterima ataupun dilepas sistem (J)
W = Usaha (J)

Perjanjian pada hukum I Termodinamika, rumus hukum I termodinamika dipakai


dengan perjanjian sebagai berikut ini :
1. Usaha (W) bernilai positif (+) jika sistem melakukan suatu usaha
2. Usaha (W) bernilai negatif (-) jika sistem menerima suatu usaha
3. Q bernilai negatif jika sistem melepaskan kalor
4. Q bernilai positif jika sistem menerima suatu kalor

32
Siklus merupakan serangkaian proses yang dimulai dari suatu keadaan
awal dan berakhir pada keadaan yang sama dengan keadaan awalnya. Agardapat
melakukan usaha terus-menerus, suatu sistem harus bekerja dalam satu siklus.
Ada 2 macam siklus, yakni siklus reversibel (siklus yang dapat balik) dan
irreversibel (siklus yang tidak dapat balik).

Gambar 7.2 Siklus Carnot


Sumber : https://rumus.co.id/hukum-termodinamika-1-dan-2/
Gambar diatas ialah gambar siklus mesin pemanas carnot. terdapat empat proses
dalam siklus Carnot, yakni :
1) pemuaian dengan cara isotermik (a-b)
2) pemuaian dengan cara adiabatik (b-c)
3) pemampatan dengan cara isotermik (c-d)
4) pemampatan dengan cara adiabatik (d-a)
7.1.2 Diagram Sistem pendingin
Untuk memahami proses pendinginan yang terjadi dalam mesin pendingin
dapat memperhatikan gambar 7.2 di bawah ini.

Gambar 7.2 Diagram Mesin Pendingin


Cara kerja mesin pendingin dapat dijelaskan sebagai berikut :
4. Pada saat kompreson bekerja,maka tekanan gas freon meningkat, meningkatnya
tekanan maka temperatur pengembunan meningkat.
5. Pada sat gas bertekanan tinggi didinginkan oleh kipas dalam kondensor maka
panas yang diserapdi evaporator di buang di dalam condensor dengan bantuan
kipas angin. Sehingga gas freon berubah dari gas menjadi cair.

33
6. Pada saat melalui metering divice atau expantion valve maka gas cair
bertekanan tinggi akan berkurang tekanannya. Rendahnya tekanan gas ini akan
membuat suhu penguapan gas menjadi rendah.
7. Pada saat masuk di ruang evaporator, gas menyerap panas yang ada dalam
ruangan. Penyerapan panas ini membuat gas cair menguap menjadi gas.
Selanjutnya gas masuk ke ruang kompresor. Demikian siklus pendinginan ini
berjalan secara tertutup.

7.2 Type Air Conditioning


- Package Unit
- AC SPLIT (Wall Mounted, Casset, Ceiling Concealed/Split Duck, Multi
Split, VRF, AC Central
7.3 Komponen Utama AC Split

Berikut penjelasan 6 komponen utama dalam mesin pendingin ruangan atau AC serta
cara kerjanya:

KOMPRESSOR

Gambar 7.3 Kompresor


Kompresor merupakan salah satu komponen yang sangat penting pada mesin-mesin
pendingi.kompresor ini berfungsi sebagai pemompa zat pendingin agar tekanan
menjadi bertambah dan akhirnya dibantu dengan komponen lain merubah zat tersebut
menjadi sangat dingin.

FILTER

Gambar 7.4 Filter


Filter adalah komponen yang berguna untuk menyaring kotoran yang mungkin
terbawa pada aliran bahan pendingin setelah melakukan sirkulasi sehingga zat yang
telah disaring kembali bersih lagi untuk kemudian disalurkan melalui saluran-saluran
pendingin.

EVAPORATOR

34
Gambar 7.5 Evaporator

Evap atau evaporator adalah saluran yang berbentuk kapiler yang berfungsi sebagai
penyalur atau penghantar dingin ke ruangan yang akan didinginkan dan kemudian
menyerap panas pada ruangan tersebut.evaporator biasa bekerja dibantu dengan fan
motor.
Baca Juga : TIPS MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN DENGAN BENAR

FAN MOTOR

Gambar 7.6 Fan


Fan motor pada evaporator atau kipas yang terdapat pada bagian depan evaporator
adalah komponen yang berfungsi sebagai peniup suhu dingin ke ruangan yang dituju
agar ruangan tersebut menjadi dingin. Fan motor kondensor adalah kipas yang
terdapat pada bagian depan kondensor yang berfungsi untuk membantu membuang
panas agar suhu pada zat menurun sehingga suhu yang dihasilkan pada evaporator
menjadi lebih dingin.

EXPANSION VALVE

Gambar 7.7 Expansion valve

Expansion valve adalah katup expansi yang berfungsi sebagai penahan zat panas hasil
tekanan yang disebabkan sistem pompa oleh kompresor dan dilepaskan pelan-pelan
melalui saluran khusus dan kemudian akan menghasilkan gas yang bersuhu sangat
dingin,dan kemudian suhu dingin tersebut disalurkan ke pipa kapiler evaporator.

REFRIGERANT ATAU ZAT PENDINGIN

Gambar 7.7 Tabung Refrigerant


Refrigerant adalah salah satu zat yang mudah untuk mewujudkan dari zat gas menjadi
zat cair, atau bahkan sebaliknya. Perlu di ketahui bahwa setiap jenis dari bahan
pendingin memiliki karakter yang berbeda.

35
Thermostat

Thermostat berfungsi untuk mengendalikan suhu supaya tidak terlalu dingin. ketika
suhu pada ruangan telah mencapai temperatur tertentu, maka thermostat inilah yang
kemudian akan memutus aliran listrik menuju kompresor.

Dampaknya pendingin hanya akan dilakukan oleh kipas terhadap sisa Freon di sekitar
evaporator. Thermostat juga akan menghubungkan kembali aliran listrik untuk
kompresor setelah suhu di dalam ruangan kembali naik diatas batas temperature yang
telah disesuaikan pada unit thermostat.

Thermostat pada AC beroperasi menggunakan lempengan bimetal yang sangat peka


terhadap perubahan suhu di dalam ruangan. Lempengan ini dibuat dari 2 metal yang
mempunyai koefisien pemuaian yang berbeda. Pada saat temperature meningkat,
metal bagian luar memuai terlebuh dahulu, sehingga akan mengakibatkan lempeng
membengkok dan pada akhirnya akan menyentuh sirkuit listrik yang menjadikan
motor AC aktif.

Fan/Kipas

Kipas yang berada di balik evaporator ataupun het changer mempunyai fungsi untuk
mempercepat aliran udara menuju permukaan ke dua komponen penting dalan proses
melepas serta menyerap panas.

7.4 Instalasi Listrik Pada Sistem Air Conditioner

A. Kopling magnet & motor kipas pendingin kondensor

Gambar 7.8 Rangkaian Listrik kipas kondensor


Kopling magnet yang berfungsi untuk menghubungkan dan memutuskan poros
kompresor dengan poros mesin, harus dapat bekerja berdasarkan temperatur
evaporator.

36
Untuk itu pada evaporator dilengkapi dengan sakelar kontrol temperatur
(TERMOSTAT) yang bekerja memutus arus pengendali pada relai bila evaporator
sudah mencapai suhu tertentu, kompresor tidak bekerja.
Motor kipas kondensor biasanya paralel dengan kopling magnet, bekerjanya juga
diatur oleh sakelar kontrol temperatur.
B. Rangkaian pada evaporator
Instalasi listrik pada evaporator biasanya terbagi atas komponen-komponen sebagai
berikut :
 Motor blower dan pengatur putaran
 Termostat
C. Motor blower & pengatur putaran

Gambar 7.9 Rangkaian Kelistrikan Evaporator

37
D. Termostat

Gambar 7.10 Thermostat


Bagian pipa kontrol temperatur diisi dengan cairan yang sensitif terhadap
perubahan suhu evaporator dan pipa itu didempetkan dengan pipa evaporator. Bila
temperatur evaporator naik, tekanan cairan dalam pipa kontrol juga naik sampai
kontak pemutus berhubungan, kompresor bekerja sampai suhu evaporator turun lagi,
tekanan cairan pipa kontrol juga akan turun demikian seterusnya.
Lamanya kompresor bekerja dapat diatur dengan memutar selektor temperatur,
hal ini berarti, tekanan cairan dalam pipa kontrol diimbangi dengan tekanan pegas.
Jenis lain dari termostat ini adalah model thermistor yang biasanya berfungsi bersama
unit kontrol sistem AC.
E. Sistem kontrol ( Pengaman )
Sistem kontrol pada AC dipasang untuk mencegah kerusakan-kerusakan yang terjadi
pada kompresor atau bagian-bagian lain apabila terjadi kesalahan-kesalahan dalam
instalasi sistem AC.
Sistem kontrol itu berupa sakelar yang bekerja memutuskan aliran listrik ke kopling
magnet, bila tekanan atau temperatur zat pendingin terlalu tinggi atau tekanan zat
pendingin terlalu rendah.
Dengan demikian kompresor tidak akan bekerja bila kesalahan-kesalahan seperti di
atas terjadi dalam sistem, maka kerusakan yanglebih besar akibat kesalahan itu dapat
di hindari.

38
1. Pengontrol tekanan tinggi
2. Pengontrol tekanan rendah
3. Pengontrol temperatur

Pengontrol tekanan tinggi

Gambar 7.11 Pengontrol Tekanan Tinggi


Komponen ini dipasang pada saluran tekanan tinggi atau pada filter/saringan dalam
keadaan normal kontak akan terhubung, bila tekanan zat pedingin sudah melebihi
kira-kira 23 bar kontak akan terbuka, aliran listrik ke kopling magnet terputus/tidak
bekerja.
Pengontrol tekanan rendah

Gambar 7.12 Pengontrol Tekanan Rendah


Kontak akan memutuskan hubungan bila tekanan zat pendingin dalam sistem kurang
dari 1,5 bar, karena kebocoran atau pada waktu pengisian, volume yang masih kurang,
hal ini menyebabkan kompresor cepat panas. Pendinginan kompresor juga dilakukan

39
oleh zat pendingin yang kembali kesaluran hisap (S), karena tekanan zat
pendingin kecil, maka pendingin kompresor juga akan sedikit, sementara kompresor
terus bekerja, akan menimbulkan kerusakan karena panas.

Pengontrol temperatur
Tekanan dan temperatur akan selalu berkaitan, tekanan yang tinggi pada zat pendingin
akan mengakibatkan temperaturnya akan tinggi pula, biasanya sebagai ganti
pengontrol tekanan tinggi digunakan pengontrol temperatur, yang bekerja berdasarkan
temperatur, kontak akan memutuskan listrik ke kopling magnet bila sudah mencapai
temperatur tertentu pada zat pendingin.
Rangkaian sistem kontrol :

Gambar 7.13 Rangkaian Proteksi


F. Rangkaian lengkap

Gambar 7.14 Rankaian Kontrol AC


Komponen sistem kontrol (pengaman) biasanya tidak ke tiga-tiganya dipasang sering
dipakai 2 atau 1 saja
Relai mencari massa dengan terminal 50, pada kumparan fiksasi motor starter dorong
sekrup, agar pada saat motor starter bekerja aliran listrik ke kopling magnet dan kipas
kondensor terputus.

40
Sakelar mekanis (A) dipasang pada trotel gas atau dimana saja yang memung-kinkan
sakelar ini berfungsi untuk memutuskan aliran listrik ke kopling magnet pada waktu
motor putaran idle, supaya motor tidak mati pada putaran idle saat sistem AC hidup.
Ada juga pengganti sakelar mekanis ini dipasang sebuah relai elektronika yang dapat
menghubung dan memutuskan aliran listrik ke kopling magnet berdasar-kan induksi
dari koil pengapian. Relai secara automatis akan memutus aliran listrik ke kopling
magnet pada waktu putaran idle.

41
BAB VIII
AC CENTRAL

8.1 Prinsip/Cara Kerja, diagram sistem

Sistem Air Conditioner (AC) Sentral adalah suatu sistem AC dimana proses
pendingin udaranya terpusat pada satu tempat dan kemudian ditransferkan atau
alirkan ke semua ruangan yang terhubung. Sederhananya satu AC ukuran besar bisa
dipakai untuk semua ruangan yang terhubung. AC sentral ini pada umumnya terletak
di outdoor. Karena suara mesinnya sangat mengganggu telinga.

42
Gambar 8.1 Diagram AC Central
Sumber : https://i1.wp.com/cvastro.com/wp-
content/uploads/2010/09/accentralallwatersystem1.jpg

AC sentral memiliki 8 komponen utama Diantaranya adalah Chiller atau


bagian pendingin, Air Handling Unit (AHU) atau bagian pengatur udara, Cooling

43
Tower, sistem pemipaan atau bagain distribusi, ducting atau bagian saluran udara,
system control & kelistrikan. Chiller (Unit Pendingin) merupakan pusat pendinginan
dalam sistem AC sentral.

Gambar 8.2 System Ac Central


Sumber : fawwazservice.blogspot.com

Chiller atau Unit Pendingin merupakan mesin yang berfungsi untuk mendinginkan air
di bagian evaporator. Air dingin ini yang kemudian dialirkan ke mesin penukar kalor
(Fan Coil Unit) sebelum ditransfer ke seluruh ruangan yang terhubung dengan AC
sentral.

44
Gambar 8.3 Mesin Chiller

8.3 Water Cold Chiller

Gambar 8.3 Water Cold Chiller Models


Sumber:https://sc01.alicdn.com/kf/HTB1wSUlGpXXXXcNXVXXq6xXF
XXXg/201078458/HTB1wSUlGpXXXXcNXVXXq6xXFXXXg.jpg

45
Prinsip kerja unit penanganan udara ini adalah mengambil atau menyedot
udara yang ada di dalam ruangan (return air) yang selanjutnya dicampur (mix) dengan
udara segar (fresh air) dari lingkungan berdasarkan komposisi yang dikehendaki.
Dalam artian antara udara ruangan dengan udara lingkungan dapat diatur sesuai
dengan yang diinginkan. Campuran udara ini akan masuk menuju AHU dan melewati
filter, fan sentrifugal dan terakhir cooler coil (koil pendingin). Secara diagram alurnya
seperti di bawah ini:

Udara Mixer – AHU – Filter – Centrifugal Fan – Cooler Coil.

Apabila udara telah sampai ke bagian unit cooler coil maka selanjutnya akan
didistribusikan secara merata ke ruangan masing-masing dengan melewati unit
ducting. Dan perlu diketahui bahwa ducting ini berfungsi membagi rata udara yang
masuk ke setiap ruangan dan mengalirkan udara hingga lokasi yang jauh sekalipun.

Akan tetapi sistem ini memiliki sejumlah kelemahan. Apabila satu komponen
saja mengalami kerusakan dan AC sentral mati (off) maka setiap ruangan tidak akan
merasakan udara sejuk bahkan menimbulkan bau tak sedap. Dan jika temperatur
udara ruangan terlalu dingin atau panas maka mengaturnya harus ke bagian coil
pendingin yang terdapat pada komponen AHU.

8.4 Air Cold Chiller

Gambar 8.3 Air Cold Chiller Models


Sumber:https://www.turmoilcoolers.com/nrca.htm
8.5 Komponen Penting AC Central

46
1. Air Handling Unit (AHU)

Air Handling Unit (AHU) adalah mesin pengkonversi kalor dimana udara panas yang
berada di ruangan dialirkan melewati coil pendingin lalu digantikan dengan udara
dingin. Istilah lain dari Air Handling Unit (AHU) adalah unit pengana udara.

2. Cooling Tower (chiller jenis Water Cooler)

Cooling water adalah komponen AC sentral yang hanya ada untuk jenis kompresor
water cooler. Mesin ini berfungsi untuk melewati air panas yang berasal dari filamen
cooling tower yang kemudian dihembus oleh udara dengan mesin blower yang
memiliki suhu rendah.

3. Pompa Sirkulasi

Pompa sirkulasi pada mesin AC sentral terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:

a) Chilled Water Pump: adalah jensi pompa sirkulasi air dingi yang berfungsi
untuk mengalirkan air dingin yang berasal dari chiller ke koil pendingin
(AHU atau FCU).
b) Condensor Water Pump adalah jenis pompa sirkulasi yang berfungsi
mengalirkan air pendingin yang berasal dari kondensor chiller ke bagian
coolung tower.

4.Filter

Filter merupakan komponen penyaring udara agar kotoran, debu ataupun


partikel sejenis tidak masuk ke dalam mesin AC. Sehingga dengan adanya filter ini
diharapkan udara yang dihasilkan lebih bersih dari semula.

5.Centrifugal Fan

Centrifugal Fan adalah komponen AC sentral yang biasan juga disebut dengan
kipas blower sentrifugal. Fungsi dari blower ini adalah mendistribusikan udara yang
melewati ducting menuju ruangan yang telah terhubung dengan AC sentral.

6.Cooler coil

Cooler coil atau koil pendingin adalah komponen Ac sentral yang berfungsi
menurunkan suhu atau temperatur udara panan menjadi dingin. Coil pendingin ini
berupa pendeteksi panas udara.

47
BAB IX
PERHITUNGAN BEBAN AC
9.1 Metode Sederhana
Dalam menghitung kebutuhan kapasitas AC dibutuhkan data seperti
tinggi ruangan, bahan plafon, ruangan di lantai dasar atau lantai atas, jumlah
jendela, jumlah orang di dalam ruangan tersebut, hingga sistem pintu dan sinar
matahari masuk atau tidak secara langsung ke dalam ruangan. Tetapi untuk hitung-
hitungan kasar, luas ruangan bisa dipakai untuk menghitungnya.
Tepat atau tidaknya kapasitas AC yang dibeli, dapat berpengaruh pada
daya yang diperlukan. Jika terlalu kecil, maka akan dibutuhkan waktu yang lebih
lama untuk mencapai suhu yang diinginkan. Jika hal ini terjadi maka kebutuhan
listriknya pun akan lebih banyak. Jika kapasitas AC terlalu besar, listrik yang
diperlukan juga besar, padahal sebagian “dibuang percuma”. Saat ini, AC lebih
dikenal dengan satuan PK.
Untuk mengkonversi kapasitas AC dari satuan PK ke dalam satuan
Kcal/Hour atau BTU/Hour diperlukan beberapa perhitungan. Kcal/Hour
merupakan kemampuan AC untuk mengkonversi panas dalam satuan Kilo
Kalori/Jam. BTUH/Hour merupakan kemampuan AC untuk mengkonversi panas
dalam satuan British Thermal Unit per jam. Ada rumus sederhana yang bisa kita
manfaatkan. Untuk menghitung kapasitas AC dapat dilakukan dengan menghitung
luas ruangan dikalikan 500, hasilnya adalah dalam satuan BTU/Hour. Perlu juga
dipertimbangkan jumlah orang yang menempati suatu ruangan. Untuk membuat
satu orang manusia di dalam ruangan merasa nyaman, juga membutuhkan energi
pendingin, diperkirakan 500 BTU/h.
Q = ( P x L ) x 500 + C x 500
Keterangan :
Q = kebutuhan kapasitas AC ( BTU/Hr)
P = Panjang Ruang (dalam meter)
L = Lebar Ruang (dalam meter)
C = Jumlah manusia (orang)
Kapasitas AC Berdasarkan daya output dapat diperkirakan sebagai
berikut :
½ PK = 5000 BTU/Hour = 500Watt
¾ PK = 7000 BTU/Hour = 700Watt

48
1 PK = 9000 BTU/Hour = 900Watt
1,5 PK = 18000 BTU/Hour = 1800Watt
2 PK = 24000 BTU/Hour = 2400Watt

Contoh Perhitungan: Suatu ruangan memiliki ukuran lebar 5 meter dan


panjang 6 meter. Di dalam ruangan sebesar tersebut akan ditempati oleh 4 orang.
Berapakah kapasitas AC yang dibutuhkan ruangan tersebut?

Diketahui :
P = 6 meter
L = 5 meter
C = 4 orang
Ditanyakan :
J =……?
Penyelesiana :
J = P x L x 500 + C x 500
J = (6 x 4 x 500) + 4 x 500
J = 17.000 BTU/h
maka besarnya AC yang dibutuhkan adalah minimal 17.000 BTU/h,
sehingga dipilih AC dengan kapasitas sama atau diatasnya. Dipilihlah AC 1.5 PK
dengan kapasitas 18.000 BTU/h.
Sebaiknya pilih kapasitas AC sesuai spesifikasi teknis masing-masing
merk. Seperti misalnya AC Slit merk Daikin seperti tertera di bawah ini.

49
Tabel Spesifikasi Teknis AC Daikin.
Sumber : http://www.daikin.co.id/super-mini-split

Berdasarkan hasil perhitungan di atas dibutuhkan AC Daikin dengan Kapasitas


2PK, yang memiliki kemampuan thermal sebesar 17.100 BTU/h. jika dipasang AC
Daikin Kapasitas 1,5 PK maka ruangan dengan luas 30 m2 tidak akan nyaman.

Atau sebagai perbandingan dapat dilihat spesifikasi teknis AC Split merk


Panasonic di bawah ini.

Jika diperhatikan spesifikasi teknik AC Panasonic ini lebih baik, dengan kapasitas
2 PK , mampu mengkonversi panas sebesar 17.700 BTU/h dengan konsumsi daya
hanya 1450 Watt. Kemampuannya lebih kuat, konsumsi daya lebih rendah.

9.2 Metode Tabel Beban Panas

Pehitungan beban pendingin merupakan suatu analisa mengetahui seberapa


besar kalor / panas yang ada dalam suatu ruangan, sehingga dapat ditentukan seberapa
besar pendinginan yang dibutuhkan untuk membuat ruangan tetap dalam kondisi
dingin.Terdapat beberapa jenis kalor yang dapat mempengaruhi panasnya suatu
ruangan, yaitu:

50
a. Kalor penerangan
b. Kalor sensibel atap
c. Kalor sensibel partisi
d. Kalor sensibel manusia
e. Kalor sensibel peralatan
f. Kalor jendela
g. Kalor sensibel dinding
h. Kalor sensibel infiltrasi
i. Kalor radiasi matahari
j. Kalor sensibel lantai
Nilai dari setiap kalor di atas, dapat diperoleh dengan melakukan beberapa
langkah perhitungan, yaitu:

9.2.1. Kalor penerangan

Kalor Sensibel Penerangan = Jumlah lampu (kW) × faktor koefisien transmisi


lampu (kcal/KWh).
Tabel 7.1 Faktor Koefisien Transmisi Kalor Peralatan Listrik

Pemanas per 1 kW 0,860 kcal/kWh


Motor listrik per 1 kW 0,860 kcal/kWh
0,860 kcal/kWh ( Pijar )
Lampu per 1 kW
1,080 kcal/kWh ( Neon )

9.2.2. Kalor sensibel atap

Kalor Sensibel Lantai = Luas lantai (m²) × Koefisien transmisi kalor K dari
atap(kcal/m².h.˚C) × Selisih temperatur dalam dan luar ruangan (˚C).

Tabel 9.2 Koefisien transmisi kalor dari atap

Koefisien Kapasitas
transmisi kalor per 1
Tebal atap (mm) kalor K m²
(kcal/m²h ( kcal/m²h˚
˚C) C)

51
Kayu, asbeton
semen, langit-
Biasa 2,86 7,5
langit (12 mm
HARDTEX)
Dengan Langit-
Tebal 1,94 53,8
langit
beton
100 mm Tanpa Langit-
3,45 57,8
Adukan Semen langit
Biasa
rapat air 20 mm Dengan Langit-
Tebal 1,81 77,9
langit
beton
150 mm Tanpa Langit-
3,78 81,9
langit
Lapisan adukan Dengan Langit-
Tebal 1,58 63,4
semen 20 mm langit
beton
Beton sinder 60 120 mm Tanpa Langit-
2,46 67,4
mm langit
Biasa
Aspal rapat air Dengan Langit-
Tebal 1,13 77,9
10 mm langit
beton
150 mm Tanpa Langit-
2,34 81,9
langit

52
9.2.3. Kalor sensibel manusia

Kalor sensibel manusia = Jumlah orang × Faktor koefisien manusia (kcal/h)


Tabel 9.3 Faktor koefisien manusia dan Faktor kelompok

Faktor
Jumlah Kalor
Kelompok
Kondisi kerja Bangunan Total Orang
Orang yang
Dewasa
Bekerja

Duduk di kursi Gedung 87 kcal/h 0,897

Bekerja di belakang
Kantor hotel 106 kcal/h 0,947
meja
Berdiri atau berjalan
Toko eceran 123 kcal/h 0,818
lambat

Dansa Ruang dansa 201 kcal/h 0,944

Bekerja di belakang
Pabrik 335 kcal/h 0,967
meja

9.2.4. Kalor sensibel peralatan

Kalor Sensibel Equipment = Jumlah peralatan (kW) × faktor koefisien peralatan


(kcal/KWh).

9.2.5. Kalor jendela

Kalor Sensibel Jendela = Luas jendela (m²) × Koefisien transmisi kalor melalui
jendela (kcal/ m².h.˚C) × Selisih temperatur interior dan exterior (˚C).
Tabel 2.4 Koefisien transmisi kalor jendela

Satu pelat kaca Tidak tergantung tebal kaca 5,5 kcal/m².h.˚C

Kaca ganda Tidak tergantung tebal kaca 2,2 kcal/m².h.˚C

Blok kaca Tidak tergantung tebal kaca 5,5 kcal/m².h.˚C

9.2.6. Kalor sensibel dinding

Kalor Sensibel Dinding = Luas dinding (m²) × Koefisien mission transmisi


kalor dari dinding (kcal/ m².h.˚C) × Selisih temperatur ekivalen dari radiasi
matahari + selisih temperatur ekivalen dari temperatur atmosfir (˚C).

53
Tabel 9.5 Koefisien mission transmisi kalor dinding
Koefisien
Tebal dinding transmisi kalor K
(kcal/m².h.˚C)
Bagian
Lapisan (biasa)
utama
Atap luar menonjol ke luar
12 mm 3,08
5 mm
Adukan semen di luar 15
Beton 150 mm 2,89
mm
Adukan di luar 15 mm 200 mm 2,62
Plester 3mm 250 mm 2,05
Batu bata 210 mm 1,62
50 mm 4,75
Tanpa lapisan Beton 100 mm 4,06
200 mm 3,15

Perhitunhan matematis yang digunakan, yaitu:


a.

b.
c. waktu pengukuran × {1,031 + (waktu 1 jam setelah
pengukuran – waktu pengukuran)} × {0,669 + (waktu 2 jam setelah
pengukuran – waktu 1 jam setelah pengukuran)}× {0,312 – (waktu 2 jam
setelah pengukuran – waktu 3 jam setelah pengukuran)}× 0,046.
(Tergantung lama pengukuran)

d.

e.

Keterangan:

 ETD = Selisih temperatur ekivalen dari radiasi matahari + selisih


temperatur ekivalen dari temperatur atmosfir (˚C).
 r1 = Tahanan kalor dan kapasitas kalor dari bahan bangunan (m²h˚/kcal).
Untuk dinding berbahan dasar beton biasa, yaitu 0,714 m²h˚/kcal.
 Rsi =Tahanan perpindahan kalor dari lapisan permukaan dalam dinding.
 Rso =Tahanan perpindahan kalor dari lapisan permukaan luar dinding.

54
Tabel 9.6 Temperatur Ekivalen Radiasi Matahari
Waktu, pukul Temperatur (˚C)
5 0
6 16,1
7 26,1
8 29,1
9 25,1
10 18,4
11 9,7
12 0

Tabel 2.7 Harga Substitusi t

t 0,5 1,5 2,5 3,5 4,5 dst.


0,046 0,312 0,669 1,031 1,364 dst.

Tabel 2.8Hambatan Kalor Permukaan

Rsi 0,05 m²h˚/kcal


Rsi 0,125 m²h˚/kcal

9.2.7. Kalor radiasi matahari

Radiasi matahari total = radiasi matahari langsung (kcal/m h) + Radiasi


matahari tak langsung (kcal/m h).
Perhitungan matematis yang digunakan, yaitu:
a. Luas kaca jendela yang terkena radiasi matahari = (Panjang × Lebar) jendela.
b. sin h = sin ψ . sin δ + cos ψ . cos δ . cos 15 τ

c.

d.

e.

f.

g.
h. Radiasi matahari terpancar diperoleh berdasarkan grafik di bawah ini:

55
Gambar 9.1 Radiasi Matahari Terpencar
Keterangan:

A = Azimut matahari.
P = Permeabilitas atmosferik. (0,6 – 0,75).

 = Sudut samping dari arah datangnya radiasi matahari.

 =Radiasi matahari langsung pada bidang vertikal, tetapi pada posisi

membuat sudut samping dari arah datangnya matahari (kcal/m²h).

 = Radiasi matahari langsung pada bidang tegak lurus arah datangnya


radiasi (kcal/m²h).

 = Radiasi matahari langsung pada bidang horizontal(kcal/m²h).

 = Radiasi matahari langsung pada bidang vertikal(kcal/m²h).

 = Konstanta panas matahari (radiasi matahari rata-rata tahunan di


antariksa)

 = pengukuran dilakukan pada azimut matahari ke arah timur.


ψ = kedudukan garis lintang (lintang utara benilai positif dan lintang selatan
benilai negatif).

56
δ = dekilansi matahari.

Gambar 9.2 Deklinasi Matahari


τ = saat penyinaran matahari (saat pukul benilai nol, saat siang hari (P.M)
bernilai positif, dan saat pagi hari (A.M) bernilai negatif).
h = ketinggian matahari.

Tabel 9.9 Faktor Transmisi Jendela


Tanpa Dengan Penutup dalam
Penutup Ruangan
Kaca Biasa 0,95 0,5
Kaca ganda :
Kacabiasa 0,7 0,5
Menyerap di luar 0,6 0,4
Kaca setengah cermin 0,4 -

9.2.8. Kalor sensibel lantai

Kalor Sensibel Lantai = Luas lantai (m²) × Koefisien transmisi kalor K dari
lantai (kcal/m².h.˚C) × Selisih temperatur dalam dan luar ruangan (˚C).

9.2.9. Kalor sensibel infiltrasi

Kalor Sensibel Infiltrasi = Volume ruangan (m³) × Jumlah pergantian ventilasi


alamiah × Selisih temperatur exterior dan interior (˚C) × (0,24 / Volume
spesifik).
Tabel 9.10 Jumlah pergantian
Rumah standar 1 kali
Rumah dengan banyak jendela 1,5 - 2 kali

57
Rumah, pintu, dan jendela sering dibuka
1,5 - 2 kali
tutup

9.2.10. Kalor kompartemen

Q kompartemen = L kompartemen × Selisih suhu ×


K.kompartemen
a.Luas kompartemen
Luas kompartemen = P x L
b. Hitung selisih temperatur interior dan exterior.
Diketahui :
Pengukuran Suhu
Eksterior ruangan -
Interior ruangan -
Jawab : ΔT = Ti – Te
Keterangan :
- ΔT = Selisih temperatur interior dan exterior (oC).
- Ti = Temperatur Interior (oC).
- Te = Temperatur Exterior (oC).
c.Konstanta kompartemen
Kkompartemen = 1,81 kcal/m2 oC.

58
9.3 Perhitungan Kapasitas AC dengan software
Penghitungan dengan menggunakan sofware yang paling murah adalah
menggunakan aplikasi berbasis web pada alamat berikut ini :
http://ac.hnetglobal.site/

Gambar 9.3 Tampilan sofware berbasis web


Dengan sofware berbasis web ini, kita tinggal input data ruangan,
hasilnya akan langsung ditunjukkan oleh sofware. Jika data ruangan perhitungan
global dimasukkan di dalam sofware ini maka hasilnya kurang-lebih akan sama.

Gambar 9.4 Hasil Perhitungan Kapasitas AC dengan sofware

59
Watermarking and Content Protection for Digital Images and Video, thesis of PhD in
University of Surrey, 2002
Mauro Barni, Franco Bartolini, Watermarking Systems Engineering, Marcel Dekker
Publishing, 2004
Saraju P. Mohanty, Digital Watermarking: A Tutorial Review , Dept. of Computer
Scieence and Engineering, University of South Florida.
Mauro Barni, F. Bartolini, V. Cappellini, A.Piva, “ A DCT-Domain System for
Robust Image Watermarking”, Signal Processing 66, pp 357-372, 1998

60

Anda mungkin juga menyukai