Anda di halaman 1dari 7

Hantu Duit

-karya Hang Kafrawi-

“Masalah ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, harus ada penanganan
khusus untuk menyelesaikannya!” ujar Ketua Hantu Duit geram.

“Tapi…,”

“Siapa nama manusia itu?” Ketua Hantu Duit memotong kalimat anak
buahnya. Ia tidak mau dipusingkan dengan laporan kegagalan. Ketidak
becusan anak buahnya membuat dirinya terhina.

Sebenarnya, Ketua Hantu Duit heran juga, ketika mendapat laporan


dari anak buahnya tentang seseorang menolak bujuk rayu Hantu Duit
untuk memanfaatkan duit sebagai senjata paling ampuh. Selama ia
menjabat sebagai ketua perkumpulan Hantu Duit, itu kira-kara 100
abad yang lalu, belum pernah manusia menolak duit sebagai
keperkasaan.

“Manusia seperti apa itu?” tanya Ketua Hantu Duit dalam hati.
Keheranannya tidak pernah disampaikan kepada anak buahnya. Hal ini
dilakukan untuk menjaga kestabilan perkumpulan yang ia ketuai.

“Orang memanggilnya Atah Roy, Pak Ketua,” ucap salah satu anak
buah.

“Atah Roy? Di negara mana Atah Roy itu hidup?” Ketua Hantu Duit
mencoba menelusuri manusia aneh itu.

“Indonesia, Pak Ketua,” tambah salah satu anak buahnya yang lain.

Mendengar kata Indonesia, Ketua Hantu Duit ketawa sejadi-jadinya,


bahkan sampai berguling-guling. Ia merasakan dadanya mau pecah
karena tertawa terbahak-bahak. Baru kali ini ia mendapat laporan
orang Indonesia tidak suka dengan duit. Padahal sebelumnya di
Indonesia itulah para Hantu Duit sangat perkasa. Para Hantu Duit
yang bertugas di Indonesia selalu mendapat penghargaan tertinggi
dari perkumpulan ini. Bahkan menurut pembesar-pembesar yang
pernah bertugas di Indoensia, di sanalah pekerjaan Hantu Duit
sangat mudah.

Tentu saja laporan anak buahnya tidak masuk akal di benak Ketua
Hantu Duit. Namun demikian, Ketua Hantu Duit mencoba
menenangkan diri. Ia betul-betul merasa aneh. Dengan sekuat tenaga,
Ketua Hantu Duit meredam tawanya, walaupun di bibirnya senyum
masih meregah, tanda menahan tawa.

“Ini laporan yang sangat menarik…,” ujar Ketua Hantu Duit menahan
tawa. “Aku benar-benar ingin tahu sosok Atah Roy itu. Siapa yang
bisa menceritakan kepada aku?” pinta Ketua Hantu Duit masih
menahan tawa.

Seluruh Hantu Duit yang berada di aula pertemuan itu, kira-kira


berjumlah 150 hantu, menunjukkan tangan mereka. Mereka sangat
antusias sekali ingin menceritakan kepada ketua mereka tentang
sosok Atah Roy ini. Ada yang sampai berdiri ke atas meja pertemuan,
ada pula yang maju ke depan mendekati Ketua Hantu Duit.

Melihat antusias yang luar biasa dari anak buahnya untuk


menceritakan sosok Atah Roy, muka Ketua Hantu Duit berubah. Ia
benar-benar tidak menyangka bahwa sosok Atah Roy meninggalkan
bekas di hati anak buahnya. Ia dengan kewibawaan sebagai ketua,
menenangkan anak buahnya.

“Tenang, tenang dan harap tenang. Aku minta, kalian duduk kembali,”
Ketua Hantu Duit serius. “Aku akan menunjuk langsung siapa yang
akan menceritakan kepada aku mengenai Atah Roy ini,” kata Ketua
Hantu Duit dengan mata menyapu semua anak buahnya yang ada di
aula itu.

Mata Ketua Hantu terbuka lebar. Ia betul-betul tidak menyangka


bahwa seluruh anak buah terbaik yang dimiliki perkumpulan, berada di
pertemuan ini. Senyum yang tadi menghiasi mulutnya, kini berubah
menjadi cemas. Ia berpikir, tidak mungkin anak buahnya yang
terhebat dan selalu berpretasi bagus ini, tidak mampu membujuk
seorang Atah Roy. “Siapa kali Atah Roy itu?” pikir Ketua Hantu Duit
dalam hati.

Anak buahnya semakin ribut, karena terlalu lama ia memutuskan siapa


yang dipersilakan untuk menceritakan tentang Atah Roy. Mereka
semua ingin berbagi cerita kepada ketua, bagaimana pengalaman
mereka berhadapan dengan manusia satu itu. Mereka sudah tidak
tahan lagi memeram kisah-kisah selama bertugas menghasut Atah
Roy.

“Putuskan sekarang Pak Ketua, kami sudah tak tahan menyimpannya di


dalam dada kami ini,” teriak salah satu anak buah. Anak buah yang lain
ikut berteriak.

“Cepat Ketua, kami sudah tidak tahan lagi.”

“Betul Pak Ketua,” teriak yang lain serentak.

Ketua Hantu Duit betul-betul dibuat bingung. Matanya masih


memandang semua anak buah di aula itu. Ia betul-betul tidak percaya,
tidak mungkin anak buahnya merekayasa cerita tentang Atah Roy
untuk menurunkan pamor dirinya sebagai Ketua Hantu Duit. Dan
dengan turun pamornya, maka dengan mudah lawan politiknya
menjatuhkannya dari jabatan ketua. “Ini bukan rekayasa. Tidak
mungkin mereka mau mengkudeta aku,” ucap Ketua Hantu Duit dalam
hati.

Semakin anak buahnya berteriak, semakin lincah pula bula mata Ketua
Hantu Duit bergerak menyapu seluruh anak buahnya di aula itu. Tiba-
tiba mata Ketua Hantu Duit berhenti ke salah satu anak buahnya
yang selama ini memiliki prestasi sungguh menganggumkan. Anak
buahnya ini pernah meluluhkan hati seorang guru yang berpegang
teguh pada kejujuran, harus menghambakan diri kepada duit.
Sekarang guru itu kaya raya, tapi kejujurannya semakin miskin.
Prestasi besar lainnya adalah menghasut seorang presiden untuk
berpihak kepada yang berduit saja, sehingga di negara itu rakyatnya
miskin, sementra pejabat-pejabat dan orang yang dekat dengan
penguasa hidup serba mewah.
“Kamu, saya percayakan untuk menceritakan tentang Atah Roy itu,”
Ketua Hantu Duit menunjuk anak buahnya yang beprestasi
menganggumkan itu.

“Bapak Ketua tidak akan percaya dengan apa yang saya ceritakan.
Semuanya di luar jangkauan kita selama ini,” ujar anak buah yang
berprestasi itu.

“Maksud kamu?”

“Betul-betul tidak masuk akal, Pak.”

“Cerikan sedikit saja,” pinta Ketua Hantu Duit.

“Ketika anak saudaranya sakit, dan Atah Roy sangat butuh duit untuk
pengobatan anak saudaranya. Dia ditawari mengatasi masalah duit
dengan mengatakan bahwa tokoh si anu, tokoh politik yang ingin jadi
gubernur Pak, adalah tokoh yang telah berjasa di kampungnya. Atah
Roy menolak dengan tegas, Pak,” anak buah yang berprestasi itu mulai
bercerita.

“Siapa betul Atah Roy itu, sehingga orang berharap dia bicara?”
tanya Ketua Hantu Duit penasaran.

“Atah Roy itu di kampungnya terkenal sebagai tokoh yang jujur, Pak.
Apapun yang dikatakan Atah Roy, orang kampung pasti mengikutinya.
Dia juga terkenal taat beribadah, tidak pernah berbuat kesalahan
yang merugikan orang kampung, Pak. Pokoknya Atah Roy itu seperti
dewa,” tambah anak buah berprestasi itu lagi.

“Bagaimana kehidupan Atah Roy itu?” Ketua Hantu Duit menyelidiki.

“Biasa Pak, seperti kebanyakan manusia lainnya.”

“Maksudku kerjanya.”

“Subuh sudah bangun. Setelah sholat Subuh berjemaah di mesjid, dia


langsung ke kebun karet…,”

“Maksudku kekayaannya?” potong Ketua Hantu Duit agak emosi.


“Tidak kaya, dan tidak juga miskin, Pak. Tapi dia berkeyakinan bahwa
duit bukanlah segala-galanya,” anak buah berprestasi itu menambah.

“Aku jadi bingung. Maksudmu seperti apa?”

“Pernah perusahaan besar bergerak di bidang hutan, mau menyogok


dia agar menandatangani persetujuan hutan di kampungnya dikelola
perusahaan itu, namun Atah Roy menolaknya Pak, padahal kalau Atah
Roy menandatangani persetujuan tersebut Pak, pasti orang kampung
juga ikut menandatangani. Berbagai usaha dilakukan oleh perusahaan
itu, termasuk memberikan dia duit yang berlimpah, tapi Atah Roy
tetap menolak. Pada saat itu Pak, Atah Roy sangat butuh duit untuk
membiayai operasi adik kandungnya,” panjang lebar anak buah yang
berprestasi itu bercerita kepada Ketua Hantu Duit.

“Kenapa Atah Roy menolak?” Ketua Hantu Duit semakin penasaran.

“Itu saya tidak tahu, Pak. Bukankah kerja saya cuma menghasut
manusia menerima duit. Kalau masalah itu Bapak tanyakan kepada
saya, tidak tepat Pak, karena ada hantu lain yang bertugas masalah
itu,” jelas hantu berprestasi dengan polos.

“Baik, aku yang akan turun langsung mengatasi Atah Roy itu,” ujar
Ketua Hantu Duit yakin.

***
“Tah, kami berharap Atah menerima duit ini,” ucap lelaki tampan
dengan pakaian necis di ruang tamu rumah Atah Roy, sambil
menyodorkan duit hampir satu koper.

“Aku ini memang orang miskin, tapi aku tidak akan mengadaikan tanah
aku ini disebabkan duit,” tegas Atah Roy menolak pemberian lelaki
tersebut.

“Tapi Tah, dengan duit ini, Atah bisa melakukan kebaikan yang lebih
banyak lagi untuk orang kampung,” tambah kawan lelaki berpakaian
necis itu. Lelaki itu juga berpakaian necis, bahkan lengkap pakai dasi.
“Sudah aku cakap, tidak mungkin aku ini menggadaikan tanah
kelahiran aku gara-gara duit. Aku memang perlu duit, tapi tidak
begini caranya aku mendapatkan duit. Tanah kami ini harus ada
sampai kiamat, kami tak ingin tanah kami hilang disebabkan
kerakusan,” jawab Atah Roy tegas.

Ketua Hantu Duit keluar dari duit di koper itu. Dengan memasang
tampang ramah, Hantu Duit mulai berbisik di telinga Atah Roy.

“Roy, duit ini bukan hanya untuk kepentingan engkau seorang. Engkau
harus membuka diri sedikit saja untuk membantu keluarga engkau
dan orang kampung. Dengan duit sebanyak itu, dapat engkau gunakan
menyelamatkan orang kampung, sekaligus diri engkau dan keluarga,”
bujuk Ketua Hantu Duit.

“Astaqfirullahalazim,” Atah Roy mengucap.

“Sesekali Roy, bukan sering engkau berbuat seperti ini. Aku yakin,
orang-orang tidak akan memandang rendah kepada engkau, sebab duit
ini akan engkau gunakan untuk membantu orang-orang kampung.
Orang kampung memerlukan pertolongan engkau, Roy. Tenguklah Usup
Lebam, anaknya sudah 4 bulan sakit dan terbaring di rumah, tanpa
dibawa ke rumah sakit, karena tidak memiliki biaya. Begitu juga Siti
Kasmah, suaminya sudah bertahun-tahun tak balik, sehingga ke 5
anaknya tidak terurus. Banyak lagi orang kampung engkau terbantu
dengan duit yang engkau terima itu. Jangan tunggu lagi Roy, inilah
kesempatan engkau menolong mereka,” Ketua Hantu Duit semakin
genjar merayu Atah Roy.

Air mata Atah Roy mengalir di pipinya. Atah Roy benar-benar tak
mampu membuang bayangan orang-orang terdekatnya yang sedang
dilanda kesusahan di benaknya. Atah Roy pun terkenang kepada Syuib
Lebah yang kakinya digiling mesin sagu 7 bulan lalu dan sampai
sekarang tidak diobati. Pikiran Atah Roy juga berjalan ke masalah
Kasmah dan anak-anaknya, karena suaminya Gani Engkang menghilang
ketika pergi menjaring. Atah Roy betul-betul berada dalam keadaan
yang sangat membingungkan.
Berkali-kali Atah Roy menatap duit di dalam koper itu. Berkali-kali
pula ia membuang muka. Kalau diterima duit ini, maka tanah
kelahirannya dikuasai orang lain dan orang kampung akan teraniaya
sampai ke anak cucu mereka. Kalau tidak diterima, orang kampung
memerlukan bantuan untuk mengatasi masalah yang sedang mereka
hadapi. Atah Roy berada di dua masalah yang sangat
membingungkannya, namun ia harus membuat keputusan, walaupun
keputusan itu nantinya menyakitkan.

Atah Roy memandang kedua orang yang berada di depannya dengan


berlinang air mata. Ia menarik nafas panjang.

“Dengan berat hati, aku harus…,” air mata terus membasahi pipi Atah
Roy.

“Tunggu apa lagi Roy, ini kesempatan membantu orang-orang kampung


engkau, duit ini bukan untuk engkau sediri,” bujuk Ketua Hantu Duit.

“Aku tak mau menggadai tanah ini, bawak balik duit kalian ini!” ujar
Atah Roy tegas.

Ketua Hantu Duit pun terkejut, dan langsung menghilang dalam


tumpukan duit di koper itu.

“Masih adakah manusia seperti ini? Ah, mati aku,” suara Ketua Hantu
Duit terdengar lirih.

Anda mungkin juga menyukai