Hantu Duit Hang Kafrawi
Hantu Duit Hang Kafrawi
“Masalah ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, harus ada penanganan
khusus untuk menyelesaikannya!” ujar Ketua Hantu Duit geram.
“Tapi…,”
“Siapa nama manusia itu?” Ketua Hantu Duit memotong kalimat anak
buahnya. Ia tidak mau dipusingkan dengan laporan kegagalan. Ketidak
becusan anak buahnya membuat dirinya terhina.
“Manusia seperti apa itu?” tanya Ketua Hantu Duit dalam hati.
Keheranannya tidak pernah disampaikan kepada anak buahnya. Hal ini
dilakukan untuk menjaga kestabilan perkumpulan yang ia ketuai.
“Orang memanggilnya Atah Roy, Pak Ketua,” ucap salah satu anak
buah.
“Atah Roy? Di negara mana Atah Roy itu hidup?” Ketua Hantu Duit
mencoba menelusuri manusia aneh itu.
“Indonesia, Pak Ketua,” tambah salah satu anak buahnya yang lain.
Tentu saja laporan anak buahnya tidak masuk akal di benak Ketua
Hantu Duit. Namun demikian, Ketua Hantu Duit mencoba
menenangkan diri. Ia betul-betul merasa aneh. Dengan sekuat tenaga,
Ketua Hantu Duit meredam tawanya, walaupun di bibirnya senyum
masih meregah, tanda menahan tawa.
“Ini laporan yang sangat menarik…,” ujar Ketua Hantu Duit menahan
tawa. “Aku benar-benar ingin tahu sosok Atah Roy itu. Siapa yang
bisa menceritakan kepada aku?” pinta Ketua Hantu Duit masih
menahan tawa.
“Tenang, tenang dan harap tenang. Aku minta, kalian duduk kembali,”
Ketua Hantu Duit serius. “Aku akan menunjuk langsung siapa yang
akan menceritakan kepada aku mengenai Atah Roy ini,” kata Ketua
Hantu Duit dengan mata menyapu semua anak buahnya yang ada di
aula itu.
Semakin anak buahnya berteriak, semakin lincah pula bula mata Ketua
Hantu Duit bergerak menyapu seluruh anak buahnya di aula itu. Tiba-
tiba mata Ketua Hantu Duit berhenti ke salah satu anak buahnya
yang selama ini memiliki prestasi sungguh menganggumkan. Anak
buahnya ini pernah meluluhkan hati seorang guru yang berpegang
teguh pada kejujuran, harus menghambakan diri kepada duit.
Sekarang guru itu kaya raya, tapi kejujurannya semakin miskin.
Prestasi besar lainnya adalah menghasut seorang presiden untuk
berpihak kepada yang berduit saja, sehingga di negara itu rakyatnya
miskin, sementra pejabat-pejabat dan orang yang dekat dengan
penguasa hidup serba mewah.
“Kamu, saya percayakan untuk menceritakan tentang Atah Roy itu,”
Ketua Hantu Duit menunjuk anak buahnya yang beprestasi
menganggumkan itu.
“Bapak Ketua tidak akan percaya dengan apa yang saya ceritakan.
Semuanya di luar jangkauan kita selama ini,” ujar anak buah yang
berprestasi itu.
“Maksud kamu?”
“Ketika anak saudaranya sakit, dan Atah Roy sangat butuh duit untuk
pengobatan anak saudaranya. Dia ditawari mengatasi masalah duit
dengan mengatakan bahwa tokoh si anu, tokoh politik yang ingin jadi
gubernur Pak, adalah tokoh yang telah berjasa di kampungnya. Atah
Roy menolak dengan tegas, Pak,” anak buah yang berprestasi itu mulai
bercerita.
“Siapa betul Atah Roy itu, sehingga orang berharap dia bicara?”
tanya Ketua Hantu Duit penasaran.
“Atah Roy itu di kampungnya terkenal sebagai tokoh yang jujur, Pak.
Apapun yang dikatakan Atah Roy, orang kampung pasti mengikutinya.
Dia juga terkenal taat beribadah, tidak pernah berbuat kesalahan
yang merugikan orang kampung, Pak. Pokoknya Atah Roy itu seperti
dewa,” tambah anak buah berprestasi itu lagi.
“Maksudku kerjanya.”
“Itu saya tidak tahu, Pak. Bukankah kerja saya cuma menghasut
manusia menerima duit. Kalau masalah itu Bapak tanyakan kepada
saya, tidak tepat Pak, karena ada hantu lain yang bertugas masalah
itu,” jelas hantu berprestasi dengan polos.
“Baik, aku yang akan turun langsung mengatasi Atah Roy itu,” ujar
Ketua Hantu Duit yakin.
***
“Tah, kami berharap Atah menerima duit ini,” ucap lelaki tampan
dengan pakaian necis di ruang tamu rumah Atah Roy, sambil
menyodorkan duit hampir satu koper.
“Aku ini memang orang miskin, tapi aku tidak akan mengadaikan tanah
aku ini disebabkan duit,” tegas Atah Roy menolak pemberian lelaki
tersebut.
“Tapi Tah, dengan duit ini, Atah bisa melakukan kebaikan yang lebih
banyak lagi untuk orang kampung,” tambah kawan lelaki berpakaian
necis itu. Lelaki itu juga berpakaian necis, bahkan lengkap pakai dasi.
“Sudah aku cakap, tidak mungkin aku ini menggadaikan tanah
kelahiran aku gara-gara duit. Aku memang perlu duit, tapi tidak
begini caranya aku mendapatkan duit. Tanah kami ini harus ada
sampai kiamat, kami tak ingin tanah kami hilang disebabkan
kerakusan,” jawab Atah Roy tegas.
Ketua Hantu Duit keluar dari duit di koper itu. Dengan memasang
tampang ramah, Hantu Duit mulai berbisik di telinga Atah Roy.
“Roy, duit ini bukan hanya untuk kepentingan engkau seorang. Engkau
harus membuka diri sedikit saja untuk membantu keluarga engkau
dan orang kampung. Dengan duit sebanyak itu, dapat engkau gunakan
menyelamatkan orang kampung, sekaligus diri engkau dan keluarga,”
bujuk Ketua Hantu Duit.
“Sesekali Roy, bukan sering engkau berbuat seperti ini. Aku yakin,
orang-orang tidak akan memandang rendah kepada engkau, sebab duit
ini akan engkau gunakan untuk membantu orang-orang kampung.
Orang kampung memerlukan pertolongan engkau, Roy. Tenguklah Usup
Lebam, anaknya sudah 4 bulan sakit dan terbaring di rumah, tanpa
dibawa ke rumah sakit, karena tidak memiliki biaya. Begitu juga Siti
Kasmah, suaminya sudah bertahun-tahun tak balik, sehingga ke 5
anaknya tidak terurus. Banyak lagi orang kampung engkau terbantu
dengan duit yang engkau terima itu. Jangan tunggu lagi Roy, inilah
kesempatan engkau menolong mereka,” Ketua Hantu Duit semakin
genjar merayu Atah Roy.
Air mata Atah Roy mengalir di pipinya. Atah Roy benar-benar tak
mampu membuang bayangan orang-orang terdekatnya yang sedang
dilanda kesusahan di benaknya. Atah Roy pun terkenang kepada Syuib
Lebah yang kakinya digiling mesin sagu 7 bulan lalu dan sampai
sekarang tidak diobati. Pikiran Atah Roy juga berjalan ke masalah
Kasmah dan anak-anaknya, karena suaminya Gani Engkang menghilang
ketika pergi menjaring. Atah Roy betul-betul berada dalam keadaan
yang sangat membingungkan.
Berkali-kali Atah Roy menatap duit di dalam koper itu. Berkali-kali
pula ia membuang muka. Kalau diterima duit ini, maka tanah
kelahirannya dikuasai orang lain dan orang kampung akan teraniaya
sampai ke anak cucu mereka. Kalau tidak diterima, orang kampung
memerlukan bantuan untuk mengatasi masalah yang sedang mereka
hadapi. Atah Roy berada di dua masalah yang sangat
membingungkannya, namun ia harus membuat keputusan, walaupun
keputusan itu nantinya menyakitkan.
“Dengan berat hati, aku harus…,” air mata terus membasahi pipi Atah
Roy.
“Aku tak mau menggadai tanah ini, bawak balik duit kalian ini!” ujar
Atah Roy tegas.
“Masih adakah manusia seperti ini? Ah, mati aku,” suara Ketua Hantu
Duit terdengar lirih.