Anda di halaman 1dari 6

LEMBAR TUGAS MANDIRI

Judul : Tingkat Pencegahan Sesuai Natural History of Disease

Nama : Monica Tanady

NPM : 2106722120

Natural History of Disease mengacu pada perkembangan proses penyakit pada individu dari
waktu ke waktu, tanpa adanya pengobatan. Misalnya, infeksi HIV yang tidak diobati
menyebabkan berbagai macam masalah klinis yang dimulai pada saat serokonversi (HIV
primer) dan berakhir dengan AIDS dan biasanya kematian. Di zaman modern ini, diakui
bahwa mungkin diperlukan 10 tahun atau lebih bagi AIDS untuk berkembang setelah
serokonversi. Kebanyakan penyakit memiliki karakteristik sejarah yang alami walaupun
rentang waktu dan manifestasi spesifik dari suatu penyakit bisa berbeda-beda dari satu
individu ke individu lain (CDC, 2012). Tulisan ini akan membahas secara langsung mengenai
pencegahan suatu penyakit, kelainan, atau bahkan kematian dalam beberapa tahapan.

Idealnya, sebelum orang tertular penyakit harus dilakukan pencegahan terlebih dahulu.
Sehingga program pencegahan (preventif) sering disosialisasikan kepada masyarakat yang
saat ini sehat dalam populasi umum (Donovan dan McDowell, 2017). Pencegahan mengacu
pada intervensi yang dimaksudkan untuk menghentikan sesuatu terjadi. Di dalam pelayanan
kesehatan primer, pencegahan mencakup kebijakan dan tindakan untuk mengurangi insiden
dan/atau prevalensi penyakit, kecacatan, dan kematian dini, untuk mengurangi prevalensi
prekursor penyakit dan faktor risiko dalam populasi, dan, jika tidak ada yang layak, untuk
memperlambat kemajuannya dan mengurangi kecacatan terkait dan dampak sosial. Konsep
ini diklasifikasikan dalam empat tingkatan utama : pencegahan primordial, primer, sekunder,
dan tersier. Pencegahan primordial dan primer berkontribusi paling besar terhadap kesehatan
seluruh populasi, sedangkan pencegahan sekunder dan tersier umumnya difokuskan pada
orang yang sudah memiliki tanda-tanda penyakit (Bonita, 2006).

Primordial prevention terdiri dari tindakan untuk meminimalkan bahaya di masa depan
terhadap kesehatan dengan menghambat penetapan faktor-faktor (lingkungan, ekonomi,
sosial, perilaku, budaya) yang diketahui untuk meningkatkan risiko penyakit (Donovan dan
McDowell, 2017). Contoh pencegahan primordial termasuk perbaikan sanitasi (sehingga
paparan infeksi agen tidak terjadi), membangun komunitas yang sehat, mempromosikan gaya
hidup sehat di masa kanak-kanak (misalnya, melalui program nutrisi prenatal dan mendukung
perkembangan anak usia dini), atau meningkatkan program olahraga di sekolah dalam upaya
membantu mengurangi obesitas pada generasi berikutnya. Umumnya pencegahan primordial
berada tahap populasi, sehingga intervensi dokter tidak terlalu diperlukan. Namun, dokter dan
praktisi lain bisa membantu meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendukung
program-program pencegahan primordial (Donovan dan McDowell, 2017).

Primary prevention berupaya mencegah timbulnya penyakit tertentu melalui pengurangan


risiko dengan mengubah perilaku atau paparan yang dapat menyebabkan penyakit, atau
dengan meningkatkan resistensi terhadap efeknya dari paparan agen penyakit (Donovan dan
McDowell, 2017). Upaya pencegahan primer dapat diarahkan pada seluruh populasi dengan
tujuan mengurangi risiko rata-rata (populasi atau strategi "massa"); atau orang yang berisiko
tinggi sebagai akibat dari pajanan tertentu (individu berisiko tinggi) (Bonita, 2006). Contoh
pencegahan primer meliputi berhenti merokok dan vaksinasi. Fokus utama dari pencegahan
primer ialah mengurangi kejadian penyakit dengan mengatasi faktor risiko penyakit atau
dengan meningkatkan perlawanan. Beberapa pendekatan melibatkan partisipasi aktif, seperti
menyikat gigi secara teratur dan flossing untuk mencegah karies gigi. Pendekatan lain
bersifat pasif, misalnya menambahkan fluoride ke dalam supply air minum untuk
mengeraskan email gigi dan mencegah karies. Pencegahan primer umumnya menargetkan
penyebab spesifik dan faktor risiko penyakit tertentu, tetapi juga dapat bertujuan untuk
mempromosikan perilaku sehat, meningkatkan resistensi terhadap inang, dan menciptakan
lingkungan yang aman yang mengurangi risiko penyakit.

Secondary prevention atau tindakan prevensi sekunder merupakan usaha prevensi yang
bertujuan untuk mengurangi konsekuensi yang serius dari suatu penyakit melalui early
diagnosis dan pengobatan (Bonita, 2006). Prosedur pencegahan ini dapat berupa screening,
seperti mamografi, yang mendeteksi adanya kanker payudara. Pencegahan sekunder terdiri
dari langkah-langkah yang mengupayakan agar individu dan populasi terdeteksi dini dan
mendapatkan intervensi yang efektif. Pencegahan sekunder hanya dapat diterapkan pada
penyakit yang riwayat alamiahnya termasuk periode awal ketika penyakit masih mudah
diidentifikasi dan diobati, sehingga perkembangannya ke tahap yang lebih serius dapat
dihentikan. Terdapat dua syarat utama untuk secondary prevention, yaitu metode yang aman
dan akurat untuk mendeteksi penyakit dan metode intervensi yang efektif.

Tertiary prevention terjadi setelah penyakit atau kecacatan terjadi dan proses pemulihan telah
dimulai. Tujuannya adalah untuk menghentikan proses penyakit atau cedera dan membantu
orang tersebut dalam memperoleh status kesehatan yang optimal (Davidson, 2011).
Pencegahan tersier seringkali sulit dipisahkan dari pengobatan, karena pengobatan penyakit
kronis adalah salah satu tujuan utama pencegahan kambuhnya suatu penyakit. Rehabilitasi
pasien stroke, cedera, kebutaan dan kondisi kronis lainnya sangat penting agar mereka bisa
kembali beraktivitas dan berinteraksi di dalam masyarakat. Pencegahan tersier juga
bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan individu dan keluarga. Hal ini
terutama bermanfaat bagi orang muda yang menderita sakit atau cedera karena bisa
memulihkan kemampuan mereka untuk bekerja dan mencari nafkah.

Secara umum, tingkat pencegahan memiliki keterkaitan erat dengan komunitas dan pelayanan
kesehatan. Di tahap primordial dan tertiary prevention, kontribusi komunitas lebih
diutamakan karena cakupan target yang lebih luas. Selain itu, pencegahan primordial dan
tersier juga tidak terlalu membutuhkan intervensi medis, misalnya pengobatan atau operasi.
Sementara, pencegahan primer dan sekunder lebih membutuhkan intervensi medis, sehingga
umumnya harus ditangani oleh tenaga kesehatan. Pencegahan sekunder membutuhkan
tindakan yang lebih serius. Oleh karena itu, biasanya dilakukan di rumah sakit. Pencegahan
sekunder juga biasanya berhubungan dan dilakukan beririsan dengan pencegahan primer dan
tersier.

Seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya,keempat tingkat pencegahan, yaitu
primordial, primer, sekunder, dan tersier memiliki perannya masing-masing dalam upaya
menciptakan kondisi kesehatan yang lebih baik pada tingkat individu dan masyarakat.
Tingkat pencegahan penyakit dirangkum dalam tabel di bawah ini.
Level Fase Penyakit Tujuan Tindakan Target

Primordial Kondisi finansial, Membangun dan Tindakan yang Penduduk


sosial, dan memelihara menghambat atau
lingkungan kondisi yang munculnya kelompok
meminimalkan tertentu
menyebabkan penyebab
kondisi sehat
terjadinya penyakit
penyakit

Primer Faktor penyebab Menyembuhkan Perlindungan Penduduk


yang spesifik penyakit kesehatan atau
pribadi dan kelompok
komunal, seperti tertentu
meningkatkan yang
status gizi, berisiko
memberikan tinggi
imunisasi.

Sekunder Tahap awal Mengurangi Langkah-langkah Individu


penyakit prevalensi bagi individu dan dengan
penyakit dengan komunitas untuk penyakit
memperpendek mendeteksi dan yang sudah
durasi mengontrol lanjut
penyakit dan
meminimalkan
disabilitas
(misalnya melalui
program
screening).

Tersier Tahap akhir Mengurangi Tindakan yang Pasien atau


penyakit jumlah dan/ ditujukan untuk individu
(rehabilitasi) atau dampak mengurangi dalam masa
komplikasi dampak dari pemulihan
penyakit jangka
panjang dan
disabilitas;
meminimalkan
penderitaan;
memaksimalkan
potensi.
Source : Bonita Ch. 6, 2006

Tingkat pencegahan pun berhubungan erat dengan biaya. Semakin serius suatu kondisi atau
penyakit, pencegahan yang dilakukan pun harus lebih ekstra. Pencegahan yang lebih ekstra
ini membutuhkan tenaga profesional dan sarana prasarana khusus, sehingga biaya yang
dikeluarkan pun umumnya lebih besar. Setelah pencegahan sekunder, umumnya pencegahan
tersier akan memakan biaya yang lebih sedikit. Pencegahan tersier tetap memakan biaya yang
cukup banyak karena membutuhkan tenaga, usaha, dan sarana lebih banyak untuk menangani
orang-orang khusus, yaitu yang menderita penyakit atau kelainan agar bisa kembali
beraktivitas dan tidak kambuh lagi.

Hubungan antara keempat tingkat pencegahan dapat digambarkan dengan jelas melalui
sebuah model workflow. Model pencegahan dapat dirancang untuk kondisi apapun, selama
riwayat alamiah penyakit tersebut kondisinya dapat diketahui dan didokumentasikan. Dengan
demikian, hasil dari tindakan intervensi dapat ditentukan secara tepat, berdasarkan tindakan
intervensi dalam kategori pencegahan masing-masing (primordial, primer, sekunder, dan
tersier).

Source : W. Davidson. 1999. Copyright

Sebagai penutup, dengan mengusahakan promosi kesehatan yang berkualitas, maka biaya
perawatan kesehatan pun akan semakin berkurang. Melalui pencegahan primordial (edukasi
dan promosi), gaya hidup sehat dan berkualitas dapat diterapkan oleh masyarakat luas. Di
samping itu, pencegahan primer, sekunder, dan tersier juga tidak kalah penting. Dengan
kombinasi dari keempat tingkat pencegahan, perkembangan penyakit dan penyebarannya pun
bisa dicegah. Hasilnya, masyarakat pun bisa menikmati kehidupan yang lebih sejahtera dan
sehat.

Referensi
1. Bonita, Ruth; Robert Beaglehole; Tord Kjellstrom. 2006. Basic Epidemiology. 2nd ed.
Geneva: WHO.
2. CDC. 2012. Principles of Epidemiology in Public Health Practice. 3rd ed. US Dept.of
Health and Human Services.
3. Davidson, M., 2011. The Public Health Development Theory of Four Stages of Preven.
Sydney: University of Technology.
4. Donovan, D. and McDowell, I., 2017. AFMC Primer on Population Health. 2nd ed.
Ottawa: The Association of Faculties of Medicine of Canada, Ch. 4, pp.109-111.
5. White, F., 2020. Application of Disease Etiology and Natural History to Prevention in
Primary Health Care: A Discourse. Medical Principles and Practice, [online] 29(6),
pp.501-513. Available at: https://www.karger.com/Article/FullText/508718 [Accessed 12
March 2022].

Anda mungkin juga menyukai