Anda di halaman 1dari 8

LEMBAR TUGAS MANDIRI

Judul : Bentuk Promosi Kesehatan untuk Penyakit Gigi dan Mulut, Konsep Sehat-sakit

Nama : Monica Tanady

NPM : 2106722120

Kesehatan merupakan salah satu hal mendasar yang menjadi ukuran kesejahteraan seorang
manusia. Manusia yang sehat mampu beraktivitas dan mengambil peran di dalam
masyarakat. Sayangnya, pengetahuan mengenai kesehatan belum tentu dimiliki oleh semua
masyarakat, terutama mengenai kesehatan gigi dan mulut. Sehingga, dibutuhkan promosi
kesehatan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat.

A. Bentuk Promosi Kesehatan untuk Penyakit Gigi dan Mulut


Banyak sekali ancaman yang ditimbulkan oleh berbagai non-communicable disease.
Sehingga, kebutuhan untuk memberikan bantuan yang mendesak dan efektif pun
diperlukan di dalam masyarakat. Oleh karena itu, WHO merumuskan strategi global
untuk pencegahan dan pengendalian penyakit, disahkan pada tahun 2000 dalam World
Health Assembly ke-53. (WHO, 2003) Strategi pencegahan diprioritaskan untuk
penyakit-penyakit yang terkait dengan faktor risiko yang umum, dapat dicegah, dan
terkait dengan gaya hidup (diet tidak sehat dan konsumsi tembakau), termasuk
penyakit gigi dan mulut. Strategi yang baik harus mencakup faktor masalah, solusi,
dan hasil. Berikut merupakan gambaran risk factors, risk behaviors, dan outcome dari
usaha pencegahan penyakit mulut.
Strategi yang baik tentu tidak akan berjalan tanpa promosi kesehatan yang memadai.
Penting bagi kita untuk mengetahui bentuk-bentuk promosi kesehatan yang efektif.
Sehingga, strategi yang telah direncanakan dapat menghasilkan outcome yang sesuai.
Dalam tulisan ini, saya akan membahas mengenai promosi kesehatan, terutama
bentuk promosi yang tepat untuk mencegah penyakit gigi dan mulut di dalam
masyarakat.

Promosi kesehatan adalah proses yang memungkinkan orang untuk meningkatkan


kontrol atas kesehatan mereka. Promosi kesehatan bergerak melampaui fokus perilaku
individu terhadap berbagai intervensi sosial dan lingkungan. Promosi harus menjadi
strategi mediasi antara masyarakat dan lingkungan, menganalisis pilihan-pilihan
pribadi masyarakat dan tanggung jawab sosial di bidang kesehatan untuk menciptakan
masa depan yang lebih sehat. (WHO, 1948)

Selain itu, definisi promosi kesehatan juga tercantum dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1114/MENKES /SK/VII /2005 tentang Pedoman Pelaksanaan
Promosi Kesehatan di Daerah, promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan
yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. (Kemenkes, 2011)

Kesehatan gigi dan mulut berkontribusi besar terhadap kesehatan individu dan publik.
Oleh karena itu, promosi kesehatan gigi dan mulut menjadi sangat penting. Promosi
kesehatan gigi dan mulut memiliki berbagai macam bentuk. Hal ini terjadi karena
bentuk promosi harus disesuaikan dengan budaya dan kebiasaan dalam individu atau
masyarakat, kondisi sosial, ekonomi, lingkungan, dan budaya, serta faktor risiko.
Dengan bentuk promosi yang sesuai, strategi promosi dapat direalisasikan dengan
baik. Alhasil, kesehatan gigi dan mulut masyarakat juga meningkat.

Menurut model Ewles dan Simnett, bentuk promosi kesehatan melibatkan lima
pendekatan berbeda. Pendekatan ini mungkin diterapkan dalam berbagai tingkat
pencegahan. Pertama, terdapat bentuk pendekatan medis yang bertujuan untuk
membebaskan pasien dari penyakit. Kedua, perubahan perilaku yang berfokus pada
perilaku individu, misalnya menyarankan perokok agar berhenti merokok. Ketiga,
pendekatan client-centered berfokus pada pasien dan mendorong pemberdayaan
pasien untuk mengubah perilakunya. Umumnya, dalam situasi client-centered,
pasienlah yang menjadi “pemimpin” dalam promosi kesehatan mereka sendiri.
Keempat, promosi yang bersifat mengedukasi akan memberikan pengetahuan kepada
kelompok dan individu, sehingga suatu individu dapat membuat pilihan-pilihan
perilaku dan aktivitas yang berkaitan dengan kesehatan. Terakhir, masyarakat yang
mempromosikan lingkungan yang lebih sehat melalui perubahan sosial. Contohnya
adalah larangan merokok di tempat umum (Ewles dan Simnett, 2003).

Menurut Promkes Kemenkes, promosi kesehatan dapat dilaksanakan dengan strategi


pemberdayaan (pemberian informasi secara berkelanjutan), bina suasana (upaya
menciptakan lingkungan sosial yang mendukung anggota masyarakat untuk
melakukan perilaku yang diperkenalkan), dan advokasi (upaya strategis dan terencana
untuk mendapat komitmen dan dukungan pihak terkait/stakeholders seperti tokoh
masyarakat; upaya menyukseskan pemberdayaan dan bina suasana). Promosi
kesehatan gigi dan mulut dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk, seperti :
1. Penyuluhan : dilakukan dalam rangka mengedukasi masyarakat mengenai
pentingnya kesehatan gigi dan mulut. Penyuluhan akan lebih efektif jika alat
peraga yang interaktif digunakan. Misalnya, penyuluhan mengenai cara
menyikat gigi yang baik dan benar
2. Seminar atau ceramah mengenai kesehatan gigi dan mulut
3. Pemasangan media promosi di media sosial atau area publik
4. Pengadaan bakti sosial kesehatan gigi dan mulut : adanya program screening
atau pengobatan gigi dan mulut yang mudah diakses masyarakat setempat
merupakan salah satu bentuk promosi kesehatan gigi dan mulut.
5. Pemasangan peringatan bahaya merokok di kotak pembungkus rokok di
Indonesia
6. Pengadaan Hari Kesehatan Gigi Nasional (12 September)
7. Pengadaan Hari Kesehatan Gigi Dunia (20 Maret)
8. Hari Tanpa Tembakau Sedunia (31 Mei)

Menurut Daly dalam Essential Dental Public Health, bentuk promosi kesehatan gigi
dan mulut dapat berupa :
1. Pencegahan : bertujuan untuk mengurangi level penyakit. Contohnya
screening untuk mendeteksi oral cancer dan aplikasi material preventif, yaitu
pit and fissure sealant.
2. Behavior change : bertujuan untuk menyadarkan individu agar bertanggung
jawab pada kesehatannya masing-masing dan mengubah kebiasaan hidup
sehat. Pada umumnya, pendekatan dengan cara ini dilakukan oleh seorang
dokter dengan metode konseling,
3. Educational : Pengedukasian merupakan hal yang penting agar individu
memiliki pengetahuan dan memahami cara untuk mendukung informasi
tersebut. Contohnya melaksanakan program pengajaran tentang masalah
kesehatan pada sekolah-sekolah.
4. Empowerment : bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dan prioritas
masing-masing individu, serta mengembangkan rasa percaya diri dan
keterampilan untuk mengatasi masalah ini. Berbeda dengan pendekatan lain,
jika pemberdayaan profesional kesehatan bertindak sebagai fasilitator. Pada
tingkat populasi, individu dituntut untuk lebih terlibat secara aktif dalam
meningkatan kesehatan masyarakat.
5. Social change : berdasarkan faktor sosial lingkungan. Jadi, perubahan yang
ditargetkan menuju kearah faktor lingkungan, fisik, sosial, dan ekonomi untuk
meningkatkan kesehatan. Pendekatan jenis ini membutuhkan kebijakan dan
dukungan pemerintah. Contohnya, menerapkan fluoridasi air untuk air minum.
Kebijakan ini dapat ditetapkan dari kerja sama pemerintah dengan pihak-pihak
tertentu sebagai langkah untuk meningkatkan kesehatan oral.

Bentuk-bentuk promosi yang telah dilakukan selama ini sangat membantu individu
dan masyarakat dalam membangun kesadaran dan menjaga kesehatan oral. Lima
puluh tahun yang lalu, kebanyakan orang dewasa diperkirakan akan mengalami
kehilangan hampir seluruh giginya saat sudah mencapai usia paruh baya. Saat itu,
belum banyak promosi kesehatan yang bersifat preventif. Sehingga, masyarakat hanya
berfokus pada pengobatan. Namun, saat ini, survei terbaru kesehatan gigi orang
dewasa (2009) dan anak (2003) menunjukkan bahwa kesehatan gigi dan mulut secara
keseluruhan terus meningkat, yang sebagian disebabkan oleh peningkatan pendidikan
dan promosi kesehatan mulut.
B. Konsep Sehat-sakit
I. Konsep Sehat
Definisi kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 adalah
“keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial untuk
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomi”. Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, sehat juga merupakan keadaan dari kondisi fisik yang baik, mental
yang baik, dan juga kesejahteraan sosial, tidak hanya merupakan ketiadaan
dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1948). Jika seluruh aspek, yaitu fisik,
mental, sosial, dan spiritual berada dalam kondisi yang baik, kesehatan yang
holistik akan tercapai (Shi, 2004).

Dalam beberapa tahun terakhir,


kesadaran mengenai konsep kesehatan
holistik sangat berkembang, konsep ini
menekankan pengukuran kesehatan
setiap aspek yang membuat seorang
manusia utuh dan lengkap, serta dapat
berfungsi dan beraktivitas normal.
Dengan demikian, pengobatan holistik
berusaha untuk mengobati individu
sebagai manusia seutuhnya (Shi, 2004).

Untuk menentukan sehat atau tidaknya suatu individu atau populasi,


dibutuhkan suatu indikator. Indikator kesehatan adalah ukuran yang
menggambarkan atau menunjukkan status kesehatan sekelompok orang dalam
populasi tertentu, misalnya angka kematian bayi. Indikator -indikator
kesehatan :
1. menurut WHO, indikator kesehatan penduduk harus mengacu pada 4
hal :
a. melihat ada tidaknya kelainan patofisiologis pada seseorang;
b. mengukur kemampuan fisik seseorang kemampuan aerobik
ketahanan, kekuatan, dan kelenturan sesuai dengan umur;
c. penilaian atas kesehatan sendiri;
d. indeks Massa Tubuh (BMI) : BB (kg)/TB (cm).
2. menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1202/MENKES/SK
/VIII/2003 :
a. indikator derajat kesehatan yang merupakan hasil akhir, yang
terdiri atas indikator-indikator mortalitas, morbiditas dan status
gizi;
b. indikator hasil antara, yang terdiri atas indikator keadaan
lingkungan, perilaku hidup masyarakat serta indikator akses
dan pelayanan kesehatan;
c. indikator proses dan masukan, yang terdiri dari indikator
pelayanan kesehatan, sumber daya kesehatan, manajemen
kesehatan dan indikator kontribusi sektor terkait.

II. Konsep Sakit


Penyakit (Disease) digambarkan sebagai entitas patologis bernama yang
didiagnosis melalui tes objektif dan tanda klinis, misalnya kanker dan karies.
Disease dapat disebabkan oleh faktor di luar tubuh (infeksi, atau oleh
faktor-faktor di dalam tubuh diabetes.) Disease ditentukan oleh para
profesional berdasarkan informasi yang dikumpulkan dalam anamnesis dan
melalui investigasi dan tes klinis. Konsep disease dianggap bersifat objektif;
Namun, definisi disease tidak statis dan juga dipengaruhi oleh faktor sosial
dan budaya.

Sakit (Illness) mengacu pada respon subjektif individu untuk menjadi tidak
sehat. Hal ini mengacu pada 'kehilangan kesehatan', bagaimana perasaan orang
tersebut, dan apa pengaruhnya terhadap kehidupan normal sehari-hari (Naidoo
dan Wills 2009). Biasanya dilaporkan dalam bentuk gejala.

Istilah "illness" dan "disease" bukanlah hal yang sama, meskipun sering
digunakan dan diartikan secara sama. Sakit (illness) dikenali melalui persepsi
dan evaluasi seseorang tentang apa yang dirasakan manusia. Misalnya, sebuah
individu mungkin merasakan nyeri, ketidaknyamanan, kelemahan, depresi,
atau kecemasan, tetapi belum tentu mengidap penyakit (disease). Dari
pandangan sosiokultural, manusia menganggap diri sakit ketika mereka
merasa tidak mampu melakukan membentuk tugas atau perannya di dalam
masyarakat (Wolinsky 1988).

Misalnya, karena sakit kepala yang parah, seseorang mungkin merasa tidak
dapat pergi bekerja atau bersekolah. Orang tersebut mungkin meminum obat
pereda nyeri dan istirahat. Jika gejalanya menetap, orang tersebut mungkin
akan mencari bantuan medis profesional. Selama kunjungan awal, dokter
mungkin menemukan tidak ada yang salah secara fisik. Orang tersebut
mungkin masih menderita rasa sakit dan ketidaknyamanan, tetapi belum
dinyatakan sakit. Saat dirujuk ke ahli neurologi, orang tersebut didiagnosis
menderita gangguan kecemasan dan diberikan obat-obatan. Pada ini titik,
orang tersebut dinyatakan sakit. Dengan demikian, penentuan adanya penyakit
harus berdasarkan evaluasi profesional, bukan apa yang dirasakan pasien.

Setelah memahami konsep sehat-sakit, kita dapat mengetahui bagaimana illness dan disease
dapat mengganggu kehidupan manusia. Sehingga, kesehatan yang holistik harus diupayakan
bagi setiap individu dan komunitas. Kesehatan gigi dan mulut pun tidak luput dari kesehatan
holistik. Oleh karena itu, diperlukan berbagai bentuk promosi kesehatan untuk mencegah
penyakit gigi dan mulut. Untuk mencegah penyakit gigi dan mulut, terdapat beberapa bentuk
promosi kesehatan yang dapat dilakukan. Misalnya, penyuluhan, edukasi, dan hari tanpa
tembakau.

Referensi
1. Daly, B., Batchelor, P., Treasure, E. and Watt, R., 2013. Essential dental public health.
2nd ed. Oxford: Oxford University Press.
2. Ewles, L. and Simnett, I., 2003. Promoting Health : A Practical Guide. Edinburgh:
Baillière Tindall.
3. Felton, A., Chapman, A. and Felton, S., 2014. Basic Guide to Oral Health Education
and Promotion. 2nd ed. Chichester, West Sussex, UK: John Wiley & Sons, Ltd.
4. Naidoo, J. and Wills, J., 2009. Foundations for Health Promotion. Oxford: Saunders.
5. WHO.1948.Constitution. World Health Organization, Geneva.
6. Petersen, P., 2003. The World Oral Health Report 2003. Geneva: World Health
Organization.
7. Shi, L. and Singh, D., 2004. Delivering Health Care in America. Boston: Jones and
Bartlett.
8. Sulistyowati, L., 2011. Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
9. Wolinsky, F. D., & Arnold, C. L. (1988). A different perspective on health and health
services utilization. In G. L. Maddox & M. P. Lawton (Eds.), Annual review of
gerontology and geriatrics, Vol. 8. Varieties of aging (pp. 71–101). Springer
Publishing Co.

Anda mungkin juga menyukai