Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MATA KULIAH ILMU PROMOSI KESEHATAN

“MENCIPTAKAN LINGKUNGAN YANG MENDUKUNG KESEHATAN MELALUI


ROLE MODEL”

Disusun oleh:

Kelompok 5

1. Ita Alman Andela (25000321410020)

2. Lelly Kurnia F (25000321410001)

3. Lukas Tersono Adi (25000321410022)

4. Mahmudah Khurotul Aini (25000321410019)

Dosen Pengampu:

Drg. Zahroh Shaluhiyah., M.PH. Ph.D

MAGISTER PROMOSI KESEHATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2021
TEORI

PROMOSI KESEHATAN

A. SEJARAH PROMOSI KESEHATAN


Sebelum istilah promosi kesehatan diperkenalkan, masyarakat lebih
mengenal istilah pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan menurut Green
(1980) adalah “any combination of learning’s experiences designed to facilitate
voluntary adaptations of behavior conducive to health” (kombinasi dari
pengalaman pembelajaran yang didesain untuk memfasilitasi adaptasi perilaku
yang kondusif untuk kesehatan secara sukarela).
Definisi pendidikan kesehatan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan
kesehatan tidak hanya sekedar memberikan informasi pada masyarakat melalui
penyuluhan. Definisi pendidikan kesehatan tersebut menunjukkan bahwa
pengalaman pembelajaran meliputi berbagai macam pengalaman individu yang
harus dipertimbangkan untuk memfasilitasi perubahan perilaku yang diinginkan.
Istilah pendidikan kesehatan tersebut seringkali disalahartikan hanya meliputi
penyuluhan kesehatan saja sehingga istilah tersebut saat ini lebih populer
diperkenalkan dengan istilah promosi kesehatan.
Tahun 1984, World Health Organization (WHO) mengubah istilah
pendidikan kesehatan menjadi promosi kesehatan. Perbedaan kedua istilah
tersebut yaitu pendidikan kesehatan merupakan upaya untuk mengubah
perilaku sedangkan promosi kesehatan selain untuk mengubah perilaku juga
mengubah lingkungan sebagai upaya untuk memfasilitasi ke arah perubahan
perilaku tersebut. Istilah Health Promotion (promosi kesehatan) ini secara resmi
disampaikan pada Konferensi Internasional tentang Health Promotion di
Ottawa, Kanada pada tahun 1986. Pada Konferensi tersebut Health Promotion
didefinisikan sebagai “The process of enabling peoples to increase controls
over, and to improved their health” yaitu proses yang memungkinkan seseorang
untuk mengontrol dan meningkatkan kesehatan. Definisi ini mengandung
pemahaman bahwa upaya promosi kesehatan membutuhkan adanya kegiatan
pemberdayaan masyarakat sebagai cara untuk memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatan baik perorangan maupun masyarakat.
Pada tahun 1994 Indonesia mendapat kunjungan dari Direktur Health
Promotion WHO yaitu Dr. Ilona Kickbush. Kemudian Indonesia ditunjuk sebagai
penyelenggara Konferensi International Health Promotion yang keempat
sehingga Departemen Kesehatan RI berupaya untuk menyamakan konsep dan
prinsip tentang promosi kesehatan serta mengembangkan beberapa daerah
menjadi daerah percontohan. Dengan demikian, penggunaan istilah promosi
kesehatan di Indonesia pada dasarnya mengacu pada perkembangan dunia
internasional. Konsep promosi kesehatan tersebut ternyata juga sesuai dengan
perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia yaitu mengarah pada
paradigma sehat (Nurianti, 2015).
Visi, misi, dan strategi promosi kesehatan di Indonesia sudah sangat yang
jelas sebagai suatu lembaga atau institusi atau suatu program. Melalui visi dan
misi tersebut lembaga atau program memiliki arah dan tujuan yang akan
dicapai. Oleh karena itu, visi promosi kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari
visi pembangunan kesehatan di Indonesia, seperti yang terdapat dalam
Undang-Undang Kesehatan RI No. 36 Tahun 2009, yaitu: “Meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi–tingginya, sebagai
investasi sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi”.
Promosi kesehatan yang menjadi bagian dari program kesehatan
masyarakat di Indonesia harus mampu mewujudkan visi pembangunan
kesehatan di Indonesia, sehingga promosi kesehatan dapat dirumuskan
sebagai “Masyarakat yang mau dan mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatannya”. Adapun visi promosi kesehatan menurut Fitriani (2011), yaitu:
a) Mau (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya
b) Mampu (ability) memelihara dan meningkatkan kesehatannya
c) Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan
kesehatannya.
Memelihara kesehatan artinya mau dan mampu dalam melakukan
pencegahan penyakit serta melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan.
Selain itu, kesehatan perlu ditingkatkan karena derajat kesehatan, baik individu,
kelompok, maupun masyarakat itu bersifat dinamis ‘tidak statis’.
Diperlukan upaya untuk mewujudkan visi promosi kesehatan tersebut agar
masyarakat mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mencapai visi tersebut disebut misi
promosi kesehatan.

B. PENGERTIAN PROMOSI KESEHATAN


Menurut WHO (dalam Fitriani, 2011), promosi kesehatan sebagai “The
process of enabling individuals and communities to increases control over the
determinants of health and there by improve their health” (proses yang
mengupayakan individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan
mereka mengendalikan faktor kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatannya).
Promosi kesehatan merupakan revitalisasi dari pendidikan kesehatan pada
masa yang lalu, di mana dalam konsep promosi kesehatan tidak hanya
merupakan proses penyadaran masyarakat dalam hal pemberian dan
peningkatan pengetahuan dalam bidang kesehatan saja, tetapi juga sebagai
upaya yang mampu menjembatani perubahan perilaku, baik di dalam
masyarakat maupun dalam organisasi dan lingkungannya. Perubahan
lingkungan yang diharapkan dalam kegiatan promosi kesehatan meliputi
lingkungan fisik-nonfisik, sosial-budaya, ekonomi, dan politik. Promosi
kesehatan adalah perpaduan dari berbagai macam dukungan baik pendidikan,
organisasi, kebijakan, dan peraturan perundang-undangan untuk perubahan
lingkungan (Mubarak dkk., 2007).
Promosi kesehatan merupakan istilah yang saat ini banyak digunakan
dalam kesehatan masyarakat dan telah mendapatkan dukungan kebijakan dari
pemerintah dalam melaksanakan kegiatannya. Definisi promosi kesehatan juga
tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/
SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah,
disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah “Upaya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan
kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan
didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan”.
Dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, 1986, promosi kesehatan
didefinisikan sebagai proses yang memungkinkan orang meningkatkan kendali
atas, dan memperbaiki, kesehatan mereka. Untuk mencapai keadaan fisik
mental dan sosial yang lengkap kesejahteraan, individu atau kelompok harus
mampu mengidentifikasi dan mewujudkan aspirasi, memenuhi kebutuhan, dan
mengubah atau mengatasi lingkungan. Oleh karena itu, kesehatan dipandang
sebagai sumber daya untuk kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup.
Kesehatan adalah konsep positif yang menekankan pada sumber daya sosial
dan pribadi, serta kemampuan fisik. Oleh karena itu, promosi kesehatan tidak
hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan, tetapi melampaui gaya hidup
sehat hingga kesejahteraan (WHO, 2016b).
Definisi promosi kesehatan dapat meliputi (Carr et al., 2007) :
1. Aspek psikis, psikologis, sosial, dan kesehatan mental
2. Pencegahan proses penyakit
3. Pengembangan kebugaran tubuh
4. Aktivitas individu, kelompok dan masyarakat
5. Pendidikan yang berhubungan dengan masalah kesehatan
6. Pencapaian potensial kesehatan individu atau komunitas.

C. TUJUAN DAN STRATEGI PROMOSI KESEHATAN


Tujuan promosi kesehatan adalah meningkatkan kemampuan baik individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat agar mampu hidup sehat dan
mengembangkan upaya kesehatan yang bersumber masyarakat serta
terwujudnya lingkungan yang kondusif untuk mendorong terbentuknya
kemampuan tersebut (Notoatmodjo, 2012).
Upaya untuk mewujudkan promosi kesehatan dapat dilakukan melalui
strategi yang baik. Strategi adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan dalam promosi kesehatan sebagai penunjang dari program-
program kesehatan yang lainnya, seperti kesehatan lingkungan, peningkatan
status gizi masyarakat, pemberantasan penyakit menular, pencegahan
penyakit tidak menular, peningkatan kesehatan ibu dan anak, serta pelayanan
kesehatan (Notoatmodjo, 2012).
Berdasarkan Piagam Ottawa (1984), misi promosi kesehatan dapat
dilakukan menggunakan 3 strategi yang dijelaskan sebagai berikut.
1) Advokasi (Advocate)
Kondisi politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, perilaku dan
faktor biologis dapat memengaruhi kesehatan seseorang. Promosi
kesehatan berupaya untuk mengubah kondisi tersebut sehingga menjadi
kondusif untuk kesehatan masyarakat melalui advokasi. Kegiatan advokasi
ini tidak hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan, tetapi juga dapat
dilakukan oleh masyarakat sasaran kepada para pemangku kebijakan dari
berbagai tingkat atau sektor terkait dengan kesehatan. Tujuan kegiatan ini
adalah untuk meyakinkan para pemangku kebijakan bahwa program
kesehatan yang akan dijalankan tersebut penting dan membutuhkan
dukungan kebijakan atau keputusan dari pejabat tersebut.
2) Mediasi (Mediate)
Promosi kesehatan juga mempunyai misi sebagai mediator atau
menjembatani antara sektor kesehatan dengan sektor yang lain sebagai
mitra. Hal ini dikarenakan faktor yang memengaruhi kesehatan tidak hanya
menjadi tanggung jawab sektor kesehatan saja. Promosi kesehatan
membutuhkan upaya bersama dari semua pihak baik dari pemerintah,
sektor kesehatan, sektor ekonomi, lembaga nonprofit, industri, dan media.
Dengan kata lain promosi kesehatan merupakan perekat kemitraan di
bidang pelayanan kesehatan. Kemitraan sangat penting sebab tanpa
kemitraan sektor kesehatan tidak akan mampu menangani masalah
kesehatan yang begitu kompleks dan luas. Promosi kesehatan di sini
bertanggung jawab untuk memediasi berbagai kepentingan berbagai sektor
yang terlibat untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat. Sehingga,
strategi dan program promosi kesehatan harus mempertimbangkan
kebutuhan lokal dan memungkinkan berbagai sektor baik di lingkup
regional, nasional maupun internasional untuk dapat terlibat di dalamnya.
3) Memampukan (Enable)
Promosi kesehatan berfokus pada keadilan dan pemerataan sumber
daya kesehatan untuk semua lapisan masyarakat. Hal ini mencakup
memastikan setiap orang di masyarakat memiliki lingkungan yang kondusif
untuk berperilaku sehat, memiliki akses pada informasi yang dibutuhkan
untuk kesehatannya, dan memiliki keterampilan dalam membuat keputusan
yang dapat meningkatkan status kesehatan mereka. Prinsip promosi
kesehatan di sini adalah masyarakat mampu untuk memiliki kontrol
terhadap determinan yang dapat mempengaruhi kesehatan mereka. Sesuai
dengan visi promosi kesehatan yaitu mau dan mampu memelihara serta
meningkatkan kesehatannya, promosi kesehatan mempunyai misi utama
untuk memampukan masyarakat. Hal ini berarti, dalam kegiatan promosi
kesehatan harus dapat memberikan keterampilan-keterampilan kepada
masyarakat agar mereka mampu mandiri di bidang kesehatan baik secara
langsung atau melalui tokoh-tokoh masyarakat. Telah diketahui bersama
bahwa kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor dari luar kesehatan,
seperti sosial, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Oleh sebab itu,
keterampilan masyarakat di bidang ekonomi (pertanian, peternakan,
perkebunan), pendidikan dan sosial lainnya juga perlu dikembangkan
melalui promosi kesehatan dalam rangka memberdayakan masyarakat di
bidang kesehatan.
Strategi promosi kesehatan menurut WHO (1994) secara global
terdiri dari 3 hal sebagai berikut :
a. Advokasi (Advocacy)
Advokasi merupakan kegiatan membuat keputusan sebagai bentuk
memberikan bantuan kepada masyarakat dari penentu kebijakan dalam
bidang kesehatan maupun sektor lain di luar kesehatan yang mempunyai
pengaruh terhadap masyarakat.
Advokasi adalah upaya untuk meyakinkan orang lain agar
membantu atau mendukung terhadap tujuan yang diinginkan. Dalam
konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para
pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor dan
tingkat sehingga para pejabat tersebut mau mendukung program
kesehatan yang kita inginkan. Dukungan dari para pejabat pembuat
keputusan dapat berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam
bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, surat
instruksi, dan sebagainya.
Kegiatan advokasi memiliki bermacam-macam bentuk, baik formal
maupun informal. Advokasi dalam bentuk formal seperti penyajian atau
presentasi dan seminar tentang usulan program yang diharapkan
mendapat dukungan dari pejabat terkait. Sedangkan kegiatan advokasi
dalam bentuk informal seperti mengunjungi pejabat yang relevan dengan
program yang diusulkan, yang secara tidak langsung bermaksud untuk
meminta dukungan, baik dalam bentuk kebijakan, dan/atau fasilitas lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa advokasi adalah
kegiatan untuk mendapatkan dukungan dari para pejabat baik eksekutif
dan legislatif di berbagai tingkat dan sektor yang terkait dengan masalah
kesehatan.
b. Dukungan Sosial (Social Support)
Promosi kesehatan akan mudah dilakukan jika mendapat dukungan
dari berbagai lapisan yang ada di masyarakat. Dukungan dari
masyarakat dapat berasal dari unsur informal, seperti tokoh agama dan
tokoh adat yang mempunyai pengaruh di masyarakat serta unsur formal,
seperti petugas kesehatan dan pejabat pemerintah.
Tujuan utamanya agar para tokoh masyarakat sebagai perantara
antara sektor kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dan
masyarakat sebagai penerima program kesehatan. Dengan kegiatan
mencari dukungan sosial melalui tokoh masyarakat pada dasarnya
adalah untuk mensosialisasikan program-program kesehatan agar
masyarakat menerima dan mau berpartisipasi terhadap program
tersebut.
Oleh sebab itu, strategi ini juga dapat dikatakan sebagai upaya
membina suasana yang kondusif terhadap kesehatan. Bentuk kegiatan
dukungan sosial ini antara lain: pelatihan-pelatihan tokoh masyarakat,
seminar, lokakarya, bimbingan kepada tokoh masyarakat dan
sebagainya. Dengan demikian, sasaran utama dukungan sosial atau
bina suasana adalah para tokoh masyarakat di berbagai tingkat.

c. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)


Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang
ditujukan kepada masyarakat secara langsung. Tujuan utama
pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (visi promosi
kesehatan). Kegiatan pemberdayaan di masyarakat sering disebut
gerakan masyarakat untuk kesehatan. Bentuk kegiatan pemberdayaan
dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan, antara lain penyuluhan
kesehatan, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam
bentuk koperasi atau pelatihan-pelatihan untuk kemampuan peningkatan
pendapatan keluarga (incomes generating skill). Dengan meningkatkan
kemampuan ekonomi keluarga, akan berdampak terhadap kemampuan
dalam pemeliharaan kesehatan, sebagai contoh yaitu terbentuknya pos
obat desa, terbentuknya dana sehati, berdirinya polindes, dan
sebagainya. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
sasaran pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat itu sendiri.
Strategi dalam melaksanakan upaya promosi kesehatan juga telah
dirumuskan dalam Ottawa Charter ‘Piagam Ottawa’. Dalam Piagam Ottawa
tersebut disebutkan bahwa upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat
dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut :
1) Kebijakan berwawasan kesehatan (Healthy Public Policy)
Kegiatan promosi kesehatan tidak hanya menyangkut kegiatan yang
dilakukan oleh sektor kesehatan. Promosi kesehatan membutuhkan semua
upaya yang ada untuk bermuara ke kesehatan. Dengan kata lain, arah
kebijakan dalam bentuk peraturan, perundangan, maupun surat-surat
keputusan yakni agar selalu berwawasan atau berorientasi kepada
kesehatan masyarakat. Contohnya adalah adanya peraturan atau undang-
undang yang mengatur adanya analisis dampak lingkungan untuk
mendirikan perusahaan, rumah sakit, dan sebagainya. Setiap kebijakan
yang dikeluarkan oleh pejabat publik harus memerhatikan dampaknya
terhadap lingkungan kesehatan masyarakat.
2) Lingkungan yang mendukung (Supporting Environment)
Ditujukan kepada para pengelola tempat umum termasuk pemerintah
kota, agar menyediakan prasarana sarana yang mendukung terciptanya
perilaku sehat bagi masyarakat.
3) Reorientasi Pelayanan Kesehatan (Reorient Health Service)
Selama ini yang menjadi penyedia (provider) pelayanan kesehatan
adalah pemerintah dan swasta sedangkan masyarakat adalah sebagai
pengguna (customers) pelayanan kesehatan. Pemahaman ini harus diubah,
bahwasanya masyarakat tidak sekedar pengguna tetapi bisa sebagai
provider dalam batas-batas tertentu melalui upaya pemberdayaan.
4) Keterampilan Individu (Personnal Skill)
Kesehatan masyarakat akan terwujud apabila kesehatan individu,
keluarga dan kelompok tersebut terwujud.
5) Gerakan Masyarakat (Community Action)
Adanya gerakan-gerakan atau kegiatan-kegiatan di masyarakat yang
mendukung kesehatan agar terwujud perilaku yang kondusif dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.

D. RUANG LINGKUP PROMOSI KESEHATAN


Berdasarkan pelayanan kesehatan dasar : Deklarasi Alma Ata (1978) yang
terkenal dengan visi “Sehat untuk semua tahun 2000” menghasilkan konsep
Pelayanan Kesehatan dasar (Primary Health Care), yang meliputi: Acute
primary care; Health education; Health promotion; Disease surveilance and
monitoring; Community Development.
Sigerist (1945) mengkategorikan upaya-upaya seperti di atas menjadi 4
tingkat pelayanan dan menyebutnya sebagai fungsi kedokteran (Tones and
Green, 2004: 14) :
a. Peningkatan derajat kesehatan (health promotion)
b. Pencegahan penyakit (prevention of disease)
c. Perawatan/pengobatan penyakit (curation of disease)
d. Pemulihan dari sakit (rehabilitation)

E. PERUBAHAN PERILAKU DAN PENDIDIKAN KESEHATAN


Masalah kesehatan masyarakat, termasuk penyakit, ditentukan oleh 2
faktor utama, yaitu faktor perilaku dan non perilaku (fisik, sosial, ekonomi,
politik, dan sebagainya). Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah
faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan indivvidu, kelompok atau
masyarakat (Blum : 1974). Oleh sebab itu, dalam rangka membina dan
meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan
kepada faktor perilaku ini sangat strategis. Intervensi terhadap faktor perilaku
secara garis besar dapat dilakukan melalui dua upaya yang saling
bertentangan. Masing-masing upaya tersebut mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Kedua upaya tersebut dilakukan melalui :
a. Paksaan atau tekanan (Coersion)
Upaya agar masyarakat mengubah perilaku atau mengadopsi
perilaku kesehatan dengan cara-cara tekanan, paksaan atau koersi
(coertion). Upaya ini bisa secara tidak langsung dalam bentuk undang-
undang atau peraturan-peraturan (law enforcement), intruksi-intruksi, dan
secara langsung melalui tekanan-tekanan (fisik atau non fisik), sanksi-
sanksi, dan sebagainya, Pendekatan dengan cara ini biasanya
menimbulkan dampak yang lebih cepat terhadap perubahan perilaku.
Tetapi pada umumnya perubahan perilaku atau perilaku baru ini tidak
langgeng (sustainable), karena perubahan perilaku yang dihasilkan dengan
cara ini tidak didasari oleh pengertian dan kesadaran yang tinggi terhadap
tujuan perilaku tersebut dilaksanakan.
b. Pendidikan (Education)
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada
masyarakat agar mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya didasarkan kepada
pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran. Sehingga
perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama dan menetap. Upaya
pendidikan kesehatan bisa dilakukan dengan cara persuasi, bujukan,
imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran dan
sebagainya, Kelemahan dari pendekatan pendidikan kesehatan ini adalah
dampak yang timbul dari cara ini terhadap perubahan perilaku masyarakat
akan memakan waktu lama.
Promosi kesehatan adalah keempat determinan kesehatan dan
kesejahteraan seperti terlihat dalam model klasik dari Bloom (Forcefield
Paradigm of Health and Wellbeing), yaitu:
1. Lingkungan
2. Perilaku,
3. Pelayanan kesehatan, dan
4. Faktor genetik (atau diperluas menjadi faktor kependudukan).

Sumber : H.L Blum, Planning for Health Human Services Press, N.Y, 1981.

Dalam paradigma ini diungkapkan pula bahwa antara keempat faktor tadi
terjadi saling mempengaruhi. Perilaku mempengaruhi lingkungan dan
lingkungan mempengaruhi perilaku. Faktor pelayanan kesehatan, akan
berperan dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat bila
pelayanan yang disediakan digunakan (perilaku) oleh masyarakat. Faktor
genetik yang tidak menguntungkan akan berkurang resikonya bila seseorang
berada dalam lingkungan yang sehat dan berperilaku sehat. Dengan demikian,
perilaku memainkan peran yang penting bagi kesehatan.

Green mengkategorikan akar-akar perilaku ke dalam 3 kelompok faktor,


yaitu faktor-faktor predisposisi (yang merupakan prasyarat terjadinya perilaku
secara sukarela), pemungkin (enabling, yang memungkinkan faktor predisposisi
yang sudah kondusif menjelma menjadi perilaku), dan faktor penguat
(reinforcing, yang akan memperkuat perilaku atau mengurangi hambatan
psikologis dalam berperilaku yang diinginkan).
Menurut bagan teori Green, diketahui bahwa faktor perilaku kesehatan
ditentukan oleh 3 faktor, yaitu :

1. Faktor predisposisi (predisposing factor), yaitu faktor yang mempermudah


atau mempredisposisi terjadinya perilaku pada diri seseorang atau
masyarakat, antara lain: pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan,
nilai-nilai, tradisi, dsb. Contohnya yaitu seorang ibu mau membawa
anaknya ke posyandu untuk dilakukan penimbangan agar mengetahui
pertumbuhannya. Tanpa adanya pengetahuan, ibu tersebut mungkin tidak
akan membawa anaknya ke posyandu.
2. Faktor pemungkin (enabling factor), yaitu faktor yang memungkinkan atau
yang menfasilitasi perilaku atau tindakan, antara lain: prasarana, sarana,
ketersediaan sdm. Contoh konkritnya, ketersediaan puskesmas,
ketersediaan tong sampah, adanya tempat olah raga, dsb.
3. Faktor penguat (reinforcing factor), yaitu faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku, antara lain: sikap petugas kesehatan,
sikap tokoh masyarakat, dukungan suami, dukungan keluarga, tokoh adat,
tokoh agama, public figure, dsb. Termasuk juga disini undang-undang,
peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang
terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-
kadang bukan hanya perlu pengetahuan, sikap positif dan dukungan
fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh
masyarakat, tokoh agama dan petugas, lebih-lebih para petugas
kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk
memperkuat perilaku tersebut.

Intervensi pendidikan (promosi ) kesehatan hendaknya dimulai dengan


mendiagnosis ketiga faktor penyebab (determinan) tersebut, kemudian
intervensinya juga diarahkan terhadap tiga faktor tersebut. Diagnosis perilaku
ini disebut model “Precede” atau Predisposing, reinforcing dan enabling cause
in educational diagnosis dan evaluation (Green, 1980).
Apabila konsep Blum yang menjelaskan bahwa derajat kesehatan itu
dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu lingkungan perilaku, pelayanan
kesehatan dan keturunan (hereditas), maka promosi kesehatan adalah sebuah
intervensi terhadap faktor perilaku (Konsep Green). Maka kedua konsep
tersebut dapat diilustrasikan seperti pada bagan dibawah ini

Hubungan Status Kesehatan, Perilaku dan Promosi Kesehatan

Sumber : Green, 1991

F. PERAN PROMOSI KESEHATAN DAN PERILAKU


Promosi kesehatan dalam arti pendidikan, secara umum adalah segala
upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu,
kelompok atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan
oleh pelaku pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan ini tersirat unsur-
unsur :
1. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan
pendidik pelaku pendidikan.
2. Proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain).
3. Output (melakukan apa yang diharapkan atau perilaku)
Hasil (output) yang diharapkan dari suatu promosi kesehatan adalah
perilaku kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan yang kondusif.
Apabila konsep Berdasarkan 3 faktor determinan perilaku tersebut,
kegiatan promosi kesehatan sebagai pendekatan perilaku diarahkan kepada 3
faktor tersebut dibawah ini :
a. Kegiatan promosi kesehatan faktor predisposisi
Adalah bentuk pemberian informasi atau pesan kesehatan dan penyuluhan
kesehatan. Tujuan kegiatan ini dimaksudkan untuk meluruskan tradisi-tradisi,
kepercayaan, nilai-nilai, dsb.
b. Kegiatan promosi kesehatan faktor pemungkin (enabling)
Adalah memberdayakan masyarakat melalui pengembangan masyarakat.
Dengan kegiatan ini, diharapkan masyarakat mampu memfasilitasi diri mereka
sendiri untuk berperilaku sehat.
c. Kegiatan promosi kesehatan faktor penguat (reinforcing)
Adalah pelatihan-pelatihan kepada para tokoh masyarakat, baik formal
maupun informal. Kegiatan pelatihan ini mempunyai dua tujuan, yang pertama
agar para tokoh masyarakat tersebut mampu berperilaku contoh (model
perilaku sehat) bagi masyarakat sekitarnya. Kedua, para tokoh masyarakat
tersebut dapat mentransformasikan pengetahuan tentang kesehatan kepada
orang lain atau masyarakat sesuai dengan ketokohan mereka. Misalnya, tokoh
agama dapat menyisipkan pesan-pesan kesehatan dalam khotbah-
khotbahnya. Disamping pelatihan kegiatan promosi juga dapat dilakukan
melalui advokasi terhadap pejabat formal (lurah, camat, bupati, dan
sebagainya) sehingga dapat mengeluarkan surat keputusan, peraturan,
instruksi kepada masyarakat agar berperilaku sehat seperti yang diharapkan
oleh program.

G. TEORI BELAJAR SOSIAL


Teori belajar sosial atau juga terkenal dengan sebutan teori observational
learning, “belajar observational” dengan pengamatan adalah sebuah teori
belajar yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Teori Belajar Sosial berusaha
menjelaskan tingkah laku manusia dari segi interaksi timbal-balik yang
berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkah laku dan lingkungan.

(Sumber : Bandura, 1977)


Teori belajar sosial dari Bandura yang paling luas diteliti adalah efikasi diri
dan penelitian observasi (penelitian modelling).
1. Belajar melalui Observasi
Inti dari belajar observasi adalah modelling. Modelling bukan sekedar
menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan orang model (orang lain),
tetapi modelling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkah
laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus,
melibatkan proses kognitif. Melalui modelling orang memperoleh tingkah
laku baru. Ini dimungkinkan karena adanya memampuan kognitif. Stimuli
berbentuk tingkah laku model ditransformasikan menjadi gambaran mental,
dan yang lebih penting lagi di transformasikan menjadi simbol verbal yang
dapat diingat kembali suatu saat nanti.
a. Modelling Mengubah Tingkah Laku Lama:
Dua dampak modelling terhadap tingkah laku lama : pertama, tingkah
laku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang
sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima
secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk
melakukan tingkah laku yang tidak diterima secara sosial, bergantung
apakah tingkah lakunya
b. Modelling Simbolik.
Dewasa ini sebagian besar tingkah laku berbentuk simbolik. Film dan
televisi menyajikan contoh tingkah laku yang tidak terhitung yang
mungkin mempengaruhi pengamatnya. Sajian itu berpotensi sebagai
sumber model tingkah laku.
c. Modelling Kondisioning.
Modeling dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi
kondisioning klasik vikarius (Vicarious Classical Conditioning). Modelling
semacam ini banyak dipakai untuk mempelajari respon emosional.

2. Faktor-faktor penting dalam Belajar Melalui Observasi


a. Perhatian (Attention).
Subjek harus memperhatikan tingkah laku model untuk dapat
mempelajarinya. Subjek memberi perhatian tertuju kepada nilai, harga
diri, sikap, dan lain-lain yang dimiliki.
b. Mengingat (Retention)
Subjek yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam sistem
ingatannya.
c. Reproduksi gerak (reproduction)
Setelah mengetahui atau mempelajari sesuatu tingkah laku, subjek juga
dapat menunjukkan kemampuannya atau menghasilkan apa yang
disimpan dalam bentuk tingkah laku
3. Motivasi
Motivasi juga penting dalam pemodelan Albert Bandura karena ia
adalah penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu.

H. PROMOSI KESEHATAN MELALUI ROLE MODEL


Promosi kesehatan melalui Role Model adalah menciptakan lingkungan
yang mendukung Kesehatan melalui Role Model. Adapun kegiatannya termasuk
promosi kesehatan faktor penguat (reinforcing). Kegiatan yang dijalankan
berupa :
1. Pelatihan-pelatihan kepada para tokoh masyarakat, baik formal maupun
informal. Kegiatan pelatihan ini mempunyai dua tujuan :
a. Agar para tokoh masyarakat tersebut mampu berperilaku contoh (model
perilaku sehat) bagi masyarakat sekitarnya.
b. Para tokoh masyarakat tersebut dapat mentransformasikan pengetahuan
tentang kesehatan kepada orang lain atau masyarakat sesuai dengan
ketokohan mereka. Misalnya, tokoh agama dapat menyisipkan pesan-
pesan kesehatan dalam khotbah-khotbahnya.
2. Pelatihan kegiatan promosi juga dapat dilakukan melalui advokasi terhadap
pejabat formal (lurah, camat, bupati, dan sebagainya) sehingga dapat
mengeluarkan surat keputusan, peraturan, instruksi kepada masyarakat agar
berperilaku sehat seperti yang diharapkan oleh program.
Dalam melakukan Promosi Kesehatan melalui Role Model terdapat 2
tahapan yaitu tahapan pemilikan (adopsi) dan tahapan pelaksanaan. Tahapan
Pemilikan/Adopsi (Masuknya kesan perilaku ke dalam daya ingat subjek) adalah
tahap yang mempelajari perilaku teladan yang diamati yang dilakukan dengan
pengamatan intensif dan mengesankan. Tahap pelaksanaan adalah dimana
subjek sudah memiliki perilaku yang di contoh tapi belum melaksanakan sebagai
perilakunya sendiri dan pelaksanaan itu dapat terjadi bila ada beberapa faktor
penunjang. Faktor yang menunjang berperilaku adalah faktor pengukuhan baik
yang dialami subjek sendiri maupun yang diperoleh dari pengamatan.
Beberapa Jenis-Peniruan atau modelling
1. Peniruan Langsung
Melihat Iklan, Langsung tertarik dan melakukan
2. Peniruan tak langsung
Mendengar dari orang lain, berita,
3. Peniruan gabungan
Menyaksikan peristiwa dan ingat kata orang
4. Peniruan sesaat/seketika
Diajak orang/kelompok langsung mengikuti
5. Peniruan berkelanjutan
Setelah mengikuti orang lain, melanjutkan perilaku tersebtr secara
sadar.
Dalam melakukan promosi kesehatan melalui role model terdapat
beberapa penerapan modeling yang biasa dilakukan, antara lain :
1. Memusatkan Perhatian pada role model
2. Media pameran role model secara umum melalui:
- Live Models, Participant modeling
- Film Models (Video tape, movies)
- Imagery characters (Kartun, boneka, komik)
3. Karakter role model yang dipilih sebaiknya berpengalaman, popular,
sukses, dikagumi, dsb.
Diantara efek promosi kesehatan melalui modeling adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh perilaku yang belum pernah dilakukan
2. Mengoptimalkan perilaku yang dimiliki tetapi belum dimanfaatkan
3. Menahan perilaku yang tadinya bebas dilakukan
4. Mempermudah timbulnya perilaku

I. KEUTAMAAN PROMOSI KESEHATAN MELALUI ROLE MODEL


Keutamaan promosi kesehatan melalui role model antara lain :
1. Role Model bisa dari diri kita sebagai model bagi orang lain
2. Role Model bisa orang lain yang kita idolakan karena daya tariknya
3. Bagi masyarakat umum ,dengan menggandeng role model dalam promosi
kesehatan menjadikan “kesehatan” yang dipromosikan menjadi pusat
perhatian masyarakat
4. Role Model membantu membangun kepercayaan masyarakat
5. Role Model tidak membutuhkan dana yang besar

J. KELEMAHAN PROMOSI KESEHATAN MELALUI MODELLING


Beberapa kelemahan promosi kesehatan melalui role model antara lain :
1. Sustainable
Sangat tergantung kesan seseorang atau masyarakat yang memilih role
modelnya , jika terjadi perbuatan kontraproduktif akan menyakitkan hati orang
atau masyarakat yang memilihnya
2. Tipe kepemimpinan
Role Model setara pemimpin masyarakat , maka pengaruhnya tergantung
pada tipe kepemimpinan pemimpin/tokoh masyarakat tersebut , jika masih
berkenan di hati masyarakat maka akan memiliki pengaruh positif demikian
sebaliknya akan ditinggalkan pengikutnya jika tidak/kurang berkenan
(Otoritatif, flamboyan).
DAFTAR PUSTAKA

Blum, Henrik L. 1983. Expanding Health Horizons : From a General Systems


Concept of Health to a National Health Policy. Oakland, California : Third Party
Publishing Company.

Green. 1991. Health Promotion Plannning An Educational and Environmental


Approach Second Edition. London. Mayfield Publishing Company

Hulu, T.V., dkk. 2020. Promosi Kesehatan Masyarakat. Yayasan Kita Menulis.

Notoatmodjo, S, 2015, Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan, Jakarta :


Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S, 2010, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi (Edisi Revisi).


Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nurmala, I., dkk. 2018. Promosi Kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press.

Priyoto. 2014. Teori Sikap dan Perilaku dalam Kesehatan Dilengkapi contoh
Kuesioner. Yogyakarta : Nuha Medika

Susilowati, D. 2016. Promosi Kesehatan. Pusdik SDM Kesehatan: Badan


Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Jakarta
Selatan.

Anda mungkin juga menyukai