Anda di halaman 1dari 23

PROMOSI KESEHATAN

BAB I
PENDAHULUAN
1. A. Latar Belakang
Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman merupakan hal yang di
inginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat kerja dan lingkungan organisasi
merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi sosial,mental dan phisik dalam
kehidupan pekerja. Kesehatan suatu lingkungan tempat kerja dapat memberikan pengaruh
yang positif terhadap kesehatan pekerja, seperti peningkatan moral pekerja, penurunan
absensi dan peningkatan produktifitas. Sebaliknya tempat kerja yang kurang sehat atau tidak
sehat (sering terpapar zat yang bahaya mempengaruhi kesehatan) dapat meningkatkan angka
kesakitan dan kecelakaan, rendahnya kualitas kesehatan pekerja, meningkatnya biaya
kesehatan dan banyak lagi dampak negatif lainnya.
Pada umumnya kesehatan tenaga pekerja sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan
pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat pada negara-negara yang sudah maju. Secara
umum bahwa kesehatan dan lingkungan dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi.
Dimana industrilisasi banyak memberikan dampak positif terhadap kesehatan, seperti
meningkatnya penghasilan pekerja, kondisi tempat tinggal yang lebih baik dan meningkatkan
pelayanan, tetapi kegiatan industrilisasi juga memberikan dampak yang tidak baik juga
terhadap kesehatan di tempat kerja dan masyarakat pada umumnya.
Dengan makin meningkatnya perkembangan industri dan perubahan secara global dibidang
pembangunan secara umum di dunia, Indonesia juga melakukan perubahan-perubahan dalam
pembangunan baik dalam bidang tehnologi maupun industri. Dengan adanya perubahan
tersebut maka konsekuensinya terjadi perubahan pola penyakit / kasus-kasus penyakit karena
hubungan dengan pekerjaan. Seperti faktor mekanik (proses kerja, peralatan) , faktor fisik
(panas , Bising, radiasi) dan faktor kimia. Masalah gizi pekerja juga merupakan hal yang
sangat penting yang perlu diperhatikan, stress, penyakit Jantung, tekanan darah tinggi dan
lain-lainnya. Perubahan ini banyak tidak disadari oleh pengelola tempat kerja atau
diremehkan. Atau walaupun mengetahui pendekatan pemecahan masalahnya hanya dari segi
kuratif dan rehabilitatif saja tanpa memperhatikan akan pentingnya promosi dan pencegahan
Promosi kesehatan ini dikembangkan dengan adanya Deklarasi Jakarta hasil dari konferensi
Internasional Promosi Kesehatan di Jakarta bulan juli 1997. Dengan komitmen yang tinggi
Indonesia ikut berperan dalam melakukan kegiatan tersebut terutama melalui program
perilaku hidup bersih yang dilakukan di beberapa tatanan diantaranya adalah tatanan tempat
kerja.
Masih sangat sedikit sekali pekerja dari perusahaan mendapatkan pelayanan kesehatan
keselamatan kerja yang memuaskan, karena banyak para pimpinan perusahaan kurang
menghubungkan antara tempat kerja, kesehatan dan pembangunan. Padahal kita ketahui
bahwa pekerja yang sehat akan menjadikan pekerja yang produktif, yang mana sangat

penting untuk keberhasilan bisnis perusahaan dan pembangunan nasional. Untuk itu promosi
kesehatan di tempat kerja merupakan bagian yang sangat penting di tempat kerja.
STRATEGI DAN KEGIATAN PROMOSI KESEHATAN
STRATEGI DAN KEGIATAN PROMOSI KESEHATAN
A.

Pengertian dan Lingkup Promosi Kesehatan


Dewasa ini promosi kesehatan (health promotion) telah menjadi bidang yang
semakin penting dari tahun ke tahun. Dalam tiga dekade terakhir, telah terjadi
perkembangan yang signifikan dalam hal perhatian dunia mengenai masalah promosi
kesehatan.

Pada

21

November

1986,

World

Health

Organization

(WHO)

menyelenggarakan Konferensi Internasional Pertama bidang Promosi Kesehatan yang


diadakan di Ottawa, Kanada. Konferensi ini dihadiri oleh para ahli kesehatan seluruh
dunia, dan menghasilkan sebuah dokumen penting yang disebut Ottawa Charter (Piagam
Ottawa). Piagam ini menjadi rujukan bagi program promosi kesehatan di tiap negara,
termasuk Indonesia.
Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah proses yang
memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan meningkatkan kesehatan mereka
(Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and to
improve, their health, WHO, 1986). Jadi, tujuan akhir promosi kesehatan adalah
kesadaran di dalam diri orang-orang tentang pentingnya kesehatan bagi mereka
sehingga mereka sendirilah yang akan melakukan usaha-usaha untuk menyehatkan diri
mereka.
Lebih lanjut dokumen itu menjelaskan bahwa untuk mencapai derajat kesehatan
yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, individu atau kelompok harus mampu
mengenal serta mewujudkan aspirasi-aspirasinya untuk memenuhi kebutuhannya dan
agar mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya,
dan sebagainya). Kesehatan adalah sebuah konsep positif yang menitikberatkan sumber
daya pada pribadi dan masyarakat sebagaimana halnya pada kapasitas fisik. Untuk itu,
promosi kesehatan tidak hanya merupakan tanggung jawab dari sektor kesehatan, akan
tetapi jauh melampaui gaya hidup secara sehat untuk kesejahteraan (WHO, 1986).
Penyelenggaraan

promosi

kesehatan

dilakukan

dengan

mengombinasikan

berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan sektor kesehatan belaka, melainkan lewat
kerjasama dan koordinasi segenap unsur dalam masyarakat. Hal ini didasari pemikiran
bahwa promosi kesehatan adalah suatu filosofi umum yang menitikberatkan pada
gagasan bahwa kesehatan yang baik merupakan usaha individu sekaligus kolektif
(Taylor, 2003).

Bagi individu, promosi kesehatan terkait dengan pengembangan program


kebiasaan kesehatan yang baik sejak muda hingga dewasa dan lanjut usia (Taylor, 2003).
Secara kolektif, berbagai sektor, unsur, dan profesi dalam masyarakat seperti praktisi
medis, psikolog, media massa, para pembuat kebijakan publik dan perumus perundangundangan dapat dilibatkan dalam program promosi kesehatan. Praktisi medis dapat
mengajarkan kepada masyarakat mengenai gaya hidup yang sehat dan membantu
mereka memantau atau menangani risiko masalah kesehatan tertentu. Para psikolog
berperan dalam promosi kesehatan lewat pengembangan bentuk-bentuk intervensi
untuk membantu masyarakat memraktikkan perilaku yang sehat dan mengubah
kebiasaan

yang

buruk.

Media

massa

dapat

memberikan

kontribusinya

dengan

menginformasikan kepada masyarakat perilaku-perilaku tertentu yang berisiko terhadap


kesehatan seperti merokok dan mengonsumsi alkohol. Para pembuat kebijakan
melakukan pendekatan secara umum lewat penyediaan informasi-informasi yang
diperlukan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan gaya hidup sehat, serta
penyediaan sarana-sarana dan fasilitas yang diperlukan untuk mengubah kebiasaan
buruk masyarakat. Berikutnya, perumus perundang-undangan dapat menerapkan
aturan-aturan tertentu untuk menurunkan risiko kecelakaan seperti misalnya aturan
penggunaan sabuk pengaman di kendaraan (Taylor, 2003).
Promosi kesehatan mencakup baik kegiatan promosi (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), pengobatan (kuratif), maupun rehabilitasi. Dalam hal ini, orangorang yang sehat maupun mereka yang terkena penyakit, semuanya merupakan sasaran
kegiatan promosi kesehatan. Kemudian, promosi kesehatan dapat dilakukan di berbagai
ruang kehidupan, dalam keluarga, sekolah, tempat kerja, tempat-tempat umum, dan
tentu saja kantor-kantor pelayanan kesehatan.
Dari paparan di atas, tampaklah bahwa lingkup promosi kesehatan bukan sematamata

pendidikan,

penyuluhan,

atau

serangkaian

kampanye

mengenai

masalah

kesehatan. Menurut Kapalawi, pendidikan atau penyuluhan kesehatan memang memiliki


sasaran yang sama, yaitu perubahan perilaku individu atau kelompok untuk peningkatan
derajat kesehatan. Namun sebenarnya keduanya hanya merupakan bagian kecil dari
promosi kesehatan. Promosi kesehatan bersifat lebih luas atau lebih makro lagi dan lebih
menyentuh sisi advokasi pada level pembuat kebijakan di mana promosi kesehatan
berusaha melakukan perubahan pada lingkungan dengan harapan terjadinya perubahan
perilaku yang lebih baik (Kapalawi, 2007). Menurut Green dan Ottoson (dalam Iqi, 2008),
promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan,
organisasi, kebijakan, dan peraturan perundangan untuk perubahan lingkungan dan
perilaku yang menguntungkan kesehatan.
B.

Lingkup promosi kesehatan

Oleh karena itu, lingkup promosi kesehatan dapat disimpulkan sebagai berikut
(Iqi, 2008):
1. Pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada perubahan/perbaikan
perilaku melalui peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan.
2. Pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada pengenalan produk/jasa
melalui kampanye.
3. Upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang tekanannya pada penyebaran
informasi.
4. Upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan.
5. Upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk memengaruhi lingkungan atau
pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan (melalui upaya
legislasi atau pembuatan peraturan, dukungan suasana, dan lain-lain di berbagai
bidang/sektor, sesuai keadaan).
6. Pengorganisasian masyarakat (community organization), pengembangan masyarakat
(community

development),

penggerakan

masyarakat

(social

mobilization),

pemberdayaan masyarakat (community empowerment), dll.


C.

Kegiatan Promosi Kesehatan


Kesehatan memerlukan prasyarat-prasyarat yang terdiri dari berbagai sumber
daya dan kondisi dasar, meliputi perdamaian (peace), perlindungan (shelter), pendidikan
(education), makanan (food), pendapatan (income), ekosistem yang stabil (a stable ecosystem), sumber daya yang berkesinambungan (a sustainable resources), serta
kesetaraan dan keadilan sosial (social justice and equity) (WHO, 1986). Upaya-upaya
peningkatan promosi kesehatan harus memerhatikan semua prasyarat tersebut.
WHO, lewat Konferensi Internasional Pertama tentang Promosi Kesehatan di
Ottawa pada tahun 1986, telah merumuskan sejumlah kegiatan yang dapat dilakukan
oleh setiap negara untuk menyelenggarakan promosi kesehatan. Berikut akan disediakan
terjemahan dari Piagam Ottawa pada bagian yang diberi subjudul Health Promotion
Action Means. Menurut Piagam Ottawa, kegiatan-kegiatan promosi kesehatan berarti:

1. Membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy public policy)


Promosi kesehatan lebih daripada sekadar perawatan kesehatan. Promosi kesehatan
menempatkan kesehatan pada agenda dari pembuat kebijakan di semua sektor pada
semua level, mengarahkan mereka supaya sadar akan konsekuensi kesehatan dari
keputusan mereka dan agar mereka menerima tanggung jawab mereka atas kesehatan.

Kebijakan promosi kesehatan mengombinasikan pendekatan yang berbeda namun


dapat saling mengisi termasuk legislasi, perhitungan fiskal, perpajakan, dan perubahan
organisasi. Ini adalah kegiatan yang terkoordinasi yang membawa kepada kesehatan,
pendapatan, dan kebijakan sosial yang menghasilkan kesamaan yang lebih besar.
Kegiatan terpadu memberikan kontribusi untuk memastikan barang dan jasa yang lebih
aman dan lebih sehat, pelayanan jasa publik yang lebih sehat dan lebih bersih, dan
lingkungan yang lebih menyenangkan.
Kebijakan promosi kesehatan memerlukan identifikasi hambatan untuk diadopsi pada
kebijakan publik di luar sektor kesehatan, serta cara menghilangkannya. Hal ini
dimaksudkan agar dapat membuat pilihan yang lebih sehat dan lebih mudah untuk
pembuat keputusan.
2. Menciptakan lingkungan yang mendukung (create supportive environments)
Masyarakat kita kompleks dan saling berhubungan. Kesehatan tidak dapat dipisahkan
dari tujuan-tujuan lain. Kaitan yang tak terpisahkan antara manusia dan lingkungannya
menjadikan basis untuk sebuah pendekatan sosio-ekologis bagi kesehatan. Prinsip
panduan keseluruhan bagi dunia, bangsa, kawasan, dan komunitas yang serupa, adalah
kebutuhan

untuk

memberi

semangat

pemeliharaan

yang

timbal-balik

untuk

memelihara satu sama lain, komunitas, dan lingkungan alam kita. Konservasi sumber
daya alam di seluruh dunia harus ditekankan sebagai tanggung jawab global.
Perubahan pola hidup, pekerjaan, dan waktu luang memiliki dampak yang signifikan
pada kesehatan. Pekerjaan dan waktu luang harus menjadi sumber kesehatan untuk
manusia. Cara masyarakat mengatur kerja harus dapat membantu menciptakan
masyarakat yang sehat. Promosi kesehatan menciptakan kondisi hidup dan kondisi kerja
yang aman, yang menstimulasi, memuaskan, dan menyenangkan.
Penjajakan sistematis dampak kesehatan dari lingkungan yang berubah pesat.
terutama di daerah teknologi, daerah kerja, produksi energi dan urbanisasi- sangat
esensial dan harus diikuti dengan kegiatan untuk memastikan keuntungan yang positif
bagi kesehatan masyarakat. Perlindungan alam dan lingkungan yang dibangun serta
konservasi dari sumber daya alam harus ditujukan untuk promosi kesehatan apa saja.
3. Memerkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community actions)
Promosi kesehatan bekerja melalui kegiatan komunitas yang konkret dan efisien
dalam

mengatur

prioritas,

membuat

keputusan,

merencanakan

strategi

dan

melaksanakannya untuk mencapai kesehatan yang lebih baik. Inti dari proses ini adalah
memberdayakan komunitas -kepemilikan mereka dan kontrol akan usaha dan nasib
mereka.

Pengembangan komunitas menekankan pengadaan sumber daya manusia dan


material dalam komunitas untuk mengembangkan kemandirian dan dukungan sosial, dan
untuk mengembangkan sistem yang fleksibel untuk memerkuat partisipasi publik dalam
masalah kesehatan. Hal ini memerlukan akses yang penuh serta terus menerus akan
informasi,

memelajari

kesempatan

untuk

kesehatan,

sebagaimana

penggalangan

dukungan.
4. Mengembangkan keterampilan individu (develop personal skills)
Promosi

kesehatan

mendukung

pengembangan

personal

dan

sosial

melalui

penyediaan informasi, pendidikan kesehatan, dan pengembangan keterampilan hidup.


Dengan demikian, hal ini meningkatkan pilihan yang tersedia bagi masyarakat untuk
melatih dalam mengontrol kesehatan dan lingkungan mereka, dan untuk membuat
pilihan yang kondusif bagi kesehatan.
Memungkinkan masyarakat untuk belajar melalui kehidupan dalam menyiapkan diri
mereka untuk semua tingkatannya dan untuk menangani penyakit dan kecelakaan
sangatlah penting. Hal ini harus difasilitasi dalam sekolah, rumah, tempat kerja, dan
semua lingkungan komunitas.
5. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)
Tanggung jawab untuk promosi kesehatan pada pelayanan kesehatan dibagi di antara
individu, kelompok komunitas, profesional kesehatan, institusi pelayanan kesehatan, dan
pemerintah.
Mereka harus bekerja sama melalui suatu sistem perawatan kesehatan yang
berkontribusi untuk pencapaian kesehatan. Peran sektor kesehatan harus bergerak
meningkat pada arah promosi kesehatan, di samping tanggung jawabnya dalam
menyediakan pelayanan klinis dan pengobatan. Pelayanan kesehatan harus memegang
mandat yang meluas yang merupakan hal sensitif dan ia juga harus menghormati
kebutuhan kultural. Mandat ini harus mendukung kebutuhan individu dan komunitas
untuk kehidupan yang lebih sehat, dan membuka saluran antara sektor kesehatan dan
komponen sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan fisik yang lebih luas.
Reorientasi pelayanan kesehatan juga memerlukan perhatian yang kuat untuk
penelitian

kesehatan

sebagaimana

perubahan

pada

pelatihan

dan

pendidikan

profesional. Hal ini harus membawa kepada perubahan sikap dan pengorganisasian
pelayanan kesehatan dengan memfokuskan ulang kepada kebutuhan total dari individu
sebagai manusia seutuhnya.
6. Bergerak ke masa depan (moving into the future)

Kesehatan diciptakan dan dijalani oleh manusia di antara pengaturan dari kehidupan
mereka sehari-hari di mana mereka belajar, bekerja, bermain, dan mencintai. Kesehatan
diciptakan dengan memelihara satu sama lain dengan kemampuan untuk membuat
keputusan dan membuat kontrol terhadap kondisi kehidupan seseorang, dan dengan
memastikan bahwa masyarakat yag didiami seseorang menciptakan kondisi yang
memungkinkan pencapaian kesehatan oleh semua anggotanya.
Merawat,

kebersamaan,

dan

ekologi

adalah

isu-isu

yang

penting

dalam

mengembangkan strategi untuk promosi kesehatan. Untuk itu, semua yang terlibat harus
menjadikan setiap fase perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan promosi
kesehatan serta kesetaraan antara pria dan wanita sebagai acuan utama.
D.

STRATEGI PROMOSI KESEHATAN

1.

Advokasi
Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan kepada masyarakat dengan
membuat keputusan ( Decision makers ) dan penentu kebijakan ( Policy makers ) dalam
bidang kesehatan maupun sektor lain diluar kesehatan yang mempunyai pengaruh
terhadap masyarakat.

Dengan demikian, para pembuat keputusan akan mengadakan

atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan, undang-undang,


instruksi yang diharapkan menguntungkan bagi kesehatan masyarakat umum. Srategi ini
akan berhasil jika sasarannya tepat dan sasaran advokasi ini adalah para pejabat
eksekutif dan legislatif, para pejabat pemerintah, swasta, pengusaha, partai politik dan
organisasi atau LSM dari tingkat pusat sampai daerah. Bentuk dari advokasi berupa
lobbying melalui pendekatan atau pembicaraan-pembicaraan formal atau informal
terhadap para pembuat keputusan, penyajian isu-isu atau masalah-masalah kesehatan
yang mempengarui kesehatan masyarakat setempat, dan seminar-seminar kesehatan. .
( Wahid Iqbal Mubarak, Nurul Chayantin2009 ).
Advokasi Kesehatan, yaitu pendekatan kepada para pimpinan atau pengambil kebijakan
agar dapat memberikan dukungan masksimal, kemudahan perlindungan pada upaya
kesehatan (Depkes 2001). Menurut para ahli retorika Foss dan Foss et. All 1980, Toulmin
1981 (Fatma Saleh 2004), advokasi suatu upaya persuasif yang mencakup kegiatankegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi dan rekomendasi tindak lanjut mngenai
sesuatu.
Organisasi

non

pemerintah

(Ornop)

mendefensisikan

Advokasi

sebagai

upaya

penyadaran kelompok masyarakat marjinal yang sering dilanggar hak-haknya (hukum


dan azasi). Yang dilakukan dengan kampanye guna membentuk opini public dan
pendidikan massa lewat aksi kelas (class action) atau unjuk rasa.
1)

Tujuan Advokasi

Tujuan umum advokasi adalah untuk mendorong dan memperkuat

suatu perubahan

dalam kebijakan, program atau legislasi, dengan memperkuat basis dukungan sebanyak
mungkin.
2)

Fungsi Advokasi

Advokasi berfungsi untuk mempromosikan suatu perubahan dalam kebijakan program


atau peraturan dan mendapatkan dukungan dari pihak-pihak lain.
3)

Persyaratan untuk Advokasi

a)

Dipercaya (Credible), dimana program yang ditwarkan harus dapat meyakinkan

para penentu kebijakan atau pembuat keputusan , oleh karena itu harus didukung
akurasi data dan masalah.
b)

Layak (Feasible), program yang ditawarkan harus mampu dilaksanakan secara

tejhnik prolitik maupun sosial.


c)

Memenuhi Kebutuhan Masyarakat (Relevant)

d)

Penting dan mendesak (Urgent), program yang ditawarkan harus mempunyai

prioritas tinggi
4). Pendekatan kunci Advokasi
a). Melibatkan para pemimpin/ pengambil keputusan
b). Menjalin kemitraan
c). Memobilisasi kelompok peduli.
2.

Kemitraan
Di Indonesia istilah Kemitraan

(partnership) masih relative baru, namun demikian

prakteknya di masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak saman dahulu. Sejak nenek
moyang kita telah mengenal istilah gotong royong yang sebenarnya esensinya
kemitraan.
Robert Davies, ketua eksekutif The Prince of Wales Bussines Leader Forum (NS Hasrat
jaya Ziliwu, 2007) merumuskan, Partnership is a formal cross sector relationship
between individuals, groups or organization who :

Work together to fulfil an obligation or undertake a specific task

Agree in advance what to commint and what to expect

Review the relationship regulary and revise their agreement as necessary,


and

Share both risk and the benefits

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemitraan adalah suatu
kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi
untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada
kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing, tentang peninjauan
kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat,dan saling berbagi baik
dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh.
Dari definisi ini terdapat tiga (3) kata kunci dalam kemitraan, yakni:
a)

Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu

b)

Bersama-sama mencapai tujuan tertentu ( yang disepakati bersama )

c)

Saling menanggung resiko dan keuntungan

Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh WHO pada konfrensi
internasional promosi kesehatan yang keempat di Jakarta pada tahun 1997. Sehubungan
dengan itu perlu dikembangkan upaya kerjasama yang saling memberikan manfaat.
Hubungan kerjasama tersebut akan lebih efektif dan efisien apabila juga didasari dengan
kesetaraan.
Mengingat kemitraan adalah bentuk kerjasama atau aliansi, maka setiap pihak yang
terlibat didalamnya harus ada kerelaan diri untuk bekerjasama dan melepaskan
kepentingan masing-masing, kemudian membangun kepentingan bersama.Oleh karena
itu membangun kemitraan harus didasarkan pada hal-hal berikut:
a)

Kesamaan perhatian (Commont interest) atau kepentingan

b) Saling mempercayai dan menghormati


c)

Tujuan yang jelas dan terukur

d) Kesediaan berkorban baik waktu, tenaga maupun sumber daya yang lain.
2. Prinsip, Landasan dan Langkah Dalam Pengembangan Kemitraan
Dalam membangun Kemitraan ada tiga (3) prinsip kunci yang perlu dipahami oleh
masing-masing anggota kemitraan (NS Hasrat jaya Ziliwu, 2007), yakni :
a)

Equity (Persamaan)

Individu, organisasi atau Individu yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa
duduk sama rendah berdiri sama tinggi.Oleh sebab itu didaam vorum kemitraan asas
demokrasi harus diutamakan, tidak boleh satu anggota memaksakan kehendak kepada
yang lain karena merasa lebih tinggi dan tidak ada dominasi terhadap yang lain.
b) Transparancy (Keterbukaan)
Keterbukaan maksudnya adalah apa yang menjadi kekuatan atau kelebihan atau apa
yang menjadi kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota harus diketahui oleh
anggota lainnya.Demikian pula berbagai sumber daya yang dimiliki oleh anggota yang
Satu harus diketahui oleh anggota yang lain. Bukan untuk menyombongkan yang satu
tehadap yang lainnya, tetapi lebih untuk saling memahami satu dengan yang lain
sehingga tidak ada rasa saling mencurigai.Dengan saling keterbukaan ini akan
menimbulkan rasa saling melengkapi dan saling membantu diantara anggota.
c)

Mutual Benefit ( Saling menguntungkan )

Menguntungkan disini bukan selalu diartikan dengan materi ataupun uang, tetapi lebih
kepada Non materi.Saling menguntungkan disini lebih dilihat dari kebersamaan atau
sinergitas dalam mencapai tujuan bersama.
Tujuh (7) landasan, yaitu : saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi (kaitan dengan
struktur); saling memahami kemampuan masing-masing (kapasitas unit/organisasi);
saling menghubungi secara proaktif (linkage); saling mendekati, bukan hanya secara fisik
tetapi juga pikiran dan perasaan (empati, proximity); saling terbuka, dalam arti
kesediaan untuk dibantu dan membantu (opennes); saling mendorong/mendukung
kegiatan (synergy); dan saling menghargai kenyataan masing-masing (reward).
Enam (6) langkah

pengembangan : penjajagan/persiapan, penyamaan persepsi,

pengaturan peran, komunikasi intensif, melakukan kegiatan, dan melakukan pemantauan


& penilaian.

1. Peran Dinas Kesehatan dalam Pengembangan Kemitraan di Bidang Kesehatan.


Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan, sesuai keadaan, masalah dan potensi
setempat adalah :
a)

Initiator : memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi dan operasionalisasi

Indonesia Sehat.
b)

Motor/dinamisator : sebagai penggerak kemitraan, melalui pertemuan, kegiatan

bersama, dll.
c)

Fasilitator : memfasiltasi, memberi kemudahan sehingga kegiatan kemitraan dapat

berjalan lancar.

d)

Anggota aktif : berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.

e)

Peserta kreatif : sebagai peserta kegiatan kemitraan yang kreatif.

f)

Pemasok input teknis : memberi masukan teknis (program kesehatan).

g)

Dukungan sumber daya : memberi dukungan sumber daya sesuai keadaan,

masalah dan potensi yang ada.

1. Indikator Keberhasilan
a)

Indikator input

Jumlah mitra yang menjadi anggota.


b)

Indikator proses :

Kontribusi mitra dalam jaringan kemitraan, jumlah pertemuan yang diselenggarakan,


jumlah dan jenis kegiatan bersama yang dilakukan, keberlangsungan kemitraan yang
dijalankan.
c)

Indikator output :

Jumlah produk yang dihasilkan, percepatan upaya yang dilakukan, efektivitas dan
efisiensi upaya yang diselenggarakan.
3.

Pemberdayaan Masyarakat ( Empowerment )


Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari
kata power (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan
bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan
dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan,
terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekannkan bahwa
kekuasaan berkaitan dengan

pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan

bahwa kekuasaan sebagai suatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah.
Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi
sosial antara manusia. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan
hubungan kekuasaaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini,
pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang
bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat
tergantung pada dua hal :

1. Bahwa kekuasaan dapat berubah,

Jika

kekuasaan

pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.

tidak

dapat

berubah

2. Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian


kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.
Pemberdayaan (Empowernment) adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari
perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat, utamanya Eropa. Untuk
memahami

konsep

pemberdayaan

secara

tepat

dan

jernih

memerlukan

upaya

pemahaman latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep tersebut telah


begitu meluas diterima dan dipergunakan, mungkin dengan pengertian presepsi yang
berbeda satu dengan yang lain. Penerimaan dan pemakaian konsep tersebut secara
kritikal tentulah meminta kita mengadakan telaah yang sifatnya mendasar dan jernih.
Konsep

pemberdayaan

mulia

Nampak

disekitar

decade

70-an,

dan

kemudian

berkembang terus sepanjang decade 80-an dan sampai decade 90-an atau akhir abad
ke-20 ini. Diperkirakan konsep ini muncul bersamaan dengan aliran-aliran seperti
Eksistensialisme, Phenomelogi, Personalisme, kemudian lebih dekat dengan gelombang
New-Marxisme, freudialisme, aliran-aliran seperti Sturktualisme dan Sosiologi Kritik
Sekolah Frankfurt serta konsep-konsep seperti elit, kekuasaan, anti-astabilishment,
gerakan populasi, anti-struktur, legitimasi, ideology, pembebasn dan konsep civil society
(Pranarka & Moeljarto, 1996).
Istilah

Pemberdayaan

masyarakat

tidak

menganut

pendekatan

mobilisasi

tetapi

partisipatif. Pada pendekatan partisipatif ini, perencana, agents dan masyarakat yang
dijadikan

sasaran

pembangunan

bersama-sama

merancang

dan

memikirkan

pembangunan yang diperlukan oleh masyarakat (Sairin, 2002)


Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kini telah dijadikan sebuah
strategi dalam membawa masyarakat dalam kehidupan sejahtera secara adil dan
merata. Strategi ini cukup efektif memandirikan masyarakat pada berbagai bidang,
sehingga dibutuhkan perhatian yang memadai. Oleh kerena itu, Menteri Kesehatan
Republik

Indonesia

Kabupaten/Kota

Achmad

menggerakkan

Suyudi

mengingstruksikan

masyarakat

melakukan

Pemerintah

upaya-upaya

Daerah

pencegahan

penyakit (http://www.depkes.go.id/ ).
Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika dilakukan melalui program
pendampingan masyarakat (community organizing and defelopment), karena pelibatan
masyarakat sejak perencanaan (planning), pengorganisasian (Organising), pelaksanaan
(Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan (Controlling) program dapat dilakukan
secara maksimal. Upaya ini merupakan inti dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
(Halim, 2000).
Pelibatan masyarakat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen; perencanaan
(Planning), pengorganisasiaa.n (Organising), pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi
atau pengawasan (Controlling) program atau biasa disingkat POAC telah diadopsi untuk

program-program bidang kesehatan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan derajad


kesehatan masyarakat (Notoadmojo, 2003).
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah suatu kegiatan atau proses penganalisaan dan pemahaman system,
penyusunan konsep dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan demi
masa depan yang baik (Notoadmojo, 2003)
Beberapa batasan tentang perencanaan yang penting diketahui :

1. Perencanaan adalah kemampuan untuk memilih suatu kemungkinan yang


tersedia dan yang dipandang paling tepat untuk mencapai tujuan

2. Perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta


kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
demi mas depan yang lebih baik

3. Perencanaan adalah upaya menyusun berbagai keputusan yang bersifat pokok


yang dipandang paling penting dan yang akan dilaksakan menurut urutannya
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan

4. Perencanaan adalah proses menetapkan pengarahan yang resmi dan menetapkan


berbagai hambatan yang dipikirkan dan dalam menjalankan suatu pogram guna
dipakaisebagai pedoman dalam suatu organisasi

5. Perencanaan adalah proses kerja yang terus menerus yang meliputi pengambilan
keputusan yang bersifat pokok dan penting dan yang akan dilaksakan secara
sistematik,

melakukan

perkiraan-perkiraan

dengan

mempergunakan

segala

pengetahuan yang ada tentang masa depan, mengorganosir secara sistematik


segala upaya yang dipandang perlu untuk melaksanakan segala keputusan yang
telah ditetapkan, serta mengukur keberhasilan dalam pelaksanaan segala
keputusan tersebut dengan membandingkan hasil yang dicapai terhadap target
yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan umpan balik yang diterima dan yang
telah disusun secara teratur dan baik
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah pengkordinasian kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan suatu
institusi, guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan mencakup; hal yang
diorganisasikan, proses pengorganisasian dan hasil pengorganisasian (Notoadmojo,
2003).

Peranan fungsi pengorganisasian sangat penting karena apabila fungsi pengorganisasian


telah berhasil dilaksakan, maka berbagai hal yang tercantum dalam suatu rencana
(paln), telah mendapat pengaturan, sehingga siap dilaksakan (Azwar, 1996).
Beberapa batasan tentang pengorganisasian yang penting diketahui ialah:

1. Pengorganisasian adalah pengelompokan berbagai kegiatan yang diperlukan


untuk melaksanakan suatu rencana sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah
ditetapkan dapat dicapai dengan memuaskan.

2. Pengorganisasian adalah pengaturan sejumlah porsonil yang dimilki untuk


memungkinkan tercapainya suatu tujuan yang telah disepakati dengan jalan
mengalokasikan masing-masing fungsi dan tanggung jawab.

3. Pengorganisasian adalah pengkordinansiaan secara sosial bebagai kegiatan dari


sejumlah orang tertentu untuk mencapai tujuan bersama melalui pengaturan
pembagian kerja dan fungsi menurut penjengjangannya secara bertanggung
jawab.

1. Pelaksanaan (Actuating)
Setelah perencanaan (Planning) dan pengorganisasian (Organizing) selesai dilakukan,
mak selanjutnya selanjutnya yang akan ditempuh adalah pelaksanaan (Actuating).
Tahapan pelaksanaan ini tidak mudah karena dalam melaksanakan aktivitas yang
dimaksud, memerlukan suatu keterampilan khusus (Azwar, 2003).
Dalam pelaksanaan suatu rencana, seorang administrator dan ataupun menejer, perlu
menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan yang jika disederhanakan dapat
dibedakan atas enam macam, yakni:

1. Pengetahuan dan keterampilan motivasi (motivation)


2. Pengetahuan dan keterampilan komunikasi (communication)
3. Pengetahuan dan keterampilan kepemimpinan (leadership)
4. Pengetahuan dan keterampilan pengarahan (directing)
5. Pengetahuan dan keterampilan pengawasan (controlling)
6. Pengetahuan dan keterampilan supervise (supervition)

Pada tahapan ini keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan Karena masyarakat potensi
yang siknifikanyang bias menggerakkan program. Di sisi lain,jika masyarakat tidak
dilibatkan maka mereka akan apatis bahkan menghambat program yang dikembangkan.

1. Pengawasan (Conrolling)
Fungsi

majemen

yang

tidak

kalah

pentingnya

adala

pengawasan

(controlling).

Perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan yang tidak diikuti pengawasan maka


niscaya akan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pokok dan fungsi
pengawasan adalah agar kegiatan-kegiatan dan orang-orang yang melakukan kegiatan
yang telah direncanakan tersebut dapat berjalan dengan baik.
Masyarakat dalam konteks pengawasan memiliki posisi strategis. Masyarakat adalah
massa yang bias melakukan pengawasan yang ketat sekaligus yang bias mendukung
kegiatan secara meyakinkan. Dalam era transisi selama ini, masyarakat adalah
pengawas yangpaling diharapkan.
Pengawasan

adalah

suatu

proses

untuk

mengukur

penampilan

kegiatan

atau

pelaksanaan kegiatan suatu program yang selanjutnya memberikan pengarahanpengarahan sehingga tujuanyang telah ditetapkan dapat tercapai. Agar pengawasan
dapat berjalan dengan baik, sekurang-kurangnya tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni;
obyek pengawasan, metode pengawasan, dan proses pengawasan.
Pemberdayaan masyarakat merupakan issu strategis dalam upaya kesehatan, namun
pelaksanaan belum seprti yang diharapkan. Oleh karena itu, salah satu poin dalam visi
pelaksanaan pembangunan kesehatan kita adalah mendorong kemandirian masyarakat
untuk hidup sehat, dengan pertimbangan bahwa kesehatan adalah tanggungjawab
bersama setiap individu, masyarakat, pemerintah, dan swasta. Apapun peran yang
dijalankan oleh perintah, tanpa kesadaran individu dan masyarakat untuk secara mandiri
menjaga kesehatan mereka, hanya sedikit yang akan dicapai. Perilaku sehat dan
kemampuan untuk memilih atau memanfaatkan pelayanan kesehatan yang bermutu
sangat menentukan dalam pembangunan kesehatan. Oleh Karena itu salah satu upaya
kesehatan pokok atau misi sector kesehatan adalah mendorong kemandirian masyarakat
untuk hidup sehat (Depkes RI, 1999).
Dalam bidang kesehatan, Pelaksanaan Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu
upaya meningkatkan kemampuan masyarakat guna mengangkat harkat hidup, martabat
dan derajat kesejahteraan, dan meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyrakat
agar dapat mengembangkan diri dan memperkuat sumber daya yang dimiliki untuk
mencapai kemajuan (Leksono, 2004).

Dalam

pelaksanaan

kesehatan,

perlu

program-program

diperhatikan

pemberdayaan

karakteristik

masyarakat

masyarakat

setempat

dalam
yang

bidang
dapat

dikelompokkan sebagai nerikut :

1. Masyarakat Pembina (Carring community)


Yaitu, masyarakat yang peduli keseatan, misalnya; LSM kesehatan, Organisasi Profesi
yang bergerak dibidang kesehatan.

1. Masyarakat Setara (Coping Community)


Yaitu masyarakat yang karena kondisinya kurang memadai sehinnga tidak dapat
memelihara kesehatannya. Misalnya seorang ibu sadar akan pentingnya pemeriksaan
diri, tetapi karena keterbatasan ekonomi dan tidak adanya transportasi sehingga si ibu
tidak pergi kesarana pelayanan kesehatan.

1. Masyarakat Pemuda ( Crisis Response Community)


Yaitu masyarakat yang tidak tahu akan pentingnya kesehatan dan belum didukung oleh
fasilitas yang tersedia. Misalnya, masyarakat yang berdomisili di lingkungan kumuh dan
daerah terpencil (Soekanto, 2002)
Program

pemberdayaan

masyarakat

pada

bidang

kesehatan

kini

telah

banyak

dikembangkan, baik oleh pemerintah maupun swasta terutama olek LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat). Pembangunan Indonesia Sehat 2010,yakni pengutamaan upayaupaya promotif dan preventif. Pendekatan promosi kesehatan inovatif, berbasis trias
epidemiologi dan proses psikologis komunikatif guna menyadarkan dan memotivasi
masyarakat untuk mampu hidup sehat dan menghindari deritan disability serta ancaman
kematian (Ngatimin, 2003)
2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat

1. Pemerdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah


atau tidak beruntung (Jim Ife, 1995 dalam Edi Suharto, 2006).

2. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat
untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi
terhadap,

kejadian-kejadian

kehidupannya.

serta

Pemberdayaan

lembaga-lembaga

menekankan

bahwa

yang
orang

mempengaruhi
memperoleh

keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi


kehidupannya dan kehidupan orang lain yang cukup untuk mempengaruhi

kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Persons,


1994 dalam Edi Suharto 2006).

3. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui


pengubahan struktur social (Edi Suharto 2006).

4. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan

mana rakyat,

organisasi, dan

komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya


(Rappaport, 1984).
3. Kelompok Lemah dan Ketidakberdayaan
Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya
kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya
persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh
struktur social yang tidak adil). Guna melengkapi pemahaman mengenai pemberdayaan
perlu

diketahui

konsep

mengeni

kelompok

lemah

dan

ketidakberdayaan

yang

dialaminya. Beberapa kelompok yang dapat dikategorikan sebagai kelompok lemah atau
tidak berdaya meliputi : (Edi Suharto, 2006).

1. Kelompok lemah secara structural, baik lemah secara kelas, gender, maupun
etnis.

2. Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja, penyandang


cacat, gay dan lesbian, masyarakat terasing.

3. Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami masalah pribadi
dan/ atau keluarga.
Kelompok-kelompok tertentu yang mengalami diskriminasi dalam suatu masyarakat,
seperti masyarakat kelas social ekonomi rendah, kelompok minoritas etnis, wanita,
populasi lanjut usia, serta para penyandang cacat, adalah orang-orang yang mengalami
ketidakberdayaan. Keadaan dan perilaku mereka yang berbeda dari keumuman
kerapkali dipandang sebagai deviant (penyimpang). Mereka seringkali kurang dihargai
dan bahkan dicap sebagai orang yang malas, lemah yang disebabkan oleh dirinya
sendiri. Padahal ketidakberdayaan mereka seringkali merupakan akibat dari adanya
kekurangadilan dan diskriminasi dalam aspek-aspek kehidupan tertentu.
Menurut Berger dan Nenhaus dan Nisbet (Edi Suharto, 2006), struktur-struktur
penghubung (mediating structures) yang memungkinkan kelompok-kelompok lemah
mengekspresikan aspirasi dan menunjukkan kemampuannya terhadap lingkungan social
yang lebih luas, kini cenderung melemah. Munculnya industrialisasi yang melahirkan
spesialisasi kerja dan pekerjaan mobile telah melemahkan lembaga-lembaga yang dapat

berperang sebagai struktur penghubung antara kelompok masyarakat lemah dengan


masyarakat luas. Organisasi-organisasi sosial, lembaga-lembaga keagamaan (mesjid,
gereja), dan lembaga keluarga yang secara tradisional merupakan lembaga alamiah
yang dapat member dukungan dan bantuan informal, pemecahan masalah dan
pemenuhan kebutuhan para anggotanya, cenderung semakin melemah peranannya.
Oleh karena itu, seringkali sistem ekonomi yang diwujudkan dalam berbagai bentuk
pembangunan proyek-proyek fisik, selain di satu pihak mampu meningkatkan kualitas
hidup sekelompok orang, jnuga tidak jarang malah semakin meminggirkan kelompokkelompok tertentu dalam masyarakat.
Ketidakberdayaan merupakan hasil dari pembentukan interaksi terus menerus antara
individu dan lingkungannya yang meliputi kombinasi antara sikap penyalahan diri sendiri,
perasaan yang tidak dipercaya, keterasingan dari sumber-sumber sosial dengan
perasaan tidak mampu dalam perjuangan. Ketidakberdayaan dapat bersumber dari
faktor internal maupun eksternal. ketidakberdayaan dapat berasal dari penilaian diri
yang negative, interaksi negative dengan lingkungan yang lebih besar ( Edi Suharto,
2006).

1. Penilaian diri yang negative. Ketidakberdayaan dapat berasal dari adanya sikap
penilaian negative yang ada pada diri seseorang yang terbentuk akibat adanya
penilaian negative dari orang lain. Misalnya wanita atau kelompok minoritas
merasa tidak berdaya karena mereka telah disosialisasikan untuk melihat diri
mereka sendiri sebagai orang yang tidak memiliki kekuasaan tidak setara dalam
masyarakat.

2. Interaksi negative dengan orang lain. Ketidakberdayaan dapat bersumber dari


pengalaman negative dalam interaksi antara korban yang tertindas dengan
system di luar mereka yang menindasnya. Sebagai contoh, wanita atau kelompok
minoritas seringkali mengalami pengalaman negative dengan

masyarakat di

sekitarnya. Pengalaman pahit ini kemudian menimbulkan perasaan tidak berdaya,


misalnya rendah diri, merasa tidak mampu, merasa tidak patut bergabung
dengan organisasi social dimana mereka berada.

3. Lingkungan yang lebih luas dapat menghambat peran dan tindakan kelompok
tertentu. Situasi ini dapat mengakibatkan tidak berdayanya kelompok yang
tertindas tersebut dalam mengekspresikan atau menjangkau kesempatankesempatan yang ada di masyarakat. Misalnya kebijakan
terhadap

kelompok

pendidikan.
4. Indikator Keberdayaan

gay

atau

lesbian

dalam

yang diskriminatif

memperoleh

pekerjaan

dan

Menurut Kieffer (1981), pemberdayaan mencakup tiga dimensi yang meliputi kompetensi
kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif. Parsons (1994) juga
mengajukan tiga dimensi pemberdayaan yang merujuk pada : (Edi Suharto, 2006)

1. Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang


kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan social yang lebih besar.

2. Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan
mampu mengendalikan diri dan orang lain.

3. Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan social, yang dimulai dari
pendidikan dan politisasi orang-orang lemah dan kemudian melibatkan upayaupaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan
mengubah struktur-struktur yang masih menekan (Parsons,1994).
5. Konsep Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)
a. Konsep Masyarakat
Terdapat dua kelompok teori, yaitu : a). Kelompok teori dengan perspektif sistem ekologi,
b). Kelompok teori dngan perspektif system social. Perspektif sistem ekologi mengarah
pada penjelasan tentang masyarakat sebagai kesatuan individu yang tinggal pada
wilayah geografis tertentu. Oleh karena itu , fokus penjelasan persfektif sistem ekologi
meliputi : besar masyarakat, kepadatan, keanekaragaman, lingkungan fisik, organisasi
dan struktur sosial, serta tehnologi yang digunakan masyarakat. Adapun persfektif sistim
sosial menjelaskan tentang sistim pengorganisasian dalam masyarakat, menggali
interaksi antara subsistem dalam masyarakat (yang meliputi aspek ekonomi, politik),
secara horizontal didalam masyarakat, secara vertikal dengan masyarakat yang lain,
dengan masyarakat yang lebih besar .
Pemberdayaan masyarakat telah menjadi arus utama dalam model pembangunan
dibanyak

Negara

dan

masyarakat.

Berdasarkan

telaah

tentang

model-model

pembangunan yang dialami banyak Negara termasuk Indonesia, terdapat 6 pendekatan


utama pembangunan, yaitu pendekatan pertumbuhan, pendekatan pertumbuhan dan
pmerataan, paradigma ketergantungan, tata ekonomi internasional baru, pendekatan
kebutuhan pokok, dan pendekatan kemandirian. (Notoatmodjo, 2005).
Berbagai pendekatan pembangunan diatas, selain menunjukkan adanya hasil-hasil
tertentu, tetapi ternyata juga masih ada keterbatasan. Apalagi bahwa jika ditelaah
terdapat berbagai sumber keterbelakangan, yang tidak mudah untuk dinyatakan apakah
factor tersebut sebagai hasil, sebagai penyebab,atau variable antara. Meskipun demikian
, bias dikatakan terdapat paling tidak 6 sumber keterbelakangan masyarakat, yaitu :1)
Kebodohan, 2) Kekakuan tradisi, 3) Penduduk yang tidak terampil, 4) Konsumtif, 5) tidak

mampu

alih

teknologi/waralaba,

dan

salah

penempatan/penggunaan

dibawah

kemampuan. Dalam negara yang sedang berkembang terdapat siklus keadaan yang
merupakan suatu lingkaran yang tidak berujung yang menghambat perkembangan
masyarakat secara keseluruhan. Secara sederhana lingkaran tersebut terdiri dari
keadaan

sosial

ekonomi

rendah

yang

mengakibatkan

ketidakmampuan

dan

ketidaktahuan, yang secara otomatis mengakibatkan produktifitas juga ikut rendah. Dan
selanjutnya juga membuat keadaan sosial ekonomi semakin rendah dan seterusnya.
(Notoatmodjo, 2005).
Dalam masyarakat itu sendiri sebenarnya terdapat suatu dinamika yang membuat
mereka mampu bertahan dalam keadaan yang sulit dan hal itu sebenarnya merupakan
potensi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Sampai seberapa
jauh potensi ini berkembang dapat terlihat dari keadaan perkembangan masyarakat itu
sendiri. Pada masyarakat yang sudah berkembang maka hal ini menunjukkan bahwa
mereka telah dapat memanfaatkan potensi yang mereka miliki, sedangkan pada
masyarakat yang belum berkembang berarti mereka belum banyak memanfaatkan
potensi yang mereka miliki.
Secara sederhana dinamika masyarakat ini dapat digambarkan sebagai sebuah piringan
berputar. Kecepatan tertentu akan membuat pringan tersebut bergerak naik dan
kecepatan di bawah batas tertentu akan membuat pringan tersebut bergerak naik dan
kecepatan di bawah batas tertentu akan membuat piringan tersebut bergerak turun.
Proses pengembangan masyarakat merupakan usaha untuk memberikan percepatan
kepada piringan tersebut agar bergerak naik. Dari perumpamaan secara sederhana
tersebut dapat dibayangkan bahwa gerakan naik akan terjadi jika daya putar piringan
tersebut ditingkatkan atau diberi daya dari luar pada saat dan dengan cara yang tepat.
Dan jelaslah pula kiranya bahwa proses pengembangan masyarakat harus bertitik tolak
dari dinamika yang sudah dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, setiap
usaha yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan dinamika masyarakat,
hendaknya menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
a)

Ciptakan kondisi agar potensi setempat dapat dikembangkan dan dimanfaatkan.

Potensi

ini

serigkali

tidak

dapat

digunakan

untuk

meningkatkan

taraf

hidup

masyarakatkarena adanya berbagai hambatan. Diperlukan kemampuan mengenal


hambatan-hambatan ini untuk selanjutnya bersama masyarakat menciptakan suatu
kondisi agar potensi yang sudah ada dapat dimanfaatkan untuk peningkatan taraf hidup.
b)

Pertinggi mutu potensi yang ada. Tergalinya potensi setempat harus diikuti dengan

peningkatan mutu agar dapat diperoleh manfaat yang optimal. Ini dapat dilakukan
dengan jalan mengikutsertakan masyarakat setempat sejak awal kegiatan hingga
pelaksanaan dan perluasan kegiatan, dengan mengadakan kegiatan pendidikan non
formal.

c)

Usahakan kelangsungan kegiatan yang sudah ada. Terjemahanya kegiatan sebagai

wujud pemanfaatan potensi yang ada bukanlah suatu tujuan akhir. Harus diusahakan
agar kegiatan tersebut tidak berhenti di sana saja tetapi diikuti dengan kegiatan lain
sebagai hasil daya cipta masyarakat. Untuk itu maka setiap kegiatan harus menimbulkan
kepuasan agar timbul gairah dan daya cipta; harus dipilih kegiatan-kegiatan yang
mempunyai kelanjutan; serta diadakan latihan untuk pembentukan kader dan diikuti
dengan usaha meningkatkan keterampilannya.
d)

Tingkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Tujuan akhir daripada

usaha

meningkatkan

dinamika

masyarakat

adalah

agar

sebagai

hasil

proses

pengembangan dapat ditingkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.


b. Persiapan Sosial
Kehidupan masyarakat desa yang tidak mempunyai media massa cenderung tidak
menyadari waktu. Karena itu dalam masyarakat yang terisolir pengetahuan merupakan
kekuatan dalam arti orang yang berumur dianggap orang yang berpengetahuan
sehingga orang tersebut mendapatkan semacam kekuasaan karena merekalah yang
mengetahui hal-hal yang sakral, serta norma-norma yang sudah merupakan hukum.
Dalam masarakat demikian maka komunikasi terutama berfungsi untuk menyimpan dan
meneruskan pengetahuan pada generasi berikutnya.
Bila alat-alat media massa masuk ke desa maka akan terjadi revolusi yaitu revolusi
konsep-konsep mengenai kehidupan, idea dan revolusi masyarakat itu sebagai sistem.
Komunikasi

merupakan

suatu

proses

pemberian

idea

ataupun

kebutuhan

dari

sikomunikator kepada sipenerima. Dalam komunikasi massa yang terjadi hanya


komunikasi satu arah karena sipenerima tidak bisa memberikan umpan balik secara
langsung sehingga tidak ada dialog. Dalam hal ini perlu sekali diperhatikan oleh
komunikator apa-apa yang harus disampaikan yang kira-kira sesuai dengan keinginan
penerima.Agar suatu program dapat berjalan dengan baik, persiapan-persiapan yang
harus dilakukan bukan hanya pada aspek-aspek teknis program itu sendiri seperti
misalnya biaya dan material yang diperlukan tetapi juga harus ikut dipersiapkan
lingkungan masyarakat dimana program itu akan dilaksanakan.
Tujuan dari persiapan sosial ini adalah agar masyarakat ikut berpatisipasi secara aktif
sejak awal kegiatan hingga fase pelaksanaan dan pembinaan program. Dalam persiapan
sosial ini, ada tiga tahap yang harus dilalui, yaitu:1). Tahap pengenalan masyarakat, 2).
tahap pengenalan masalah, dan 3). Tahap penyadaran masyarakat. Dalam pelaksanaan
ketiga tahapan tersebut, bukanlah merupakan tahap-tahap yang secara tegas terpisah
satu sama lain, tetapi merupakan tahap yang saling tumpang tindih (over lapping).
c. Partisipasi dan Peranan Organisasi Lokal

Partisipasi yang bertanggung jawab sebaiknya dimiliki setiap organisasi lokal. Partisipasi
dapat dicapai bila mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan dari kegiatan yang
dilakukan.Dengan sendiriya dibutuhkan pembagian tugas pada masing-masing anggota
dalam organisasi tersebut. Setiap organisasi lokal memiliki massa, memiliki pimpinan
dan program. Setelah dapat memberikan motivasi kepada pimpinan, serta memiliki
program yang sesuai dengan kondisi masyarakat setempat, maka dapatlah dilakukan
penggerakan massa berdasarkan program tersebut. Pemberian tanggung jawab penuh
pada organisasi lokal sangat penting dalam rangka partisipasi masyarakat dalam suatu
program berupa pemberian fasilitas fisik seperti pemanfaatan ruang untuk pertemuan,
alat-alat transportasi, pemondokan, dan sebagainya. Serta pemberian fasilitas non fisik
seperti mekanisme kontrol, dukungan moral,

bantuan tenaga dan pikiran, dan

sebagainya.

Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/promosi kesehatan, diakses tanggal 25 September 2008
Iqi, Iqbal, 2008, Promosi Kesehatan, dalam http://iqbal-iqi.blogspot.com, diakses tanggal 15
Oktober 2008.
Kapalawi,

Irwandi,

2007,

Tantangan

Bidang

Promosi

Kesehatan

Dewasa

Irwandykapalawi.wordpress.com, diakses tanggal 25 September 2008.

Ini,

dalam

Tawi, Mirzal, 2008, Pemberdayaan Masyarakat dalam Promosi Kesehatan, diambil dari
http://syehaceh.wordpress.com/2008/05/13/pemberdayaan-masyarakat-dalam-promkes,
diakses tanggal 15 Oktober 2008
Taylor, Shelley E., 2003, Health Psychology, 5th edition, New York: McGraw Hill.
WHO,

1986,

The

Ottawa

Charter

for

Health

Promotion,

Geneva:

WHO,

dari

http://www.who.int/health promotion/conferences/previous/ottawa/en/, diakses tanggal


25 September 2008.
WHO, 1998, Health Promotion Glossary, Geneva: WHO

Anda mungkin juga menyukai