Anda di halaman 1dari 5

Sejak kemarin malam, saat dan setelah mengikuti kebaktian keluarga (Perpulungen Jabu-Jabu) Gabungan

Rayon Nazaret dan Yerusalem, aku berjanji pada diriku sendiri untuk mengikuti kembali Doa Pagi di gereja.
Hari ini (11 Mei 2019), kutekadkan dan kuikuti kembali kegiatan Doa Pagi di GBKP Majelis Ciledug, yang
pernah aku aktif, kemudian aku tinggalkan lebih dari 8 tahun. Aku bangun pada pukul 5:25 wib. Kemudian,
bersiap-siap dan berangkat ke gereja dengan berjalan kaki selama 18 menit.
Sesampai di gereja, aku masuk dan berjalan ke ruangan dalam, kemudian mengucap Syalom dan dijawab
abang Pt. Sinulingga yang sudah lebih dulu sampai. Setelahnya, hadir satu demi satu sampai berkumpul 10
orang. Kami semua adalah, Pnt. Ika Media Pelawi, Pnt. Em. Kasman Purba, Pnt. Jhoni Sinulingga, Ev. Jusup
Tarigan, Dkn. Em. Nurlan br. Bangun, Dkn. Meiwana br Sinisuka, Lydia br. Sembiring, Ruliati br
Sembiring, Serasi Ginting, dan Riswan E. Tarigan.
Aku pernah meninggalkan gereja. Namun, Tuhan tidak pernah meninggalkan aku. Kini aku kembali bersujud
dihadapan Tuhanku, untuk memulai hidup yang baru di dalam kasih-Nya yang tidak pernah berkesudahan.
Aku belajar arti hidupku. Aku berdamai dengan masa laluku. Aku memaafkan diriku sendiri.
Aku harus bijak dalam bersikap. Bukan aku saja yang memiliki persoalan hidup. Orang lain pun demikian.
Tidak perlu merasa malu atau rendah diri karena mengalami suatu hal tidak seperti yang kita mau. Namun,
aku harus meletakkan semua persoalan hidupku ke dalam tangan Tuhan yang penuh Kasih. Dialah yang
menolong dan menopangku saat aku tersungkur. Ia tetap setia ketika aku berniat melanjutkan hidupku. Roh
Kudus yang ada di dalam aku, sebagai pembimbing dan teladanku.
Hari ini, topik pembahasan dalam Doa Pagi, dibawakan oleh Pnt. Ika Media Pelawi, diambil dari Ulangan
26:1-15 mengenai Mempersembahkan hasil pertama (Persembahan Buah Sulung) dan Persembahan
Persepuluhan.

Persembahan Buah Sulung

Nats Ulangan 26:1-11 mengingatkan kita untuk Bersyukur dengan Sukacita. Tuhan telah melepaskan kita
dari perbudakan (‘tanah Mesir’). Sebagai wujud syukur kepada Tuhan, kita memberikan yang terbaik
dengan penuh sukacita karena segala sesuatu yang terbaik telah diberikan Tuhan atas kehidupan kita. Maka
persembahan bukanlah paksaan, melainkan persembahan dalam bentuk sukacita kita atas perbuatan Tuhan
dalam diri kita. Rasul Paulus menyatakan dalam 2 Korintus 9:7 “Allah mengasihi orang yang memberi
dengan sukacita”.[1] Pemberian atas persembahan bukanlah paksaan atau untuk sekadar mengikuti
peraturan. Tetapi, persembahan itu adalah ungkapan syukur sebagai bentuk pengakuan iman bahwa Tuhan
telah dan senantiasa memelihara kehidupan kita.
Kita harus yakin dengan luar biasa bahwa ‘jalan hidup orang percaya adalah jalan berkat’.[2] Tuhan yang
senantiasa telah memberikan yang baik, bahkan yang terbaik bagi kita, maka sudah sepantasnya respon
kita atas semua berkat Tuhan dengan mengungkapkan syukur kita kepada-Nya. Cobalah tuliskan sejarah
kehidupan kita masing-masing, bagaimana Tuhan berkarya di dalam hidup kita. Masihkah kita
menggunakan kalkulator untuk menghitung ‘untung-rugi’ ketika kita akan memberikan persembahan
kepada Tuhan?
Jadi, berikan hasil yang pertama atau persembahkanlah yang terbaik kepada Tuhan karena Ia sudah
terlebih dahulu memberikan yang baik bahkan yang terbaik bagi hidup kita.
Kemudian, Ulangan 26:12-16 mengenai “Persembahan Persepuluhan”. Bila kita bertanya, ‘Apa itu
persepuluhan?’ Persepuluhan adalah berkat yang harus kita kembalikan kepada Tuhan sebesar 10%. Janji
Tuhan tentang persembahan persepuluhan, Maleakhi 3:10, Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu
ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman
Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan
berkat kepadamu sampai berkelimpahan.”

Persembahan Persepuluhan

Terhadap janji Tuhan, kita harus setia memberikan persepuluhan dengan penuh sukacita. Tertulis dalam 2
Korintus 9:7, Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati
atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.
Bagi orang yang skeptis, mungkin masih bertanya kenapa harus persepuluhan?
Persembahan persepuluhan adalah tanggungjawab kita untuk mengembalikan berkat yang sudah ada pada
kita kepada Tuhan. Kita harus mengerti, bahwa mengembalikan tidak sama dengan memberikan. Kita harus
sadar, bukankah semua berkat yang kita dapatkan adalah milik Tuhan? Melalui persepuluhan kita, gereja
Tuhan dapat dibangun dan bertumbuh. Sesungguhnya Tuhan tidak membutuhkan uang atau hasil apa pun
yang ada pada kita. Tuhan mau kerelaan kita untuk mengembalikan berkat yang sudah Tuhan berikan untuk
memperluas dan melanjutkan pekerjaan Tuhan di dunia ini.
Tuhan tidak akan pernah kekurangan, andaipun kita tidak memberikan persepuluhan. Gereja Tuhan tidak
akan mati! Namun, Tuhan mau memberkati kita melalui persepuluhan yang kita berikan. Jadi,
persembahkanlah persepuluhan (10%) kepada Tuhan, agar Dia lebih memberkati kita lewat 90% yang kita
terima.[3]
Namun, renungkanlah sejenak, bila kita belum memiliki kerelaan, dan kita merasa terpaksa untuk
mengembalikan persepuluhan, maka sesungguhnya kita sama saja tidak memberikan persepuluhan. Tuhan
tidak melihat ‘jumlah’. Ia melihat kerelaan kita dalam mengembalikan berkat yang telah dan terus Tuhan
berikan.
Jadi, jangan berikan persepuluhan, bila:
– Merasa takut tidak diberkati
– Malu tidak menunaikannya
– Merasa terpaksa karena kewajiban
Juga, jangan pernah hitung-hitungan dengan Tuhan. Hindari bersikap, karena kita sudah memberikan
persepuluhan lalu kita menuntut untuk langsung diberkati. Sebelum kita memberikan persepuluhan pun,
Tuhan telah memberkati sepanjang hidup kita. Kita memberikan persepuluhan karena tingkat iman kita
sudah semakin tinggi karena terus bertumbuh.
Andai masih ada yang bertanya, ‘Berkat apa saja sich, yang Tuhan sudah berikan bagiku?’ Banyak orang
membayangkan, bila berkat itu harus berbentuk segepok uang dengan gambar pasangan Soekarno-Hatta
(Rp 100.000,- sebanyak 10 ribu lembar) 🙂
Hal yang paling mendasar, cobalah hitung …. berapa meter kubik oksigen yang kita hirup setiap hari?
Apakah Tuhan menentukan tarif dan meminta kita membayar karya-Nya?
Saya kutipkan dari sebuah blog pribadi yang sudah melakukan perhitungan ….
Dipasaran, harga satu tabung oksigen Rp 850.000,-/m3. Bagi orang yang sedang dirawat dirumah sakit
dan membutuhkan oksigen, harga itu harus ia bayar.
Mari, mulai menghitung secara matematis,
1 menit manusia bernafas membutuhkan 7 – 8 liter udara. (ambil nilai 8 liter saja)
1 liter udara mengandung 78% nitrogen, 20% oksigen, 1% argon, 1% lain-lain
Dari 20% oksigen yang dihirup, 15% dihembuskan dan hanya 5% yang benar-benar dibutuhkan.
Harga oksigen per-meter kubik Rp. 850.000,- 1 m3 = 1.000 liter. Maka harga per-liter oksigen adalah Rp.
850,-.
Jika dihitung tiap menitnya.
Dalam 1 menit, membutuhkan 8 liter udara.
Oksigen yang dihirup = 20% x 8 liter = 1,6 liter
Oksigen yang diserap = 5% x 8 liter = 0,4 liter
Harga = 0,4 x Rp. 850 = Rp. 340,- / menit
Jika dihitung tiap tarikan nafas
Harga = Rp. 340,- : 8 = Rp. 42,50 rupiah.
Nilai ini terlihat sangat kecil. Namun mari kita perhatikan nilai-nilai berikut.
Jika dihitung tiap jamnya.
Harga oksigen / menit = Rp. 340,-
Harga = Rp. 340 x 60 = Rp. 20.400,- / jam (24 liter oksigen per jam)
Jika dihitung perhari.
Harga = Rp. 20.400 x 24 = Rp. 489.600,- / hari (576 liter oksigen per hari)
Sekitar Rp. 500.000,- yang harus kita keluarkan tiap harinya. Andai kita berhemat oksigen-pun, kita hanya
mampu bertahan hidup 2 hari dengan 1 buah tabung oksigen. Artinya, tiap 2 hari sekali kita harus membeli
tabung oksigen. Kita harus bekerja dengan upah minimal Rp. 500.000,- tiap harinya.
Coba, 1 minggu
Harga = Rp. 489.600 x 7 = Rp. 3.427.200,- / minggu
Kalau dalam 1 bulan
Harga = Rp. 489.600 x 30 = Rp. 14.688.000,- / bulan
Coba cari kerja dengan penghasilan minimal 14,5 juta tiap bulannya. Tapi itu semua tidak terjadi, karena
Tuhan maha Pemurah telah memberikan oksigen gratis pada setiap makhluknya. Kita hanya perlu bersyukur
pada-Nya dan sebagai wujud syukur itu, mari kita gunakan waktu dan kesempatan yang ada untuk berbuat
baik dan menjadi berkat, karena Ia telah terlebih dahulu memberkati kita.
Mau tahu harga setahun?
Harga = Rp. 489.600 x 365 hari = Rp. 178.704.000,- / tahun
Lebih ekstrem lagi, bila Tuhan meminta pertanggunganjawab atas oksigen itu selama usia kita. Misalkan
kita telah berusia 10 tahun saja.
Harga 10 tahun = Rp. 178.704.000 x 10 tahun = Rp. 1.787.040.000,- = Rp. 1,787 Milyar
Harga 20 tahun = Rp. 3,574 Milyar
Harga 30 tahun = Rp. 5,361 Milyar
Harga 40 tahun = Rp. 7,149 Milyar
Berapa banyak tabung yang akan kita habiskan? Harga tersebut hanya meliputi 1 orang. Berapa anggota
keluarga kita di rumah? Hitung kembali, ada berapa manusia di seluruh dunia?! Betapa kayanya Tuhan sang
Pencipta! Semakin kita menghitung, maka semakin kita menyadari betapa besar berkat Tuhan kepada kita.
Kita tidak akan dapat menghitungnya, tapi kita tidak dilarang untuk menghitung dan mengingatnya, hal
tersebut semata-mata untuk menyadarkan agar iman kita semakin meningkat.[4]
Masih meragukan berkat Tuhan dalam hidup kita? Coba hitung berapa harga sinar matahari yang kita
gunakan, andai Tuhan seperti pengelola PLN 🙂 Abodemen-nya saja pun, mungkin kita akan kesulitan
menbayarnya …. 😦
Akhir kata, hindari merasa wajib memberikan persepuluhan. Persepuluhan kita tidak dibutuhkan Tuhan.
Kitalah yang butuh mengembalikan berkat yang telah kita terima, kepada Tuhan.
Ubahlah pola pikir kita, bahwa persepuluhan adalah HAK-KU, bukan sekadar KEWAJIBAN yang tersurat di
Kitab Suci. Dengan menyatakannya dalam hati dan pikiran kita, bahwa persepuluhan adalah HAK*, maka
kita memiliki kendali penuh terhadap sikap dan keputusan kita.
*PENGERTIAN HAK DAN KEWAJIBAN. Hak adalah: Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan
penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Contohnya: hak mendapatkan pengajaran, hak
mengeluarkan pendapat. Kewajiban adalah: Sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung
jawab.
Bila kita mengijinkan Tuhan berkarya dalam hidup kita, maka peran kita sebagai saluran berkat bagi
kehidupan. Kini, kita dapat berkata, ‘Hidupku ini bukannya aku lagi, melainkan Dia (Kristus) yang hidup di
dalam aku’.
Referensi
[1] Unknown. 2016. “Ulangan 26:1-11 | Bersukurlah Dengan
Sukacita”,http://sukacitamu.blogspot.com/2016/02/ulangan-261-11-bersyukurlah-dengan.html(Akses
tanggal 11 Mei 2019 pkl. 12:05 PM)
[2] Atje, Gerry. 2013. “Ulangan 26:1-11 | Persembahanku”,https://www.gerry.id/2013/02/ulangan-261-
11.html (Akses tanggal 11 Mei 2019 pkl. 12:10 PM)
[3] Unknown. 2012. “Persepuluhan untuk Tuhan”.http://www.tanyaalkitab.com/2012/12/persepuluhan-
untuk-tuhan.html (Akses tanggal 11 Mei 2019 pkl. 12:30 PM)
[4] Lukman, K. 2016. “Berapa Harga Oksigen yang Kita Hirup Setiap Hari?”http://tahu-
nggak.blogspot.com/2016/02/berapa-harga-oksigen-yang-kita-hirup.html(Akses tanggal 11 Mei 2019 pkl.
15:00 PM)

Anda mungkin juga menyukai