Abstrak
Penelitian ini bertujuan merumuskan tentang korelasi antara berakhirnya jabatan
Notaris dengan daluwarsa akta Notaris bahwa apakah berakhirnya jabatan Notaris
akan mengakibatkan daluwarsa akta yang dibuatnya dan bagaimana
pertanggungjawabannya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif
dengan pendekatan diundang-undangan (statute approach). Penelitian
menyimpulkan bahwa batasan daluwarsa hukum perdata pada Pasal 1967
KUHPerdata yang menyebutkan selama 30 tahun hanya berlaku para pihak yang
terikat di dalam akta tersebut. Sehingga berakhirnya jabatan Notaris tidak
mengakibatkan daluwarsa akta Notaris, karena walaupun Notaris sudah berakhir
masa jabatannya, akta Notaris tidak berlaku batasan daluwarsa dan tanpa ada
batas waktu pertanggungjawaban terhadap akta yang dibuatnya.
Kata Kunci: Daluwarsa, Akta Notaris, Akhir Masa Jabatan Notaris
Abstract
This study aims to formulate the correlation between the end of the Notary's office
and the expiration of the Notary's deed that whether the expiration of the Notary's
office will result in the expiration of the deed he made and how to be held
accountable. This research is a normative legal research with a statute approach.
The research concludes that the expiration limit of civil law in Article 1967 of the
Civil Code which states that for 30 years only applies to the parties bound in the
deed. So that the end of the Notary's position does not result in the expiration of
the Notary's deed, because even though the Notary's term of office has ended, the
Notary's deed has no expiration limit and there is no time limit for accountability
for the deed he made.
Keywords: Expiration, Notary Deed, End of Notary Term.
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
sepanjang menjalankan tugas jabatannya, sampai Notaris pensiun karena
telah mencapai umur 65 tahun atau 67 tahun, atau pensiun atas permintaan
sendiri karena sebab tertentu sebagaimana ditegaskan pada Pasal 8 UUJN-P
tentang pemberhentian Notaris.
Dalam kaitannya dengan Pasal 8 UUJN-P, ternyata pembatasan
kewenangan Notaris yang telah berakhir masa jabatannya tidak diikuti
dengan adanya pembatasan tanggung jawab Notaris yang telah pensiun.
Tetapi pada kenyataannya meskipun seorang Notaris telah berakhir masa
jabatannya, seorang Notaris masih dibayang-bayangi tanggung jawab
terhadap akta-akta yang pernah dibuatnya di masa lalu.
Pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang
menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seseorang untuk menuntut
kepada orang lain sekaligus berupa hal yang dapat melahirkan kewajiban
hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya3
Notaris bertanggung jawab terhadap akta autentik yang berakibat
batal demi hukum pada saat berakhir masa jabatannya. Perlunya limitasi
dalam masalah tanggungjawab Notaris ini karena dalam hukum perdata
terdapat pembatasan dalam penuntutan. Pada Pasal 1967 KUHPerdata
menjelaskan, bahwa tuntutan dalam hukum perdata akan hapus setelah
melewati batas waktu 30 tahun. Dalam hal ini menimbulkan
ketidakpastian dalam hal perlindungan hukum bagi Notaris sebagai pejabat
umum setelah berakhir masa jabatannya serta terdapat kekaburan norma
dalam hal penentuan batas waktu daluwarsa pertanggungjawaban Notaris
terhadap akta yang dibuatnya ditinjau dari Pasal 65 UUJN-P.
Dalam ketentuan Pasal 1946 KUHPerdata dinyatakan, bahwa
“Lewat waktu/daluwarsa ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh
sesuatu atau suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan
lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang
ditentukan dalam undang-undang”. Lebih lanjut, mengenai batas
3
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana,
(Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika, 1995), hlm.4
3
daluwarsa dalam hukum perdata diatur dalam ketentuan Pasal 1967
KUHPerdata yang menyatakan :
“Semua tuntuan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang
bersifat perorangan, hapus karena lewat waktu dengan lewatnya
waktu tiga puluh tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya
lewat waktu itu, tidak usah menunjukkan suatu alas hak, dan
terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan
pada itikad buruk.”
UUJN-P tidak memuat tentang batas pertanggungjawaban notaris
terhadap akta yang dibuatnya, membuat tidak adanya kepastian terhadap
notaris ataupun notaris yang sudah pensiun sehingga seumur hidupnya
akan selalu dibayangbayangi oleh hukuman yang setiap saat bisa
dijatuhkan kepadanya.
Hal ini perlu cara untuk menyelesaikan problematika mengenai
berakhirnya jabatan Notaris terhadap daluwarsa akta yang dibuatnya,
supaya tidak timbul kekosongan norma hukum dalam UUJN-P yang
berkaitan dengan daluwarsa dalam pertanggungjawaban Notaris terhadap
akta notariil yang dibuatnya. Peneliti membahas dalam jurnal ini dengan
mengambil judul penelitian Berakhirnya Masa Jabatan Notaris terhadap
Daluwarsa Akta Notaris dan Pertanggungjawabannya.
B. Rumusan Masalah
Menimbang uraian permasalahan hukum di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah Apakah berakhirnya masa jabatan Notaris
mengakibatkan daluwarsa akta Notaris? Bagaimana tanggungjawab
Notaris terhadap daluwarsa akta yang dibuatnya?
4
penelitian ini adalah bahan hukum primer yang terdiri dari bahan-bahan
hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang
digunakan dalam penelitian ini, yakni :
Nomor 5491).
5
Suratman dan H. Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Kesatu, (Bandung:
Alfabeta, 2013), hlm.21.
5
langkah-langkah normatif kemudikan dikemas dalam pembahasan secara
analisis deskriptif.
6
beberapa batasan dari segi wewenang dan ada juga batasan dari segi
waktu, artinya apabila sampai kapan jabatan yang diemban atau dipangku
oleh seseorang harus berakhir. Khusus untuk Notaris, Notaris pengganti,
Notaris pengganti khusus, dan pejabat sementara Notaris
pertanggungjawabannya mempunyai batas sesuai dengan tempat
kedudukan dan wilayah jabatan dan juga dari segi wewenangnya.6
a. meninggal dunia;
b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun;
c. permintaan sendiri;
d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas
jabatan Notaris secara terus menerus lebih dari 3(tiga) tahun; atau
e. merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.
Untuk dapat mengetahui sampai kapan suatu akta autentik dapat
maka para pihak harus juga mencermati tentang ketentuan daluarsa atas akta
tersebut.
6
Herlina Effendie, Notaris Sebagai Pejabat Publik Dan Profesi, (Jakarta : Pustaka Ilmu,
2013), hlm. 50
7
Retnowulan Sutantio & Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori
dan Praktek, (Bandung : Mandar Maju, 2005), hlm. 205.
7
1. Yang menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu kewajiban atau
ini mengharuskan adanya itikad baik dari orang yang akan memperoleh
Belanda).
waktu adalah “suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau dibebaskan dari
sesuatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat
belum tiba. Akan tetapi, seseorang dapat melepaskan sesuatu hak yang
dengan lewatnya waktu tertentu dan atas syarat yang telah ditentukan oleh
8
Darwan Prinst, Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata, (Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti, 2002) hlm. 73.
9
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Daluwarsa, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2005), hlm. 18.
8
1. Daluwarsa memperoleh adalah suatu upaya hukum, dengan lewatnya
suatu waktu dan dengan syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-
KUHPerdata.
seperti: tidak bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud; dan benda
bergerak tidak berwujud yang bukan piutang yang harus dibayarkan atas
tunjuk, atau ia bebas dari suatu perikatan, prestasi atau kewajiban yang
kedua konteks tersebut di atas tidak ada pranata daluwarsa sama sekali.10
memberikan jangka waktu. Jangka waktu tersebut adalah tiga puluh tahun,
sesudah tiga puluh tahun hukum menyesuaikan diri kepada fakta, sesudah
tiga puluh tahun, keadaan yang nyata tumbuh menjadi hukum. Hal ini telah
9
waktu tiga puluh tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya
lewat waktu itu, tidak usah menunjukkan suatu atas hak, dan
terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan
pada itikad buruk.”
10
daluwarsa hukum perdata pada Pasal 1967 KUHPerdata selama 30 tahun
hanya berlaku para pihak yang terikat di dalam akta tersebut.
11
jabatannya. Akan tetapi bilamana Notaris, dalam menjalankan jabatannya,
membuat akta yang cacat yuridis maka Notaris tersebut harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya dan harus dikenakan sanksi yang
sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukannya.
Dalam kaitannya dengan Pasal 8 UUJN-P, ternyata pembatasan
kewenangan Notaris yang telah berakhir masa jabatannya tidak diikuti
dengan adanya pembatasan tanggung jawab Notaris yang telah pensiun.
Tetapi pada kenyataannya meskipun seorang Notaris telah berakhir masa
jabatannya, seorang Notaris masih dibayang-bayangi tanggung jawab
terhadap akta-akta yang pernah dibuatnya di masa lalu.
Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 65 UUJN menilai bahwa :13
1. Mereka yang diangkat sebagai notaris, notaris pengganti, notaris
pengganti khusus, dan pejabat sementara notaris dianggap sebagai
menjalankan tugas pribadi dan seumur hidup sehingga tanpa ada
batas waktu pertanggungjawaban.
2. Pertanggungjawaban notaris, notaris pengganti, notaris pengganti
khusus, dan pejabat sementara notaris dianggap melekat,
kemanapun dan dimanapun mantan notaris, mantan notaris
pengganti, mantan notaris pengganti khusus, dan mantan pejabat
sementara notaris berada.
Apabila telah jatuh waktu daluwarsa, para pihak yang ada dalam akta
tersebut tetap dapat mengajukan ke pengadilan, kemudian pengadilan yang
berwenang untuk memutuskan apakah perjanjian tersebut telah daluwarsa
menurut hukum perdata. Tidak ada konsekuensi apapun bagi notaris yang
membuat akta tersebut apabila perjanjian yang dibuatnya dinyatakan telah
daluwarsa oleh pengadilan.
Para pihak dapat meminta pertanggungjawaban Notaris terhadap
aktanya yang cacat yuridis sampai batas waktu sebagaimana tercantum
dalam UUJN meskipun Notaris yang bersangkutan telah pensiun atau
13
Habib Adjie, Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2009), hlm. 43.
12
berhenti dari jabatannya sebagai Notaris. Penjelasan Pasal 65 UUJN-P
menyatakan bahwa Notaris harus bertanggung jawab walaupun masa
jabatannya telah berakhir, ini berarti seorang Notaris harus bertanggung
jawab seumur hidup. Ketidakjelasan pengaturan mengenai batas
pertanggungjawaban Notaris terhadap akta autentik yang dibuatnya dalam
Pasal 65 UUJN-P menimbulkan pemahaman multitafsir sampai kapan
beban tanggungjawab tersebut harus dipikul oleh Notaris.
Menurut Abdul Ghofur, tanggungjawab notaris selaku pejabat umum
yang berhubungan dengan kebenaran materiil terhadap akta yang
dibuatnya, dibedakan menjadi empat poin,yakni : 14
1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil
terhadap akta yang dibuatnya;
2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil
dalam akta yang dibuatnya;
3. Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris
(UUJN) terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;
4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya
berdasarkan kode etik notaris.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya diatas, bahwa akta Notaris
tidak berlaku batasan daluwarsa, daluwarsa hanya berlaku para pihak yang
terikat sesuai dengan KUHPerdata yakni selama 30 tahun. Tidak terdapat
perbedaan bentuk pertanggungjawaban notaris atas akta yang sudah
maupun belum daluwarsa waktu penuntutannya sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 1967 KUHPerdata. Notaris tetap wajib bertanggungjawab
untuk menjaga dan menyimpan protokol sebagaimana yang diamanatkan
oleh Undang-Undang Jabatan Notaris. Notaris tetap wajib tunduk pada
protokol UUJN atas seluruh akta yang dibuatnya dan harus
memperlakukan sama antara akta yang sudah daluwarsa waktu maupun
yang belum daluwarsa waktu tersebut.
14
Abdul Ghofur Ansori, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika
(Yogyakarta: UII Press, 2009 ), hlm. 34
13
IV. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Buku Referensi:
14
A. Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Belanda, PT Inter Masa, Jakarta, 1986
Abdul Ghofur Ansori, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif
Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, 2009
Darwan Prinst, Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan
Perdata, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis : Daluwarsa, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2005
Habib Adjie, Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009
Herlina Effendie, Notaris Sebagai Pejabat Publik Dan Profesi,
Pustaka Ilmu, Jakarta, 2013
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris dalam Penegakan
Hukum Pidana, PT. Bayu Indra Grafika, Yogyakarta, 1995
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2009
Retnowulan Sutantio & Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara
Perdata dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2005
Suratman dan H. Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Cetakan
Kesatu, Alfabeta, Bandung, 2013
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris,
Cetakan Kedua, PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 2011
Penulisan Hukum:
15
16