Anda di halaman 1dari 8

Nama : Melani Balirante

NIM : 220211050081

Daerah Penelitian terletak di Kecamatan Kotabunan, Kabupaten Bolaang


Mongondow Timur, Provinsi Sulawesi Utara, diantaranya yaitu di Bukit Panang,
Bukit Tungau, Molobog dan Matabulu. Para penyelidik terdahulu telah menemukan
bahan galian emas. Terutama untuk lokasi Bukit Panang terletak diantara KP PT
Avocet dan PT Aneka tambang, dimana di wilayah tersebut terdapat penambang
lokal yang masih aktif hingga saat ini.

Geologi daerah Bukit Panang hingga Benteng terdiri dari batuan vulkanik bersifat
andesitik, dengan mineral hornblende yang cukup mencolok, sehingga
memperlihatkan bentuk plug dan di Bukit Tungau ditempati oleh batuan sedimen
lanauan gampingan dan batugamping. Sedangkan di Molobog terdapat dua bukit
ditempati batuan andesit vulkanik sedikit hornblende, bagian atas ditutupi oleh
batuan vulkanik muda sebagian masih segar, bersifat andesitik dan sebagian
mengalami pelapukan. Demikian juga di Matabulu geologinya sama dengan di
Molobog, akan tetapi singkapannya tidak begitu luas, sehingga sulit untuk dilakukan
pengambilan conto batuan terubah dan termineralisasi.

Hasil analisis laboratorium kadar emas di daerah Bukit Panang dan Bukit Tungau
mempunyai nilai rata-rata kandungan emas sekitar 16,5 gr/ton, sedangkan di Daerah
Molobog dan sekitarnya mengandung emas rata-rata sekitar 11,0 gr/ton.

Jumlah sumber daya hipotetik emas di Bukit Panang dan Bukit Tungau Desa
Kotabunan, sekitar 1,109 ton emas , sedangkan sumber daya emas aluvial sekitar
117 kg emas. Sumber daya di daerah Molobog dan Bukit Auk, Kecamatan Nuangan
sekitar 693,0 kg emas, selain bahan galian emas di daerah penelitian terdapat pula
bahan galian/endapan belerang dijumpai di wilayah Kawah Gunung Ambang dengan
cadangan 121.456 metrik ton. Kemudian potensi panas bumi di daerah Lombongo
(50º C), Binggele     (81º C), Hunggayono (40º C) dan Tulabado (80º C) (Hadian
dkk., 1974).Potensi bahan galian logam yang ditemukan di Indonesia, ada yang
bersekala besar dan bersekala kecil. Potensi yang bersekala besar pada umumnya
dikelola oleh  perusahaan pertambangan, sedangkan yang bersekala kecil
ditinggalkan dan tidak berlanjut ketahap penambangan. Beberapa wilayah yang
ditinggalkan tersebut umumnya kemudian dikelola oleh para penambang tradisional.
Sebagian diantaranya sudah terbentuk menjadi WPR (Wilayah Pertambangan
Rakyat), sebagian masih berupa Penambangan Tanpa Izin (PETI).

Menurut data dan informasi di wilayah Kotabunan, terdapat beberapa lokasi


penambangan rakyat secara tradisional, oleh karena itu perlu adanya suatu
penelitian untuk mengetahui tentang potensi bahan galian dan berlangsungnya
kegiatan penambangan.

Kegiatan usaha pertambangan rakyat tradisional/bersekala kecil, pada umumnya


banyak yang tidak mengikuti kaidah penambangan secara benar dan teratur,
sehingga perlu adanya bimbingan dan pengarahan dari intansi terkait, untuk
memperkecil dampak negative terhadap lingkungan. Diharapkan kegiatan tersebut
dapat memberikan kontribusi terhadap daerahnya, sehingga pihak pemerintah
daerah memperoleh tambahan bagi pendapatan daerah dari sektor pertambangan.

Penelitian sumber daya dan cadangan bahan galian untuk pertambangan sekala
kecil merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh Kelompok Program
Penelitian Koservasi, Pusat Sumber Daya Geologi dalam rangka pelaksanaan tugas
dan fungsi penelitian konservasi bahan galian di Wilayah Kotabunan, Kabupaten
Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara.

Penelitian konservasi potensi bahan galian untuk pertambangan sekala kecil


dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi kegiatan usaha
penambangan.Data dan informasi hasil penelitiannya akan disajikan secara
sistematis dalam bentuk laporan, untuk bahan masukan  bagi pelaku usaha
penambangan sekala kecil. Tujuannya untuk mendorong pengelolaan/pemanfaatan
bahan galian bersekala kecil/marjinal agar lebih optimal, diharapkan hasil kegiatan
ini dapat menjadi bahan masukan bagi penetapan kebijakan dalam usaha
pertambangan sekala kecil di daerah ini.
pengaruhi oleh kondisi hukum, ekonomi, sosial budaya dan perkembangan
teknologi.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian secara administratif termasuk ke dalam Desa Kotabunan, Desa
Molobog dan Desa Nuangan di Kecamatan Kotabunan, Kabupaten Bolaang
Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara. Kotabunan sejak tahun 2008 menjadi bagian
wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan pusat pemerintahan di
Tutuyan. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2008, terdiri dari 4 kecamatan, Mondayag Barat, Nuangan, Tutuyan dan Kotabunan
 

Geologi Daerah Penelitian


Geologi daerah Bukit Panang hingga Benteng terdiri dari batuan vulkanik bersifat
andesitik, dengan mineral hornblende yang cukup mencolok sehingga
memperlihatkan bentuk plug, yang sebagian tertutup oleh batuan muda bersifat
laharik. Sedangkan di bagian timur berbatasan dengan Bukit Tungau dan dibatasi
oleh Sungai Mati, dimana di wilayah Bukit Tungau ditempati oleh batuan sedimen
lanauan gampingan, berwarna abu-abu tua kehijauan, berbutir halus terdapat urat-
urat kalsit dan kuarsa, terlihat adanya garnet dan khlorit kuat sekali, sebagian kecil
epidot.

Di wilayah Molobog terdapat dua bukit yang ditempati oleh batuan andesit vulkanik,
dengan tidak memperlihatkan hornblende secara mencolok, bagian atas ditutupi
oleh batuan vulkanik muda sebagian terlihat masih segar bersifat andesitik dan telah
mengalami pelapukan lanjut. Demikian juga yang ditemukan di wilayah Matabulu
keadaan geologinya sama dengan yang ditemukan di Molobog, akan tetapi di
wilayah ini singkapannya tidak begitu luas, sehingga sulit untuk dilakukannya
pengambilan conto untuk batuan yang terubah dan termineralisasi
 

Mineralisasi di Bukit Panang-Tungau


Para penyelidik terdahulu telah melakukan penyelidikan di wilayah Bolaang
Mongondow dengan bendera beberapa perusahaan asing dan swasta nasional,
terutama yang bergerak di dalam pencarian mineral logam diantaranya emas, perak
dan tembaga. Tropic Endeavour telah melakukan penyelidikan di wilayah ini sejak
tahun 1971 hingga 1973, kemudian dilanjutkan oleh BHP Utah Pacific dan para
peneliti lainnya (Lowder & Dow, 1978; Kavalieris, dkk 1992). Penelitian dilakukan
untuk mendapatkan adanya tipe endapan Porfiri Emas-Tembaga, dan saat ini
banyak para penambang tradisional mencari emas primer pada Formasi Bilungala.
Keadaan geologi di wilayah  Panang dan Tungau, di dominasi oleh andesit dan
sedimen gampingan.

Lapisan batuan bagian atas dan sebagian terubah telah dibongkar oleh penambang
emas sejak zaman Belanda, sehingga tersingkap secara keseluruhan berupa argillit,
berwarna putih kekuningan karena mengandung banyak sulfat, alunit, sedikit
ditemukan mineral logam berupa enargit, pirit, arsenopirit dan mineral sekunder
malakhit.

Urat-urat kuarsa sebagian membentuk stockwork diisi hematit, pirit dan emas
berbutir sangat halus, sedangkan urat kuarsa yang ditambang oleh masyarakat
setempat berarah antara N 143º-150ºE/60º-65º dengan ketebalan antara 1,5 cm
hingga 35 cm, dipotong oleh urat yang berarah N256º-275ºE/42º-51º dengan
ketebalan antara 1 cm hingga 13 cm. Urat kuarsa yang berarah hampir utara-selatan
tersebut merupakan urat generasi pertama dan menurut hasil pengamatan
lapangan, memperlihatkan hasil emas yang paling banyak, sedangkan yang berarah
relatif timur barat kurang menghasilkan emas yang signifikan.
Setelah dilakukannya pengamatan lapangan dengan ditemukannya mineral alunit, 
sulfat yang jenuh, tembaga jenis enargit,  dengan ubahan argilik-argilik lanjut, maka
disimpulkan bahwa tipe mineralisasi di Panang adalah tipe Epitermal sulfida tinggi.

Di Bukit Tungau secara keseluruhan pada bagian atas batuan tersebut, telah
terkloritisasi dan urat-urat kalsit stockwork, sedangkan pada kedalaman 10 m dari
lubang tambang telah mengalami silisifikasi, mengandung urat-urat kuarsa berarah
N153ºE/48º ketebalan urat antara 3 cm hingga 15 cm. Di dalam urat kuarsa
ditemukan galena, sedikit sfalerit dan terlihat adanya emas spotted bersama pirit
halus.

Hasil pengamatan disekitar kegiatan penambangan dengan ditemukannya khlorit,


sedikit epidot, garnet, magnetit maka disimpulkan bahwa mineralisasi di Bukit
Tungau berupa tipe sedimen ekshalasi seperti yang ditemukan di Ratatotok dan
Messel. Kedua lokasi tersebut hanya dipisahkan oleh sungai kecil, menurut
masyarakat setempat dinamakan Sungai Mati.

Pengaruh struktur terhadap wilayah prospek di Panang dan Tungau sangat kuat
sekali, dengan dicirikan adanya lokasi-lokasi batuan termilonitkan dengan ubahan
illit-smektit berwarna biru mengandung pirit yang sangat banyak ditemukan pada
batas antara Panang - Benteng dan Panang - Tungau. Selain itu batuan yang
dilewati struktur tersebut terlihat adanya pergerakan secara mendatar dengan
ditemukannya cermin sesar yang tersingkap di aliran sungai kecil, yang dianggap
daerah lemah. Kontrol struktur ini telah memberi gambaran adanya suatu perubahan
topografi antara Bukit Benteng, Bukit Panang dan Bukit Tungau.

Sebaran bahan galian emas di wilayah ini berupa urat-urat kuarsa berarah hampir
utara-selatan, dipotong oleh urat-urat kuarsa berarah hampir timur-barat dan pada
saat ini para penambang sekala kecil melakukan penambangan secara tambang
dalam dengan membuat lobang-lobang tambang mengikuti arah urat yang potensial
yaitu berarah utara-selatan. Pengolahan bahan galian emas tersebut dilakukan
secara amalgamasi dan sebagian dari bekas kegiatan tambang lama, dilakukan
secara sianidasi hal tersebut dilakukan juga terhadap endapan emas aluvial disekitar
bukit tersebut.

Sebagai bahan pertimbangan bahwa kedua lokasi penambangan sekala kecil


tersebut terletak disebelah timur Doup Prospek, yang sekarang menjadi wilayah KP
PT Avocet, kemungkinannya wilayah penambangan rakyat ini terdapat di bagian
tengah antara konsesi PT Avocet dan PT Aneka Tambang (Gambar 2).

Mineralisasi di Wilayah Molobog


Daerah Molobog secara regional ditempati oleh batuan vulkanik berupa breksi
vulkanik, tufa andesitik dan jenis laharik yang menempati dibagian puncak-puncak
bukit sebagai batuan berumur muda.

Di wilayah penambangan yang dilakukan oleh masyarakat setempat ditemukan


adanya batuan vulkanik jenis andesitik termineralisasi, dibagian atas singkapan
batuan tersebut berupa ubahan lempung – kuarsa ± khlorit, sedangkan pada
kedalaman 10 meter berubah ke arah kuarsa±adularia-serisit-pirit, sebagian
silisifikasi dengan kalsedonit mengandung pirit dan urat-urat kuarsa mengandung
pirit, sedikit sfalerit dan galena.

Kalsedonik memperlihatkan struktur koloform dan indikasi bentuk krustifikasi dari


kuarsa berbutir kasar ke arah yang halus, dengan indikasi adularia, lempung dan
bentuk lembaran/bladded karbonat. Menurut Leach T. et al, 1997, lingkungan
ubahan seperti di atas berkaitan erat dengan adanya pencampuran air meteorik
dengan fluida hidrotermal yang kaya akan mineral-mineral vanadium dan kaya akan
illit, roscoclite yang menggantikan mineral potasium serta kaya akan ilit-smektit

Munculnya markasit berwarna kehijauan, berbutir sangat halus mencerminkan


adanya indikasi oksida menengah yang miskin akan pirit, sebagai indikasi
pembentukan mineralisasi di permukaan dimana akan terbentuk asosiasi perak
dengan emas teluride atau emas sebagai elektrum, di lapangan terlihat dari
beberapa conto batuan di dalam lobang tambang dengan kedalaman 12 m.

Ditemukannya cebakan emas bonanza di atas 50 gr/ton telah memicu para


penambang melakukan kegiatannya secara maksimal, disini telah terjadi
pembentukan formasi bijih ketika terjadi up welling cairan fluida yang membawa
mineralisasi terutama emas dan perak.

Dua buah bukit yang dianggap masyarakat setempat sebagai wilayah prospek untuk
logam emas dan sedikit perak, dimana sebelumnya mereka telah melakukan
penambangan dengan posisi urat kuarsa yang diambil berarah baratlaut-tenggara
dan timurlaut-baratdaya.
Hasil pengamatan lapangan di wilayah ini setelah melakukan pengecekan terhadap
singkapan batuan dan beberapa fragmen batuan sisa para penambang, bahwa di
daerah ini telah terjadi adanya proses mineralisasi tipe epitermal sulfida rendah,
seperti yang ditemukannya indikasi akan pembentukan tipe mineralisasi tersebut.

Breksi hidrotermal dengan dicirikan oleh adanya urat-urat kuarsa mengandung pirit
halus, bersama kalsedon, adularia terlihat jarang dan serisit yang memperlihatkan
adanya over printing mineralisasi di wilayah ini telah memberikan suatu gambaran
bahwa mineralisasi logam di Molobog dapat dianggap signifikan.

Ubahan khlorit-lempung-pirit-kuarsa di bagian atas lokasi prospek telah memberikan


indikasi adanya aktifitas  hidrotermal berulang, sehingga kearah kedalaman
ditemukan adanya ubahan serisit-adularia, dengan kandungan pirit yang sangat
halus sekali, kemudian kristal kuarsa halus terdapat di dalam lobang/vughy. Kearah
makin dalam dari lobang vertikal sedalam 15 m ditemukan ubahan kuarsa/kalsedon-
pirit dan urat-urat kuarsa halus beberapa puluhan sentimeter, berarah baratlaut-
tenggara dan timurlaut-baratdaya. Singkapan di permukaan sangat jarang sekali
ditemukan adanya batuan terubah kuat, sehingga temuan ini hanya terdapat di
dalam lobang yang dibuat oleh penduduk setempat.

Mineralisasi emas-perak diperoleh dari urat-urat kuarsa, sedangkan dari batuannya


mereka tidak pernah mengambilnya, dikarenakan menurut mereka kurang
mengandung emas. Galena dan sfalerit terlihat mengisi lobang-lobang bersama
kristal kuarsa yang dianggap mereka banyak mengandung emas. Mangan berwarna
hitam dan hematit berwarna merah mengisi retakan-retakan, kemungkinan mangan
tersebut yaitu jenis pirolusit.

Keadaan struktur pada sistim epitermal sulfida rendah untuk kuarsa-emas-perak,


pada umumnya terbentuk di busur magmatik, biasanya mencirikan zonasi
penekukan secara oblique dan jelas mencerminkan tipe keadaan back arc/busur luar
dari tipe adularia-serisit epitermal emas-perak, bentuk struktur tersebut berupa jogs,
dilihat dari struktur yang saling berpotongan dengan ciri-ciri adanya rekahan dilasi
dan fissure veins, splitting/pemisahan dari pada hanging wall. Kejadian di atas akan
berlanjut secara luas berupa strike slip fault/sesar mendatar sejajar arah/jurus
batuannya (Sibson, 1987). Keadaan tersebut terlihat pada lokasi tambang Molobog
pada kedalaman 8 m, dimana ciri mineralnya telah memperlihatkan serisit dan
sedikit adularia.

Tahap ahir dari pengendapan beberapa mineral dengan terbentuknya silika bersifat
opalin berbentuk pita-pita koloform dengan emas murni yang terbentuk dan
berasosiasi dengan hematit specular dan bentuk pirit yang framboidal. Kejadian
tersebut di lapangan terlihat banyak mengisi rekahan dan urat-urat kuarsa tercuci
secara kimiawi. Pembentukan mineral-mineral tersebut pada umumnya pada
temperatur rendah (100º-150ºC). Dengan demikian kontrol struktur di wilayah ini
lebih memungkinkan dengan ditemukannya banyak float batuan tergeruskan/cermin
sesar, di dalam aliran sungai yang membagi dua antara bukit termineralisasi
tersebut. Sebaran urat-urat kuarsa ke arah timur-barat dan jurus/kemiringan secara
umum berarah utara-selatan, sedangkan urat-urat yang berarah timur-barat
memotong arah urat pertama, tetapi kadar emasnya kecil sehingga mereka tidak
melakukan penambangan emas kearah timur-barat.

Anda mungkin juga menyukai