Anda di halaman 1dari 12

seiring dengan kebutuhan Mangan di Indonesia semakin besar yang keberadaannya belum

diketahui pasti, maka perlu dilakukanlah pemetaan geologi dan analisa genesa mineral Mangan
di Desa Sukoharjo dengan tujuan untuk menentukan proses dan faktor yang mempengaruhi
terbentuknya Mangan. Penentuan genesa Mangan di sini menggunakan metode pemetaan
geologi permukaan dan analisa laboratorium. Dari hasil pemetaan dan analisa laboratorium
diketahui bahwa pada saat Miosen Awal sekitar 20 juta tahun yang lalu daerah Sukoharjo dan
sekitarnya merupakan daerah laut dangkal (neritik tepi). Di lokasi itu terendapkan satuan
batugamping, selanjutkan terendapkan satuan breksi dan satuan batulempung pada neritik tepi
sampai kala Miosen Akhir sekitar 5 juta tahun yang lalu. Setelah itu semua satuan mengalami
perlipatan yang diikuti dengan terobosan batuan beku diorit dan andesit sampai terangkat dan
membentuk sesar geser dan sesar naik dan mengalami erosi di bagian permukaannya.
Selanjutnya pada Kala Holosen terendapkan satuan aluvial. Proses ini akhirnya membentuk
morfologi asal pelarutan, asal volkanik, dan asal fluvial. Batuan beku andesit yang kaya akan
mineral Horblende menerobos batugamping di Desa Sukoharjo mempengaruhi terbentuknya
endapan mineral mangan. Larutan hidrotermal hasil terobosannya bersuhu 200 - 500°C mengalir
melewati celah-celah batugamping yang banyak mengandung Oolit. Unsur Mn (mangan) yang
terkandung dalam larutan hidrotermal kemudian mengendap pada batugamping yang
mempunyai rongga-rongga tersebut. Sehingga endapan mangan pada batugamping tersebut
berstruktur stockwork dengan jenis mangan yang di endapkan adalah Pirolusit (MnO2).

arch 4, 2013 @ 6:25 pm


Share

Indonesia, memiliki potensi mangan yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Data yang
dilansir Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2010 menyebutkan
bahwa sumberdaya mangan di Indonesia, 10,62 berupa bijih dan 5,78 juta ton merupakan logam.
Sementara cadangan yang ada 0,93 juta ton berupa bijih dan logam sebanyak 0,59 juta ton.

Badan Geologi tersebut menyebutkan Nusa Tenggara Timur (NTT) termasuk salah satu daerah
di Indonesia dengan potensi mangan cukup besar. Sementara Dinas Pertambangan NTT
menyatakan beberapa daerah di NTT memiliki potensi mangan, baik di Soe, Kupang ataupun di
Flores.
Dengan kata lain NTT yang selama ini identik dengan musim kemarau panjang dan curah hujan
rendah ternyata memiliki potensi sumber daya alam sangat melimpah. Bukan hanya mangan,
sumber daya alam lainnya yang dimiliki provinsi ini berupa cadangan mineral yang meliputi 
chrome, nikel, tembaga, dan emas.

Dari pengalaman pengusaha yang berkecimpung di mangan di NTT mengatakan bahwa


bongkahan mangan di NTT muncul begitu saja di permukaan tanah, dan cukup dikeduk secara
manual menggunakan linggis. Tak jarang bongkahan mineral berharga itu, berserak begitu saja
di halaman rumah penduduk. Hal itu benar-benar berkah bagi masyarakat di Tanah Timor.

Tidak hanya itu potensi mangan yang cukup besar dan tersebar di seluruh kabupaten di pulau
Timor, NTT tersebut juga menyimpan potensi emas di wilayah Flores. Dari segi susunan
batuannya, 40% dari propinsi NTT terdiri atas batuan Kompleks Bobonaro, yang selama ini
dikenal memiliki kandungan mangan tinggi. Dari segi kualitas, logam mangan di provinsi NTT
ini merupakan salah satu yang terbaik dan termasuk kualitas nomor satu di dunia. Cadangan
mangan di NTT pada saat eksplorasi diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku
industri logam di Indonesia dan pasar ekspor untuk puluhan maupun ratusan tahun ke depan.

Selain untuk industri baja, mangan digunakan untuk produksi baterai kering, keramik, gelas dan
kimia. Sayangnya, eksplorasi potensi mangan tersebut  masih dilakukan secara tradisional.
Bahkan mangan masih diekspor dalam bentuk ore, dan belum bisa dilakukan pemrosesan lebih
lanjut menjadi ingot dan produk hilir. Itu sebabnya penambangan mangan dilakukan masih
dalam skala kecil. Dan kebanyakan saat ini masih dalam proses eksplorasi, masih sedikit yang
sudah masuk dalam tahap produksi.

Data Dinas Pertambangan NTT juga menyebutkan sudah ada sekitar 300 izin Usaha
Pertambangan (IUP) mangan yang diberikan pemerintah daerah di sejumlah Kabupaten/kota di
NTT. Dari jumlah tersebut, hanya separuhnya atau 150 IUP yang benar-benar melakukan
tahapan eksplorasi. Sementara yang sudah produksi tidak lebih dari 20 perusahaan.

Selain itu, posisi provinsi NTT yang merupakan hasil dari tumbukan lempeng Hindia-Australia
dan Eurasia, kaya akan potensi panasbumi serta berbagai jenis mineral industri. Bila seluruh
potensi mineral tersebut dapat dikelola dengan baik, diharapkan pertumbuhan sosial-ekonomi
masyarakat NTT bisa menjadi salah satu prvpinsi maju di Indonesia.

Berbagai potensi lain yang ada diantaranya yaitu  berupa hasil pertanian, perkebunan, perikanan
dan kehutanan. (alf)

“Mangan” Sumberdaya Tak Terbarukan

Posted: March 4th 2015


Ada yang tau mangan itu apa???
Mangan oleh Johann Gahn pada tahun 1774 di Swedia. Mangan merupakan suatu unsur kimia
yang mempunyai nomor atom 25 dan memiliki symbol Mn (Mn4+) dan dalam keadaan normal
memiliki bentuk padat. Logam mangan berwarna putih keabu-abuan. Mangan termasuk logam
berat dan sangat rapuh tetapi mudah teroksidasi. Sifat magnet yang dimiliki oleh Mangan adalah
paramagnetik. Mangan termasuk golongan transisi dan memiliki titik lebur yang tinggi kira-kira
1.250 °C. Mangan cukup elektropositif dan mudah melarut dalam asam bukan pengoksidasi.
Selain titik cairnya yang tinggi, daya hantar listrik merupakan sifat-sifat mangan yang lainnya.
Selain itu, mangan memiliki kekerasan yang sedang akibat dari cepat tersedianya elektron dan
orbital untuk membentuk ikatan logam (Sudianto, dkk 2011).

Gambar 1. Mangan

Di Bumi, mangan ditemukan dalam sejumlah mineral kimia yang berbeda dengan sifat fisiknya,
tetapi tidak pernah ditemukan sebagai logam bebas di alam. Mineral yang paling penting adalah
pyrolusite, karena merupakan mineral bijih utama untuk mangan. Mangan terdapat dalam
cebakan sedimen dan residu, juga terdapat dalam cebakan hidrothermal dan metamnorfosa
(malihan). Menurut data yang diperoleh badan Geologi, kementrian energi dan sumberdaya
mineral pada tahun 2010 mengatakan bahwa sumberdaya magan di Indonesia 10,62 juta ton
berupa bijih dan 5,78 ton berupa logam, dan cadangan yang ada 0,93 juta ton berupa bijih dan
0,59 juta ton berupa logam (Bahfie dan Pintowantoro, 2012.).

Potensi cadangan bijih mangan di Indonesia cukup besar, namun terdapat di berbagai lokasi yang
tersebar di seluruh Indonesia. Potensi tersebut terdapat di Pulau Sumatera, Kepulauan Riau,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Produksi mangan di seluruh
Indonesia tidak mencapai 10%. Beberapa daerah di Indonesia memiliki cadangan mangan yang
cukup berlimpah contohnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur, di Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Timor Tengah Utara dan Belu. Ke-3 kabupaten ini merupakan kabupaten yang kaya
akan sumber daya alam sehingga dieksploitasi sumberdaya alamnya untuk diambil mangannya.
Mangan yang dihasilkan oleh lingkungan tersebut merupakan bahan tambang yang menggiurkan
banyak orang. Penduduk yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani menyewakan
atau menjual tanah pertaniannya kepada pemilik modal untuk dijadikan lokasi penambangan
mangan . Tanah pertanian yang semula merupakan lahan pertanian produktif dikeruk oleh
masyarakat setempat dengan menggunakan alat-alat berat untuk diambil mangan (Sukmana,
2006).

Berdasarkan informasi yang diperoleh penambangan mangan di ke-3 kabupaten tersebut telah
terjadi kerusakan lingkungan seperti hutan dan lahan pertanian. Kerusakan lingkungan ini
semakin meningkat seiring dengan makin intensifnya penambangan dengan penggunaan alat-alat
berat. Kegiatan pertambangan ini merupakan penggalian permukaan tanah hingga kedalaman
tertentu untuk mendapatkan potensi galian/mineral yang dibutuhkan, sehingga tidak jaranga
menimbulkan perdebatan mengenai kegiatan penambangan dan kerusakan lingkungan hidup
yang telah mengganggu proses alam, kemudian berdampak pada fungsi ekosistem dan ekologi
alam (Sukmana, 2006).

Batu Mangan (Mn) di Kabupaten TTS, TTU, dan Belu adalah suatu potensi alam yang cukup
menjanjikan dan memiliki manfaat ekonomis yang cukup tinggi bagi tingkat pendapatan
masyarakat, sehingga masyrakat sekitar lebih memilih untuk bertambangn tradisional dari pada
melakukan usaha untuk bertani, di tambah lagi dengan masuknya para pemilik modal untuk
menambang batu mangan. Penambangan mangan memberikan dampak negatif pada lingkungan
baik sumberdaya alam maupun lingkungan hidup, karena karena masyrakat sekitar sebagai
penambang tradisional belum memiliki ketrampilan yang memadai. Hal itu menimbukan
banyaknya gangguan kesehatan bagi masyrakat sekitar dan keselamatan para pekerja menjadi
sebuah ancaman atau resiko yang sangat tinggi, dapat menimbulkan kematian akibat
tertimbunnya tanah galian tambang mangan itu (Regus, M. 2011).

Gambar 2. Para penambang Di NTT

Akibat yang ditimbulkan berdasarkan data Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) pada kegiatan penambangan mangan di Kabupaten TTS, TTU dan Belu sebagai
berikut:
1. Terjadinya peningkatan debu yang menyebabkan kualitas udara menurun.
2. Terjadinya peningkatan kebisingan karena aktifitas penggunaan alat berat.
3. Terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas air.
4. Terjadinya perubahan topografi/morfologi.
5. Peningkatan erosi tanah dan longsor.
6. Terjadi perubahan pola tata guna lahan.
7. Terjadinya penurunan kesuburan tanah.
8. Terjadinya perubahan nilai estetika lingkungan.
9. terjadinya penurunan keanekaragaman flora dan fauna.
10. terjadinya perubahan proses sosial dan pranata sosial
11. terjadinya perubahan sikap dan persepsi masyrakat dalam hal ini adanya pro dan kontra
terhadap penambangan mangan.
12. terjadinya perubahan tingkat pendapatan rumah tangga.
13. terjadinya perubahan kesempatan berusaha/peluang kerja.
14. terjadinya mobilitas penduduk karena mencari daerah yang punya bahan baku (batu mangan)
lebih banyak karena ditempat asal mereka bahan bakunya sudah habis dikeruk.
15. Perubahan proses budaya (ketaatan terhadap elit tradisional).
16. Perubahan pola penyakit.angka kesakitan.
(Sudianto dkk, 2011).
Mineral logam mangan sangat luas pemakaiannya sehingga perlu dilakukan eksplorasi untuk
kelangsungan kegiatan industri logam. Kegunaan mangan sangat luas, baik untuk tujuan
metalurgi maupun nonmetalurgi. Sekitar 85-90% kegunaan mangan adalah untuk keperluan
metalurgi terutama pembuatan logam khusus seperti german silver dan cupro manganase.
Mangan merupakan logam yang banyak dimanfaatkan dalam industri peleburan besi-baja dan
pengolahan logam. Mangan juga digunakan untuk formula stainless stell dan alloy (campuran
logam). Mangan oksida dan mangan dioksida sebagai bahan baterai kering, sebagai katalisator,
keramik, dekolorisasi kaca (membuang warna hijau), serta mangan dosis besar untuk membuat
warna violet pada kaca. Mangan digunakan dalam paduan baja untuk meningkatkan karakteristik
yang menguntungkan seperti kekuatan, kekerasan, dan ketahanan (Ansori, C. 2010).

Kegiatan penambangan mangan ini selalu memberikan dampak baik dampak positif maupun
dampak negatif tarhadap lingkungan. Dampak positifnya adalah meningkatnya devisa negaradan
pendapatan asli daerah serta menampung tenaga kerja sedangkan dampak negatif dari kegiatan
penambangan dapat dikelompokan dalam bentuk kerusakan permukaan bumi, ampas buangan
(tailing), kebisingan, polusi udara, menurunnya permukaan bumi (land subsidence), dan
kerusakan karena transportasi alat dan pengangut berat (Ansori, C. 2010).
Permasalahan pengelolaan mangan di NTT ini kurangnya pengembangan sumberdaya manusia,
dengan mengembangkan wilayah atau community develoment sekitar lokasi tambang.
Kebanyakan pula penambang yang hanya mementingkan laba saja, tidak tidak menyisihkan dana
yang cukup untuk memulihkan lingkungan bekas tambang. Sehingga hilangnya media untuk
tumbuh bagi tumbuhan dan pada akhirnya merusak keanekaragaman hayati yang ada
dipermukaan tanah yang memerlukan waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk proses
pembentukannya kembali. Disamping itu pengupasan tubuh tanah atau soil dan bopeng-bopeng
permukaan bumi, penambangan juga menghasilkan gerusan batu, mulai dari yang kasar sampai
yang halus yang merupakan sisa atau ampas buangan (tailing) biasanya selalu menggunung
dilokasi penambangan atau di buang ke sungai, kemudian meyebabkan banjir dan sungai
mengalami kedangkalan, selain itu bisa berakibat pada pencemaran sungai yang menyebabkan
ekosistem sungai terganggu dan manusia yang tinggal disekitar sungai juga akan terkena
dampaknya. Karena hasil tambang suatu saat pasti akan habis maka pengelolaan kegiatan
penambangan sangat penting dan tidak boleh terjadi kesalahan. Diperlukan adanya kesadaran
kita, masyrakat sekitar tambang, maupun perusahaan terhadap lingkungan sehingga dapat
memenuhi standar lingkungan (Regus, 2011).
Nama anggota kelompok 5
Rendi (2012),
Junaidi pratama (2012),
Rahel Dhea (2011),
Agustian Ruban (2012).

Daftar pustaka
Sukmana, 2006, Inventarisasi Mangan di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai
Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Sudianto. A., Widodo. P., Cahyadi. T.A., Pratiwi. 2011. Prosiding TPT XX Perhapi 2011
Analisa Kelayakan Ekonomi Rencana Penambangan Biji Mangan di Daerah Karangsari
Kabupaten Kulonprogo-DIY. Program Studi Teknik Pertambangan–FTM UPN “Veteran”
Yogyakarta.
Bahfie, F. dan Pintowantoro, S. 2012. Studi Proses Reduksi Mineral Mangan Menggunakan
Gelombang Mikro Dengan Pengaruh Variasi Daya dan Waktu Radiasi. Jurnal Teknik Pomits.
Vol. 1, No. 1-5.
Ansori, C. 2010. Potensi dan Genesis Mangan di Kawasan Kars Gembong Selatan Berdasarkan
Penelitian Geologi Lapangan, Analisis Data Induksi Polarisasi dan Kimia Mineral. Buletin
Sumber Daya Geologi. Vol. 5 No. 2.
Regus, M. 2011. Tambang dan Perlawanan Rakyat; Studi Khasus di Manggerai, NTT. Jurnal
Sosial masyarakat. Vol. 16. (1) 1-26.

Pertambangan Batu Mangan di NTT


share on:FacebookTwitter Google +
Kualitas batu Mangan dari NTT termasuk yang terbaik di dunia, dan jumlah yang terukur saat
ini cukup untuk penuhi kebutuhan Indonesia serta Korea Selatan selama lima puluh tahun
mendatang. Hal ini disampaikan seorang pejabat kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) saat berkunjung ke Kupang akhir 2009 lalu. Ini kabar baik atau buruk bagi rakyat NTT?
Tampak banyak jawaban negatif. Baru-baru ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa
Tenggara Timur (DPRD NTT) mendesak pemerintah daerah untuk menghentikan seluruh proses
eksploitasi mangan di daerah tersebut, sampai ada regulasi (peraturan daerah) di tingkat provinsi
yang mengatur hal ini. Namun, sementara tuntutan tersebut dikemukakan, proses eksploitasi
terus berlangsung dengan berbagai dampaknya. Regulasi yang menjadi pegangan sekarang
adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Penambangan Mineral dan Batubara dan
peraturan daerah atau keputusan pemegang wewenang di level pemerintahan daerah kabupaten.
Regulasi di tingkat kabupaten ini mengatur hal yang lebih spesifik seperti batas minimal harga
komoditi, ijin usaha penambangan (IUP), dan lain-lain.

Persoalan-persoalan

Hasil sebuah Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh LSM Simpul
Demokrasi Belu baru-baru ini menyebut empat poin dampak positif dan dua puluh tiga poin
dampak negatif dari pertambangan mangan, disertai sejumlah rekomendasi kepada pemerintah
(lihat di: http://www.simpuldemokrasi.org/news_detail.php?nid=68). Di sini penulis tidak
merincikan kembali satu per satu hasil FGD tersebut. Beberapa poin di bawah ini coba
merangkum persoalan yang ada, yaitu; pertama, aktivitas penambangan mengakibatkan
kerusakan lingkungan. Di banyak tempat di pulau Timor, bebatuan berfungsi sebagai tangkapan
air hujan yang kemudian bermanfaat menyediakan sumber air bersih bagi penduduk.
Penambangan mangan dikhawatirkan mengganggu daya tampung alam terhadap air hujan,
sehingga mengganggu juga pasokan kebutuhan akan air.

Kedua, kondisi kesejahteraan rakyat tidak mengalami perubahan setelah penambangan dilakukan
secara masif selama beberapa tahun terakhir. Ada manfaat jangka pendek berupa tambahan
penghasilan, namun jumlahnya tidak cukup buat penuhi kebutuhan hidup, dan berdampak buruk
dalam jangka panjang. Angka kemiskinan di NTT tetap tinggi, dan masih tergolong provinsi
yang paling miskin atau terbelakang. Ketiga, hal-hal terkait ketenagakerjaan, seperti kesehatan
dan keselamatan kerja, keberadaan pekerja anak, pendidikan dan pengetahuan dasar yang
dibutuhkan rakyat mengenai obyek kerjanya, pengupahan, dan lain-lain. Keempat, dampak-
dampak sosial budaya di tengah masyarakat, seperti meningkatnya persaingan disertai pudarnya
semangat gotong royong, bergesernya sumber penghidupan masyarakat dari bertani menjadi
“penambang tradisional”, dan lain-lain.

Disadari, persoalan-persoalan tersebut tak diatasi hanya oleh regulasi yang dibuat di tingkat
daerah. Namun sebagai upaya menciptakan kondisi yang lebih baik, langkah (pembuatan
regulasi) tersebut dapat kita manfaatkan sebagai sebuah “tahapan” yang diposisikan sesuai
dengan kapasitasnya. Artinya, pembuatan dan pengesahan sebuah peraturan daerah tingkat
provinsi, dan atau berbagai peraturan daerah tingkat kabupaten, tidak menjamin proses yang
lebih sehat dalam pemanfaatan kekayaan alam. Acuan terbaik seharusnya [sic] adalah Undang-
Undang Dasar 1945 yang dengan tegas menyatakan kekayaan alam harus dimanfaatkan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun keadaan yang baik itu (menjadikan pasal 33 UUD
1945 sebagai acuan) tidak sedang diterapkan oleh pemerintah Indonesia.

Mangan dalam perekonomian

Batu mangan berguna sebagai bahan baku industri, seperti untuk pembuatan baterai, keramik,
bahan kimia, dan baja. Namun saat ini mangan paling banyak digunakan untuk kebutuhan
industri baja yang penggunaannya mencapai 90% (Majalah Tambang, 3 November 2008).
Kandungan mangan dapat menghasilkan baja dengan kualitas bagus, yaitu lebih kuat dan ringan
dibandingkan baja dari bahan mentah lain. Kualitas demikian membuat batu mangan menjadi
bahan baku paling banyak dicari oleh kalangan industriwan baja akhir-akhir ini. Sebagaimana
diketahui, industri baja merupakan salah satu industri dasar (hulu) yang sangat dibutuhkan, baik
untuk kebutuhan konstruksi, elektronik, otomotif, dll. Negara yang pembeli mangan terbesar di
dunia saat ini adalah Tiongkok dan India. Sementara produsen terbesar adalah Ukraina dan
Afrika Selatan. Kedua negara tersebut menguasai sekitar 80% cadangan mangan dunia.

Eksploitasi mangan perlu juga dilihat dalam skema perkembangan ekonomi-politik global dan
nasional. Sejak penaklukkan “Barat” terhadap “Timur”  (kurang lebih antara abad 16 sampai
abad 20), tercipta keadaan yang disebut kolonialisme atau penjajahan. Sistem ini berupaya
menguasai sebanyak mungkin tenaga kerja, pasar, dan bahan mentah dari negeri-negeri jajahan
untuk diperdagangkan, yang kemudian berlipatganda keuntungannya di negeri-negeri penjajah.
Eksploitasi bahan mentah dari negeri terjajah oleh negeri penjajah terus berlanjut dalam
penampakan yang berganti dari sebelumnya, namun sama dalam hakekat. Pemerintah di negeri
ex-jajahan diberikan ‘kedaulatan’ secara politik, tapi tetap menciptakan ketergantungan (sebagai
syarat eksploitasi) terhadap ekonomi asing. Pentingnya komoditi mangan saat ini mungkin
sebanding dengan palawija diburu-buru oleh VOC pada masa lampau.

Fungsi strategis bahan baku mangan belum tergantikan oleh bahan lain, sehingga masih akan
terus dibutuhkan oleh industri. Namun kondisi industri saat ini tidak menjamin kestabilan
produksi akibat krisis periodik dalam sistem kapitalisme, sehingga juga tidak menjamin
kestabilan harga bahan mentah. Ada perspektif lebih maju untuk memanfaatkan pasar dalam
negeri dengan pembelian langsung misalnya oleh industri baja milik negara. Namun hal ini tidak
ada dalam skema rencana industrialisasi dari sebuah pemerintahan neoliberal. Sejauh ini
Indonesia hanya memiliki satu pabrik baja yaitu PT. Krakatau Steel (dibangun pada masa
Soekarno) dan sudah berada dalam daftar privatisasi. Pasokan kebutuhan baja sebagian besar
masih dari luar negeri seperti India dan Cina. Tak heran, di berbagai daerah masih terjadi
kelangkaan produk baja sehingga harganya menjadi sangat mahal.

NTT dalam pertambangan

Menilik situasi perekonomian di atas, kita perlu belajar dari kasus-kasus pertambangan di daerah
lain. Ekspansi kapital pertambangan ke kepulauan NTT tergolong baru dibandingkan daerah-
daerah lain di Indonesia. Bisa dikatakan tak ada perusahaan raksasa tambang yang beroperasi di
NTT sebelum liberalisasi dimulai tahun 1998. Jenis usaha atau industri yang berkembang pun
lebih banyak pada industri jasa, seperti kontraktor, pariwisata, perdagangan hasil bumi, dan
sejumlah kecil percetakan. Paling banter singgungan pada pertambangan lewat usaha kontraktor
yang melakukan galian C (batu dan pasir) untuk bahan campuran bangunan atau jalan. Demikian
halnya satu-satunya industri besar yang merupakan aset milik pemerintah daerah adalah PT.
Semen Kupang yang memasok kebutuhan di daerah. Perusahaan daerah ini mulai bangkrut sejak
masuknya produk semen Tonasa dan Gresik.

Pasca 1998, terutama seiring berlakunya Undang-Undang Penanaman Modal, mulai banyak
perusahaan besar masuk dan mencari peluang keuntungan pada berbagai bidang ekonomi,
terutama yang terkait dengan keberadaan sumber daya alam. Beberapa perusahaan asal Jepang
berinvestasi di bidang kelautan, seperti budi-daya mutiara, rumput laut, penangkapan ikan,
kemudian pembelian dan penjualan ikan. Meski belum sepenuhnya menggusur kekuatan
ekonomi lama, perusahaan besar lainnya mulai masuk ke perdagangan komoditi pertanian
dengan menjemput langsung ke tangan petani. Sementara pada bidang pertambangan, eksplorasi
dan eksploitasi telah dilakukan pada marmer, pasir besi, minyak bumi, gas alam, emas, dan
mangan.

Persoalan-persoalan seperti disebutkan pada awal tulisan, yang sekarang masih tampak
menyerupai gejala, di kemudian hari akan memburuk jika tidak ada perubahan yang
fundamental. Pengalaman berbagai daerah lain telah mengajarkan kita untuk tidak mengulang
kesalahan. Beberapa contoh bisa disebut, seperti penambangan emas oleh Freeport di Papua,
Newmont di Nusa Tenggara Barat, tembaga di Sulawesi Selatan, pertambangan timah di Bangka
Belitung, berbagai pertambangan Batubara di Kalimantan, dan lain-lain. Dalam ketiadaan skema
industrialisasi nasional yang jelas maka keberadaan pertambangan hanya memperkaya segelintir
orang, terutama kapitalis di luar negeri, tanpa meninggalkan nilai tambah apapun bagi rakyat.
Pencarian batu mangan ke NTT akan terus ada dan bertambah dalam beberapa tahun ke depan,
bahkan bisa lebih lama. Alasan utamanya sederhana, yaitu pemenuhan kebutuhan industri di
negeri Tiongkok dan Asia Timur lainnya (Jepang dan Korea) yang cenderung mencari sumber
bahan baku terbaik dan terdekat, dibandingkan harus mendatangkan komoditi tersebut dari
Ukraina ataupun Afrika Selatan yang memakan biaya lebih besar.

Pada saat yang sama pemiskinan sistematis dalam sistem neoliberalisme sekarang seperti
jebakan pragmatisme bagi banyak orang. Kesulitan ekonomi menggiring orang untuk memilih
apapun yang saat ini bisa diperoleh secara cepat, sambil secara sengaja ataupun tidak sengaja
meluputkan perhatian dari dampak dan keadaan jangka panjang. Dilihat dari kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkan selama ini, jajaran di kekuasaan pemerintahan daerah tampaknya berada di sisi
pragmatisme tersebut. Contohnya bisa dilihat dari penentuan harga jual batu mangan yang sangat
murah oleh pemerintahan daerah. Di tingkat penambang rakyat saat ini, bahkan, harga batu
mangan per kilo bisa jatuh sampai tiga ratus rupiah per kilogram. Dalam ketidakberdayaan
rakyat, situasi ini cenderung diterima hanya dengan advokasi yang minimalis dari para
pemerhati, baik itu aktivis mahasiswa atau LSM tertentu.

Respon dan tawaran strategis

Kekayaan tambang adalah milik rakyat. Namun ‘pemanfaatan’ oleh rakyat yang terjadi saat ini,
dalam bentuk penambangan tradisional maupun modern, sebenarnya berada di luar rencana
rakyat sendiri. Rencana atau desain ini diciptakan oleh kepentingan industri di luar negeri,
didesakkan kepada pemerintah pusat maupun daerah, kemudian rakyat menjadi korban pasif dari
kehendak para pemodal.

Karena itu perlukan langkah awal yang tegas untuk menghentikan seluruh proses pertambangan
mangan di NTT. Penghentian tidak sekadar sampai ada regulasi tapi sampai ada gambaran
manfaat yang jelas untuk kepentingan rakyat dan kebutuhan industri nasional. Terkait
penghentian ini, tentunya sebagian masyarakat akan kehilangan mata pencarian dari
penambangan dan penjualan mangan yang digeluti. Oleh karena itu diperlukan jaminan modal
dan lapangan kerja baru yang disediakan oleh pemerintah. Selain itu, juga dibutuhkan kajian
mendalam mengenai dampak lingkungan sehingga dapat ditentukan daerah mana yang boleh
dieksploitasi dan daerah mana yang menjadi kawasan terlarang atau harus dilestarikan.

Sejalan dengan poin pertama, hal penting lain yang perlu diperhatikan adalah memastikan
adanya nilai tambah yang sebesar-besarnya bagi rakyat dari proses penambangan. Nilai tambah
yang besar dapat diperoleh melalui dua jalan yaitu; pertama, menaikkan harga jual batu mangan
dari tangan penambang, yang bisa dilakukan dengan memotong mata rantai perdagangan; kedua,
dengan mendirikan pabrik pengolahan batu mangan menjadi produk yang lebih siap pakai.
Penjualan batu mangan dalam bentuk bongkahan mentah ke luar pulau harus dilarang, sehingga
mendorong pendirian industri yang bisa menarik tenaga kerja. Industri yang berdiri pun harus
memberikan kompensasi yang sebesar-besarnya kepada rakyat, baik dalam bidang pendidikan,
kesehatan, perumahan, infrastruktur, dan lain-lain. Sampai di sini, perusahaan tidak dapat
dibiarkan bergerak sendiri dengan logika untung-rugi bagi dirinya sendiri, melainkan harus
dikendalikan oleh sebuah pemerintahan yang terus menjaga komitmennya memajukan
kesejahteraan rakyat. Pengorganisasian rakyat dalam kegiatan-kegiatan yang mencerdaskan
secara politik adalah salah satu langkah kunci yang dapat dilakukan oleh para pemerhati masalah
tambang dan masalah pemiskinan yang dihadapi rakyat NTT sekarang.

Anda mungkin juga menyukai