Anda di halaman 1dari 38

1

Dibacakan

Rabu, 13/10/2021
Telaah Jurnal
 
Infeksi Daerah Operasi dalam Obstetri dan Ginekologi:
Pencegahan dan Manajemen
 
 
 

 
 

 
 
Oleh :
 dr. Elia Tombe

Pembimbing:
Dr. dr. Rina Previana A, Sp.OG(K)
Dr. dr. Hj Nur Rakhmah, Sp.OG(K), M.Kes
dr. A. Nursanty A. Padjalangi, Sp.OG(K)

DIVISI OBSTETRI DAN GINEKOLOGI SOSIAL


DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
2

Daftar Singkatan

RCOG: royal college of obstetry and gynecology


IDO: infeksi daerah operasi
SSI: surgical site infection
NICE: national institute of health care and excellence
WHO: world health organization
ACS: American College of surgeons
CDC: centre for disease of control
S.Aureus: Staphylococcus aureus
MRSA: Methicilin resistant Staphylococcus
OR: Odds Ratio
RCT: Randomized Control Trial
IV: intravenous
SC: section caesarea
MIC: minimum intolerant concentration
Mg: milligram
FDA: food and drug administration
NPWT: negative pressure wound therapy
3

Infeksi Daerah Operasi dalam Obstetri dan Ginekologi:


Pencegahan dan Manajemen
1 2
Emmanuel E Ekanem MBBCh FWACS MRCOG MRCPI | Olubunmi Oniya MBBS FRCOG |
3 4
Hudah Saleh MBBS MD (Arab Board) | Justin C Konje MD MBA FRCOG *

Royal College of Obstetricians and Gynaecologists 2021;23:124–37

1
ST4 Trainee di Obstetri dan Ginekologi, Rumah Sakit Umum Northampton NHS Trust, Northampton
NN1 5DR, Inggris
2
Dokter Senior, Kedokteran Sidra, Asisten Profesor Obstetri dan Ginekologi, Weill Cornell Medical
College, Doha, Qatar
3
Konsultan Senior, Pusat Penelitian Kesehatan Wanita, Hamad Medical Corporation, Doha, Qatar
4
Profesor Emeritus Obstetri dan Ginekologi, Departemen Ilmu Kesehatan, Universitas Leicester,
Leicester LE1 7RH, Inggris
4

* Korespondensi: Justin Konje. Email: jck4@leicester.ac.uk

Konten Utama
 Infeksi Daerah operasi (IDO) merupakan penyebab morbiditas pasca operasi dan,
dalam kasus yang parah, dapat menyebabkan kematian.
 Epidemiologi IDO bervariasi tergantung pada jenis operasi dan negara. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor risiko terkait pasien, praoperasi, intraoperatif dan
pascaoperasi.
 Strategi pencegahan menargetkan faktor-faktor risiko ini dan mencakup tindakan
yang diambil sebelum, selama dan setelah operasi.
Tujuan Pembelajaran
 Untuk memahami bagaimana IDO dapat dicegah, tergantung pada jenis luka,
terutama tindakan perioperatif termasuk profilaksis antibiotik, dan kapan harus
mengulang antibiotik atau mengubah dosis.
 Untuk memahami dasar dan pendekatan antibiotik perioperatif pada wanita dengan
infeksi insidental (misalnya, genital dan saluran kemih) dan pada wanita dengan
komorbiditas, seperti mereka yang mengalami imunosupresi atau dengan penyakit
katup jantung mekanis.
 Untuk memahami tindakan spesifik apa yang harus diambil untuk mengurangi risiko
IDO dalam kasus khusus dalam obstetri dan ginekologi, seperti pada wanita yang
sangat gemuk, mereka yang menjalani operasi kanker, atau mereka yang memiliki
kondisi jantung atau transplantasi.
Isu Etik
 Haruskah antibiotik perioperatif diberikan kepada setiap wanita yang menjalani
operasi?
 Apa risiko resistensi antibiotik akibat pemberian antibiotik perioperatif?
Kata kunci: antibiotik, operasi Caesar, operasi ginekologi, antibiotik pra operasi, infeksi
daerah operasi
5

1 | LATAR BELAKANG

Setelah pengenalan antisepsis dan antibiotik pada abad ke-19, kemajuan selanjutnya
membuat operasi menjadi lebih aman. Beberapa kemajuan ini termasuk teknik bedah yang
baik dan anestesi yang aman. Meskipun demikian, infeksi daerah oerasi (IDO) tetap
menjadi masalah, dengan implikasi besar untuk perawatan dan keselamatan pasien. IDO
dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang parah, dengan rawat inap yang
berkepanjangan serta biaya ekonomi yang sangat besar untuk pasien dan sistem perawatan
kesehatan.1 Beberapa kemajuan dalam praktik pencegahan infeksi telah memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap pengurangan IDO. Hal ini termasuk pengoptimalan
ventilasi di ruang operasi, metode sterilisasi peralatan dan penggunaan barier selama
operasi. Faktor-faktor yang terkait dengan peningkatan angka IDO termasuk patogen
resisten antibiotik dan gangguan kronis seperti diabetes, alkoholisme, obesitas dan
imunosupresi.1 Dalam kebidanan, peningkatan IDO dapat dikaitkan dengan persalinan
lama, operasi caesar darurat dan beberapa pemeriksaan vagina. Patogen umum termasuk
organisme Gram-positif dan negatif seperti Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Di Inggris, IDO tidak hanya meningkatkan lama rawat inap, tetapi juga biaya
perawatan. Perkiraan biaya tambahan ini berkisar dari £ 959-1300, tergantung pada jenis
operasi dan tingkat keparahan infeksi.2,3 Dalam ulasan ini, kami membahas dan
memberikan pendekatan berbasis bukti untuk mengurangi dan mengelola IDO dalam
obstetri dan ginekologi.

2 | DEFINISI

IDO didefinisikan sebagai infeksi pada insisi kulit superfisial atau deep (profunda), atau
organ/ruang, yang terjadi hingga 30 hari setelah operasi jika tidak ada implan yang
tertinggal, atau dalam 1 tahun jika implan tertinggal di tempatnya (Gambar 1) .1 Ada
kriteria khusus untuk membuat diagnosis.
6

Gambar 1 Penampang dinding perut menggambarkan klasifikasi infeksi daerah operasi oleh Centers
for Disease Control (CDC). Diadaptasi dari Horan et al.,4 dengan izin. IDO = infeksi daerah operasi.

Untuk infeksi luka superfisial, setidaknya salah satu dari berikut ini:
 Cairan purulen atau eksudat dengan organisme yang teridentifikasi
 Adanya salah satu dari berikut ini: nyeri, kemerahan, pembengkakan lokal, nyeri
tekan atau panas
 Diagnosis infeksi luka superfisial oleh ahli bedah atau dokter yang merawat1
Untuk infeksi luka dalam, setidaknya salah satu dari berikut ini:
 Eksudat purulen dari sayatan luka dalam
 Dehiscence spontan dari luka insisi yang dalam atau luka yang sengaja dibuka
dengan adanya pireksia >38°C, nyeri lokal, atau nyeri tekan
 Bukti abses atau infeksi yang melibatkan sayatan luka dalam ditemukan pada
pemeriksaan langsung pada luka, selama operasi ulang, radiologis atau histologi
 Diagnosis infeksi luka sayatan yang dalam oleh ahli bedah atau dokter yang
merawat1
Untuk infeksi organ/ruang, setidaknya salah satu dari berikut ini:
 Eksudat purulen dari saluran yang ditempatkan di organ atau ruang melalui luka
tusuk
 Organisme yang diisolasi dari organ atau ruang
 Bukti abses atau infeksi yang melibatkan organ/ruang yang ditemukan pada
pemeriksaan langsung pada luka, selama operasi ulang, radiologis atau histologi
7

 Diagnosis infeksi luka organ/ruang oleh ahli bedah atau dokter yang merawat1

Luka secara tradisional diklasifikasikan sebagai bersih, bersih terkontaminasi,


terkontaminasi, kotor atau terinfeksi (lihat Kotak 1).4,5

Kotak 1. Klasifikasi luka

Bersih: luka yang dibuat dalam kondisi steril di mana tidak ada organisme dan kulit dapat
sembuh tanpa komplikasi,1 atau sayatan di mana tidak terjadi inflamasi yang ditemukan
dalam prosedur pembedahan, dalam sterilisasi, dan selama prosedur pembedahan.
Saluran pernapasan, pencernaan, atau genitourinari tidak dimasukan (misalnya insisi
kulit untuk kistektomi ovarium).5

Bersih terkontaminasi: luka yang dibuat dalam kondisi steril tetapi di mana saluran
pernapasan, pencernaan, genital, atau saluran kemih dalam kondisi yang terkontrol dan
kontaminasi tidak selalu terjadi,1 atau sayatan yang melalui saluran pernapasan,
pencernaan, atau genitourinari dimasuki dalam kondisi yang terkendali tetapi tanpa
kontaminasi yang ditemui (misalnya, sayatan kulit pada histerektomi atau operasi
caesar).5

Terkontaminasi: biasanya luka terbuka, fresh atau tidak disengaja atau sayatan yang
dilakukan selama operasi di mana ada kerusakan besar dalam teknik steril atau tumpahan
kotor dari saluran pencernaan, atau sayatan di mana peradangan akut, non-purulen1
ditemui.1 Luka trauma terbuka yang lebih dari 12 sampai 24 jam juga termasuk dalam
kategori ini (bedah obstetri dan ginekologi di mana usus dibuka baik secara sengaja atau
tidak sengaja).5

Kotor atau terinfeksi: luka dengan jaringan yang rusak dengan organisme yang sudah ada
sebelumnya di bidang bedah sebelum operasi (misalnya, laparotomi untuk pelvic
collection).1

3 | EPIDEMIOLOGI
8

Insiden semua IDO bervariasi tergantung pada populasi, faktor risiko, jenis dan durasi
operasi. IDO diperkirakan sekitar 2-6% operasi di negara-negara berpenghasilan tinggi;
misalnya, 2,6% di Italia, 3% di Prancis dan 5,4% di Swiss. 6,7 Insidennya lebih rendah di
negara-negara berpenghasilan tinggi daripada di negara-negara berpenghasilan rendah.6

Dalam survei tahun 2006 rumah sakit di Inggris, kejadian infeksi yang berkaitan
dengan health care-acquired adalah 8%. IDO bertanggung jawab atas 14% infeksi ini dan
5% pasien yang menjalani prosedur pembedahan berkembang menjadi IDO.3,5 Di Inggris,
audit IDO di National Health Service (NHS) oleh Public Health England, yang berlangsung
di 2017/18, ditemukan penurunan kejadian IDO dibandingkan dengan tahun 2016. Hal ini
juga bervariasi menurut jenis operasi; tertinggi setelah operasi usus besar (8,7%); operasi
saluran empedu, hati dan pankreas (6,8%); dan operasi usus kecil (6,7%), dan terendah
setelah operasi knee replacement (0,5%). Ada 47 IDO setelah histerektomi perut, dengan
insiden 1,6%.8 Ini jauh lebih rendah daripada presentasi yang dilaporkan oleh Rosenthal
dkk,6 dari 2,7% untuk adomen dan 2,0% untuk histerektomi vagina. Tinjauan tingkat IDO
di Inggris selama periode 10 tahun antara 2009/10 dan 2018/19 menunjukkan pola yang
menarik untuk IDO setelah abdominal hysterectomy. Angka tersebut turun dari 1,9% pada
2009/2010 ke titik terendah 0,9% pada 2014/15, kemudian naik terus ke puncak 2,5% pada
2016/17 sebelum turun menjadi 1,9% untuk 2017/18 dan 2018/19,9 Di AS, tingkat IDO
setelah histerektomi adalah 2,7% pada tahun 2013. Dua pertiga dari IDO ini adalah infeksi
insisi superfisial, termasuk vaginal cuff celulitis,10,11 sementara 1,1% adalah IDO profunda
dan organ/ruang (termasuk vaginal cuff abscess, peritonitis dan pelvic abscess).10 Dalam
sebuah penelitian besar di Swedia, rata-rata angka IDO adalah 11,6% untuk histerektomi
vagina, 3,79% untuk histerektomi abdomen dan 3,76% untuk seksio sesarea segmen bawah
(SC).12 Angka setelah SC juga bervariasi di seluruh dunia, dan telah dilaporkan sebagai 3-
15%.13-16 Beberapa alasan luasnya variasi tingkat IDO terkait SC termasuk penggunaan
denominator yang berbeda untuk menangkap data, tingkat SC yang sangat bervariasi,
adanya komorbiditas, penggunaan profilaksis antibiotik, tingkat ahli bedah dan teknik
bedah.15,16 Ketika beberapa faktor ini termasuk dalam penelitian, tingkat variasi menjadi
lebih dekat, seperti yang dilaporkan oleh Wloch et al.15 (9,8%) dan Martin et al.16 (4,9-
9

9,8%). Tingkat IDO dengan demikian dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Faktor risiko infeksi daerah operasi dalam obstetric dan ginekologi1,6,13,15,17-19
Faktor Pasien Faktor Faktor Faktor
Preoperative/prepregnancy Intraoperative/intrapartum Postoperative
Usia Hipertensi dalam kehamilan Pemeriksaan vagina berulang Hematoma
Obesitas Diabetes gestasional Prolong KPD Transfusi darah
DM Kehamilan ganda Kelahiran yang lama Lamanya rawata di
rumah sakit
Tempat tinggal – Riwayat SC Korioamnionitis
pedesaan
Perokok Skin preparation SC darurat
Imunosupresive – Hair removal Prolong surgery
penggunaan
steroid, alkohol
Status gizi buruk DM tipe 1 dan 2 (control Drainase bedah
glikemik
Rawatan Skor American Society of Tidak mengkonsumsi
preoperative yang Anesthesiology (ASA) Profilaksis antimikroba
lama minimal 3
Anemia Prehospital stay minimal 2 Perdarahan postpartum
hari primer
Intrapartum pyrexia
KPD
Faktor yang di italic berlaku untuk obstetri dan ginekologi, sedangkan huruf roman hanya berlaku untuk
obstetri

4 | FAKTOR RESIKO

Tabel 1 menunjukkan beberapa faktor risiko IDO dalam obstetri dan ginekologi. Faktor-
faktor ini dapat dikelompokkan sebagai patient-related, pra operasi atau prapregnancy,
intraoperatif atau intrapartum, dan pasca operasi.

5 | MIKROBIOLOGI

Berbagai organisme bertanggung jawab atas IDO, menyebabkan gejala dengan


menginduksi perubahan pada beberapa jalur sistem inflamasi dan komplemen. Beberapa
organisme ini adalah flora normal yang biasanya ditemukan pada kulit, saluran pencernaan,
10

dan saluran genital.20 IDO dapat muncul sebagai akibat interaksi kompleks antara jenis dan
jumlah organisme dan virulensinya.20

Patogen penyebab yang paling umum diisolasi adalah enterobacterales (sebelumnya


dikenal sebagai enterobacteriaceae), Staphylococcus aureus dan coliform seperti
Escherichia coli dan Proteus mirabilis. 1,21
Dalam audit NHS-wide SSI, enterobacterales
dan S. aureus masing-masing bertanggung jawab atas 30,2% dan 22,9% kasus. Lainnya
termasuk coliform (19,6%) dan P. mirabilis (13,3%).2 Proporsi IDO yang terkait dengan S.
aureus meningkat dari 22,1% pada 2017/18 menjadi 22,9% pada 2018/19,9 Infeksi terkait
dengan methicillin-resistant S. aureus (MRSA) atau methicillin-sensitive S. aureus (MSSA)
keduanya meningkat sebesar 1,0% antara 2017/18 dan 2018/19. Coagulase-Negative
Staphylococci (CoNS) tetap stabil di 19,4% pada 2018/19, tetapi memiliki persentase
peningkatan terbesar dari 2009/10, diikuti oleh Enterococcus spp. (8,7% pada 2018/19).
Jika dibatasi hanya pada IDO profunda atau organ/ruang, distribusi spesies menunjukkan
gambaran yang serupa; namun, CoNS dan Enterococcus spp. merupakan proporsi kasus
yang lebih tinggi (masing-masing 21,7% dan 9,9% pada 2018/19). Satu-satunya data
prosedur ginekologi yang termasuk dalam audit nasional adalah IDO setelah histerektomi
abdomen. Selanjutnya, data organisme penyebab tidak fokus pada ginekologi sebagai
spesialisasi.

Dalam obstetri dan ginekologi, mikroorganisme yang paling sering bertanggung


jawab untuk IDO adalah polimikrobial aerob dan anaerob, yang sering berasal dari kulit
dan flora saluran genital.1,22 ISK yang menjadi komplikasi histerektomi abdomen biasanya
melibatkan S. aureus, CoNS, Enterococcus spp. dan E. coli (Tabel 2).23 Mikroorganisme ini
dapat berasal dari kulit atau naik dari vagina (jika dibuka, seperti pada histerektomi). Oleh
karena itu, IDO ginekologi lebih mungkin terjadi sekunder terhadap basil Gram-negatif,
enterokokus, streptokokus hemolitikus grup B, dan anaerob. Dalam beberapa tahun terakhir,
kehadiran MRSA telah terlibat dalam peningkatan angka IDO, meskipun kurang begitu
dalam operasi ginekologi.1 Infeksi genital seperti vaginosis bakterial, dan infeksi Neisseria
gonorrhoea, Chlamydia trachomatis atau mikoplasma dapat menyebabkan infeksi asenden
setelah prosedur transvaginal atau transservikal.24 Dalam prosedur ginekologi seperti
11

histerektomi, di mana luka biasanya diklasifikasikan sebagai bersih terkontaminasi,


organisme yang terlibat adalah S. aureus, E. coli dan anaerob. Kuman ini sering mencemari
situs bedah pada saat operasi atau berasal dari mikroflora genital atau saluran pencernaan.
Organisme yang paling sering bertanggung jawab untuk IDO setelah CS adalah S. aureus.
Dalam studi prospektif faktor risiko IDO setelah SC di 14 rumah sakit di Inggris, Wloch et
al.15 menemukan bahwa S. aureus adalah organisme paling umum yang bertanggung jawab,
diidentifikasi pada 40,4% kasus (di mana 17,1% resisten methicillin). Patogen penyebab
lainnya adalah kokus anaerob seperti E. coli (13,3%) dan Streptococcus sp. (7,4%),
Enterococcus sp. dan Pseudomonas sp.15,25

Tabel 2. Organisme yang bertanggung jawab atas IDO dalam obstetri dan ginekologi 1,20,22
Aerob Gram-positif Aerob Gram-Negatif Anaerob
Staphylococcus aureus Klebsiella sp. Clostridium (Clostridioides) sp.
Enterococcus sp. Escherichia coli Gardnerella vaginalis
DM Pseudomonas aeruginosa Fusibacterium sp.
Group b haemolytic Proteus sp. Bacteriodes fragilis
streptococcus
Staphylococcus pyogenes Klebsiella sp. Peptostreptococcus sp.
Staphylococcus epidermidis Prevotella sp.
Methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (MRSA)

6 | PENCEGAHAN

Beberapa strategi telah digunakan dan dievaluasi dalam uji coba untuk mengurangi
kejadian IDO dan meningkatkan perawatan dan luaran pasien. Berbagai pedoman telah
dikembangkan untuk pencegahan IDO, termasuk dari National Institute for Health and
Care Excellence (NICE), 7
American College of Obstetricians and Gynecologists
(ACOG),26 World Health Organization (WHO),27 American College of Surgeons (ACS),
Surgical Infection Society (SIS)28 dan Centers for Disease Control (CDC).29 Pedoman ini
mengklasifikasikan faktor risiko sebagai 'dapat dimodifikasi' atau 'tidak dapat dimodifikasi'.
Langkah-langkah untuk mengurangi IDO yang diuraikan dalam pedoman nasional dan
internasional ini, yang dibahas di bawah ini, mencakup periode pra, intra, dan pasca
operasi. Tabel 3 membandingkan beberapa rekomendasi dari pedoman ini.
12

7 | FKTOR PASIEN

Faktor pasien yang berhubungan dengan IDO dijelaskan secara rinci pada Tabel 1.
Mengidentifikasi dan mengelola faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti perubahan
gaya hidup (berhenti merokok, pengurangan asupan alkohol dan mempertahankan berat
badan normal sebelum operasi) telah terbukti mengurangi kejadian IDO. kontrol glikemik,
menghindari imunosupresi, mengoptimalkan status hemoglobin dan nutrisi yang baik
semuanya meningkatkan penyembuhan luka dan mengurangi risiko IDO.1 Pengurangan
rawat inap pra operasi telah terbukti mencegah perkembangan kondisi komorbiditas dan
juga untuk mengurangi kejadian IDO.1, 30

8 | FAKTOR PREOPERATIVE

8.1 | Dekolonisasi Hidung

S. aureus, terutama MRSA dari nares anterior pada karier positif, dikaitkan dengan
peningkatan risiko IDO, terutama pada bedah jantung dan ortopedi. Bukti dari penelitian
telah menunjukkan penurunan kejadian IDO pada pasien yang menjalani dekontaminasi
hidung dengan antiseptik dibandingkan dengan plasebo. NICE merekomendasikan bahwa
dekolonisasi dengan mupirocin harus bergantung pada jenis operasi dan faktor pasien
seperti status MRSA.5 Ini dianggap praktik yang baik untuk menyaring status MRSA dan
untuk mendekontaminasi wanita yang menjalani operasi di bidang obstetri dan ginekologi.26
10

Tabel 3. Perbandingan rekomendasi untuk mencegah infeksi daerah operasi antar pedoman
Rekomendasi NICE7 ACOG26 ACS dan SIS28 WHO27
Antibiotik Dosis tunggal antibiotik Profilaksis antimikroba dosis Dosis tunggal dalam 60 Dosis tunggal dalam 120 menit
parenteral profilaksis secara intravena saat tunggal. menit setelah sayatan dan setelah sayatan (dengan
memulai anestesi Dosis intraoperatif tambahan dosis ulang berdasarkan mempertimbangkan waktu
untuk prosedur yang panjang atau waktu paruh antibiotik dan paruh antibiotik)
kehilangan darah yang berlebihan kehilangan darah
Skrining Pertimbangkan mupirosin hidung Untuk pasien dengan riwayat Skrining dan dekolonisasi Nasal carriers S. aureus yang
MRSA/profilaksis dalam kombinasi dengan pencuci kolonisasi MRSA yang diketahui, pasien jantung dan ortopedi menjalani operasi kardiotoraks
karier tubuh klorheksidin sebelum yang menjalani operasi melalui dengan S. aureus atau ortopedi harus
prosedur di mana Staphylococcus sayatan kulit, gunakan protokol didekolonisasi dengan salep
aureus kemungkinan menjadi profilaksis antibiotik MRSA yang mupirocin 2% sebelum operasi.
penyebab infeksi daerah operasi direkomendasikan di rumah sakit Pertimbangkan perawatan untuk
atau penyesuaian regimen carriers yang diketahui untuk
antibiotik profilaksis praoperasi jenis operasi lain
untuk memasukkan satu dosis
vankomisin praoperasi.
Persiapan kulit Gunakan larutan chlorhexidine Gunakan agen berbasis alkohol Gunakan preparat berbasis Gunakan larutan antiseptik
(persiapan lokasi berbasis alkohol, atau larutan kecuali dikontraindikasikan. alkohol kecuali berbasis alkohol klorheksidin
operasi) chlorhexidine aqueous jika Klorheksidin-alkohol adalah dikontraindikasikan kecuali dikontraindikasikan
beroperasi di sebelah selaput pilihan yang tepat
lendir.
Larutan povidone iodine berbasis
alkohol jika klorheksidin
dikontraindikasikan, atau larutan
povidone-iodine aqueous jika
larutan berbasis alkohol dan
klorheksidin dikontraindikasikan
Membasuh kulit Mandi menggunakan sabun, baik Anjurkan pasien untuk mandi Anjurkan pasien untuk Pastikan pasien mandi sebelum
pra operasi pada hari sebelumnya, atau pada (seluruh tubuh) dengan sabun mandi sebelum operasi operasi menggunakan sabun
hari operasi (antimikroba atau dengan sabun biasa atau biasa atau sabun antimikroba
nonantimikroba) atau agen sabun antimikroba
antiseptik setidaknya pada malam
11

sebelum operasi abdomen


Homeostasis Pertahankan suhu sesuai dengan Menerapkan kontrol glikemik pra Targetkan glukosa darah Gunakan protokol untuk pasien
pasien pedoman NICE 2008. operasi dan menggunakan target target 110–159 mg/DL (6,1– dengan dan tanpa diabetes
Pertahankan oksigenasi optimal glukosa darah 200 mg/DL (11 8,8mmol/L). sebelum operasi (tidak ada
selama operasi; khususnya, mmol/L) pada pasien dengan dan Pemanasan pra dan target yang diberikan).
berikan pasien oksigen yang tanpa diabetes intraoperatif Hangat pasien selama operasi.
cukup selama operasi besar dan merekomendasikan 80% Gunakan 80% fraksi O2
dalam masa pemulihan untuk oksigen tambahan untuk inspirasi intraoperatif dan 2-6
memastikan pemeliharaan saturasi diberikan sebelum operasi jam pascaoperasi
hemoglobin lebih dari 95% (di bawah anestesi umum)
Pembersihan Tidak disebutkan Dengan klorheksidin glukonat 4% Tidak disebutkan Tidak disebutkan
vagina atau povidone-iodine sebelum
histerektomi atau operasi vagina
Hair Removal Jangan gunakan hair removal Rambut tidak boleh dicabut Tidak disebutkan Jangan mencukur tetapi, jika
secara rutin. secara rutin kecuali akan benar-benar perlu, gunakan
Jika rambut harus dicabut, mengganggu operasi, dalam hal gunting daripada pisau cukur
gunakan gunting listrik dengan ini harus dilakukan segera
pisau sekali pakai pada hari sebelum operasi, sebaiknya
operasi. dengan gunting.
Jangan gunakan pisau cukur Jangan gunakan pisau cukur
Penutupan kulit Pertimbangkan untuk Tidak disebutkan Tidak disebutkan Tidak disebutkan
menggunakan jahitan daripada
staples untuk menutup kulit
setelah operasi caesar untuk
mengurangi risiko dehiscence
luka superfisial
Negative pressure Wanita berisiko tinggi – terutama Pada sayatan bedah tertutup
wound therapy untuk sayatan bedah tertutup terutama pada luka berisiko
(NPWT) tinggi
ACOG = American College of Obstetricians and Gynecologists; ACS = American College of Surgeons; MRSA =methicillin-resistant Staphylococcus aureus;
NICE =National Institute of Health and Care Excellence; SIS = Surgical Infection Society; WHO = World Health Organization
12

8.2 | Gaun Pasien dan Staff

Meskipun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa mengenakan gaun bedah oleh staf dan
pasien mengurangi risiko IDO, tetap saja direkomendasikan bahwa pasien mengenakan
pakaian yang nyaman dan sesuai untuk operasi dan yang memberikan paparan yang
memadai dari daerah operasi. Staf yang tidak secara aktif terlibat dalam pembedahan juga
harus mengenakan gaun operasi yang non-steril (clean hospital scrubs) di sekitar area
pembedahan.5,7,31

8.3 | Mandi Sebelum Operasi

Beberapa penelitian telah meneliti peran mandi pra operasi dalam mengurangi IDO. Sebuah
tinjauan Cochrane, yang mencakup tujuh percobaan acak, menunjukkan tidak ada
perbedaan dalam tingkat IDO ketika 4% klorheksidin glukonat (pencuci tubuh yang paling
sering digunakan) dibandingkan dengan sabun atau plasebo.32 Sebuah penelitian besar
berikutnya menunjukkan penurunan tingkat IDO mendukung mandi dengan 4%
klorheksidin glukonat tanpa mencuci (Relative Risk [RR] 0,36; interval kepercayaan 95%
[CI] 0,17-0,79). Dalam survei 10 tahun IDO di AS, ditemukan bahwa angka tersebut jauh
lebih rendah di antara wanita yang menggunakan klorheksidin sebelum operasi
dibandingkan dengan mereka yang tidak.33Selain itu, Savage et al.34 menunjukkan bahwa
mandi sebelum operasi secara signifikan mengurangi risiko selulitis setelah histerektomi
abdomen (odds ratio [OR] 0,2, 95% CI 0,06-0,7). Berdasarkan data ini, mandi pra operasi
direkomendasikan sebagai praktik yang baik karena mengurangi kolonisasi flora di kulit,
terutama di lokasi bedah. Tidak jelas apakah mandi dengan obat atau sabun biasa
mengurangi risiko IDO lebih lanjut.5,35-37 Karena itu, pasien dianjurkan untuk mandi dengan
sabun biasa atau sabun antimikroba, baik sehari sebelum atau pada hari operasi sebelum di
operasi.5,6 Untuk prosedur di mana S. aureus kemungkinan merupakan penyebab IDO,
sebaiknya dilakukan dengan klorheksidin. Dalam obstetri dan ginekologi, ini akan terjadi
pada mereka yang diidentifikasi sebagai pembawa MRSA untuk siapa dekontaminasi telah
ditawarkan.5 Pedoman ACOG merekomendasikan bahwa pasien yang menjalani operasi
ginekologi besar di abdomen harus memandikan seluruh tubuh mereka menggunakan sabun
13

(antimikroba atau nonantimikroba) atau agen antiseptik pada malam sebelum operasi.
NICE juga menyarankan bahwa pasien harus mandi menggunakan sabun sehari sebelum
atau pada hari operasi.5 Rekomendasi ini berlaku untuk semua operasi besar di abdomen.

8.4 | Hair Removal

Sebelumnya merupakan praktik umum dalam obstetri dan ginekologi, hair removal kini
semakin jarang dilakukan. Pencabutan rambut dapat dilakukan dengan mencukur dengan
pisau cukur, menggunting atau menggunakan krim pencabutan. Beberapa uji coba
terkontrol secara acak (RCT) yang telah mengevaluasi metode yang berbeda dari hair
removal dibandingkan dengan tidak ada hair removal dalam mengurangi kejadian IDO
telah dilaporkan tidak ada keuntungan dari salah satu teknik di atas. Temuan ini juga telah
divalidasi oleh review Cochrane.38 Meskipun demikian, WHO merekomendasikan bahwa,
jika benar-benar diperlukan, hair removal harus dilakukan dengan menggunakan clipper.
Hrus mencukur sangat tidak dianjurkan.6 NICE tidak menganjurkan pencukuran bulu secara
rutin sebelum operasi karena dianggap tidak efektif dari segi biaya dan tidak mencegah
IDO. Namun, NICE menyarankan bahwa jika hair removal diperlukan, itu harus dilakukan
dengan menggunakan gunting listrik dengan pisau sekali pakai daripada pisau cukur karena
pisau cukur telah terbukti meningkatkan risiko IDO.5 Berkenaan dengan waktu mencukur,
ulasan Cochrane menyimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat IDO
antara mencukur atau memotong sehari sebelum operasi atau pada hari operasi. Namun,
studi di mana kesimpulan ini dibuat masih kecil, sehingga diperlukan penelitian lebih
lanjut.38

8.5 | Profilaksis Antimikroba untuk Operasi Caesar

Antibiotik merupakan pusat pencegahan IDO dan penggunaannya telah dinilai di beberapa
RCT. Berkenaan dengan SC, tinjauan Cochrane dari 95 percobaan antibiotik profilaksis dan
IDO pasca-SC menemukan bahwa, untuk SC elektif dan darurat, tingkat IDO adalah 68 per
1000 dengan antibiotik dan 97 per 1000 tanpa antibiotik. Dibandingkan dengan kelompok
kontrol, penggunaan antibiotik profilaksis terbukti mengurangi tingkat infeksi luka sebesar
61% (RR 0,39, 95% CI 0,32-0,48), endometritis sebesar 62% (RR 0,38, 95% CI 0,34-0,42)
14

dan komplikasi infeksi ibu yang serius sebesar 69% (RR 0,31, 95% CI 0,19-0,48). Untuk
wanita yang menjalani SC elektif saja, tercatat bahwa antibiotik profilaksis juga
mengurangi kejadian infeksi luka sebesar 38% (RR 0,62; 95% CI 0,47- 0,82) dan
endometritis sebesar 62% (RR 0,38; 95% CI 0,24-0,61). Tinjauan tersebut menyimpulkan
bahwa antibiotik mengurangi kejadian IDO, endometritis dan komplikasi infeksi ibu yang
serius sebesar 60-70%.39 Pemberian sefalosporin generasi pertama mengurangi risiko
infeksi luka pasca operasi sebesar 62% (RR 0,38; 95% CI 0,28-0,53 ) dan endometritis
sebesar 58% (RR 0,42; 95% CI 0,33-0,54).39 Sehubungan dengan waktu pemberian
antibiotik, tinjauan Cochrane terhadap 10 penelitian, yang melibatkan 5041 wanita,
menunjukkan bahwa antibiotik intravena (IV) diberikan dalam waktu 60 menit dari SC
menurunkan morbiditas infeksi ibu komposit sebesar 53% (RR 0,57; 95% CI 0,45-0,72),
endometritis sebesar 56% (RR 0,54; 95% CI 0,36-0,91) dan infeksi luka sebesar 41% (RR
0,59; 95 %CI 0,44-0,81) dibandingkan dengan mereka yang menerima antibiotik IV setelah
penjepitan tali pusat neonatus.40 Selanjutnya, asam klavulanat amoksisilin IV (Augmentin)
yang diberikan sebelum SC telah terbukti meningkatkan risiko enterokolitis nekrotikans
neonatal.41 Oleh karena itu, direkomendasikan bahwa antibiotik rutin harus diberikan
sebelum memulai SC, tetapi jika Augmentin akan digunakan, harus diberikan setelah
penjepitan tali pusat.

8.6 | Profilaksis Antimikroba untuk Histerektomi

Beberapa percobaan, dan tinjauan Cochrane dari 37 RCT membandingkan antibiotik dan
plasebo sebelum operasi pada wanita yang menjalani histerektomi abdomen, menunjukkan
bahwa antibiotik profilaksis secara signifikan mengurangi infeksi pasca operasi (RR 0,38;
95% CI 0,21-0,67) dan infeksi luka abdomen (RR 0,51; 95% CI 0,36-0,73). Efek
keseluruhan dari antibiotik profilaksis adalah untuk mengurangi risiko infeksi pasca operasi
dari sekitar 16% menjadi 1-6%. Ini juga berlaku untuk histerektomi vagina.

Diakui bahwa konsentrasi antibiotik jaringan yang optimal sebelum operasi sangat
penting untuk mengurangi risiko IDO, namun rekomendasi tentang waktu pemberian
antibiotik bervariasi antara pedoman yang berbeda. Mencapai konsentrasi optimal
15

tergantung pada sifat farmakokinetik seperti waktu paruh dan konsentrasi hambat minimum
(MIC). Kebanyakan antibiotik diberikan pada dua sampai empat interval waktu paruh,
sehingga mencapai tingkat terapeutik hanya sebentar-sebentar.43 Cefuroxime, misalnya,
memiliki waktu paruh 1-2 jam dan MIC biasanya dicapai antara 20 dan 90 menit
pemberian.44 Dalam bedah obstetrik dan ginekologi, antibiotik profilaksis IV
direkomendasikan untuk diberikan dalam waktu 60 menit setelah insisi kulit.5,45 NICE
merekomendasikan dosis tunggal antibiotik profilaksis IV pada induksi anestesi untuk
prosedur bedah.5 Jenis antibiotik biasanya tergantung pada kebijakan masing-masing rumah
sakit. Antibiotik profilaksis biasanya direkomendasikan untuk operasi dengan luka bersih,
bersih terkontaminasi dan terkontaminasi. Dimana luka terinfeksi, antibiotik harus lebih
dari profilaksis (berkepanjangan).7 Tabel 4 menunjukkan daftar yang kami sarankan dan
dosis antibiotik perioperatif standar yang umumnya direkomendasikan untuk pencegahan
IDO dalam kebidanan dan ginekologi. Pembedahan berkepanjangan dikaitkan dengan
tingkat IDO yang lebih tinggi. Studi telah melaporkan tingkat IDO 6,3% untuk operasi
kurang dari 1 jam, dan 28% untuk operasi yang berlangsung lebih dari 2 jam. 30 Demikian
pula, di mana kehilangan darah yang signifikan pada operasi (lebih dari 1500 ml), MIC dari
antibiotik profilaksis berkurang, menghasilkan kemanjuran yang lebih rendah. Oleh karena
itu, redosing dianjurkan jika:

• Pembedahan diperpanjang (>3 jam)46,47 dan


• Kehilangan darah lebih dari 1500 ml47,48

Untuk wanita obesitas yang tidak sehat, pertimbangan harus diberikan untuk
memberikan dosis standar antibiotik profilaksis yang lebih tinggi – atau bahkan dua kali
lipat. Pemberian seharusnya 3 g.46

Dalam kasus khusus, seperti pasien obstetri dan ginekologi dengan kondisi jantung,
katup toraks dan transplantasi, rejimen antibiotik profilaksis bedah biasanya tidak
berbeda.50,51

Meskipun merupakan praktik yang baik untuk menawarkan antibiotik profilaksis,


harus diingat bahwa ini tidak direkomendasikan dalam operasi bersih, non-prostetik, tanpa
16

komplikasi, seperti laparoskopi diagnostik, kistektomi ovarium (untuk kista sederhana


tanpa komplikasi) atau sterilisasi laparoskopi.5

Tabel 4. Disarankan antibiotik profilaksis yang direkomendasikan untuk operasi obstetri dan ginekologi 46-49
Indikasi Antibiotik + dosis Komentar
SC Cefazolin 2 g or cefuroxime 1.5 If penicillin-allergic, then
g+ metronidazole 500 mg clindamycin 400 mg IV +
gentamycin 5 mg/kg
Abdominal hysterectomy IV cefazolin 2 g or cefuroxime If penicillin-allergic, then
1.5 g+ metronidazole 500 mg or clindamycin 400 mg IV +
co-amoxiclav 1.2 g gentamycin 5 mg/kg
Vaginal hysterectomy IV cefazolin 2 g or cefuroxime If penicillin-allergic, then
1.5 g+ metronidazole 500 mg or clindamycin 400 mg IV +
co-amoxiclav 1.2 g gentamycin 5 mg/kg
Prosedur perineum IV cefuroxime 1.5 g+ If penicillin-allergic, then
metronidazole 500 mg or co- gentamycin 5 mg/kg +
amoxiclav 1.2 g, followed by oral metronidazole 500 mg, followed by
co-amoxiclav 625 mg 8-hourly oral clindamycin 300–460 mg 6-
for 5 days hourly for 5 days
Pasien positif MRSA IV teicoplanin 400 mg IV +
gentamycin 5 mg/kg
IV= intravenous; MRSA= Methicillin-resistant Staphylococcus aureus

9 | FAKTOR INTRAOPERATIVE

9.1 | Mencuci Tangan

Dekontaminasi tangan dengan klorheksidin atau povidon sebelum operasi telah terbukti
mengurangi flora kulit, berhubungan dengan penurunan berikutnya dalam kejadian IDO.
Dalam hal ini, menggunakan alcohol dan menggosok dengan povidone-iodine telah terbukti
khasiat yang sama.52,53 Tim bedah dianjurkan untuk mencuci tangan mereka dengan larutan
antiseptik dan sikat kuku sekali pakai sebelum operasi pertama. Setelah ini, tangan dapat
dicuci dengan larutan bedah antiseptik atau hand-rub alkohol untuk operasi selanjutnya,
tetapi jika tangan menjadi kotor, tangan harus dicuci dengan larutan antiseptik.5,53 Hand-
scrubbing minimal dari 3 menit telah terbukti mengurangi unit pembentuk koloni
mikroorganisme selama penggosokan tangan hanya selama 2 menit.53

9.2 | Gloves
17

Ada bukti yang tidak memadai untuk menunjukkan bahwa sarung tangan tunggal atau
ganda mempengaruhi kejadian IDO secara berbeda; namun demikian, penggunaan sarung
tangan ganda dianjurkan untuk melindungi ahli bedah. Selain itu, sarung tangan ganda
mengurangi risiko cedera akibat jarum suntik pada ahli bedah.7,54,55

9.3 | Gaun dan Tirai

Meskipun tidak ada cukup bukti bahwa gaun bedah mengurangi tingkat IDO,
penggunaannya direkomendasikan sebagai praktik yang baik karena mengurangi
kontaminasi bidang bedah dengan kemungkinan sumber infeksi.8 Bukti dari berbagai RCT
telah mengkonfirmasi tidak ada perbedaan dalam kejadian IDO dengan penggunaan tirai
sekali pakai atau dapat digunakan kembali; keduanya direkomendasikan.56 Tirai yang dapat
digunakan kembali sangat hemat biaya, terutama di rangkaian sumber daya yang buruk. 5
Saat tirai beririsan digunakan, tirai yang tidak mengandung iodofor sebaiknya tidak
digunakan secara rutin karena telah terbukti meningkatkan risiko IDO. Oleh karena itu, tirai
insisi yang diresapi iodofor direkomendasikan, kecuali pasien alergi terhadap yodium

9.4 | Persiapan Kulit

Kulit mengandung mikroflora yang menetap dan kontaminasi tempat pembedahan dengan
organisme ini meningkatkan risiko IDO. Antiseptik kulit telah terbukti mengurangi jumlah
mikroflora, terutama yang tidak dihilangkan dengan sabun dan air. Klorheksidin telah
banyak digunakan untuk antiseptik kulit dan dikatakan bersifat bakteriostatik, sedangkan
preparat berbasis alkohol bersifat bakterisida dan cepat menguap.5 Beberapa RCT telah
membandingkan berbagai antiseptik kulit yang digunakan sebelum SC, yaitu klorheksidin
saja, klorheksidin dengan alkohol, dan povidon-iodin sendiri atau dengan alkohol.13

Sebuah RCT dari 1147 wanita yang menjalani SC membandingkan persiapan kulit
menggunakan 2% klorheksidin glukonat dengan 70% isopropil alkohol, dan 8,3%
povidone-iodine dengan 72,5% alkohol. Studi ini melaporkan penurunan tingkat IDO pada
kelompok klorheksidin (4,0%) dibandingkan dengan kelompok povidone iodine (7,3%).57
Terlepas dari indikasi untuk SC, klorheksidin dalam alkohol ditemukan lebih unggul
18

daripada povidone-iodine.58 Dalam tinjauan Cochrane tentang antiseptik kulit pra operasi
untuk mencegah infeksi luka bedah setelah operasi bersih, ditemukan bahwa klorheksidin
berbasis alkohol 0,5% menyebabkan penurunan risiko IDO dibandingkan dengan povidon-
iodin berbasis alkohol (RR 0,47; 95% CI 0,27–0,82).59

Untuk abdominal hyserectomy, penggunaan klorheksidin glukonat dalam alkohol


juga telah dikaitkan dengan 30% pengurangan IDO dibandingkan dengan povidone-
iodine.30 Dalam uji coba secara acak dari 849 pasien dewasa yang menjalani operasi bersih
terkontaminasi (termasuk histerektomi), Darouiche et al. 60 membandingkan persiapan kulit
pra operasi dengan 2% klorheksidin glukonat dengan 70% isopropil alkohol (409) dan 10%
povidone-iodine (440). Mereka menunjukkan penurunan hampir 50% dalam tingkat
keseluruhan IDO pada kelompok alkohol klorheksidin dibandingkan dengan kelompok
povidone-iodine (9,5% versus 16,1%; p = 0,004; RR 0,59; 95% CI 0,41-0,85).
Chlorhexidine-alcohol secara signifikan lebih protektif daripada povidone-iodine terhadap
kedua infeksi insisi superfisial (4,2% vs 8,6%, p = 0,008) dan infeksi insisional dalam (1%
vs 3%, p = 0,05), tetapi tidak terhadap infeksi organ/ruang (4,4% versus 4,5%).

Oleh karena itu, temuan ini mengarahkan NICE dan lainnya untuk
merekomendasikan persiapan kulit dengan klorheksidin berbasis alkohol sebelum sayatan
kulit dan, lebih jauh lagi, memastikan bahwa larutan berbasis alkohol mengering dengan
penguapan jika diatermi digunakan. Povidone-iodine berbasis alkohol direkomendasikan
sebagai lini kedua jika klorheksidin dikontraindikasikan.5 Menunggu selama 3 menit hingga
preparasi kulit mengering telah terbukti mengurangi beban unit pembentuk koloni bakteri
pada dinding perut anterior dibandingkan dengan menunggu selama 1 menit atau 5 menit. 61
Penggunaan antiseptik kulit harus dipandu oleh instruksi pabrik. Biasanya, bagaimanapun,
klorheksidin-alkohol harus diterapkan (menggunakan sapuan lembut bolak-balik) selama 2
menit untuk tempat lembab (lipatan inguinal dan vulva) dan 30 detik untuk tempat kering
(perut) dan dibiarkan kering selama 3 menit.26

Otorisasi dalam pemasaran di Inggris saat ini untuk 0,5% klorheksidin dalam larutan
alkohol 70% (HydrexTM Pink, [Ecolab, Watford, UK], HydrexTM Clear [Ecolab], Prevase
19

[Ecolab]) untuk desinfeksi kulit praoperasi sebelum prosedur bedah kecil; 2,0%
klorheksidin dalam alkohol 70% (ChloraPrep [BD, Franklin Lakes, NJ, USA]) untuk
desinfeksi kulit sebelum prosedur medis invasif (misalnya histerektomi dan SC); 4,0%
chlorhexidine aqueous (Hibiscrub [Molnlycke, Gothenburg, Swedia]) untuk € antisepsis
kulit pra operasi dan pasca operasi untuk pasien yang menjalani operasi elektif dan 4,0%
klorheksidin aqueous (Hydrex Surgical Scrub [Ecolab]) persiapan kulit pra operasi
(keduanya dalam bentuk body wash , yaitu sebelum orang tersebut memasuki ruang operasi
untuk operasi). Preparat yodium yang tersedia adalah larutan alkohol povidone-iodine 10%
(Videne alcohol tincture [Ecolab]) dan povidone-iodine 10% sebagai antiseptik pembersih
kulit untuk prosedur bedah mayor dan minor; larutan antiseptik yodium 10% (Videne
Antiseptic Solution [Ecolab]) untuk mendisinfeksi kulit luar yang utuh atau sebagai
antiseptik mukosa; 7,5% larutan scrub bedah povidone iodine (Videne Surgical Scrub
[Ecolab]) untuk disinfeksi tangan sebelum operasi oleh tim bedah, atau untuk mendisinfeksi
tempat sayatan sebelum operasi elektif; dan 7,5% povidone-iodine untuk scrubbing dan
pencucian sebelum operasi oleh ahli bedah dan staf terlatih dan persiapan kulit pasien
sebelum operasi. Selain itu, larutan povidone-iodine 10% tersedia sebagai pembersih kulit
antiseptik pra operasi dan pasca operasi untuk prosedur bedah besar dan kecil dan
diindikasikan untuk desinfeksi kulit pra operasi yang cepat kering.5

NICE merekomendasikan chlorhexidine berbasis alkohol sebagai pilihan pertama


untuk persiapan kulit antiseptik. Jika operasi berada di sebelah selaput lendir (seperti untuk
operasi vagina), maka larutan klorheksidin harus digunakan. Jika klorheksidin
dikontraindikasikan, maka larutan povidon-iodin berbasis alkohol harus digunakan dan
larutan povidon-iodin aqueous digunakan jika larutan berbasis alkohol dan klorheksidin
tidak cocok.5

9.5 | Persiapan Vagina

Vagina, seperti halnya kulit, mengandung beberapa mikroorganisme yang berpotensi


mencemari luka operasi dan menyebabkan infeksi. Menggunakan antiseptik untuk
membersihkan vagina dapat mengurangi risiko IDO yang disebabkan oleh flora vagina.
20

Sebuah tinjauan Cochrane dari tujuh uji coba secara acak yang terdiri dari 2635 wanita
tentang dampak pembersihan vagina pra-operasi dengan povidone-iodine pada morbiditas
infeksi pasca-caesar menyimpulkan bahwa persiapan vagina segera sebelum SC secara
signifikan mengurangi kejadian endometritis pasca-caesar dari 8,3% pada kontrol.
kelompok menjadi 4,3% pada kelompok pembersihan vagina (RR 0,45; 95% CI 0,25-
0,81). Pengurangan risiko secara signifikan lebih besar untuk wanita yang sudah dalam
persalinan pada saat SC (7,4% berbanding 13,0%; RR 0,56; 95% CI 0,34-0,95) dan untuk
wanita dengan ketuban yang pecah (4,3% berbanding 17,9%; RR 0,24;95% CI 0,10-0,55.62
Meskipun penurunan morbiditas ini, NICE63 dan lainnya belum merekomendasikan praktik
ini. Ini mungkin terkait dengan beberapa kekhawatiran, termasuk paparan janin terhadap
zat berbasis yodium, pewarnaan vagina dan alergi terhadap yodium.64 Dalam tinjauan
sistematis dan meta-analisis yang lebih baru, Martin et al.65 menyimpulkan bahwa persiapan
vagina (tidak ditentukan) mengurangi risiko endometritis sebesar 55%, tetapi tidak
berpengaruh pada infeksi luka. Studi PREPS diharapkan akan memberikan lebih banyak
bukti untuk menginformasikan rekomendasi yang paling tepat, tetapi sampai saat itu
tampaknya masuk akal untuk mempertimbangkan pendekatan ini sebelum SC.65

Pedoman ACOG merekomendasikan pembersihan vagina dengan baik 4%


klorheksidin glukonat atau povidone-iodine sebelum histerektomi atau operasi vagina,
meskipun hanya yang terakhir disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA). Karena
kekhawatiran tentang iritasi, klorheksidin dengan konsentrasi alkohol tinggi (misalnya,
70% digunakan untuk persiapan kulit) harus dihindari dalam pembersihan vagina.
Sebaliknya, sabun klorheksidin glukonat 4% yang mengandung alkohol 4% dapat
ditoleransi dengan baik dan harus digunakan pada mereka yang alergi terhadap povidone-
iodine.26

9.6 | Insisi Kulit

Beberapa penelitian telah mengevaluasi pengaruh jenis sayatan kulit pada kejadian IDO di
obstetri dan ginekologi. Sayatan yang paling banyak dipelajari adalah garis lurus melintang
bawah (Joel Cohen) dan sayatan melengkung (Pfannenstiel). Ulasan Cochrane
21

membandingkan dua sayatan telah menunjukkan bahwa sayatan Joel Cohen dikaitkan
dengan lebih sedikit nyeri pasca operasi, demam, kebutuhan analgesik dan kehilangan
darah, serta waktu operasi yang lebih pendek dan rawat inap.66 Namun, terkait dengan IDO,
Martin et al. 16
tidak menemukan perbedaan antara sayatan bedah. Tidak ada perbedaan
antara sayatan lain, seperti sayatan Maylard (sayatan kulit melintang 5-8 cm di atas simfisis
pubis dan diperpanjang hingga memotong otot rektus secara melintang) dan sayatan
Pfannenstiel dalam hal infeksi luka dan komplikasi demam.67

9.7 | Negative pressure wound therapy

Negative pressure wound therapy (NPWT) adalah teknik manajemen luka di mana
pembalut vakum diterapkan untuk meningkatkan penyembuhan. Ini melibatkan
penggunaan pembalut luka tertutup yang dipasang pada pompa, yang menciptakan
lingkungan tekanan negatif pada luka. NPWT meningkatkan aliran darah ke area tersebut
dan mengeluarkan kelebihan cairan dari luka. Alat ini memberikan tekanan negatif terus
menerus 80-125 mmHg selama periode 5-7 hari dan memungkinkan pemerataan tekanan di
atas luka. NPWT telah terbukti merangsang formulasi jaringan granulasi, meningkatkan
aliran darah, mengurangi edema, meningkatkan kontraksi luka dan melindungi terhadap
kontaminasi eksternal. PICOTM (Smith-Nephew, Watford, UK) adalah contoh sistem
NPWT yang digunakan dalam obstetri, terutama pada wanita gemuk. Bukti berkualitas
tinggi telah menunjukkan bahwa NPWT mengurangi kontaminasi bakteri dan
meningkatkan perfusi vaskular dan pembersihan limfatik di sekitar lokasi bedah. 68 Sebuah
meta-analisis dari tiga RCT yang terdiri dari 1187 pasien dengan luka laparotomi tertutup
menunjukkan tingkat IDO yang lebih rendah dengan NPWT dibandingkan dengan
perawatan luka standar ( 12,4% versus 27,1%, atau 0,25, 95% CI 0,12-0,52).69
Penggunaannya telah terbukti mengurangi tingkat IDO pada pasien dengan peningkatan
risiko, seperti obesitas tidak sehat; perokok; dan mereka yang berusia lanjut, dengan
penyakit yang mendasarinya atau dengan diabetes. Direkomendasikan oleh NICE.70,71

9.8 | Prosedur operasi caesar dan infeksi daerah operasi

9.8.1 | Penutupan insisi uterus dan peritoneum


22

Menutup uterus dalam satu atau dua lapisan belum terbukti mempengaruhi tingkat IDO
atau endometritis.72 Sebuah RCT dan tinjauan Cochrane menunjukkan bahwa penutupan
atau tidak penutupan peritoneum tidak berdampak pada risiko infeksi luka atau
endometritis. 67,73
Perhatian pada hemostasis dan penggunaan drainase telah terbukti
mengurangi intra-abdomen collection dan abses panggul.13,14

9.8.2 | Penutupan jaringan subkutan

Sebuah tinjauan Cochrane menunjukkan bahwa penutupan lemak subkutan (SC) dikaitkan
dengan penurunan tingkat pembentukan hematoma atau seroma dibandingkan dengan non-
penutupan (RR 0,52; 95% CI 0,33-0,82) dan juga 'komplikasi luka' (hematoma, seroma ,
infeksi luka atau pemisahan luka; RR 0.68; 95% CI 0.52-0.88).74 Ini hanya bermanfaat jika
lemak SC lebih dari 2 cm.

9.8.3 | Penutupan dan pembalut luka

Jahitan dan staples terutama digunakan untuk penutupan luka dan tinjauan RCT
menemukan bahwa penutupan subkutikuler dikaitkan dengan infeksi luka yang lebih sedikit
dibandingkan dengan penggunaan staples. Hal ini diduga terkait dengan aposisi luka yang
lebih baik, dengan penurunan tingkat pemisahan luka.76 Berkenaan dengan jenis bahan
jahitan yang digunakan, jahitan berlapis antimikroba seperti triclosan dapat mengurangi
risiko IDO, terutama pada operasi perut, dibandingkan dengan jahitan polos.5,6

Pembalut luka berfungsi untuk menyerap eksudat luka, mengurangi nyeri pasca
operasi, memberikan lingkungan yang lembab dan mengurangi pajanan luka terhadap
patogen. RCT tidak menemukan perbedaan yang signifikan secara statistik dalam penutup
non-luka dan jenis serta durasi pembalut luka dalam mengurangi IDO.5 NICE menyarankan
untuk tidak menggunakan staples untuk menutup kulit setelah SC dan merekomendasikan
penggunaan pembalut luka interaktif yang sesuai.5 Pembalut ini mempromosikan
penyembuhan luka dengan menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang hangat dan
lembab di bawah balutan
23

10 | KEADAAN KHUSUS

10.1 | Ginekologi-Onkologi

Sejumlah besar pasien yang menjalani operasi ginekologi-onkologi mengalami gangguan


kekebalan, sehingga meminimalkan risiko IDO sangat penting. Prinsip-prinsip yang perlu
dipertimbangkan serupa dengan prinsip-prinsip operasi ginekologi. Penggunaan 'bundel
pengurangan infeksi daerah operasi’ telah ditunjukkan, seperti halnya dalam kasus
nonginekologi, untuk mengurangi risiko IDO. Unsur-unsur dari bundel ini termasuk
profilaksis antimikroba, persiapan kulit, menghindari hipotermia dan drainase bedah serta
mengurangi hiperglikemia intraoperatif.77 Berkenaan dengan antibiotik, selain pendekatan
di atas, cakupan anaerobik dianjurkan di mana usus dimasukkan selama operasi. Dosis
harus berdasarkan berat badan dan pengulangan dosis dipertimbangkan berdasarkan durasi
operasi dan kehilangan darah.77 Hipotermia intraoperatif dikaitkan dengan peningkatan IDO
dan kejadian jantung, terutama pada pasien dengan komorbiditas. Oleh karena itu,
pemeliharaan normotermia pada saat operasi dianjurkan. Berkenaan dengan saluran dan
tabung, tidak ada cukup bukti untuk merekomendasikan penggunaan rutin mereka sebagai
bagian dari paket pengurangan IDO; mereka memang dapat menyebabkan kerusakan
karena benda asing ini dapat bertindak sebagai saluran bagi bakteri. Demikian pula,
penggunaan selang nasogastrik telah terbukti meningkatkan risiko pneumonia pasca operasi
tanpa mengurangi IDO.77

10.2 | Pasien Immunocompromised

Pasien immunocompromised yang menjalani operasi biasanya harus ditawarkan antibiotik


profilaksis sesuai dengan rekomendasi standar. Namun, sangat penting bahwa pasien ini
diskrining untuk infeksi oportunistik tanpa gejala yang memerlukan pengobatan untuk
mengurangi risiko IDO.78

10.3 | Infeksi saluran genital bawah yang ada bersamaan

Meminimalkan faktor-faktor yang dapat dihindari yang meningkatkan IDO dan oleh karena
itu morbiditas pascaoperasi harus rutin dilakukan pada pasien yang menjalani operasi
24

elektif. Oleh karena itu, infeksi yang terjadi bersamaan harus diobati sebelum operasi;
namun, jika pembedahan tidak dapat ditunda, risiko infeksi harus didiskusikan dengan
pasien dan, selain profilaksis antimikroba rutin, pengobatan lengkap untuk infeksi harus
ditawarkan. Dalam kasus vaginosis bakterial insidental yang didiagnosis sebelum operasi,
disarankan untuk diobati selama 5-7 hari. Jika pengobatan melewati batas operasi yang
dijadwalkan, pengobatan harus dilanjutkan untuk disesuaikan setelah operasi. Namun, ini
tidak dianggap sebagai kontraindikasi untuk operasi.

11 | FAKTOR POSTOPERATIVE

Berkenaan dengan perawatan luka setelah operasi, teknik non-sentuh aseptik harus
digunakan untuk mengganti atau melepas balutan. Selanjutnya, pembersihan luka harus
dilakukan dengan saline steril hingga 48 jam setelah operasi. Pasien harus disarankan untuk
mandi 48 jam setelah operasi. Jika luka telah terpisah, atau telah dibuka dengan
pembedahan untuk mengeluarkan nanah, air keran harus digunakan untuk
membersihkannya setelah 48 jam.5

RCT telah menunjukkan bahwa memperpanjang penggunaan antibiotik profilaksis


pasca operasi tidak mengurangi IDO dibandingkan dengan dosis pra operasi tunggal (OR
0,89; 95% CI 0,77-1,03). Memang, memperpanjang antibiotik profilaksis pasca operasi
dikaitkan dengan perkembangan resistensi antimikroba, morbiditas terkait antibiotik dan
peningkatan biaya perawatan kesehatan.5,30 Oleh karena itu tidak dianjurkan, kecuali ada
indikasi spesifik.

Faktor risiko penting untuk IDO adalah imobilisasi dan rawat inap yang
berkepanjangan. Pengenalan peningkatan pemulihan dini pasca operasi terutama ditujukan
untuk pemulangan dini dari rumah sakit. Faktanya, berbagai paket perawatan yang
menggabungkan aspek individu pencegahan IDO telah dikembangkan untuk mengurangi
tingkat IDO. Paket perawatan peningkatan pemulihan setelah operasi/ enhanced recovery
after surgery (ERAS) ini menggabungkan rekomendasi pedoman pencegahan IDO, seperti
antibiotik perioperatif, kontrol glikemik yang baik, dan mobilisasi dini. Dalam meta-
analisis dari 27 RCT yang menilai 329 pasien yang menjalani operasi abdomen atau
25

panggul, tingkat IDO yang lebih rendah terlihat pada mereka yang terdaftar dalam program
ERAS dibandingkan mereka yang menjalani perawatan konvensional (5,1% versus 6,8%,
RR 0,75; 95% CI 0,58- 0.98).79,80

12 | MANAJEMEN INFEKSI DAERAH OPERASI

Biasanya, IDO berkembang dalam 4-7 hari pascaoperasi, terutama setelah SC.13 Kehadiran
IDO pascaoperasi dapat ditandai dengan gejala demam, keluar nanah, dan tanda-tanda
peradangan lainnya. Secara klinis, infeksi luka superfisial dapat ditandai dengan eritema
dan nyeri tekan dengan indurasi di tempat infeksi. Endometritis dapat muncul sebagai nyeri
perut, lokia berat, keputihan abnormal dan/atau keputihan bernanah. Indeks kecurigaan
yang tinggi berdasarkan riwayat, pemeriksaan klinis dan tinjauan tanda-tanda vital sangat
penting. Setiap demam >38°C pada setidaknya dua kali, setidaknya 4 jam terpisah lebih
dari 24 jam setelah operasi harus dievaluasi untuk infeksi.

Tidak setiap IDO memerlukan pengobatan dengan antibiotik; infeksi ringan atau
superfisial mungkin hanya memerlukan pengangkatan jahitan, drainase abses dan antisepsis
topikal.7 Setelah mengambil swab mikrobiologis yang diperlukan dari luka dan vagina,
kultur darah, hitung darah lengkap dan uji C-Reactive Protein (CRP), penggunaan
antibiotik (spektrum luas dalam banyak kasus) adalah andalan pengobatan. Tes-tes ini
biasanya tidak menunda dimulainya pengobatan antibiotik. Tinjauan pengobatan antibiotik
sering diperlukan dalam menghadapi kemajuan klinis pasien dan ketersediaan hasil kultur
mikrobiologis.5

Pencitraan mungkin juga diperlukan untuk mengecualikan intra-abdomen collection;


ini biasanya dalam bentuk ultrasound transabdominal scan atau transvaginal. CT scan
mungkin lebih informatif ketika USG tidak meyakinkan. Hal ini juga dapat menyingkirkan
penyebab infeksi nonginekologis, seperti cedera kandung kemih, ureter, atau usus.33
Pencitraan harus dipertimbangkan dengan adanya demam yang menetap (yang tidak
berespon terhadap 48 jam pengobatan dengan antibiotik) yang terjadi lebih dari 24 jam
setelah operasi dan tanpa sumber yang dapat diidentifikasi, atau dugaan Pelvic-
collection/intra-abdomen (secara klinis atau dari tanda-tanda). Jika trombosis vena juga
26

dianggap sebagai diagnosis banding, maka pencitraan untuk mengecualikan ini


diindikasikan.

Regimen antibiotik lini pertama biasanya kombinasi penisilin, seperti co-amoxiclav


(amoksisilin dan asam klavulanat), atau sefalosporin dan metronidazol yang diberikan
tanpa adanya alergi penisilin berat (yang harus disingkirkan dalam Riwayat alergi).
Kombinasi ini mengatasi S. aureus dan anaerob, yang merupakan penyebab paling umum
dari IDO. Klindamisin atau vankomisin dapat diberikan jika ada alergi yang parah terhadap
penisilin; namun, ini tidak memberikan cakupan spektrum yang luas seperti co-amoxiclav.
Untuk infeksi dimana pasien tetap demam setelah 24-48 jam antibiotik, gentamisin dapat
ditambahkan.14 Sebelum ini, fungsi ginjal harus dinilai.

Setelah histerektomi, IDO yang umum adalah vaginal cuff dan selulitis pelvic dan
abses panggul. Pasien dengan selulitis vaginal cuff biasanya datang dengan demam dan
sekret purulen. Pemeriksaan didapatkan eritema, hiperemia dan edema, dengan bukti sekret
purulen. Ini mungkin tidak memerlukan pengobatan antibiotik karena kadang-kadang
sembuh sendiri.33 Untuk pasien yang membutuhkan antibiotik, preparat berbasis penisilin
seperti co amoxiclav biasanya cukup, atau klindamisin untuk mereka yang alergi penisilin.33

Dalam obstetri dan ginekologi, IDO insisional superfisial berupa infeksi luka paling
sering disebabkan oleh S. aureus dan muncul sebagai selulitis. Paling baik diobati dengan
persiapan berbasis penisilin, seperti flukloksasilin. Pada pasien yang alergi terhadap
penisilin, klindamisin atau vankomisin dapat menjadi pengganti.

IDO yang dalam (profunda), seperti selulitis panggul (penjalaran lateral selulitis
vaginal cuff ke dalam parametrium) dan abses panggul, mungkin memerlukan eksplorasi
bedah pada luka dan drainase abses, serta pencucian saline peritoneal dengan insersi
drainase – terutama untuk pelvic-collection yang besar.13,22,30 Drainase radiologis dapat
dilakukan pada pasien dengan faktor risiko terhadap laparotomi berulang atau eksplorasi
bedah, terutama wanita dengan beberapa komorbiditas.13,14,22 Karena sebagian besar
cenderung multiloculated, pendekatan perkutan mungkin tidak berhasil.
27

Manajemen luka harus, jika sesuai, bekerja sama dengan tim viabilitas jaringan.
Meskipun buktinya jarang, dressing tekanan negatif telah digunakan dengan hasil yang baik
pada pasien dengan dehiscence luka insisi abdomen komplit. Beberapa luka mungkin
memerlukan debridement dan penutupan sekunder.7,13

12.1 | Fasciitis Nekrotikan

Fasciitis nekrotikans adalah IDO yang jarang terjadi yang telah dilaporkan terjadi pada
sekitar 1,8 dari 1000 kasus setelah SC.81 Hal ini umumnya disebabkan oleh organisme
polimikrobial; aerobik, anaerobik atau campuran. Tiga sindrom fasciitis necrotising umum
yang berbeda adalah Tipe I, atau polimikrobial; Tipe II, atau streptokokus grup A; dan Tipe
III gas gangren, atau mionekrosis clostridial. Tipe II adalah yang paling umum dalam
obstetri dan ginekologi. Organisme yang terkait dengan necrotising fascitis termasuk
bakteriodes, Clostridium sp., Peptostreptococcus sp., enterobacterales, coliforms, Proteus
sp., Pseudomonas sp., Klebsiella sp. dan MRSA.82 Organisme yang paling sering dikaitkan
dengan SC dan bedah ginekologi adalah streptokokus grup A dan koliform. Fasciitis
nekrotikans tipe II sering terjadi pada pasien dengan imunosupresi, diabetes, insufisiensi
vaskular atau alkoholisme kronis, atau yang telah menjalani transplantasi atau
menggunakan steroid. Indeks kecurigaan yang tinggi sangat penting untuk diagnosis;
Prognosis ditentukan oleh diagnosis dini dan intervensi tepat waktu. Meskipun jarang,
biasanya, pasien akan datang dengan rasa sakit yang tidak sepadan dengan tanda-tanda
klinis.80 Gambaran klinis yang harus menimbulkan kecurigaan pasca operasi termasuk
selulitis yang gagal merespon antibiotik, edema di luar area eritema, perkembangan
ekimosis atau vesikel di atas area selulitis dan adanya gas di jaringan, seperti yang
ditunjukkan oleh hasil palpasi (krepitus).19 Pencitraan diagnostik, terutama CT, MRI atau
foto polos yang menunjukkan adanya gas di jaringan lunak, serta menentukan luasnya
peradangan. Kondisi ini berkembang pesat; andalan pengobatan adalah antibiotik
(kemungkinan rejimen termasuk kombinasi penisilin G dan aminoglikosida jika fungsi
ginjal normal, serta klindamisin untuk mengobati streptokokus dan stafilokokus, basil gram
negatif dan anaerob) terapi dan debridement bedah.13,19
28

13 | KESIMPULAN

Infeksi daerah operasi menghadirkan beban besar pada sistem perawatan kesehatan dan
pasien. Meskipun kemajuan dalam profilaksis antibiotik dan pengobatan dengan perawatan
luka yang lebih baik, IDO tetap menjadi masalah perisurgical. Kunci untuk mengurangi
insiden dan beban terletak pada pencegahan, yang meliputi modifikasi faktor-faktor yang
berhubungan dengan pasien, optimasi pra operasi, tindakan peri- dan intraoperatif,
kewaspadaan pasca operasi yang agresif dan pengobatan infeksi.

Disclosure of interests

JCK adalah Pemimpin Editor CPD The Obstetrician & Gynaecologist; dia dikeluarkan dari
diskusi editorial mengenai artikel tersebut dan tidak terlibat dalam keputusan untuk
menerbitkan. EEE, OO dan HS tidak memiliki konflik kepentingan.

Contribution to authorship

JCK memprakarsai artikel tersebut. EE meneliti dan menulis draft artikel pertama. OO dan
HS mengedit draft. Semua penulis menyetujui versi final naskah.
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Mangram AJ, Horan TC, Pearson ML, Silver LC, Jarvis WR. Guidelines for
prevention of surgical site infection, 1999. Centres for Disease Control and Prevention
(CDC) Hospital Infection Control Practices Advisory Committee. Am J Infect Control
1999;27:97–132.
2. Badia JM, Casey AL, Petrosillo N, Hudson PM, Mitchell SA, Crosby C. Impact of
surgical site infection on healthcare costs and patient outcomes: a systematic review in
six European countries. J Hosp Infect 2017;96:1–15.
3. Smyth ETM, McIlvenny G, Enstone JE, Emmerson AM, Humphreys H, Fitzpatrick F,
et al. Four country healthcare-associated infection prevalence survey 2006: overview
of the results. J Hosp Infect 2008;69:230–48.
4. Horan TC, Gaynes RP, Martone WJ, Jarvis WR, Emori TG. CDC definitions of
nosocomial surgical site infections, 1992: a modification of CDC definitions of
surgical wound infections. Infect Control Hosp Epidemiol 1992;13:606–8.
5. National Institute for Health and Care Excellence (NICE). Surgical site infections:
prevention and treatment. NICE guideline [NG125]. London: NICE; 2019. p. 1–28.
6. Leaper DJ, Edmiston CE. World Health Organization: global guidelines for the
prevention of surgical site infection. J Hosp Infect 2017;95:135–6.
7. Rosenthal VD, Richtmann R, Singh S, Apisarnthanarak A, Kubler A, Viet- € Hung N,
et al. Surgical site infections, International Nosocomial Infection Control Consortium
(INICC) report, data summary of 30 countries, 2005– 2010. Infect Control Hosp
Epidemiol 2013;34:597–604.
8. Public Health England. Surveillance of surgical site infections in NHS hospitals in
England, 2017 to 2018. London: Public Health England; 2018. p. 1–51.
9. Public Health England. Surveillance of surgical site infections in NHS hospitals in
England. April 2018 to March 2019. London: Public Health England; 2019. p. 1–51.
10. Lake AG, McPencow AM, Dick-Biascoeches MA, Martin DK, Erekson EA. Surgical
site infection after hysterectomy. Am J Obstet Gynecol 2013;209:490e.1–9.
11. Steiner HL, Strand EA. Surgical site infection in gynecologic surgery: pathophysiology
and prevention. Am J Obstet Gynecol 2017;217:121–8.
12. Pathak A, Mahadik K, Swami MB, Roy PK, Sharma M, Mahadik CK, et al. Incidence
and risk factors for surgical site infections in obstetrics and gynecological surgeries
from a teaching hospital in rural India. Antimicrob Resist Infect Control 2017;6:66.
13. Zuarez-Easton S, Zafran N, Garmi G, Salim R. Postcesarean wound infection:
Prevalence, impact, prevention, and management challenges. Int J Womens Health
2017;9:81–8.
14. Field A, Haloob R. Complications of caesarean section. Obstet Gynaecol 2016;18:265–
72.
15. Wloch C, Wilson J, Lamagni T, Harrington P, Charlett A, Sheridan E. Risk factors for
surgical site infection following caesaren section in England: results from a multicentre
cohort study. BJOG 2012;119:1324–33.
16. Martin EK, Beckman MM, Barnsbee LN, Halton KA, Merollini KMD, Graves N. Best
practice perioperative strategies and surgical techniques for preventing caesarean
30

section surgical site infections: a systematic review and meta-analysis. BJOG


2018;956–64.
17. Saeed KB, Corcoran P, Greene RA. Incisional surgical site infection following
cesarean section: a national retrospective cohort study. Eur J Obstet Gynecol Reprod
Biol 2019;240:256–60.
18. Zejnullahu VA, Isjanovska R, Sejfija Z, Zejnullahu VA. Surgical site infections after
cesarean sections at the University Clinical Center of Kosovo: rates, microbiological
profile and risk factors. BMC Infect Dis 2019;19:752.
19. Kawakita T, Landy HJ. Surgical site infections after cesarean delivery: epidemiology,
prevention and treatment. Matern Heal Neonatol Perinatol 2017;3:12.
20. Altemeier WA, Culberstson WR, Hummel RP. Surgical considerations of endogenous
infections – sources, types and methods of control. Surg Clin North Am 1968;48:227–
40.
21. Weigelt JA, Lipsky BA, Tabak YP, Derby KG, Kim M, Gupta V. Surgical site
infections: causative pathogens and associated outcomes. Am J Infect Control
2010;38:112–20.
22. Hemsell DL. Infection after hysterectomy. Infect Dis Obstet Gynecol 1997;5:52–6.
23. Lazenby GB, Sober DE. Prevention, diagnosis and treatment of gynaecological
surgical site infections. Obstet Gynecol Clin N Am 2010;37:379–86.
24. Peipert JF, Weitzen S, Cruickshank C, Story E, Etheridge D, Lapane K. Risk factors
for febrile morbidity after hysterectomy. Obstet Gynecol 2004;103:86–91.
25. Hager WD. Postoperative infections: prevention and management. 9th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003.
26. ACOG Practice Bulletin No 195: Prevention of infection after gynecologic procedures.
Obst Gynecol 2018;131:e172–89.
27. World Health Organization (WHO). Global guidelines for the prevention of surgical
site infection. Geneva: WHO; 2018.
28. Ban KA, Minei JP, Laronga C, Harbrecht BG, Jensen EH, Fry DE, et al. American
College of Surgeons and Surgical Site Infection Society: surgical site infection
guidelines, 2016 update. J Am Coll Surg 2017;224:59–74.
29. Berrios-Torres SI, Umscheid CA, Bratzler DW, Leas B, Stone EC, Kelz RR, et al.
Centers for Disease Control and Prevention guideline for the prevention of surgical site
infection, 2017. JAMA Surg 2017;152:789–91.
30. Pellegrini JE, Toledo P, Soper DE, Bradford WC, Cruz DA, Levy BS, et al. Consensus
bundle on prevention of surgical site infections after major gynecologic surgery.
Anesth Analg 2017;85:1–12.
31. National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health. Surgical site
infection: prevention and treatment of surgical site infection. London: RCOG Press;
2008.
32. Webster J, Osborne S. Preoperative bathing or showering with skin antiseptics to
prevent surgical site infection. Cochrane Database Syst Rev 2015;(2):CD004985.
33. Cruse PJ, Foord R. The epidemiology of wound infection. A 10 year prospective study
of 62, 939 wounds. Surg Clin North Am 1980;60:27–40.
31

34. Savage MW, Pottinger JM, Chiang HY, Yohnke KR, Bowdler NC, Herwaldt LA.
Surgical site infections and cellulites after abdominal hysterectomy. Am J Obstet
Gynecol 2013;209:108.e1–10.
35. Kaiser AB, Kemodle DS, Barg NL, Petracek MR. Influence of preoperative showers
on staphylococcal skin colonization: a comparative trial of antiseptic skin cleansers.
Ann Thorac Surg 1988;45:35–8.
36. McKibben RA, Pitts SI, Suarez-Cuervo C, Perl TM, Bass EB. Practices to reduce
surgical site infections among women undergoing cesarean section: a review. Infect
Control Hosp Epidemiol 2015;36:915–21.
37. Seal LA, Paul-Cheadle D. A systems approach to preoperative surgical patient skin
preparation. Am J Infect Control 2004;32:57–62.
38. Tanner J, Norrie P, Melen K. Preoperative hair removal to reduce surgical site
infection. Cochrane Database Syst Rev 2011;(11):CD004122.
39. Smaill FM, Grivell RM. Antibiotic prophylaxis versus no prophylaxis for preventing
infection after cesarean section. Cochrane Database Syst Rev 2014;(10):CD007482.
40. Mackeen AD, Packard RE, Ota E, Berghella V, Baxter JK. Timing of intravenous
prophylactic antibiotics for preventing postpartum infectious morbidity in women
undergoing cesarean delivery. Cochrane Database Syst Rev 2014;(12):CD009516.
41. Kenyon SL, Taylor DJ, Tarnow-Mordi W, ORACLE Collaborative Group. Broad
spectrum antibiotics for preterm, prelabour rupture of fetal membranes. The ORACLE
study. Lancet 2001;357:979–88.
42. Ayeleke RO, Mourad SM, Marjoribanks J, Calis KA, Jordan V. Antibiotic prophylaxis
for elective hysterectomy. Cochrane Database Syst Rev 2017;(6): CD004637.
43. Tripathi KD. Essentials of medical pharmacology. 8th ed. New Dehli: Jaypee Brothers
Medical Publishers; 2018. p. 1–1064.
44. Mujagic E, Zwimpfer T, Marti WR, Zwahlen M, Hoffmann H, Kindler C, et al.
Evaluating the optimal timing of surgical antimicrobial prophylaxis: Study protocol for
a randomized controlled trial. Trials 2014;15:188.
45. Mackeen AD, Packard RE, Ota E, Berghella V, Baxter JK. Timing of intravenous
prophylactic antibiotics for preventing postpartum infectious morbidity in women
undergoing cesarean delivery. Cochrane Database Syst Rev 2014;(12):CD009516.
46. Bratzler DW, Dellinger EP, Olsen KM, Perl TM, Auwaerter PG, Bolton MK, et al.
Clinical practice guidelines for antimicrobial prophylaxis in surgery. Am J Health Syst
Pharm 2013;70:195–283.
47. Committee Opinion No. 619: gynecologic surgery in the obese woman. Obstet
Gynecol 2015;125:274–8.
48. Swoboda SM, Merz C, Kostuik J, Trentler B, Lipsett PA. Does intraoperative blood
loss affect antibiotic serum and tissue concentrations. Arch Surg 1996;131:1165–71.
49. Bratzler DW, Dellinger EP, Olsen KM, Perl TM, Auwaerter PG, Bolon MK, et al.
Clinical practice guidelines for antimicrobial prophylaxis in surgery. Surg Infect
2013:14:73–156.
50. Dryden M. Surgical antibiotic prophylaxis. Surgery 2019;37:19–25.
51. Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN). Antibiotic prophylaxis in surgery.
Edinburgh: SIGN; 2008. p. 1–72.
32

52. World Health Organization (WHO). Antibiotics of choice for surgical antibiotic
prophylaxis. Geneva: WHO; 2018. p. 1–28.
53. Tavolacci MP. Surgical hand rubbing compared with surgical hand scrubbing:
comparison of efficacy and costs. J Hosp Infect 2006;63:55–9.
54. Tanner J, Dumville JC, Norman G, Fortnam M. Surgical hand antisepsis to reduce
surgical site infection. Cochrane Database Syst Rev 2016;(1):CD004288.
55. Tanner J, Parkinson H. Double gloving to reduce surgical cross-infection. Cochrane
Database Syst Rev 2006;(3):CD003087.
56. Webster J, Alghamdi A. Use of plastic adhesive drapes during surgery for preventing
surgical site infection. Cochrane Database Syst Rev 2015;(4): CD006353.
57. Tuuli MG, Liu J, Stout MJ, Martin S, Cahill AG, Odibo AO, et al. A randomized trial
comparing skin antiseptic agents at cesarean delivery. N Engl J Med 2016;374:647–55.
58. Nalgonda S, Salafia C, Fuks A. 665. Effect of different surgical site antiseptic solutions
on cesarean section wound complications. Am J Obstet Gynecol 2012;206:S297.
59. Liu Z, Dumville JC, Norman G, Westby MJ, Blazeby J, McFarlane E, et al.
Intraoperative interventions for preventing surgical site infection: an overview of
Cochrane Reviews. Cochrane Database Syst Rev 2018;(2): CD012653.
60. Darouiche RO, Wall MJ, Jr, Itani KMF, Otterson MF, Webb AL, Carrick MM, et al.
Chlorhexidine-alcohol versus povidone-iodine for surgical-site antisepsis. N Engl J
Med 2010;362:18–26.
61. Moen MD, Noone MB, Kirson I. Povidone-iodine spray technique versus traditional
scrub-paint technique for preoperative abdominal wall preparation. Am J Obstet
Gynecol 2002;187:1434–7.
62. Haas DM, Morgan S, Contreras K, Enders S. Vaginal preparation with antiseptic
solution before cesarean section for preventing postoperative infections. Cochrane
Database Syst Rev 2018;(7): CD007892.
63. National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health. Intrapartum care.
Care of healthy women and their babies during childbirth. London: National
Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health; 2014.
64. American College of Obstetricians and Gynecologists Women’s Health Care
Physicians; Committee on Gynecologic Practice. Committee opinion no. 571: solutions
for surgical preparation of the vagina. Obstet Gynecol 2013;122:718–20.
65. Hodgetts Morton V, Wilson C, Hewitt A, Farmer D, Hardy P, Morris KR.
Chlorhexidine vaginal preparaiton versus standard treament at caesarean section to
reduce endometrisit and prevent sepsis - a feasibility study protocol (the PREPS trial).
Pilot Feasibility Stud 2018;4:84.
66. Mathai M, Hofmeyr GJ, Mathai NE. Abdominal surgical incisions for caesarean
section. Cochrane Database Syst Rev 2013;(5):CD004453.
67. CORONIS Collaborative Group, Abalos E, Addo V, Brocklehurst P, El Sheikh M,
Farrell B, et al. Caesarean section surgical techniques (CORONIS): a fractional,
factorial, unmasked, randomised controlled trial. Lancet 2013;382:234–48.
68. Fields AC, Pradraelli JC, Itani KMF. Preventing surgical site infections. Looking
beyond the current guidelines. JAMA 2020;323:1087–8.
33

69. Sahebally SM, McKevitt K, Stephens I, Fitzpatrick F, Deasy J, Burke JP, et al.
Negative pressure wound therapy for closed laparotomy incisions in general and
colorectal surgery. JAMA 2018;153:e183467.
70. National Institute for Health and Care Excellence (NICE). PICO negative pressure
wound dressings for closed surgical incisions. Medical technologies guidance
[MGT43]. London: NICE; 2019. p. 1–16.
71. Mark KS, Alger LTM. Incisional negative pressure therapy to prevent wound
complications following cesarean section in morbidly obese women: a pilot study. Surg
Innov 2014;21:345–9.
72. Dodd JM, Anderson ER, Gates S, Grivell RM. Surgical techniques for uterine incision
and uterine closure at the time of caesarean section. Cochrane Database Syst Rev 2014;
(7):CD004732.
73. Bamigboye AA, Hofmeyr GJ. Closure versus non-closure of the peritoneum at
caesarean section. Cochrane Database Syst Rev 2003;(4):CD000163.
74. Anderson ER, Gates S. Techniques and materials for closure of the abdominal wall in
caesarean section. Cochrane Database Syst Rev 2004;(4): CD004663.
75. Dahlke JD, Mendez-Figueroa H, Rouse DJ, Berghella V, Baxter JK, Chauhan SP.
Evidence-based surgery for cesarean delivery: an updated systematic review. Am J
Obstet Gynecol 2013;209:294–306.
76. MacKeen AD, Schuster M, Berghella V. Suture versus staples for skin closure after
cesarean: a metaanalysis. Am J Obstet Gynecol 2015;212:621.e1–621.e10.
77. Nelson G, Bukkun-Gamez J, Kalogera E, Glaser G, Altman A, Meyer LA, et al.
Guidelines for perioperative care in gynecologic/oncology: enhanced recovery after
surgery (ERAS) Society recommendations - 2019 update. Int J Gynecol Cancer
2019;29:651–68. 78
78. Orlando G, Di Cocco P, D’Angelo M, Clemente K, Manzia TM, Angelico R, et al.
Surgical antibiotics prophylaxis after renal transplant: time to reconsider. Transplant
Proc 2010;42:1118–9.
79. Grant MC, Yang D, Makary MA, Wick EC. Impact of enhanced recovery after surgery
and fast track surgery pathways on healthcare-associated infections. Ann Surg
2017;265:68–79.
80. Memtsoudis SG, Poeran J, Kehlet H. Enhanced recovery after surgery in the United
States: from evidence-based practice to uncertain science? JAMA 2019;32:1049–50.
81. Medhi R, Rai S, Das A, Ahmed M, Das B. Necrotizing fasciitis – a rare complication
following common obstetric operative procedures: report of two cases. Int J Womens
Health 2015;2:357–60.
82. Kihiczak GG, Schwartz RA, Kapila R. Necrotizing fasciitis: a deadly infection. J Eur
Acad Dermatol Venereol 2006;20:365–9.
34
35

Elia Tombe

Anda mungkin juga menyukai