Anda di halaman 1dari 48

RAHASIA

KODIKLAT ANGKATAN DARAT


PUSAT PENDIDIKAN TOPOGRAFI

NASKAH DEPARTEMEN

tentang

PENGOLAHAN DATA
PENGINDERAAN JAUH

untuk

DIKBA GEOGRAFI

Nomor : 34 - 07 – C2 - A 0202

DISAHKAN DENGAN KEPUTUSAN DANPUSDIKTOP


NOMOR KEP/10/VII/2018 TANGGAL 2 JULI 2018

DILARANG MEMPERBANYAK ATAU MENGUTIP SEBAGIAN ATAU SELURUH ISI HANJAR


TANPA IJIN DANPUSDIKTOP KODIKLATAD
2

RAHASIA
KODIKLAT ANGKATAN DARAT
PUSAT PENDIDIKAN TOPOGRAFI

KEPUTUSAN DANPUSDIKTOP
Nomor : Kep/10/VII/2018

tentang

PENGESAHAN NASKAH DEPARTEMEN


UNTUK PENDIDIKAN BINTARA GEOGRAFI
SEBANYAK 8 JUDUL

KOMANDAN PUSAT PENDIDIKAN TOPOGRAFI

Menimbang : Bahwa untuk kelancaran jalannya Pendidikan perlu segera


mengeluarkan Keputusan tentang Naskah Departemen untuk
Pendidikan Bintara Geografi.
Mengingat : 1. Keputusan Kasad Nomor Kep/66/XII/2005 tanggal 26
Desember 2005, tentang Organisasi dan Tugas Pusat Pendidikan
Topografi Kodiklat TNI AD.
2. Surat Keputusan Dirtopad Nomor Kep/65/VII/2014 tanggal 23
Juli 2014 tentang Pengesahan Kurikulum Pendidikan Bintara
Geografi; dan
3. Surat Keputusan Kasad Nomor Ske/685/IX/2015 tanggal 18
September 2015 tentang Buku petunjuk teknis Paket Instruksi.
Memperhatikan : Hasil Perumusan Pokja Penyusunan/Revisi Hanjar Naskah
Departemen untuk Pendidikan Bintara Geografi.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : 1. Mengesahkan :
a. Judul bahan ajaran dengan status Naskah Departemen
dan nomor kode naskah departemen untuk Pendidikan
Bintara Geografi tersebut pada Lampiran I Keputusan ini.
b. Petunjuk Umum mata pelajaran sesuai Judul bahan
ajaran seperti tersebut pada Lampiran II Keputusan ini.
c. Isi bahan ajaran sesuai Judul bahan ajaran seperti
tersebut pada Lampiran III Keputusan ini.
ii

2. Naskah Departemen ini berklasifikasi Rahasia.


3. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
4. Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam Keputusan
ini akan segera diadakan pembetulan seperlunya.

Salinan Keputusan ini dilampirkan dalam setiap Naskah


Departemen Pendidikan Bintara Geografi yang telah disahkan.

Ditetapkan di Bandung
Pada tanggal 2 Juli 2018

Komandan Pusdiktop Kodiklatad,

Drs. Satriya Wardana


Kepada Yth: Kolonel Ctp NRP 33654

Para Kadep Pusdiktop Kodiklatad


Tembusan :

1. Dankodiklatad
2. Dirtopad
3. Dirdik Kodiklatad
4. Para Dansatdik Pusdiktop
5. Kasiopsdik, Kasijianbangdik Pusdiktop
Komandan Pusat Pendidikan Topografi

RAHASIA
iii

KODIKLAT ANGKATAN DARAT Lampiran I


Ir. PUSAT PENDIDIKAN TOPOGRAFI
IGAB Mawantara Keputusan Danpusdiktop Kodiklatad
Kolonel Ctp NRP 30746 Nomor : Kep/10/VII/2018
Tanggal 2 Juli 2018

DAFTAR JUDUL BAHAN AJARAN


DAN NOMOR KODE NASKAH DEPARTEMEN

NO JUDUL BAHAN AJARAN NOMOR KODE KET


1 2 3 4

1 Survei Data Geografi Fisis 34 – 07 - C2 – A. 0101


2 Survei Data Geografi Sosial 34 – 07 - C2 – A. 0102
3 Penginderaan Jauh 34 – 07 - C2 – A. 0103
4 Pngolahan Data Geografi 34 – 07 - C2 – A. 0201
5 Pengolahan Data Inderaja 34 – 07 - C2 – A. 0202
6 Topologi 34 – 07 - C2 – B. 0101
7 Atributing 34 – 07 - C2 – B. 0102
8 Analisa Data 34 – 07 - C2 – B. 0103

Komandan Pusdiktop Kodiklatad,

Drs. Satriya Wardana


Kolonel Ctp Nrp 33654

RAHASIA
Komandan Pusat Pendidikan Topografi

RAHASIA

Ir. IGAB Mawantara


KODIKLAT ANGKATAN DARAT Lampiran III
KolonelCtp
PUSAT NRP 30746 TOPOGRAFI
PENDIDIKAN Keputusan Danpusdiktop Kodiklatad
Nomor Kep/10/VII/2018
Tanggal 2 Juli 2018

PETUNJUK UMUM
( Khusus untuk Tenaga Pendidik )

1. Mata Pelajaran : Pengolahan Data Indraja


Untuk jenis/macam pendidikan : Dikba Geografi

2. Jumlah Jam Pelajaran : 50 Jam Pelajaran


a. Teori : 8 Jam Pelajaran
b. Praktek Siang : 40 Jam Pelajaran
c. Praktek Malam : -
d. Ujian : 2 Jam Pelajaran

3. Isi Pelajaran :
a. Pendahuluan
b. Penyiapan Data Citra
c. Identifikasi dan Klasifikasi Kenampakan pada Citra
d. Prosesing Data Citra
e. Layout Peta Citra
f. Penutup
g. Evaluasi

4. Tujuan Pelajaran :
a. Tujuan Kurikuler : Agar Bintara Siswa memahami dan mampu
melaksanakan Pengolahan Data Penginderaan Jauh. .
b. Tujuan Instruksional :
1) Pendahuluan (10 menit)
a) Tujuan instruksional umum. Agar Bintara Siswa
memahami tentang maksud dan tujuan diberikan pelajaran
Pengolahan Data Penginderaan Jauh .
b) Kriteria keberhasilan. Agar Bintara Siswa dapat
menjelaskan cukup mendalam tentang maksud dan tujuan
diberikan pelajaran Pengolahan Data Penginderaan Jauh
dengan baik dan benar.

RAHASIA
2) Penyiapan Data Citra. (2 JP)
a) Tujuan instruksional umum. Agar Bintara Siswa
memahami tentang Penyiapan Data Citra.
b) Kriteria keberhasilan. Agar Bintara Siswa dapat
menjelaskan cukup mendalam tentang Citra Foto, Citra Non
Foto, Unsur-unsur Interpretasi Citra, Kunci Interpretasi Citra,
Alat Interpretasi Citra,.Interpretasi Citra Manual dan Digital,
Proses Interpretasi Citra, Citra Foto dan Citra Non Foto
dengan baik dan benar.
3) Identifikasi dan Klasifikasi Kenampakan pada Citra (2 JP)
a) Tujuan Instruksional Umum. Agar Bintara Siswa
memahami tentang identifikasi dan klasifikasi kenampakan pada
Citra.
b) Kriteria keberhasilan. Agar Bintara Siswa dapat
menjelaskan cukup mendalam tentang Identifikasi, Identifikasi
Objek Fisik pada Citra, Klasifikasi dengan baik dan benar.
5) Prosesing Data Citra (2 JP)
a) Tujuan Instruksional Umum. Agar Bintara Siswa
memahami dan mampu melaksanakan Prosesing Data Citra
b) Kriteria keberhasilan. Agar Bintara Siswa dapat
menjelaskan cukup mendalam Prosesing Data Inderaja Sistem
Aktif dan Prosesing Data Inderaja Sistem Pasif dengan baik dan
benar.
5) Layout Peta (1JP 20 Menit)
a) Tujuan Instruksional Umum. Agar Bintara Siswa
memahami dan mampu melaksanakan layout peta citra
b) Kriteria keberhasilan. Agar Bintara Siswa dapat
menjelaskan cukup mendalam tentang Komposisi Peta Citra,
Pembuatan Layout Peta Tematik menggunakan perangkat lunak
dengan baik dan benar.
6) Praktik Penyiapan Data Citra ( 10 JP)
1) Tujuan Instruksional Umum. Agar Bintara Siswa
mampu melaksanakan Penyiapan Data Citra
2) Kriteria keberhasilan. Agar Bintara Siswa dapat
menjelaskan secara mendalam tentang menyiapkan Data
Citra
b) Praktek Klasifikasi Citra (10 JP)
1) Tujuan Instruksional Umum. Agar Bintara
Siswa mampu melaksanakan identifikasi dan klasifikasi
objek
2) Kriteria keberhasilan. Bintara Siswa mampu
melaksanakan, Identifikasi dan Klasifikasi objek
c) Praktek Prosesing Data Citra (10 JP)
1) Tujuan Instruksional Umum. Agar Bintara
Siswa mampu melaksanakan Prosesing Data Citra
2) Kriteria keberhasilan. Bintara Siswa mampu
melaksanakan Prosesing Data Citra.
d) Praktek Layout Peta Citra (10 JP)
1) Tujuan Instruksional Umum. Agar Bintara
Siswa mampu melaksanakan Layout Peta Citra
2) Kriteria keberhasilan. Bintara Siswa mampu
melaksanakan Layout Peta Citra
7) Penutup (30 menit)

a) Tujuan instruksional umum. Agar Bintara Siswa mampu


pentingnya pelajaran Pengolahan Data Penginderaan Jauh
dalam menunjang pelaksanaan tugas.
b) Kriteria keberhasilan. Bintara Siswa mampu
menjelaskan seluruh pelajaran yang telah diberikan.
8) Evaluasi (2 JP).
a) Tujuan instruksional umum. Agar tingkat pengertian
Bintara Siswa mampu diukur/diketahui sesuai pelajaran
Pengolahan Data Penginderaan Jauh yang telah diberikan.
b) Kriteria keberhasilan. Bintara Siswa dapat menjawab
pertanyaan tentang Pengolahan Data Penginderaan Jauh
dengan baik dan benar.
5. Metoda :
a. Metoda utama : Ceramah, Diskusi.
b. Metoda penunjang : Tanya Jawab, Pemberian Tugas dan Aplikasi.

6. Alins/Alongins :
a. OHP dan Transparansis.
b. Papan Tulis/Penghapus.
c. Spidol.
d. LCD Proyektor.
e. Komputer/Scanner/Printer
f. Data Citra Penginderaan Jauh

7. Proses Belajar Mengajar

NO KEGIATAN GADIK KEGIATAN BASIS


1 2 3
1. Pendahuluan
- Menjelaskan secara umum tentang - Memperhatikan, mendengarkan
maksud dan tujuan diberikan pelajaran dan mencatat hal-hal yang penting.
Pengolahan Data Indraja .

2. Penyiapan Data Citra.


a. Menjelaskan secara rinci tentang a. Memperhatikan, mendengarkan
Citra Foto dan Citra Non Foto dan mencatat hal-hal yang penting.
b. Melaksanakan pengecekan/evaluasi b. Menjawab pertanyaan dengan
terhadap pelajaran yang diberikan menjelaskan secara tidak mendalam
dengan melemparkan pertanyaan dan dan mengajukan pertanyaan dari dan
menjawab pertanyaan dari/ke Bintara kepada Gadik
Siswa.
1 2 3
3. Identifikasi dan Klasifikasi
Kenampakan pada citra
a. Menjelaskan secara rinci tentang a. Memperhatikan, mendengarkan
Identifikasi, Identifikasi Objek Fisik dan mencatat hal-hal yang penting.
pada Citra serta Klasifikasi
b. Melaksanakan pengecekan/ b. Menjawab pertanyaan dengan
evaluasi terhadap pelajaran yang menjelaskan secara tidak mendalam
diberikan dengan melemparkan dan mengajukan pertanyaan dari dan
pertanyaan dan menjawab pertanyaan kepada Gadik
dari / ke Bintara Siswa
4. Prosesing Data Citra
a. Menjelaskan secara rinci tentang a. Memperhatikan, mendengarkan
Prosesing Data Citra dan mencatat hal-hal yang penting.
b. Melaksanakan pengecekan/ b. Menjawab pertanyaan dengan
evaluasi terhadap pelajaran yang menjelaskan secara tidak mendalam
diberikan dengan melemparkan dan mengajukan pertanyaan dari dan
pertanyaan dan menjawab pertanyaan kepada Gadik
dari / ke Bintara Siswa

5. Layout Peta Citra


a. Menjelaskan secara rinci tentang a. Melaksanakan praktek membuat
Komposisi Peta Citra, Pembuatan layout peta citra
Layout Peta Tematik menggunakan
perangkalunak ArcView
b. Melaksanakan koreksi/evaluasi b. Memperhatikan, mendengarkan
terhadap hasil praktek Bintara Siswa dan menjawab pertanyaan dengan
sesuai ketentuan melemparkan menjelaskan secara mendalam serta
pertanyaan serta menjawab mengajukan pertanyaan dari dan
pertanyaan dari/ke Bintara Siswa. kepada Gadik.

1 2 3
6. Penutup
a. Memberikan kesimpulan/rangkuman a. Memperhatikan, mendengarkan
dan penekanan terhadap seluruh dan mencatat hal-hal yang penting.
materi pelajaran yang telah diberikan

b. Melaksanakan pengecekan/evaluasi b. Menjawab pertanyaan dengan


terhadap pelajaran yang telah menjelaskan secara mendalam dan
diberikan dengan melemparkan mengajukan pertanyaan dari dan
pertanyaan dan menjawab pertanyaan kepada Gadik.
dari /ke Bintara Siswa
7. Evaluasi
a. Menyusun bahan ujian a. Mengikuti ujian sesuai dengan
yang diketahui Kadep Geografi dan jadwal dan tempat yang telah
dalam pelaksanaan ujian sebagai ditentukan.
Pengawas Umum.
b. Menyerahkan bahan evaluasi ujian b. Menyerahkan hasil ujian kepada
kepada Kasi Opsdik dan mengoreksi/ Pengawas ujian.
menilai hasil ujian Bintara Siswa.

8. Kualifikasi Tenaga Pendidik : Perwira Ctp/Bintara Topografi yang sudah


mengikuti Dikpa/Dikba Geografi atau berkualifikasi Ilmu Geografi, ilmu komputer dan
telah Susgumil/Susgadik atau mendapatkan pembekalan Gumil/Tih.

9. Referensi :
a. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra oleh Lillesand Kieffer 1990.
b. Interpretasi Citra Digital oleh F. Sri Hardiyanti Purwadhi 2000.
c. Pengolahan Citra Digital dengan ER Mapper S,S th 2001 oleh
Pramondhana.
d. Modul Bimtek Pengolahan dan Pemanfaatan Data Citra Satelit
Penginderaan Jauh, Pusdata Inderaja Lapan, 2007.
RAHASIA

10. Lain-lain.
a. Naskah Departemen ini disusun untuk kepentingan Lembaga
Pendidikan Pusdiktop Kodiklatad.
b. Untuk kepentingan Bintara Siswa dapat direproduksi Lembaga
Pendidikan tanpa Petunjuk Umum dan Evaluasi tiap Bab dan Evaluasi Akhir
Pelajaran.

Komandan Pusdiktop Kodiklatad,

Drs, Satriya Wardana


Kolonel Ctp NRP 33654

RAHASIA
DAFTAR ISI

Hal

BAB I PENDAHULUAN
1. Umum .......................................................................... . 1
2. Maksud dan Tujuan .................................................... . 1
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut ...................................... 1
4. Pengertian ................................................................... . 2

BAB II PENYIAPAN DATA CITRA

5. Umum .......................................................................... 2
6. Citra Foto .........................……………………………….. 2
7. Citra Non Foto ............................................................. .. 6
8. Unsur-unsur Interpretasi Citra …………………………… 7
9. Kunci Interpretasi Citra …………………………………… 8
10. Alat Interpretasi Citra ……………………………………… 9
11. Interpretasi Citra Manual dan Digital……………………… 10
12. Proses Interpretasi Citra ………………………………….. 11
13. Evaluasi ......................................................................... 15

BAB III IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KENAMPAKAN PADA CITRA

14. Umum ………………………………………………............ 15


15. Identifikasi …………………………………………………. 15
16. Identifikasi Objek Fisik pada Citra ………………………. 16
17. Klasifikasi …………………………………………………… 20
18. Evaluasi ........................................................................ 22

BAB IV PROSESING DATA CITRA

19. Umum ………………………………………………........... 22


20. Prosesing Data Indraja Sistem Aktif…….........…........... 23
21. Prosesing Data Indraja Sistem Pasif ...........……………. 24
22. Evaluasi .......................................................................... 28
BAB V LAYOUT PETA CITRA

23. Umum ………………………………………………........... 22

24. Komposisi Peta Citra ....................................…........... 23


25. Pembuatan Layout Peta Tematik........................…….. .. 24
26. Evaluasi ......................................................................... 28

BAB VI EVALUASI

27. Evaluasi Akhir Pelajaran…............................................ 28

BAB VI PENUTUP

28. Penutup.......................................................................... 29
RAHASIA

KODIKLAT ANGKATAN DARAT Lampiran III Keputusan Danpusdiktop


PUSAT PENDIDIKAN TOPOGRAFI Nomor : Skep/10/ VII/2018
Tanggal 2 Juli 2018

PENGOLAHAN DATA PENGINDERAAN JAUH


BAB I
PENDAHULUAN

1. Umum.
a. Data penginderaan jauh satelit yang merupakan hasil rekaman obyek
muka bumi oleh sensor akan diterima stasiun bumi dalam bentuk data digital
berupa data mentah (Raw Data) yang perlu proses pengolahan terlebih
dahulu.
b. Pengolahan data citra merupakan suatu cara memanipulasi data citra
atau mengolah suatu data citra menjadi suatu keluaran (output) yang sesuai
dengan yang kita harapkan. Cara pengolahan data citra penginderaaan jauh
melalui beberapa tahapan, hingga menjadi suatu keluaran yang diharapkan.
c. Sehubungan hal tersebut, disusun bahan pelajaran tentang materi
Pengolahan Data Penginderaan Jauh agar serdik mampu mengolah data
sesuai tahapan yang sudah ditentukan.

2. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Naskah Departemen Pengolahan Data Penginderaan Jauh


ini untuk dipergunakan oleh Gadik dan Siswa Pendidikan Bintara Geografi di
Pusdiktop Kodiklatad.
b. Tujuan. Agar Bintara Siswa mampu melaksanakan Pengolahan Data
Penginderaan Jauh.

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut.


a. Pendahuluan
b. Penyiapan Data Citra
c. Identifikasi dan Klasifikasi Kenampakan Pada Citra
d. Prosesing Data Citra
e. Layout Peta Citra
f. Evaluasi
g. Penutup

RAHASIA
4. Pengertian.
a. Pengolahan data Penginderaan Jauh adalah pengolahan data
Penginderaan Jjauh yang ditujukan untuk memperoleh informasi citra dan
produk berupa peta Foto Udara, Peta Citra, dan peta Edisi Khusus dalam
rangka mendukung tugas Angkatan Darat serta instansi lainnya.
b. Citra adalah gambaran rekaman suatu objek (berupa gambaran pada
foto) yang dihasilkan secara optik, elektrooptik mekanik, atau elektronik.
c. Interpretasi adalah perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra
dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya
obyek tersebut.

BAB II
PENYIAPAN DATA CITRA

5. Umum. Pada dasarnya setiap objek di permukaan bumi akan memantulkan


gelombang elektromagnetik pada spektrum radiasi gelombang tampak, infra-merah,
thermal maupun gelombang mikro. Prinsip dasar penginderaan jauh adalah
melakukan pengamatan obyek di permukaan bumi dengan cara mengukur radiasi
gelombang elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh obyek yang
direkam yang disimpan dalam bentuk data citra digital. Data citra digital yang
dimaksud dalam penginderaan jauh merupakan data digital dalam bentuk raster
yang disusun berdasarkan baris dan kolom yang membentuk sebuah array dua
dimensi terdiri dari sejumlah piksel untuk setiap band.

6. Citra Foto. Citra foto adalah gambar yang dihasilkan dengan menggunakan
sensor kamera. Citra foto dapat dibedakan atas beberapa dasar yaitu:
a. Spektrum Elektromagnetik yang digunakan. Berdasarkan spektrum
elektromagnetik yang digunakan, citra foto dapat dibedakan atas:
1) Foto ultra violet yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan
spectrum ultra violet dekat dengan panjang gelombang 0,29
mikrometer. Cirinya tidak banyak informasi yang dapat disadap, tetapi
untuk beberapa obyek dari foto ini mudah pengenalannya karena
kontrasnya yang besar. Foto ini sangat baik untuk mendeteksi;
tumpahan minyak di laut, membedakan atap logam yang tidak dicat,
jaringan jalan aspal, batuan kapur.
2) Foto ortokromatik yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan
spektrum tampak dari saluran biru hingga sebagian hijau (0,4 – 0,56
mikrometer). Cirinya banyak obyek yang tampak jelas. Foto ini
bermanfaat untuk studi pantai karena filmnya peka terhadap obyek di
bawah permukaan air hingga kedalaman kurang lebih 20 meter. Baik
untuk survey vegetasi karena daun hijau tergambar dengan kontras.
3) Foto pankromatik yaitu foto yang menggunakan seluruh
spectrum tampak mata mulai dari warna merah hingga ungu.
Kepekaan film hampir sama dengan kepekaan mata manusia. Cirinya
pada warna obyek sama dengan kesamaan mata manusia. Baik untuk
mendeteksi pencemaran air, kerusakan banjir, penyebaran air tanah
dan air permukaan.
4) Foto infra merah asli (true infrared photo), yaitu foto yang dibuat
dengan menggunakan spektrum infra merah dekat hingga panjang
gelombang 0,9 – 1,2 mikrometer yang dibuat secara khusus. Cirinya
dapat mencapai bagian dalam daun, sehingga rona pada foto infra
merah tidak ditentukan warna daun tetapi oleh sifat jaringannya. Baik
untuk mendeteksi berbagai jenis tanaman termasuk tanaman yang
sehat atau yang sakit.
5) Foto infra merah modifikasi, yaitu foto yang dibuat dengan infra
merah dekat dan sebagian spektrum tampak pada saluran merah dan
sebagian saluran hijau. Dalam foto ini obyek tidak segelap dengan film
infra merah sebenarnya, sehingga dapat dibedakan dengan air.

b. Sumbu Kamera. Sumbu kamera dapat dibedakan berdasarkan arah


sumbu kamera ke permukaan bumi, yaitu
1) Foto vertikal atau foto tegak (orto photograph) yaitu foto yang
dibuat dengan sumbu kamera tegak lurus terhadap permukaan bumi.
2) Foto condong atau foto miring (oblique photograph), yaitu foto
yang dibuat dengan sumbu kamera menyudut terhadap garis tegak
lurus ke permukaan bumi. Sudut ini umumnya sebesar 10 derajat atau
lebih besar.Tapi bila sudut condongnya masih berkisar antara 1 – 4
derajat, foto yang dihasilkan masih digolongkan sebagai foto vertikal.

c. Sudut liputan kamera. Paine (1981) membedakan citra foto


berdasarkan sudut liputan (angular coverage) atas 4 jenis.
Tabel 3.2. Jenis foto berdasarkan sudut liputan kamera

d. Berdasarkan jenis kamera yang digunakan foto dapat dibedakan


atas:
1) Foto tunggal, yaitu foto yang dibuat dengan kamera tunggal.
Tiap daerah liputan foto hanya tergambar oleh satu lembar foto.
2) Foto jamak, yaitu beberapa foto yang dibuat pada saat yang
sama dan menggambarkan daerah liputan yang sama. Adapun
pembuatannya ada 3 cara:
a) Multi kamera atau beberapa kamera yang masing-masing
diarahkan ke satu sasaran.
b) Kamera multi lensa atau satu kamera dengan beberapa
lensa.
c) Kamera tunggal berlensa tunggal dengan pengurai
warna.
Foto jamak dibedakan lebih jauh lagi:
a) Foto multispektral yaitu beberapa foto untuk daerah yang
sama dengan beberapa kamera, atau satu kamera dengan
beberapa lensa masing-masing, lensa menggunakan band
(saluran) yang berbeda yaitu biru, hijau, merah serta infra merah
pantulan.
b) Foto dengan kamera ganda yaitu pemotretan di suatu
daerah dengan menggunakan beberapa kamera dengan jenis
film yang berbeda. Misal pankromatik dan infra merah.
c) Foto dengan sudut kamera ganda yaitu dengan
menggunakan satu kamera vertikal di bagian tengah dan
beberapa foto condong di bagian tepi.

A = Foto Vertikal
B = Foto Agak Condong
C = Foto sangat Condong

e. Warna yang digunakan:


1) Foto berwarna semu (false color) atau foto infra merah
berwarna.
Pada foto berwarna semu, warna obyek tidak sama dengan
warna foto. Misalnya vegetasi yang berwarna hijau dan banyak
memantulkan spektrum infra merah, tampak merah pada foto.
2) Foto warna asli (true color), yaitu foto pankromatik berwarna.

f. Sistem wahana. Berdasarkan wahana yang digunakan dibedakan:


1) Foto udara yaitu foto yang dibuat dari pesawat/balon udara.
2) Foto satelit atau foto orbital, yaitu foto yang dibuat dari satelit.
7. Citra Non Foto. Citra non foto adalah gambaran yang dihasilkan oleh
sensor bukan kamera.
Citra non foto dibedakan atas:

a. Spektrum elektromagnetik yang digunakan. Berdasarkan


spektrum elektromagnetik yang digunakan dalam penginderaan, Citra Non
Foto dibedakan atas:
1) Citra Infra Merah Thermal, yaitu citra yang dibuat dengan
spektrum infra merah thermal. Penginderaan pada spektrum ini
berdasarkan atas beda suhu obyek dan daya pancarnya pada citra
tercermin dengan beda rona atau beda warnanya.
2) Citra Radar dan citra Gelombang Mikro, yaitu citra yang dibuat
dengan sektrum Gelombang mikro. Citra radar merupakan hasil
penginderaan dengan sistem aktif yaitu dengan sumber tenaga buatan,
sedang citra gelombang mikro dihasilkan dengan sistem pasif yaitu
dengan menggunakan sumber tenaga alamiah.

b. Sensor yang digunakan. Berdasarkan sensor yang digunakan,


citra non foto terdiri dari:
1) Citra tunggal, yakni citra yang dibuat dengan sensor tunggal,
yang salurannya lebar.
2) Citra multispektral, yakni cerita yang dibuat dengan sensor
jamak, tetapi salurannya sempit, yang terdiri dari:
a) Citra RBV (Return Beam Vidicon), sensornya berupa
kamera yang hasilnya tidak dalam bentuk foto karena
detektornya bukan film dan prosesnya non fotografik.
b) Citra MSS (Multi Spektral Scanner), sensornya dapat
menggunakan spektrum tampak maupun spektrum infra merah
thermal. Citra ini dapat dibuat dari pesawat udara.

c. Wahana yang digunakan. Berdasarkan wahana yang


digunakan, citra non foto dibagi atas:
1) Citra dirgantara (Airbone image), yaitu citra yang dibuat dengan
wahana yang beroperasi di udara (dirgantara).
Contoh: Citra Infra Merah Thermal, Citra Radar dan Citra MSS.
Citra dirgantara ini jarang digunakan.
2) Citra Satelit (Satellite/Spaceborne Image), yaitu citra yang
dibuat dari antariksa atau angkasa luar. Citra ini dibedakan lagi atas
penggunaannya, yakni:
a) Citra satelit untuk penginderaan planet. Contoh: Citra
Satelit Viking (AS), Citra Satelit Venera (Rusia).
b) Citra Satelit untuk penginderaan cuaca. Contoh: NOAA
(AS), Citra Meteor (Rusia).
c) Citra Satelit untuk penginderaan sumber daya bumi.
Contoh: Citra Landsat (AS), Citra Soyuz (Rusia) dan Citra SPOT
(Perancis).
d) Citra Satelit untuk penginderaan laut. Contoh: Citra
Seasat (AS), Citra MOS (Jepang).

8. Unsur-Unsur Interpretasi Citra. Unsur unsur interpretasi citra didasarkan


pada pengamatan sistematik dan evaluasi unsur kunci yang dikaji secara
stereoskopik. Unsur unsur tersebut meliputi keadaan topografi, pola aliran dan
tekstur, erosi, rona, vegetasi, penggunaan tanah (lahan) dan sebagainya.
a. Topografi. Setiap jenis bentuk lahan dan batuan induk yang memiliki
karakteristik bentuk topografi termasuk kekhususan ukuran dan bentuk.
b. Pola aliran dan tekstur. Pola aliran dan tekstur yang terlihat pada foto
udara merupakan indikator bagi bentuk lahan dengan jenis batuan induk dan
juga mencerminkan karakter tanah dan situs kondisi pengatusan.
c. Erosi. Lembah merupakan hasil erosi pada material tidak kompak oleh
aliran permukaan dan berkembang pada daerah dengan curah hujan yang
tidak cukup banyak yang meresap kedalam tanah tetapi mengalir dan
terkumpul pada alur. Alur ini semakin besar dan memiliki bentuk tertentu yang
terpengaruh oleh material tempat terbentuknya.
d. Rona Foto. Rona berarti kecerahan pada berbagai titik pada foto
udara pankromatik. Nilai absolut rona tidak hanya tergantung pada
karakteristik medan tetapi juga faktor fotografik. Rona foto tergantung kepada
cuaca dan iklim seperti sudut penyinaran matahari dan bayangan awan.
Karena pengaruh yang bukan medan ini, interpretasi foto harus berdasarkan
pada analisis relatif rona dan bukan pada nilai absolut rona.
e. Vegetasi dan Penggunaan Lahan. Perbedaan vegetasi alamiah
maupun budidaya sering menunjukkan perbedaan kondisi medan, banyak hal
vegertasi dan penggunaan lahan membaurkan perbedaan kondisi medan,
penafsir harus berhati-hati dalam pengambilan kesimpulan jika hanya
berdasarkan pada vegetasi dan penggunaan lahan. Pola tanaman yang
serupa dengan pola tanaman yang berbeda akan nampak jelas pada petak
yang berbeda.

9. Kunci Interpretasi Citra. Dasar interpretasi adalah pengenalan obyek, cara


pengenalan obyek ini disimpulkan dengan cara menganalisa dengan menggunakan
“Kunci Interpretasi” sebagai berikut :
a. Rona (tone/warna) adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan
obyek pada citra. Sebagi contoh digunakan untuk membedakan sungai yang
dangkal dan dalam
b. Bentuk (Shape). Maksud dari bentuk ini adalah konfigurasi umum dari
obyek, sebagai contoh : Bentuk tikungan jalan KA lebih melebar (sudutnya
tumpul) dibandingkan dengan jalan mobil, bentuk gedung sekolah adalah
huruf L atau I atau U.
c. Ukuran (Size). Ukuran meliputi dimensi panjang jarak, lebar, tinggi
dan isi. Hal ini dipakai untuk mengaplikasikan jalan atau membedakan antara
jalan utama, jalan tol, jalan kelas II, dan kelas III.
d. Bayangan (Shadow). Bayangan mencerminkan adanya obyek yang
menghalangi sinar. Bayangan ini dipergunakan untuk menentukan
pengenalan obyek - obyek yang mempunyai ketinggian dari obyek sekitarnya.
Contoh : Menara, cerobong asap.
e. Kasar/halus (Tekstur). Yang dimaksud tekstur pada foto udara ialah
frekuensi perubahan rona dalam citra. Tekstur dibedakan atas kasar dan
halus, seragam tidak seragam.
f. Pola (Pattern). Pola ialah susunan keruangan dari suatu obyek. Pola
merupakan karakteristik dari obyek buatan manusia maupun obyek alamiah.
Dari pola pemukiman asli interpretasi bisa ditentukan efek menimbulkan
apakah difusi atau migrasi.
g. Lokasi (Site). Site adalah lokasi daripada suatu obyek dalam
hubungan dengan lingkungan sekitarnya, atau satuan kecil dari medan.
Contoh :
Penafsiran suatu tumbuhan yang terlihat di foto harus diingat site (daerah)
yang dipotret, sebab banyak tumbuhan hanya bisa hidup pada site tertentu,
misal bakau.

10. Alat Intrepretasi Citra


a. Alat Peralatan Interpretasi dan Analisa Citra Foto
1) Alat Pengamat. Alat untuk mengamati citra foto dibagi dalam 2
jenis :
a) Alat dengan sistem stereoskopis yaitu : stereoskop saku
dengan pembesaran 4x dan stereoskop cermin dengan
pembesaran 6x.
b) Alat dengan sistem non stereoskopis yaitu : lensa
pembesar, meja sinar.
2) Alat Ukur
a) Alat ukur luas, berbagai macam alat planimeter
b) Alat ukur tinggi (Paralaks Bar)
3) Alat Pemindah Detail
a) Kamera Lusida
b) Pantograp mekanis dan optik
c) Aerosketmaster
b. Alat Peralatan Interpretasi dan Analisa Citra Non Foto. Peralatan
pengolahan citra digital terdiri dari 2 (dua) perangkat yang saling melengkapi
yaitu perangkat keras (hardware) dan perngakat lunak (software). Perangkat
keras yang digunakan adalah komputer, sedangkan perangkat lunak yang
digunakan sesuai dengan perangkat keras dan tujuan kegunaannya.
1) Perangkat Keras Interpretasi Citra Non Foto. Sistem pengolah
data interpretasi citra non foto adalah komputer dan alat peraga.
Komputer yang dapat digunakan ada beberapa jenis, mulai dari jenis
komputer khusus untuk pengolahan citra hingga jenis komputer
multiguna. Skala perangkat keras mulai dari komputer mikro hingga
jenis komputer super yang dapat melakukan ratusan juta instruksi
perdetik. Jenis komputer super multiguna mempunyai kemampuan
mengolah citra dengan volume besar dan waktu proses relatif singkat.
2) Perangkat Lunak Interpretasi Citra Non Foto. Perangkat lunak
pengolahan citra mencakup berbagai aplikasi yaitu bidang riset dan
perkembangan, seni grafis, penginderaan jauh, astronomi, oseanografi
pemetaan, dokumentasi, dan lain - lain.
Proses perangkat lunak sering dilengkapi dengan alat bantu untuk
pengembangan aplikasinya, sehingga pemakai dapat
mengembangkan untuk aplikasi khusus yang diinginkan.

11. Interpretasi Citra Manual dan Digital. Sebagian besar data


penginderaan jauh diinterpretasi secara manual dan visual. Interpretasi ini
menggunakan data penginderaan jauh yang diwujudkan dalam tampilan citra atau
format fotografis, terlepas dari sensor apa yang digunakan dan bagaimana cara
perekamannya. Data penginderaan jauh model ini sering disebut dengan format
analog. Citra penginderaan jauh dapat pula disajikan menggunakan computer dalam
bentuk larik piksel, dimana masing-masing piksel berhubungan dengan nilai digital
yang merepresentasi tingkat kecerahan piksel tersebut pada citra. Data seperti ini
disebut dengan data format digital. Interpretasi visual dapat pula dilakukan dengan
mengamati citra digital pada layer komputer. 
Interpretasi dapat dilakukan dengan tampilan hitam putih atau citra berwarna.
Citra hitam putih menampilkan citra satu saluran yang disajikan dengan perbedaan
tingkat keabuan (greyscale). Piksel dengan nilai rendah akan representasi dengan
warna hitam dan nilai tinggi direpresentasi dengan warna putih. Perbedaan nilai
pantulan spectral yang terrekam pada sensor menjadikan nilai pada tiap piksel citra
bervariasi. Variasi inilah yang selanjutnya diwujudkan dengan tampilan gradasi hitam
putih tersebut pada citra dan membentuk gambaran obyek di muka bumi.
Citra berwarna merupakan tampilan citra dengan multi saluran yang
dihubungkan dengan penembak warna merah, hijau dan biru (RGB) pada computer.
Variasi nilai pada suatu koordinat piksel yang sama akan mempengaruhi intensitas
masing-masing warna yang muncul dilayar komputer. Efek dari proses ini adalah
tampilnya citra dengan warna-warna pada obyek-obyeknya. Warna-warna obyek
sangat tergantung dari kombinasi saluran yang digunakan dalam penampilan
tersebut. Tampilan citra ini sering pula disebut dengan tampilan multi spektral. 
Ketika data penginderaan jauh berbentuk digital, maka proses dan analisis
digital dapat dilakukan dengan menggunakan komputer. Proses dan analisis digital
citra dilakukan untuk mempertajam atau meningkatkan kualitas dan akurasi
interpretasi secara visual terhadap citra tersebut. Dalam proses dan analisis digital,
dapat dilakukan proses otomasi identifikasi obyek dan penyadapan informasi.
Proses otomasi ini mengurangi intervensi dari interpreter pada proses interpretasi
tersebut. Hal seperti ini sering dilakukan untuk melengkapi dan membantu analis
oleh interpreter citra.

12. Proses Interpretasi Citra. Interpretasi manual banyak dilakukan


terhadap data foto udara. Interpretasi ini dilakukan dengan mengamati data foto
tersebut. Berbeda dengan interpretasi digital, metode ini dilakukan secara digital
dengan menggunakan komputer. Kedua model interpretasi tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda.
a. karakteristik pada metode interpretasi manual :
1) Interpretasi manual biasanya memerlukan lebih sedikit peralatan
khusus.
2) Interpretasi manual melakukan analisis secara relative sederhana t
erhadap satu saluran atau citra tunggal.
3) Interpretasi manual merupakan proses yang bersifat subyektif
sehingga hasil interpretasinya sangat mungkin terjadi perbedaan
antara seorang interpreter dengan interpreter lainnya.
b. Seperti halnya pada interpretasi manual, metode interpretasi digital
memiliki karakteristik yang berbeda sebagai berikut :
1) Interpretasi digital memerlukan peralatan yang khusus dan relative
mahal.
2) Interpretasi digital dapat melakukan analisis yang kompleks
terhadap beberapa saluran citra secara multispektral, multi temporal,
dan multi spasial.
3) Interpretasi digital melakukan analisis terhadap nilai digital citra
yang terkandung pada tiap larik piksel sehingga hasil interpretasi citra ini
relative obyektif dan konsisten. 
Sesuai dengan karakteristik dari masing-masing metode interpretasi tersebut,
kedua model interpretasi ini memiliki kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan dan
kekurangan dari metode tersebut tentu sangat terkait dengan karakteristiknya
masing-masing. Dalam proses analisis, kedua metode tersebut dapat digunakan
secara bersama. Proses digital digunakan untuk meningkatkan kualitas citra dan
meningkatkan konsistensi interpretasi, selanjutnya interpretasi manual digunakan
untuk pengambilan kesimpulan akhir dari proses interpretasi tersebut.
Interpretasi citra secara digital merupakan evaluasi kuantitatif tentang
informasi spektral yang disajikan pada citra. Analisis digital dilakukan melalui
pengenalan spektral dengan bantuan komputer. Dasar interpretasi citra digital
berupa klasifikasi pixel berdasarkan nilai spektralnya dan dapat dilakukan secara
statistik.
C. Adapun langkah-langkah dalam interpretasi citra secara digital sebagai
berikut:
1) Pra Pengolahan Data Digital. Pra pengolahan data digital mencakup
rektifikasi (pembetulan) dan restorasi (pemugaran atau pemulihan) citra.
Rektifikasi dilaksanakan untuk diperoleh data permukaan bumi sesuai dengan
aslinya (tanpa distorsi). Distorsi disebabkan oleh gerakan sensor, faktor
media antara, dan faktor objeknya sendiri sehingga perlu dibetulkan. Pra
pengolahan data meliputi koreksi yaitu koreksi radiometrik, koreksi geometrik,
dan koreksi atmosferik.
2) Pembuatan Citra Komposit. Pembuatan citra komposit
dimaksudkan untuk menguji apakah posisi setiap citra sudah sama, karena
proses koreksi radiometrik atau geometrik dilakukan di setiap citra secara
sendiri-sendiri. Registrasi citra merupakan proses untuk membuat posisi
lokasi dari setiap pixel pada beberapa citra saling sesuai atau cocok satu
sama lain. Registrasi dapat dilakukan pada citra multi spektral dan multi
temporal, dan antara citra dan peta. Teknik ini dilakukan apabila diperlukan
georeferencing (posisi citra disamakan dengan koordinat peta atau koordinat
geografi).
3) Penajaman Citra. Penajaman citra bertujuan untuk peningkatan
mutu citra, yaitu menguatkan kontras kenampakan yang tergambar dalam
citra digital. Penajaman citra dilakukan sebelum penampilan citra atau
sebelum dilakukan interpretasi, dengan maksud untuk menambah jumlah
informasi yang yang dapat diinterpretasi secara digital. Beberapa tahapan
penajaman : penajaman titik, penajaman area, penajaman tepi. Penajaman
tambahan dapat dilakukan secara filtering, menggunakan filter frekuensi
rendah/ tinggi. Filter frekuensi rendah digunakan untuk menghilangkan
distorsi yang bersifat garis yang karena kerusakan detektor pada sensor.
Frekuensi tinggi digunakan untuk memperjelas daerah yang bersifat garis,
misal garis batas antara air dan daratan yang terdapat pada citra.
Penajaman citra ini bertujuan untuk mendapatkan nilai citra yang lebih sesuai
dengan tujuan interpretasi.
4) Pengenalan Pola Spektral. Pola yang dimaksud dalam
penginderaan jauh adalah susunan keruangan yang merupakan ciri
(karakteristik), menandai berbagai objek, baik objek bentukan manusia
maupun objek alami.
Contoh : Pola pemukiman transmigrasi, perkotaan, pola aliran sungai dll.
Pengenalan pola spektral dapat dilakukan dengan cara klasifikasi.
Pengenalan pola secara teknis bertujuan untuk mengklasifikasikan dan
mendiskripsikan pola (susunan objek). Melalui sifat atau ciri objek yang
bersangkutan, berdasarkan karakteristik spektral yang terekam pada citra.
Pengenalan pola spektral dapat dilakukan dengan bantuan komputer, agar
informasi spektral dapat dievaluasi secara kuantitatif.

5). Klasifikasi Citra. Klasifikasi citra bertujuan untuk pengelompokan


atau pembuatan segmentasi mengenai kenampakan - kenampakan yang
homogen dengan teknik kuantitatif. Prosedur operasi dilakukan dengan
pengamatan dan evaluasi setiap kelompok informasi. Pekerjaan klasifikasi ini
dapat dilakukan dengan 4 ( empat ) cara yaitu :
a) Klasifikasi nilai pixel didasarkan pada contoh daerah yang
diketahui jenis objek dan nilai spektralnya, disebut dengan Klasifikasi
Terbimbing.
b) Kasifikasi tanpa daerah contoh yang diketahui jenis objek dan
nilai spektralnya, disebut dengan Klasifikasi Tak Terbimbing.
c) Klasifikasi Gabungan / hibrida
d) Klasifikasi Visual, berdasarkan pada kenampakan visual citra
pada layar monitor yang langsung diketahui jenis objeknya.
6) Interpretasi Citra. Interpretasi citra atau penafsiran citra
penginderaan jauh merupakan kegiatan mengkaji citra dengan maksud untuk
mengidentifikasi objek yang tergambar dalam citra dan menilai arti pentingnya
objek tersebut. Interpretasi ini dapat dilakukan secara manual maupun
secara digital. Interpretasi secara manual adalah interpretasi data
penginderaan jauh yang didasarkan pada pengenalan karakteristik objek
secara keruangan. Karakteristik objek yang tergambar pada citra dapat
dikenali berdasarkan unsur-unsur interpretasi seperti warna, bentuk, ukuran,
letak, dan kenampakan objek.Interpretasi digital merupakan evaluasi
kuantitatif tentang informasi spektral yang disajikan dalam citra. Analisis
digital dapat dilakukan melalui pengenalan pola spektral dengan bantuan
komputer. Dasar interpretasi citra adalah berupa klasifikasi pixel berdasarkan
nilai spektralnya.
7) Pemotongan Citra. Pemotongan citra dilakukan untuk
menghemat penyimpanan data komputer dan proses pengolahannya dapat
dilakukan lebih cepat. Misalnya : kita mempunyai citra suatu daerah
kabupaten sedangkan yang kita perlukan adalah citra suatu kecamatan di
kabupaten tersebut. Maka perlu melakukan pemotongan citra untuk
mengambil area kecamatan tersebut dan menyimpannya menjadi suatu file
baru.

13. Evaluasi.
a. Sebutkan klasifikasi foto udara berdasarkan cara pemotretannya !
b. Sebutkan macam citra foto dan citra non foto!
c. Jelaskan unsur-unsur interpretasi citra !
d. Jelaskan proses interpretasi citra !
e. Jelaskan Karakteristik interpretasi Citra manual dan digital !

BAB III
IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI KENAMPAKAN PADA CITRA

14. Umum. Pengenalan obyek pada citra dilakukan dengan menggunakan


ciri-ciri obyek yang terekam. Ada tiga rangkaian kegitan dalam pengenalan obyek ini
yaitu deteksi, identifikasi, klasifikasi dan analisis.
15. Identifikasi. Identifikasi adalah upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi
dengan menggunakan keterangan yang cukup. Identifikasi dalam rangka
pengenalan obyek pada citra dapat diartikan juga pengejaan ciri-ciri yang terekam
pada citra. Pada citra foto ciri-ciri ini misalnya rona, bentuk, ukuran, dan polanya
bagaimana. Semua itu dilakukan untuk dapat mengenali/menyimpulkan sebenarnya
wujud menggambarkan apa, demikian pula wujud yang lainnya. Pada tahap
identifikasi ini keterangan yang diperoleh bersifat setengah rinci.
Identifikasi atau pengenalan merupakan upaya mencirikan objek yang telah
dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup, misalnya
mengidentifikasikan suatu objek berkotak2 sebagai tambak di sekitar perairan
karena objek tersebut dekat dengan laut.
Ada 3 (tiga) ciri utama benda yang tergambar pada citra berdasarkan ciri
yang terekam oleh sensor yaitu sebagai berikut:
a. Spektral. Ciri spektral ialah ciri yang dihasilkan oleh interaksi
antara tenaga elektromagnetik dan benda yang dinyatakan dengan rona dan
warna.
b. Spatial. Ciri spatial ialah ciri yang terkait dengan ruang yang
meliputi bentuk, ukuran, bayangan, pola, tekstur, situs, dan asosiasi.
c. Temporal. Ciri temporal ialah ciri yang terkait dengan umur benda
atau saat perekaman. misalnya; rekaman sungai musim hujan tampak cerah,
sedang pada musim kemarau tampak gelap.

16. Identifikasi Objek Fisik pada Citra. Objek-obyek fisik dapat dikenali dari
penginderaan jauh. Melalui metode penginderaan jauh, keduanya dapat direkam
oleh sensor sehingga menjadi citra. Dengan interpretasi citra, obyek-obyek fisik
dapat dikenali dan hasilnya dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan.
a. Sungai. Sungai memiliki tekstur permukaan air yang seragam
dengan rona yang gelap jika airnya jernih, atau cerah jika keruh. Arah aliran
sungai ditandai oleh bentuk sungai yang lebar pada bagian muara, pertemuan
sungai memiliki sudut lancip sesuai dengan arah aliran, perpindahan meander
ke arah samping dan ke arah bawah (muara), gosong sungai meruncing ke
arah hulu dan melebar ke arah muara
b. Dataran Banjir. Dataran banjir memiliki permukaan yang rata
dengan posisi lebih rendah dari daerah sekitar. Kadang-kadang dijumpai
tempat-tempat yang tidak rata karena adanya bekas saluran atau adanya
oxbow lake (danau tapal kuda). Dataran banjir memiliki rona yang seragam
atau kadang-kadang tidak seragam, dan terdapat sungai yang posisinya
kadang-kadang agak jauh.
c. Kipas Aluvial dan Kerucut Aluvial
1) Kipas aluvial berbentuk kipas dengan permukaan halus. Lereng
bawahnya landai (1 – 2 derajat) dengan bagian atas yang curam, rona
yang putih sampai kelabu putih dengan bagian bawah lebih gelap
karena adanya vegetasi yang padat.
2) Kerucut aluvial bentuknya seperti kipas aluvial dengan ukuran
lebih kecil. Lerengnya curam (bisa mencapai 20 derajat).
d. Gumuk Pasir (Beach Ridge). Gubuk pasir berbentuk sempit dan
memanjang, lurus atau melengkung, igir rendah dengan permukaan air yang
datar, sejajar sama lain dan sejajar pantai. Tak terdapat aliran permukaan
dan erosi. Pada kawasan terbukti bentuknya sesuai garis tinggi. Daerah ini
sering dimanfaatkan untuk tempat tinggal atau jalan.
e. Hutan Bakau. Hutan bakau tidak memiliki rona yang hitam
karena daya pantul sangat rendah, Tinggi pohon seragam, yakni antara 7 - 13
meter, Tumbuh pada pantai yang becek atau tepi sungai hingga batas air
payau.
g. Sagu dan Nipah. Sagu dan nipah tergolong jenis palma.
Perbedaannya adalah:
1) Sagu memiliki daun yang membentuk roset (bintang) sedang
nipah tidak.
2) Sagu memiliki rona yang gelap sedang nipah berona cerah dan
seragam.
3) Sagu tumbuh berkelompok sedang nipah tidak.
4) Tangkai bunga sagu memantulkan cahaya putih yang berasal
dari tajuk bunga sedang nipah tidak.
h. Jalan Raya dan Jalan Kereta Api. Jalan raya dan jalan kereta
api memiliki bentuk memanjang, lebarnya seragam dan relatif lurus. Tekstur
halus serta rona yang kontras dengan daerah sekitar dan pada umumnya
cerah. Simpang jalan tegak lurus atau mendekati tegak lurus
i. Terowongan dan Jembatan
1) Pada terowongan nampak seperti jalan atau jalan kereta api
yang tiba-tiba hilang pada satu titik dan timbul lagi pada titik yang lain.
2) Pada jembatan nampak adanya sungai atau saluran irigasi yang
menyilang jalan, terdapat bayangan karena perbedaan tinggi antara
jembatan dengan sungai. Badan jembatan umumnya lebih sempit dari
jalan yang dihubungkannya.
j. Stasiun Kereta Api, Terminal Bus, dan Bandar Udara
1) Pada stasiun kereta api terdapat bangunan rumah yang terpisah
dari sekitarnya, nampak cabang rel kereta api dan gerbong kereta api.
Pada stasiun besar nampak rel yang hilang pada satu sisi rumah dan
timbul kembali pada sisi yang lain.
2) Pada terminal bus nampak kawasan yang datar, teratur dan
luas, terdapat bangunan besar dengan deretan bus yang berjajar ke
arah samping dan jaraknya rapat.
3) Pada bandar udara nampak lapangan yang luas, datar dan
tekstur halus. Landasan yang lurus, lebar dengan pola yang teratur
nampak jelas. Terdapat gedung terminal, tempat parkir pesawat dan
kadang-kadang nampak pesawat terbangnya.

k. Lapangan Sepakbola. Berbentuk empat persegi panjang dengan


ukuran teratur (5 : 4), dengan rona cerah dan tekstur yang halus. Pada foto
skala 1 : 5.000 nampak gawang di tengah garis belakang.

l. Rumah Permukiman
1) Rumah mukim berbentuk empat persegi panjang, terdapat
bayangan ditengah-tengah bagian atapnya, terletak dekat jalan dan
ukuran rumah relative kecil
2) Gedung sekolah bentuknya seperti I, L atau U dengan halaman
yang teratur dan bersih serta luas.
3) Rumah sakit merupakan bangunan seragam, besar dan
memanjang, pola teratur dengan deretan bangunan yang terpisah satu
sama lain yang dihubungkan oleh bangunan penghubung. Memiliki
halaman yang luas untuk parkir dan letaknya di tepi jalan.
4) Pabrik/industri memiliki gedung dengan ukuran besar dan pada
umumnya memanjang, beberapa gedung sering bergabung dengan
jarak yang dekat (rapat). Terletak di pinggir jalan, terdapat tempat
bongkar muat barang, kadang-kadang nampak tangki air/bahan bakar,
cerobong asap dan sebagainya
5) Pasar memiliki bentuk dan ukuran gedung yang teratur dan
seragam. Pola teratur dengan jarak rapat, terletak di tepi jalan besar
dan nampak konsentrasi kendaraan bermotor dan tidak bermotor.

m. Tanah Pertanian dan Perkebunan


1) Sawah berupa petak-petak persegi panjang pada daerah datar,
pada daerah miring bentuk petak mengikuti garis tinggi. Sering nampak
saluran irigasi. Jika pada sawah tersebut terdapat tanaman padi,
memiliki tekstur yang halus dengan rona gelap pada usia muda, abu-
abu pada usia 2 bulan dan cerah pada usia tua. Jika ditanami tebu,
tekstur lebih kasar dari padi dan tampak jalur lariknya. Tekstur dan
rona nampak seragam pada kawasan yang luas.
2) Perkebunan karet memiliki jalur lurus dengan tinggi pohon
seragam, jarak tanaman dalam jalur teratur demikian juga jarak antar
jalur. Tekstur mirip beledu dengan rona yang gelap. Terletak pada
ketinggian 50 - 60 m dari permukaan laut dengan relief miring.
3) Perkebunan kopi tampak sebagai deretan lurus titik-titik hitam
dan latar belakang cerah. Pohon pelindung lebih tinggi dan lebih
jarang. Jarak tanaman teratur (3 - 4 m) dan tinggi tanaman 3 - 4 m.
Terletak pada kawasan yang miring sampai ketinggian 1.500 m dari
permukaan laut. Tanahnya gembur dan mampu meresap air sampai
dalam, dengan curah hujan lebih dari 2000 m setiap tahun.
4) Perkebunan kelapa memiliki pola yang teratur dengan rona
yang cerah dan jarak tanaman sekitar 10 m dengan tinggi pohon
mencapai 15 m. Terdapat pada daerah yang mudah meresap air
dengan curah hujan yang cukup banyak. Tajuk pohon berbentuk
bintang.
5) Perkebunan kelapa sawit memiliki tajuk yang rapat dan
berbentuk bintang. Teksturnya lebih halus dari pada tanaman kelapa,
rona gelap dengan jarak tanaman teratur (6 - 9 m) dan curah hujan
2.000 mm - 4.000 mm per tahun.

17. Klasifikasi. Satu langkah pemrosesan yang dilakukan pada pengolahan


citra adalah klasifikasi yaitu mengelompokkan sekumpulan pixel menjadi kelas-kelas
berdasarkan karakteristik tertentu dari masing-masing kelas. Klasifikasi data
merupakan proses dimana semua pixel dari suatu citra yang mempunyai
penampakan spektral yang sama akan diidentifikasikan. Sebagai contoh suatu citra
Landsat TM dengan tujuh buah informasi band dapat diklasifikasi untuk
mengidentifikasi cakupan hutan atau tata guna lahan. Kita mempunyai sejumlah
pilihan untuk membuat suatu klasifikasi, kita dapat memilih jenis keluaran yang
diinginkan dan juga pengolahan data yang diinginkan. Dalam proses klasifikasi kita
akan membuat suatu data klasifikasi atau suatu algoritma dari tiap-tiap baris yang
mempresentasikan suatu kelas.
Dalam pengklasifikasian citra secara digital, mempunyai tujuan khusus untuk
mengkategorikan secara otomatis setiap pixel yang mempunyai informasi spektral
yang sama dengan mengikutkan pengenalan pola spektral, pengenalan pola spasial
dan pengenalan pola temporal yang akhirnya membentuk kelas atau tema
keruangan (spasial) tertentu. Untuk proses klasifikasi, survei lapangan sangat
diperlukan. Untuk klasifikasi yang memerlukan ketelitian tinggi disarankan untuk
menggunakan perangkat lunak yang khusus dirancang untuk pengolahan citra
digital. Klasifikasi pada proses pengolahan citra digital umumnya dibedakan
Klasifikasi Tak Terbimbing/ Tak terawasi (Unsupervised Classification) dan
Klasifikasi Terbimbing/Terawasi (Supervised Classification ). Klasifikasi supervised
dan unsupervised biasanya digunakan untuk mengklasifikasi keseluruhan suatu
dataset menjadi kelas-kelas. Kelas-kelas dapat mengidentifikasi area perkebunan,
mineral, urban. Suatu dataset klasifikasi biasanya diperlihatkan dengan
menggunakan suatu tampilan baris klasifikasi dalam algoritma. Tampilan baris
klasifikasi dapat menampilkan banyak kelas, dengan warna yang berbeda-beda
untuk masing-masing kelas.
Klasifikasi obyek pada citra dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu Klasifikasi
Tak Terbimbing dan Klasifikasi Terbimbing .
a. Klasifikasi Tak Terbimbing (Unsupervised Classification). Klasifikasi
tak terbimbing (Unsupervised Classification) merupakan salah satu
metode klasifikasi dimana komputer secara otomatis menghitung dan
mengenali nilai spektral yang ada pada citra. Sebelum kita melakukan metode
ini, kita harus menentukan berapa kelas yang akan kita buat.
Tahapan dalam klasifikasi tak terbimbing ini adalah sebagai berikut :
1). Menentukan jumlah kelas, ulangan, dan jumlah band yang
digunakan.
2). Menentukan warna dan nama kelas yang kita inginkan.
3). Menampilkan warna pada citra terklasifikasi
Klasifikasi unsupervised digunakan ketika mempunyai sedikit informasi
tentang dataset. Klasifikasi data unsupervised memulai mengklarifikasi dari
kelas-kelas atau wilayah-wilayah yang kita spesifikasikan atau dari jumlah
nominal kelas. Klasifikasi unsupervised secara sendiri akan mengkatagorikan
semua pixel menjadi kelas-kelas dengan menampakan spektral atau
karateristik spektral yang sama. Hasil klasifikasi dipengaruhi oleh parameter-
parameter yang kita tentukan dalam kotak dialog klasifikasi unsupervised.
Klasifikasi unsupervised akan menghitung secara statistik. Biasanya hasil-
hasil klasifikasi unsupervised harus diinterpretasi dengan menggunakan data
yang sebenarnya di lapangan untuk menentukan kelas-kelas yang
mempresentasikan area atau wilayah sebenarnya di lapangan. Dari informasi
ini mungkin kita bisa memutuskan untuk mengkombinasikan atau menghapus
kelas-kelas yang diinginkan. Kita perlu juga untuk memberi warna dan nama
untuk masing-masing kelas.

b. Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification). Klasifikasi


supervised digunakan apabila kita mempunyai pengetahuan yang cukup dari
dataset dan pada posisi atau area mana suatu wilayah atau kelas-kelas
tersebut berada dilapangan. Klasifikasi supervised memerlukan kelas-kelas
yang menspesifikasikan wilayah-wilayah yang diinginkan. Kita dapat
mendefinisikan suatu wilayah dengan menggambarkan suatu daerah acuan
(training area) dengan menggunakan sistem anotasi dan menyimpannya
dalam dataset raster. Pengambilan daerah acuan dilakukan dengan
mempertimbangkan pola spektral pada setiap panjang gelombag tertentu,
sehingga didapatkan daerah acuan yang baik untuk mewakili suatu obyek
tertentu. Untuk contoh kita bisa mendefinisikan wilayah-wilayah untuk kelas
air, vegetasi, urban dengan menggambar training areanya, dengan
menggambarkan poligon-poligon pada area dengan karakteristik-karakteristik
spektral tertentu. Klasifikasi supervised kemudian akan mencari semua pixel
dengan karakteristik-karakteristik spektral yang sama, sesuai dengan yang
telah kita definisikan.
Klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) dilakukan ketika kita
sudah melakukan survey lapangan. Artinya kita sudah mengetahui landcover
dari training area yang kita buat. Training area merupakan sampel kelas yang
sudah kita ketahui di lapangan. Metode ini sering digunakan untuk
meningkatkan hasil klasifikasi. Dibandingkan dengan metode sebelumnya,
metode ini lebih akurat.
Prosedur yang perlu dilakukan pada metode ini adalah sebagai berikut:
1) Pembuatan Training Area.
2) Memulai proses klasifikasi terbimbing
3) Memberi nama dan warna region.
4) Menampilkan warna pada citra terklasifikasi.

18. Evaluasi
a. Jelaskan idenfikasi berkaitan interpretasi penginderaan jauh !
b. Jelaskan klasifikasi berkaitan interpretasi penginderaan jauh !
c. Sebutkan macam-macam klasifikasi pada pengolahan citra !

BAB IV
PROSESING DATA CITRA

19. Umum. Perangkat lunak pengolahan citra sangat menentukan


keberhasilan dalam melaksanakan pekerjaan atau kegiatan pengolahan dan
interpretasi citra foto dan non foto yang sesuai dengan ketentuan. Proses
pengolahan dan interpretasi digital diuraikan sesuai dengan format data dari CD
ROM, CCT, atau Cartridge dan peralatan yang digunakan.
20. Prosesing Data Inderaja Sistem Pasif. Data asli hasil rekaman
sensor pada satelit maupun pesawat terbang merupakan representasi dari bentuk
permukaan bumi yang tidak beraturan. Meskipun kelihatannya merupakan daerah
yang datar, tetapi area yang direkam sesungguhnya mengandung kesalahan
(distorsi) yang diakibatkan oleh pengaruh kelengkungan bumi dan atau oleh sensor
itu sendiri. Pada tahapan ini maka citra digital penginderaan jauh perlu di proses
lebih lanjut agar dapat menghasilkan hasil analisis yang lebih akurat dan dapat
dipercaya.

a. Penajaman Citra. Penajaman citra mencakup berbagai teknik untuk


memperbaiki penampilan citra agar mudah dalam melaksanakan interpretasi.
Teknik penajaman adalah sebagai berikut :
1) Contrast Stretching (Rentang Ketajaman). Rentang
ketajaman dapat dilakukan secara manual, yaitu dengan memindahkan
atau mengganti batas atas dan batas bawah dari nilai digital, dan
memindahkan posisi rata-ratanya. Dalam beberapa sistem
pemrosesan citra dilakukan dengan beberapa tahapan. Beberapa
sistem mempunyai beberapa proses rentang ketajaman secara
otomatis, berdasar metode gausian, penyamarataan, atau standar
penyebaran. Proses ini biasanya dilakukan berdasar suatu tabel,
sedang data aslinya tidak berubah tetapi datanya ditayangkan berdasar
perhitungan yang disimpan dalam tabel.

Contoh :
Yaitu memperlebar (stretching)
rentang nilai spektral, dengan
merubah histogram dengan fungsi
pelebar (stretching function) linier
maupun non linier (contoh linier)
Bentuk fungsi pelebar
dapat dilihat pada jendela di
kanan atas
Nilai pixel awal 50 – 110
Nilai pixel akhir 0 – 255
Contoh Citra hasil penajaman kontras

SEBELUM SESUDAH

2) Density Slicing. Untuk mempertajam perbedaan dalam


kanal tunggal, penayangan warna dalam satu kelompok gradasi
keabuan atau kelompok nilai digital sering banyak gunanya. Teknik ini
juga dapat dilakukan dengan memberikan nilai atas dan nilai bawah
serta nilai rentang antar kelompok, hal ini masih dalam rangka
mempertajam kenampakan tetapi masih mengabaikan kedetailan data
dalam citra.
3) Komposit Warna. Hubungan antar kanal yang bebeda sangat
penting maknanya dalam mengenali suatu kenampakan atau liputan
obyek. Hal ini sering ditampilkan dalam bentuk citra komposit warna
yang menampilkan tiga kanal panjang gelombang dalam satu bentuk
citra. Biasanya kanal tersebut ditampilkan dalam campuran filter warna
biru, hijau dan merah.
4) Ratio Citra. Proses yang memungkinkan untuk mengurangi
beberapa pengaruh yang umum terjadi pada seluruh kanal citra seperti
cahaya matahari karena topografi atau ketinggian matahari. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih optimal dari
perbedaan antar kanal.
5) Principal Component. Teknik ini cukup komplek rumusan
matematisnya, tetapi prinsipnya merupakan penyederhanaan arti dari
banyaknya komponen yang digunakan dalam komponen tertentu yang
dikenal dengan analisis PCA.
6) Convolution Filtering. Penajaman filtering dapat dilakukan
dengan berbagai cara dan ukuran, dan proses penajaman tersebut
dapat diilustrasikan dengan gambaran 3 x 3 pixel sebagai berikut :
a) Teknik smoothing atau penghalusan kontras, angka
matrik menunjukkan skor yang diberikan pada tiap pixel. Proses
penghalusan kontras tersebut dilakukan untuk seluruh citra dan
akhirnya diperoleh suatu citra hasil proses.
b) Dari tiap matrik 3 x 3 diperoleh nilai pixel baru dari pusat
matrik tersebut, berdasar pada penjumlahan nilai pixel tiap
matrik dalam citra lama dibagi dengan jomlah total pixel.
c) Ukuran citra baru akan lebih kecil satu pixel (satu kolom)
dari yang seharusnya diperoleh dengan penghalusan kontras 3
x 3 karena dengan cara tersebut tidak dapat dilakukan
perhitungan pada pixel terakhir paling kanan dari citra.
7) Penajaman Batas Tepi. Teknik ini dengan menerapkan
highpass filter, yang hasilnya akan merupakan intensifikasi batas
kenampakan dan kenampakan kelurusan lebih jelas, meskipun dapat
menyebabkan penyimpangan nilai pixel diakhir baris dari citra.

b. Rektifikasi Citra. Rektifikasi adalah suatu proses melakukan


transformasi data dari satu sistem grid menggunakan suatu transformasi
geometrik. Oleh karena posisi piksel pada citra output tidak sama dengan
posisi piksel input (aslinya) maka piksel-piksel yang digunakan untuk mengisi
citra yang baru harus di-resampling kembali. Resampling adalah suatu proses
melakukan ekstrapolasi nilai data untuk piksel-piksel pada sistem grid yang
baru dari nilai piksel citra aslinya.
1) Koreksi Geometrik (Rektifikasi). Sebelum melakukan koreksi
geometrik, analis harus memahami terlebih dahulu tentang sistem
proyeksi peta. Untuk menyajikan posisi planimetris ada sejumlah
sistem proyeksi. Untuk Indonesia, sistem proyeksi yang digunakan
adalah sistem proyeksi UTM (Universal Tranverse Mercator) dengan
datum DGN-95 (Datum Geodesi Nasional). Untuk tingkat internasional,
DGN-95 sesungguhnya sama dengan WGS84, sehingga penggunaan
WGS84 sama dengan DGN-95. Masing-masing sistem proyeksi sangat
terkait dengan sistem koordinat peta.
Koreksi geometrik merupakan proses yang mutlak dilakukan apabila
posisi citra akan disesuaikan atau ditumpangsusunkan dengan peta-
peta atau citra lainnya yang mempunyai sistem proyeksi peta.

2) Registrasi. Dalam beberapa kasus, yang dibutuhkan adalah


penyamaan posisi antara satu citra dengan citra lainnya dengan
mengabaikan sistem koordinat dari citra yang bersangkutan.
Penyamaan posisi ini kebanyakan dimaksudkan agar posisi piksel
yang sama dapat dibandingkan. Dalam hal ini penyamaan posisi citra
satu dengan citra lainnya untuk lokasi yang sama sering disebut
dengan registrasi. Dibandingkan dengan rektifikasi, registrasi ini tidak
melakukan transformasi ke suatu koordinat sistem. Dengan kata lain,
registrasi adalah suatu proses membuat suatu citra konform dengan
citra lainnya, tanpa melibatkan proses pemilihan sistem koordinat.

3) Georeferensi
Georeferensi adalah suatu proses memberikan koordinat
peta pada citra yang sesungguhnya sudah planimetris. Sebagai
contoh, pemberian sistem koordinat suatu peta hasil dijitasi peta
atau hasil scanning citra. Hasil dijitasi atau hasil scanning
tersebut sesungguhnya sudah datar (planimetri), hanya saja
belum mempunyai koordinat peta yang benar. Dalam hal ini,
koreksi geometrik sesungguhnya melibatkan proses
georeferensi karena semua sistem proyeksi sangat terkait
dengan koordinat peta.
Registrasi citra-ke-citra melibatkan proses georeferensi
apabila citra acuannya sudah digeoreferensi. Oleh karena itu,
georeferensi semata-mata merubah sistem koordinat peta dalam
file citra, sedangkan grid dalam citra tidak berubah.
Titik Kontrol Lapangan (Ground Control Point/GCP)
Titik kontrol lapangan (GCP) adalah suatu titik-titik yang letaknya
pada suatu posisi piksel suatu citra yang koordinat petanya
(referensinya) diketahui. GCP terdiri atas sepasang koordinat x
dan y, yang terdiri atas koordinat sumber dan koordinat
referensi. Koordinat-koordinat tersebut tidak dibatasi oleh
adanya koordinat peta.

c. Klasifikasi citra. Klasifikasi citra bertujuan untuk


pengelompokan atau pembuatan segmentasi mengenai kenampakan-
kenampakan yang homogen dengan teknik kuantitatif. Prosedur
operasi dilakukan dengan pengamatan dan evaluasi setiap kelompok
informasi. Pengelompokkan klasifikasi citra ini dapat dilakukan dengan
4 ( empat ) cara yaitu :
1) Klasifikasi nilai pixel didasarkan pada contoh daerah
yang diketahui jenis objek dan nilai spektralnya, disebut dengan
Klasifikasi Terbimbing.
2) Kasifikasi tanpa daerah contoh yang diketahui jenis objek
dan nilai spektralnya, disebut dengan Klasifikasi Tak Terbimbing.
3) Klasifikasi Gabungan / hibrida.
4) Klasifikasi Visual, berdasarkan pada kenampakan visual
citra pada layar monitor yang langsung diketahui jenis objeknya.

d. Teknik Klasifikasi.
a) Klasifikasi Tersedia. Teknik ini pada dasarnya tidak
memerlukan perintah-perintah bertahap dari analis citra, tetapi
mengikuti program yang memeriksa pixel-pixel yang belum
terklasifikasikan dan memasukkan pixel-pixel tersebut kedalam
kelompoknya menurut kondisi bentang alamnya.
b) Klasifikasi Tersedia. Teknik yang diterapkan adalah, pertama-
tama obyek dipilih menurut tujuan studi, informasi dan pengetahuan
yang dimiliki untuk daerah tersebut. Informasi tersebut meliputi peta
topgrafi/peta planimetri, mozaik foto udara dan foto udara yang
berpasangan.
c) Klasifikasi Berdasarkan Jarak terdekat terhadap nilai rerata.
Teknik ini merupakan jenis klasifikasi yang paling sederhana, nilai
rerata aritmatika (rerata vektor) dihitung seluruhnya. Nilai spektral pixel
kemudian dibandingkan dengan nilai rerata (+) tersebut, kemudian
dikelompokkan kedalam kelas dimana jarak terhadap rerata kelas
adalah terdekat. Teknik ini memiliki kelemahan yaitu kesulitan
memasukkan pixel-pixel yang jauh berada diluar rerata kelas-kelas
yang telah ditentukan.
d) Klasifikasi Kesesuaian maksimum. Teknik ini dilakukan dengan
mengganti parameter interval sederhana dengan parameter statistik
dengan asumsi bahwa distribusi sampel adalah normal. Setiap daerah
contoh harus dijabarkan dengan nilai rerata aritmetiknya (rerata vektor)
dan parameter metrik kovarian. Seluruh pixel pada citra secara statistik
dibandingkan untuk menentukan batas kelas menurut garis kontour
tingkat probabilitasnya.

21. Prosesing Data Inderaja Sistem Aktif. Citra Radar harus mengalami
transformasi terlebih dulu sebelum dapat dianalisis visual. Aplikasi berbagai
prosedur mekanik, komputasi elektronik dimana data diubah dari satu bentuk ke
bentuk lain.

a. Radar dan SRTM. DEM merupakan teknik penginderaan jauh yang


digunakan untuk mengukur kekasaran permukaan pada area yang luas. DEM
juga digunakan untuk analisis visual dan matematis dari keadaan topografi
suatu daerah, bentanglahan (landscape), dan bentuk lahan.
Salah satu hasil prosesing citra radar adalah SRTM (Shutle Radar
Topographic Mission). SRTM terdiri dari suatu sistem radar yang khusus
dimodifikasi yang diterbangkan dalam percobaan pesawat ruang angkasa
dalam suatu misi selama 11 hari dalam bulan Pebruari tahun 2000. Saat ini
telah tersedia data DEM SRTM seluruh Indonesia. yang memberikan
gambaran tentang ketinggian tempat (top cover). Data SRTM ini dapat
digunakan untuk interpolasi kontur. SRTM seluruh Indonesia dengan resolusi
spasial 90 meter. Data DEM SRTM diperoleh dari data elevasi pada skala
near global untuk menghasilkan database topografi yang lengkap dari bumi.
Dengan melakukan pengolahan data DEM SRTM, dapat dihasilkan peta
kontur digital kemudian dilaksanakan proses kontrol kualitas.
Contoh DEM SRTM

b. DEM SRTM. SRTM atau Shuttle Radar Topography Mission


merupakan suatu bentuk data yang menyediakan informasi tentang
ketinggian tempat atau biasa disebut DEM (Digital elevation Model). Data
DEM biasanya digunakan untuk analisis-analisis GIS seperti untuk
mengetahui ketinggian tempat, membuat peta lereng, melihat tampilan 3D
dan juga bnyak dimanfaatkan untuk kepentingan SIG hidrologi seperti
menghitung erosi, limpasan permukaan, prediksi banjir dan sebagainya.
Data-data DEM dari SRTM bisa juga langsung dibuka di ArcView. Ada
dua bentuk data dari SRTM ini yaitu bentuk data GeoTIFF dan ArcInfo ASCII.
Kedua bentuk data tersebut semua bisa dibuka di ArcView. Namun agar bisa
dianalisis sebaiknya mendownload data SRTM yang berbentuk ArcInfo ASCII.
Adapun cara-cara agar data SRTM tersebut bisa di buka di ArcView adalah
sebagai berikut :
1) Setelah data SRTM di buka, ektrak file tersebut (file SRTM
bergeoreferensi degree).
2) Selanjutnya buka ArcView dan aktifkan extensions spatial
analyst
3) Pilih menu file dan sub menu import data source
d. Dari kotak dalog yg muncul, pilih import file tipenya ASCII raster. Klik
OK dan cari lokasi file hasil ektrak data SRTM. Klik dan OK

e. Tentukan lokasi penyimpanan file SRTM yang berbentuk grid


f. Selanjutnya akan kluar kotak dialog yang menanyakan “Cell values as
integers? Pilih No, karena dengan memilih No maka nilai2 pixel akan memiliki
angka dibelakang koma

h. Setelah itu maka DEM dalam bentuk grid akan muncul dan langsung bisa
digunakan.
c. SRTM untuk membuat garis kontur dengan ArcView.

Dari data ketinggian yang ada pada data SRTM ini bisa dibuat sebuah
garis kontur. Garis Kontur adalah sebuah garis khayal yang menghubungkan
titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama dipermukaan bumi. Data
kontur yang dihasilkan dari analisis data SRTM maksimumnya adalah untuk
peta berskala 1 : 50.000 atau maksimum interval kontur yang dihasilkannya
adalah berinterval 25 m.
Bahan-bahan yang perlu disiapkan untuk membuat peta kontur ini
adalah data SRTM yang akan dibuat konturnya. Sedangkan alat-alatnya
komputer dengan perangkat lunak ArcView dengan extensions spatial
analyst. Setelah bahan dan alat sudah siap maka langkah pertama adalah
membuka data SRTM menggunakan ArcView. Dan hasilnya seperti gambar
di bawah ini.

Selanjutnya potong data SRTM itu sesuai dengan lokasi yang


diinginkan.
Pilih menu surface dan sub menu create contours.
Bila tidak memiliki menu surface, maka cari menu Analysis dan sub menu
create contours.

Selanjutnya akan muncul kotak dialog Contour Parameters.


Isikan interval kontur yang di inginkan pada kolom Contour Interval,
sedangkan pada kolom base contour biarkan tetap bernilai 0 (nol). Seperti
contoh di bawah, interval konturnya adalah 100 m.
Klik OK. Tunggu beberapa saat sampai muncul garis kontur.

22. Evaluasi.
a. Sebutkan salah satu hasil prosesing citra radar !
b. Sebutkan cara-cara agar data SRTM tersebut bisa di buka pada
perangkat lunak ArcView !
c. Uraikan langkah-pembuatan kontur dari data SRTM !
d. Apakah yang dimaksud dengan Penajaman Citra ?
e. Sebutkan alat peralatan yang digunakan pada Penajaman Citra !
f. Apa yang dimaksud dengan Rektifikasi ?

BAB V
LAYOUT PETA CITRA

23. Umum. Layout adalah tampilan peta, bagan, tabel, dan data grafis (asli
maupun import). Layout digunakan untuk menysusun semua grafis . Layout
membatasi data yang akan digunakan serta bagaimana tampilannya. Sifat layout
adalah dinamis, karena bisa membuat grafis yang berhubungan langsung dengan
data. Misalnya jika data pada peta berubah, maka layout secara otomatis ikut
berubah.

24. Komposisi Peta Citra. Penyajian data dalam bentuk peta pada dasarnya
dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah kartografis yang pada intinya
menekankan pada kejelasan informasi tanpa mengabaikan unsur estetika dari peta
sebagai sebuah karya seni. Kaidah-kaidah kartografis yang diperlukan dalam
pembuatan suatu peta diaplikasikan dalam proses visualisasi data spasial dan
penyusunan tata letak (layout) suatu peta.Data yang sama bisa ditampilkan dalam
berbagai macam layout, dengan tampilan yang berbeda-beda. Misal: tampilan peta
citra, peta foto dan peta tematik hasil digitasi.
Komposisi peta memungkinkan kita untuk mempresentasikan citra-citra
secara profesional dan penuh arti. Kualitas kartografik peta harus memuat aspek-
aspek kartografi seperti grid, bar skala, blok titel, panah arah utara, logo, legenda.
Sebaiknya dapat menggunakan fasilitas anotasi dan komposisi peta peta citra yang
berkualitas yang mengandung data raster, vektor dan tabular. Anotasi
memungkinkan untuk menggambar secara langsung dilayar komputer dengan
menggunakan fasilitas teks, garis, poligon, dan lain-lain.
Contoh tampilan peta citra satelit

25. Pembuatan Layout Peta Tematik. Berbagai macam perangkat lunak


pengolahan data citra dan sekaligus layout peta tematik seperti Envi, Erdas Imagine,
Ilwiss, PCI dan ArGIS yag didalamnya ada ArcView. Langkah pembuatan peta
tematik dengan perangkat ArcView dilaksanakan dengan langkah-langkah sbb :
a. Buka perangkat lunak yang digunakan
b. Aktifkan (klik) window project, kemudian klik icon Layout pilih button
New atau langsung double-klik pada icon Layout sehingga muncul layout
kosong.
c. Dari menubar pilih Layout – Properties isikan pada name : …………..,
kemudian Grid Spacing : horizontal dan vertical diperkecil angkanya untuk
menghaluskan moving pada saat mendrag, misalnya diberi angka 0.00063501
pada keduanya.
d. Untuk menentukan halaman layout pilih Layout-Page Setup akan
muncul kotak dialog “Page Setup”
e. Klik Ok, maka akan muncul lembaran layout dengan ukuran dan
bentuk seperti yang diinginkan.
f. Tambahkan Komponen ke dalam Layout
g. Simpan Layout diatas

26. Evaluasi RAHASIA

a. Jelaskan apa yang Serdik ketahui tentang Layout !


b. Sebutkan apa yang Serdik ketahui tentang tahapan Pembuatan Layout
Peta Tematik dengan menggunakan Arcview !
c. Sebutkan perangkat lunak pengolahan data citra !

BAB V
EVALUASI
( Bukan Naskah Ujian )

27. Evaluasi Akhir Pelajaran


a. Jelaskan apa yang Serdik ketahui tentang kunci interpretasi !
b. Sebutkan alat pengamat dalam interpretasi citra foto!
c. Sebutkan tahapan interpretasi citra penginderaan jauh !
d. Apa yang dimaksud dengan Penajaman citra !
e. Bagaimana pemanfaatan hasil analisa citra untuk kepentingan militer!
f. Apa yang anda ketahui tentang Klasifikasi Citra digital !
g. Sebutkan salah satu hasil prosesing citra radar !
l. Apa yang dimaksud dengan Rektifikasi ?
m. Jelaskan apa yang Serdik ketahui tentang Layout !
n. Uraikan tahapan Pembuatan Layout Peta Tematik !

BAB VII
PENUTUP
28. Penutup. Demikian Naskah Departemen ini disusun sebagai bahan ajaran
untuk pedoman bagi Gadik dan Peserta Didik dalam proses belajar dan mengajar
Pengolahan Data Pengindraan Jauh pada Pendidikan Bintara Geografi di
Pusdiktop Kodiklat Angkatan Darat.

Komandan Pusdiktop Kodiklatad,

Drs. Satriya Wardana


Kolonel Ctp NRP 33654

RAHASIA

Anda mungkin juga menyukai