Anda di halaman 1dari 27

TUGAS 1 ANALISA INFORMASI GEOSPASIAL

ANALISA PERBANDINGAN KERANGKA KONTROL PEMETAAN


MENGGUNAKAN METODE TERESTRIS DAN GPS

Disusun Oleh:
Kelompok 3 AIG - Kelas A
1. Dennis Euro Pongdatu (03311840000047)
2. Muh. Nureza Dwi S. (03311840000053)
3. Juma Maulana (03311840000064)
4. Hesty Wahyu Nuryani (03311840000073)
5. Ghinaa Gooniyyah Zalsabilla Viedra (03311840000089)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS.

DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL, PERENCANAAN DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2021
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya Penyusun dapat
menyelesaikan Laporan Analisa Perbandingan Kerangka Kontrol Pemetaan Menggunakan
Metode Terestris dan GPS ini. Tak lupa Penyusun mengucapkan terima kasih kepada kedua
orang tua Penyusun yang telah mendukung dalam penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan Laporan Analisa Perbandingan Kerangka Kontrol Pemetaan
Menggunakan Metode Terestris dan GPS ini, Penyusun banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, Penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS. sebagai dosen Mata Kuliah
Analisa Informasi Geospasial Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
2. Rekan-rekan Teknik Geomatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember angkatan
2018 yang telah banyak memberikan bantuan serta saran yang membangun dalam
penyusunan Laporan Analisa Perbandingan Kerangka Kontrol Pemetaan
Menggunakan Metode Terestris dan GPS ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
Penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk penyusunan laporan-
laporan di kemudian hari.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, 16 Maret 2021

Penyusun

Page | i
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan dan Manfaat 1
1.3 Rumusan Masalah 1
BAB II DASAR TEORI 2
2.1 Kerangka Kontrol Pemetaan 2
2.2 Pengadaan Kerangka Kontrol Pemetaan Metode Terestris 2
2.3 Prinsip Hitungan dan Syarat Geometris Poligon 5
2.4 Pengadaan Kerangka Kontrol Pemetaan Metode Survey GPS 8
2.5 Strength of Figure 10
BAB III METODOLOGI 11
3.1 Waktu dan Tempat 11
3.2 Metode 11
3.3 Peralatan 11
BAB IV HASIL DAN ANALISA 13
4.1 Hasil Pengukuran dan Perhitungan Poligon 13
4.2 Analisis dan Pembahasan 15
4.2.1 Perbedaan Kerangka Kontrol Pemetaan Metode Terestris dan GPS 15
4.2.2 Sumber Data yang Digunakan dalam Analisa Perbandingan Metode Terestris dan GPS 18
4.2.3 Nilai Strength of Figure Kerangka Kontrol 18
4.2.4 Penyebab Perbedaan Koordinat Hasil Pemetaan Terestris dan GPS Beserta Solusinya 19
BAB V PENUTUP 21
5.1 Kesimpulan 21
5.2 Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22

Page | ii
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Poligon Tertutup ......................................................................................................... 3


Gambar 2. Poligon Terbuka Tidak Terikat .................................................................................... 4
Gambar 3. Poligon Terbuka Terikat Sempurna .............................................................................. 4
Gambar 4. Poligon Terbuka Terikat Tidak Sempurna .................................................................... 5
Gambar 5. Prinsip Hitung Poligon ................................................................................................ 5
Gambar 6. Poligon dengan dua titik awal yang diketahui koordinatnya ........................................... 6
Gambar 7. Poligon dengan titik awal yang diketahui koordinatnya dan arah utara............................ 6
Gambar 8. Sudut horizontal (β) dan jarak (d) yang harus diukur ..................................................... 6
Gambar 9. Theodolite Manual Sokkisha TM20C ......................................................................... 11
Gambar 10. Plotting Koordinat GPS di Google Earth................................................................... 16
Gambar 11. Plotting Koordinat Pemetaan Terestris di AutoCad.................................................... 16
Gambar 12. Plotting Koordinat Hasil Pemetaan Terestris dan GPS di Google Earth ....................... 17

Page | iii
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sudut Hasil Pengukuran, Kesalahan Sudut, dan Koreksi Sudut......................................... 13


Tabel 2. Hasil Pengukuran Jarak Antar Titik ................................................................................ 13
Tabel 3. Sudut Hasil Koreksi ...................................................................................................... 13
Tabel 4. Koreksi Selisih Absis dan Ordinat .................................................................................. 14
Tabel 5. Kesalahan Selisih Absis dan Ordinat .............................................................................. 14
Tabel 6. Koordinat Pemetaan Terestris dalam Sistem Koordinat Lokal .......................................... 14
Tabel 7. Koordinat Pemetaan Terestris dalam Sistem Koordinat UTM........................................... 14
Tabel 8. Perbandingan Koordinat Hasil Pemetaan Terestris dan GPS............................................. 16
Tabel 9. Perhitungan dan Hasil RMSe ......................................................................................... 17
Tabel 10. Ketelitian Peta RBI Berdasarkan Perka BIG No. 15 Tahun 2014 .................................... 18

Page | iv
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam setiap kegiatan survey dan pemetaan, baik terestris maupun non-terestris
memerlukan titik-titik acuan sebagai kerangka kontrol. Titik-titik kerangka kontrol ini
merupakan titik-titik yang sudah diketahui koordinatnya dan berfungsi sebagai titik ikat atau
pengontrol titik baru. Dalam pengukuran terestris ada dua jenis kerangka dasar, yaitu kerangka
dasar horizontal (sumbu x dan y) dan kerangka dasar vertikal (sumbu z).
Untuk membuat atau menentukan titik-titik kerangka kontrol, ada beberapa metode
yang dapat digunakan, antara lain ikatan ke muka, ikatan ke belakang, poligon, trilaterasi, dan
triangulasi. Metode poligon ini merupakah salah satu metode yang paling sering digunakan
karena lebih bisa menyesuaikan dengan kondisi lapangan dan memiliki ketelitian yang cukup
baik untuk pemetaan topografi. Dalam pelaksanaan pengukurannya di lapangan, pengadaan
kerangka kontrol ini bisa dilakukan secara terestris (menggunakan theodolite atau total station)
ataupun secara ekstra-terestris menggunakan GPS. Baik cara terestris maupun GPS akan
memberikan hasil koordinat titik-titik yang berbeda. Atas dasar itulah, perlu adanya analisa
lebih lanjut mengenai perbandingan kerangka kontrol pemetaan menggunakan metode terestris
dan GPS.

1.2 Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan dan manfaat dari praktikum dan penyusunan laporan ini adalah:
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami perbandingan kerangka kontrol
pemetaan menggunakan metode terestris dan GPS, dilihat dari nilai SoF.
2. Mahasiswa mampu memberikan solusi untuk pengimplementasian metode terestris
maupun GPS dalam pengadaan kerangka kontrol pemetaan.

1.3 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam laporan ini adalah:
1. Bagaimana perbandingan kerangka kontrol pemetaan dengan metode terestris dan GPS
dilihat dari nilai Strength of Figure dan hasil koordinatnya?
2. Apa yang menyebabkan perbedaan kerangka kontrol pemetaan metode terestris dan
GPS?
3. Bagaimana solusi untuk pengimplementasian metode terestris maupun GPS dalam
pengadaan kerangka kontrol pemetaan?

Page | 1
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Kerangka Kontrol Pemetaan


Kerangka kontrol pemetaan adalah titik-titik yang sudah diketahui koordinatnya dan
berfungsi sebagai titik ikat atau pengontrol titik baru. Dalam pengukuran terestris ada dua jenis
kerangka kontrol, yaitu Kerangka Kontrol Horizontal atau KKH (sumbu x dan y) dan Kerangka
Kontrol Vertikal atau KKV (sumbu z). Kerangka kontrol Vertikal menggunakan bidang
referensi Geoid atau dalam tataran praktis menggunakan Permukaan Muka Air Laut Rata –
Rata atau Mean Sea Level sedangkan Kerangka Kontrol Horizontal menggunakan bidang
referensi Ellipsoid.
Pengukuran awal dari suatu pekerjaan pemetaan adalah pengadaan titik-titik kerangka
dasar pemetaan yang cukup merata di daerah yang akan dipetakan. Kerangka dasar pemetaan
ini akan dijadikan ikatan bagi detil-detil yang merupakan obyek/unsur yang ada di permukaan
bumi yang akan digambarkan pada peta, maupun untuk referensi bagi kerangka dasar yang
lebih rendah dan setting out di kemudian hari. Apabila kerangka dasar pemetaan ini baik, dalam
arti bentuk, distribusi, dan ketelitiannya, maka dapat diharapkan bahwa peta yang dihasilkan
juga akan baik. Sebaliknya, apabila kerangka dasar pemetaannya tidak baik, peta yang akan
dihasilkan juga diragukan kualitasnya.

2.2 Pengadaan Kerangka Kontrol Pemetaan Metode Terestris


Secara konsep, survey terestris adalah kegiatan survey dan pengukuran yang dilakukan
secara langsung di lapangan menggunakan alat-alat ukur seperti pita ukur, theodolite,
waterpass, maupun total station. Pengadaan kerangka kontrol pemetaan pun bisa dilakukan
dengan metode survey terestris. Adapun metode pengukuran kerangka dasar pemetaan yang
umum dipakai dalam bidang geodesi adalah :
1. Triangulasi, yaitu cara penentuan posisi horisontal titik-titik dengan cara membentuk jaring
segitiga yang diukur sudut-sudutnya.
2. Trilaterasi, yaitu cara penentuan posisi horisontal titik-titik dengan cara membentuk jaring
segitiga yang diukur jarak-jaraknya.
3. Triangulaterasi, yaitu cara penentuan posisi horisontal titik-titik dengan cara membentuk
jaring segitiga yang diukur sudut-sudut dan jarak-jaraknya.

Page | 2
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

4. Pemotongan ke muka yaitu cara penentuan posisi horisontal titik-titik dengan cara
mengukur sudut-sudut dari titk-titik yang diketahui koordinatnya.
5. Pemotongan ke belakang yaitu cara penentuan posisi horisontal titik-titik dengan cara
mengukur sudut-sudut atau jarak-jarak dari titk-titik yang tidak diketahui koordinatnya ke
titik-titik yang diketahui koordinatnya.
6. Poligon (traverse), yaitu cara penentuan posisi horisontal titik-titik dengan cara membentuk
jaring segibanyak yang diukur sudut-sudut dan jarak-jaraknya.
Metode pengukuran yang paling umum digunakan adalah poligon. Poligon adalah
serangkaian garis yang menghubungkan titik-titik yang terletak di permukaan bumi. Adapun
tujuan dari pengukuran poligon antara lain:
a. Menentukan titik yang belum diketahui koordinatnya dari titik yang sudah diketahui
koordinatnya.
b. Merapatkan titik-titik kerangka dasar horizontal.
c. Sebagai kerangka dasar horizontal pengukuran dan pemetaan.
Kita mengenal ada dua tipe poligon yaitu poligon terbuka (open) dan poligon tertutup
(closed). Baik poligon terbuka maupun tertutup dibedakan lagi secara geometri dan matematik.
1. Poligon Tertutup

Gambar SEQ Gambar


Gambar 1. \* ARABIC
Poligon 1. Poligon Tertutup
Tertutup

Pengukuran poligon tertutup baik secara geometri dan matematis (gambar 1) diawali di
titik ikat yang sudah diketahui koordinatnya (missal titik A) dengan bidikan belakang
(backsight) ke titik yang juga sudah diketahui koordinatnya (titik G) kemudian diakhiri di titik
G sebagai tempat berdirinya alat dengan bidikan depan (foresight) ke titik awal berdiri alat
(titik A). Pada poligon tertutup ini, pengukuran jarak dan sudut dapat dikontrol akurasinya
dengan dua titik ikat yang sudah diketahui koordinatnya.
2. Poligon Terbuka Tidak Terikat
Poligon terbuka tidak terikat maksudnya adalah pengukuran poligon ini tidak terikat ke
titik ikat manapun. Poligon terbuka tidak terikat ini merupakan poligon yang terbuka baik
secara geometri maupun matematik.

Page | 3
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

Gambar SEQ Gambar


Gambar \* Terbuka
2. Poligon ARABICTidak
2. Poligon
TerikatTerbuka
Tidak Terikat
Pengukuran poligon terbuka tidak terikat (gambar 2) diawali di titik yang mempunyai
koordinat (titik A) dengan bidikan belakang (backsight) ke titik ikat yang juga diketahui
koordinatnya. Namun, pada akhir pengukuran, poligon tersebut tidak diikatkan pada titik ikat
manapun sehingga hasil pengukuran sudut dan jarak pada poligon terbuka tidak terikat ini tidak
bisa dikontrol akurasinya.
3. Poligon Terbuka Terikat Sempurna
Poligon terbuka terikat sempurna ini merupakan bentuk poligon yang sering digunakan.
Poligon terbuka terikat sempurna (biasa disebut link) adalah poligon yang secara geometri
terbuka akan tetapi secara matematik tertutup sebab poligon tersebut terikat oleh dua titik ikat
di awal dan dua titik ikat di akhir yang sudah diketahui koordinatnya.

Gambar SEQ
Gambar
Gambar
3. Poligon
\* ARABIC Poligon
Terbuka3.Terikat Terbuka Terikat
Sempurna
Sempurna

Pada pengukuran poligon terbuka terikat sempurna (gambar 3) diawali di titik 1 dengan
bidikan belakang (backsight) ke titik A dan diakhiri di titik B dengan bidikan depan (foresight)
ke titik T, dimana titik A, 1, B, dan T merupakan titik ikat yang sudah diketahui koordinatnya.
4. Poligon Terbuka Terikat Tidak Sempurna
Hal yang membedakan bentuk poligon terbuka terikat sempurna dengan terikat tidak
sempurna adalah jumlah titik ikat di akhir pengukuran. Pada pengukuran poligon terbuka
terikat sempurna, ada dua titik ikat di akhir yang diketahui koordinatnya. Sedangkan, pada
pengukuran poligon terbuka terikat tidak sempurna hanya terikat oleh satu titik ikat di akhir.
Sehingga, pada pengukuran poligon bentuk ini, hanya bisa mengontrol pengukuran jarak dan
tidak bisa mengontrol akurasi pengukuran sudut. Pada pengukuran poligon terbuka terikat tidak
sempurna (gambar 4) diakhiri di titik n-1 yang tidak diketahui koordinatnya dengan foresight
ke titik n yang sudah diketahui koordinatnya.

Page | 4
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

Gambar SEQ
Gambar
Gambar
4. Poligon
\* ARABIC Poligon
Terbuka4.Terikat Terbuka
Tidak Terikat Tidak
Sempurna
Sempurna

2.3 Prinsip Hitungan dan Syarat Geometris Poligon


Dalam melakukan hitungan poligon, ada rumus-rumus dasar yang umum digunakan
untuk menghitung dan menentukan titik-titik koordinat poligon. Berikut ini rumus-rumus dasar
hitung poligon:

Gambar SEQ Gambar


Gambar 5.
\* Prinsip
ARABIC 5. Prinsip
Hitung PoligonHitung Poligon

Xj = Xi + dij sin(αij) (2.1)


Yj = Yi + dij cos(αij) (2.2)
Keterangan:
Xi, Yi = Absis dan ordinat yang sudah diketahui koordinatnya
Xj, Yj = Absis dan ordinat titik yang akan dihitung dari Xi, Yi
dij = jarak antara titik i dan j
αij = azimuth dari i ke j
Dari rumus (persamaan 2.1 dan 2.2) tersebut maka ada beberapa hal yang harus
diperhatikan sebelum melakukan pengukuran dan penghitungan poligon, antara lain:
a. Data yang harus diketahui sebelumnya
Syarat pertama yang harus diperhatikan sebelum melakukan pengukuran poligon adalah
tersedianya minimal dua buah titik yang sudah diketahui koordinatnya. Dari dua titik
koordinat (titik ikat) tersebut, maka titik awal dan azimuth awal (yang dihitung dari dua
titik ikat tersebut) sudah bisa diaplikasikan ke dalam rumus 2.1 dan 2.2.

Page | 5
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

Gambar
GambarSEQ Gambar
6. Poligon \* ARABIC
dengan 6. Poligon
dua titik dengan
awal yang dua titik
diketahui awal yang
koordinatnya
diketahui koordinatnya
Apabila tidak ada dua titik ikat, maka alternatif lainnya adalah perlu tersedianya satu buah
titik ikat awal yang diketahui koordinatnya atau titik ikat dengan koordinat local (ditentukan
sendiri) misalnya koordinat (0,0) dan satu azimuth awal yang diukur dengan kompas.

Gambar 7. Poligon dengan titik awal yang diketahui koordinatnya dan arah utara
Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 7. Poligon dengan titik awal yang diketahui
koordinatnya dan arah utara
b. Data yang harus diukur
Dari persamaan 2.1 dan 2.2 dapat kita lihat bahwa dalam hitungan poligon, selain
diperlukan data awal berupa dua buah titik ikat atau satu buah titik ikat dan azimuth awal,
maka ada pula data yang harus diukur di lapangan yaitu data jarak antara dua titik (d ij) dan
sudut horizontal. Sudut horizonttal digunakan untuk menghitung azimuth titik yang
bersangkutan ke titik berikutnya dengan data azimuth sebelumnya.

Gambar SEQ
Gambar Sudut horizontal
8. Gambar \* ARABIC Sudut
(β)8.dan horizontal
jarak (d) yang (β) dandiukur
harus jarak (d)
yang harus diukur
Dari gambar 2.8 A dan B diketahui koordinatnya. Maka bisa dihitung azimuth AB (α AB).
Selanjutnya, untuk menghitung koordinat titik 1 diperlukan data azimuth dari B ke 1 (α B1)
yang diperoleh dari rumus:
αB1 = αAB + βB – 180o (2.3)
Dari persamaan 2.3 diketahui bahwa untuk menghitung azimuth B1 diperlulam data
azimuth sebelumnya dan data sudut horizontal β. Adapun untuk memperoleh β harus
diukur di lapangan menggunakan theodolite.

Page | 6
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

c. Data yang harus dihitung


Data yang dihitung ini adalah data yang mana untuk mendapatkannya tidak perlu dilakukan
pengukuran, melainkan cukup dengan menghitung dari data yang sudah ada. Adapun data-
data yang harus dihitung ini antara lain azimuth dan koordinat titik yang dicari (X.Y).
Syarat geometris poligon ini terdiri dari syarat sudut dan syarat selisih absis dan selisih
ordinat.
● Syarat sudut
Sudut hasil pengukuran dapat dikontrol dengan syarat sudut sebagai berikut:
αak – αaw = ∑β – n x180o (untuk poligon terbuka terikat sempurna/link) (2.4)
Keterangan : αak = azimuth akhir
αaw = azimuth awal
β = sudut pengukuran
n = bilangan bulat yang nilainya dicari dahulu
Adapun untuk poligon tertutup, α ak = αaw sehingga pada persamaan 2.4 berlaku α ak – αaw =
0. Syarat sudut untuk poligon tertutup adalah sebagai berikut :
∑β – n x180o = 0 (untuk poligon tertutup) (2.5)
Atau
∑β – (n – 2) x180o = 0 (sudut dalam) (2.6)
∑β – (n + 2) x180o = 0 (sudut luar) (2.7)
● Syarat Selisih Absis dan Selisih Ordinat
Berhubung jarak (d) pada poligon merupakan hasil pengukuran, maka nilai koordinat yang
didapat pun masih memiliki nilai kesalahan. Untuk mengontrol pengukuran jarak ini
dilakukan dengan menggunakan syarat selisih absis dan selisih ordinat sebagai berikut:
Selisih absis untuk poligon terbuka terikat sempurna
Xak – Xaw = ∑d(ij) sin(αij) (2.8)
Selisih ordinat untuk poligon terbuka terikat sempurna
Yak – Yaw = ∑d(ij) cos(αij) (2.9)
Adapun untuk poligon tertutup, dimana Xak – Xaw = 0 dan Yak – Yaw = 0 maka:
Selisih absis untuk poligon tertutup
∑d(ij) sin(αij) = 0 (2.10)
Selisih ordinat untuk poligon tertutup
∑d(ij) cos(αij) = 0 (2.11)

Page | 7
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

2.4 Pengadaan Kerangka Kontrol Pemetaan Metode Survey GPS


Pemanfaatan teknologi pengamatan satelit sangat menguntungkan dalam
penyelenggaraan kerangka kontrol pemetaan, karena GNSS khususnya GPS mengacu pada
suatu datum global yang relative teliti dan mudah direalisasikan yaitu Datum World Geodetic
System (WGS) 1984. Posisi yang diberikan dengan pengamatan GPS akan mengacu pada satu
sistem yang sama. Metode–metode pengamatan satelit yang dapat dilakukan untuk
penyelenggaraan kerangka kontrol pemetaan yaitu menggunakan penentuan posisi differential
yang menghasilkan ketelitian sangat baik dibandingkan penentuan posisi secara absolute.
Adapun metode differential yang dapat dilakukan untuk pengadaan kerangka kontrol pemetaan
antara lain:
1. Metode Statik.
Penentuan posisi kerangka kontrol dengan metode static adalah penentuan posisi dari titik
titik yang static / diam. Ukuran lebih dilakukan pada metode static ini, sehingga diperoleh
keandalan dan ketelitian yang relative lebih tinggi hingga mencapai fraksi mm s/d cm.
Pengamatan yang dilakukan pada setiap titik relative lebih lama sekitar 40 menit bahkan
sampai satu jam. Pengolahan data dilakukan secara post processing. Metode Statik
digunakan pada penentuan posisi kerangka dengan kualifikasi Titik Kontrol Kelas atau
Orde Tinggi : I, II dan III.
2. Metode Kinematik.
Penentuan posisi kerangka kontrol dengan metode Kinematik secara real time diferensial
positioning. Untuk itu diperlukan komunikasi data antara stasiun referensi pada dengan
receiver yang bergerak. Ketelitian pada metode ini dapat diperoleh relative tinggi.
Pengolahan data dapat dilakukan secara real time atau post processing. Metode ini sesuai
untuk pengadaan kerangka kontrol dengan kualifikasi titik control kelas atau orde
menengah sampai rendah : Orde III dan IV bahkan Orde perapatan.
3. Metode Statik Singkat.
Metode Rapid Static atau Metode Static Singkat adalah survey static dengan waktu
pengamatan yang lebih singkat yaitu sekitar 5 – 20 menit (Abidin, 2007). Tahapan
pengukuran dilapangan sama dengan metode survey Static. Metode ini dapat dilakukan dan
sesuai untuk penyelenggaraan kerangka kontrol dengan kelas yang rendah, jarak antar titik
control yang relative dekat. Karena waktu pengamatan yang relative pendek, maka
produktivitas pengamatan lebih baik dibanding metode static. Hanya saja kelemahannya
memerlukan peralatan dan soft ware pengolah data yang lebih canggih. Ketelitian yang

Page | 8
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

diperoleh kurang begitu baik, karena sangat rentan terhadap kesalahan dan bias. Metode ini
sesuai untuk pengadaan kerangka dengan kualifikasi titik control kelas atau orde menengah
sampai rendah : Orde IV dan Orde perapatan.
4. Metode Stop And Go.
Metode Stop And Go adalah penentuan posisi titik kontrol yang ditentukan posisinya
dengan pengamatan receiver GPS bergerak dari titik kontrol – titik kontrol dengan diam
beberapa saat pada titik titik pengamatan. Selama pergerakan receiver dari satu titik ke titik
lain harus dapat melakukan pengamatan pada satelit yang sama. Jika terjadi lost satelit
maka perlu inisiasi yang cukup pada titik yang akan ditentukan posisinya, kurang lebih 15
– 30 menit. Hal dimaksudkan untuk menentukan ambiguitas fase dengan baik. Selanjutnya
pergerakan receiver dapat dilakukan dengan cepat. Ketelitian yang diperoleh dapat
mencapai fraksi cm. Dengan demikian metode ini hanya cocok untuk penyelenggaraan
KKH orde rendah seperti Kelas Kuarter atau Orde 4 / Perapatan.
5. Metode RTK – CORS.
Metode RTK – CORS adalah metode yang berkembang dewasa ini, Metode ini berbasis
RTK tetapi dalam pengoperasiannya stasiun referensi menangkap sinyal satelit terus
menerus, sedangkan receiver untuk penentuan posisi titik control dapat melakukan
pengukuran kapanpun. Dengan memanfaatkan teknologi internet, besaran koreksi dikirim
dari stasiun referensi (=disebut base stasion) ke receiver tersebut. CORS (Continuously
Operating Reference Station) adalah suatu teknologi berbasis GNSS yang berwujud
sebagai suatu jaring kerangka geodetik yang pada setiap titiknya dilengkapi dengan
receiver yang mampu menangkap sinyal dari satelit-satelit GNSS yang beroperasi secara
penuh dan kontinyu selama 24 jam perhari, 7 hari per minggu dengan mengumpukan,
merekam, mengirim data, dan memungkinkan para pengguna (users) memanfaatkan data
dalam penentuan posisi, baik secara post processing maupun secara real time (sumber:
Gudelines for New and Existing CORS). BPN telah membangun system RTK CORS ini
yang disebut dengan Jaring Referensi Satelit Pertanahan (JRSP), sampai tahun 2014 ini
telah dibangun kurang lebih 183 base stasiun yang tersebar di seluruh Indonesia. Ketelitian
yang diperoleh dengan teknologi dan metode RTK CORS ini samapi pada fraksi cm, maka
untuk pengadaan titik kontrol menggunakan metode ini baiknya untuk titik kontrol dengan
klasifikasi tingkat IV / Kuarter atau TDT orde IV / Perapatan.
6. Metode Precise Point Positioning (P3).
Metode Precise Point Positioning (P3) adalah metode penentuan posisi dengan
menggunakan prinsip penentuan posisi secara Absolut. Data penentuan posisi : jarak one

Page | 9
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

way fase dan Pseudorange dalam bentuk kombinasi bebas atmosfir. Tetapi dalam
operasional menggunakan metode statik. Memerlukan data GPS dua frequensi dengan
receiver tipe Geodetik. Proses pengolahan data menggunakan soft ware ilmiah untuk
mendapatkan ketelitian yang tinggi. Soft ware pengolahan data PPP ada juga yang dapat
diakses dengan gratis di internet. Contoh : CSRS – PPP Service (buatan Kanada) dan
AUTO Gypsy PPP 78 Service (buatan USA). Ketelitian yang diperoleh : 2 – 3 cm untuk
komponen Planimetris dan 2 dm untuk komponen tinggi. Maka penggunaan untuk
penyelenggaraan KKH sesuai untuk Titik Kontrol atau Titik Dasar Teknik pada kelas IV
atau Orde IV / Perapatan

2.5 Strength of Figure


Strength of Figure (SoF) adalah kekuatan geometrik (bentuk) yang menentukan
penyebaran kesalahan dalam perataan jaring. Kekuatan geometrik suatu jaring yang baik
ditunjukkan dengan nilai SoF yang kecil yaitu mendekati nol. Adapun rumus untuk menghitung
nilai SoF adalah sebagai berikut.

𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒(𝐴𝑇 . 𝐴)−1
𝑆𝑜𝐹 =
𝑢

Page | 10
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum dan penyusunan laporan ini dibagi menjadi dua kegiatan dengan waktu
pelaksanaan yang berbeda sebagai berikut.
1. Pengukuran poligon (survey terestris) dilakukan pada:
Hari / Tanggal : Senin / 11 Maret 2019
Waktu : 11.00 – 15.00 WIB
Tempat : Lahan terbuka di belakang kantin Teknik Geomatika ITS
2. Pengolahan dan analisa perbandingan metode survey terestris dan GPS dilakukan pada:
Hari / Tanggal : Sabtu / 13 Maret 2021
Waktu : 10.00 – 16.00 WIB
Tempat : Domisili masing-masing anggota kelompok (dikarenakan pandemi)

3.2 Metode
Laporan ini disusun berdasarkan studi literatur dan analisa kuantitatif dari data
pengukuran di lapangan. Dari data pengukuran poligon yang diperoleh, selanjutnya dilakukan
perhitungan kesalahan penutup sudut, toleransi kesalahan penutup sudut, kesalahan selisih
absis dan ordinat, kesalahan linear, serta nilai SoF. Selanjutnya dilakukan analisa secara grafis
berdasarkan perbandingan plotting koordinat hasil pengukuran poligon dengan plotting
koordinat di Google Earth. Kemudian, berdasarkan studi literatur, dilakukan analisa lebih
lanjut untuk mengidentifikasi dan membandingkan perbedaan kerangka kontrol pementaan
dengan metode terestris (poligon) maupun GPS (koordinat Google Earth).

3.3 Peralatan
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam survey terestris pengukuran poligon ini
antara lain:
1. Satu set theodolite manual Sokkisha

Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 10.9. TheodoliteGambar SEQ Gambar \* ARABIC 9.


Gambar Manual Sokkisha TM20C
Spesifikasi Theodolite Manual Sokkisha Theodolite Manual Sokkisha TM20C
TM20C
Page | 11
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

2. Paku payung, sebagai penanda titik patok di mana alat theodolite didirikan.
3. Statif
4. Roll meter
5. Kompas, sebagai alat untuk menunjukkan arah utara agar bisa mendapatkan sudut
azimuth.
6. Alat tulis, form ukur, dan sketchbook

Adapun software yang digunakan dalam analisa perbandingan kerangka kontrol metode
terestris dan GPS antara lain:
1. AutoCad Civil 3D 2017, untuk melakukan plotting koordinat kerangka kontrol pemetaan
metode terestris.
2. Google Earth Pro, untuk melakukan plotting koordinat kerangka kontrol pemetaan metode
GPS.

Page | 12
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

BAB IV
HASIL DAN ANALISA

4.1 Hasil Pengukuran dan Perhitungan Poligon


Berikut ini merupakan data hasil pengukuran dan perhitungan poligon:

SUDUT HASIL PENGUKURAN


βA 59˚57'47"
βB 147˚08'37" KESALAHAN & KOREKSI SUDUT
βC 85˚50'37" fβ 00˚00'15" (Kesalahan sudut total)
βD 93˚02'57" Vβ 00˚00'03" (Koreksi tiap sudut)
βE 154˚00'17"
JUMLAH 540˚00'15"
Tabel 1. Sudut Hasil Pengukuran, Kesalahan Sudut, dan Koreksi Sudut

JARAK (m)
A-B 9.650
B-C 8.000
C-D 9.130
D-E 8.230
E-A 8.100
JUMLAH 43.110
Tabel 2. Hasil Pengukuran Jarak Antar Titik

SUDUT HASIL KOREKSI


βA 59˚57'44"
βB 147˚08'34"
βC 85˚50'34"
βD 93˚02'54"
βE 154˚00'14"
JUMLAH 154˚00'00"
Tabel 3. Sudut Hasil Koreksi

Page | 13
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

KESALAHAN SELISIH ABSIS (m)


KOREKSI SELISIH ABSIS (m)
∆x AB 7.337613718
Vx AB 0.00406039
∆x BC 2.290858665
Vx BC 0.003366127
∆x CD -8.914176125
Vx CD 0.003841592
∆x DE -2.2036778
Vx DE 0.003462903
∆x EA 1.471242328
Vx EA 0.003408203
fx -0.018139215
KOREKSI SELISIH ORDINAT (m)
KESALAHAN SELISIH ORDINAT (m)
Vy AB -0.002502299
∆y AB 6.267529411
∆y BC 7.664983143 Vy BC -0.002074445
∆y CD 1.973414301 Vy CD -0.002367461
∆y DE -7.929483221 Vy DE -0.002134085
∆y EA -7.965264968 Vy EA -0.002100376
fy 0.011178666 Tabel 4. Koreksi Selisih Absis dan Ordinat

Tabel 5. Kesalahan Selisih Absis dan Ordinat

KOORDINAT PEMETAAN TERESTRIS (LOKAL)


TITIK X (m) Y (m)
A 0.000 0.000
B 7.341674109 6.265027112
C 9.6358989 13.92793581
D 0.725564367 15.89898265
E -1.474650531 7.967365344
Tabel 6. Koordinat Pemetaan Terestris dalam Sistem Koordinat Lokal

KOORDINAT PTD
TITIK X (m) Y (m)
A 698098.155 -9194898.152
B 698105.497 -9194904.417
C 698107.791 -9194912.080
D 698098.880 -9194914.051
E 698096.680 -9194906.120
Tabel 7. Koordinat Pemetaan Terestris dalam Sistem Koordinat UTM

Berdasarkan perhitungan polygon yang sudah dilakukan, diperoleh nilai kesalahan dan
koreksi sudut sebagai berikut:

𝑓𝛽 ≤ 𝑖√𝑛

15" ≤ 20"√5

15" ≤ 44.72135955"

[MASUK TOLERANSI]

Page | 14
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

Dimana, i = bacaan terkecil alat; n = jumlah titik pada polygon

Selanjutnya, untuk nilai kesalahan linear dan toleransinya adalah sebagai berikut:

𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐿𝑖𝑛𝑒𝑎𝑟 = √𝑓𝑥 2 + 𝑓𝑦 2 = 0.021307128 𝑚

𝑇𝑜𝑙𝑒𝑟𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐿𝑖𝑛𝑒𝑎𝑟

√𝑓𝑥 2 + 𝑓𝑦 2 1

𝛴𝐷 2500
0.000398264 ≤ 0.0004

1 1

2511 2500
[MASUK TOLERANSI]

Dengan demikian, berdasarkan perhitungan polygon yang telah dilakukan diperoleh


hasil bahwa polygon yang diukur dengan metode terestris masuk toleransi untuk kesalahan
sudut dan toleransi untuk kesalahan linear.

4.2 Analisis dan Pembahasan


4.2.1 Perbedaan Kerangka Kontrol Pemetaan Metode Terestris dan GPS
Hasil yang didapatkan dari kedua pengukuran didapatkan nilai yang berbeda walaupun
dalam konteks wilayah tempat pengukuran yang sama. Perbedaan ini dikarenakan factor
refrensi Datum yang berbeda sehingga memengaruhi hasil pengukuran.
1. Referensi Datum Lokal
Pada pengukuran PTD , kelompok kami masih melakukan pengukuran bereferensi local,
tidak di ikatkan dengan BM yan tersedia, sehingga terjadi nilai perbedaan koordinat yang
dihasilkan dari kedua metode . Hal ini dikarenakan pada saat itu keperluan pengukuran
hanya sebagai bahan ajar/pratikum tidak digunkaan untuk kebutuhan yang pokok. Pada saat
itu juga kami belum mengenal referensi datum secara detail, dikarenakan masih menjadi
mahasiswa baru dan ilmu yang kami dpaatkan belum cukup kompleks.
2. Data Citra Menggunakan referensi UTM.
Pada data citra hasil ploting pada google earth didapatkan nilai koordinat yang sesuai dengan
Referensi Datum WGS 1984 UTM 49, nilai koordinat ini sudah memiliki referensi yang
benar dan bisa dijadikan sebagai sumber data utama dalam kebutuhan praktis. Namun perlu
di perhatikan untuk membandingkan nilai koordinat pada data citra perlu dilakukan

Page | 15
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

pengukuran GPS/GNSS untuk mendapatkan nilai koordinat yang baik dan bisa dijadikan
sebagai kebutuhan selanjutnya.
Perbedaan Referensi kedua pengukuran memengaruhi nilai koordinat yang
dihasilkan, pada pengukuran PTD dihasilkan koordinat bereferensi local sedangkan pada
data citra sudah bereferensi WGS 1984 UTM 49. Hal ini jelas akan sangat memengaruh nilai
koordinat hasil yang didapatkan, solusi untuk menjawab permasalahan perbedaan angka
yang cukup kompleks ini , yaitu perlu dilakukan pendefinsian referensi pada pengukuran
PTD dengan mengikatkan terlebih dahulu pada BM yang tersedia, sehingga hasil referensi
bisa terdefinisi.
Berikut ini adalah perbandingan hasil koordinat data pengukuran terestris dan hasil
koordinat data GPS yang diplotkan di Google Earth.

KOORDINAT GPS
KOORDINAT PTD
TITIK EASTING (m) NORTHING (m)
TITIK X (m) Y (m)
A 698097.000 -9194899.000 A 698098.155 -9194898.152
B 698103.000 -9194903.000 B 698105.497 -9194904.417
C 698105.600 -9194910.300 C 698107.791 -9194912.080
D 698099.000 -9194912.000 D 698098.880 -9194914.051
E 698096.000 -9194906.000 E 698096.680 -9194906.120
Tabel 8. Perbandingan Koordinat Hasil Pemetaan Terestris dan GPS

Gambar
Gambar SEQ 10. Plotting
Gambar \* Koordinat
ARABIC 11.GPSPlotting
di
Gambar
Gambar SEQ11.Gambar
Plotting Koordinat
\* ARABIC Pemetaan
12. Plotting
KoordinatTerestris
PemetaandiTerestris
AutoCaddi AutoCad KoordinatGoogle
GPS di Earth
Google Earth

Page | 16
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

Gambar 12. Plotting Koordinat Hasil Pemetaan Terestris dan GPS di Google Earth

Selanjutnya, dari perbandingan koordinat hasil pemetaan terestris dan GPS dilakukan
perhitungan nilai RMSe untuk mengetahui seberapa besar ketelitiannya berdasarkan Perka
BIG No. 15 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar. Berikut adalah
perhitungan dan hasil RMSe:

Nomor Nama
X (PTD) X (GPS) ΔX (ΔX)² Y (PTD) Y (GPS) ΔY (ΔY)² (ΔX)²+(ΔY)²
Titik Titik

1 A 698098.155 698097.000 -1.1549 1.333763 -9194898.152 -9194899.000 -0.8477 0.718627 2.052390


2 B 698105.497 698103.000 -2.4966 6.232815 -9194904.417 -9194903.000 1.4173 2.008763 8.241579
3 C 698107.791 698105.600 -2.1908 4.799541 -9194912.080 -9194910.300 1.7802 3.169173 7.968714
4 D 698098.880 698099.000 0.1195 0.014292 -9194914.051 -9194912.000 2.0513 4.207684 4.221976
5 E 698096.680 698096.000 -0.6802 0.462721 -9194906.120 -9194906.000 0.1196 0.014315 0.477036
JUMLAH 22.961695
RATA2 1.275650
RMSE 1.129447
CE90
1.713935

Tabel 9. Perhitungan dan Hasil RMSe

Berdasarkan Tabel 8. Hasil pengukuran memiliki ketelitian horizontal sebesar


1.713935 meter. Kelas ketelitian ini adalah ketelitian horizontal kelas 3, untuk peta RBI Skala
1:5.000.

Page | 17
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

Tabel 10. Ketelitian Peta RBI Berdasarkan Perka BIG No. 15 Tahun 2014

Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 13. Ketelitian Peta RBI Berdasarkan Perka BIG No. 15 Tahun 2014

4.2.2 Sumber Data yang Digunakan dalam Analisa Perbandingan Metode Terestris dan GPS
Berdasarkan sumber data maka didapati 2 sumber data, yaitu data survei
terestris dan data citra satelit. Perbedaan yang cukup besar terlihat dikarenakan data
survei terestris didasarkan pada pengukuran di bidang datar sedangkan data citra satelit
telah menggunakan model perhitungan yang mempertimbangkan efek kelengkungan
bumi. Jadi berdasarkan kedua sumber data tersebut tentunya didapati perbedaan hasil
yang cukup signifikan. Sumber data terestris berasal dari pengukuran langsung
dilapangan menggunakan theodolite atau total station, sedangkan pada citra satelit
menggunakan instruumen yang terdapat pada satelit di luar angkasa. Tentunya kedua
jenis alat ini memiliki karakteristik bias dan kesalahannya masing – masing, hal ini
tentunya akan sangat berdampak pada tingak ketelitian dari hasil pemetaan yang
dilakukan. Pada pemetaan terestris, akurasi yang diterima adalah pada tingkat
milimeter (mm). Pada citra satelit, akurasi yang diterima adalah pada tingkat meter
(umumnya 3m – 5m).
Apabila merujuk pada sumber datanya maka dapat diambil kesimpulan bahwa
data survei terestris memiliki tingkat akurasi yang lebih baik. Namun dikarenakan
pada pelaksanaan survei nya tidak mengikatkan titik – titik hasil pengukuran ke titik
kontrol geodesi, maka koordinat yang dihasilkan tidak dapat diintegrasikan dengan
data citra, dikarenakan data citra telah terdefinisi dengan jelas menggunakan UTM.
4.2.3 Nilai Strength of Figure Kerangka Kontrol
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, diperoleh Strength of Figure
kerangka kontrol tersebut sebesar:

Page | 18
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒(𝐴𝑇 . 𝐴)−1
𝑆𝑜𝐹 =
𝑢
𝑆𝑜𝐹 = 0.0119

Dimana, A adalah matriks desain; jumlah baseline = 7 baseline; dan jumlah titik = 5
titik.
Nilai SoF tersebut mendekati nol, yang berarti kerangka kontrol memiliki
kekuatan yang baik. Nilai SoF bergantung pada bentuk jaring kerangka pengukuran
serta panjang baseline antar titik pengukuran. Semakin panjang baseline yang dibentuk
akan semakin besar nilai SoF yang akan dihasilkan. Begitu pula pada bentuk baseline
yang dibentuk, semakin besar loop titik yang terbentuk maka semakin besar pula nilai
SoF yang dihasilkan. Dikarenakan nilai SoF didasarkan pada perhitungan triangulasi.

4.2.4 Penyebab Perbedaan Koordinat Hasil Pemetaan Terestris dan GPS Beserta Solusinya
Perbedaan koordinat hasil pemetaan terestris dan GPS dikarenakan perbedaan
referensi datum yang digunakan berbeda, yaitu pada pemetaan terestris menggunakan
koordinat lokal dan pada pemetaan gps menggunakan referensi datum WGS84 UTM
49. Perbedaan datum referensi yang digunakan ini dikarenakan pada saat pemetaan
terestris, titik – titik pengukuran tidak diikatkan pada BM yang telah diketahui posisi
fix nya pada datum referensi WGS84 UTM 49. Selama kegiatan pemetaan pun tidak
dilakukan pengecekan nilai koordinat setiap titik melalui GPS.Sehingga koordinat
yang telah kami dapatkan didasarkan pada dua datum referensi yang berbeda, hal ini
tentunya menyebabkan perbedaan hasil plot antara hasil pemetaan terestris dan GPS.
Maka solusi yang dapat dikerjakan adalah pada saat pemetaan terestris disertai dengan
pengecekan nilai koordinat melalui koordinat satelit dengan datum referensi WGS84
UTM 49 atau dapat juga dilakukan pengikatan titik pengukuran pada salah satu
Benchmark yang telah terdefinisi koordinat fix pada WGS84 UTM 49.
Faktor lainnya yang menyebabkan perbedaan koordinat hasil pemetaan terestris
dan GPS adalah faktor lingkungan dan alat, kegiatan pemetaan yang dilakukan pada
siang hari dapat menyebabkan kesalahan penutup sudut pada alat yang digunakan serta
faktor ketelitian alat juga sangat berpengaruh. Kondisi alat yang sudah lama tidak
terkalibrasi dapat menyebabkan kesalahan dalam pemetaan. Solusi yang dapat
dilakukan adalah dengan melakukan pengecekan alat yang akan digunakan serta
memperhatikan kondisi lingkungan dan waktu dalam pengukuran. Sehingga kegiatan
pemetaan dilaksanakan pada waktu yang ideal. Selain itu, juga terdapat faktor dari

Page | 19
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

surveyor atau pengukur yang melakukan pengukuran yaitu kesalahan pembacaan.


Kemudian, solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan pembacaan secara
berulang dengan menggunakan metode pergi-pulang maupun lompat katak.

Page | 20
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan kegiatan analisis ini, dapat diperoleh kesimpulan bahwa
kegiatan pemetaan memiliki beragam hasil yang dapat disesuaikan dengan keperluan
pemetaan. Dalam hal ini, ketika penulis melakukan pemetaan terestris tidak
mengintegrasikan hasil koordinat dengan datum referensi WGS84 UTM 49. Sehingga
ketika dibandingkan deangan koordinat GPS, maka terdapat perbedaan lokasi titik
pemetaan. Namun diluar hal itu tentunya hasil pemetaan ini tetap dapat diterima
dikarenakan berdasarkan hasil perhitungan toleransi, dinyatakan memenuhi toleransi.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat dilakukan oleh pembaca adalah sebaiknya melakukan
pengecekan koordinat setiap tititk pengukuran melalui GPS dan dapat juga dengan
melakukan pengikatan titik – titik pengukuran pada Benchmark yang telah terdefinisi
WGS84 UTM 49 agar hasil pemetaan terestris dapat di cek kebenarannya melalui plot
koordinat yang telah sama – sama terdefinisi pada datum referensi WGS84 UTM 49.

Page | 21
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika

DAFTAR PUSTAKA

Khomsin. 2018. Pemetaan Terestris 1. Surabaya: Departemen Teknik Geomatika-FTSLK ITS

Basuki, Slamet. 2018. Ilmu Ukur Tanah (Edisi Revisi). Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Nugroho, Tanjung dan Eko Budi Wahyono. 2014. Materi Pokok Kerangka Dasar Pemetaan –
STPN. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional.

Page | 22

Anda mungkin juga menyukai