Disusun Oleh:
Kelompok 3 AIG - Kelas A
1. Dennis Euro Pongdatu (03311840000047)
2. Muh. Nureza Dwi S. (03311840000053)
3. Juma Maulana (03311840000064)
4. Hesty Wahyu Nuryani (03311840000073)
5. Ghinaa Gooniyyah Zalsabilla Viedra (03311840000089)
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya Penyusun dapat
menyelesaikan Laporan Analisa Perbandingan Kerangka Kontrol Pemetaan Menggunakan
Metode Terestris dan GPS ini. Tak lupa Penyusun mengucapkan terima kasih kepada kedua
orang tua Penyusun yang telah mendukung dalam penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan Laporan Analisa Perbandingan Kerangka Kontrol Pemetaan
Menggunakan Metode Terestris dan GPS ini, Penyusun banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, Penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS. sebagai dosen Mata Kuliah
Analisa Informasi Geospasial Teknik Geomatika, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
2. Rekan-rekan Teknik Geomatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember angkatan
2018 yang telah banyak memberikan bantuan serta saran yang membangun dalam
penyusunan Laporan Analisa Perbandingan Kerangka Kontrol Pemetaan
Menggunakan Metode Terestris dan GPS ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
Penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk penyusunan laporan-
laporan di kemudian hari.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penyusun
Page | i
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan dan Manfaat 1
1.3 Rumusan Masalah 1
BAB II DASAR TEORI 2
2.1 Kerangka Kontrol Pemetaan 2
2.2 Pengadaan Kerangka Kontrol Pemetaan Metode Terestris 2
2.3 Prinsip Hitungan dan Syarat Geometris Poligon 5
2.4 Pengadaan Kerangka Kontrol Pemetaan Metode Survey GPS 8
2.5 Strength of Figure 10
BAB III METODOLOGI 11
3.1 Waktu dan Tempat 11
3.2 Metode 11
3.3 Peralatan 11
BAB IV HASIL DAN ANALISA 13
4.1 Hasil Pengukuran dan Perhitungan Poligon 13
4.2 Analisis dan Pembahasan 15
4.2.1 Perbedaan Kerangka Kontrol Pemetaan Metode Terestris dan GPS 15
4.2.2 Sumber Data yang Digunakan dalam Analisa Perbandingan Metode Terestris dan GPS 18
4.2.3 Nilai Strength of Figure Kerangka Kontrol 18
4.2.4 Penyebab Perbedaan Koordinat Hasil Pemetaan Terestris dan GPS Beserta Solusinya 19
BAB V PENUTUP 21
5.1 Kesimpulan 21
5.2 Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
Page | ii
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
DAFTAR GAMBAR
Page | iii
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
DAFTAR TABEL
Page | iv
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
BAB I
PENDAHULUAN
Page | 1
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
BAB II
DASAR TEORI
Page | 2
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
4. Pemotongan ke muka yaitu cara penentuan posisi horisontal titik-titik dengan cara
mengukur sudut-sudut dari titk-titik yang diketahui koordinatnya.
5. Pemotongan ke belakang yaitu cara penentuan posisi horisontal titik-titik dengan cara
mengukur sudut-sudut atau jarak-jarak dari titk-titik yang tidak diketahui koordinatnya ke
titik-titik yang diketahui koordinatnya.
6. Poligon (traverse), yaitu cara penentuan posisi horisontal titik-titik dengan cara membentuk
jaring segibanyak yang diukur sudut-sudut dan jarak-jaraknya.
Metode pengukuran yang paling umum digunakan adalah poligon. Poligon adalah
serangkaian garis yang menghubungkan titik-titik yang terletak di permukaan bumi. Adapun
tujuan dari pengukuran poligon antara lain:
a. Menentukan titik yang belum diketahui koordinatnya dari titik yang sudah diketahui
koordinatnya.
b. Merapatkan titik-titik kerangka dasar horizontal.
c. Sebagai kerangka dasar horizontal pengukuran dan pemetaan.
Kita mengenal ada dua tipe poligon yaitu poligon terbuka (open) dan poligon tertutup
(closed). Baik poligon terbuka maupun tertutup dibedakan lagi secara geometri dan matematik.
1. Poligon Tertutup
Pengukuran poligon tertutup baik secara geometri dan matematis (gambar 1) diawali di
titik ikat yang sudah diketahui koordinatnya (missal titik A) dengan bidikan belakang
(backsight) ke titik yang juga sudah diketahui koordinatnya (titik G) kemudian diakhiri di titik
G sebagai tempat berdirinya alat dengan bidikan depan (foresight) ke titik awal berdiri alat
(titik A). Pada poligon tertutup ini, pengukuran jarak dan sudut dapat dikontrol akurasinya
dengan dua titik ikat yang sudah diketahui koordinatnya.
2. Poligon Terbuka Tidak Terikat
Poligon terbuka tidak terikat maksudnya adalah pengukuran poligon ini tidak terikat ke
titik ikat manapun. Poligon terbuka tidak terikat ini merupakan poligon yang terbuka baik
secara geometri maupun matematik.
Page | 3
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
Gambar SEQ
Gambar
Gambar
3. Poligon
\* ARABIC Poligon
Terbuka3.Terikat Terbuka Terikat
Sempurna
Sempurna
Pada pengukuran poligon terbuka terikat sempurna (gambar 3) diawali di titik 1 dengan
bidikan belakang (backsight) ke titik A dan diakhiri di titik B dengan bidikan depan (foresight)
ke titik T, dimana titik A, 1, B, dan T merupakan titik ikat yang sudah diketahui koordinatnya.
4. Poligon Terbuka Terikat Tidak Sempurna
Hal yang membedakan bentuk poligon terbuka terikat sempurna dengan terikat tidak
sempurna adalah jumlah titik ikat di akhir pengukuran. Pada pengukuran poligon terbuka
terikat sempurna, ada dua titik ikat di akhir yang diketahui koordinatnya. Sedangkan, pada
pengukuran poligon terbuka terikat tidak sempurna hanya terikat oleh satu titik ikat di akhir.
Sehingga, pada pengukuran poligon bentuk ini, hanya bisa mengontrol pengukuran jarak dan
tidak bisa mengontrol akurasi pengukuran sudut. Pada pengukuran poligon terbuka terikat tidak
sempurna (gambar 4) diakhiri di titik n-1 yang tidak diketahui koordinatnya dengan foresight
ke titik n yang sudah diketahui koordinatnya.
Page | 4
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
Gambar SEQ
Gambar
Gambar
4. Poligon
\* ARABIC Poligon
Terbuka4.Terikat Terbuka
Tidak Terikat Tidak
Sempurna
Sempurna
Page | 5
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
Gambar
GambarSEQ Gambar
6. Poligon \* ARABIC
dengan 6. Poligon
dua titik dengan
awal yang dua titik
diketahui awal yang
koordinatnya
diketahui koordinatnya
Apabila tidak ada dua titik ikat, maka alternatif lainnya adalah perlu tersedianya satu buah
titik ikat awal yang diketahui koordinatnya atau titik ikat dengan koordinat local (ditentukan
sendiri) misalnya koordinat (0,0) dan satu azimuth awal yang diukur dengan kompas.
Gambar 7. Poligon dengan titik awal yang diketahui koordinatnya dan arah utara
Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 7. Poligon dengan titik awal yang diketahui
koordinatnya dan arah utara
b. Data yang harus diukur
Dari persamaan 2.1 dan 2.2 dapat kita lihat bahwa dalam hitungan poligon, selain
diperlukan data awal berupa dua buah titik ikat atau satu buah titik ikat dan azimuth awal,
maka ada pula data yang harus diukur di lapangan yaitu data jarak antara dua titik (d ij) dan
sudut horizontal. Sudut horizonttal digunakan untuk menghitung azimuth titik yang
bersangkutan ke titik berikutnya dengan data azimuth sebelumnya.
Gambar SEQ
Gambar Sudut horizontal
8. Gambar \* ARABIC Sudut
(β)8.dan horizontal
jarak (d) yang (β) dandiukur
harus jarak (d)
yang harus diukur
Dari gambar 2.8 A dan B diketahui koordinatnya. Maka bisa dihitung azimuth AB (α AB).
Selanjutnya, untuk menghitung koordinat titik 1 diperlukan data azimuth dari B ke 1 (α B1)
yang diperoleh dari rumus:
αB1 = αAB + βB – 180o (2.3)
Dari persamaan 2.3 diketahui bahwa untuk menghitung azimuth B1 diperlulam data
azimuth sebelumnya dan data sudut horizontal β. Adapun untuk memperoleh β harus
diukur di lapangan menggunakan theodolite.
Page | 6
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
Page | 7
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
Page | 8
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
diperoleh kurang begitu baik, karena sangat rentan terhadap kesalahan dan bias. Metode ini
sesuai untuk pengadaan kerangka dengan kualifikasi titik control kelas atau orde menengah
sampai rendah : Orde IV dan Orde perapatan.
4. Metode Stop And Go.
Metode Stop And Go adalah penentuan posisi titik kontrol yang ditentukan posisinya
dengan pengamatan receiver GPS bergerak dari titik kontrol – titik kontrol dengan diam
beberapa saat pada titik titik pengamatan. Selama pergerakan receiver dari satu titik ke titik
lain harus dapat melakukan pengamatan pada satelit yang sama. Jika terjadi lost satelit
maka perlu inisiasi yang cukup pada titik yang akan ditentukan posisinya, kurang lebih 15
– 30 menit. Hal dimaksudkan untuk menentukan ambiguitas fase dengan baik. Selanjutnya
pergerakan receiver dapat dilakukan dengan cepat. Ketelitian yang diperoleh dapat
mencapai fraksi cm. Dengan demikian metode ini hanya cocok untuk penyelenggaraan
KKH orde rendah seperti Kelas Kuarter atau Orde 4 / Perapatan.
5. Metode RTK – CORS.
Metode RTK – CORS adalah metode yang berkembang dewasa ini, Metode ini berbasis
RTK tetapi dalam pengoperasiannya stasiun referensi menangkap sinyal satelit terus
menerus, sedangkan receiver untuk penentuan posisi titik control dapat melakukan
pengukuran kapanpun. Dengan memanfaatkan teknologi internet, besaran koreksi dikirim
dari stasiun referensi (=disebut base stasion) ke receiver tersebut. CORS (Continuously
Operating Reference Station) adalah suatu teknologi berbasis GNSS yang berwujud
sebagai suatu jaring kerangka geodetik yang pada setiap titiknya dilengkapi dengan
receiver yang mampu menangkap sinyal dari satelit-satelit GNSS yang beroperasi secara
penuh dan kontinyu selama 24 jam perhari, 7 hari per minggu dengan mengumpukan,
merekam, mengirim data, dan memungkinkan para pengguna (users) memanfaatkan data
dalam penentuan posisi, baik secara post processing maupun secara real time (sumber:
Gudelines for New and Existing CORS). BPN telah membangun system RTK CORS ini
yang disebut dengan Jaring Referensi Satelit Pertanahan (JRSP), sampai tahun 2014 ini
telah dibangun kurang lebih 183 base stasiun yang tersebar di seluruh Indonesia. Ketelitian
yang diperoleh dengan teknologi dan metode RTK CORS ini samapi pada fraksi cm, maka
untuk pengadaan titik kontrol menggunakan metode ini baiknya untuk titik kontrol dengan
klasifikasi tingkat IV / Kuarter atau TDT orde IV / Perapatan.
6. Metode Precise Point Positioning (P3).
Metode Precise Point Positioning (P3) adalah metode penentuan posisi dengan
menggunakan prinsip penentuan posisi secara Absolut. Data penentuan posisi : jarak one
Page | 9
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
way fase dan Pseudorange dalam bentuk kombinasi bebas atmosfir. Tetapi dalam
operasional menggunakan metode statik. Memerlukan data GPS dua frequensi dengan
receiver tipe Geodetik. Proses pengolahan data menggunakan soft ware ilmiah untuk
mendapatkan ketelitian yang tinggi. Soft ware pengolahan data PPP ada juga yang dapat
diakses dengan gratis di internet. Contoh : CSRS – PPP Service (buatan Kanada) dan
AUTO Gypsy PPP 78 Service (buatan USA). Ketelitian yang diperoleh : 2 – 3 cm untuk
komponen Planimetris dan 2 dm untuk komponen tinggi. Maka penggunaan untuk
penyelenggaraan KKH sesuai untuk Titik Kontrol atau Titik Dasar Teknik pada kelas IV
atau Orde IV / Perapatan
𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒(𝐴𝑇 . 𝐴)−1
𝑆𝑜𝐹 =
𝑢
Page | 10
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
BAB III
METODOLOGI
3.2 Metode
Laporan ini disusun berdasarkan studi literatur dan analisa kuantitatif dari data
pengukuran di lapangan. Dari data pengukuran poligon yang diperoleh, selanjutnya dilakukan
perhitungan kesalahan penutup sudut, toleransi kesalahan penutup sudut, kesalahan selisih
absis dan ordinat, kesalahan linear, serta nilai SoF. Selanjutnya dilakukan analisa secara grafis
berdasarkan perbandingan plotting koordinat hasil pengukuran poligon dengan plotting
koordinat di Google Earth. Kemudian, berdasarkan studi literatur, dilakukan analisa lebih
lanjut untuk mengidentifikasi dan membandingkan perbedaan kerangka kontrol pementaan
dengan metode terestris (poligon) maupun GPS (koordinat Google Earth).
3.3 Peralatan
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam survey terestris pengukuran poligon ini
antara lain:
1. Satu set theodolite manual Sokkisha
2. Paku payung, sebagai penanda titik patok di mana alat theodolite didirikan.
3. Statif
4. Roll meter
5. Kompas, sebagai alat untuk menunjukkan arah utara agar bisa mendapatkan sudut
azimuth.
6. Alat tulis, form ukur, dan sketchbook
Adapun software yang digunakan dalam analisa perbandingan kerangka kontrol metode
terestris dan GPS antara lain:
1. AutoCad Civil 3D 2017, untuk melakukan plotting koordinat kerangka kontrol pemetaan
metode terestris.
2. Google Earth Pro, untuk melakukan plotting koordinat kerangka kontrol pemetaan metode
GPS.
Page | 12
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
BAB IV
HASIL DAN ANALISA
JARAK (m)
A-B 9.650
B-C 8.000
C-D 9.130
D-E 8.230
E-A 8.100
JUMLAH 43.110
Tabel 2. Hasil Pengukuran Jarak Antar Titik
Page | 13
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
KOORDINAT PTD
TITIK X (m) Y (m)
A 698098.155 -9194898.152
B 698105.497 -9194904.417
C 698107.791 -9194912.080
D 698098.880 -9194914.051
E 698096.680 -9194906.120
Tabel 7. Koordinat Pemetaan Terestris dalam Sistem Koordinat UTM
Berdasarkan perhitungan polygon yang sudah dilakukan, diperoleh nilai kesalahan dan
koreksi sudut sebagai berikut:
𝑓𝛽 ≤ 𝑖√𝑛
15" ≤ 20"√5
15" ≤ 44.72135955"
[MASUK TOLERANSI]
Page | 14
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
Selanjutnya, untuk nilai kesalahan linear dan toleransinya adalah sebagai berikut:
√𝑓𝑥 2 + 𝑓𝑦 2 1
≤
𝛴𝐷 2500
0.000398264 ≤ 0.0004
1 1
≤
2511 2500
[MASUK TOLERANSI]
Page | 15
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
pengukuran GPS/GNSS untuk mendapatkan nilai koordinat yang baik dan bisa dijadikan
sebagai kebutuhan selanjutnya.
Perbedaan Referensi kedua pengukuran memengaruhi nilai koordinat yang
dihasilkan, pada pengukuran PTD dihasilkan koordinat bereferensi local sedangkan pada
data citra sudah bereferensi WGS 1984 UTM 49. Hal ini jelas akan sangat memengaruh nilai
koordinat hasil yang didapatkan, solusi untuk menjawab permasalahan perbedaan angka
yang cukup kompleks ini , yaitu perlu dilakukan pendefinsian referensi pada pengukuran
PTD dengan mengikatkan terlebih dahulu pada BM yang tersedia, sehingga hasil referensi
bisa terdefinisi.
Berikut ini adalah perbandingan hasil koordinat data pengukuran terestris dan hasil
koordinat data GPS yang diplotkan di Google Earth.
KOORDINAT GPS
KOORDINAT PTD
TITIK EASTING (m) NORTHING (m)
TITIK X (m) Y (m)
A 698097.000 -9194899.000 A 698098.155 -9194898.152
B 698103.000 -9194903.000 B 698105.497 -9194904.417
C 698105.600 -9194910.300 C 698107.791 -9194912.080
D 698099.000 -9194912.000 D 698098.880 -9194914.051
E 698096.000 -9194906.000 E 698096.680 -9194906.120
Tabel 8. Perbandingan Koordinat Hasil Pemetaan Terestris dan GPS
Gambar
Gambar SEQ 10. Plotting
Gambar \* Koordinat
ARABIC 11.GPSPlotting
di
Gambar
Gambar SEQ11.Gambar
Plotting Koordinat
\* ARABIC Pemetaan
12. Plotting
KoordinatTerestris
PemetaandiTerestris
AutoCaddi AutoCad KoordinatGoogle
GPS di Earth
Google Earth
Page | 16
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
Gambar 12. Plotting Koordinat Hasil Pemetaan Terestris dan GPS di Google Earth
Selanjutnya, dari perbandingan koordinat hasil pemetaan terestris dan GPS dilakukan
perhitungan nilai RMSe untuk mengetahui seberapa besar ketelitiannya berdasarkan Perka
BIG No. 15 Tahun 2014 Tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar. Berikut adalah
perhitungan dan hasil RMSe:
Nomor Nama
X (PTD) X (GPS) ΔX (ΔX)² Y (PTD) Y (GPS) ΔY (ΔY)² (ΔX)²+(ΔY)²
Titik Titik
Page | 17
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
Tabel 10. Ketelitian Peta RBI Berdasarkan Perka BIG No. 15 Tahun 2014
Tabel SEQ Tabel \* ARABIC 13. Ketelitian Peta RBI Berdasarkan Perka BIG No. 15 Tahun 2014
4.2.2 Sumber Data yang Digunakan dalam Analisa Perbandingan Metode Terestris dan GPS
Berdasarkan sumber data maka didapati 2 sumber data, yaitu data survei
terestris dan data citra satelit. Perbedaan yang cukup besar terlihat dikarenakan data
survei terestris didasarkan pada pengukuran di bidang datar sedangkan data citra satelit
telah menggunakan model perhitungan yang mempertimbangkan efek kelengkungan
bumi. Jadi berdasarkan kedua sumber data tersebut tentunya didapati perbedaan hasil
yang cukup signifikan. Sumber data terestris berasal dari pengukuran langsung
dilapangan menggunakan theodolite atau total station, sedangkan pada citra satelit
menggunakan instruumen yang terdapat pada satelit di luar angkasa. Tentunya kedua
jenis alat ini memiliki karakteristik bias dan kesalahannya masing – masing, hal ini
tentunya akan sangat berdampak pada tingak ketelitian dari hasil pemetaan yang
dilakukan. Pada pemetaan terestris, akurasi yang diterima adalah pada tingkat
milimeter (mm). Pada citra satelit, akurasi yang diterima adalah pada tingkat meter
(umumnya 3m – 5m).
Apabila merujuk pada sumber datanya maka dapat diambil kesimpulan bahwa
data survei terestris memiliki tingkat akurasi yang lebih baik. Namun dikarenakan
pada pelaksanaan survei nya tidak mengikatkan titik – titik hasil pengukuran ke titik
kontrol geodesi, maka koordinat yang dihasilkan tidak dapat diintegrasikan dengan
data citra, dikarenakan data citra telah terdefinisi dengan jelas menggunakan UTM.
4.2.3 Nilai Strength of Figure Kerangka Kontrol
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, diperoleh Strength of Figure
kerangka kontrol tersebut sebesar:
Page | 18
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒(𝐴𝑇 . 𝐴)−1
𝑆𝑜𝐹 =
𝑢
𝑆𝑜𝐹 = 0.0119
Dimana, A adalah matriks desain; jumlah baseline = 7 baseline; dan jumlah titik = 5
titik.
Nilai SoF tersebut mendekati nol, yang berarti kerangka kontrol memiliki
kekuatan yang baik. Nilai SoF bergantung pada bentuk jaring kerangka pengukuran
serta panjang baseline antar titik pengukuran. Semakin panjang baseline yang dibentuk
akan semakin besar nilai SoF yang akan dihasilkan. Begitu pula pada bentuk baseline
yang dibentuk, semakin besar loop titik yang terbentuk maka semakin besar pula nilai
SoF yang dihasilkan. Dikarenakan nilai SoF didasarkan pada perhitungan triangulasi.
4.2.4 Penyebab Perbedaan Koordinat Hasil Pemetaan Terestris dan GPS Beserta Solusinya
Perbedaan koordinat hasil pemetaan terestris dan GPS dikarenakan perbedaan
referensi datum yang digunakan berbeda, yaitu pada pemetaan terestris menggunakan
koordinat lokal dan pada pemetaan gps menggunakan referensi datum WGS84 UTM
49. Perbedaan datum referensi yang digunakan ini dikarenakan pada saat pemetaan
terestris, titik – titik pengukuran tidak diikatkan pada BM yang telah diketahui posisi
fix nya pada datum referensi WGS84 UTM 49. Selama kegiatan pemetaan pun tidak
dilakukan pengecekan nilai koordinat setiap titik melalui GPS.Sehingga koordinat
yang telah kami dapatkan didasarkan pada dua datum referensi yang berbeda, hal ini
tentunya menyebabkan perbedaan hasil plot antara hasil pemetaan terestris dan GPS.
Maka solusi yang dapat dikerjakan adalah pada saat pemetaan terestris disertai dengan
pengecekan nilai koordinat melalui koordinat satelit dengan datum referensi WGS84
UTM 49 atau dapat juga dilakukan pengikatan titik pengukuran pada salah satu
Benchmark yang telah terdefinisi koordinat fix pada WGS84 UTM 49.
Faktor lainnya yang menyebabkan perbedaan koordinat hasil pemetaan terestris
dan GPS adalah faktor lingkungan dan alat, kegiatan pemetaan yang dilakukan pada
siang hari dapat menyebabkan kesalahan penutup sudut pada alat yang digunakan serta
faktor ketelitian alat juga sangat berpengaruh. Kondisi alat yang sudah lama tidak
terkalibrasi dapat menyebabkan kesalahan dalam pemetaan. Solusi yang dapat
dilakukan adalah dengan melakukan pengecekan alat yang akan digunakan serta
memperhatikan kondisi lingkungan dan waktu dalam pengukuran. Sehingga kegiatan
pemetaan dilaksanakan pada waktu yang ideal. Selain itu, juga terdapat faktor dari
Page | 19
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
Page | 20
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan kegiatan analisis ini, dapat diperoleh kesimpulan bahwa
kegiatan pemetaan memiliki beragam hasil yang dapat disesuaikan dengan keperluan
pemetaan. Dalam hal ini, ketika penulis melakukan pemetaan terestris tidak
mengintegrasikan hasil koordinat dengan datum referensi WGS84 UTM 49. Sehingga
ketika dibandingkan deangan koordinat GPS, maka terdapat perbedaan lokasi titik
pemetaan. Namun diluar hal itu tentunya hasil pemetaan ini tetap dapat diterima
dikarenakan berdasarkan hasil perhitungan toleransi, dinyatakan memenuhi toleransi.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat dilakukan oleh pembaca adalah sebaiknya melakukan
pengecekan koordinat setiap tititk pengukuran melalui GPS dan dapat juga dengan
melakukan pengikatan titik – titik pengukuran pada Benchmark yang telah terdefinisi
WGS84 UTM 49 agar hasil pemetaan terestris dapat di cek kebenarannya melalui plot
koordinat yang telah sama – sama terdefinisi pada datum referensi WGS84 UTM 49.
Page | 21
Analisa Informasi Geospasial
Departemen Teknik Geomatika
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Slamet. 2018. Ilmu Ukur Tanah (Edisi Revisi). Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Nugroho, Tanjung dan Eko Budi Wahyono. 2014. Materi Pokok Kerangka Dasar Pemetaan –
STPN. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional.
Page | 22