Disusun oleh:
Ghinaa Gooniyyah Zalsabilla Viedra
03311840000089
Dosen Pengampu:
Khomsin, ST, MT
Cherie Bhekti Pribadi, ST, MT
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pembuatan Peta
Delimitasi Batas Laut India dan Sri Lanka ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Hukum Laut. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang bagaimana penentuan batas laut antara dua negara yang
berhadapan (opposite states).
Penyusun tentu menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penyusun mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan ini, supaya
laporan ini nantinya dapat menjadi laporan yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada laporan ini penyusun mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
2.3.1 Pulau.................................................................................................. 8
ii
2.4.2 Efek Parsial ..................................................................................... 15
4.1 Hasil Digitasi Peta Delimitasi Batas Laut India dan Sri Lanka ....................29
BAB V PENUTUP.................................................................................................32
5.2 Saran..............................................................................................................32
LAMPIRAN ...........................................................................................................35
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Koordinat Posisi Arc of Great Circle Untuk Batas Laut Antara India dan
Sri Lanka ................................................................................................. 4
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Batas Maritim India dan Sri Lanka di Selat Palk Berdasarkan
Perjanjian 1974 .................................................................................... 4
Gambar 2. Prinsip Delimitasi Batas Maritim ........................................................ 5
Gambar 3. Ilustrasi Pulau, Elevasi Pasang Terendah, dan Fitur Bawah
Permukaan Laut ................................................................................... 8
Gambar 4. Macam-macam Garis Pangkal ........................................................... 10
Gambar 5. Garis Pangkal Kepulauan (Archipelagic Baseline) ........................... 12
Gambar 6. Garis Ekuidistan Untuk Negara Berhadapan (Opposite States) ........ 14
Gambar 7. Garis Ekuiditan Untuk Negara Berdampingan (Adjacent States)...... 15
Gambar 8. Efek Parsial ........................................................................................ 16
Gambar 9. Enklaf................................................................................................. 16
Gambar 10. Proporsional ..................................................................................... 17
Gambar 11. Peta Rupabumi Sri Lanka yang Digunakan Sebagai Peta Dasar ..... 19
Gambar 12. Proses Transformasi Koordinat Geografis ke UTM ........................ 20
Gambar 13. Proses Rubersheet Peta Rupabumi di AutoCad ............................... 21
Gambar 14. Proses Digitasi Garis Pantai India dan Sri Lanka ............................ 22
Gambar 15. Proses Digitasi Garis Pangkal (Baseline) Sri Lanka dan India........ 22
Gambar 16. Topologi Poligon Garis Pantai India dan Sri Lanka ........................ 23
Gambar 17. Export Hasil Digitasi Dalam Format .shp ....................................... 23
Gambar 18. File .shp Diberikan Koordinat UTM di ArcCatalog ........................ 24
Gambar 19. Memasukkan File .shp ke Dalam ArcMap ...................................... 24
Gambar 20. Merubah Baseline dari Bentuk Line ke Point Dengan Menu
Construct Point di ArcMAP ............................................................. 25
Gambar 21. Pembuatan Garis Ekuidistan Antara India dan Sri Lanka ............... 26
Gambar 22. Proses Digitasi Garis Ekuidistan Sebagai International Maritime
Boundary Line Antara India dan Sri Lanka .......................................................... 27
Gambar 23. Proses Digitasi Batas Laut Teritorial India dan Sri Lanka .............. 27
Gambar 24. Proses Layouting Peta Sesuai Kaidah Kartografi ............................ 28
Gambar 25. Hasil Digitasi Peta Delimitasi Batas Laut India dan Sri Lanka ....... 29
v
BAB I
PENDAHULUAN
India merupakan salah satu negara di Asia dengan wilayah yang cukup luas.
Letaknya diapit oleh beberapa negara tetangga, baik yang bersebelahan maupun
yang berhadapan. Salah satu negara tetangga India yang lokasinya saling
berhadapan adalah Sri Lanka. Hubungan India dengan negara-negara tetangganya
dalam domain maritim secara umum kurang mendapat perhatian ilmiah. Aspek
maritim cenderung diabaikan. Salah satu kasus bidang kemaritiman di India adalah
kasus batas maritim antara India dan Sri Lanka di Selat Palk, khususnya mengenai
kepemilikan Pulau Kachchatheevu. Sebagai negara dengan lokasi yang saling
berhadapan (Opposite States), sengketa batas maritim dan klaim suatu pulau sangat
rentan terjadi. Kasus India-Sri Lanka ini muncul sekitar tahun 1921 dimana saat itu
belum ada batas maritim yang jelas antara kedua negara tersebut. Selain itu, belum
ada pula Hukum Laut Internasional yang mengatur mengenai maritime boundary.
Kasus India-Sri Lanka pun diselesaikan melalui perundingan bilateral dan dicapai
perjanjian untuk pertama kalinya pada 1974. Perjanjian India-Sri Lanka tahun 1974
berisi tentang perairan bersejarah antara Sri Lanka dan India di Selat Palk dan Teluk
Palk serta secara resmi menegaskan kedaulatan Sri Lanka atas Pulau
Kachchatheevu. Berdasarkan hasil perjanjian tersebut maka perlu ditetapkan batas
maritim secara yurisdiksi antara India-Sri Lanka. Setelah adanya UNCLOS 1982,
penentuan batas maritim antara dua negara yang berhadapan telah diatur, sehingga
penentuan batas maritim ini memiliki ketentuan hukum yang jelas.
1
3. Bagaimana menentukan dan penarikan Zona Laut Teritorial India
dan Sri Lanka
4. Bagaimana membuat garis ekuidistan antara dua negara yang
berhadapan (Opposite States)
5. Bagaimana menentukan International Maritime Boundary Line
(IMDL) antara India dan Sri Lanka
2
BAB II
LANDASAN TEORI
3
Sri Lanka tahun 1974 bersifat adil dan win-win solution. Perjanjian ini berisi tentang
perairan bersejarah antara Sri Lanka dan India di Selat Palk dan Teluk Palk serta
secara resmi menegaskan kedaulatan Sri Lanka atas Pulau Kachchatheevu.
Berdasarkan isi perjanjian tersebut pasal 1 disebutkan bahwa batas antara
India dan Sri Lanka di perairan dari Jembatan Adam ke Selat Palk adalah busur
lingkaran besar (arcs of great circle) antara posisi berikut, dalam urutan yang
diberikan di bawah ini, ditentukan oleh lintang dan bujur.
Tabel 1. Koordinat Posisi Arc of Great Circle Untuk Batas Laut Antara India dan Sri Lanka
Gambar 1. Peta Batas Maritim India dan Sri Lanka di Selat Palk Berdasarkan Perjanjian 1974
4
2.2 Delimitasi Batas Laut Antara Negara Berhadapan
Suatu negara pantai memliki hak klaim kawasan maritim yang sama
dengan negara lainnya. Seringkali terjadi sengketa maritim di suatu kawasan
yang sama. Adapun yang dimaksud sengketa maritim yaitu dalam suatu kawasan
dimiliki atau diklaim oleh dua negara atau lebih. Hal ini disebut tumpang tindih
atau pertampalan klaim (overlapping claim). Untuk menyelesaiakan tumpang
tindih klaim maka negara pantai memerlukan delimitasi batas maritim. Arsana
(2007) mengatakan bahwa, “Tumpang tindih klaim bisa terjadi untuk Laut
Teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif, dan Landas Kontinen. Masing-masing
diselesaikan dengan cara berbeda sesuai ketentuan hukum yang berlaku.”
5
Sesuai yurisdiksi UNCLOS, lebar ZEE negara A dan negara B masing-
masing 200 mil laut. Namun, kawasan maritim yang memisahkan keduanya tidak
mencapai 400 mil laut, terjadilah tumpang tindih (overlapping claim) di Zona
Ekonomi Eksklusif. Adanya area tumpang tindih menyebabkan harus dilakukan
delimitasi batas maritim.
2.2.1 Delimitasi Laut Teritorial
UNCLOS telah mengatur delimitasi Laut Teritorial dalam Pasal 15. Pasal
tersebut menyatakan bahwa dua negara yang saling berhadapan atau berdampingan
tidak diperkenankan mengklaim laut teritorial melebihi garis tengah (median
line) antara kedua negara tersebut, kecuali jika ada kesepakatan lain antara kedua
negara, atau karena adanya hak pertimbangan sejarah atau kondisi khusus lainnya.
Kesepakatan lain, hak pertimbangan sejarah atau kondisi khusus yang ada di antara
kedua negara dalam delimitasi Laut Teritorial dapat mempengaruhi pemilihan garis
batas maritim selain yang umum diterapkan yaitu garis tengah (median line).
Pada praktik delimitasi batas Laut Teritorial, tiga faktor yang menjadi
pengecualian dalam penggunaan garis tengah (median line) harus diterima oleh
kedua negara yang menyelesaikan delimitasi batas maritim. Contoh kasus
batas maritim yang mempertimbangkan kondisi khusus adalah pemberian
bobot tertentu (nol, setengah, penuh) kepada pulau-pulau kecil di sekitar area
delimitasi.
6
2.2.3 Delimitasi Landas Kontinen
Berdasarkan UNCLOS 1982, delimitasi Landas Kontinen diatur dalam
Pasal 83. Delimitasi Landas Kontinen antara negara-negara dengan pantai yang
berseberangan atau berdampingan diperngaruhi oleh perjanjian-perjanjian
berdasarkan hukum internasional, seperti dinyatakan pada Pasal 38 Statuta
Mahkamah Internasional, untuk mencapai solusi yang adil (Pasal 83 ayat 1). Pasal
83 tidak memuat petunjuk rinci dalam proses delimitasi batas Landas Kontinen,
sama halnya dengan Statuta Mahkamah Internasional yang diacu dalam Pasal 83
tidak juga memberikan petunjuk tentang delimitasi Landas Kontinen. Penekanan
dalam kedua pasal yang mengatur delimitasi Landas Kontinen adalah untuk
mencapai solusi yang adil (equitable solution). Tidak ada yang menyebutkan secara
tegas prinsip delimitasi Landas Kontinen, namun penyelesaiannya dapat
menggunakan prinsip sama jarak sangat ditekankan sebagai alternatif delimitasi
dalam Konvensi Landas Kontinen 1958. Arsana (2007) mengatakan bahwa
“Lepas dari kenyataan bahwa Konvensi Landas Kontinen 1958 menyarankan
penggunaan prinsip sama jarak, tidak ada ketentuan atau konvensi yang benar-benar
memberi petunuk rinci untuk delimitasi Landas Kontinen. Hal ini
mengindikasikan bahwa negara-negara yang bersengketa dapat mencapai
kesepakatan melalui negosiasi dengan mempertimbangkan faktor yang dianggap
mempengaruhi dan metode yang sesuai”. Selain itu, putusan-putusan dalam
penyelesaian kasus batas maritim terdahulu dapat juga menjadi acuan dalam
delimitasi batas Landas Kontinen.
7
2.3 Aspek Teknis Dalam Delimitasi Batas Maritim
2.3.1 Pulau
Dalam hak klaim zona maritim suatu negara, pulau berperan sangat
penting. Pengaturan tentang pulau dijelaskan pada Pasal 121 dalam UNCLOS
1982. Terdapat empat kriteria sebuah fitur maritim dapat didefinisikan sebagai
pulau. Keempat kriteria tersebut yaitu berupa daratan atau wilayah tanah (area
of land), terbentuk secara alami (naturally formed), dikelilingi oleh air (surrounded
by water), dan berada di atas permukaan air laut saat pasut tertinggi (above water
at high tide). Pulau juga dapat didefinisikan sebagai batu yang dapat mendukung
kehidupan manusia atau kehidupan ekonomi dari makhluk hidup. Pulau harus
memenuhi kedua definisi yang telah disebutkan, jika tidak maka tidak bisa
digunakan untuk mengklaim wilayah maritim untuk Laut Teritorial, Zona
Ekonomi Eksklusif, dan Landas Kontinen. Jika empat syarat pulau telah
terpenuhi tetapi fitur maritim tersebut tidak dapat mendukung kehidupan
manusia, maka dinamakan karang (rocks). Karang hanya dapat digunakan untuk
mengklaim wilayah maritim untuk Laut Teritorial dan Zona Tambahan.
Pemahaman atas pengertian pulau ini penting mengingat keberadaanya dapat
mempengaruhi delimitasi batas maritim (Arsana 2007). Ilustrasi pulau, elevasi
pasang terendah, dan fitur bawah permukaan laut dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Ilustrasi Pulau, Elevasi Pasang Terendah, dan Fitur Bawah Permukaan Laut
8
Elevasi Pasang Terendah dapat dijadikan sebagai titik pangkal jika berada di dalam
Laut Teritorial (kurang dari 12 mil laut dari garis pangkal) sebuah negara dan
digunakan untuk klaim Laut Teritorial suatu negara. Namun, jika Elevasi
Pasang Terendah tersebut terletak di luar dari wilayah Laut Teritorial (lebih
dari 12 mil laut dari garis pangkal), maka tidak dapat digunakan sebagai bagian dari
garis pangkal, kecuali negara tersebut telah membangun mercusuar atau instalasi
lain di atas air secara permanen di atasnya sesuai dengan Pasal 13 UNCLOS
1982.
9
geografis yang selanjutnya diumumkan secara resmi serta diserahkan salinannya
kepada Sekretaris Jenderal PBB. Macam-macam garis pangkal bagi suatu negara
pantai dapat dilihat pada Gambar 4.
10
sepanjang pantai yang tersebar tepat di sekitar (immediate vicinity) garis pantai,
hal ini sesuai dengan aturan Pasal 7 UNCLOS 1982. Ilustrasi Garis Pangkal
Lurus terlihat pada Gambar 4 dengan penunjuk straight. Garis pangkal ini adalah
penyederhanaan dari garis pantai yang tidak beraturan.
c. Garis Pangkal Penutup Sungai (Mouth of Rivers)
Garis pangkal yang menutup mulut sungai dapat dilakukan jika terdapat aliran
sungai langsung menuju laut. Ditutup dengan sebuah garis lurus yang
merupakan satu kesatuan sistem garis pangkal. Garis pangkal ini bisa
memotong garis lurus muara sungai antara titik pada garis air rendah (Pasal 9
UNCLOS 1982). Ilustrasi garis pangkal normal terlihat pada Gambar 4 dengan
penunjuk straight.
d. Garis Pangkal Penutup Teluk (Bay)
Teluk adalah bagian laut yang secara jelas teramati menjorok ke daratan yang
jarak masuknya dan lebar mulut teluknua memenuhi perbandingan tertentu,
bukan hanya lekukan pantai biasa. Suatu lekukan pantai dianggap sebagai
teluk, jika luas lekukan tersebut sama atau lebih luas dari setengah lingkaran yang
diameternya melintasi mulut lekukan tersebut. Garis pangkal dibuat dengan
menarik garis lurus antara titik-titik pada garis air rendah di pintu masuk
alamiah (mulut) suatu teluk yang panjangnya tidak lebih dari 24 mil laut.
Apabila melebihi 24 mil laut, maka suatu garis lurus yang panjangnya 24 mil laut
ditarik sehingga menutup suatu daerah perairan yang maksimal dicapai oleh garis
tersebut (Pasal 10 UNCLOS 1982). Namun, hal ini tidak berlaku pada teluk
yang disebut sebagai teluk bersejarah (historic bays).
e. Garis pangkal kepulaun (Archipelagic Baseline)
Garis pangkal ini, yang hanya bisa dimilki oleh negara kepulaun, dengan
menghubungkan titik-titik pulau terluar suatu negara dan karang kepulauan dengan
jarak maksimal tiap segmen garis 100 mil laut kecuali 3% dari total segmen
garis pangkal kepulauan yang panjangnya bisa mencapai 125 mil laut. Tidak ada
batasan jumlah segmen garis pangkal yang bisa digunakan. Jika panjang suatu
segmen garis pangkal lebih dari 100 mil laut maka harus diputuskan untuk
mengurangi panjang garis pangkal dengan menambah titik pangkal baru
11
sehingga panjang segmen garis pangkal kurang dari 100 mil laut (Pasal 47
UNCLOS 1982). Ilustrasi garis pangkal kepulauan dapat dilihat pada Gambar 5.
12
koordinat geografis atau koordinat geodetiknya (φ, λ) (Prihandito 2010). Dalam
hal ini φ = lintang (latitude) dan λ = bujur (longitude). Dalam penetapan datum
harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Kahar 2008):
Ada dua cara untuk menentukan datum dengan cara tradisional yaitu
dengan menggunakan dua datum terdiri dari datum vertikal dan datum horizontal
dan dengan cara modern yang berdasarkan pada beberapa titik yang sudah
terdefinisi. Datum vertikal digunakan sebagai acuan untuk arah vertikal
(ketinggian). Sedangkan datum horizontal digunakan sebagai referensi untuk posisi
arah X dan Y yang didefinisikan dengan menggunakan ellipsoid yang mendekati
harga geoid dan titik asal. Setelah penentuan datum, koordinat dapat diproyeksikan
di bidang proyeksi. Bidang proyeksi adalah bidang yang akan digunakan untuk
memproyeksikan titik-titik yang mempunyai sistem koordinat (X, Y) (Prihandito
2010). Dalam hal ini X = absis dan Y = ordinat. Koordinat yang doproyeksikan di
bidang proyeksi mengikuti aturan sistem referensi koordinat tertentu. Sistem
referensi koordinat adalah sistem (termasuk teori, konsep, deskripsi fisis serta
standar, dan parameter) yang digunakan dalam pendefinisian koordinat dari suatu
atau beberapa titik dalam ruang. Salah satu proyeksi yang sering digunakan
dalam batas maritim adalah Proyeksi Merkator. Proyeksi merkator adalah
proyeksi permukaan bumi dengan bidang proyeksi yang digunakan berupa
silinder, dan posisi sumbu simetri berimpit dengan sumbu bumi (normal).
Meridian bumi tergambar sebagai garis lurus yang berjarak sama sedangkan
paralel tergambar sebagai garis lurus yang memiliki jarak makin pendek bila
mendekati ekuator. Hal ini disebabkan silinder menyinggung permukaan bumi
(tangent) di ekuator. Semakin menjauhi ekuator, distorsi/perubahan-perubahan
semakin besar, dengan demikian kutub tidak dapat tergambarkan karena
13
letaknya tak terhingga. Garis grid dalam proyeksi merkator dinyatakan dalam
kilometer sebenarnya (Prihandito 2010).
14
Gambar 7. Garis Ekuiditan Untuk Negara Berdampingan (Adjacent States)
15
Gambar 8. Efek Parsial
2.4.3 Enklaf
Pada kasus delimitasi batas maritim, terkadang terdapat sebuah pulau yang
keberadaanya jauh dari pulau utama (mainland) tetapi lebih dekat dengan negara
lainnya. Enklaf (Enclave) adalah memberikan suatu wilayah maritim terhadap suatu
pulau yang berada jauh dari pulau utamanya. Terdapat dua jenis enklaf yaitu
semi enclave dan full enclave. Semi enclaveataupun full enclaveditentukan oleh
kedua negara yang berbatasan. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Enklaf
16
2.4.4 Proporsional
Delimitasi batas maritim yang dilakukan antar kedua negara dapat
dilakukan dengan penarikan garis ekuidistan murni, enklaf di beberapa pulau,
dan juga dengan efek parsial yang dilakukan di suatu fitur maritim.
Proporsional adalah proporsi atau presentasi yang akan diberikan dari
ketiganya yang mempengaruhi garis batas maritim antar kedua negara tersebut.
Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 10.
17
BAB III
METODOLOGI
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan Peta Delimitasi Batas
Laut India dan Sri Lanka ini antara lain:
Alat:
Bahan:
Pembuatan Peta Delimitasi Batas Laut India dan Sri Lanka ini dilaksanakan
pada :
Terdapat beberapa prosedur yang dilakukan saat proses pembuatan peta yaitu :
18
transformasi koordinat Penyusun menggunakan program online yang
terdapat di web https://data.aad.gov.au/aadc/calc/
Gambar 11. Peta Rupabumi Sri Lanka yang Digunakan Sebagai Peta Dasar
19
Gambar 12. Proses Transformasi Koordinat Geografis ke UTM
20
Gambar 13. Proses Rubersheet Peta Rupabumi di AutoCad
5. Buat layer baru untuk digitasi garis pantai India dan Sri Lanka. Keduanya
dibuat pada layer yang terpisah. Kemudian lakukan digitasi garis pantai
India dan Sri Lanka.
21
Gambar 14. Proses Digitasi Garis Pantai India dan Sri Lanka
6. Buat layer baru untuk digitasi baseline India dan Sri Lanka. Keduanya
dibuat pada layer yang terpisah. Kemudian lakukan digitasi baseline India
dan Sri Lanka sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982, yaitu ada straight
baseline, normal baseline, dan archipelagic baseline.
Gambar 15. Proses Digitasi Garis Pangkal (Baseline) Sri Lanka dan India
22
7. Lakukan topologi poligon untuk garis pantai India dan Sri Lanka agar
nantinya bisa di-export dalam format .shp.
Gambar 16. Topologi Poligon Garis Pantai India dan Sri Lanka
8. Export semua hasil digitasi (digitasi garis pantai India dan Sri Lanka serta
baseline India dan Sri Lanka) dalam format .shp.
23
9. Buka ArcCatalog kemudian semua file .shp diberikan koordinat UTM Zona
44N WGS 1984.
10. Buka aplikasi ArcMap, kemudian add data semua file .shp hasil digitasi.
24
11. Untuk membuat garis ekuidistan (median line) sebagai dasar dari
International Maritime Boundary Line (IMDL) antara India dan Sri Lanka,
maka mula-mula baseline India dan Sri Lanka yang berupa line harus
dijadikan point dengan menu construct point yang ada di ArcMap.
Gambar 20. Merubah Baseline dari Bentuk Line ke Point Dengan Menu Construct Point di ArcMAP
12. Membuat garis ekuidistan (median line) antara India dan Sri Lanka sesuai
dengan metode delimitasi batas maritim. Garis ekuidistan ini dibuat dengan
menu Create Thiessen Polygon di ArcMap.
25
Gambar 21. Pembuatan Garis Ekuidistan Antara India dan Sri Lanka
26
Gambar 22. Proses Digitasi Garis Ekuidistan Sebagai International Maritime Boundary
Line Antara India dan Sri Lanka
14. Lakukan digitasi batas laut teritorial yaitu ditarik sebesar 12 NM dari
baseline. Lakukan pula digitasi ZEE sebesar 200 NM dari baseline. Namun,
dalam hal ini dikarenakan batas 200 NM berada di luar muka peta, sehingga
khusus untuk ZEE batasnya tidak dapat ditampilkan di dalam muka peta.
Agar luasan wilayah laut teritorial dapat terlihat jelas, maka gunakan menu
buffer di ArcMap.
Gambar 23. Proses Digitasi Batas Laut Teritorial India dan Sri Lanka
27
15. Selanjutnya, lakukan layouting sesuai dengan kaidah kartografi. Dalam hal
ini, Penyusun menggunakan ukuran kertas A4.
16. Setelah selesai layouting, export peta dalam format pdf atau PNG.
28
BAB IV
HASIL DAN ANALISA
4.1 Hasil Digitasi Peta Delimitasi Batas Laut India dan Sri Lanka
Gambar 25. Hasil Digitasi Peta Delimitasi Batas Laut India dan Sri Lanka
29
4.2 Pembahasan
Pada laporan ini Penyusun mengambil contoh kasus delimitasi batas laut
antara dua negara yang berhadapan (Opposite States), yaitu India dan Sri Lanka.
Dalam penentuan batas laut ini harus dilakukan sesuai dengan metode-metode
delimitasi batas maritim serta harus sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam
UNCLOS 1982. Metode delimitasi yang digunakan pada penentuan batas maritim
antara India dan Sri Lanka adalah menggunaka metode garis ekuidistan (median
line) sehingga didapatkan International Maritime Boundary Line (IMDL) yang
berjarak sama baik ke baseline India maupun ke baseline Sri Lanka. Adapun untuk
melakukan penarikan batas laut territorial, ZEE, landas kontinen, dan zona
tambahan harus didasarkan pada baseline atau garis pangkal. Maka penarikan garis
pangkal ini menjadi sangat krusial dan harus tepat karena akan berpengaruh pada
zona maritim lainnya.
30
Adapun untuk batas maritim lainnya, seperti laut teritorial yang ditarik
sejauh 12 NM dari baseline dilakukan dengan menu buffer di ArcMap sehingga
luasan wilayah dari laut teritorial ini semakin jelas dan terlihat overlapping antara
laut teritorial India dan Sri Lanka. Selanjutnya, untuk ZEE, dikarenakan batas ZEE
ini terletak di luar muka peta, maka pada peta yang kami buat ini tidak tampak batas
dari ZEE-nya, hanya tampak sebagian luasan wilayah ZEE.
31
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Peta Batas Laut India dan Sri Lanka ini dibuat dengan menggunakan
Software AutoCad Civil 3D dan ArcGIS ArcMap. Data yang dibutuhkan untuk
mebuat peta batas laut ini adalah peta rupabumi Sri Lanka skala 1:2.000.000.
Pembuatan peta batas laut ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran
International Maritime Boundary Line (IMDL) antara India dan Sri Lanka sesuai
dengan metode delimitasi batas maritim serta memberikan gambaran batas-batas
laut seperti batas Laut Teritorial dan ZEE yang mengalami overlapping antara dua
negara yang berhadapan (Opposite States). Adapun metode delimitasi yang
digunakan untuk menentukan batas maritime antara India dan Sri Lanka adalah
dengan garis ekuidistan (median line) yang berjarak sama baik ke baseline India
maupun ke baseline Sri Lanka.
Agar peta yang dihasilkan dapat memberikan informasi yang akurat mengenai
batas laut antara dua negara yang berhadapan, maka digunakan simbol atau
perbedaan warna serta di berikan keterengan atau legenda untuk setiap batasnya.
Selanjutnya, dibuatkan pula layout untuk menambah estetika dan memperlengkap
informasi peta sehingga peta yang dihasilkan sesuai dengan kaidah kartografi.
5.2 Saran
• Gunakan file peta rupabumi (peta dasar) dengan kualitas yang baik agar peta
hasil digitasi pun memiliki kualitas yang jelas dan bagus, sehingga dapat
terlihat dengan jelas perbedaan batas wilayah lautnya.
• Sesuaikan tipe Software ArcGIS ArcMap mauapun AutoCad Civil 3D yang
digunakan dengan kemampuan laptop agar saat pengerjaan tidak terjadi
hambatan.
32
• Lakukan digitasi baseline dengan teliti karena baseline ini sangat
berpengaruh untuk penentuan garis ekuidistan dan zona maritime lainnya
seperti laut teritorial.
33
DAFTAR PUSTAKA
Mauna, Boer. 2005. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam
Era Dinamika Global. Bandung : PT. Alumni
Arsana, I Made Andi. 2007. Batas Maritim Antarnegara: Sebuah Tinjauan Teknis
dan Yuridis. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Limits in The Seas No. 77 Maritime Boundaries : India-Sri Lanka. U.S. Department
of State: Bureau of Intelligence and Research. Februari 1978.
Limits in The Seas No. 66 Historic Waters Boundary: India-Sri Lanka. U.S.
Department of State: Bureau of Intelligence and Research. Desember 1975.
https://www.mfa.gov.lk/si/1396-the-maritime-boundary-between-sri-lanka-and-
india-stands-settled-minister-bogollagama/ diakses pada tanggal 8 Mei
2020 pukul 21.00 WIB.
34
LAMPIRAN
35
Peta Delimitasi Batas Maritim India-Sri Lanka
36