Anda di halaman 1dari 60

RINGKASAN LAPORAN / SUMMARY REPORT

PTFI telah menerima Keputusan Menteri Negara PT Freeport Indonesia has received the Decree of
Lingkungan Hidup Nomor 431 Tahun 2008 tentang State Minister of Environment No. 431 year 2008
Persyaratan Pengelolaan Tailing PTFI di Daerah concerning the Conditions for Tailings Management
Pengendapan Ajkwa yang Dimodifikasi (ModADA) yang of PTFI at Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA)
diterbitkan tanggal 14 Juli 2008 sesuai dengan surat issued on July 14, 2008 in accordance with the letter
Kementerian Negara Lingkungan Hidup of the Ministry of Environment Number.
B-5205/Dep.II/LH/07/2008 tertanggal 15 Juli 2008. B-5205/Dep.II/LH/07 / 2008 dated July 15, 2008.
Di dalam keputusan tersebut terdapat 25 persyaratan yang In this Decree, there are 25 requirements that must
wajib dilakukan dan dilaporkan pelaksanaannya oleh PTFI be conducted and reported on a regular basis by
secara berkala. Ringkasan hasil penerapan keseluruhan PTFI. Summary results of the overall implementation
persyaratan selama periode 2016 adalah sebagai berikut: of the requirements during the period 2016 are as
follows:

Jumlah tailing yang dihasilkan dari pabrik Pengolahan Bijih Number of tailings generated from the mill during this
selama periode ini kisaran tertinggi adalah 220.034 ton/hari period for the highest range is 220.034 tons / day
dengan rerata produksi tailing adalah 160.503 ton/hari atau with average 160.503 tons/day or lower than the
lebih kecil dari yang dipersyaratkan yaitu maksimum required maximum of 291,000 tons /day.
291.000 ton/hari.

PTFI melalui surat No. 115/OPD/KLH/II/2013 tertanggal 11 PTFI through the letter no. 115/OPD/KLH/II/2013
Februari 2013 yang dikirimkan kepada Menteri Negara that was sent to the State Minister of Environment
Lingkungan Hidup menyampaikan penghentian dated February 11, 2013 conveyed the
pengambilan sampel harian pada titik pemantauan Kelapa discontinuation of daily sampling at Pandan Lima and
Lima dan Pandan Lima, berdasarkan pertimbangan- Kelapa Lima based on following considerations:
pertimbangan sebagai berikut:

1) Kajian Program Peningkatan Retensi Tailing PTFI yang 1) PTFI Tailings Retention Study conducted by
dilakukan Ecostar-ITB menyimpulkan bahwa stasiun Ecostar PTFI-ITB concluded that Pandan Lima and
Pandan Lima dan Kelapa Lima berada di dalam daerah Kelapa Lima located in the active area (Zone 3)
aktif pengendapan (Zona 3) sehingga tidak tepat untuk therefore it is not appropriate to be used as
dijadikan sebagai titik penaatan. Penjelasan ini monitoring points. This explanation was delivered by
disampaikan oleh pakar ITB dalam pertemuan dengan the ITB experts in the meeting with the Ministry of
Kementerian Lingkungan Hidup pada tanggal 10 Agustus Environment on August 10th, 2010 and the meeting
2010 dan pertemuan tanggal 5 November 2012. held on November 5th, 2012.

2) Seiring dengan pergerakan aliran sheet flow ke Selatan, 2) Along with the sheet flow to the South, Pandan
stasiun Pandan Lima dan Kelapa Lima tidak lagi menjadi Lima and Kelapa Lima stations will not become a
aliran yang definitif. Akses ke lokasi Pandan Lima definitive flow in near future. Access to this location is
sekarang sulit dicapai dan akses menuju Kelapa Lima currently difficult to achieve and not secure.
merupakan daerah kerja yang tidak aman karena sering
terjadinya penembakan.

3) Dokumen AMDAL 300K PTFI, sudah memprediksi 3) PTFI AMDAL 300K document has predicted that
bahwa berdasarkan pemodelan sedimen di Daerah based on sediment modelling in Ajkwa Deposition
Pengendapan Ajkwa, sekitar 50% tailing akan melimpas ke Area, approximately 50% of tailings will runoff to the
daerah estuari (dokumen ANDAL, Bab. 5.2.2.16.1, estuary (AMDAL document, Chapter 5.2.2.16.1, page
halaman 5-69). Sampai saat ini tingkat retensi tailing di 5-69). At this moment, tailings retention levels in
dalam ModADA sekitar 77,6 % Disamping itu, seperti ModADA is around 77.6%. As predicted, the TSS will
diprakirakan sebelumnya, TSS akan meningkat seiring increase as ore crushing level more refined for
dengan semakin halusnya tingkat penggerusan bijih untuk optimization and mineral recovery at the mill.
optimalisasi dan perolehan mineral di pabrik pengolahan
bijih.

i
Hal diatas telah disampaikan kembali melalui surat PTFI The above concern was resubmitted through PTFI’s
No. 1847/Env/Gov/VI/2013 tertanggal 25 Juni 2013, dan letter No. 1847/Env/Gov/VI/2013 dated June 25th,
juga telah dinyatakan dalam Berita Acara Pengawasan 2013, as well as stated in the Minutes of Monitoring
Terpadu terhadap kegiatan pertambangan PTFI yang Results conducted by the Directorate General of
dilakukan oleh petugas Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral & Coal on March 19th – 24th, 2013 in line with
Mineral dan Batubara pada tanggal 19-24 Maret 2013, the integrated inspection on mining activities; The
Berita Acara Pemantauan hasil kunjungan kerja petugas Official Report of Monitoring Inspection conducted
BAPESDALH Papua pada tanggal 14-17 Agustus 2013 by team of BAPESDALH Papua on August 14th-
terkait Pelaksanaan Keputusan Menteri Negara 17th, 2013 on the implementation of KepMenLH No.
Lingkungan Hidup No. 431/ 2008, dan Berita Acara 431 Year 2008 and the Official Report of Monitoring
Pengawasan dan Pemantauan yang dilaksanakan oleh Inspection conducted by the Ministry of Environment
petugas dari Kementerian Lingkungan Hidup pada tanggal on November 29th, 2013.
29 November 2013.

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014 In accordance with the Government Regulation
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Number 101 Year 2014 regarding the Management
Beracun, khususnya pada Pasal 254 ayat 2, PTFI of Hazardous and Toxic Wastes and refers to the
diwajibkan untuk menyesuaikan persyaratan pengelolaan article 254, paragraph 2, PTFI is required to adjust
tailing yang diatur dalam Keputusan Menteri Negara the requirements for tailings management as
Lingkungan Hidup Nomor 431 Tahun 2008 tentang stipulated in the Decree of the Minister of
Persyaratan Pengelolaan Tailing PT Freeport Indonesia di Environment No. 431 Year 2008 regarding the
Daerah Pengendapan Ajkwa atau Modified Ajkwa Requirements for Tailings Management of PT
Deposistion Area (ModADA). Freeport Indonesia in Ajkwa Deposition or Modified
Sebagai tindak-lanjut atas terbitnya PP tersebut, PTFI telah Ajkwa Deposition Area (ModADA). As a follow-up on
mengajukan permohonan izin penimbunan limbah tailing the issuance of that regulation, PT Freeport
kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia has applied for tailing storage permit to the
melalui surati PTFI Nomor 2216/ENV/Gov/IV/2015 pada Ministry of Environment and Forestry (MoEF)
bulan April 2015 guna merevisi KepMenLH No. 431/2008. through PTFI’s letter No. 2216 / Env /Gov/ IV/2015 in
April 2015 to revise KepMenLH No. 431 Year 2008.

PTFI juga telah mengirimkan surat Nomor PTFI sent a letter to the Director General of Solid and
2241/Env/Gov/VI/2015 tertanggal 18 Juni 2015 tentang B3 Wastes Management of MoEF through PTFI’s
Pengelolaan Tailing PT Freeport Indonesia dan bertemu letter number 2241/Env/Gov/VI/ 2015 dated June 18,
dengan Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah 2015 on PTFI’s Tailings Management and met with
dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan the Director General on July 9, 2015. To date PTFI
pada tanggal 9 Juli 2015. Saat ini PTFI dan KLHK masih and MoEF remain continue to have detail technical
terus melakukan diskusi teknis mendalam untuk discussions for the completion of the revision of
penyempurnaan revisi Keputusan Menteri Lingkungan KepMenLH No. 431 Year 2008.
Hidup No. 431/2008 tersebut.
In September 2015, as requested by PROPER team
Pada bulan September 2015, untuk memenuhi permintaan of MoEF, PTFI delivered a presentation on the
tim PROPER Kementerian Lingkungan Hidup dan monitoring results of Kelapa Lima and Pandan Lima
Kehutanan, PTFI menyerahkan hasil pemantauan Kelapa compliance points for July 2014 to June 2015,
Lima dan Pandan Lima untuk periode pemantauan Juli despite PTFI believes that monitoring results for both
2014 hingga Juni 2015 meskipun PTFI meyakini bahwa compliance tailings is not representative.
hasil pemantauan di kedua lokasi titik penaatan tailing
tersebut tidak representatif. At the end of December 2015, MoEF adviced PTFI to
reactivate compliance points at Kelapa Lima and
Pada akhir bulan Desember 2015, KLHK meminta PTFI Pandan Lima through MoEF letter No. S-4110 /
untuk mengaktifkan kembali titik penaatan Kelapa Lima PSLB3-PKPLB3 / 2015 dated December 31, 2015.
dan Pandan Lima sesuai surat KLHK nomor S-
4110/PSLB3-PKPLB3/2015 tanggal 31 Desember 2015.

ii
Pada bulan Oktober 2016, hasil audit PROPER tahun 2016 In October 2016, as the result of PROPER audit,
meminta PTFI semaksimal mungkin untuk mengaktifkan PTFI was asked to reactivate the locations of
kembali lokasi pengambilan sampel Pandan Lima dan sampling at Kelapa Lima and Pandan Lima to
Kelapa Lima untuk mengelola dan mengumpulkan sampel manage and collect samples daily from both locations
setiap hari dari kedua lokasi sesuai persyaratan as required in the KepMenLH No. 431/2008. The
KepMenLH No. 431/2008. Pekerjaan tersebut sedang work is currently in progress and scheduled for
dalam proses pengerjaan dan direncanakan akan selesai completion in the first quarter of 2017. While the work
pada triwulan pertama 2017. Selama pekerjaan in progress and before both locations are ready for
berlangsung serta sebelum kedua lokasi tersebut siap sampling, PTFI will perform sampling to the nearest
untuk dilakukan pengambilan sampel, maka PTFI akan location of Pandan Lima and Kelapa Lima and it was
melakukan pengambilan sampel di lokasi terdekat dari informed to MoEF through PTFI’s letter No. 2304 /
Pandan Lima dan Kelapa Lima sebagaimana yang telah Env / Gov / I / 2016 dated January 25th, 2016.
disampaikan ke KLHK melalui surat PTFI No.
2304/Env/Gov/I/2016 tertanggal 25 Januari 2016

Hasil pemantauan di titik penaatan Kelapa Lima The monitoring results at compliance point of Kelapa
menunjukkan nilai yang masih memenuhi baku mutu yang Lima showed the value remain met the required
dipersyaratkan yakni dengan nilai pH berkisar antara 7,31 - standards. pH values from 7.31 - 7.82, TSS (50%)
7,82, TSS (50%) berkisar 43,1 – 8.663 mg/L. Kandungan from 43.1 - 8,663 mg/L. Dissolved metals: Silver (Ag)
logam terlarut: Silver (Ag) <0,001, Arsen (As) berkisar <0.001, Arsenic (As) from <0.002 - 0.006 mg/L,
<0,002 - 0,006 mg/L, Kadmium (Cd) berkisar <0,0002 - Cadmium from (Cd) from <0.0002 - 0.001 mg/L,
0,001 mg/L, Tembaga (Cu) berkisar <0,001- 0,025 mg/L, Copper (Cu) from <0.001 - 0.025 mg/L, Mercury (Hg)
Raksa (Hg) <0,0003 mg/L, Nikel (Ni) berkisar <0,001- <0.0003 mg/L, Nickel (Ni) from <0.001- 0.005 mg/L,
0,005 mg/L, Timbal (Pb) berkisar <0,002 -0,003 mg/L, Lead (Pb) from <0,002 – 0.003 mg/L, Selenium (Se)
Selenium (Se) berkisar <0,002 - 0,007 mg/L dan seng (Zn) from <0,002 – 0.007 mg/L and zinc (Zn) from 0.007 -
berkisar 0,007- 0,054 mg/L 0.054 mg L.

Sedangkan hasil analisa di titik penaatan Pandan Lima While the monitoring results at compliance point of
menunjukkan nilai yang masih memenuhi baku mutu yang Pandan Lima showed the value remain met the
dipersyaratkan yakni dengan nilai pH berkisar antara 7,08 required standards. pH values from 7.08 to 7.86,
- 7,86, TSS (50%) berkisar 1.720 – 7.145 mg/L. TSS (50%) from 1,720 - 7,145 mg/L. Dissolved
Kandungan logam terlarut: Silver (Ag) <0,001, Arsen (As) metals: Silver (Ag) <0.001, Arsenic (As) from <0.002
berkisar <0,002 - 0,007 mg/L, Kadmium berkisar (Cd) - 0.007 mg/L, Cadmium (Cd) <0.0002 – 0.0007 mg/L,
<0,0002 – 0,0007 mg/L, Tembaga (Cu) berkisar <0,001 - Copper (Cu) from <0.001 - 0.012 mg/L, Mercury (Hg)
0,012 mg/L, Raksa (Hg) <0,0003 mg/L, Nikel (Ni) berkisar <0.0003 mg/L, Nickel (Ni) from <0.001- 0.004 mg/L,
<0,001 – 0,004 mg/L, Timbal (Pb) berkisar <0,002 -0,002 Lead (Pb )from <0,002 – 0.002 mg/L, Selenium (Se)
mg/L, Selenium (Se) <0,002 mg/L dan Seng (Zn) berkisar <0,002 mg/L and Zinc (Zn) from 0.003 - 0.018 mg/L
0,003 - 0,018 mg/L.

Pemantauan penaatan di perairan laut pada lokasi MCP-1 Monitoring of compliance points at MCP-1 (offshore
(offshore Ajkwa), MCP-2 (offshore Tipuka), dan MCP-3 Ajkwa), MCP-2 (offshore Tipuka), and MCP-3
(offshore Minajerwi) dengan parameter pH, TSS, (offshore Minajerwi) with parameters of pH, TSS,
kekeruhan dan logam terlarut (Arsen, Kadmium, Kromium, turbidity and dissolved metals (Arsenic, Cadmium,
Tembaga, Merkuri, Nikel, Timbal dan Seng) pada periode Chromium, Copper, Mercury, Nickel, Lead and Zinc)
ini telah dilakukan. Hasil analisis menunjukkan nilai yang was conducted. Analysis results showed that the
masih memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Nilai pH values remain met the required standard. pH value
berkisar antara 8,04 - 8,50 untuk nilai TSS <3 - 20 mg/L from 8.04 – 8.50 for TSS <3 -20 mg/L and turbidity
dan kekeruhan <0,05 – 0,37 NTU. Kandungan logam from <0.05 - 0.37 NTU. Dissolved metal contents:
terlarut: Arsen (As) <0,010 mg/L, Kadmium (Cd) <0,0003 Arsen (As) <0.010 mg/L, Cadmium (Cd) <0.0003
mg/L, Kromium (Cr) berkisar antara <0,002 – 0,004 mg/L, mg/L, Chromium (Cr) ranged from <0.002 – 0.004
Tembaga (Cu) berkisar antara <0,0003 – 0,0027 mg/L, mg/L, Copper (Cu) ranged from <0.0003 – 0.0027
Raksa (Hg) <0,0003 mg/L, Nikel (Ni) berkisar antara mg/L, Mercury (Hg) <0,0003 mg/L, Nickel (Ni) ranged
<0,0003 – 0,0004 mg/L, Timbal (Pb) berkisar antara from <0.0003 – 0.0004 mg/L, Lead (Pb) ranged from
<0,0007 - 0,0014 mg/L dan Seng (Zn) berkisar antara <0.0007 – 0.0014 mg/L and Zinc (Zn) ranged from
0,0017 - 0,0192 mg/L. 0.0017 – 0.0192 mg/L.

iii
Pemantauan TSS di Mill dilakukan dengan pendekatan Monitoring of TSS at the Mill is conducted by Mass
Mass Balance. Pemantauan kontinu di titik pantau S125 Balance approached. Continuous monitoring at West
(Otomona Barat) tidak dapat dilakukan karena faktor Otomona (S125) was not conducted due to security
keamanan dan berdasarkan hasil studi hidrolika sungai issues and based on hydraulics river study it is
disimpulkan bahwa konsentrasi pada lokasi ini sangat kecil concluded that the concentration at this location is
(1%). Untuk pemantauan kontinu di titik pemantauan di #57 slightly (1%). Continuous monitoring at monitoring
(Sungai Wanagon), S130 (Jembatan Otomona), Kelapa point #57 (Wanagon river), S130 (Otomona bridge),
Lima dan Pandan Lima tidak dapat dilakukan karena alat Kelapa Lima and Pandan Lima are discontinued
pemantauan kontinu tertimbun lumpur akibat sedimentasi since the continuous equipment monitoring has
atau rusak akibat banjir. Pemantauan dilakukan secara buried by mud due to the sedimentation/ broken by
manual. the flood, therefore the monitoring was conducted
manually.

Hasil Pemantauan TSS, debit dan pH harian secara Monitoring results at monitoring point #57 the range
manual di titik pemantauan #57 menunjukkan TSS harian of TSS from 1.11– 1524.6 g/L with average 22.2 g/L,
pada kisaran 1,11 - 524,6 g/L dengan rerata 22,2 g/L, debit discharge from 2.80 – 44.0 m3/s with average 9.60
antara 2,80 – 44,0 m3/detik dengan rerata 9,60 m3/detik m3/s and pH from 7.20 – 8.44. While at monitoring
dan kisaran pH 7,20 – 8,44. Sedangkan di titik pemantauan point S130 (Otomona Bridge) showed the range of
S130 (Jembatan Otomona) menunjukkan TSS pada TSS from 6.23 – 58.9 g/L with average 22.3 g/L,
kisaran 6,23 – 58,9 g/L dengan rerata 22,3 g/L, debit discharge from 22.0 - 365 m3/s with average 91.9
berkisar antara 22,0 - 365 m3/detik dengan rerata 91,9 m3/s and pH from 7.03 – 8.18.
m3/detik. Untuk pH berkisar antara 7,03 – 8,18.

Pemantauan kualitas air tanah periode 2016 telah Monitoring of groundwater during the year 2016 was
dilakukan dan hasil menunjukkan bahwa semua parameter conducted and the results showed that all parameters
telah memenuhi persyaratan dalam lampiran II Peraturan met the required standard of the Minister of Health
Menteri Kesehatan RI No. 416 Tahun 1990 tentang Syarat- Regulation No. 416 of 1990 regarding the
syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Requirement and Water Quality Control, Appendix II.

Pemantauan fauna makro avertebrata (kelompok Monitoring of macro-invertebrate fauna (Crustacea)


Crustacea) tahun 2016 telah dilakukan. Hasil pemantauan in 2016 was carried out. The monitoring results
menunjukkan bahwa jumlah jenis tertinggi dijumpai di showed that the highest number of species was
hutan bakau Kamora pada stasiun Kam1 (18 jenis), found in Kamora Kam1 (18), while the lowest was
sedangkan terendah dijumpai di Pulau Ajkwa pada stasiun found in Akwa AIS2 (6). The highest number of
AIS2 (6 jenis). Jumlah individu tertinggi dijumpai di hutan individuals was found in Kamora Kam1 (342), while
bakau Kamora pada stasiun Kam1 (342 individu), the lowest was found in Ajkwa AIS3 (77). The
sedangkan terendah dijumpai di Pulau Ajkwa pada stasiun highest number of biomass was found in Kamora
AIS3 (77 individu). Jumlah biomasa tertinggi dijumpai di Kam3 (3,489 gr), while the lowest was found in Ajkwa
hutan bakau Kamora pada stasiun Kam3 (3.489 gr), AIS3 (220 gr). The highest dominance index was
sedangkan terendah dijumpai di Pulau Ajkwa pada stasiun found in Ajkwa AIS2 (0.73) and the lowest was found
AIS3 (220 gr). Indeks dominansi tertinggi dijumpai di Pulau in Ajkwa Ajk41 (0.16). The highest diversity index
Ajkwa pada stasiun AIS2 (0,73) dan terendah dijumpai di was found in Ajkwa Ajk41 (2.09) and the lowest was
hutan bakau Ajkwa pada stasiun Ajk41 (0,16). Indeks found in Ajkwa AIS2 (0,62).
keragaman tertinggi dijumpai di hutan bakau Ajkwa pada
stasiun Ajk41 (2,09) dan terendah dijumpai di Pulau Ajkwa
pada stasiun AIS2 (0,62).

Pemantauan biota avertebrata muara pada periode ini Monitoring of estuarine invertebrate by trawl was
dengan metode jaring pukat telah dilakukan. Hasil conducted in 2016. The monitoring results showed
pemantauan menunjukkan bahwa jumlah jenis tertinggi that the highest number of species was found in
dijumpai di Muara Otakwa pada stasiun EM870 (16 jenis) Otakwa EM870 (16) and the lowest was found in
dan terendah dijumpai di Muara Ajkwa pada stasiun Ajkwa EM274 (5 ). The highest number of individuals
EM274 (5 ekor). Jumlah individu tertinggi dijumpai di was found in Otakwa EM871 (357) and the lowest
Muara Otakwa pada stasiun EM871 (357 individu) dan was found in Mawati EM773 (13). The highest

iv
terendah dijumpai di Muara Mawati pada stasiun EM773 biomass was found in Otakwa EM871 (2.21 kg) and
(13 individu). Biomasa tertinggi dijumpai di Muara Otakwa the lowest was found in Tipuka EM275 (0.15 kg).
pada stasiun EM871 (2,21 kg) dan terendah dijumpai di The highest dominance index was found in Tipuka
Muara Tipuka pada stasiun EM275 (0,15 kg). Indeks EM275 (0.58) and the lowest was found in Mawati
dominansi tertinggi dijumpai di Muara Tipuka pada stasiun EM773 (0.11). The highest diversity index was found
EM275 (0,58) dan terendah dijumpai di Muara Mawati in Mawati EM773 (2.25) and the lowest was found in
pada stasiun EM773 (0,11). Indeks keragaman tertinggi Tipuka EM275 (1.02).
dijumpai di Muara Mawati pada stasiun EM773 (2,25) dan
terendah dijumpai di Muara Tipuka pada stasiun EM275
(1,02).

Pemantauan fauna ikan muara dengan menggunakan Monitoring of estuarine fisheries by gillnetting was
metode jaring insang pada periode ini juga telah dilakukan. conducted in 2016. The monitoring results showed
Hasil pemantauan menunjukkan bahwa jumlah jenis that the highest number of species was found in
tertinggi dijumpai di Muara Mawati pada stasiun EM770 (28 Mawati EM770 (28) and the lowest was found in
jenis) dan terendah di Muara Otakwa pada stasiun EM870 Otakwa EM870 (18). The highest number of
(18 jenis). Jumlah individu tertinggi dijumpai di Muara individuals was found in Ajkwa EM274 (244) and the
Ajkwa pada stasiun EM274 (244 individu) dan terendah di lowest was found in Tipuka EM275 (79). The highest
Muara Tipuka pada stasiun EM275 (79 individu). biomass was found in Ajkwa EM274 (123.2 kg) and
Biomasa tertinggi dijumpai di Muara Ajkwa pada stasiun lowest was found in Tipuka on EM275 (33.6 kg). The
EM274 (123,2 kg) dan terendah di Muara Tipuka pada highest dominance index was found in Otakwa
stasiun EM275 (33,6 kg). Indeks dominansi tertinggi EM870 (0.27) and the lowest was found in Mawati
dijumpai di Muara Otakwa pada stasiun EM870 (0,27) dan EM770 (0.10). The highest species diversity index
terendah di Muara Mawati pada lokasi EM770 (0,10). was found in Mawati EM770 (2.66) and the lowest
Indeks keragaman jenis tertinggi dijumpai di Muara Mawati was found in Otakwa EM870 (1,82).
pada stasiun EM770 (2,66) dan terendah di Muara Otakwa
pada stasiun EM870 (1,82).

Pemantauan ikan laut dangkal dengan menggunakan Monitoring of shallow marine fisheries by trawl was
jaring pukat pada periode ini telah dilakukan. Hasil conducted in this period. The monitoring results
pemantauan menunjukkan bahwa jumlah jenis tertinggi showed that the highest number of species was
dijumpai di lau dangkal depan Muara Ajkwa pada stasiun found in shallow marine of Ajkwa A1 (34) and the
A1 (34 jenis) dan terendah di depan Muara Tipuka pada lowes was found t in Tipuka T5 (17 ). The highest
stasiun T5 (17 jenis). Jumlah individu tertinggi dijumpai di number of individuals was found in shallow marine of
laut dangkal depan Muara Mawati pada stasiun MA1 (597 Mawati MA1 (597) and the lowest was found in
individu) dan terendah di depan Muara Tipuka pada TipukaT5 (175). The highest biomass was found in
stasiun T5 (175 individu). Biomasa tertinggi dijumpai di laut shallow marine of Mawati MA1 (37.3 kg) and lowest
dangkal depan Muara Mawati pada stasiun Ma1 (37,3 Kg) was found Tipuka T5 (3.02 Kg). The highest
dan terendah di depan Muara Tipuka pada stasiun T5 dominance index was found in shallow marine of
(3,02 Kg). Indeks dominansi tertinggi dijumpai di laut Minajerwi MI1 (0.17) and the lowest was found in
dangkal depan Muara Minajerwi pada stasiun Mi1 (0,17) Kamora K1 (0.10). The highest species diversity
dan terendah di depan Muara Kamora pada lokasi K1 index was found in shallow marine of Kamora K1 and
(0,10). Indeks keragaman jenis tertinggi dijumpai di laut Ajkwa A1 (0.90 of each) and the lowest was found in
dangkal depan Muara Kamora dan Ajkwa pada stasiun K1 Minajerwi MI1 (0.83).
dan A1 (masing-masing 0,90) dan terendah depan Muara
Minajerwi pada stasiun Mi1 (0,83).

Pemantauan avertebrata laut dangkal dengan jaring pukat Monitoring of shallow marine invertebrate by trawl
telah dilakukan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa was conducted. The monitoring results showed that
jumlah jenis tertinggi dijumpai di laut dangkal depan Muara the highest number of species found was found in
Kamora pada stasiun K1 (17 jenis) dan terendah di depan shallow marine of Kamora K1 (17) and the lowest
Muara Otakwa pada stasiun Ot5 (3 jenis). Jumlah individu was found in Otakwa OT5 (3 ). The highest number
tertinggi dijumpai di laut dangkal depan Muara Kamora of individuals was found in shallow marine of
pada stasiun K1 (139 individu) dan terendah di depan Kamora K1 (139) and the lowest was found in
Muara Minajerwi dan Otakwa pada stasiun Mi1 dan Ot5 Minajerwi M1 and Otakwa OT5 ( 8 of each). The

v
(masing-masing 8 individu). Biomasa tertinggi dijumpai di highest biomass was found in shallow marine of
laut dangkal depan Muara Kamora pada stasiun K1 (2.679 Kamora K1 (2,679 g) and the lowest was found in
gr) dan terendah di depan Muara Otakwa pada stasiun Ot5 Otakwa OT5 (21.1 g). The highest dominance index
(21,1 gr). Indeks dominansi tertinggi dijumpai di laut was found in shallow marine of Tipuka T5 (0.55) and
dangkal depan Muara Tipuka pada stasiun T5 (0,55) dan the lowest was found in Kamora K1 (0.15). The
terendah di depan Muara Kamora pada lokasi K1 (0,15). highest species diversity index was found in shallow
Indeks keragaman jenis tertinggi dijumpai di laut dangkal marine of Kamora K1 (0.85) and the lowest was
depan Muara Kamora pada stasiun K1 (0,85) dan terendah found in Tipuka T5 (0,47).
di depan Muara Tipuka pada stasiun T5 (0,47).

Pemantauan plankton muara (Phytoplankton dan Monitoring of estuarine plankton (Phytoplankton and
Zooplankton) pada tahun 2016 telah dilakukan. Zooplankton) for 2016 was conducted. The
Hasil pemantauan Phytoplankton muara menunjukkan monitoring results of estuarine Phytoplankton showed
bahwa jumlah jenis tertinggi dijumpai di Muara Tipuka pada that the highest number of species was found in
stasiun EM275 (14 jenis), dan terendah dijumpai di muara Tipuka EM275 (14), and the lowest was found
Kamora pada stasiun EM332 (5 jenis). Kepadatan tertinggi Kamora EM332 (5). The highest density was found
dijumpai di Muara Tipuka pada stasiun EM275 (8.410 x 103 in Tipuka EM275 (8410 x 103 cell/m3) and the lowest
cell/m3) dan terendah dijumpai di Muara Kamora pada was found in Kamora EM332 (110 x 103 cell/ m3).
stasiun EM332 (110 x 103 cell/m3). Indeks dominansi The highest dominance index was found in Tipuka
tertinggi dijumpai di Muara Tipuka pada stasiun EM275 EM275 (0.80) and the lowest was found in Kamora
(0,80) dan terendah dijumpai di Muara Kamora pada EM330 (0.11). The highest diversity index was found
stasiun EM330 (0,11). Indeks keragaman tertinggi dijumpai in Kamora EM330 (0.89) and the lowest was found in
di Muara Kamora pada stasiun EM330 (0,89) dan terendah Tipuka EM275 (0.20).
dijumpai di Muara Tipuka pada stasiun EM275 (0,20).

Sedangkan hasil pemantauan Zooplankton muara While the monitoring results of estuarine Zooplankton
menunjukkan bahwa jumlah jenis tertinggi dijumpai di showed that the highest number of species was
Muara Mawati dan Otakwa pada stasiun EM770 dan found in Mawati EM770 and Otakwa EM871 ( 31 of
EM871 (masing-masing 31 jenis) dan terendah dijumpai di each) and the lowest was found in Minajerwi EM430
Muara Minajerwi pada stasiun EM430 dan EM432 (masing- and EM432 (9 of each).The highest density was
masing 9 jenis). Kepadatan tertinggi dijumpai di Muara found in Otakwa EM871 (57.7 x 103 cell/m3) and the
Otakwa pada stasiun EM871 (57,7 x 103 cell/m3) dan lowest was found in Minajerwi EM432 (0.63 x 103 cell/
terendah dijumpai di Muara Minajerwi pada stasiun EM432 m3). The highest dominance index was found in
(0,63 x 103 cell/m3). Indeks dominansi tertinggi dijumpai di Mawati EM773 (0.41) and the lowest was found in
Muara Mawati pada stasiun EM773 (0,41) dan terendah Minajerwi EM432 (0.19). The highest diversity index
dijumpai di Muara Minajerwi pada stasiun EM432 (0,19). was found in Minajerwi EM432 (0.81) and the lowest
Indeks keragaman tertinggi dijumpai di Muara Minajerwi was found in Mawati EM773 (0.59).
pada stasiun EM432 (0,81) dan terendah dijumpai di
Muara Mawati pada stasiun EM773 (0,59).

Pemantauan plankton laut dangkal (Phytoplankton dan Monitoring of shallow marine plankton (Phytoplankton
Zooplankton) telah dilaksanakan pada periode ini. Hasil and Zooplankton) was conducted at this period. The
pemantauan Phytoplankton menunjukkan bahwa jumlah monitoring results of Phytoplankton showed that the
jenis tertinggi dijumpai di laut dangkal depan Muara highest number of species was found in shallow
Minajerwi pada stasiun Mi1 (16 jenis), dan terendah marine of Minajerwi MI1 (16 species), and the
dijumpai di depan Muara Otakwa pada Ot5 (10 jenis). lowest was found in Otakwa OT5 (10). The highest
Kepadatan tertinggi dijumpai di laut dangkal depan Muara density was found in shallow marine of Ajkwa A1 (13
Ajkwa stasiun A1 (13.375 x 103 cell/m3) dan terendah 375 x 103 cell/m3) and the lowest was found in
dijumpai di depan Muara Otakwa pada stasiun Ot5 (700 x Otakwa OT5 (700 x 103 cell/m3). The highest
103 cell/m3). Indeks dominansi tertinggi dijumpai di laut dominance index was found in shallow marine of
dangkal depan Muara Ajkwa pada stasiun A1 (0,50) dan Ajkwa A1 (0.50) and the lowest was found in Otakwa
terendah dijumpai di depan Muara Otakwa stasiun Ot5 OT5 (0.15). The highest diversity index was found in
(0,15). Indeks keragaman tertinggi dijumpai di laut dangkal shallow marine of Otakwa OT5 (0.85) and the lowest
depan Muara Otakwa stasiun Ot5 (0,85) dan terendah was found in Ajkwa A1 (0.50).
dijumpai di depan Muara Ajkwa pada stasiun A1 (0,50).

vi
Sedangkan hasil pemantauan Zooplankton laut dangkal While the monitoring results of shallow marine
menunjukkan bahwa jumlah jenis tertinggi dijumpai di laut Zooplankton showed that the highest number of
dangkal depan Muara Mawati pada stasiun Ma1 (37 jenis) species was found in shallow marine of Mawati MA1
dan terendah dijumpai di depan Muara Ajkwa pada stasiun (37) and the lowest was found in Ajkwa A1 (24). The
A1 (24 jenis). Kepadatan tertinggi dijumpai di laut dangkal highest density was found in shallow marine of
depan Muara Tipuka pada stasiun T5 (78,88 x 103 cell/m3) Tipuka T5 (78.88 x 103 cell/m3) and the lowest was
dan terendah dijumpai di depan Muara Ajkwa pada stasiun found in Ajkwa A1 (25.63 x 103 cell/m3). The highest
A1 (25,63 x 103 cell/m3). Indeks dominansi tertinggi dominance index was found in shallow marine of
dijumpai di laut dangkal depan Muara Tipuka pada stasiun Tipuka T5 (0.22) and the lowest was found in
T5 (0,22) dan terendah dijumpai di depan Muara Minajerwi Minajerwi MI1 (0.14). The highest diversity index was
pada stasiun Mi1 (0,14). Indeks keragaman tertinggi found in shallow marine of Minajerwi MI1 (0.86) and
dijumpai di laut dangkal depan Muara Minajerwi pada the lowest was found in Tipuka T5 (0.78).
stasiun Mi1 (0,86) dan terendah dijumpai di depan Muara
Tipuka pada stasiun T5 (0,78).

Kegiatan pemantauan kandungan logam yang Monitoring of metal content fisheries meat for 2016
terakumulasi dalam daging ikan tahun 2016 telah was conducted. The monitoring results is still being
dilakukan. Hasil pemantauan masih dalam proses analisis analyzed and will be reported in the first quarter 2017
dan akan dilaporkan pada triwulan pertama 2017

Pemantauan Indeks Risiko terhadap Biota Akuatik terus Monitoring of Risk Index for aquatic biota is
dilakukan, diantaranya : continued. Including as follow :

Kegiatan uji sedimen bioassay (LOE1) terhadap biota The activity of sediment bioassay test (LOE1) on the
Mellita sp telah dilakukan pada triwulan keempat 2016. Uji biota Mellita sp was conducted in the forth quarter
ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak tailing terhadap 2016. The testing purposes to evaluate the impact of
kelolosan hidup biota yang hidup pada sedimen dimuara. tailings on the survival biota that living in the estuary
Hasil pengujian menunjukkan bahwa rata-rata kelolosan sediment. The test results showed that the average
hidup Ampipoda (Melita sp) pada sedimen uji dari Muara survival of Ampipoda (Melita sp) from Muara Ajkwa
Ajkwa sebesar 63,3 %, sedimen kontrol dari muara was 63.3%, while for sediment control of Kamora
Kamora sebesar 80% sedangkan dari lokasi referensi estuary was 80% and from the reference location
sebesar 86,1%. Tingkat laju lolos hidup Mellita sp untuk was 86.1%. The survival rate of Mellita sp sediment
sedimen dari Muara Ajkwa menunjukan nilai yang lebih from Ajkwa estuary showed lower than the sediment
rendah dibandingkan dengan sedimen dari lokasi kontrol from control location and reference (Kamora Estuary
dan referensi (Muara Kamora dan Pulau Kamora). and Kamora Island).

Prosedur EMPA (EPA, 1994) telah membagi tiga kategori Procedure of EMPA (EPA, 1994) has set three
sedimen dari tingkat kelolosan hidup suatu organisme. sediment categories of survival rate organism.
Kondisi sedimen dikategorikan ‘Baik’ atau ‘Toksisitas Sediment conditions are categorized as ‘Good’ or
Rendah’ apabila laju kelolosan hidup organisme ≥ 80%. ‘Low Toxicity’ if the survival rate organisms is ≥ 80%.
Kondisi sedimen dengan kategori ‘Sedang’ apabila laju Sediment conditions categorized as ‘Fair’ if the
kelolosan hidup organisme 60% - 80%. Kondisi sedimen survival rate organisms is 60% - 80% while sediment
dengan kategori “Tidak Baik” apabila laju kelolosan hidup conditions categorized as "Not Good" if survival rate
organisme ≤ 60%. Sesuai kriteria tersebut diatas, maka organisms is ≤ 60%. In accordance to the criteria
hasil uji sedimen bioasay terhadap biota Mellita sp. tahun mentioned above, the test results of bioassay
2016 termasuk dalam kategori ‘Sedang’. sediment on the biota Mellita sp. for 2016 concluded
as fair category.

vii
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

DAFTAR ISI

1. PENDAHULUAN 1

2. PERSYARATAN 2

3. PENERAPAN DAN EVALUASI PERSYARATAN DIKTUM KEEMPAT 8


3.1 Produksi Tailing 8
3.2 Penempatan Tailing 8
3.3 Pengalihan Sungai Ajkwa 8
3.4 Titik Penaatan Kualitas Tailing 9
3.5 Titik Penaatan di Perairan Laut 12

4. PENERAPAN DAN EVALUASI PERSYARATAN DIKTUM KELIMA 14


4.1 Pemantauan Kontinyu Produksi Tailing 14
4.2 Pemasangan dan Pengoperasian Alat Pemantauan Kontinyu 16
4.2.1 Titik Pantau #57 16
4.2.2 Titik Pantau Otomona Barat (S125) 18
4.2.3 Titik Pantau Jembatan Otomona (S130) 18
4.2.4 Titik Pantau Pandan Lima 19
4.2.5 Titik Pantau Kelapa Lima 20
4.3 Prosedur dan Metodologi Pemantauan 21
4.4 Pemantauan TSS secara manual 22
4.5 Pemantauan Kualitas Air Tanah 24
4.6 Pemantauan Perubahan Bentang Alam di ModADA 26
4.7 Pemantauan Lingkungan Terhadap Dampak Penting Pengelolaan Bijih dan
Pembuangan Tailing 30
4.7.1 Flora dan Fauna Hutan Bakau (Mangrove) 30
4.7.2 Fauna Akuatik Muara (Ikan dan Avertebrata) 32
4.7.3 Fauna Akuatik Laut Dangkal (Ikan dan Avertebarata) 34
4.7.4 Fauna Plankton (Phytoplankton dan Zooplankton Muara dan Laut) 37
4.7.5 Bentos Muara dan Laut 40
4.7.6 Kandungan Logam pada Fauna Air (Ikan) 40
4.7.7 Toksikologi 41
4.7.8 Perikanan Masyarakat 42
4.8 Kandungan Logam Pada Sedimen 42
4.9 Pemantauan Indeks Resiko Terhadap Biota Akuatik 45

i
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Produksi Tailing Kering (ton/hari) yang Dihasilkan Selama Periode 2010 -
2016 ................................................................................................................. 8
Gambar 2. TSS Sungai Ajkwa yang Dialihkan Periode 2005 – 2016 ................................... 9
Gambar 3. Arsenik Terlarut di Titik Penaatan Kualitas Tailing Periode 2011 – 2016 ......... 11
Gambar 4. Tembaga Terlarut di Titik Penaatan Kualitas Tailing Periode 2011 – 2016 ...... 11
Gambar 6. Seng Terlarut di Titik Penaatan Kualitas Tailing Periode 2011 – 2016 ............. 12
Gambar 6. Nilai pH di Titik Penaatan Laut MCP-1, MCP-2 dan MCP-3 Tahun 2011
Sampai 2016 .................................................................................................. 13
Gambar 7. Kekeruhan di Titik Penaatan Laut MCP-1, MCP-2 dan MCP-3 Tahun 2011
Sampai 2016 .................................................................................................. 14
Gambar 8. Tembaga Terlarut di Titik Penaatan Laut MCP-1, MCP-2 dan MCP-3 Tahun
2011 Sampai 2016.......................................................................................... 14
Gambar 9. Diagram Alir Buangan Tailing dari Pabrik Pengolahan Bijih MP74................... 15
Gambar 10. Pemasangan Alat Ukur pH Meter Kontinyu di Drop Box 13 (Tailings Outfall) .. 15
Gambar 11. pH Kontinyu yang Terbaca Selama Periode 2010 - 2016 ................................ 16
Gambar 12. Lokasi Pemantauan di Sungai Wanagon (#57) dan Pengambilan Contoh
Kualitas Air ..................................................................................................... 16
Gambar 13. Hasil Pengukuran Debit Air di Titik Pemantauan #57 Secara Manual Periode
Tahun 2011 - 2016 ......................................................................................... 17
Gambar 14. Hasil Pengukuran pH di Titik Pemantauan #57 Secara Manual Periode
Tahun 2011 - 2016 ......................................................................................... 17
Gambar 15. Hasil Pengukuran Manual Debit Air di Titik Jembatan Otomona (S130)
Periode Tahun 2011 – 2016............................................................................ 18
Gambar 16. Hasil Pengukuran Manual pH di Titik Jembatan Otomona (S130) Periode
Tahun 2011 - 2016 ......................................................................................... 19
Gambar 17. Pengambilan Contoh Air dan Pengukuran Debit di Titik Pantau Jembatan
Otomona (S130) ............................................................................................. 19
Gambar 18. Hasil Pengukuran Manual Debit Air di Pandan Lima hingga Tahun 2016 ........ 20
Gambar 19. Hasil Pengukuran Manual pH di Titik Pantau Pandan Lima hingga Tahun
2016 ............................................................................................................... 20
Gambar 20. Hasil Pengukuran Manual Debit Air di Kelapa Lima hingga Tahun 2016 ......... 21
Gambar 21. Hasil Pengukuran Manual pH di Titik Pantau Kelapa Lima hingga Tahun
2016 ............................................................................................................... 21
Gambar 22. TSS Harian di Lokasi Titik Pantau #57 Periode Tahun 2011 - 2016 ............... 22
Gambar 23. TSS Harian di Lokasi Titik Pantau Jembatan Otomona (S130) Periode
Tahun 2011 - 2016 ......................................................................................... 22
Gambar 24. TSS Harian (50% aktual) di Pandan Lima hingga Tahun 2016 ........................ 23
Gambar 25. TSS Harian (50% aktual) di Kelapa Lima hingga Tahun 2016 ......................... 24
Gambar 26. Nilai pH Terukur di Sumur Pantau AP-1, TI-2 dan KK-3 hingga Tahun 2016 .. 24
Gambar 27. Nilai Sulfat Terukur di Sumur Pantau AP-1, TI-2 dan KK-3 hingga Tahun
2016 ............................................................................................................... 25

ii
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Gambar 28. Nilai TDS Terukur di Sumur Pantau AP-1, TI-2 dan KK-3 hingga Tahun
2016 ............................................................................................................... 25
Gambar 29. Hasil Pemantauan Dinamika Endapan dan Perubahannya pada Penampang
Melintang MA110 ........................................................................................... 27
Gambar 30. Hasil Pemantauan Perubahan Penampang Melintang Tanggul Menggunakan
Data Lidar 2015 dan 2016 .............................................................................. 27
Gambar 31. Kegiatan Pemantauan Bentang Alam Secara Manual, Pengambilan Contoh
di ModADA dan Profil Melintang Seri 41. ........................................................ 28
Gambar 32. Hasil Program MA Seri ke 40 (April – Juli 2016) .............................................. 29
Gambar 33. Komposisi Famili Berdasarkan Jumlah Individu (Kiri) dan Biomasa (Kanan)
Fauna Makro-Avertebrata (Kelompok Crustacea) Tahun 2016 ....................... 31
Gambar 34. Komposisi Famili Avertebrata Muara Berdasarkan Jumlah Individu (kiri) dan
Biomasa (kanan) dengan Metode Jaring Pukat pada Tahun 2016 .................. 33
Gambar 35. Komposisi Famili Ikan Muara Berdasarkan Jumlah Individu (Kiri) dan
Biomasa (Kanan) dengan Metode Jaring Insang Tahun 2016......................... 34
Gambar 36. Komposisi Famili Ikan Laut Dangkal Berdasarkan Jumlah Individu (Kiri) dan
Biomasa (Kanan) dengan Metode Jaring Pukat Tahun 2016 .......................... 35
Gambar 37. Komposisi Famili Fauna Avertebrata Laut Dangkal Berdasarkan Jumlah
Individu (Kiri) dan Biomasa (Kanan) dengan Metode Jaring Pukat pada
Tahun 2016 .................................................................................................... 36
Gambar 38. Komposisi Famili Berdasarkan Densitas/Kepadatan Biota Phytoplankton
(Kanan) dan Zooplankton (Kiri) Tahun 2016 ................................................... 38
Gambar 39. Komposisi Famili Berdasarkan Densitas/Kepadatan Biota Phytoplankton
(Kanan) dan Zooplankton (Kiri) Laut Dangkal Tahun 2016 ............................. 40
Gambar 40. Proses Uji Sedimen Bioassay Menggunakan Ampipoda Melita sp. ................. 46
Gambar 41. Sebaran Data Laju Kelolosan Hidup (Survival Rate) dari Organisme Uji
Melita sp ......................................................................................................... 47
Gambar 42. Hasil Pengukuran Ukuran Partikel (kiri) dan Kandungan Bahan Organik
(kanan) dalam Sedimen Uji. ............................................................................ 47

iii
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Persyaratan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 431 Tahun
2008 dan Status Penaatannya .............................................................................. 2
Tabel 2. Hasil Pemantauan Kualitas Air di Titik Penaatan Kelapa Lima dan Pandan Lima
Tahun 2016 ......................................................................................................... 12
Tabel 3. Hasil Pemantauan Kualitas Air di Titik Penaatan Perairan Laut Tahun 2016 ....... 13
Tabel 4. Hasil Pemantauan TSS Harian Manual di #57, Otomona Barat (S125) dan
Jembatan Otomona (S130) Tahun 2016 ............................................................. 23
Tabel 5. Hasil Pemantauan Air Sumur di Daerah Timika Tahun 2016 ............................... 25
Tabel 6. Pengumpulan Data MA Series Tahun 2016......................................................... 28
Tabel 7. Ringkasan Hasil Pemantauan Makro Avertebrata (Crustacea) Bakau Tahun
2016 .................................................................................................................... 30
Tabel 8. Ringkasan Hasil Pemantauan Avertebrata Muara dengan Jaring Pukat Tahun
2016 .................................................................................................................... 32
Tabel 9. Ringkasan Hasil Pemantauan Ikan Muara dengan Metode Jaring Insang
Tahun 2016 ......................................................................................................... 33
Tabel 10. Ringkasan Hasil Pemantauan Ikan Laut Dangkal Tahun 2016. ........................... 35
Tabel 11. Ringkasan Hasil Pemantauan Fauna Avertebrata Laut Dangkal dengan
Metode Jaring Pukat Tahun 2016. .................................................................... 36
Tabel 12. Ringkasan Hasil Pemantauan Phytoplankton Muara Tahun 2016 ....................... 37
Tabel 13. Ringkasan Hasil Pemantauan Zooplankton Muara Tahun 2016 .......................... 38
Tabel 14. Ringkasan Hasil Pemantauan Phytoplankton Laut Dangkal Tahun 2016 ............ 39
Tabel 15. Ringkasan Hasil Pemantauan Zooplankton Laut Dangkal Tahun 2016 ............... 39
Tabel 16. Ringkasan Uji Toksisitas Pada Ikan Blue Eyes pada November Tahun 2016 ...... 41
Tabel 17. Ringkasan Uji Toksisitas Pada Ikan Hardyhead pada Desember Tahun 2016 ... 41
Tabel 18. Hasil Analisis Konsentrasi Logam pada Sedimen di Beberapa Sungai Tahun
2016 .................................................................................................................... 43
Tabel 19. Hasil Analisis Konsentrasi Logam pada Sedimen di Beberapa Muara Tahun
2016 .................................................................................................................... 43
Tabel 20. Hasil Analisis Konsentrasi Logam pada Sedimen di Beberapa Lokasi Hutan
Mangrove Tahun 2016 ........................................................................................ 43
Tabel 21. Hasil Analisis Konsentrasi Logam pada Sedimen di Beberapa Kedalaman
Laut pada 2016 ................................................................................................... 44
Tabel 22. Ringkasan Pengujian Sedimen Bioassay Terhadap Biota Mellita Sp. Tahun
2016 .................................................................................................................... 46

iv
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

1. PENDAHULUAN

PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah perusahaan PMA yang bergerak di bidang


pertambangan tembaga dan emas dan telah beroperasi sejak tahun 1972 di Kabupaten
Mimika, Provinsi Papua. Kegiatan yang berlangsung saat ini didasarkan kepada Kontrak
Karya Kedua Tahun 1991 antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PTFI. Bijih yang
ditambang terletak pada ketinggian lebih dari 4.000m di atas permukaan laut di daerah
Ertsberg dan Grasberg di dalam wilayah Kontrak Karya seluas 100 km2. Pada saat ini PTFI
mengoperasikan tambang terbuka Grasberg dan tambang bawah tanah DOZ (Deep Ore
Zone) dengan target produksi harian sekitar 240.000 ton per hari.
Bijih yang dihasilkan dari proses penambangan diolah di Pabrik Pengolahan Bijih menjadi
bubur konsentrat yang selanjutnya dikirim melalui jalur pipa ke Pabrik Pengeringan Konsentrat
menjadi konsentrat kering sebagai produk akhir. Hanya sekitar tiga persen dari total bijih yang
diolah di Pabrik berubah menjadi konsentrat. Pasir yang tersisa dari proses pengolahan bijih
dinamakan tailing. Dengan demikian jumlah tailing yang dihasilkan adalah sekitar 230.000 ton
per hari.
Dalam rangka memitigasi dampak tailing, PTFI telah melakukan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan sesuai dengan dokumen AMDAL 300K yang telah disetujui oleh
pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-
55/MENLH/12/1997 tertanggal 22 Desember 1997. Dalam dokumen ini tailing dari Pabrik
Pengolahan Bijih di dataran tinggi diangkut melalui sistem sungai Aghawagon-Otomona
menuju suatu daerah yang khusus dialokasikan untuk menampung tailing. Agar tidak terjadi
perluasan dampak secara lateral, dibangun dua buah tanggul yang membujur pada arah
Utara-Selatan yang dikenal sebagai tanggul Barat (± 50 km) dan tanggul Timur (± 54 km).
Jarak kedua tanggul antara 4 - 7 km dan luas total lahan di antara kedua tanggul adalah 230
km2 dan daerah ini dinamakan Daerah Pengendapan Ajkwa yang Dimodifikasi dan kemudian
lebih dikenal dengan nama ModADA.
Pada tanggal 14 Juli 2008, PTFI telah menerima Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 431 Tahun 2008 tentang Persyaratan Pengelolaan Tailing PT Freeport
Indonesia Di Daerah Pengendapan Ajkwa yang Dimodifikasi atau Modified Ajkwa
Deposition Area (ModADA). Dalam keputusan ini PTFI diwajibkan menerapkan persyaratan
yang tercantum serta melaporkannya kepada Pemerintah secara periodik.
Untuk memenuhi persyaratan tersebut diatas, PTFI telah membuat dokumen Evaluasi
Tahunan Pelaksanan Persyaratan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 431
Tahun 2008 yang memuat antara lain Ringkasan, Persyaratan, Penerapan dan Evaluasi
yang lebih rinci dijelaskan dalam bagian-bagian berikut.

1
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

2. PERSYARATAN

Tabel 1. Persyaratan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 431 Tahun 2008
dan Status Penaatannya

Butir Persyaratan Status Penaatan


Diktum KEEMPAT
1 Jumlah tailing yang dihasilkan dari proses Dilakukan sesuai persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam diktum KETIGA
maksimum sebesar 291.000 ton (metrik ton) kering
per hari
2 Menempatkan tailing pada ModADA seluas 230 Dilakukan sesuai persyaratan
km2. Sebagaimana tercantum dalam dokumen
AMDAL Regional PT. Freeport Indonesia sesuai
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor: KEP/55/MENLH/12/1997.
3 Sungai Ajkwa yang sudah dipulihkan yang terletak Dilakukan sesuai persyaratan
di dalam ModADA tidak boleh digunakan kembali
untuk lokasi penempatan tailing.
4 Titik penaatan kualitas tailing yang keluar dari Dilakukan sesuai persyaratan.
ModADA adalah sebagai berikut: PTFI melalui surat No.
Titik Pantau Pandan Lima dengan Lintang (040 48’ 115/OPD/KLH/II/2013 tertanggal 11
43.76’’) dan Bujur (1360 57’ 08.15’’) Februari 2013 yang dikirimkan kepada
Titik Pantau Kelapa Lima dengan Lintang (040 Menteri Negara Lingkungan Hidup
47’58.72’’) dan Bujur ( 1360 59’ 47.11’’) menyampaikan penghentian pengambilan
5 Pada titik penaatan sebagaimana dimaksud dalam sampel harian pada titik pemantauan
angka 4. wajib memenuhi persyaratan sebagai Kelapa Lima dan Pandan Lima,
berikut: Total Suspended Solid (9000) dihitung berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
berdasarkan penjumlahan data TSS rata-rata sebagai berikut :
harian dibagi jumlah hari dalam satu bulan. Angka
- Kajian Program Peningkatan Retensi
dihitung 50% dari hasil pengukuran aktual; pH (6-
Tailing PTFI yang dilakukan Ecostar-ITB
9); Logam terlarut: As (0.20mg/L); Cu (1.0 mg/L);
menyimpulkan bahwa stasiun Pandan
Pb (0.10mg/L); Ni (0.50 mg/L); Ag (0.01 mg/L); Zn
Lima dan Kelapa Lima berada di dalam
(2.0 mg/L); Hg (0.003 mg/L); Se (0.05mg/L); Cd
daerah aktif pengendapan (Zona 3)
(0.09 mg/L)
sehingga tidak tepat untuk dijadikan
sebagai titik penaatan. Penjelasan ini
disampaikan oleh pakar ITB dalam
pertemuan dengan Kementerian
Lingkungan Hidup pada tanggal 10
Agustus 2010 dan pertemuan tanggal 5
November 2012.
- Seiring dengan pergerakan aliran sheet
flow ke Selatan, dalam waktu dekat
stasiun Pandan Lima dan Kelapa Lima
tidak akan menjadi aliran yang definitive
lagi. Akses ke lokasi ini sekarang sulit
dicapai dan dari segi keamanan kerja
tidak aman.

2
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Butir Persyaratan Status Penaatan


- Dokumen AMDAL 300K PTFI, sudah
memprediksi bahwa berdasarkan
pemodelan sedimen di Daerah
Pengendapan Ajkwa, sekitar 50% tailing
akan melimpas ke daerah estuari
(dokumen ANDAL, Bab. 5.2.2.16.1,
halaman 5-69). Sampai saat ini tingkat
retensi tailing di dalam ModADA sekitar
77,6%. Di samping itu, seperti
diperkirakan sebelumnya, TSS akan
meningkat seiring dengan semakin
halusnya tingkat penggerusan bijih
untuk optimalisasi dan perolehan
mineral di pabrik pengolahan.
Hal ini telah disampaikan kembali melalui
surat PTFI No. 1847/Env/Gov/VI/2013
tertanggal 25 Juni 2013, dan juga telah
dinyatakan dalam Berita Acara
Pemantauan hasil kunjungan kerja petugas
BAPESDALH Papua pada tanggal 14-17
Agustus 2013 terkait Pelaksanaan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No. 431/ 2008; Berita Acara
Pengawasan Terpadu terhadap kegiatan
pertambangan PTFI yang dilakukan oleh
petugas Direktorat Teknik dan Lingkungan
Mineral dan Batubara pada tanggal 19- 24
Maret 2013 dan Berita Acara Pengawasan
dan Pemantauan yang dilakukan oleh
petugas dari KLH pada tanggal 29
November 2013.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun, khususnya
pada Pasal 254 ayat 2, PTFI diwajibkan
untuk menyesuaikan persyaratan
pengelolaan tailing yang diatur dalam
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 431 Tahun 2008 tentang
Persyaratan Pengelolaan Tailing PT
Freeport Indonesia di Daerah
Pengendapan Ajkwa atau Modified Ajkwa
Deposistion Area (ModADA).
Sebagai tindak-lanjut atas terbitnya PP
tersebut, PTFI telah mengajukan
permohonan izin penimbunan limbah tailing
kepada KLHK pada bulan April 2015 guna
merevisi KepMenLH No. 431/2008.

3
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Butir Persyaratan Status Penaatan


PTFI juga telah mengirimkan surat Nomor
2241/ENV/GOV/VI/2015 tertanggal 18 Juni
2015 tentang Pengelolaan Tailing PT
Freeport Indonesia dan bertemu dengan
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah B3,
B3 dan Sampah, Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan pada tanggal 9 Juli
2015. Saat ini PTFI dan KLHK masih terus
melakukan diskusi teknis mendalam untuk
penyempurnaan revisi KepMenLH No.
431/2008 tersebut.
Pada tanggal 29 September 2015, untuk
memenuhi permintaan tim PROPER
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, PTFI menyerahkan hasil
pemantauan Kelapa Lima dan Pandan
Lima untuk periode pemantauan Juli 2014
hingga Juni 2015 meskipun PTFI meyakini
bahwa hasil pemantauan di keempat lokasi
titik penaatan tailing tersebut tidak
representatif.
Pada bulan Desember 2015, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui
surat No. S-4110/PSLHB3-PKPLB3/2015
mengarahkan PTFI untuk mengajukan
lokasi dan titik koordinat pemantauan baru
untuk lokasi Kelapa Lima dan Pandan
Lima. Sebagai tindak lanjut, PTFI akan
melakukan pemantauan di titik terdekat dari
lokasi Kelapa Lima dan Pandan Lima yang
tercantum dalam KepMenLH No.431/2008.
Pada bulan Oktober 2016, hasil audit
PROPER tahun 2016 meminta PTFI
semaksimal mungkin untuk mengaktifkan
kembali lokasi pengambilan sampel
Pandan Lima dan Kelapa Lima untuk
mengelola dan mengumpulkan sampel
setiap hari dari kedua lokasi sesuai
persyaratan KepMenLH No. 431/2008.
Pekerjaan tersebut sedang dalam proses
pengerjaan dan direncanakan akan selesai
pada triwulan pertama 2017. Selama
pekerjaan berlangsung serta sebelum
kedua lokasi tersebut siap untuk dilakukan
pengambilan sampel, maka PTFI akan
melakukan pengambilan sampel di lokasi
terdekat dari Pandan Lima dan Kelapa
Lima sebagaimana yang telah disampaikan

4
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Butir Persyaratan Status Penaatan


ke KLHK melalui surat PTFI No.
2304/Env/Gov/I/2016 tertanggal 25 Januari
2016.

6 Titik penaatan di perairan laut adalah sebagai Dilakukan sesuai persyaratan


berikut:
Koordinat terluar pada (1) Lintang 050 02’ 38.2’’
dan Bujur 1360 51’ 06.9’’; (2) Lintang 040 58’ 34.5’’
dan Bujur 1360 43’ 23.0’’; (3) Lintang 050 04’32.0
dan Bujur 1360 59’16.4’’
7 Pada titik penaatan sebagaimana dimaksud dalam Dilakukan sesuai persyaratan
angka 6. wajib memenuhi persyaratan Baku Mutu
Air Laut sebagaimana Lampiran III Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51
Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut.
8 Titik-titik penaatan sebagaimana dimaksud dalam Dilakukan sesuai persyaratan
angka 6 dapat diubah dan/atau ditambah oleh
Menteri.
Diktum KELIMA
1 Memasang dan mengoperasikan alat pemantauan Dilakukan sesuai persyaratan izin.
kontinyu tailing di titik outfall tailing di Mill paling Produksi harian tailing dilakukan dengan
lambat 3 (tiga) bulan setelah diterbitkannya perhitungan neraca massa. Metode
keputusan ini. Alat tersebut untuk mengukur perhitungan telah disetujui KLH.
parameter debit tailing harian. pH harian dan
jumlah tailing harian yang dibuang dari proses
pengolahan bijih. Hasil pengukuran dihitung dalam
rata-rata harian.
2 Memasang dan mengoperasikan alat pemantauan Dilakukan sesuai persyaratan izin.
kontinyu untuk mengukur debit harian, padatan - Pemasangan sudah dilakukan di sekitar
terlarut dan pH harian dari sedimen di titik Titik pantau #57 sebanyak 3 kali,
pemantauan sebagai berikut: namun alat selalu mengalami
(1) Titik Pantau#57 Dengan Lintang 040 09’ 20.98’’ kerusakan. Sebagai gantinya dilakukan
dan Bujur 1370 03’ 07.8’’ (2) Titik Pantau sebelum pengukuran secara manual yang
pertemuan Sungai Otomona Barat dan Otomona dilakukan secara rutin.
Timur dengan Lintang 040 19’ 18.4’’ dan Bujur 1360 - Pemasangan di Jembatan Otomona
57’ 53.5’’ (3) Titik Pantau di Jembatan Otomona telah dilakukan hingga akhir 2012.
0 0
dengan Lintang 04 23’ 03.02’’ dan Bujur 136 56’ - Tingkat sedimen yang tinggi
03.19’’ (4) Titik Pantau Pandan Lima dengan menyebabkan alat ukur sering tertimbun
Lintang 040 48’ 43.76’’ dan Bujur 1360 57’ 08.15’’ atau terkubur, maka sejak 2014 data
(5) Titik Pantau Kelapa Lima dengan Lintang 040 yang dilaporkan adalah hasil
47’ 58.72’’ dan Bujur 1360 59’ 47.11’’. pengukuran manual.
Pemasangan alat untuk nomor 1 dan 2 dilakukan
paling lambat 3 (tiga) bulan dan untuk nomor 3
sampai dengan 5 dilakukan paling lambat 1 (satu)
bulan setelah diterbitkannya keputusan ini. Hasil
pengukuran dihitung dalam rata-rata harian.
3 Menyampaikan prosedur, metodologi pemantauan Dilakukan sesuai persyaratan.
dan kalibrasi alat ukur sebagaimana dimaksud
angka 1 dan 2 di atas untuk mendapat persetujuan

5
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Butir Persyaratan Status Penaatan


dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup paling Telah disampaikan ke KLH melalui surat
lambat 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya PTFI No. 1218/Env/Gov/X/2008 tertanggal
keputusan ini. 12 Oktober 2008.
4 Melakukan pemantauan parameter TSS secara Dilakukan sesuai persyaratan
manual dengan frekuensi paling sedikit satu kali
setiap hari pada titik-titik pantau sebagaimana
dimaksud pada angka 2.
5 Memantau kualitas air tanah untuk mengetahui Dilakukan sesuai persyaratan izin.
dampak kegiatan PT Freeport Indonesia terhadap Pemantauan dilakukan di 3 sumur pantau
kualitas air tanah kota Timika. Pemantauan di daerah Timika.
dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
tercantum dalam dokumen Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup (RPL) AMDAL Regional PT.
Freeport Indonesia sesuai keputusan Menteri
Negara Lingkungan hidup Nomor :
KEP/55/MENLH/12/1997 dan rekomendasi Audit
Eksternal PT. Freeport Indonesia yang dilakukan
oleh Montgomery Watson Harza tahun 2005.
6 Melakukan pemantauan perubahan bentang alam Dilakukan sesuai persyaratan
di ModADA dengan tujuan untuk mengetahui
efektivitas pengendapan tailing di ModADA setiap
tahun sampai akhir tambang.
7 Melakukan pemantauan lingkungan terhadap Dilakukan sesuai persyaratan
dampak penting pengolahan bijih dan pembuangan
tailing sesuai dengan dokumen RPL AMDAL
Regional PT. Freeport Indonesia sesuai keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor:
KEP/55/MENLH/12/1997.
8 Melakukan pemantauan kandungan logam berat Dilakukan sesuai persyaratan
Arsenik, Tembaga, Timbal, Nikel, Perak, Seng,
Merkuri dan Kadmium dalam sedimen, di estuari
dan laut sesuai dokumen RPL AMDAL Regional
PT. Freeport Indonesia sesuai Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor :
KEP/55/MENLH/12/1997.
9 Melakukan pemantauan Indeks Risiko terhadap Dilakukan sesuai persyaratan.
biota akuatik yang hidup di sedimen akibat Kerangka Acuan Rencana Pemantauan
pengaruh derajat ketersediaan hayati Indeks Risiko telah diserahkan ke KLH
(bioavailability) logam-logam berat dengan melalui surat PTFI No. 1239/Env/Gov/2009
menggunakan pendekatan perbandingan tertanggal 15 Januari 2009.
Simultaneously Extracted Metals (SEM) dengan
Acid – Volatile Sulphide ( SEM – AVS)/ foc atau
dengan pendekatan yang sejenis. Rencana
pemantauan Indeks Risiko diajukan paling lambat 6
(enam) bulan sejak ditetapkannya keputusan ini
untuk mendapatkan persetujuan Kementerian
Negara Lingkungan Hidup.

6
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Butir Persyaratan Status Penaatan


10 Melaporkan hasil pemantauan sebagaimana Dilakukan sesuai persyaratan
dimaksud dalam angka 1.2.4.5.7.8 dan 9 sekurang-
kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada:
(1) Menteri Negara Lingkungan Hidup;
(2) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
(3) Gubernur Papua;
(4) Bupati Mimika.
Diktum KEENAM
1 Melakukan kajian komprehensif hidrolika sungai Dilakukan sesuai persyaratan.
untuk menyusun rencana pengelolaan dan
pemantauan dalam rangka mengurangi jumlah
sedimen alami yang masuk ke dalam ModADA.
2 Melakukan kajian untuk meningkatkan efisiensi Dilakukan sesuai persyaratan
pengendapan tailing di ModADA
3 Menyampaikan kerangka acuan kajian Dilakukan sesuai persyaratan.
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2 Kerangka Acuan Butir 1 dan 2 telah
kepada Kementerian Negara Lingkungan Hidup diserahkan ke KLH melalui surat PTFI No.
paling lambat 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya 116/GR.Env/11/2008 tertanggal 21
keputusan ini untuk mendapatkan persetujuan November 2008.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
4 Menyelesaikan kajian sebagaimana dimaksud Dilakukan sesuai persyaratan.
pada angka 1 dan angka 2 paling lambat 6 (enam) Kedua kajian telah dilakukan dan telah
bulan sejak disetujuinya kerangka acuan dan diserahkan ke KLH melalui surat PTFI No.
melaporkan hasil kajian kepada Kementerian 1407/Env/Gov/VII/2010.
Negara Lingkungan Hidup untuk mendapatkan
persetujuan Kementerian Negara Lingkungan
Hidup.
5 Menyusun rencana pemanfaatan tailing untuk Dilakukan sesuai persyaratan.
pembangunan infrastruktur Papua dan kawasan Rencana Pemanfaatan Tailing PTFI telah
Timur Indonesia dalam bentuk Rencana disampaikan ke KLH melalui surat PTFI No.
Pemanfaatan Tailing Lima Tahunan. Rencana 1239/Env/Gov/I/2009 tertanggal 15 Januari
tersebut disampaikan kepada Kementerian Negara 2009.
Lingkungan Hidup paling lambat 6 (enam) bulan
sejak ditetapkannya keputusan ini.
Diktum KETUJUH
1 Penanggung Jawab kegiatan wajib melakukan Dilakukan sesuai persyaratan
evaluasi pelaksanaan terhadap semua persyaratan
dan kewajiban yang tercantum dalam keputusan ini
sekurang-kurangnya satu tahun sekali. Hasil
evaluasi wajib disampaikan dan dipresentasikan
kepada Kementerian Negara Lingkungan Hidup
setiap tahun

7
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

3. PENERAPAN DAN EVALUASI PERSYARATAN DIKTUM KEEMPAT

3.1 Produksi Tailing


Dalam persyaratan Diktum Keempat Butir 1 mewajibkan jumlah tailing kering yang
dihasilkan dari proses pengolahan bijih maksimum 291.000 ton per hari. Penerapan
persyaratan ini selama periode tahun 2016 disajikan pada Gambar 1. Gambar menunjukkan
bahwa jumlah tailing kering yang dihasilkan selama periode tahun 2016 berkisar antara
57.389 – 220.034 ton/hari, dengan rerata produksi tailing adalah 160.503 ton/hari.

400,000
Produksi Tailing Harian
Produksi Tailing (Ton/Hari)

350,000 Kep431
Rerata Produksi Tahunan
300,000

250,000

200,000

150,000

100,000

50,000

0
Oct

Oct

Oct

Oct

Oct

Oct

Oct
Jan

Jul

Jan

Jul

Jan

Jul

Jan

Jul

Jan

Jul

Jan

Jul

Jan

Jul
Apr

Apr

Apr

Apr

Apr

Apr

Apr
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 1. Produksi Tailing Kering (ton/hari) yang Dihasilkan Selama Periode 2010 - 2016

Mengacu kepada persyaratan jumlah tailing kering maksimum yang dihasilkan yaitu 291.000
ton/hari, data jumlah tailing kering maksimum yang dihasilkan Pabrik Pengolahan Bijih selama
periode tahun 2016 menunjukkan bahwa jumlah tailing yang dihasilkan berada di bawah batas
maksimum yang dipersyaratkan. Dalam hal ini PTFI sudah mentaati persyaratan Diktum
Keempat Butir 1.

3.2 Penempatan Tailing


Diktum Keempat Butir 2 mewajibkan PTFI untuk menempatkan tailing pada ModADA seluas
230 km2 sebagaimana tercantum dalam dokumen AMDAL Regional PTFI sesuai Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-55/MENLH/12/1997. Berkaitan dengan
penerapan persyaratan ini, PTFI setiap tahunnya membuat dokumen Rencana Tahunan
Penerapan RKL-RPL mengacu kepada dokumen AMDAL 300K yang memuat antara lain
bahwa tailing ditempatkan di ModADA seluas 230 km2, dibuktikan melalui citra satelit dan
observasi visual secara rutin. Penerapan rencana tahunan ini dilaporkan ke pemerintah setiap
tiga bulan dalam bentuk Laporan RKL-RPL.

3.3 Pengalihan Sungai Ajkwa


Didalam persyaratan Diktum Keempat Butir 3 dinyatakan bahwa sungai Ajkwa yang sudah
dipulihkan yang terletak di dalam ModADA tidak boleh digunakan kembali untuk pengendapan
tailing. PTFI menerapkan dan mentaati persyaratan ini dengan tidak ditempatkannya tailing

8
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

ke sungai Ajkwa yang sudah dialihkan. Hal ini dibuktikan dengan nilai TSS air sungai Ajkwa
di IDL5 (outlet Sungai Ajkwa) setelah tailing dialihkan sejak Juni 2005 berkisar antara 3 –
1.670 mg/L dengan rerata 121 mg/L. Nilai TSS ini mempunyai kisaran yang serupa dengan
sungai-sungai lainnya di Kabupaten Mimika. Data TSS bisa dilihat pada Gambar 2.

2,000

1,600
TSS (mg/L)

1,200

800

400

0
Sep-06
Feb-07
Jul-07

Aug-09

Sep-11
Feb-12
Jul-12

Aug-14

Sep-16
Jun-05
Nov-05
Apr-06

Dec-07
May-08
Oct-08
Mar-09

Jan-10
Jun-10
Nov-10
Apr-11

Dec-12
May-13
Oct-13
Mar-14

Jan-15
Jun-15
Nov-15
Apr-16
Gambar 2. TSS Sungai Ajkwa yang Dialihkan Periode 2005 – 2016

3.4 Titik Penaatan Kualitas Tailing


Di dalam persyaratan Diktum Keempat Butir 4 dan 5, telah ditetapkan dua titik penaatan
kualitas tailing yang keluar dari ModADA yaitu di titik pantau Pandan Lima dan Kelapa Lima.
Selain itu telah ditetapkan pula pada kedua titik ini parameter uji beserta nilai maksimum yang
harus dipenuhi. Pemantauan untuk parameter logam di titik penaatan tailing di Pandan Lima
dan Kelapa Lima dilakukan sekali sebulan. Total Padatan Tersuspensi (TSS) dihitung
berdasarkan penjumlahan data TSS rata-rata harian dibagi jumlah hari dalam satu bulan dan
angka dihitung 50% dari hasil pengukuran aktual. Perhitungan rata-rata TSS harian
menggunakan data rutin harian.
PTFI melalui surat No.115/OPD/KLH/II/2013 tertanggal 11 Februari 2013 yang dikirimkan
kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup menyampaikan penghentian pengambilan sampel
harian pada titik pantau Pandan Lima dan Kelapa Lima, berdasarkan beberapa pertimbangan
sebagai berikut :
 Kajian Program Peningkatan Retensi Tailing PTFI yang dilakukan Ecostar-ITB
menyimpulkan bahwa stasiun Pandan Lima dan Kelapa Lima berada di dalam daerah
aktif pengendapan (Zona 3) sehingga tidak tepat untuk dijadikan sebagai titik
penaatan. Penjelasan ini disampaikan oleh pakar ITB dalam pertemuan dengan
Kementerian Lingkungan Hidup pada tanggal 10 Agustus 2010 dan pertemuan tanggal
5 November 2012.
 Seiring dengan pergerakan aliran ke Selatan, dalam waktu dekat stasiun Pandan Lima
dan Kelapa Lima tidak akan menjadi aliran yang definitif lagi. Akses ke lokasi ini
sekarang sulit dicapai dan dari segi keamanan kerja tidak aman.

9
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

 Dokumen AMDAL 300K PTFI, sudah memprediksi bahwa berdasarkan pemodelan


sedimen di Daerah Pengendapan Ajkwa, sekitar 50% tailing akan melimpas ke daerah
muara (dokumen ANDAL, Bab. 5.2.2.16.1, halaman 5-69). Sampai saat ini tingkat
retensi tailing di dalam ModADA sekitar 77,6%. Di samping itu, seperti diperkirakan
sebelumnya, TSS akan meningkat seiring dengan semakin halusnya tingkat
penggerusan bijih untuk optimalisasi dan perolehan mineral di pabrik pengolahan.
Hal tersebut di atas telah disampaikan kembali melalui surat PTFI No. 1847/Env/Gov/VI/2013
tertanggal 25 Juni 2013, dan juga telah dinyatakan dalam Berita Acara Pemantauan hasil
kunjungan kerja tim BAPESDALH Papua terkait Pelaksanaan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 431 Tahun 2008 tertanggal 17 Agustus 2013; Berita Acara
Pengawasan Terpadu terhadap kegiatan pertambangan PTFI yang dilakukan oleh petugas
Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara pada tanggal 19 sampai dengan 24
Maret 2013 dan Berita Acara Pengawasan dan Pemantauan yang dilaksanakan oleh petugas
Kementerian Lingkungan Hidup pada tanggal 29 November 2013.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun, khususnya pada Pasal 254 ayat 2, PTFI diwajibkan untuk
menyesuaikan persyaratan pengelolaan tailing yang diatur dalam Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 431 Tahun 2008 tentang Persyaratan Pengelolaan Tailing PT
Freeport Indonesia di Daerah Pengendapan Ajkwa atau Modified Ajkwa Deposistion Area
(ModADA).
Sebagai tindak-lanjut atas terbitnya PP tersebut, PTFI telah mengajukan permohonan izin
penimbunan limbah tailing kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada
bulan April 2015 guna merevisi KepMenLH No. 431 Tahun 2008.
PTFI juga telah mengirimkan surat Nomor 2241/ENV/GOV/VI/2015 tertanggal 18 Juni 2015
tentang Pengelolaan Tailing PT Freeport Indonesia dan bertemu dengan Direktur Jenderal
Pengelolaan Sampah, Limbah B3 dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
pada tanggal 9 Juli 2015. Saat ini PTFI dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
masih terus melakukan diskusi teknis mendalam untuk penyempurnaan revisi KepMenLH No.
431 Tahun 2008 tersebut.
Pada tanggal 29 September 2015, untuk memenuhi permintaan tim PROPER Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, PTFI menyerahkan hasil pemantauan Pandan Lima dan
Kelapa Lima untuk periode pemantauan Juli 2014 hingga Juni 2015 meskipun PTFI meyakini
bahwa hasil pemantauan di kedua lokasi titik penaatan tailing tersebut tidak representatif.
Pada bulan Desember 2015, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui surat
No. S-4110/PSLHB3-PKPLB3/2015 mengarahkan PTFI untuk mengajukan lokasi dan titik
koordinat pemantauan baru untuk lokasi Kelapa Lima dan Pandan Lima. Sebagai tindak lanjut,
PTFI akan melakukan pemantauan di titik terdekat dari lokasi Pandan Lima dan Kelapa Lima
yang tercantum dalam KepMenLH No. 431 Tahun 2008.
Pada bulan Oktober 2016, hasil audit PROPER tahun 2016 meminta PTFI semaksimal
mungkin untuk mengaktifkan kembali lokasi pengambilan sampel Pandan Lima dan Kelapa
Lima untuk mengelola dan mengumpulkan sampel setiap hari dari kedua lokasi sesuai
persyaratan KepMenLH No. 431 Tahun 2008. Pekerjaan tersebut sedang dalam proses
pengerjaan dan direncanakan akan selesai pada triwulan pertama 2017. Selama pekerjaan
berlangsung serta sebelum kedua lokasi tersebut siap untuk dilakukan pengambilan sampel,

10
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

maka PTFI akan melakukan pengambilan sampel di lokasi terdekat dari Pandan Lima dan
Kelapa Lima sebagaimana yang telah disampaikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan melalui surat PTFI No. 2304/Env/Gov/I/2016 tertanggal 25 Januari 2016.
Berikut adalah grafik hasil pemantauan kualitas air di titik pantau Pandan Lima dan Kelapa
Lima untuk beberapa parameter seperti Arsenik, Tembaga dan Seng Terlarut hingga tahun
2016 dibandingkan dengan baku mutu yang ditetapkan dalam KepMenLH No. 431 Tahun
2008. Secara umum, konsentrasi beberapa parameter logam terlarut lainnya yang terpantau
berada di bawah dan/atau dekat dengan limit deteksi analisis. Sedangkan untuk parameter
pH dan TSS disajikan dalam Sub Bab 4.2.4, 4.2.5 dan 4.4 pada laporan ini.

Gambar 3. Arsenik Terlarut di Titik Penaatan Kualitas Tailing Periode 2011 – 2016

Gambar 4. Tembaga Terlarut di Titik Penaatan Kualitas Tailing Periode 2011 – 2016

11
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Gambar 5. Seng Terlarut di Titik Penaatan Kualitas Tailing Periode 2011 – 2016

Hasil pemantauan kualitas air di titik pantau Pandan Lima dan Kelapa Lima selama tahun
2016 disajikan pada Tabel di bawah ini.

Tabel 2. Hasil Pemantauan Kualitas Air di Titik Penaatan Kelapa Lima dan Pandan Lima
Tahun 2016
Kelapa Lima Pandan Lima KepMenLH No 431
Parameter Satuan
2016 2016 Tahun 2008
pH Lab 7,31 - 7,82 7,08 - 7,86 6-9
TSS (50%) mg/L 43,1 - 8.663 1.720 - 7.145 9.000
Logam Terlarut
Perak (Ag) mg/L <0,001 <0,001 0,01
Arsen (As) mg/L <0,002 - 0,006 <0,002 - 0,007 0,2
Kadmium (Cd) mg/L <0,0002 - 0,001 <0,0002 - 0,0007 0,09
Tembaga (Cu) mg/L <0,001 - 0,025 <0,001 - 0,012 1
Merkuri (Hg) mg/L <0,0003 <0,0003 0,003
Nikel (Ni) mg/L <0,001 - 0,005 <0,001 - 0,004 0,5
Timbal (Pb) mg/L <0,002 - 0,003 <0,002 - 0,002 0,1
Selenium (Se) mg/L <0,002 - 0,007 <0,002 0,05
Seng (Zn) mg/L 0,007 - 0,054 0,003 - 0,018 2

Berdasarkan data pada Tabel di atas, semua parameter fisika dan kimia yang terpantau pada
tahun 2016, baik non-logam dan logam terlarut di kedua titik penaatan (Pandan Lima dan
Kelapa Lima) masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan dalam KepMenLH No. 431 Tahun
2008.

3.5 Titik Penaatan di Perairan Laut


Persyaratan pada Diktum Keempat butir 6 dan 7 telah ditetapkan titik penaatan di perairan
laut dan pada titik penaatan ini diwajibkan untuk memenuhi baku mutu air laut sebagaimana

12
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

tercantum pada Lampiran III Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun
2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Pemantauan di tiga titik penaatan di perairan laut dilakukan
di lokasi MCP-1, MCP-2 dan MCP-3 dengan parameter kunci yang relevan antara lain seperti
pH, TSS, Kekeruhan dan logam terlarut (Arsen, Kadmium, Kromium, Tembaga, Merkuri, Nikel,
Timbal dan Seng).
Contoh air laut diambil dari dasar perairan, kedalaman tengah dan permukaan yang kemudian
dilakukan komposit dari ketiga contoh tersebut. Hasil pemantauan selama tahun 2016 dari
triwulan pertama sampai keempat disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3. Hasil Pemantauan Kualitas Air di Titik Penaatan Perairan Laut Tahun 2016
KepMenLH
Parameter Satuan MCP-1 MCP-2 MCP-3
No. 51/ 2004
pH Lab 7- 8,5 8,05 - 8,41 8,04 - 8,39 8,06 - 8,50
TSS mg/L 80 <3 - 18 <3 - 20 <3 - 11
Kekeruhan NTU <5 0,07 - 0,22 <0,05 - 0,37 0,08 - 0,33
Logam Terlarut
Arsen (As) mg/L 0,012 <0,010 <0,010 <0,010
Kadmium (Cd) mg/L 0,001 <0,0003 <0,0003 <0,0003
Kromium (Cr) mg/L 0,005 <0,002 - 0,003 <0,002 - 0,004 <0,002 - 0,004
Tembaga (Cu) mg/L 0,008 0,0006 - 0,0027 <0,0003 - 0,0023 0,0006 - 0,0014
Raksa (Hg) mg/L 0,001 <0,0003 <0,0003 <0,0003
Nikel (Ni) mg/L 0,008 <0,0003 - 0,0004 <0,0003 <0,0003
Timbal (Pb) mg/L 0,05 <0,0007 - 0,0014 <0,0007 - 0,0012 <0,0007 - 0,0012
Seng (Zn) mg/L 0,05 0,0051 - 0,0115 0,0046 - 0,0192 0,0017 - 0,0157

Hasil analisis seluruh parameter kunci seperti disajikan dalam tabel diatas telah memenuhi
baku mutu sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004
tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut.

9.00

8.50

8.00

7.50
pH

7.00

6.50

6.00
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2011 2012 2013 2014 2015 2016

MCP-1 MCP-2 MCP-3 KepMenLH:51/2004

Gambar 6. Nilai pH di Titik Penaatan Laut MCP-1, MCP-2 dan MCP-3 Tahun 2011 Sampai
2016

13
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

6.00

Kekeruhan (NTU) 5.00

4.00

3.00

2.00

1.00

0.00
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2011 2012 2013 2014 2015 2016
MCP-1 MCP-2 MCP-3 KepMenLH:51/2004

Gambar 7. Kekeruhan di Titik Penaatan Laut MCP-1, MCP-2 dan MCP-3 Tahun 2011
Sampai 2016

0.010

0.008
Diss. Cu (mg/L)

0.006

0.004

0.002

0.000
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
2012 2013 2014 2015 2016

MCP-1 MCP-2 MCP-3 KepMenLH:51/2004

Gambar 8. Tembaga Terlarut di Titik Penaatan Laut MCP-1, MCP-2 dan MCP-3 Tahun 2011
Sampai 2016

4. PENERAPAN DAN EVALUASI PERSYARATAN DIKTUM KELIMA

4.1 Pemantauan Kontinyu Produksi Tailing


Dalam pemenuhan persyaratan Diktum Kelima Butir 1, pengukuran parameter debit tailing
harian dan jumlah tailing harian yang dibuang dari proses pengolahan bijih dilakukan dengan
menggunakan pendekatan neraca masa, yaitu dengan cara menghitung total produksi bijih,
dikurangi dengan total produksi konsentrat yang dihasilkan setiap hari. Skema buangan tailing
dari pabrik pengolahan bijih bisa dilihat di Gambar 9.
Diskusi intensif dengan Kementerian Lingkungan Hidup sudah dilaksanakan pada bulan
Desember 2008 terkait metoda penghitungan produksi tailing dengan menggunakan neraca

14
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

massa, dimana pihak KLH sudah menyepakatinya. Verifikasi lapangan oleh staf KLH
bersama-sama dengan tim dari ITB sudah dilaksanakan pada bulan Januari 2009.

Gambar 9. Diagram Alir Buangan Tailing dari Pabrik Pengolahan Bijih MP74

Untuk pengukuran pH telah dipasang alat pengukur pH kontinyu di beberapa lokasi


diantaranya di Drop Box 13 yang lokasinya berada sebelum keluaran tailing (tailings outfall)
seperti terlihat pada Gambar 10. Probe pH dihubungkan dengan transmiter untuk kemudian
dikirim ke DCS (Distributed Control System) kemudian terbaca di control room. Data produksi
tailing dan pH harian selama periode tahun 2010 - 2016 bisa dilihat di Gambar 1 dan Gambar
11.

Gambar 10. Pemasangan Alat Ukur pH Meter Kontinyu di Drop Box 13 (Tailings Outfall)

15
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

14.00

12.00

10.00
pH

8.00

6.00
pH di Tailings Outfall
Rerata pH Tailing Tahunan
4.00
Oct

Oct

Oct

Oct

Oct

Oct

Oct
Jan

Jul

Jan

Jul

Jan

Jul

Jan

Jul

Jan

Jul

Jan

Jul

Jan

Jul
Apr

Apr

Apr

Apr

Apr

Apr

Apr
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 11. pH Kontinyu yang Terbaca Selama Periode 2010 - 2016

4.2 Pemasangan dan Pengoperasian Alat Pemantauan Kontinyu


Seperti tercantum dalam persyaratan Diktum Kelima Butir 2 bahwa PTFI wajib memasang
dan mengoperasikan alat pemantauan kontinyu untuk mengukur debit harian, TSS dan pH
harian dari sedimen di lima titik-titik pemantauan seperti #57, sebelum pertemuan Sungai
Otomona Barat dan Otomona Timur, di Jembatan Otomona, Pandan Lima dan Kelapa Lima.

4.2.1 Titik Pantau #57


Titik pemantauan #57 pada aliran Sungai Wanagon, berada di atas pertemuan Sungai
Aghawagon dan Sungai Banti dengan koordinat 04o 09’ 20.98” 02.83” LS dan 137o 03’ 07.8”
BT. Telah dilakukan pemasangan alat ukur kontinyu di sekitar titik pantau #57 sebanyak 3
kali, namun alat ukur selalu mengalami kerusakan. Sebagai gantinya, dilakukan pengukuran
secara manual yang dilakukan secara rutin.

Gambar 12. Lokasi Pemantauan di Sungai Wanagon (#57) dan Pengambilan Contoh Kualitas Air

16
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

45
Debit Harian
40 Debit Bulanan
Linear (Debit Bulanan)
35
Debit (m3/detik)

30
25
20
15
10
5
0

Oct

Oct
Jan

Jul
Sep

Jan

Jun
Aug

Jan

Jul
Sep

Jan

Jul

Jun
Aug

Jan

Jul
Sep
Mar
May

Nov

Apr

Nov

Mar
May

Nov

Mar
May

Dec

Apr

Nov

Mar
May

Nov
Feb
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 13. Hasil Pengukuran Debit Air di Titik Pemantauan #57 Secara Manual Periode
Tahun 2011 - 2016

9.50
pH Lab
pH Kecenderungan
9.00 -2SD
+2SD
8.50
pH Lab

8.00

7.50

7.00

6.50
Mar

Nov

Mar

Nov

Mar

Dec

Dec

Nov
Oct

Oct

Oct
Jan

Jun
Aug

Jan

Jul
Sep

Jan

Jun
Aug

Feb

Jul

Feb

Sep
Jan

Jul
Apr

May

May

Apr
May

Apr
May

Apr

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 14. Hasil Pengukuran pH di Titik Pemantauan #57 Secara Manual Periode Tahun
2011 - 2016

Hasil pengukuran manual nilai TSS, debit dan pH harian di Titik Pantau #57 selama tahun
2016 bisa dilihat di Gambar 22, 13 dan 14. Kisaran nilai TSS harian yang terukur selama tahun
2016 adalah1,11 g/L hingga 524,6 g/L dengan rerata 22,2 g/L. Pada periode yang sama, nilai
debit harian yang terukur dari dua kali pengukuran (pagi dan sore) berkisar antara 2,80 hingga
44,0 m3/detik dengan rerata 9,60 m3/detik, sedangkan untuk pH berkisar antara 7,20 hingga
8,44.

17
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

4.2.2 Titik Pantau Otomona Barat (S125)


Titik Pemantauan Otomona Barat (S125) berada pada lokasi yang sangat terpencil, dengan
koordinat lokasi 04o 18’ 52.35” LS dan 136o 58’ 12.28” BT. Titik pemantauannya berada pada
sungai Otomona Barat sebelum bertemu dengan aliran sungai Otomona Timur yang
membawa tailing. Pada saat ini lokasi pemantauan S125 ditutup dan tidak ada kegiatan
monitoring di area tersebut dengan pertimbangan keamanan.

4.2.3 Titik Pantau Jembatan Otomona (S130)


Titik pemantauan Jembatan Otomona (S130) berada di jalur jalan PTFI di Mile Post 40 dengan
koordinat 04o 23’ 02.83” LS dan 136o 56’ 04.59” BT. Titik pemantauan ini dianggap sebagai
jalur aliran air yang masuk ke dalam daerah pengendapan tailing (ModADA).
Efek turbulensi dan tingkat sedimen yang tinggi pada Titik Pantau Jembatan Otomona (S130)
menyebabkan ketiga alat ukur otomatis yang terpasang sering tertimbun atau terkubur,
sehingga data pemantauan pH, TSS dan debit harian yang dilaporkan adalah data
pemantauan manual.
Upaya untuk meninggikan posisi alat ukur sudah maksimal dan program river training terus
dilakukan untuk menormalisasi kestabilan sungai, menjaga fasilitas di sepanjang MP37-MP40
yang terkena dampak gerusan aliran sungai Otomona, dan juga untuk menopang jembatan.
Hasil pengukuran manual nilai TSS, debit dan pH harian di Titik Pantau Jembatan Otomona
(S130) selama tahun 2016 bisa dilihat di Gambar 23, 15 dan 16. Kisaran nilai TSS harian yang
terukur selama tahun 2016 adalah 6,23 g/L hingga 58,9 g/L dengan rerata 22,3 g/L. Pada
periode yang sama, nilai debit harian yang terukur dari dua kali pengukuran (pagi dan malam)
berkisar antara 22,0 m3/detik hingga 365 m3/detik dengan rerata 91,9 m3/detik, sedangkan
untuk pH berkisar antara 7,03 hingga 8,18.

350 Debit
Debit Bulanan
300 Linear (Debit Bulanan)
250
Debit (m3/detik)

200

150

100

50

0
Dec

Nov

Dec

Nov
Dec

Nov
Oct

Oct

Oct
Jan

Jul

Jul

Jun
Sep

Jan

Jul
Aug

Jul
Sep

Jun
Aug
Sep
Mar
May

Mar

Apr

Mar
May

Apr
May

Apr
Feb

Feb

Feb

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 15. Hasil Pengukuran Manual Debit Air di Titik Jembatan Otomona (S130) Periode
Tahun 2011 – 2016

18
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

9.50 pH Lab
pH Kecenderungan
9.00 -2SD
+2SD
8.50
pH Lab

8.00

7.50

7.00

6.50

Oct
Mar
May

Dec
Mar

Mar
May

Nov

Mar
Apr
May

Nov
Dec

Mar
Apr

Nov
Jan

Jul
Sep
Feb
Aug

Jun
Sep
Jan

Jul
Sep

Jan

Jul
Aug
Sep

Jan

Jun
Jul
Aug
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 16. Hasil Pengukuran Manual pH di Titik Jembatan Otomona (S130) Periode Tahun
2011 - 2016

Gambar 17. Pengambilan Contoh Air dan Pengukuran Debit di Titik Pantau Jembatan
Otomona (S130)

4.2.4 Titik Pantau Pandan Lima

Titik Pemantauan Pandan Lima berada pada koordinat 04o 48’ 43.57” dan 136o 57’ 21.30” BT.
Titik penaatan ini merupakan alur keluaran aliran air dari daerah pengendapan tailing
(ModADA) di bagian barat sebelum memasuki muara sungai Ajkwa. Seperti yang telah
diprediksi oleh tim pakar ITB, titik pantau Pandan Lima akan mengalami banyak perubahan
morfologi karena lokasi ini berada dalam daerah aktif pengendapan tailing, dimana sampai
akhir periode ini beberapa aliran baru telah terbentuk disekitar titik pantau akibat terjadinya
proses sedimentasi. Aliran yang terbentuk ada yang masih menuju ke titik pantau Pandan
Lima dan ada yang langsung keluar menuju muara.
Hasil pengukuran manual nilai debit harian, pH dan TSS harian di Titik Pantau Pandan Lima
selama 2016 bisa dilihat di Gambar 18, 19 dan 24. Kisaran nilai debit harian yang terukur
selama tahun 2016 berkisar antara 13,4 hingga 115 m3/detik dengan rerata 50,8 m3/detik.

19
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Pada periode yang sama, nilai pH berkisar antara 7,02 hingga 7,98, sedangkan 50% TSS
harian yang terukur antara 1,72 g/L hingga 7,14 g/L dengan rerata 4,05 g/L.

140 Debit Harian


Debit Bulanan
120 Linear (Debit Harian)
Debit (m3/s)

100

80

60

40

20

Oct
Jan

Jun
Aug

Jan

Jul
Sep

Jan

Jun
Sep

Jun
Aug

Jan

Jul
Sep

Jan

Jun
Sep
Mar

Nov

Mar
May

Nov

Mar

Dec

Apr

Dec

Mar
May

Nov

Mar
Apr

Nov
Feb
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 18. Hasil Pengukuran Manual Debit Air di Pandan Lima hingga Tahun 2016

9.00
Pandan Lima
pH Perubahan
8.50 +2SD
-2SD

8.00
pH

7.50

7.00

6.50
May
Nov

Nov

Mar

May

Nov
Dec

Mar

May

Nov
Dec

May
Oct
Jan

Feb
Jun

Jan

Sep
Feb

Jun
Aug
Sep

Feb

Jul
Aug
Sep

Jan
Feb

Jul
Sep
Apr

Apr

Apr

Apr

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 19. Hasil Pengukuran Manual pH di Titik Pantau Pandan Lima hingga Tahun 2016

4.2.5 Titik Pantau Kelapa Lima

Titik Pemantauan Kelapa Lima berada pada koordinat 04o 47’ 58.27” LS dan 136o 59’ 46.55”
BT. Titik penaatan ini merupakan Alur keluaran aliran air dari daerah pengendapan tailing
(ModADA) di bagian timur sebelum memasuki muara sungai Ajkwa.
Telah banyak terjadi perubahan morfologi sungai dan pembentukan pulau (terjadinya proses
sedimentasi) di sekitar Kelapa Lima sejak awal tahun 2014, dimana proses ini juga
mempengaruhi tempat kegiatan monitoring di Kelapa Lima.

20
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

200
Debit Harian
Debit Bulanan
160 Linear (Debit Harian)
Debit (m3/s)

120

80

40

0 Oct

Oct

Oct
Mar
May

Nov

Mar

Dec

May

Dec
Mar
May

Dec

Apr

Nov

Mar
May

Nov
Jan

Aug

Jan

Jun
Aug

Feb

Aug

Jun
Aug

Feb

Jun
Jul
Sep

Jan

Jul
Sep
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 20. Hasil Pengukuran Manual Debit Air di Kelapa Lima hingga Tahun 2016

9.00
Kelapa Lima
pH Kecenderungan
8.50 +2SD
-2SD

8.00
pH

7.50

7.00

6.50
Oct
Sep

Aug
Sep

Jul
Aug
Sep

Jul
Sep
May
Nov

Nov

Apr

Mar
Apr
May

Nov
Dec

Mar
Apr
May

Nov
Dec

Apr
May
Jan

Feb
Jun

Jan

Feb

Jun

Feb

Jan
Feb

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 21. Hasil Pengukuran Manual pH di Titik Pantau Kelapa Lima hingga Tahun
2016

Hasil pengukuran manual nilai debit harian, pH dan TSS harian di Titik Pantau Kelapa Lima
selama 2016 bisa dilihat di Gambar 20, 21 dan 25. Kisaran nilai debit harian yang terukur
selamatahun 2016 berkisar antara 0,002 hingga 59,4 m3/detik dengan rerata 12,6 m3/detik.
Pada periode yang sama, nilai pH berkisar antara 7,01 hingga 8,04, sedangkan 50% TSS
harian yang terukur antara 0,045 g/L hingga 8,66 g/L dengan rerata 2,64 g/L.

4.3 Prosedur dan Metodologi Pemantauan


Dalam memenuhi persyaratan Diktum Kelima Butir 3 bahwa PTFI wajib menyampaikan
prosedur metodologi pemantauan dan kalibrasi alat ukur sebagaimana dimaksud dalam butir
1 dan 2 untuk mendapat persetujuan dari Kementerian Lingkungan Hidup. PTFI telah
menyampaikan dokumen-dokumen ini sebagai hasil diskusi dengan staf KLH pada bulan

21
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

November dan Desember 2009 melalui surat PTFI ke KLH No. 1218/Env/Gov/X/2008
tertanggal 12 Oktober 2008.

4.4 Pemantauan TSS secara manual


Sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam Diktum Kelima Butir 4, PTFI wajib melakukan
pemantauan parameter TSS secara manual paling sedikit satu kali setiap hari pada titik-titik
pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kelima Butir 2. Dalam penerapan
persyaratan ini hasil pengukuran TSS secara manual di titik pemantauan #57 dan OTO40 (titik
pantau di Jembatan Otomona) periode tahun 2011 hingga 2016 disajikan pada Gambar 22,
23 dan Tabel 4.

250,000
TSS Harian
TSS Bulanan
200,000 Linear (TSS Bulanan)
TSS (mg/L)

150,000

100,000

50,000

0
Mar
May

Nov

Apr

Dec

May

Nov

Mar

Nov

Mar
May

Dec

Apr

Nov
Oct
Jan

Jul
Sep

Jan

Jun
Sep

Feb

Jul
Sep

Jan

Jun
Aug

Jan

Aug

Feb

Jul
Sep
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 22. TSS Harian di Lokasi Titik Pantau #57 Periode Tahun 2011 - 2016

100,000 TSS
TSS Bulanan
Linear (TSS Bulanan)
80,000
TSS (mg/L)

60,000

40,000

20,000

0
Oct
Jul

Jul
Mar
May

Dec
May

Nov

Apr

Nov

Mar
May

Nov

Mar
May

Nov
Dec

Apr

Nov
Dec
Jan

Aug

Sep

Feb

Jun
Aug

Jan

Sep

Jan

Sep

Feb

Jun
Aug

2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 23. TSS Harian di Lokasi Titik Pantau Jembatan Otomona (S130) Periode Tahun
2011 - 2016

22
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Tabel 4. Hasil Pemantauan TSS Harian Manual di #57, Otomona Barat (S125) dan
Jembatan Otomona (S130) Tahun 2016

TSS (mg/L) - 2016


Titik Pantau
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

#57 22.338 39.807 65.429 38.928 15.406 7.257 16.627 10.168 12.465 16.671 8.862 11.954

S125 ND ND ND ND ND ND ND ND ND ND ND ND

S130 32.098 27.236 31.300 21.945 23.742 20.543 21.519 24.533 20.094 13.922 16.044 14.565
Catatan: ND adalah tidak ada data karena alasan keamanan lokasi ini ditutup

Data pemantauan dari Titik Pantau S125 (sebelum pertemuan sungai Otomona Barat dan
Otomona Timur) tidak dapat dilaporkan karena sejak tanggal 15 Juli 2009, lokasi tersebut
ditutup karena alasan keamanan sampai waktu yang belum ditentukan.
Pemantauan untuk parameter logam di titik penaatan tailing di Pandan Lima dan Kelapa Lima
dilakukan sekali sebulan. Total Padatan Tersuspensi (TSS) dihitung berdasarkan
penjumlahan data TSS rata-rata harian dibagi jumlah hari dalam satu bulan dan angka
dihitung 50% dari hasil pengukuran aktual. Hasil pemantauan TSS selama periode 2016
disajikan pada Gambar 24 dan 25.

21,000
TSS Harian (50%)
18,000 TSS Bulanan (50%)
KepMen 431
15,000
mg/L

12,000

9,000

6,000

3,000

0
Oct

Jul

Jul

Jul
Mar
May

Nov

Apr

Nov

Mar
May

Mar
May

Nov

Mar
May

Nov

Mar
May

Nov
Jan

Aug

Jan

Jun
Aug

Jan

Aug

Jan

Sep

Jan

Sep

Jan

Sep

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 24. TSS Harian (50% aktual) di Pandan Lima hingga Tahun 2016

23
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

21,000
TSS Harian (50%)
18,000 TSS Bulanan (50%)
KepMen 431
15,000
mg/L

12,000

9,000

6,000

3,000

0
Oct

Jul

Jul

Jul
Mar
May

Apr

Nov

Mar

Nov

Mar
May

Nov

Mar
May

Nov

Mar
Apr

Nov
Jan

Aug

Jan

Jun
Sep

Jan

Jun
Aug

Jan

Sep

Jan

Sep

Jan

Sep
2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 25. TSS Harian (50% aktual) di Kelapa Lima hingga Tahun 2016

4.5 Pemantauan Kualitas Air Tanah


Seperti tercantum pada Diktum Kelima Butir 5 PTFI diwajibkan memantau kualitas air tanah
kota Timika. Untuk menerapkan persyaratan ini, selama tahun 2008 telah dilakukan
pemantauan kualitas air tanah di Timika yaitu di sumur-sumur pemantauan di Airport (AP-1)
di Timika Indah (TI-2) dan di Kuala Kencana (KK-3). Ketiganya merupakan sumur-sumur
pemantauan untuk pelaksanaan RPL AMDAL Regional PT Freeport Indonesia. Sumur-sumur
tersebut sudah dipantau sejak tahun 1996.
Koordinat untuk KK-3 adalah 4° 23' 44.04" LS dan 13 6° 51' 28.56" BT, sementara untuk AP-
1 adalah 4° 31' 27.39" LS dan 136° 53' 3.35" BT ser ta untuk TI-2 adalah 4° 32' 51.96" LS dan
136° 52' 55.50" BT. Hasil pemantauan pada ketiga su mur tersebut selama tahun 2016
disajikan pada Gambar 26, 27, 28 dan Tabel 5.

9.00
AP-1
TI-2
KK-3
8.50

8.00
pH

7.50

7.00

6.50
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 26. Nilai pH Terukur di Sumur Pantau AP-1, TI-2 dan KK-3 hingga Tahun 2016

24
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

15.00
AP-1
TI-2
KK-3
12.00
SO4 (mg/L)

9.00

6.00

3.00

0.00
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 27. Nilai Sulfat Terukur di Sumur Pantau AP-1, TI-2 dan KK-3 hingga Tahun 2016

300
AP-1
TI-2
250 KK-3
TDS (mg/L)

200

150

100

50

0
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Gambar 28. Nilai TDS Terukur di Sumur Pantau AP-1, TI-2 dan KK-3 hingga Tahun 2016

Tabel 5. Hasil Pemantauan Air Sumur di Daerah Timika Tahun 2016


Permenkes
Parameter Satuan AP-1 TI-2 KK-3 No. 416
Tahun 1990
pH Lab 7,18 - 7,43 7,22 - 7,5 7,35 - 7,61 6,5 - 9,0
Konduktivitas µS/cm 197 - 204 277 - 293 212 - 238 --
Kesadahan
mg/L 93 - 113 136 - 169 122 - 138 500
(CaCO3)
TDS mg/L 121 - 144 153 - 190 122 - 138 1500
Kekeruhan NTU < 0,05 - 0,46 < 0,05 - 0,18 < 0,05 - 0,97 25
Klorida (Cl) mg/L <0,03 - 0,61 <0,03 - 0,61 <0,03 - 0,61 600
Fluorida (F) mg/L <0,02 - 0,06 <0,02 - 0,06 <0,02 - 0,06 1,5

25
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Permenkes
Parameter Satuan AP-1 TI-2 KK-3 No. 416
Tahun 1990
Nitrat (N-NO3) mg/L 0,03 - 0,06 <0,01 0,03 - 0,16 10
Nitrit (N-NO2) mg/L <0,01 <0,01 <0,01 1
Sulfat mg/L 5,28 - 5,51 6,3 - 6,98 0,2 - 0,4 400
Tot. Sianida
mg/L <0,004 <0,004 <0,004 0,1
(CN)
Warna PtCo <3 <3 <3 50
Total Coli MPN/100mL <3,0 <3,0 <3,0 50
Logam Terlarut
Aluminium (Al) mg/L <0,005 <0,005 <0,005 --
Arsen (As) mg/L <0,002 <0,002 <0,002 0,05
Barium (Ba) mg/L 0,0098 - 0,0108 0,0136 - 0,0186 0,0077 - 0,0094 --
Kalsium (Ca) mg/L 25,9 - 31,3 40,7 - 51,5 26,4 - 30 --
Kadmium (Cd) mg/L <0,0002 <0,0002 <0,0002 1
Kromium (Cr) mg/L <0,001 <0,001 <0,001 0,05
Tembaga (Cu) mg/L <0,001 <0,001 - 0,002 <0,001 --
Besi (Fe) mg/L 0,0009 - 0,0235 <0,0005 - 0,0024 <0,0005 - 0,0069 1
Raksa (Hg) mg/L <0,0003 <0,0003 <0,0003 0,001
Magnesium (Mg) mg/L 6,86 - 8,54 8,28 - 9,74 13,2 - 15,4 --
Mangan (Mn) mg/L 0,0019 - 0,0034 0,002 - 0,0022 <0,0002 - 0,0003 0,5
Nikel (Ni) mg/L <0,001 <0,001 <0,001 --
Timbal (Pb) mg/L <0,002 <0,002 <0,002 0,05
Selenium (Se) mg/L <0,002 <0,002 <0,002 0,01
Seng (Zn) mg/L 0,002 - 0,005 <0,001 - 0,015 0,005 - 0,016 15

4.6 Pemantauan Perubahan Bentang Alam di ModADA


Dalam menerapkan persyaratan Diktum Kelima Butir 6 tentang PTFI wajib melakukan
pemantauan perubahan bentang alam di ModADA dengan tujuan mengetahui efektifitas
pengendapan tailing di ModADA setiap tahun sampai akhir masa tambang.
PTFI secara berkala melakukan pemantauan perubahan bentang alam di ModADA sebagai
bagian dari komitmen PTFI di dalam RPL AMDAL Regional. Hasilnya secara rutin dilaporkan
dalam laporan RKL/RPL. Tujuan dari pemantauan topografi di daerah ModADA adalah untuk
mengetahui perubahan topografi daerah pengendapan tailing dan memantau efektifitas dari
pengelolaan yang dilakukan.
Disamping pemantauan manual, juga dikombinasikan dengan pemantauan menggunakan
teknologi LiDAR (Light Detecting and Ranging) dengan luas daerah 82.396 hektar yang
mencakup daerah pengendapan ModADA, daerah perpanjangan tanggul di bagian Selatan
dan daerah aliran Sungai Otomona - Ajkwa.

26
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Gambar 29. Hasil Pemantauan Dinamika Endapan dan Perubahannya pada Penampang
Melintang MA110

Gambar 30. Hasil Pemantauan Perubahan Penampang Melintang Tanggul Menggunakan


Data Lidar 2015 dan 2016

27
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Survei Topografi Lapangan dan Pemetaan

Analisis data untuk survei potongan melintang terhadap ModADA untuk Seri 40 telah selesai,
sedangkan kegiatan pengambilan contoh Seri 41 telah selesai pada triwulan keempat 2016.

Gambar 31. Kegiatan Pemantauan Bentang Alam Secara Manual, Pengambilan Contoh di
ModADA dan Profil Melintang Seri 41.

Tabel 6. Pengumpulan Data MA Series Tahun 2016


Jenis Q1-16 Q2-16 Q3-16 Q4-16 Total
Keterangan
Pekerjaan Ser 40 Seri 40 Seri 41 Seri 41 2016
Survei Profil
melintang Jumlah Jalur
terhadap 13 Jalur 9 Jalur 11 Jalur 10.Jalur 43 Monitoring Akses
ketebalan yang dilaksanakan
endapan tailing
Jumlah titik
pemantauan untuk
Titik
190 titik 128 titik 141 Titik 120 Titik 579 membuat profil
Pemantauan
melintang ketebalan
endapan
Jumlah Jumlah perkiraan
pengambilan 380 256 282 240 1158 pengambilan contoh
contoh endapan endapan

28
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Catatan :
%S : % Total Sulfur
pH NAG : pH Net Acid Generation
NAPP : Net Acid Production Potential (CNV – MPA)

Gambar 32. Hasil Program MA Seri ke 40 (April – Juli 2016)

29
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

4.7 Pemantauan Lingkungan Terhadap Dampak Penting Pengelolaan Bijih dan


Pembuangan Tailing
Penerapan persyaratan Diktum Kelima Butir 7 tentang diwajibkannya melakukan
pemantauan dampak penting pengolahan bijih dan pembuangan tailing sesuai dengan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-55/MENLH/12/1997. PTFI
melakukan pemantauan biota air dilakukan secara rutin sejak tahun 1996 sebagai bagian dari
penerapan RKL-RPL, AMDAL Regional PTFI dan hasilnya dilaporkan secara rutin dalam
laporan RKL-RPL.

4.7.1 Flora dan Fauna Hutan Bakau (Mangrove)


Flora Hutan Bakau
Pemantauan tumbuhan bakau (mangrove) untuk kategori pohon dengan diameter batang
≥ 10 cm dilakukan pada plot dengan ukuran 20 x 20 meter per plot dan sebanyak 25 plot atau
setara dengan luasan 10.000 m2, sedangkan untuk kategori belta atau sapling adalah pohon
dengan diameter batang ≥ 2 dan < 10 cm yang dilakukan pada ukuran 5 x 5 meter per plot
dan sebanyak 25 plot atau setara dengan luasan total 625 m2. Parameter pemantauan untuk
kategori pohon dan sapling meliputi kepadatan pohon (D), basal area (BA), kepadatan relatif
(RD), dominan relatif (RDo), frekuensi kemunculan relatif (Rfi) dan indeks nilai penutupan
(CVI%).
Kegiatan pemantauan tumbuhan bakau (mangrove) pada tahun 2016 di Pulau Ajkwa yang
merupakan kawasan kolonisasi mangrove baru secara alami (stasiun A1S1, A1S2 dan A1S3)
telah dijadwalkan untuk dilakukan pada triwulan keempat 2016, namun lokasi pemantauan
tidak dapat diakses akibat adanya sedimentasi di daerah muara.

Fauna Hutan Bakau


Pada tahun 2016, pemantauan fauna makro avertebrata telah dilakukan di lokasi hutan bakau
(mangrove) di Ajkwa, Kamora dan daerah kolonisasi baru di Pulau Ajkwa dan Pulau Waii.
Jumlah stasiun pemantauan sebanyak 7 stasiun, yang terdiri dari satu (1) stasiun di hutan
bakau Ajkwa, dua (2) stasiun di hutan bakau Kamora, tiga (3) stasiun di Pulau Ajkwa dan satu
(1) stasiun di Pulau Waii. Masing-masing stasiun terdiri dari tiga (3) plot, dimana plot-1 adalah
berjarak 0 meter, plot-2 berjarak 250 meter dan plot-3 berjarak 500 meter dari tepi hutan bakau
(mangrove).
Kegiatan pemantauan telah dilakukan di triwulan pertama dan ketiga 2016. Ringkasan hasil
pemantauan fauna makro avertebrata (kelompok Crustacea) tahun 2016 disajikan pada Tabel
di bawah ini.

Tabel 7. Ringkasan Hasil Pemantauan Makro Avertebrata (Crustacea) Bakau Tahun 2016
Daerah Hutan Mangrove Daerah Kolonisasi Baru Mangrove
Parameter Ajkwa (Tailing) Kamora (Acuan) Pulau Ajkwa Pulau Waii
Ajk41 Kam1 Kam3 AIS1 AIS2 AIS3 AWI
Jumlah Jenis 16 18 15 8 6 7 8
Jumlah Individu 271 342 212 112 95 77 222
Jumlah Biomass (gr) 502 428 3.489 351 332 220 375

30
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Daerah Hutan Mangrove Daerah Kolonisasi Baru Mangrove


Parameter Ajkwa (Tailing) Kamora (Acuan) Pulau Ajkwa Pulau Waii
Ajk41 Kam1 Kam3 AIS1 AIS2 AIS3 AWI
Indeks Dominansi
0,16 0,19 0,26 0,64 0,73 0,55 0,36
Simpson (C)
Indeks Keragaman
2,09 1,99 1,80 0,86 0,62 1,03 1,27
Shannon-Wiever (H')

Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah jenis tertinggi dijumpai di hutan bakau kamora pada
stasiun Kam1 (18 jenis), sedangkan terendah dijumpai di Pulau Ajkwa pada stasiun AIS2 (6
jenis). Jumlah individu tertinggi dijumpai di hutan bakau Kamora pada stasiun Kam1 (342
individu), sedangkan terendah dijumpai di Pulau Ajkwa pada stasiun AIS3 (77 individu).
Jumlah biomasa tertinggi dijumpai di hutan bakau Kamora pada stasiun Kam3 (3.489 gr),
sedangkan terendah dijumpai di Pulau Ajkwa pada stasiun AIS3 (220 gr). Indeks dominansi
tertinggi dijumpai di Pulau Ajkwa pada stasiun AIS2 (0,73) dan terendah dijumpai di hutan
bakau Ajkwa pada stasiun Ajk41 (0,16). Indeks keragaman tertinggi dijumpai di hutan bakau
Ajkwa pada stasiun Ajk41 (2,09) dan terendah dijumpai di Pulau Ajkwa pada stasiun AIS2
(0,62).
Komposisi famili hasil pemantauan makro avertebrata (Crustacea) bakau berdasarkan jumlah
individu dan biomasa disajikan pada Gambar di bawah ini.

Gambar 33. Komposisi Famili Berdasarkan Jumlah Individu (Kiri) dan Biomasa (Kanan)
Fauna Makro-Avertebrata (Kelompok Crustacea) Tahun 2016

Gambar di atas menunjukkan bahwa komposisi famili fauna makro avertebrata mangrove
(kelompok Crustacea) berdasarkan jumlah individu didominasi oleh famili Sesarmidae (Mud
Crab) yang kemudian diikuti oleh famili Alpheidae (Snapping Shrimp), Ocipodidae (Ghost
Crab) dan Thalassinidae (Mud Shrimp). Komposisi famili fauna makro avertebrata mangrove
(kelompok Crustacea) berdasarkan biomasa juga didominasi oleh famili Sesarmidae (Mud
Crab) yang kemudian diikuti oleh famili Alpheidae (Snapping Shrimp), Portunidae dan
Thalassinidae (Mud Shrimp).
Ringkasan hasil pemantauan fauna makro avertebrata dari kelompok Moluska akan
dilaporkan setelah hasil identifikasi oleh pihak ketiga telah diterima.

31
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

4.7.2 Fauna Akuatik Muara (Ikan dan Avertebrata)


Sesuai dengan rencana pemantauan tahun 2016, kegiatan pemantauan nekton di muara
dilakukan dua (2) kali dalam setahun. Metode yang digunakan adalah sweep area dengan
menggunakan jaring pukat (otter trawl) dan metode jaring insang (gillnet).
Pemantauan nekton dengan menggunakan jaring pukat dilakukan di enam (6) muara, yaitu
Kamora, Tipuka, Ajkwa, Minajerwi, Mawati dan Otakwa, dimana setiap muara terdiri dari dua
(2) stasiun pemantauan.
Pemantauan nekton dengan menggunakan jaring insang dilakukan di enam (6) muara, yaitu
Kamora, Tipuka, Ajkwa, Minajerwi, Mawati dan Otakwa, dimana setiap muara terdiri dari satu
(1) stasiun pemantauan.

Fauna Ikan Muara (Metode Jaring Pukat)


Pemantauan ikan muara dengan metode sweep area menggunakan jaring pukat. Ukuran
panjang jaring 11 m, ukuran mata jaring 35 mm, dan ukuran mata jaring pada kantong sebesar
20 mm. Hasil pemantauan ikan pada semester kedua tahun 2016 masih dalam proses
identifikasi oleh pihak ketiga. Ringkasan hasil pemantauan ikan muara dengan metode jaring
pukat di muara selama tahun 2016 akan dilaporkan pada laporan triwulan pertama tahun
2017.

Fauna Avertebrata Muara (Metode Jaring Pukat)


Pemantauan avertebrata muara dengan metode jaring pukat dilakukan dua kali selama tahun
2016. Stasiun EM270 di muara Ajkwa tidak dapat dipantau karena kendala akses menuju ke
lokasi pemantauan yang disebabkan adanya sedimentasi muara. Ringkasan hasil
pemantauan fauna avertebrata muara tahun 2016 ditunjukan pada Tabel berikut.

Tabel 8. Ringkasan Hasil Pemantauan Avertebrata Muara dengan Jaring Pukat Tahun
2016
Ajkwa Tipuka Kamora Minajerwi Mawati Otakwa
EM274

EM275

EM276

EM330

EM332

EM430

EM432

EM770

EM773

EM870

Parameter EM871

Jumlah Jenis 5 9 9 8 10 9 7 9 10 16 11
Jumlah Individu 27 109 34 81 67 106 48 22 13 206 357
Jumlah Biomassa (Kg) 0,23 0,15 0,28 0,48 0,18 0,85 0,60 0,20 0,16 1,93 2,21
Indeks Dominansi
0,32 0,58 0,17 0,24 0,23 0,19 0,21 0,19 0,11 0,29 0,37
Simpson (C)
Indeks Keragaman
1,29 1,02 1,94 1,64 1,71 1,84 1,69 1,89 2,25 1,70 1,33
Shannon-Weaver (H')

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah jenis tertinggi dijumpai di Muara Otakwa pada
stasiun EM870 (16 jenis) dan terendah dijumpai di Muara Ajkwa pada stasiun EM274 (5 ekor).
Jumlah individu tertinggi dijumpai di Muara Otakwa pada stasiun EM871 (357 individu) dan
terendah dijumpai di Muara Mawati pada stasiun EM773 (13 individu). Biomasa tertinggi
dijumpai di Muara Otakwa pada stasiun EM871 (2,21 kg) dan terendah dijumpai di Muara
Tipuka pada stasiun EM275 (0,15 kg). Indeks dominansi tertinggi dijumpai di Muara Tipuka
pada stasiun EM275 (0,58) dan terendah dijumpai di Muara Mawati pada stasiun EM773

32
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

(0,11). Indeks keragaman tertinggi dijumpai di Muara Mawati pada stasiun EM773 (2,25) dan
terendah dijumpai di Muara Tipuka pada stasiun EM275 (1,02).
Komposisi famili hasil pemantauan avertebrata muara berdasarkan jumlah individu dan
biomasa dengan menggunakan jaring pukat selama tahun 2016 disajikan pada Gambar
berikut.

Gambar 34. Komposisi Famili Avertebrata Muara Berdasarkan Jumlah Individu (kiri) dan
Biomasa (kanan) dengan Metode Jaring Pukat pada Tahun 2016

Gambar di atas menunjukkan bahwa komposisi famili avertebrata muara berdasarkan jumlah
individu didominasi oleh famili Penaeidae (udang putih) diikuti oleh Echinodermata,
Sergestidae, Dorippidae dan Portunidae (kepiting). Komposisi famili avertebrata muara
berdasarkan biomasa didominasi oleh famili Penaeidae (udang putih) diikuti oleh Portunidae
(kepiting), Echinodermata, Dorippidae dan Squillidae.

Fauna Ikan Muara (Metode Jaring Insang)


Pemantauan fauna ikan muara juga dilakukan dengan menggunakan metode jaring insang.
Jumlah jaring yang digunakan sebanyak 6 unit dengan ukuran panjang masing-masing jaring
20 m. Ukuran mata jaring yang digunakan adalah 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 inch. Ringkasan hasil
pemantauan fauna ikan muara dengan metode jaring insang selama tahun 2016 disajikan
pada Tabel di bawah.

Tabel 9. Ringkasan Hasil Pemantauan Ikan Muara dengan Metode Jaring Insang Tahun
2016
Ajkwa Tipuka Kamora Minajerwi Mawati Otakwa
Parameter
EM274 EM275 EM330 EM430 EM770 EM870
Jumlah Jenis 23 23 26 24 28 18
Jumlah Individu 244 79 111 162 217 202
Jumlah Biomasa (kg) 123,2 33,6 36,0 104,7 122,2 104,2
Indeks Dominansi Simpson (C) 0,22 0,13 0,11 0,21 0,10 0,27
Indeks Keragaman Shannon -
2,12 2,48 2,65 2,13 2,66 1,82
Weaver (H')

33
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah jenis tertinggi dijumpai di Muara Mawati pada
stasiun EM770 (28 jenis) dan terendah di Muara Otakwa pada stasiun EM870 (18 jenis).
Jumlah individu tertinggi dijumpai di Muara Ajkwa pada stasiun EM274 (244 individu) dan
terendah di Muara Tipuka pada stasiun EM275 (79 individu).
Biomasa tertinggi dijumpai di Muara Ajkwa pada stasiun EM274 (123,2 kg) dan terendah di
Muara Tipuka pada stasiun EM275 (33,6 kg). Indeks dominansi tertinggi dijumpai di Muara
Otakwa pada stasiun EM870 (0,27) dan terendah di Muara Mawati pada lokasi EM770 (0,10).
Indeks keragaman jenis tertinggi dijumpai di Muara Mawati pada stasiun EM770 (2,66) dan
terendah di Muara Otakwa pada stasiun EM870 (1,82).
Komposisi famili fauna ikan muara berdasarkan jumlah individu dan biomasa dengan
menggunakan metode jaring insang pada tahun 2016 disajikan pada Gambar berikut.

100% 100%

80% 80%

60%
Jumlah Individu

60%
Biomasa
40% 40%

20% 20%

0% 0%
EM274 EM275 EM330 EM430 EM770 EM870 EM274 EM275 EM330 EM430 EM770 EM870
Ariidae Sciaenidae Polynemidae
Drepanidae Scatophagidae Others Ariidae Sciaenidae Polynemidae

Gambar 35. Komposisi Famili Ikan Muara Berdasarkan Jumlah Individu (Kiri) dan Biomasa
(Kanan) dengan Metode Jaring Insang Tahun 2016

Gambar di atas menunjukkan bahwa komposisi famili ikan muara berdasarkan jumlah individu
didominasi oleh famili Ariidae (sembilang) diikuti oleh Sciaenidae (kakap tawar), Polynemidae,
Drepanidae (samandar) dan Scatophagidae. Komposisi famili ikan muara berdasarkan
biomasa didominasi oleh famili Ariidae (sembilang) diikuti oleh Sciaenidae (kakap tawar),
Polynemidae, Lobotidae dan Muraenesocidae.

4.7.3 Fauna Akuatik Laut Dangkal (Ikan dan Avertebarata)


Kegiatan pemantauan fauna ikan dan avertebrata laut dangkal dengan metode sweep area
menggunakan jaring pukat (otter trawl) dilakukan di enam (6) stasiun pemantauan dimana
setiap titik pantau berada di hilir aliran dari enam (6) muara, yaitu Kamora, Tipuka, Ajkwa,
Minajerwi, Mawati dan Otakwa.

Fauna Ikan Laut Dangkal (Metode Jaring Pukat)


Kegiatan pemantauan fauna ikan laut dangkal dengan metode sweep area menggunakan
jaring pukat telah dilakukan pada triwulan kedua dan keempat tahun 2016. Ringkasan hasil
pemantauan ikan laut dangkal tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

34
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Tabel 10. Ringkasan Hasil Pemantauan Ikan Laut Dangkal Tahun 2016.
Ajkwa Kamora Mawati Minajerwi Otakwa Tipuka
Parameter
A1 K1 Ma1 Mi1 Ot5 T5
Jumlah Jenis 34 29 32 30 20 17
Jumlah Individu 548 538 597 562 281 175
Jumlah Biomasa (Kg) 17,88 13,48 37,33 11,92 14,44 3,02
Indeks Dominansi Simpson (C) 0,11 0,10 0,13 0,17 0,16 0,16
Indeks Keragaman Shannon -
0,90 0,90 0,87 0,83 0,84 0,84
Weaver (H')

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah jenis tertinggi dijumpai di laut dangkal depan Muara
Ajkwa pada stasiun A1 (34 jenis) dan terendah di laut dangkal depan Muara Tipuka pada
stasiun T5 (17 jenis). Jumlah individu tertinggi dijumpai di laut dangkal depan Muara Mawati
pada stasiun Ma1 (597 individu) dan terendah di laut dangkal depan Muara Tipuka pada
stasiun T5 (175 individu). Biomasa tertinggi dijumpai di laut dangkal depan Muara Mawati
pada stasiun Ma1 (37,3 Kg) dan terendah di laut dangkal depan Muara Tipuka pada stasiun
T5 (3,02 Kg). Indeks dominansi tertinggi dijumpai di laut dangkal depan Muara Minajerwi pada
stasiun Mi1 (0,17) dan terendah di laut dangkal depan Muara Kamora pada lokasi K1 (0,10).
Indeks keragaman jenis tertinggi dijumpai di laut dangkal depan Muara Kamora dan Ajkwa
pada stasiun K1 dan A1 (masing-masing 0,90) dan terendah di laut dangkal depan Muara
Minajerwi pada stasiun Mi1 (0,83).
Komposisi famili fauna ikan laut dangkal berdasarkan jumlah individu dan biomasa dengan
menggunakan metode jaring pukat pada tahun 2016 disajikan pada Gambar berikut.

Gambar 36. Komposisi Famili Ikan Laut Dangkal Berdasarkan Jumlah Individu (Kiri) dan
Biomasa (Kanan) dengan Metode Jaring Pukat Tahun 2016

Gambar di atas menunjukkan bahwa komposisi famili ikan laut dangkal berdasarkan jumlah
individu didominasi oleh famili Leiognathidae diikuti oleh Sciaenidae, Mullidae, Engraulididae
dan Sillaginidae. Komposisi famili ikan laut dangkal berdasarkan biomasa didominasi oleh
Sciaenidae diikuti oleh Leiognathidae, Ariidae, Sillaginidae dan Gymnuridae.

Fauna Avertebrata Laut Dangkal (Metode Jaring Pukat)


Kegiatan pemantauan fauna avertebrata laut dangkal dengan metode sweep area
menggunakan jaring pukat telah dilakukan pada triwulan kedua dan keempat tahun 2016.

35
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Ringkasan hasil pemantauan avertebrata laut dengan metode jaring pukat pada tahun 2016
disajikan pada Tabel di bawah ini.

Tabel 11. Ringkasan Hasil Pemantauan Fauna Avertebrata Laut Dangkal dengan Metode
Jaring Pukat Tahun 2016.
Ajkwa Kamora Mawati Minajerwi Otakwa Tipuka
Parameter
A1 K1 Ma1 Mi1 Ot5 T5
Jumlah Jenis 8 17 7 5 3 4
Jumlah Individu 67 139 27 8 8 22
Jumlah Biomasa (gr) 1.104 2.679 695 366 21,1 45,2
Indeks Dominansi Simpson (C) 0,39 0,15 0,26 0,31 0,34 0,55
Indeks Keragaman Simpson (SID) 0,62 0,85 0,76 0,79 0,75 0,47

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah jenis tertinggi dijumpai di laut dangkal depan Muara
Kamora pada stasiun K1 (17 jenis) dan terendah di laut dangkal depan Muara Otakwa pada
stasiun Ot5 (3 jenis). Jumlah individu tertinggi dijumpai di laut dangkal depan Muara Kamora
pada stasiun K1 (139 individu) dan terendah di laut dangkal depan Muara Minajerwi dan
Otakwa pada stasiun Mi1 dan Ot5 (masing-masing 8 individu). Biomasa tertinggi dijumpai di
laut dangkal depan Muara Kamora pada stasiun K1 (2.679 gr) dan terendah di laut dangkal
depan Muara Otakwa pada stasiun Ot5 (21,1 gr). Indeks dominansi tertinggi dijumpai di laut
dangkal depan Muara Tipuka pada stasiun T5 (0,55) dan terendah di laut dangkal depan
Muara Kamora pada lokasi K1 (0,15). Indeks keragaman jenis tertinggi dijumpai di laut
dangkal depan Muara Kamora pada stasiun K1 (0,85) dan terendah di laut dangkal depan
Muara Tipuka pada stasiun T5 (0,47).
Komposisi famili fauna avertebrata laut dangkal berdasarkan jumlah individu dan biomasa
dengan menggunakan metode jaring pukat (metode sweep area) pada tahun 2016 disajikan
pada Gambar berikut ini.

Gambar 37. Komposisi Famili Fauna Avertebrata Laut Dangkal Berdasarkan Jumlah Individu
(Kiri) dan Biomasa (Kanan) dengan Metode Jaring Pukat pada Tahun 2016

Gambar di atas menunjukkan bahwa komposisi famili avertebrata laut dangkal berdasarkan
jumlah individu didominasi oleh famili Penaeidae (udang putih) diikuti oleh Squillidae,
Diogenidae, Portunidae (kepiting) dan Matutidae. Komposisi famili avertebrata laut dangkal

36
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

berdasarkan biomasa didominasi oleh Penaeidae (udang putih) diikuti oleh Portunidae
(kepiting), Squillidae, Diogenidae dan Decapoda.

4.7.4 Fauna Plankton (Phytoplankton dan Zooplankton Muara dan Laut)


Kegiatan pengambilan contoh plankton (Phytoplankton dan Zooplankton) tahun 2016 di
muara dan laut dangkal telah dilakukan dua kali. Pengambilan contoh plankton bersamaan
dengan kegiatan pemantauan fauna ikan dengan metode jaring pukat (otter trawl).
Lokasi pemantauan plankton meliputi 6 muara (Muara Ajkwa, Kamora, Mawati, Minajerwi,
Otakwa dan Tipuka), dimana terdapat dua (2) stasiun di setiap muara dan satu (1) stasiun di
setiap laut dangkal.

Plankton Muara
Pengambilan contoh plankton muara tahun 2016 telah dilakukan di triwulan kedua dan
keempat tahun 2016. Ringkasan hasil pemantauan fauna plankton (Phytoplankton dan
Zooplankton) muara pada tahun 2016 disajikan pada Tabel di bawah ini.

Tabel 12. Ringkasan Hasil Pemantauan Phytoplankton Muara Tahun 2016


Ajk.
Ajkwa Tipuka Kamora Minajerwi Mawati Otakwa
Divers
EM274

EM275

EM276

EM330

EM332

EM430

EM432

EM770

EM773

EM870

EM871

EM281
Parameter

Jumlah Jenis 8 14 12 13 5 9 10 12 11 9 9 9
Jumlah Individu
1.180 8.410 5.300 440 110 1.330 2.770 2.490 5.495 4.835 1.685 570
x 103 (Cell/M3)
Indeks
0,28 0,80 0,67 0,11 0,26 0,45 0,78 0,31 0,76 0,59 0,39 0,30
dominansi (C)
Indeks
Keragaman 0,72 0,20 0,33 0,89 0,74 0,55 0,22 0,69 0,24 0,41 0,61 0,70
Simpson (SID)

Tabel Phytplankton muara di atas menunjukkan bahwa jumlah jenis tertinggi dijumpai di
Muara Tipuka pada stasiun EM275 (14 jenis), dan terendah dijumpai di muara Kamora pada
stasiun EM332 (5 jenis). Kepadatan (density) tertinggi dijumpai di Muara Tipuka pada stasiun
EM275 (8.410 x 103 cell/m3) dan terendah dijumpai di Muara Kamora pada stasiun EM332
(110 x 103 cell/m3). Indeks dominansi tertinggi dijumpai di Muara Tipuka pada stasiun EM275
(0,80) dan terendah dijumpai di Muara Kamora pada stasiun EM330 (0,11). Indeks keragaman
tertinggi dijumpai di Muara Kamora pada stasiun EM330 (0,89) dan terendah dijumpai di
Muara Tipuka pada stasiun EM275 (0,20).

37
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Tabel 13. Ringkasan Hasil Pemantauan Zooplankton Muara Tahun 2016


Ajk.
Ajkwa Tipuka Kamora Minajerwi Mawati Otakwa
Divers

EM274

EM275

EM276

EM330

EM332

EM430

EM432

EM770

EM773

EM870

EM871

EM281
Parameter

Jumlah Jenis 21 23 24 27 14 9 9 31 27 27 31 19
Jumlah Individu x
16,35 34,8 42,75 38,73 1,80 0,80 0,63 26,63 26,93 24,83 57,7 27,78
103 (Creature/m3)
Indeks dominansi
0,40 0,26 0,21 0,32 0,26 0,21 0,19 0,25 0,41 0,21 0,25 0,27
(C)
Indeks Keragaman
0,60 0,74 0,79 0,68 0,74 0,80 0,81 0,75 0,59 0,79 0,75 0,73
Simpson (SID)

Tabel Zooplankton di atas menunjukkan bahwa jumlah jenis tertinggi dijumpai di Muara
Mawati dan Otakwa pada stasiun EM770 dan EM871 (masing-masing 31 jenis) dan terendah
dijumpai di Muara Minajerwi pada stasiun EM430 dan EM432 (masing-masing 9 jenis).
Kepadatan (density) tertinggi dijumpai di Muara Otakwa pada stasiun EM871 (57,7 x 103
cell/m3) dan terendah dijumpai di Muara Minajerwi pada stasiun EM432 (0,63 x 103 cell/m3).
Indeks dominansi tertinggi dijumpai di Muara Mawati pada stasiun EM773 (0,41) dan terendah
dijumpai di Muara Minajerwi pada stasiun EM432 (0,19). Indeks keragaman tertinggi dijumpai
di Muara Minajerwi pada stasiun EM432 (0,81) dan terendah dijumpai di Muara Mawati pada
stasiun EM773 (0,59).
Komposisi famili hasil pemantauan plankton (Phytoplankton dan Zooplankton) muara
berdasarkan kepadatan (density) tahun 2016 disajikan pada Gambar di bawah ini.

Gambar 38. Komposisi Famili Berdasarkan Densitas/Kepadatan Biota Phytoplankton


(Kanan) dan Zooplankton (Kiri) Tahun 2016

Gambar di atas menunjukkan bahwa komposisi famili Phytoplankton berdasarkan kepadatan


didominasi oleh famili Skeletonemaceae, diikuti oleh famili Chaetoceracea, Nitzschiaceae,
Fragillariaceae dan Thalassiosiraceae. Sedangkan kompisisi famili Zooplankton berdasarkan
kepadatan didominasi oleh famili Oithonidae, diikuti oleh famili Copepoda, Paracalanidae,
Cirripedia dan Oikopleuridae.

38
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Plankton Laut
Pengambilan contoh plankton laut telah dilakukan pada triwulan kedua dan keempat tahun
2016. Lokasi pengambilan meliputi wilayah laut dangkal yang terhubung langsung dengan
enam muara yaitu Muara Ajkwa, Kamora, Mawati, Minajerwi, Otakwa dan Tipuka. Ringkasan
hasil pemantauan fauna plankton (Phytoplankton dan Zooplankton) laut dangkal pada tahun
2016 disajikan pada Tabel di bawah ini.
Tabel 14. Ringkasan Hasil Pemantauan Phytoplankton Laut Dangkal Tahun 2016
Ajkwa Kamora Mawati Minajerwi Otakwa Tipuka
Parameter
A1 K1 Ma1 Mi1 Ot5 T5
Jumlah Jenis 15 12 12 16 10 15
Jumlah Individu x 103
13.375 2.090 3.890 3.515 700 7.565
(Creature/m3)
Indeks dominansi (C) 0,50 0,20 0,20 0,16 0,15 0,22
Indeks Keragaman Simpson (SID) 0,50 0,80 0,80 0,84 0,85 0,78

Tabel Phytplankton laut dangkal di atas menunjukkan bahwa jumlah jenis tertinggi dijumpai di
laut dangkal depan Muara Minajerwi pada stasiun Mi1 (16 jenis), dan terendah dijumpai di laut
dangkal depan Muara Otakwa pada stasiun Ot5 (10 jenis). Kepadatan (density) tertinggi
dijumpai di laut dangkal depan Muara Ajkwa pada stasiun A1 (13.375 x 103 creature/m3) dan
terendah dijumpai di laut dangkal depan Muara Otakwa pada stasiun Ot5 (700 x 103
creature/m3). Indeks dominansi tertinggi dijumpai di laut dangkal depan Muara Ajkwa pada
stasiun A1 (0,50) dan terendah dijumpai di laut dangkal depan Muara Otakwa pada stasiun
Ot5 (0,15). Indeks keragaman tertinggi dijumpai di laut dangkal depan Muara Otakwa pada
stasiun Ot5 (0,85) dan terendah dijumpai di laut dangkal depan Muara Ajkwa pada stasiun A1
(0,50).

Tabel 15. Ringkasan Hasil Pemantauan Zooplankton Laut Dangkal Tahun 2016
Ajkwa Kamora Mawati Minajerwi Otakwa Tipuka
Parameter
A1 K1 Ma1 Mi1 Ot5 T5
Jumlah Jenis 24 29 37 31 27 27
Jumlah Indivdu x 103 (Creature/m3) 25,63 67,30 46,98 44,18 28,43 78,88
Indeks dominansi (C) 0,21 0,19 0,18 0,14 0,18 0,22
Indeks Keragaman Simpson (SID) 0,79 0,81 0,82 0,86 0,82 0,78

Tabel Zooplankton laut dangkal di atas menunjukkan bahwa jumlah jenis tertinggi dijumpai di
laut dangkal depan Muara Mawati pada stasiun Ma1 (37 jenis) dan terendah dijumpai di laut
dangkal depan Muara Ajkwa pada stasiun A1 (24 jenis). Kepadatan (density) tertinggi dijumpai
di laut dangkal depan Muara Tipuka pada stasiun T5 (78,88 x 103 creature/m3) dan terendah
dijumpai di laut dangkal depan Muara Ajkwa pada stasiun A1 (25,63 x 103 creature/m3). Indeks
dominansi tertinggi dijumpai di laut dangkal depan Muara Tipuka pada stasiun T5 (0,22) dan
terendah dijumpai di laut dangkal depan Muara Minajerwi pada stasiun Mi1 (0,14). Indeks
keragaman tertinggi dijumpai di laut dangkal depan Muara Minajerwi pada stasiun Mi1 (0,86)
dan terendah dijumpai di laut dangkal depan Muara Tipuka pada stasiun T5 (0,78).
Komposisi famili hasil pemantauan plankton (Phytoplankton dan Zooplankton) laut dangkal
berdasarkan kepadatan (density) tahun 2016 disajikan pada Gambar di bawah ini ini.

39
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Gambar 39. Komposisi Famili Berdasarkan Densitas/Kepadatan Biota Phytoplankton


(Kanan) dan Zooplankton (Kiri) Laut Dangkal Tahun 2016

Gambar di atas menunjukkan bahwa komposisi famili Phytoplankton laut dangkal


berdasarkan kepadatan didominasi oleh famili Skeletonemaceae, diikuti oleh famili
Chaetoceracea, Thalassiosiraceae, Nitzschiaceae dan Coscinodiscaceae. Sedangkan
kompisisi famili Zooplankton laut dangkal berdasarkan kepadatan didominasi oleh famili
Oithonidae, diikuti oleh famili Paracalanidae, Copepoda, Euterpina dan Polychaeta.

4.7.5 Bentos Muara dan Laut


Komunitas bentik terdiri dari organisme yang hidup di dalam (dasar) perairan. Organisme ini
dikenal sebagai bentos, yang meliputi kelompok cacing-cacingan, kerang-kerangan, kepiting,
udang, sponges dan organisme kecil lainnya. Alat yang digunakan untuk mengambil contoh
bentos adalah grab Smith Mc-Intyre.
Bentos memainkan peran yang sangat penting dalam wilayah perairan, karena sebagian
besar bentos merupakan bagian dari rantai makanan di dalam perairan. Kelimpahan bentos
dapat dijadikan penilaian terhadap kondisi perairan dan menjadi indikator utama terhadap
pengaruh perubahan pada ekosistem perairan.

Bentos Muara
Pemantauan bentos muara telah dilaksanakan pada triwulan keempat tahun 2016. Hasil
pemantauan bentos muara tahun 2016 belum dapat dilaporkan karena masih dalam proses
identifikasi oleh pihak ketiga di Jakarta.

Bentos Laut
Pemantauan bentos laut telah dilaksanakan pada triwulan ketiga tahun 2016. Hasil
pemantauan bentos laut belum dapat dilaporkan karena masih dalam proses identifikasi oleh
pihak ketiga di Jakarta.

4.7.6 Kandungan Logam pada Fauna Air (Ikan)


Kegiatan pemantauan kandungan logam yang terakumulasi dalam daging ikan telah
dilakukan pada tahun 2016. Acuan baku mutu logam berat dalam daging ikan menggunakan
Peraturan Kepala BPOM No. HK.00.06.1.52.4011, kecuali untuk logam Cu dan Zn. Hasil

40
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

pemantauan kandungan logam berat dalam fauna (ikan) tahun 2016 belum selesai di analisa
dan akan dilaporkan pada triwulan pertama tahun 2017.

4.7.7 Toksikologi
Kegiatan pemantauan toksisitas tailing terhadap biota perairan telah dilakukan pada tahun
2016. Metode yang digunakan adalah dengan bioassay test meliputi uji akut. Media yang
digunakan adalah air yang diambil dari aliran tailing di sungai Ajkwa pada stasiun S255 dan
muara Ajkwa pada stasiun EM270.
Biota uji yang digunakan terdiri dari ikan Blue eyes (Pseudomugil inconspicuus) untuk media
uji air muara, sedangkan ikan Hardyhead (Craterocephalus sp) digunakan untuk media uji air
sungai. Metode yang digunakan adalah uji akut (bioassay) selama 96 jam. Pemilihan ikan
sebagai biota uji adalah ikan yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap paparan bahan-bahan
berbahaya, untuk itu ikan yang diuji adalah ikan yang masih usia anakan (Juvenile). Untuk
mendapatkan standar dari sensitivitas biota uji maka dilakukan juga pengujian menggunakan
toksikan lain sebagai referensi yaitu larutan Tembaga Sulfat (CuSO4).
Ringkasan hasil uji toksisitas tailing terhadap biota perairan pada tahun 2016 disajikan pada
tabel di bawah ini.

Tabel 16. Ringkasan Uji Toksisitas Pada Ikan Blue Eyes pada November Tahun 2016
EM270 Tailings Estuarine Reference Toxicant (CuSO4)
Treatment Treatment
Survival (%) Survival (%)
% 24 48 72 96 mg/L 24 48 72 96
Kontrol** 100 100 100 100 Kontrol 100 100 95 95
6,25 100 100 95 95 0,5 100 100 100 100
12,5 100 95 95 95 1 100 100 95 95
25 100 100 100 100 2 67 52 52 52
50 100 100 100 100 4 14 5 5 5
100 100 100 100 100 8 14 5 5 5
Catatan : **Tes dapat diterima atau sah jika kelangsungan hidup > 90% dan kualitas
parameter air tetap dipertahankan dalam batas yang dapat diterima.

Tabel di atas menunjukan bahwa perlakuan dengan penambahan konsentrasi air dari muara
Ajkwa yang dialiri tailing, dengan konsentrasi berbeda (6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%)
menunjukan tidak adanya dampak akut terhadap anakan ikan uji (Blue eyes). Hal ini
ditunjukan dengan tingkat laju kehidupan (survival rate) dari anakan ikan uji lebih besar dari
50% seteleh pengujian akut selama 96 jam.

Tabel 17. Ringkasan Uji Toksisitas Pada Ikan Hardyhead pada Desember Tahun 2016
S255 Tailings River Reference Toxicant (CuSO4)
Treatment Treatment
Survival (%) Survival (%)
% 24 48 72 96 mg/L 24 48 72 96
Kontrol** 100 100 90 90 Kontrol 100 100 90 90
6,25 90 83 78 78 0,25 83 83 72 72
12,5 87 83 83 78 0,5 72 72 67 56
25 94 83 83 83 1 89 83 67 56

41
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

S255 Tailings River Reference Toxicant (CuSO4)


Treatment Treatment
Survival (%) Survival (%)
% 24 48 72 96 mg/L 24 48 72 96
50 83 78 78 78 2 72 61 56 56
100 90 90 90 90 4 61 34 34 34
Catatan : **Tes dapat diterima atau sah jika kelangsungan hidup > 90% dan kualitas
parameter air tetap dipertahankan dalam batas yang dapat diterima.

Tabel di atas menunjukan bahwa perlakuan dengan penambahan konsentrasi air dari sungai
Ajkwa yang dialiri tailing, dengan konsentrasi berbeda (6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%)
menunjukan tidak adanya dampak akut terhadap anakan ikan uji (Hardyhead). Hal ini
ditunjukan dengan tingkat laju kehidupan (survival rate) dari anakan ikan uji lebih besar dari
50% setelah pengujian akut selama 96 jam.

4.7.8 Perikanan Masyarakat


Survei perikanan berkelanjutan di daerah pesisir di sekitar wilayah proyek PT Freeport
Indonesia (PTFI) dijadwalkan sekali setahun pada tahun 2016 oleh Universitas Negeri Papua.
Kegiatan survei perikanan masyarakat tahun 2016 tidak dapat dilakukan pada periode tahun
2016 karena adanya kendala teknis.

4.8 Kandungan Logam Pada Sedimen


Penerapan persyaratan Diktum Kelima Butir 8, PTFI diwajibkan melakukan pemantauan
sedimen. Pemantauan dilakukan secara rutin sejak tahun 1996 sebagai bagian dari
penerapan RKL-RPL, AMDAL Regional PTFI dan hasilnya dilaporkan secara rutin dalam
laporan RKL-RPL.
Tailing yang dihasilkan dari Pabrik Pengolahan Bijih di MP74 dialirkan dan diendapkan di
dataran rendah yaitu ModADA, sedangkan sebagian tailing terutama yang mempunyai ukuran
halus dan sangat halus diprediksi akan mengalir ke sistem muara Ajkwa dan laut.
Selama tahun 2016 telah dilakukan pemantauan geokimia tailing di daerah sungai, muara,
hutan mangrove dan laut. Lokasi pemantauan geokimia berkaitan dengan kegiatan
pengambilan contoh nekton, bentos, fauna mangrove dan titik penaatan, sehingga hubungan
antara geokimia tailing dan variabel lainnya dapat diketahui.
Pengambilan contoh sedimen di sungai dan muara dilakukan dengan frekuensi dua kali
setahun, contoh sedimen dari hutan mangrove diambil sekali setahun bersamaan dengan
kegiatan pemantauan mangrove invertebrata dan contoh sedimen laut diambil sekali setahun
dari lokasi titik penaatan bersamaan dengan kegiatan pemantauan bentos laut.
Parameter yang dianalisa dari contoh sedimen antara lain logam Perak (Ag), Aluminium (Al),
Arsen (As), Kadmium (Cd), Tembaga (Cu), Besi (Fe), Raksa (Hg), Nikel (Ni), Timbal (Pb),
Selenium (Se), Seng (Zn) dan analisis ukuran butiran Median Particle Size (MPS). Ringkasan
hasil pemantauan kualitas sedimen di sungai, muara, hutan mangrove dan laut ditunjukkan
pada Tabel di bawah ini.

42
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Tabel 18. Hasil Analisis Konsentrasi Logam pada Sedimen di Beberapa Sungai Tahun 2016
Kandungan Logam Dalam Sedimen (Berat Kering mg/kg) Subtrat
Lokasi Sta. Periode
Ag Al As Cd Cu Fe Hg Pb Ni Se Zn MPS Jenis
Kamora Sem. 1 <1,00 9.480 4,2 1,1 14 23.700 0,063 12 8,9 0,29 43 63 Lumpur
S325
(Kontrol) Sem. 2 <1,00 45.000 6,0 0,69 14 28.400 0,069 9,3 11 1,8 50 58 Lumpur
Ajkwa Sem. 1 <1,00 14.400 4,2 1,4 130 33.200 0,037 15 14 0,76 57 25 Lumpur
S261
(Tailing) Sem. 2 <1,00 12.400 1,7 0,74 53 27.400 0,012 11 12 NA 43 58 Lumpur
Ajkwa Sem. 1 <1,00 8.760 22 2,8 744 29.800 <0,012 241 5,1 2,7 491 11 Lumpur
S265
(Tailing) Sem. 2 <1,00 6.870 25 3,5 768 41.100 <0,012 180 5,0 NA 660 47 Lumpur
Pasir
Minajerwi Sem. 1 <1,00 10.300 2,8 1,1 24 24.900 <0,012 6,9 13 0,16 40 356
Kasar
(Bekas S420
Pasir
Tailing) Sem. 2 <1,00 17.500 0,9 0,90 16 27.800 <0,012 7,2 16 NA 46 287
Kasar
Mawati Sem. 1 <1,00 8.650 4,0 0,98 7,9 24.100 0,012 10 10 0,29 43 103 Pasir
S760
(Kontrol) Sem. 2 < 1,00 14.000 7,1 1,2 20 29.300 0,028 14 14 2,4 61 25 Lumpur
Otakwa Sem. 1 <1,00 10.400 10 1,3 45 28.200 0,034 15 14 0,16 69 25 Lumpur
S860
(Kontrol) Sem. 2 < 1,00 10.500 13 1,3 33 29.100 0,029 15 18 4,8 89 56 Lumpur
Keterangan : NA, tidak ada data karena ada kerusakan pada AAS – Grafite Furnace

Tabel 19. Hasil Analisis Konsentrasi Logam pada Sedimen di Beberapa Muara Tahun 2016
Kandungan Logam Dalam Sedimen (Berat Kering mg/kg) Subtrat
Lokasi Sta. Periode
Ag Al As Cd Cu Fe Hg Pb Ni Se Zn MPS Jenis
Kamora Sem. 1 <1,00 9.180 3,0 0,89 13 20.500 0,048 8,6 8,3 0,27 39 35 Lumpur
EM330
(Kontrol) Sem. 2 <1,00 70.600 10 0,76 31 35.800 0,119 15 13 2,72 68 10 Lumpur
Tipuka Sem. 1 <1,00 11.800 14 1,8 438 34.200 0,026 93 8,8 1,19 216 13 Lumpur
(Bekas EM275
Tailing) Sem. 2 <1,00 14.800 10 1,3 272 32.400 0,012 64 12 NA 143 11 Lumpur

Ajkwa Sem. 1 <1,00 7.250 24 2,8 645 30.100 0,020 160 4,4 3,16 480 24 Lumpur
EM270
(Tailing) Sem. 2 <1,00 13.500 16 2,2 616 28.600 0,012 144 4,7 NA 439 17 Lumpur
Minajerwi Sem. 1 <1,00 16.400 14 1,9 344 36.900 0,019 67 13 1,46 187 12 Lumpur
(Bekas EM430
Tailing) Sem. 2 <1,00 29.000 10 1,5 326 38.400 0,014 66 13 NA 175 7 Lumpur

Mawati Sem. 1 <1,00 12.800 8,1 1,3 158 31.300 0,032 35 10 <0,02 92 9 Lumpur
EM770
(Kontrol) Sem. 2 <1,00 8.350 2,2 0,63 28 18.000 0,012 11 8,3 NA 43 140 Pasir
Otakwa Sem. 1 <1,00 14.300 9,0 1,4 18 34.700 0,016 17 15 0,16 65 6 Lumpur
EM870
(Kontrol) Sem. 2 <1,00 32.900 14 1,1 126 34.100 0,015 30 16 3,48 88 10 Lumpur
Keterangan : NA, tidak ada data karena ada kerusakan pada AAS – Grafite Furnace

Tabel 20. Hasil Analisis Konsentrasi Logam pada Sedimen di Beberapa Lokasi Hutan
Mangrove Tahun 2016
Jarak Kandungan Logam Dalam Sedimen (Berat Kering mg/kg) Subtrat
Lokasi Sta.
(m) Ag Al As Cd Cu Fe Hg Pb Ni Se Zn MPS Jenis
0 <1,00 16.400 22,4 2,08 759 37.300 0,020 144 6,74 2,14 362 10 Lumpur
AIS1 200 <1,00 11.600 19,8 1,81 752 36.400 0,019 139 6,10 1,19 297 11 Lumpur
Ajkwa 400 <1,00 10.100 20,1 2,07 729 33.000 0,019 133 5,55 1,83 377 13 Lumpur
Island
(Tailing) 0 <1,00 7.670 20,6 2,09 676 27.300 0,017 131 5,39 1,87 371 17 Lumpur
AIS2 200 <1,00 11.600 21,2 1,89 761 33.700 0,017 153 6,12 1,58 336 9 Lumpur
400 <1,00 12.000 19,0 1,90 697 37.100 0,014 117 5,66 1,54 310 10 Lumpur

43
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Jarak Kandungan Logam Dalam Sedimen (Berat Kering mg/kg) Subtrat


Lokasi Sta.
(m) Ag Al As Cd Cu Fe Hg Pb Ni Se Zn MPS Jenis
0 <1,00 9.420 23,1 2,10 657 32.600 0,019 145 5,95 1,79 382 10 Lumpur
AIS3 200 <1,00 15.600 23,0 2,12 664 40.100 0,013 115 5,33 1,97 360 13 Lumpur
400 <1,00 11.900 22,2 2,29 651 35.000 0,015 144 5,50 2,24 413 11 Lumpur

Waii 0 1,14 12.900 25,8 2,56 904 25.600 0,016 362 5,71 2,43 627 5 Lumpur
Island AWI 250 <1,00 11.500 18,0 1,85 763 33.500 0,013 182 5,65 1,79 327 6 Lumpur
(Tailing) 500 <1,00 14.200 18,6 2,14 894 40.800 0,013 208 6,08 2,00 374 6 Lumpur
0 <1,00 10.400 19,9 2,55 624 35.300 0,026 114 5,85 1,10 325 17 Lumpur
Ajkwa
AJK41 250 <1,00 29.000 17,6 2,00 695 36.700 0,019 73,9 7,73 0,45 182 13 Lumpur
(Tailing)
500 <1,00 27.000 22,7 2,24 746 33.500 0,028 143 8,27 0,51 267 10 Lumpur
0 <1,00 34.600 6,51 1,16 17,8 28.500 0,069 11,6 10,7 <0,16 50,8 19 Lumpur
Kam1 250 <1,00 13.000 4,23 1,04 16,0 22.000 0,076 12,3 9,68 0,28 44,4 26 Lumpur
500 <1,00 46.300 7,87 1,27 23,0 30.600 0,043 15,1 11,9 0,70 54,2 22 Lumpur
Kamora
(Kontrol) 0 <1,00 13.100 5,22 0,87 12,7 19.900 0,054 8,26 8,55 0,041 36,1 32 Lumpur
Pasir
Kam3 250 <1,00 7.690 1,51 0,63 3,21 15.300 0,033 2,87 7,13 <0,16 25,7 77
Halus
500 <1,00 37.600 7,81 1,27 23,5 30.300 0,031 11,5 11,6 1,18 54,5 21 Lumpur

Tabel 21. Hasil Analisis Konsentrasi Logam pada Sedimen di Beberapa Kedalaman Laut
pada 2016
Depth Kandungan Logam Dalam Sedimen (Berat Kering mg/Kg) Subtrat
Lokasi Sta.
(m) Ag Al As Cd Cu Fe Hg Pb Ni Se Zn MPS Jenis
CO1 5 <1,00 10.300 2,06 0,55 13,5 25.400 <0,012 11,8 9,45 NA 45,2 27 Lumpur
Lepas CO3 20 <1,00 15.300 2,90 0,67 12,6 32.500 <0,012 14,8 11,8 NA 52,7 12 Lumpur
Pantai
Kokonau CO4 40 <1,00 8.110 2,86 0,86 0,86 34.100 <0,012 7,48 10,5 NA 51,0 349 Pasir Kasar
OC26 35 <1,00 8.980 1,86 0,74 1,59 35.200 <0,012 6,59 9,90 NA 48,6 139 Pasir

Lepas AT1 5 <1,00 10.300 3,37 0,69 12,0 23.800 0,050 12,0 10,1 NA 46,4 27 Lumpur
Pantai AT3 20 <1,00 20.800 3,11 0,72 22,0 30.200 0,023 16,9 12,3 NA 57,7 9 Lumpur
Atuka AT4 40 <1,00 7.290 0,56 0,71 1,10 32.500 <0,012 5,64 9,51 NA 47,0 249 Pasir Kasar
K1 5 <1,00 14.500 3,50 0,47 4,28 19.200 0,014 7,47 6,78 NA 35,0 129 Pasir
K3 20 <1,00 13.900 3,17 0,65 27,5 25.100 0,018 15,4 10,4 NA 56,2 9 Lumpur
Lepas
Pantai K4 40 <1,00 8.940 0,97 0,77 2,23 28.800 <0,012 7,30 10,3 NA 50,3 158 Pasir
Kamora
OC23 35 <1,00 16.100 <0,40 0,66 2,82 26.900 <0,012 6,64 9,09 NA 45,9 155 Pasir
OC29 40 <1,00 8.720 <0,40 0,90 4,76 34.000 <0,012 7,40 10,1 NA 54,5 162 Pasir
T5 5 <1,00 14.700 4,30 0,62 33,6 23.600 0,017 13,1 8,06 NA 49,9 70 Lumpur
OC05 5 <1,00 14.800 6,59 0,79 116 29.300 0,035 25,0 11,1 NA 72,7 10 Lumpur
OC06 5 <1,00 8.870 8,11 0,96 65,2 23.600 0,014 21,3 8,89 2,52 63,3 69 Lumpur

Lepas T7 20 <1,00 14.000 8,54 0,96 209 30.600 0,035 43,9 10,9 NA 118 10 Lumpur
Pantai T8 40 <1,00 9.120 <0,40 0,89 2,60 42.100 <0,012 7,52 11,1 NA 58,4 371 Pasir Kasar
Tipuka
MCP-2 35 <1,00 25.800 3,22 0,88 15,2 31.700 <0,012 11,6 10,5 NA 57,7 6 Lumpur
OC22 35 <1,00 9.700 0,87 0,92 4,37 41.200 <0,012 8,71 11,0 NA 60,4 184 Pasir
OC31 40 <1,00 7.410 <0,40 0,72 3,00 31.800 <0,012 7,67 9,72 NA 48,8 477 Pasir Kasar
OC40 50 <1,00 6.820 1,12 0,64 1,50 30.000 <0,012 6,52 8,48 NA 41,4 237 Pasir Kasar
A1 5 <1,00 9.140 7,46 1,00 366 30.700 0,015 38,0 6,95 NA 113 23 Lumpur
A3 20 <1,00 15.700 6,65 1,03 240 32.700 0,017 47,8 11,5 NA 121 10 Lumpur

44
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Depth Kandungan Logam Dalam Sedimen (Berat Kering mg/Kg) Subtrat


Lokasi Sta.
(m) Ag Al As Cd Cu Fe Hg Pb Ni Se Zn MPS Jenis
A4 40 <1,00 10.600 5,18 1,28 10,2 34.100 <0,012 9,29 12,5 3,74 66,7 99 Pasir halus
A5 5 <1,00 6.970 7,98 1,13 188 35.300 <0,012 24,2 6,41 NA 103 61 Lumpur
Lepas A7 20 <1,00 18.800 8,44 1,23 302 35.200 0,016 58,5 11,7 NA 153 13 Lumpur
Pantai
Ajkwa A8 40 <1,00 16.200 1,39 1,02 2,69 35.500 0,004 7,79 11,0 NA 60,3 154 Pasir
MCP-1 35 <1,00 23.400 1,33 1,00 19,4 34.900 <0,012 13,9 11,7 NA 67,4 5 Lumpur
OC20 35 <1,00 18.100 3,49 0,87 12,0 27.800 <0,012 10,6 13,1 3,88 57,1 23 Lumpur
MI1 5 <1,00 10.500 5,33 0,88 66,0 27.700 <0,012 25,4 9,18 NA 80,1 86 Pasir halus
MI3 20 <1,00 22.600 7,13 1,10 239 35.900 0,014 45,8 11,8 NA 128 9 Lumpur
MI4 40 <1,00 9.810 0,69 0,77 4,57 27.900 <0,012 7,37 9,84 NA 49,5 86 Pasir halus
Lepas
Pantai MCP-3 35 <1,00 19.500 2,94 1,03 43,1 33.800 <0,012 20,4 12,4 NA 82,1 6 Lumpur
Minajerwi
OC09 20 <1,00 13.700 5,30 0,90 231 36.800 0,015 45,0 11,2 NA 122 10 Lumpur
OC18 35 <1,00 16.600 2,86 0,78 8,49 25.300 <0,012 10,1 10,6 4,97 50,8 45 Lumpur
OC41 50 <1,00 7.890 3,88 0,95 9,48 26.200 <0,012 8,36 9,72 1,89 50,5 98 Pasir halus
MA1 5 <1,00 14.700 10,3 0,79 66,0 27.200 <0,012 20,5 8,13 NA 71,3 92 Pasir halus
Lepas MA3 20 <1,00 18.700 6,32 1,06 215 33.900 0,013 38,9 12,7 NA 114 10 Lumpur
Pantai
Mawati MA4 40 <1,00 8.690 3,21 1,22 52,6 36.000 <0,012 9,33 10,7 2,34 54,9 98 Pasir halus
OC11 20 <1,00 12.900 4,29 1,02 38,8 32.000 <0,012 20,5 13,0 1,15 71,2 12 Lumpur
OT5 5 <1,00 6.670 7,44 0,70 37,9 20.700 <0,012 9,48 7,64 2,15 43,3 82 Pasir halus
OT7 20 <1,00 29.000 8,20 1,05 150 36.400 <0,012 29,7 13,8 2,45 91,2 9 Lumpur
Lepas OT8 40 <1,00 7.560 2,54 0,77 36,4 23.600 <0,012 8,39 9,13 2,03 46,3 62 Lumpur
Pantai
Otakwa OC12 20 <1,00 14.600 4,32 0,93 28,8 31.800 <0,012 17,9 12,9 4,41 68,8 13 Lumpur
OC37 40 <1,00 7.970 2,93 0,93 4,58 29.500 <0,012 7,98 10,9 1,86 51,8 33 Lumpur
OC42 50 <1,00 9.640 4,61 1,09 13,5 29.300 <0,012 8,99 11,4 2,13 60,2 78 Lumpur
AM1 5 <1,00 6.980 8,68 0,70 35,6 23.100 <0,012 6,96 7,83 2,02 41,8 93 Pasir Halus
Lepas AM3 20 <1,00 27.100 8,37 1,04 108 36.300 <0,012 24,7 15,3 2,02 81,7 11 Lumpur
Pantai
Agimuga AM4 40 <1,00 9.130 3,40 1,10 47,2 35.500 <0,012 9,28 10,6 2,11 56,5 58 Lumpur
OC14 35 <1,00 17.200 3,36 0,81 9,18 25.900 <0,012 10,1 12,3 2,43 57,0 33 Lumpur
Keterangan :
1. * Berdasakan penggolongan ukuran butiran dari “Udden-Wentworths” jenis contoh sedimen yang diambil,
digolongkan dalam tiga kategori yaitu : Pasir, Pasir Halus dan Lumpur.
2. NA, Tidak ada data karena kerusakan pada AAS – Grafite Furnace

4.9 Pemantauan Indeks Resiko Terhadap Biota Akuatik


Pada triwulan keempat tahun 2016 telah dilakukan uji sediment bioassay (LOE1) pada
sedimen Muara Ajkwa (terdampak oleh tailing) dan sedimen Muara Kamora (kontrol) selama
10 hari dengan menggunakan Ampipoda jenis Melita sp sebagai biota indikator. Selain itu
juga telah dilakukan perendaman botol-botol uji sedimen re-kolonisasi (LOE3) dari sedimen
Muara Ajkwa, Mawati dan Otakwa yang direndam di Muara Mawati dan Otakwa pada bulan
Desember 2016.

Line of Evidence (LOE) 1 – Bioasay

Uji sedimen bioasay terhadap biota Mellita sp bertujuan untuk mengevaluasi dampak pasir
sisa tambang atau tailing terhadap kelolosan hidup (survival) biota yang hidup pada sedimen
di muara. Contoh sedimen yang diuji adalah sedimen dari Muara Ajkwa pada stasiun EM270,

45
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

ABL1 dan ABL2, dimana muara tersebut merupakan area yang terkena dampak tailing yang
akan dibandingkan dengan lokasi referensi yaitu dari Muara Kamora pada stasiun EM330,
KBL3 dan KBL5. Lokasi kontrol adalah salah satu titik di Pulau Kamora (KIS) yang merupakan
lokasi dimana ampipoda Melita sp ditemukan dan dikoleksi.
Pengujian ini dilakukan berdasarkan protokol dari Environmental Canada (1998) dan USEPA
(1996) dengan sedikit modifikasi menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan organisme uji
yang digunakan. Ringkasan pengujian sedimen bioassay terhadap biota Mellita sp dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 22. Ringkasan Pengujian Sedimen Bioassay Terhadap Biota Mellita


Sp. Tahun 2016

Parameter Keterangan
Tipe Tes Static renewal
Temperatur 24 – 27 C
Salinitas Overlying Water 24 ppK ± 3 ‰
Wadah Testing/Uji 1-L beaker glass
Volume Sedimen 175 mL (2 cm depth)
Volume Overlying Water 775 mL
Sumber Organisme Uji Hasil kultur di dalam laboratorium
Tahapan dan Usia Organisme Uji Juvenil, ≤ 7 hari
Jumlah Organisme Uji/Wadah Uji 20
Ulangan 5
Oksigen Terlarut dan Aerasi Di beri aerator
Overlying water Campuran air laut dan air payau dari lokasi kontrol
Durasi Pengujian 10 hari
Hasil Akhir (endpoint) Kelolosan hidup (survival)
Test Acceptability (Valid) Rata-rata kelolosan hidup (survival) pada lokasi kontrol
≥ 80 %.

Gambar 40. Proses Uji Sedimen Bioassay Menggunakan Ampipoda Melita sp.

46
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Hasil uji sedimen bioasay terhadap biota Mellita sp tahun 2016 menunjukkan bahwa rata-rata
kelolosan hidup Ampipoda (Melita sp) pada sedimen uji dari Muara Ajkwa sebesar 63,3 %,
sedimen kontrol dari muara Kamora sebesar 80% sedangkan dari lokasi referensi sebesar
86,1%. Tingkat laju lolos hidup Mellita sp untuk sedimen dari Muara Ajkwa menunjukan nilai
yang lebih rendah dibandingkan dengan sediimen dari lokasi kontrol dan referensi (Muara
Kamora dan Pulau Kamora). Ringkasan sebaran data laju lolos hidup ditunjukan pada gambar
di bawah ini.

Gambar 41. Sebaran Data Laju Kelolosan Hidup (Survival Rate) dari Organisme Uji Melita
sp
Pengukuran ukuran partikel (MPS) dan kandungan bahan organik (TOC) di dalam sedimen
sebagai habitat dan makanan biota Melitta sp bertujuan untuk mengetahui kondisi habitat dan
ketersediaan bahan makanan pada tiga lokasi tersebut. Ringkasan hasil pengukuran
ditunjukan pada gambar di bawah ini.

Gambar 42. Hasil Pengukuran Ukuran Partikel (kiri) dan Kandungan Bahan Organik (kanan)
dalam Sedimen Uji.

47
Evaluasi Pelaksanaan Tahunan
KepMenLH No. 431 Tahun 2008
Periode 2016

Gambar grafik di atas menujukan bahwa ukuran partikel sedimen di lokasi yang terkena
dampak tailing (Muara Ajkwa) lebih halus dibandingkan dengan sedimen di lokasi kontrol dan
referensi (Muara Kamora dan Pulau Kamora). Begitu juga dengan kandungan bahan organik
pada sedimen di lokasi terkena dampak tailing (Muara Ajkwa) lebih rendah nilainya dibanding
dengan sedimen dari lokasi kontrol dan referensi (Muara Kamora dan Pulau Kamora).
Menurunnya laju kelolosan hidup biota Mellita sp di Muara Ajkwa kemungkinan besar
disebabkan oleh rendahnya kandungan bahan organik sebagai sumber makanan dan ukuran
partikel sedimen yang terlalu halus sebagai habitat bagi biota Mellita sp.
Berdasarkan dari prosedur EMPA (EPA, 1994) telah membagi kategori sedimen dari tingkat
kelolosan hidup suatu organisme. Kondisi sedimen dikategorikan ’Baik’ atau ’Toksisitas
Rendah’ apabila laju kelolosan hidup (survival rate) organisme ≥ 80%. Kondisi sedimen
dengan kategori ’Sedang’, apabila laju kelolosan hidup organisme 60% - 80%. Kondisi
sedimen dengan kategori ’Tidak Baik’ apabila laju kelolosan hidup organisme ≤ 60%.
Sesuai dengan kriteria diatas, maka hasil uji sedimen bioasay terhadap biota Mellita sp. tahun
2016 menunjukkan bahwa rata-rata kelolosan hidup biota Mellita sp pada sedimen yang
terkena dampak tailing termasuk dalam kategori ’Sedang’.

48

Anda mungkin juga menyukai