Anda di halaman 1dari 3

Honor menunjuk goresan-goresan berdarah di kedua lengan pria

itu. ”Kau terluka. Kepalamu berdarah. Aku… aku akan memban-


tumu.”
”Dengan memberiku P3K?” Pria itu mendengus. ”Kurasa tidak.”
”Kalau begitu, apa… apa yang kauinginkan?”
”Kerja sama darimu.”
”Dalam hal apa?”
”Letakkan kedua tanganmu di belakang.”
”Untuk apa?”
Pria itu maju dua langkah ke arah Honor dengan hati-hati.
Honor mundur. ”Dengar.” Ia menjilat bibir. ”Kau tidak ingin
melakukan ini.”
”Letakkan dua tanganmu di belakang,” pria itu mengulangi, pe-
lan tetapi menekankan setiap kata.
”Kumohon,” kata itu terucap disertai isakan. ”Gadis kecilku—”
”Aku tak akan memintamu lagi.” Pria itu maju selangkah lagi.
Honor mundur dan menabrak dinding di belakangnya.
Satu langkah lagi, dan kini pria itu hanya berjarak beberapa
sentimeter darinya. ”Lakukan.”
Naluri mendorong Honor untuk melawan, mencakar, menggo-
res, dan menendang untuk mencegah, atau setidaknya menunda,
sesuatu yang sepertinya tidak bisa dihindari. Namun, karena meng-
khawatirkan nasib Emily jika ia tidak menuruti pria itu, Honor
menuruti perintah dan menyatukan dua tangannya di punggung
bawah, menjepit kedua tangan itu di antara tubuhnya dan dinding.
Pria itu mencondongkan tubuh mendekat. Honor membuang
www.facebook.com/indonesiapustaka

muka, tetapi pria itu memegang bagian bawah dagunya dan me-
maksanya menatap ke depan.
Pria itu bertanya dalam bisikan, ”Kaulihat betapa mudahnya
bagiku untuk menyakitimu?”
Honor menatap mata pria itu dan mengangguk.
”Nah, aku tidak akan menyakitimu. Aku berjanji tidak akan

14
menyakitimu atau anakmu. Tapi, kau harus menuruti semua kata-
kataku. Oke? Sepakat?”
Honor mungkin agak lega mendengar janji itu, bahkan meskipun
tidak memercayainya. Namun, tiba-tiba ia menyadari siapa pria itu,
sehingga sentakan ketakutan menyebar ke sekujur tubuhnya.
Ia tersengal dan terkesiap. ”Kau… kau pria yang menembak
semua orang itu semalam.”
www.facebook.com/indonesiapustaka

15
2

”COBURN. C-o-b-u-r-n. Nama depannya Lee, tidak tahu inisial


nama tengahnya.”
Sersan Fred Hawkins dari Departemen Kepolisian Tambour
melepas topi dan menyeka keringat di keningnya. Keningnya sudah
berminyak di tengah hawa panas, padahal sekarang belum pukul
sembilan pagi. Diam-diam, ia mengutuk suhu panas daerah pesisir
Louisiana. Ia tinggal di sini seumur hidupnya, tetapi tidak seorang
pun terbiasa dengan hawa panas menyengat ini, dan semakin tua,
ia semakin kesulitan.
Ia sedang berbicara di ponsel dengan sherif dari Terrebonne
Parish yang berbatasan dengan wilayahnya, untuk memberikan
www.facebook.com/indonesiapustaka

laporan tentang pembunuhan massal semalam. ”Ada kemungkinan


itu alias, tapi itu nama yang ada di catatan kepegawaian dan hanya
itu yang kami miliki saat ini. Kami sudah mengambil sidik jari di
mobilnya… Yeah, itu anehnya. Kau pasti berpikir dia akan segera
kabur dari TKP, tapi mobilnya masih terparkir di parkiran pega-
wai. Mungkin dia pikir mobil itu akan terlalu mudah dikenali.

16

Anda mungkin juga menyukai