Anda di halaman 1dari 3

Atau, kukira jika kau membunuh tujuh orang dengan darah dingin,

kau tidak bisa berpikir logis. Tebakan terbaik kami, dia kabur dari
lokasi dengan berjalan kaki.”
Fred berhenti sejenak untuk menarik napas. ”Aku sudah mema-
sukkan sidik jarinya ke saluran nasional. Aku yakin sesuatu akan
muncul. Orang seperti dia pasti memiliki catatan kriminal. Infor-
masi apa pun yang kami miliki tentang dia akan disebarkan, tapi
aku tidak akan menunggu info selanjutnya, jadi kau juga tidak
perlu menunggu. Mulailah mencarinya sesegera mungkin. Kau
sudah mendapatkan faksimileku? …Bagus. Buat duplikatnya dan
suruh deputi-deputimu menyebarkannya.”
Sementara sherif itu meyakinkan Fred tentang kemampuan de-
partemennya untuk menemukan buronan itu, Fred mengangguk
untuk menyapa saudara kembarnya, Doral, yang mendatanginya di
tempat ia berdiri di luar mobil patrolinya.
Mobil itu terparkir di bahu jalan antarnegara bagian dua jalur di
bawah larik tipis bayangan papan reklame yang mengiklankan klub
khusus pria yang berlokasi dekat bandara New Orleans. Seratus
lima kilometer sebelum pintu keluar. Minuman terdingin. Wanita
terseksi. Sama sekali tak berbusana.
Semuanya kedengaran menyenangkan bagi Fred, tetapi ia men-
duga kesempatannya mengalami hiburan itu masih lama. Tidak
hingga Lee Coburn ditemukan.
”Yang Anda dengar benar, Sherif. TKP paling berdarah yang
pernah kusidik. Eksekusi besar-besaran. Sam Marset ditembak di
belakang kepala dari jarak dekat.”
www.facebook.com/indonesiapustaka

Sang sherif mengutarakan rasa muaknya terhadap kekejian pe-


ristiwa itu, kemudian mengakhiri pembicaraan dengan berjanji akan
memberi kabar jika orang gila berbahaya itu terlihat di daerah
wewenangnya.
”Si tolol itu terlalu banyak bicara,” keluh Fred pada saudara
kembarnya setelah memutuskan pembicaraan.

17
Doral mengulurkan gelas styrofoam. ”Kelihatannya kau harus
minum kopi dulu.”
”Tidak sempat.”
”Sempatkan.”
Dengan tidak sabar, Fred membuka tutup gelas dan menyesap.
Kepalanya tersentak ke belakang karena kaget.
Doral tertawa. ”Kupikir kau harus mendapatkan sedikit penye-
mangat juga.”
”Kita benar-benar cocok jadi anak kembar. Terima kasih.”
Sambil meneguk kopi beralkohol itu banyak-banyak, Fred me-
meriksa barisan mobil patroli yang terparkir di sisi jalan. Belasan
petugas berseragam dari berbagai lembaga berkeliaran di dekat situ,
beberapa berbicara di ponsel, yang lain mempelajari peta, keba-
nyakan tampak bingung dan terintimidasi oleh tugas mereka.
”Kacau sekali,” kata Doral lirih.
”Memang.”
”Sebagai pengelola kota, aku menawarkan bantuan apa pun yang
bisa aku atau Kota Tambour berikan.”
”Sebagai penyidik utama kasus ini, aku menghargai dukungan
kota,” kata Fred dengan gaya berlebihan. ”Nah, setelah omong
kosong resmi tadi selesai dibicarakan, katakan kepadaku menurut-
mu dia lari ke mana.”
”Kau yang polisi, bukan aku.”
”Tapi, kau pelacak jejak terbaik dalam radius beberapa kilometer.”
”Sejak Eddie tewas, mungkin.”
”Yah, Eddie tidak ada, jadi kaulah yang terbaik. Kau juga ketu-
www.facebook.com/indonesiapustaka

runan anjing pemburu. Kau bisa menemukan sebatang jarum di


tengah jerami.”
”Yeah, tapi jarum tidak selicin orang ini.”
Doral tidak berpakaian sebagai pejabat kota, tetapi seperti pem-
buru, yakin seratus persen kembarannya akan merekrutnya untuk
bergabung dalam pencairan itu. Dia membuka topi bundarnya lalu

18
mengipasi wajah dengan topi itu sambil memandang tepi hutan
tempat orang-orang yang terlibat pencarian berkumpul.
”Kelicinannya membuatku khawatir.” Fred hanya bisa mengakui
itu kepada kembarannya. ”Kita harus menangkap bajingan ini,
Doral.”
”Saat ini juga.”
Fred menenggak habis sisa kopi bercampur bourbon-nya dan
melemparkan gelas kosong ke kursi pengemudi di mobilnya. ”Apa-
kah kau sudah siap?”
”Tentu saja.”
Mereka berdua bergabung dengan tim pencari. Sebagai koordi-
nator yang ditunjuk, Fred memberi komando. Para petugas menye-
bar dan mulai berjalan menembus rumput tinggi ke arah barisan
pepohonan yang membatasi hutan lebat. Para pelatih melepaskan
anjing pelacak mereka.
Mereka memulai pencarian di sini karena seorang pengendara
motor yang sedang mengganti ban kempis di tepi jalan semalam
melihat seorang pria berlari ke dalam hutan. Dia tidak berpikir
apa-apa hingga pembantaian massal di gudang Royale Trucking
Company disiarkan di saluran berita lokal pagi ini. Perkiraan wak-
tu penembakannya dengan momen ketika dia melihat orang itu—
yang tidak dapat dia gambarkan karena dia terlalu jauh—menghi-
lang ke dalam hutan dengan berjalan kaki terburu-buru. Dia
menelepon Departemen Kepolisian Tambour.
Petunjuk itu tidak cukup bagi Fred dan yang lain, tetapi karena
mereka tidak memiliki petunjuk lain, mereka berada di sini, men-
www.facebook.com/indonesiapustaka

coba melacak jejak yang akan membawa mereka pada si pembunuh


massal, Lee Coburn.
Doral terus menunduk, mengamati tanah. ”Apakah Coburn
akrab dengan daerah ini?”
”Aku tak tahu. Entah dia mengenalnya dengan baik, atau malah
belum pernah melihat rawa sama sekali.”

19

Anda mungkin juga menyukai