32
kup besar, wanita itu menyuruhnya membujuk para klien di jalan-
an. Diego memancing para wanita dengan menjanjikan kepangan
paling kencang di New Orleans. Kepada para pria, dia menyiratkan
kenikmatan-kenikmatan lain yang bisa ditemukan di balik tirai
manik-manik kaca yang memisahkan lokasi tersebut dari trotoar
kumuh.
Suatu hari, Diego masuk setelah mengais sesuatu untuk dimakan
dan menemukan wanita itu tewas di lantai kamar mandi yang ko-
tor. Diego tetap di sana hingga bau jasad itu tidak tertahankan lagi,
kemudian meninggalkan tempat itu, membiarkan mayat bengkak si
wanita menjadi urusan orang lain. Sejak hari itu, ia menghidupi
diri sendiri. Daerah kekuasaannya adalah sebuah wilayah New
Orleans yang amat berbahaya sehingga bahkan malaikat sekalipun
tak berani datang.
Ia berusia tujuh belas tahun dan lebih dewasa daripada umurnya.
Sorot matanya menunjukkan kedewasaan itu saat membaca tu-
lisan di ponselnya yang bergetar. Nomor si penelepon disembunyi-
kan. Itu berarti si Pemegang Buku. Diego menjawab dengan kasar,
”Yeah?”
”Kau kedengaran kesal, Diego.”
Marah, lebih tepatnya. ”Seharusnya kau menugaskanku mengu-
rus Marset. Tapi kau tidak melakukannya. Sekarang, lihat kericuh-
an yang kaubuat.”
”Jadi, kau sudah mendengar kabar gudang dan Lee Coburn?”
”Aku punya TV. Layar datar.”
”Berkat diriku.”
www.facebook.com/indonesiapustaka
33
”Aku harus mengirim pesan.”
Jangan macam-macam denganku, atau lihat saja. Itulah pesannya.
Diego menduga bahwa siapa pun yang membuat si Pemegang
Buku marah, dan mendengar pembunuhan massal itu, pasti sangat
waspada pagi ini. Meskipun eksekusi Marset dilakukan secara ama-
tir, tidak diragukan lagi itu adalah peringatan yang efektif.
”Mereka belum menemukan Lee Coburn,” kata Diego, nyaris
seperti meledek.
”Memang. Aku mengawasi pencariannya dengan ketat. Kuharap
mereka menemukan mayatnya, tapi jika tidak, dia harus dilumpuh-
kan. Begitu juga siapa pun yang melakukan kontak dengannya sejak
meninggalkan gudang itu.”
”Karena itulah kau menghubungiku.”
”Pasti akan sulit mendekati seseorang yang berada dalam tahan-
an polisi.”
”Hal sulit adalah spesialisasiku. Aku bisa mendekat. Aku selalu
bisa.”
”Karena itulah kau orang yang tepat untuk itu. Keahlianmu
terlalu bagus untuk menangani Marset. Aku harus membuat keri-
butan dan meninggalkan banyak darah. Tapi, karena sekarang itu
sudah terjadi, aku tidak ingin ada jejak.”
Tidak ada jejak. Tidak ada rasa iba. Mantra si Pemegang Buku.
Siapa pun yang menghindari pekerjaan kotor itu biasanya menjadi
korban berikutnya.
Beberapa minggu lalu, seorang anak Meksiko lolos dari truk
yang menyelundupkannya ke Amerika Serikat. Dia dan belasan
www.facebook.com/indonesiapustaka
34