Anda di halaman 1dari 3

an di jalur barat jalan antar-negara-bagian.

Polisi negara bagian itu


menyembunyikannya dan ditugaskan membereskan masalah terse-
but. Namun, dia ternyata ragu.
Si Pemegang Buku mengontrak Diego untuk ikut campur dan
melakukan pekerjaan kotor itu menggantikan si polisi negara bagi-
an. Kemudian, seminggu setelah Diego membunuh anak lelaki itu,
si Pemegang Buku mempekerjakannya untuk mengurus si sopir,
karena telah ceroboh dan menyebabkan anak itu kabur, bersama si
polisi negara bagian yang terbukti rakus namun tak bernyali.
Tidak ada jejak. Tidak ada rasa iba. Kebijakan si Pemegang
Buku yang tidak tergoyahkan itu menanamkan rasa takut dan me-
nimbulkan kepatuhan.
Namun, Diego tidak takut pada siapa pun. Jadi, ketika si Peme-
gang Buku bertanya padanya sekarang, ”Kau sudah menemukan
gadis yang kabur dari panti pijat?” ia menjawab santai, ”Semalam.”
”Dia tidak lagi jadi masalah?”
”Hanya untuk malaikat. Atau iblis.”
”Mayatnya?”
”Aku tidak bodoh.”
”Diego, satu-satunya yang lebih menyebalkan daripada orang
bodoh adalah orang sok pintar.”
Diego mengangkat jari tengah ke arah telepon.
”Ada yang menelepon, aku harus pergi. Bersiaplah.”
Diego menyelipkan tangan ke saku celana dan memainkan pisau
cukur yang menjadi ciri khasnya. Meskipun si Pemegang Buku
sudah memutuskan sambungan telepon, Diego menyahut, ”Aku
www.facebook.com/indonesiapustaka

selalu siap.”

35
5

Emily tenggelam dalam tontonannya, tidak memperhatikan Honor


dan Coburn yang melewati ruang keluarga.
Ketika sampai di kamar tidurnya, Honor menyentakkan lengan-
nya lepas dari cengkeraman Coburn dan menggosok bisepsnya yang
memar. ”Aku tak ingin tertembak, dan aku jelas tidak ingin mem-
bahayakan nyawa Emily atau kabur dan meninggalkannya. Tak
perlu kasar.”
”Itu terserah aku.” Coburn mengangguk ke arah komputer di
meja kerja. ”Itu komputer suamimu?”
”Kami sama-sama menggunakannya.”
”Nyalakan.”
www.facebook.com/indonesiapustaka

”Tidak ada apa-apa di dalamnya selain surel pribadiku, catatan


sekolah murid-muridku, dan rencana pelajaran setiap bulan.”
Coburn hanya berdiri di sana, tampak kelam dan berbahaya,
sehingga Honor mendekati meja dan duduk. Rasanya lama sekali
menunggu komputer itu menyala. Honor menatap layar, melihat
bayangan buram dirinya sendiri, tetapi tetap mewaspadai Coburn

36
yang berdiri di dekatnya, menguarkan bau rawa, panas tubuh, dan
ancaman kekerasan yang terasa jelas.
Dari sudut mata, Honor memperhatikan tangan Coburn. Ta-
ngan itu rileks, menempel di paha Coburn. Namun, Honor tahu
tangan itu bisa merenggut nyawanya jika pria itu mencekiknya.
Membayangkan tangan itu mencengkeram leher lembut dan rapuh
milik Emily membuatnya mual.
”Terima kasih, Mr. Coburn,” bisiknya.
Beberapa detik berlalu sebelum Coburn bertanya, ”Untuk apa?”
”Karena tidak menyakiti Emily.”
Coburn tidak menyahut.
”Dan karena telah menyembunyikan pistol itu dari pandangan-
nya. Aku menghargai tindakanmu.”
Beberapa detik lagi berlalu. ”Tidak ada gunanya menakuti anak
itu.” Komputer meminta kata kunci. Dengan cepat Honor menge-
tikkan kata kuncinya, yang ditampilkan sebagai titik-titik hitam di
kotak.
”Tunggu,” Coburn mencegah sebelum Honor menekan Enter.
”Hapus dan ketik ulang. Kali ini lakukan perlahan.”
Honor mengetikkan lagi kata kuncinya dengan perlahan.
”Apa arti huruf r-nya?”
”Rosemary.”
”H, r, Gillette. Bukan kata kunci yang sangat orisinal. Mudah
ditebak.”
”Karena tidak ada yang perlu kusembunyikan.”
”Kita lihat saja nanti.”
www.facebook.com/indonesiapustaka

Coburn mengulurkan tangan di atas pundak Honor dan mulai


menggerakkan tetikus. Dia memeriksa surel Honor, bahkan yang
sudah dihapus, dan semua dokumen Honor, yang isinya sama se-
kali tidak menarik baginya, kecuali jika dia masih kelas dua SD.
Akhirnya, Honor bertanya dengan sopan, ”Kau mau duduk?”
”Tidak, aku baik-baik saja.”

37

Anda mungkin juga menyukai