Anda di halaman 1dari 6

MELUKIS CAHAYA HITAM-PUTIH YANG BERCERITA, DI

NEGERI LAWO.
Jum’at 13 Mei, seperti hari-hari Usai sudah persiapan ku dan keluarga ku
sebelumnya aku hanya duduk didepan pun menjemputku, karena ini adalah kali
layar monitor laptop ku, memainkan musik- pertama aku berkunjung ke Siak
musik kesukaanku, me-review dan perjalanan terasa sedikit lama dan Bapak
mengedit beberapa foto yang kutangkap, pun masih mengawasi papan penunjuk
dan sesekali membaca jurnal atau buku arah jalan, Singkat cerita kami pun sampai
bertema Fotografi Hitam Putih, Hal yang di jalan Dayun-Siak, jalan yang
membuat aku tertarik mengulik tentang mengarahkan kami ke jembatan besar nan
genre Fotografi BNW atau Black and White megah yang memotong luasnya sungai
karena tema foto yang satu ini memiliki ciri Siak agar dapat dilalui oleh kendaraan
khas Way to communicate nya tersendiri. darat, Pengelihatanku terpana karena
Namun di pagi menjelang siang itu aku kemegahan jembatan ini, seakan sedang
teringat perkataan Bapak pada minggu disambut oleh Tuan Putri yang amat
yang lalu “Kita ke Siak besok ya nu, Adek mengagumkan dan berwibawa, Jembatan
sama Mamak mu lagi pengen liburan” dan ini memberikan semiotika kepada ku dari
secara kebetulan HP ku berdering dengan first impression melihatnya menampilkan
naman panggilan “Mamak Ku, dengan Realitas secara Denotatif Bangunan tinggi,
lanjutan emoji Love”, nama yang aku besar, ukuran jalan yang luas dengan
pakaikan untuk nomor telefon dan pengait-pengai baja yang kokoh, secara
Whatsapp milik Ibu ku. “Le (sebutan anak otomatis memberikan Signified konotatif
laki-laki dalam Bahasa jawa), Mamak lagi yang melambangkan sebuah sambutan
di perjalanan ma ke kontrakan sama Bapak megah, ekslusif nan indah, ini semua
Adek ini, Danu siap-siap buat pergi, kita ke adalah unsur syarat dari Semiotika model
Siak ya” ucap Ibu ku di telefon, “Oh iya Saussure dan Barthes yang terpenuhi dan
mak, hampir aku lupa, yaudah aku siap- benar saja, setelah aku mencari nama
siap dulu” jawab ku. Segera aku jembatan ini di Google Maps ternyata
mempersiapkan diri dan barang-barang Jembatan ini bernama Jembatan Tengku
yang akan ku bawa kesana dan yang Agung Sultanah Latifah, ini adalah nama
paling tidak boleh tertinggal adalah kamera dari Permaisuri Sultan Siak terakhir yaitu
kesayanganku beserta gear Sultan Syarif Kasim II, Tengku Agung
pelengkapnya, aku memakai kamera Sultanah Latifah menjadi orang terhormat
Canon EOS series dengan Lensa Manual bukan semata karena menjadi Permaisuri
Tokina AT-X 35-70mm mount Nikon, ini sang Sultan saja, namun beliau merupakan
adalah lensa Manual yang awal nya tokoh perempuan yang memiliki pemikiran
dipasang pada kamera SLR (Singgle-Lens hebat karena tekadnya memajukan
Reflex) , dan aku mengkombinasikan nya Pendidikan kaum perempuan di daerah
dengan kamera Digital ku dengan Adaptor Siak, Beliau amat terkenal pada masanya,
Nikon to Canon mount agar dapat seorang Permaisuri sultan yang tidak
dipasang dan karena kamera ku ini adalah terlalu mengeksklusifkan diri dari
DSLR (Digital Singgle-Lens Reflex) aku rakyatnya, memiliki sifat ramah. Kehidupan
menggunakan mode pewarnaan rakyatnya terutama kaum perempuan
Monochrome yang akan menghasilkan adalah hal yang benar-benar beliau
karakter gambar khas seperti hasil dari ketahui, pada
kamera-kamera Analog.
pemerintahan Sultan Syarif
Kasim II (1915-1946) menjadi
masa pemerintahan yang
paling dikenang oleh rakyat
Siak Sri Indrapura karena
dianggap telah memajukan
Pendidikan dan pembaharuan
pemerintahan.
“Nu, ayo cepet di foto itu
jembatannya” ujar Bapak
kepada ku, Saking
terkesimanya aku sampai
hampir lupa untuk
menangkap gambar dari
jembatan ini, dan beruntung di
Picture 1. Jembatan Tengku Agung Syarifah Latifah dari arah Selatan, Original posisi pertengahan jembatan
taken by Donowongso (May, Friday 13th, 2022). aku berhasil mengambil
fotonya walaupun sebenarnya masih ada kesempatan pada saat pulang nanti namun menurut
Bapak ini adalah rare moment karena foto yang akan kuambil ini di lain waktu akan
memvisualkan suasana dan keadaan kali pertama melihat Jembatan ini. Lalu dalam
perjalanan kurang lebih lima sampai tujuh menit, kami pun sampai kepada pusat sejarah di
daerah ini, Istana Siak, sebuah bangunan megah yang dipengaruhi beragam corak budaya
pada gaya bangunannya, yang pasti adalah Melayu, sedikit menerapkan kultur Eropa pada
tata letak pembagian ruangannya, namun pada beberapa detail interior dan eksterior
dipengaruhi oleh gaya bangunan Ke-timur tengahan (Arab), Istana Siak kini menjelma
sebagai Musium Sejarah yang eksis dikunjungi oleh masyarakat Riau, luar Riau, bahkan
dalam beberapa kesempatan tidak sedikit Warga Negara Asing yang mengunjunginya seperti
Bruney, Malaisia bahkan India, Istana Siak memiliki nama lain yang menarik yaitu Istana
Asserayah Hasimiyah dan Istana Matahari Timur, untuk masuk kedalam kita harus membeli
tiket di loket yang terletak tidak jauh dari istana, loket ini berada didepan Istana tepatnya
diarah timur Lapangan Tugu Siak Sri Indrapura, untuk harga tiketnya yaitu Rp.10,000,00 untuk
orang dewasa dan Rp.5,000,00 untuk anak-anak dan harga spesial untuk turis atau WNA
yaitu Rp.25,000,00 untuk orang dewasa dan Rp.15,000,00 untuk anak-anak.
Pada halaman depan Istana
aku mulai mengamati spot yang
apik untuk diabadikan, aku
tertarik melihat patung Burung
yang berada diatas pilar Istana,
terlihat seperti Burung Elang
yang sedang berdiri
memekarkan sayapnya seolah-
olah sedang mengamati para
pengunjung disekitar Istana, ku
abadikan view ini dan
menghasilkan gambar
arsitektur dengan model Low
Picture 2. Patung Burung Pada Bagian Atas Pilar Timur Istana, original taken by Angle Shot,
Donowongso (May, Friday 13th, 2022).
setelah itu aku menyusul keluarga ku yang telah
sampai tepat didepan pintu Istana, kami disambut oleh
penjaga yang mengenakan pakaian adat khas melayu
yakni baju Cekak Musang, memasuki Istana kami harus
melepaskan alas kaki seperti sendal atau sepatu untuk
menghormati Istana, dan kami menandatangani sebuah
list seperti absen yang ditunggu oleh salah seorang
penjaga juga, saat memasuki Istana kami disambut oleh
manekin yang mengilustrasikan keadaan disaat Sultan
dan para Petinggi, seperti sedang mendiskusikan
sesuatu namun aku lebih tertarik untuk mengabadikan
sebuah patung dari Sultan Syarif kasim II yang memiliki
warna putih susu, aku tidak tahu terbuat dari material
apa patung ini, Yang Dipertuan Syarif Kasim Abdul Jalil
Syaifuddin, beliau adalah Sultan ke-12 dari kesultanan
Siak yang diangkat pada umur 21 tahun menggantikan
sang ayahanda Sultan Syarif Hasyim, Namanya
diabadikan dan dihormati pada zaman sekarang pada
Bandara Internasional di kota Pekanbaru dan menjadi
Picture 4. Patung Yang Dipertuan Besar Syarif bandara terbesar di Provinsi Riau yaitu Bandar Udara
Kasim Abdul Jalil Syaifuddin, Original taken by Internasional Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru dan pada
Donowongso (May, Friday 13th, 2022).
salah satu Universitas Besar di Riau yaitu UIN SUSKA
Riau atau Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim
Riau. Beliau adalah salah seorang tokoh kemerdekaan
dengan pengaruh besar dalam pembentukan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan walaupun Sultan
Syarif Kasim II telah berpulang ke Rahmatullah pada
(23, April 1968) di usia ke-74 tahun Beliau di nobatkan
sebagai Pahlawan Nasional dengan anugrah jasa
Bintang Mahaputra Adipradana pada (6, November
Picture 3. 1 dari 19 Meriam Yang Terpajang di 1998) melalui Kepres Nomor 109/TK/1998, pada masa
Istana Siak, Original taken by Donowongso kepemimpinan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.
(May, Friday 13th, 2022). Benda-benda bersejarah Didalam Istana Pada sisi
barat lantai satu bagian depan yang menurutku
lumayan menarik yakni beberapa Meriam Perang, Aku
dan Adik ku menelusuri ruangan ini, dan perhatianku
tertuju pada Meriam dengan ukuran terbesar namun
terpotong pada bagian leher menuju moncongnya,
“Mas, ini Meriam nya pernah dicuri loh” ucap Adikku,
“Hah, sok tau kamu, dari mana coba taunya ini pernah
dicuri?” jawab ku dengan nada heran, Adik ku pun
menjawab dengan nada bangga, “Coba liat plat besi
warna kuning yang ada diatas Meriam nya”, Aku lalu
membaca teks yang terukir pada plat Meriam itu yang
bertuliskan “Meriam ini pernah dicuri pada tahun 1960
dan ditemukan pada sebuah kapal yang akan ke
singapura dan kapal yang membawanya tenggelam
diteluk Salak” adik ku lalu mengatakan “Makanya baca
Picture 5. Meriam Buntung, Original taken by
mas” dengan senyuman jenaka.
Donowongso (May, Friday 13th, 2022).
Lalu kami menelusuri lagi ruangan demi ruangan dan menemukan banyak sekali benda-
benda peninggalan bersejarah yang menyimpan kisah-kisahnya tersendiri, yang menjadi
favoritku adalah Gramofon atau pemutar Piringan Hitam dengan tulisan Komet yang berasal
dari Jerman di produksi pada tahun 1890 dan Hanya dua di dunia, namun dari data terbaru
yang aku baca di Wikipedia, Gramofon yang berada di Jerman telah rusak, ini menjadikan
Gramofon yang berada di Siak menjadi satu-satunya Gramofon model ini di dunia. Benda ini
adalah satu dari beberapa benda yang paling berharga di Istana Siak, namun walaupun aku
berhasil menangkap banyak momen dan benda-benda bersejarah, aku tidak mengingat
keseluruhan kisah dari benda-benda lainnya di Istana Siak.

Picture 6. Gramofon Merk Komet, Original Picture 8. Patung Ratu Wilhelmina, Origina Picture 7. Sebuah lukisan yang terletak di
taken by Donowongso (May, Friday 13th, taken by Donowongso (May, Friday 13th, lantai dua (May, Friday 13th, 2022).
2022). 2022).

Liburan ku kali ini penuh dengan nilai-nilai pengetahuan historis, momen-momen yang ku lukis
dengan kamera ku terasa amat spesial dan bercerita tanpa harus dijabarkan, kesimpulan yang
aku dapatkan setelah mengunjungi Istana Siak, Kediaman Sultan Siak ini memamerkan
kekayaan yang bukan hanya dari segi value namun juga kekayaan budaya intelektual yang
membawa kita kepada pemikiran dimana Kekuasaan harus mendorong penuh kemajuan Ilmu
Pengetahuan dan juga kemajuan Rakyat, cerita-cerita yang aku jabarkan ku dapat dari
Pemandu Wisata yang sedang mengarahkan para wisatawan dan menjelaskan setiap kisah
dari Benda-benda bersejarah yang ada, ia seorang Pria parubaya menggunakan pakaian
Cekak Musang, memiliki suara bernada rendah, Intonasi menjelaskan yang jelas dan sopan,
namun sayang aku lupa untuk menanyakan Namanya.
Selesai sudah kunjungan kami di Istana Siak, dan Bapak langsung mengarahkan kami ke
Sungai Siak untuk melihat Low view Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah menggunakan
jasa sampan mesin yang sudah mangkal di pinggiran sungai, tarif untuk menggunakan jasa
transportasi ini berkisar Rp.20,000,00/orang.

Picture 9. Penyedia jasa transportasi Sampan Mesin Sungai Siak, Original taken by Donowongso (May, Friday 13th, 2022)

Tidak terasa Matahari telah menyambut kami condong ke timur menunjukan waktu sore dan
ini lah waktu dimana cahaya-cahaya apik menyelimuti Alam yang siap untuk dilukis oleh
kamera ku, Pramudi sampan adalah seorang pria parubaya, ia mengantarkan kami kepada
Jembatan yang membelah Sungai Siak tersebut, di perjalanan aku mendapatkan beberapa
foto yang terbilang Epic.

Picture 12. Gedung daerah Sulatan Syarif Picture 11. Jembatan Tengku Agung Picture 10. Jembatan Tengku Agung
kasim II, Original taken by Donowongso Syarifah Latifah dari arah barat Sungai Syarifah Latifah dari arah barat Sungai
(May, Friday 13th, 2022) Siak, Original taken by Donowongso (May, Siak, Original taken by Donowongso
Friday 13th, 2022). (May, Friday 13th, 2022).
Picture 14. Aku dan Ibu dibawah Jembatan Tengku Agung Syarifah
Latifah, Original taken by Syafara (May, Friday 13th, 2022)
Sesampainya dibawah Jembatan aku bertanya
kepada Pramudi sampan mesin, mengenai Figur
bacaan Siak Lawo pada taman yang terletak tepat
dibawah jembatan, “Lawo tu kalau orang kita bilang
seperti Cantik, Elok, Indah, Kau ni lawo betul lah,
Budak ni Lawo sangat, itu Bahasa Melayu dek” jawab
Picture 13. Jembatan Tengku Agung Syarifah Pramudi sampan mesin, dan makna dari Siak Lawo
Latifah Low Angle dari arah Timur, Original taken bisa di artikan sebagai Siak Indah, aku sama sekali
by Donowongso (May, Friday 13th, 2022)
tidak berfikir Skeptis tentang hal ini karena memang
pengalaman pertama yang aku dapatkan disini
adalah Estetika yang didasari oleh Ilmu Pengetahuan, aku tidak pernah mengira ada tempat
seperti ini di Provinsi Riau dikarenakan aku terbiasa melihat perkebunan Sawit, Karet, Sungai
keruh dengan Mesin Dompeng penyedot Emas. Mulai dari sini pikiran ku mulai terbuka
dengan wisata-wisata di Provinsi Riau, tidak lagi menjadikan Sumbar sebagai pilihan utama
untuk berlibur.

Akhirnya perjalanan dengan Sampan mesin telah berakhir dan inilah waktunya aku dan
keluarga ku meninggalkan Negeri nan Lawo ini, dengan rasa puas mendapatkan sajian
pengalaman berharga dan yang paling membuatku puas adalah Gambar-Gambar Hitam Putih
berharga yang berhasil Aku dan Adik ku Lukis di Siak Sri Indrapura.

Anda mungkin juga menyukai