Anda di halaman 1dari 83

1

ARCANE
(adj.) secret, mysterious, understood only by few

Manusia sepertiku tidak layak mencintai dan dicintai.


Jalanan kotor yang ku lalui sudah membuat langkahku
ikut kotor, aku tidak berhak mengotori jalan kalian.
Biarlah dosa ini yang menjadi pengingat bahwasannya
aku dan kalian amatlah berbeda. Jika suatu hari kita
bertemu, bencilah aku hingga kalian tidak ingin kita
bertemu lagi bahkan jika itu adalah sebuah kebetulan.

2
House : Ravenclaw
Judul : ARCANE
Genre : Psychological, Hurt-Comfort
Rate : 13+
Trigger : Mental Illness, Cliffhanger

PENULISAN PERTAMA, JUNI, 2021©


Copyright© 2021 by Lily Potter
Lily Potter
All rights reserved. No part oh this book may be
reproduced or used in any manner without written
permission of the copyright owner, except for the use of
quotation in a book review.

3
Section 1
Lowongan
Pekerjaan

4
Banyak orang bilang, hujan di musim semi adalah
berkah, tapi tolong singkirkan pemikiran itu dari hadapan
Jungkook. Baginya, hujan di musim semi adalah sebuah
cobaan. Bagaimana tidak? Pemanas di kamar asramanya mati,
sedangkan hujan di luar sana sedang deras-derasnya. Dia
bahkan telah menggunakan tiga lapis sweater paling tebal yang
ia punya, tapi tetap saja ia masih menggigil kedinginan.
Atensi pemuda dengan rambut serupa batok kelapa itu
teralihkan saat telinganya mendengar suara pintu dibuka. Benar
saja, saat pintu sudah sepenuhnya terbuka dan menampilkan
sosok pria lain dengan tubuh yang tingginya tak berbeda jauh
dari dirinya.
“Kau lupa membawa payungmu lagi?” omel Jungkook
kepada sosok yang masih sibuk mengibaskan mantelnya yang
setengah basah.
“Ramalan cuaca bilang tidak akan hujan hari ini. Oh,
menyebalkan, ini mantel yang baru saja aku cuci.” Pria itu
masih setia berdiri di tengah pintu.
“Cepat masuk Taehyung bodoh! Mau sampai kapan kau
membuka pintu? Kau membuat udara dingin bebas masuk ke
sini!” tidak tahukah teman satu asramanya itu jika ia sudah
menggigil sedari tadi.
Sosok yang dipanggil Taehyung tadi hanya bisa
menggerutu sembari menutup pintu, teman satu kamarnya itu
kenapa hobi sekali meneriakinya. Saat ia selesai menggantung
mantelnya yang setengah basah dan meletakkan barang
bawaannya, barulah ia sadar jika teman satu asramanya itu

5
tampak sedikit lebih gempal karena lapisan sweater yang
dikenakannya.
“Pemanasnya mati lagi?” sambil melirik pemanas di
dekat pintu masuk yang lampu indikatornya mati, Taehyung
menghela napas lelah. “Kau sudah menghubungi kantor
asrama?”
Jungkook menjawab dengan anggukan, walau ekspresi
jengah masih mendominasi wajahnya. “Tapi mereka bilang
teknisinya akan kemari besok pagi, kita akan mati membeku
malam ini.”
Musim semi memang baru berjalan selama tiga hari,
hawa dingin saat musim dingin masih tersisa, terlebih saat
hujan lebat begini. Bagi para mahasiswa rantau macam
Jungkook dan Taehyung, mendapatkan tempat tinggal murah
adalah sebuah anugerah. Tetapi nasib malang memang tak
dapat terhindarkan, kamar asrama dengan lebar lima meter
inilah yang mereka dapat, itu pun dengan keadaan fasilitas
yang sering terbengkalai.
Bulan lalu saat musim dingin, pemanas air di kamar
mandi bersama yang berada di lantai yang sama dengan kamar
mereka harus mati. Sekarang pemanas kamar mereka yang
mati, sepertinya mereka memang harus pindah, mereka tidak
mau jika harus terus-terusan komplain terkait fasilitas yang ada
di sini.
Suara pintu kembali terdengar, itu pasti teman satu
kamar mereka yang lain. Iya, kamar ini diisi oleh tiga orang,

6
sebenarnya harus diisi empat orang tapi mereka belum
menemukan orang lain yang mau menempatinya.
“Wajah kalian kenapa begitu?” pemuda yang baru saja
menutup pintu itu merasa aneh dengan ekspresi kedua teman
sekamarnya, mereka tidak sedang terserang demam musim
semi, kan?
Keduanya kompak menunjuk mesin pemanas yang
tidak bekerja, barulah pemuda dengan surai madu itu paham.
Yah, mau bagaimana lagi, setidaknya asrama ini bisa sedikit
menghemat biaya mereka selama berkuliah. Ngomong-
ngomong soal asrama, dia baru ingat sesuatu, buru-buru ia
mengeluarkan smartphonenya. Kedua temannya kembali pada
kegiatan masing-masing, sembari menahan hawa dingin yang
terasa menusuk hingga ke tulang.
“Hei, aku tadi iseng mencari pekerjaan paruh waktu di
internet dan lihat apa yang aku temukan.” Pemuda itu
tersenyum sambil menunjukkan layar smartphonenya yang
menyala, menampilkan sebuah brosur di salah satu laman
sosial media.
“Wow, penjaga daycare? Kau yakin? Bagaimana
dengan jadwal kuliahmu, Jim?” Taehyung memandang skeptis
kawannya itu, jadwal mereka cukup gila di beberapa hari tiap
minggunya.
“Tapi lihat ini, mereka menawarkan kamar untuk
tinggal sebagai bayaran juga.” Jimin menunjuk poin paling
bawah yang ada di brosur. “Dan aku sudah menghubungi
nomor yang ada di sini, katanya mereka tidak masalah dengan

7
banyak orang dan juga mereka mau menyesuaikan dengan
jadwal kelas kita.”
Jimin semakin berbinar, membayangkan mereka bisa
keluar dari asrama yang mirip kandang monyet ini. Mengurus
anak kecil bukanlah hal yang susah, selama bisa memahami
mereka pasti semuanya akan beres. Berbeda dengan kedua
temannya yang menampilkan raut curiga, jaman sekarang mana
ada pekerjaan yang semudah itu, sampai mau menyesuaikan
dengan jadwal mereka pula.
“Kita coba dulu, siapa tau ini adalah jawaban dari
segala masalah kita.” Jungkook dan Taehyung hanya bisa
menghela napas, akan sangat susah memberitahu Jimin jika dia
sudah bersemangat seperti ini.
“Baiklah, baiklah. Jadi kapan kita akan
melakukannya?” Jungkook masih berat mengiyakan, tapi
kawannya ini sudah semangat sekali, mau tidak mau ia harus
setuju.
“Besok! Kelas kalian besok kosong, kan?” Jungkook
dan Taehyung hanya bisa mengangguk pasrah. Toh, mereka
juga ingin segera pergi dari kamar sempit ini.
Diawal musim semi, ditengah hujan lebat dengan
pemanas yang tidak berfungsi, serta smartphone yang
tergeletak dengan layar menyala, menampilkan sebuah brosur
lowongan pekerjaan. Ketiga pemuda itu tidak pernah
menyangka telah membuka pintu takdir yang lebih besar,
takdir yang membawa mereka bersinggungan dengan hal yang
tidak pernah mereka duga.

8
Section 2
Pertemuan
Pertama

9
Langit hari ini tidak begitu cerah, awan kelam
menggantung, seakan menunggu saat yang tepat untuk
menumpahkan muatannya. Cuaca memang tidak membaik
sedari kemarin, namun hal itu tak menyurutkan niat ketiga
pemuda ini. Mereka sudah berdiri di salah satu rumah dengan
gaya minimalis yang didominasi dengan warna pastel lembut.
Rumah ini sepertinya lebih besar dibanding dengan rumah
rumah yang lain di sekitarnya.
Dengan ragu, Jimin mengarahkan tangannya untuk
memencet bel dengan intercome yang terpasang di dekat
gerbang. Taehyung dan Jungkook yang berdiri di samping
Jimin tak kalah gugup, mereka sibuk menetralkan detak
jantung yang menggila. Tidak lama kemudian, sebuah suara
dari intercome terdengar.
“Siapa disana?” suara yang terdengar dari intercome itu
terdengar sangat bersahabat.
“Saya Jimin, yang kemarin menghubungi untuk
lowongan pekerjaan,” jawab Jimin, berusaha setenang
mungkin.
“Ya ampun, tunggu sebentar, ya.” Setelahnya suara di
intercome terputus, tidak lama terdengar pagar di depan
mereka yang sepertinya sedang dibuka. “Silahkan masuk, maaf
aku lupa memperhatikan waktu, karena anak-anak sedang
bermain di taman bersama dengan guru mereka.”
Pria yang mereka duga usianya hanya terpaut beberapa
tahun dari mereka itu berjalan memasuki pekarangan rumah,
halaman rumah ini lumayan luas. Halaman depan rumah ini

10
sangat terawat, banyak petak-petak kebun kecil dengan
beberapa bunga yang mekar serta diberikan tanda nama serta
keterangan bunga yang ditanam. Saat memasuki rumah,
mereka disuguhi aroma lavender yang menenangkan, warna
pastel yang terkesan lembut juga menambah kesan
menenangkan dari rumah ini.
“Silakan duduk, biarkan aku menghidangkan kalian teh,
cuacanya cukup menyebalkan beberapa hari ini.” Pria itu
melangkah masuk ke dalam rumah.
Ketiga pemuda itu memutuskan untuk menunggu
sambil duduk, ketiganya duduk dengan canggung. “Erm
sebenarnya ada hal yang tidak aku katakan pada kalian
kemarin.” Jimin membuka percakapan dengan suara mencicit.
“Aku pikir aku sudah terbiasa dengan sifatmu yang
penuh kejutan ini, tapi ternyata tidak.” Taehyung menanggapi
dengan senyum yang terkesan memaksa dan mengintimidasi,
membuat Jimin semakin menunduk. “Jadi apa hal yang kau
sembunyikan, Park Jimin?”
“Orang yang ku telpon untuk pekerjaan ini, dia
mengatakan kalau daycare ini special, t-tapi itu hal yang bagus,
bukan?” Jimin tertawa hambar, takut-takut melihat kedua
kawannya yang ekspresinya berubah kelam.
Baru saja Taehyung ingin menjawab, sebuah suara dari
dalam rumah mengurungkan niatnya. “Aku harap rasanya tidak
mengecewakan.” Pria tadi sudah kembali dengan nampan
berisi empat cangkir teh yang terlihat masih mengepulkan asap
tipis.

11
Pria itu menyesap tehnya sedikit. “Perkenalkan, aku
Jung Hoseok, penanggung jawab daycare ini.” Hoseok
meletakkan cangkirnya kembali ke meja. “Masih ada satu
orang lagi yang menjadi penanggung jawab di sini, ditambah
beberapa orang relasi yang sering membantu di sini.”
“Saya kemarin yang menghubungi Hoseok-ssi. Saya
Park Jimin, yang di sebelah kanan saya ini Kim Taehyung, lalu
yang disebelah kiri saya adalah Jeon Jungkook. Kami satu
universitas dan satu angkatan, walaupun berbeda jurusan.”
Hoseok yang berada di seberang mereka hanya mengangguk
paham.
“Kalau begitu boleh aku bertanya?” ketiga pemuda itu
hanya mengangguk canggung, “Kenapa kalian tertarik dengan
pekerjaan ini? Kalian pasti sudah cukup kesulitan dengan
jadwal kalian, lalu kenapa ingin mengambil pekerjaan ini?”
Hoseok bertanya dengan nada ringan, disertai dengan
senyuman lembut.
“Kami bertiga adalah mahasiswa yang merantau, uang
hasil kiriman keluarga kami juga tidak banyak. Kami bertemu
karena menempati satu petak kamar asrama dan akhir akhir ini
banyak masalah dengan asrama kami.” Jungkook hanya bisa
menghela napas, membayangkan keadaan asrama mereka yang
bobrok.
“Sebenarnya kami juga baru saja kehilangan pekerjaan
paruh waktu kami, karena jadwal yang padat semester lalu dan
semester baru ini jadwal kami tidak begitu padat. Maka dari itu
kami memutuskan untuk bekerja paruh waktu, kami sedang

12
menabung untuk menyewa apartement studio murah.”
Taehyung melanjutkan penjelasan.
“Hmm, lingkungan yang bagus memang perlu untuk
menunjang belajar, akan tetapi ini bukan sekadar daycare biasa.
Apakah kalian masih ingin bekerja di sini?” nada suara Hoseok
berubah lebih serius dibanding sebelumnya.
“Sejujurnya, saya penasaran karena Hoseok-ssi kemarin
juga berkata bahwa daycare ini spesial. Apa yang membuatnya
spesial?” bukan hanya Jimin, tetapi Jungkook dan Taehyung
juga penasaran.
Rumah ini seperti rumah normal pada umumnya, jika
benar ini adalah daycare, pasti sulit menjaga segalanya tetap
rapi di saat banyak anak kecil di sini. Ditambah, keberadaan
rak sepatu di dekat pintu masuk yang berisi sepatu-sepatu
ukuran besar, sudah pasti bukan milik anak-anak. Jadi kenapa
pria di hadapan mereka ini terus menyebutkan tentang hal
spesial? Apa yang sebenarnya spesial?
Hoseok hendak menjawab pertanyaan, tapi ia urungkan
niatnya saat mendengar suara pintu yang terbuka. “Oh, sudah
kembali? Ke mana Miss Soojung?”
Ada lima remaja dengan tinggi badan yang berbeda,
mereka masuk menghampiri Hoseok sambil menggumamkan
‘kami pulang’. Siapa mereka? Apa mereka adalah relasi yang
dibicarakan oleh Hoseok tadi? Penampilan mereka seperti
anak-anak remaja pada umunya, bahkan jika diperhatikan
dengan baik, mereka semua memiliki paras yang rupawan. Apa
ini daycare untuk trainee idol?

13
“Miss Soojung ada urusan, dia hanya mengantar kami
sampai gerbang.” Yang menjawab barusan adalah remaja
dengan hidung mancung.
“Baiklah, karena kalian sudah ada di sini. Bagaimana
jika kalian memperkenalkan diri pada tamu-tamu kita?”
“Choi Soobin.” Yang paling tinggi dengan earphone
menggantung di telinga, memulai perkenalan sambil menunduk
hormat.
“Kang Taehyun.” Anak dengan hidung mancung, yang
tadi menjawab pertanyaan Hoseok, menyusul membungkuk
dan memperkenalkan dirinya.
“Hueningkai.” Anak ini juga tinggi, ditambah dengan
wajahnya yang tidak menunjukkan wajah orang korea, serta
aksen bicaranya yang masih sedikit kaku.
“C-choi B-b-beomgyu.” Lihatlah anak itu bersembunyi
di balik temannya yang lain, manisnya.
“Choi Yeonjun.” Perkenalan ditutup oleh seorang
remaja yang sedari tadi menutupi wajahnya dengan tudung
hoodie abu-abu yang ia kenakan.
“Yeonjun-ah, bagaimana harusnya kita bersikap saat
berbicara dengan orang lain?” Hoseok menegur dengan nada
lembut dan senyum maklum.
“Harus menatap lawan bicara, karena itu tandanya kita
menghargai mereka,” jawabnya sambil melepaskan tudung
hoodie yang menyembunyikan separuh wajahnya.

14
Saat tudung itu sepenuhnya terlepas, barulah terlihat
surai hitam legam milik remaja itu. Wajahnya yang dari tadi
tertunduk mulai sedikit terlihat, dengan gerakan lambat remaja
itu mengangkat pandangannya. Namun, saat pandangannya
bersiborok dengan salah satu dari ketiga pemuda yang menjadi
tamu rumah itu, wajah remaja itu menampilkan ekspresi
terkejut. Kakinya melangkah mundur, raut mukanya seakan
baru saja melihat hantu, hingga akhirnya remaja itu pergi untuk
masuk kedalam rumah.
Hoseok hanya bisa menghela napas, lalu mengalihkan
atensinya ke anak-anak yang lain, “Kalian juga masuklah,
jangan lupa untuk cuci tangan dan kaki kalian.” Keempat anak
itu hanya mengangguk dan melangkah masuk ke dalam rumah.
“Jadi maksud anda spesial karena kami harus mengasuh
remaja itu? Bukannya anak kecil?” Jungkook tidak tahan
dengan segala pertanyaan yang berkecamuk di otaknya.
“Itu salah satu alasannya, tapi alasannya yang paling
penting adalah keadaan mereka berlima—” Belum sempat
Hoseok melanjutkan perkataannya, terdengar suara pecahan
benda dari dalam rumah.
Disusul dengan seorang anak yang tadi
memperkenalkan diri sebagai Hueningkai, keluar dan buru-
buru menarik lengan Hoseok. Samar-samar remaja itu berkali-
kali menggumamkan, ‘Yeonjun hyung, tolong’.
Ketiga tamu yang berada di ruang tamu tersebut hanya
bisa melihat adegan tarik-menarik antar kedua orang tersebut,
Hoseok juga menanggapinya dengan tenang, seakan sudah

15
terbiasa dengan situasi seperti ini. Dia menenangkan
Hueningkai dan menyuruh anak itu mengunci kamar Yeonjun,
serta mewanti-wanti agar anak lain tidak ada yang masuk ke
sana.
Setelahnya, Hueningkai kembali masuk ke dalam
rumah, beberapa saat kemudian kembali terdengar pecahan
barang serta suara-suara barang berjatuhan. Hoseok hanya bisa
menghela napas, sembari melihat satu persatu tamunya yang
sepertinya kebingungan. Selalu seperti ini, padahal ia hanya
ingin ada orang yang menjaga kelima anak itu saat dia dan
relasi yang lain sedang sibuk, tapi sepertinya memang tidak
semudah itu.
“Ini yang ku maksud dengan spesial. Yeonjun dan
keempat anak lainnya adalah anak-anak dengan kejiwaan yang
spesial.” Nada suara Hoseok menjadi serius, ditambah tatapan
matanya yang berubah semakin tajam. “Yeonjun memiliki
trauma, sepertinya hari ini tidak berjalan baik baginya,
sehingga dia sampai pada kondisi yang sekarang.”
“Apa itu artinya ... anak-anak yang lain juga mengalami
masalah yang sama?” sekarang giliran Taehyung yang tidak
dapat menahan rasa penasarannya, Hoseok hanya menjawab
dengan anggukan.
“Aku tidak memaksa kalian untuk menerima pekerjaan
ini, tapi aku juga tidak bisa memberitahu kalian lebih banyak
tentang mereka berlima. Jika kalian masih sanggup untuk
menjadi pengasuh mereka, silakan datang kembali.” Ketiga
pemuda itu menampilkan ekspresi yang susah dibaca.

16
Suara barang jatuh kembali terdengar, membuat
ketiganya kembali sadar dari lamunannya. Kali ini Taehyun
yang datang menghampiri Hoseok, anak itu menarik tangan
Hoseok cukup keras sampai sweater yang dikenakan pria itu
berantakan.
“Maafkan aku, sepertinya aku tidak bisa mengantarkan
kalian sampai ke depan. Kalian tidak perlu terbebani dengan
pekerjaan ini, jika kalian bersedia silakan datang kemari
dengan barang bawaan kalian, kami akan dengan senang hati
menyambut kalian.” Tarikan di tangannya semakin brutal,
sehingga mau tidak mau, ia harus menurutinya.
Terdengar teriakan, sesaat setelah Hoseok dan Taehyun
masuk ke dalam rumah. Taehyung menjadi orang pertama yang
berdiri, diikuti kedua temannya. Mereka pergi meninggalkan
rumah itu dengan rasa penasaran yang berkecamuk, saat
langkah mereka mencapai ujung halaman, mereka kembali
menatap rumah di belakang mereka.
Taehyung melihat sekeliling rumah itu, sampai
pandangannya tertuju pada salah satu jendela yang terdapat di
lantai dua. Itu Soobin, yang menatap mereka dengan
pandangan kosong dari lantai dua. Taehyung hanya bisa
mendengus, kebetulan menggelikan macam apa ini?
Mereka bertiga memutuskan pergi dari rumah itu, tidak
ada percakapan, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
Pikiran dan hati mereka sedang tidak satu arah. Sanggupkah
mereka kembali ke rumah itu? Apa mereka bisa merawat anak-

17
anak itu? Bagaimana jika mereka ingin kembali hanya karena
rasa penasaran mereka?

18
Section 3
Keputusan

19
Sudah dua hari semenjak mereka bertiga pulang dari
rumah yang disebut daycare, mereka masih belum
membicarakan tentang tawaran itu lagi. Pemanas di kamar
mereka kembali mati, padahal kemarin lusa baru saja
dibetulkan. Taehyung dan Jimin sedang sibuk dengan buku di
ranjang masing-masing, sampai mereka dikejutkan oleh
Jungkook yang menarik koper besarnya ke tengah ruang
kamar.
“Kau akan pulang ke Busan?” Jimin membuka
suaranya dan hanya dijawab gelengan oleh Jungkook.
“Kau ingin kabur? Apa karena hasil tesmu kemarin?”
baiklah sudah cukup, Taehyung dan pemikiran ngawurnya
adalah hal paling melelahkan untuk diatasi.
Jungkook menghela napasnya, lalu memperhatikan satu
per satu wajah teman sekamarnya. “Aku akan kembali ke
daycare itu, aku akan menerima tawaran pekerjaannya. Aku
tidak peduli seaneh apa pun anak-anak itu.”
“Apa gara-gara pemanasnya mati lagi?” sungguh,
kenapa ada manusia semenyebalkan Kim Taehyung, sih?
“Tidak, bukankah aku pernah bilang jika aku memiliki
kakak dengan autism.” Kedua temannya mengangguk,
menyimak, menunggu kelanjutan penjelasan. “Aku teringat
mendiang kakakku jika mengingat mereka, kakakku harus
meregang nyawa karena ulah orang iseng yang mengerjainya.”

20
Hening cukup lama, tentu saja Taehyung dan Jimin tau
tentang cerita ini. Kakak Jungkook meninggal karena
penyumbat telinga yang dilepas paksa oleh beberapa anak
nakal. Anak autis memang cukup sensitif dengan suara,
sehingga di beberapa kasus harus memakai alat bantu seperti
penyumbat telinga.
Saat itu Jungkook masih bocah ingusan berusia sepuluh
tahun yang harus menemani sang kakak yang usianya terpaut
tiga tahun untuk membeli krayon, akan tetapi di taman dekat
toko peralatan tulis ada segerombolan anak nakal yang
menghadang jalan mereka.
Ada lima anak, dua orang menahan Jungkook agar
tidak bisa menolong sang kakak, dua orang lainnya menahan
kakaknya, dan sisa satu orang yang merampas penyumbat
telinga kakaknya.
Saat kakaknya berusaha mengambil kembali
penyumbat telinganya, ia didorong hingga jatuh. Namun naas,
kepala kakaknya harus terkena batu lancip sehingga mengalami
pendarahan. Nyawa kakaknya tak tertolong saat perjalanan
menuju rumah sakit, anak-anak nakal itu hanya mendapat
hukuman ringan karena kasus itu hanya dianggap sebagai
kecelakaan saat bermain.
Jungkook mengepalkan tangannya hingga buku jarinya
memutih, teriakan yang terdengar saat mereka akan pergi
kemarin mengingatkan dia akan teriakan kakaknya yang
berusaha melawan anak-anak nakal itu. Waktu itu ia gagal

21
melindungi kakaknya, mungkin ini adalah cara Tuhan agar
dirinya tak berlarut dalam penyesalan.
“Aku tidak tau bagaimana dengan kalian, tapi aku akan
kembali ke sana. Mungkin ini adalah cara agar aku tidak
semakin larut dalam penyesalan.”
Taehyung dan Jimin hanya berpandangan dalam diam,
senyum terukir di bibir keduanya. Mereka bersyukur karena
Jungkook mau melangkah tanpa menyalahkan dirinya lagi.
Mereka berdua bangkit dan mengambil koper masing-masing,
lalu sibuk memilah barang yang akan dimasukkan dalam
koper.
Jungkook hanya memandang bingung keduanya. “Lalu
kau ingin sendirian merasakan rumah hangat itu dan
meninggalkan kami menggigil di kamar ini, tidak akan
kubiarkan.” Jungkook tersenyum mendengar ucapan
Taehyung.
“Mereka anak-anak yang manis, bukan? Melihat
mereka membuatku merindukan adikku yang berada di Busan.”
Pandangan mata Jimin menerawang, senyum simpul menghiasi
wajahnya.
Mungkin memang ini adalah jalan yang disiapkan oleh
Tuhan untuk mereka, sebuah jalan untuk menemukan jalan lain
menuju sebuah kebenaran.

22
Section 4
Kembali

23
Udara mulai menghangat, kelopak sakura mulai
berguguran memenuhi jalanan. Ini hari Sabtu, banyak orang
memutuskan untuk keluar menikmati cuaca yang cerah sambil
melihat kelopak-kelopak sakura yang berguguran. Hari yang
indah, bukan?
Tapi tidak bagi ketiga pemuda yang saat ini sedang
berdesak-desakan dalam bus dengan koper besar mereka.
Setelah seharian kemarin memilah barang-barang yang akan
dibawa, serta berpamitan kepada bebrapa penghuni asrama
yang mereka kenal. Akhirnya hari ini, mereka akan segera
pindah dari asrama itu.
Hanya butuh lima belas menit dengan melewati dua
halte bus dan sedikit berjalan masuk area perumahan, mereka
sudah sampai di rumah dengan nuansa pastel ini lagi. Jungkook
yang tak sabaran segera menekan bel.
Suara di intercome kembali terdengar, seperti dejavu.
“Siapa disana?” bedanya kali ini suara yang menjawab lebih
berat dari kemarin saat mereka datang kemari.
“Kami yang melamar pekerjaan kemarin,” ucap Jimin
berusaha untuk tidak gugup.
Tidak ada jawaban lagi dari intercome, mereka bertiga
menelan ludah dengan gugup. Apakah ini artinya sudah ada
yang menggantikan mereka? Apakah mereka harus kembali
lagi ke asrama kumuh itu?

24
Gerbang di depan mereka terbuka, seorang wanita
dengan rambut panjang yang membukanya. “Hai, masuklah.
Hoseok sedang sibuk.”
Mereka mengikuti langkah wanita itu, saat sampai di
depan pintu, mereka bisa melihat banyak sepatu yang
berserakan. Dari ruang tamu, mereka bisa mendengar suara
gaduh yang berasal dari dalam rumah.
“Letakkan barang bawaan kalian, sekarang saatnya
snack, jadi mari bergabung dan kita bisa berkenalan.” Wanita
tadi memberikan gestur agar mereka bertiga mengikutinya.
Ruangan yang sepertinya menjadi ruang keluarga itu
ramai dengan wajah baru yang tidak mereka lihat kemarin, jika
ditambah dengan wanita yang menyambut mereka tadi, maka
ada tujuh orang baru yang mereka tidak kenal.
“Duduklah di manapun kalian nyaman, aku akan
ambilkan cangkir lagi.” Pria dengan bibir tebal dan bahu lebar,
pergi meninggalkan mereka.
Dengan ragu-ragu, mereka duduk di tempat kosong
yang ada. “Nah, kalian ... kenalkan, mereka akan menjadi
bagian dari daycare ini.” Hoseok membuka percakapan, sesaat
setelah mereka menyamankan duduknya.
“Mereka semua adalah relasi dari daycare ini, mereka
yang selama ini membantu kami mengatasi beberapa masalah
terkait anak-anak dan daycare ini.” Hoseok melanjutkan
penjelasan.

25
“Aku Kim Seokjin, kalian pasti tau café ujung jalan itu,
bukan? Itu milikku hahaha.” Pria yang tadi mengambil cangkir
telah kembali, dengan tiga cangkir beraroma coklat dengan
beberapa keping es batu dalam cangkirnya.
“Lihatlah ekspresi mereka.” Kini giliran wanita cantik
dengan surai hitam panjang yang berbicara. “Sudah kubilang
merubah warna café menjadi kuning bukanlah ide yang bagus.”
“Eey, Joohyun-ssi. Kuning itu warna yang bagus untuk
menyambut musim semi yang ceria ini.” Seokjin tak mau kalah
menimpali ucapan wanita tadi. “Itu istriku, Bae Joohyun. Dia
tidak galak, hanya saja tatapan matanya memang dingin.”
Seokjin kembali terkekeh.
“Hyung, jangan curang begitu dong. Kita juga ingin
memperkenalkan diri.” Pria berkulit pucat dengan aksen bicara
sedikit cadel menginterupsi sesi perkenalan Seokjin.
“Baiklah, kalian silakan memperkenalkan diri.” Wanita
yang dikenalkan sebagai Joohyun tadi menengahi.
Jimin berdiri dan membungkukkan badan. “Saya Park
Jimin, mahasiswa Universitas Seoul, asal dari Busan, mohon
bimbingannya,”
“Wow, bersemangat sekali, salam kenal Park Jimin.”
Pria dengan lesung pipi, yang duduk di sebelah Hueningkai,
tersenyum mendengar perkenalan penuh energi milik Jimin.
Giliran Jungkook yang berdiri dan membuka suara.
“Jeon Jungkook, asal dari Busan juga, mahasiswa di universitas
yang sama, mohon bimbingannya.”

26
Taehyung mendapat giliran terakhir, dia akan
memperkenalkan diri secara santai saja. “Aku Kim Taehyung,
kami bertiga satu universitas. Asalku dari Ilsan, mohon
bimbingannya.” Taehyung membungkuk hormat guna menutup
sesi perkenalan.
Sebenarnya, sedari tadi mata Taehyung tak berhenti
melirik ke arah Yeonjun. Anak itu duduk di antara Joohyun
dan Hoseok. Dia terus memperhatikan anak itu dan mulai
merasa puas, saat anak itu menegang kala ia membuka suara
untuk perkenalan diri.
Kemarin ia yakin sekali, kalau matanya bersiborok
dengan mata Yeonjun, sesaat sebelum anak itu ketakutan.
Ditambah lagi, ia melihat sesuatu yang selama ini dicarinya,
walaupun ia belum yakin. Benar kata kedua temannya, Tuhan
sedang menunjukan jalan pada mereka.
“Kurasa, ini saatnya kita yang memperkenalkan diri.”
Pria dengan lesung pipi itu memulai obrolan. “Aku Kim
Namjoon, penanggung jawab hukum atas daycare ini. Aku titip
daycare beserta isinya pada kalian, jangan sungkan hubungi
aku jika kalian terlibat masalah.” Pria itu mengedipkan sebelah
matanya, sesaat setelah memberikan kartu namanya yang
diterima oleh Jimin.
“Hentikan itu Namjoon-ah, menjijikan.” Pria dengan
aksen cina menyela. “Kenalkan, aku Jackson Wang dan pria
albino yang bicara sedikit cadel itu, Oh Sehun. Kami adalah
detektif dan penanggung jawab keamanan di daycare ini,
jangan sungkan untuk meminta bantuan pada kami.”

27
“Aku Jung Soojung, yang tadi membukakan pintu
untuk kalian.” Wanita dengan rambut sebahu itu tersenyum
bersahabat. “Aku pengajar di sini, sekaligus orang yang
bertanggung jawab tentang akademis anak-anak di sini.”
“Aku rasa suamiku sudah memperkenalkan aku pada
kalian.” Joohyun melirik Seokjin yang pura-pura tak
mendengar. “Aku Bae Joohyun, Psikiatri yang bertanggung
jawab atas terapi kejiwaan anak-anak. Seterusnya, aku akan
mengandalkan kalian.” Jungkook melongo melihat senyum
Joohyun, dia memperhatikan Joohyun dan Seokjin bergantian,
bukankah mereka pasangan yang serasi?
“Sekarang tinggal Yoongi, Yoon?” Hoseok sedikit
menepuk pundak pria pucat yang dipanggil Yoongi.
Pria pucat itu tersentak dari lamunannya. “A-ah … iya,
aku Min Yoongi. Aku apoteker dan bertanggung jawab atas
obat-obatan di sini.”
Taehyung sedikit mengangkat alisnya, pria pucat itu
berusaha menghindari tatapan mata dengannya. Apakah
mereka pernah bertemu sebelumnya? Kenapa pria itu bersikap
demikian?
“Kalian sudah mengenalku dan kelima anak-anak yang
akan kalian jaga ini. Untuk seterusnya, kami akan
mengandalkan kalian.” Hoseok tersenyum teduh.
“Waktu berlalu tanpa kita sadari, sudah saatnya makan
siang. Karena ada anggota baru, bagaimana jika
Jajangmyeon?” Langsung diangguki oleh semua orang.

28
“Baiklah, Sehun tolong bimbing mereka bertiga menuju kamar
masing-masing. Anak-anak tolong bantu aku menata meja
makan, oke?” Seokjin memberi hampir semua orang tugas
untuk makan siang.
Kamar mereka bertiga berada di lantai bawah,
kamarnya berada di lorong dekat tangga menuju lantai dua
rumah ini. Jimin mendapat kamar di bagian depan, Taehyung
mendapat kamar di tengah, sedangkan Jungkook mendapat
kamar di belakang, dekat dengan ruang bermain dan kamar
mandi.

29
Section 5
Perjanjian

30
Dengan ragu-ragu ketiga pemuda ini membuka ruangan
yang terdapat di ujung lorong lantai dua. Dalam ruangan itu
sudah ada Seokjin dan Joohyun yang menunggu mereka.
Setelah makan siang tadi, mereka disuruh untuk menemui
kedua orang yang dianggap paling tua itu di ruangan ini.
“Hai, masuklah.” Joohyun memberikan gestur pada
mereka bertiga untuk masuk. “Maaf, ya, kami langsung
memanggil kalian seperti ini.” Joohyun tersenyum tidak enak
pada mereka bertiga.
“Tidak apa-apa Joohyun-ssi, kami sudah menduga ini
juga.” Jimin juga merasa tidak enak, bagaimanapun juga
mereka datang tanpa pemberitahuan hari ini.
“Baiklah, mari kita mulai.” Ketiga pemuda itu kompak
meneguk ludah, suasananya berubah menjadi serius.
“Aku sudah tau alasan kalian menerima pekerjaan ini
dan aku rasa kalian juga sudah mengetahui perihal Yeonjun,
karena dia kambuh di hadapan kalian kemarin,” Joohyun
berucap dengan santai, namun tetap berusaha memberikan
penekanan.
“Dan kalian pasti penasaran tentang keempat anak yang
lain, bukan?” Seokjin menimpali, “Kami akan menjelaskan
tentang itu, tapi kami tidak bisa menjelaskan tentang
bagaimana tempat ini bisa ada, bagaimana kami bisa bertemu,
serta kenapa mereka semua bisa seperti itu.” Ketiganya hanya
mengangguk paham.

31
“Seperti yang kalian tau, Yeonjun menderita PTSD atau
Post Traumatic Disorder atau orang awam menyebutnya
dengan trauma.” Joohyun menarik nafasnya. “Lalu Soobin, dia
menderita Skizofrenia. Pada beberapa waktu, ia harus
menggunakan earphone karena telinganya berdenging.”
“Hueningkai menderita bipolar, dimana suasana hatinya
akan gampang berubah. Untuk Taehyun, dia menderita Eating
Disorder, nafsu makannya tidak bisa ditebak, beruntung bulan
ini dia tidak mengalami gejala anoreksia.” Joohyun kembali
menghela napas sebelum lanjut menjelaskan.
“Yang terakhir ini, aku harap kalian tidak terkejut jika
di kemudian hari dia tidak terkontrol. Beomgyu, dia menderita
Disociative Disorder atau kepribadian ganda, sampai saat ini
kami hanya menemukan satu kepribadian lain dalam dirinya.”
Joohyun langsung memijat pelipisnya begitu ia menyelesaikan
penjelasannya.
“Ini adalah jadwal obat dan rekomendasi menu makan
mereka, aku lupa bilang bahwa aku adalah ahli gizi di sini.”
Seokjin menyerahkan beberapa lembar kertas kepada
ketiganya.
“Tugas kalian hanya perlu mengawasi mereka saat
kami sibuk dan memperhatikan asupan gizi mereka. Di kertas
itu sudah berisi hal yang boleh dan tidak boleh diberikan pada
mereka berlima.” Ketiganya kembali mengangguk paham.
“Tapi maaf dokter Joohyun, apa yang harus kami
lakukan saat mereka kambuh dan kalian semua sibuk?”

32
Jungkook menatap takut-takut pada pasangan di hadapannya
ini.
“Sebenarnya yang paling menyusahkan saat kambuh
adalah Beomgyu. Karena kita tidak tau berapa lama
kepribadiannya yang lain mengambil alih tubuhnya, hanya
pastikan dia tidak menyakiti dirinya sendiri.” Seokjin
menjelaskan dengan nada sedikit khawatir.
“Kalian akan dalam masa percobaan selama satu bulan
ini, jadi selama satu bulan ini kalian akan digaji dengan
hitungan perhari. Setelah masa percobaan berakhir, barulah
kalian akan kami gaji dengan hitungan perbulan,” Joohyun
mulai menjelaskan bagian penting lainnya.
“Kami ingin memperkecil resiko, karena beberapa
orang sebelumnya mendadak berhenti saat tau tentang kondisi
anak-anak. Ini pertama kalinya kami merekrut orang dan
menceritakan keadaan anak-anak pada orang lain.” Seokjin
meringis, mengingat orang-orang sebelum ini yang kabur saat
melihat kelima anak itu kambuh.
Seokjin dan Joohyun berpandangan sekilas, Seokjin
mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Joohyun yang
berada di bawah meja. Kelima anak itu sudah seperti adik
bahkan anak bagi mereka berdua, mereka berniat untuk tidak
mencari pekerja lagi dan memutuskan untuk bergantian
mengawasi mereka, yang lain juga setuju. Namun, Hoseok
bersikeras bahwa ini yang terakhir dengan alasan anak-anak itu
perlu bertemu dengan orang baru.

33
Bohong jika mereka tidak sakit hati saat anak-anak itu
dianggap sebagai anak cacat dan pembawa sial, tapi memang
benar apa kata Hoseok, anak-anak itu perlu terbiasa dengan
orang baru. Ditambah desakan dari dinas sosial yang selalu
menyimpulkan bahwa daycare ini tidak layak, serta ingin
mengambil alih kelima anak itu.
Semuanya sudah pasrah saat Hoseok mengatakan
pelamar kemarin pergi karena Yeonjun yang tiba-tiba kambuh.
Mereka sudah berjanji, jika kali ini gagal lagi, maka mereka
akan melawan dinas sosial seadanya dan mempertahankan
daycare ini dan kelima anak itu bagaimanapun caranya.
Harapan mereka semua kembali muncul saat ketiga
orang pelamar yang kemarin kembali lagi. Dengan ini daycare
bisa memenuhi syarat dinas sosial dan kelima anak itu bisa
bersama mereka lebih lama.
“Jadi, jika kalian tidak ada yang ditanyakan lagi silakan
istirahat dan kita bisa mengobrol lagi saat makan malam
dengan yang lainnya.” Ketiga pemuda itu hanya mengangguk
dan merapikan kertas-kertas yang berserakan.
Ketiga pemuda itu pamit kembali ke kamar mereka
masing-masing. Saat pintu ditutup dan dirasa ketiganya sudah
cukup jauh dari ruangan itu, Joohyun memutar kursinya dan
menghadap suaminya. Ditatapnya pria itu dengan pandangan
menyelidik, yang ditatap hanya bisa mengalihkan pandangan
ke arah lain dengan gugup.
“Jadi Seokjin-ssi ... jelaskan padaku, kenapa kau
meminta wawancaranya sekarang? Padahal aku sudah bilang

34
akan melakukannya setelah makan malam.” Joohyun berkata
dengan senyum yang mengintimidasi.
Seokjin meneguk ludah gugup. “Menurutku lebih cepat
lebih baik.”
Pria itu melirik sedikit ke arah istri cantiknya,
sepertinya alasannya tidak diterima oleh si cantik. Wajah
wanita itu masih mengerikan, walaupun masih tetap cantik.
“Jangan mencoba membodohi aku, saat ada karyawan
baru di café saja kau selalu menyuruhku untuk mewawancarai
mereka.” Seokjin hanya bisa menghela napas, mau tidak mau
ia harus jujur kalau sudah begini.
“Salah satu dari mereka bahkan tidak terkejut saat aku
tiba-tiba meletakkan cangkir dari belakang, kedua teman
lainnya masih berjengit sedikit tapi dia sama sekali tidak.”
Joohyun memperhatikan dengan saksama penjelasan suaminya
itu.
“Kau tau siapa orang yang paling waspada di sini?”
Seokjin bertanya pada Joohyun.
“Sehun? Atau Jackson? Mereka detektif, jadi tentu saja
mereka adalah orang yang waspada.” Joohyun menjawab
dengan nada remeh.
Seokjin menggeleng. “Namjoon dan Soojung.” Joohyun
mengangkat alisnya bingung. “Namjoon memang memiliki
insting yang kuat, sedangkan Soojung terlatih waspada karena
dia sering ke luar negeri, menjaga diri sendiri adalah hal yang

35
tak mudah.” Joohyun mulai mengangguk paham dengan
pemikiran suaminya.
“Lalu apa hubungannya dengan mereka berdua?”
kadang Joohyun berpikir, harusnya suaminya ini menjadi
detektif ketimbang menjadi ahli gizi.
“Mereka berdua adalah orang yang peka dengan sekitar,
tapi hari ini mereka bahkan tidak sadar jika pemuda barusan,
menunjukkan gelagat yang aneh.”
Joohyun ingin bertanya lebih jauh tapi dering ponselnya
menginterupsi. Ini sudah jam dua siang dan sudah saatnya dia
pergi ke rumah sakit. Wanita itu segera membereskan barang
yang akan dibawanya dan langsung berpamitan pada suaminya
yang hanya dibalas oleh anggukan.
Sebenarnya, wanita itu masih khawatir, suaminya
bukanlah tipe orang yang sembarangan menilai orang lain.
Semoga saja tidak ada hal buruk yang terjadi, semoga
semuanya hanya kekhawatiran suaminya saja.

36
Section 6
Orang Lain

37
Yoongi sedang menaiki tangga menuju lantai dua,
setelah makan malam tadi, Yeonjun langsung naik ke
kamarnya. Sebenarnya seharian ini juga anak itu sedikit aneh,
walaupun dia tau apa penyebabnya. Namun, dia ingin
memastikannya sendiri.
Saat sampai di depan pintu dengan gantungan rubah, ia
langsung mengetuk pintunya. “Yeonjun-ah, ini hyung. Boleh
aku masuk?” tidak ada jawaban, tapi pintunya tidak dikunci.
Ini adalah kesepakatan semua orang di daycare ini, saat
pintu tidak dikunci tapi pemilik kamar ada di dalam dan tidak
menjawab panggilan, maka sang tamu bisa masuk ke kamar
itu. Namun, saat pemilik kamar ada di dalam dan pintunya
dikunci, maka orang itu sedang tidak mau diganggu. Sehingga
orang lain tidak boleh memaksa masuk.
Keadaan kamar yang remang-remang, karena hanya ada
cahaya bulan yang menerobos masuk lewat jendela. Ada
gundukan selimut di ujung Kasur, Yoongi hanya tersenyum.
Dia mendekat ke arah gundukan selimut itu, ia tepuk pelan
gundukan selimut itu.
“Aku tau apa yang sedang kau pikirkan dan kau hebat
bisa menahannya.” Kepala dengan surai hitam menyembul dari
dalam selimut.
“Hyung juga hebat bisa bersikap biasa saja.” Yoongi
hanya tersenyum mendengar pujian dari yang lebih muda.
“Aku sempat takut, hari di mana mereka menemukan
mayatnya kembali terputar. Rasa dingin dari tangan yang ku

38
genggam kala itu kembali menjalar.” Tatapan mata pria itu
menerawang. “Tapi saat aku berkenalan dengannya tadi,
jabatan tangannya hangat dan sudah pasti dia adalah orang
lain.”
“Saat aku melihat wajahnya untuk pertama kali, dia
sangat mirip dengan Hansung-Hyung. Sampai-sampai ingatan
hari itu terputar kembali, kepalaku sampai sakit.” Yeonjun
mempoutkan bibirnya, ia benci rasa sakit. Itulah sebabnya dia
baru membaik dua tahun belakangan ini.
Yeonjun adalah yang paling susah untuk minum obat,
dia juga termasuk pasien yang susah untuk ditangani. Saat
awal-awal dulu, hampir setiap hari dia akan mimpi buruk dan
mengamuk hingga harus disuntik obat penenang.
Saat anak yang lain sudah membaik, Yeonjun masih
belum menunjukkan tanda-tanda kondisinya membaik. Baru
dua tahun belakangan ini ia membaik dan dosis obatnya
dikurangi, dia juga sudah tidak perlu suntikan penenang saat
traumanya kambuh, hanya perlu memastikan ia tidak melukai
dirinya sendiri.
Kehilangan keluarga tepat di depan mata bukanlah
pengalaman yang baik, ditambah dia adalah satu-satunya yang
selamat. Belum sembuh luka yang didapat, ia harus menerima
ocehan dari segala penjuru, entah yang benar-benar simpati
atau hanya sekadar ingin tau.
“Kau ingin langsung tidur? Tidak ingin camilan
malam? dokter Seokjin membawa pudding.” Yoongi kembali
mengelus surai yang lebih muda.

39
Yeonjun hanya menggeleng. “Aku ingin buah saja, aku
lihat ada melon di kulkas tadi.”
Yoongi hanya terkekeh. “Baiklah, mari turun ke bawah.
Aku akan menyuruh Jackson memotong melon untuk kita
semua.” Yeonjun bangkit, diikuti Yoongi yang berjalan di
belakangnya.
Mereka sama-sama berpikir, mungkin ini adalah cara
Tuhan agar mereka bisa semakin kuat. Masa lalu yang
menyakitkan akan tetap ada, sekeras apa pun mereka berusaha
untuk melupakannya dan luka itu akan tetap berbekas. Yang
mereka bisa hanyalah terus berjalan sembari mengumpulkan
memori indah.

40
Section 7
Pesan

41
Ada yang bilang, jika kita menikmati suatu hal, waktu
akan cepat berlalu. Mungkin itulah yang dirasakan ketiga
pemuda ini, tidak terasa sudah satu bulan lebih mereka berada
di daycare ini. Banyak hal terjadi, mulai dari mereka yang
kesusahan mendekati kelima anak itu, sampai mereka yang
kesusahan mengingat jenis obat tiap-tiap anak.
Setelah dua minggu, mereka mulai bisa mengingat
obat-obatan yang harus dikonsumsi oleh masing-masing anak.
Hueningkai adalah anak pertama yang akrab dengan mereka,
dan sesuai dengan kata Seokjin, Beomgyu menjadi anak yang
paling susah didekati setelah Yeonjun.
Jungkook menjadi dekat dengan Taehyun karena
pemuda itu selalu memakan sisa makanan Taehyun dan
berjanji tidak akan mengatakan apa pun pada siapapun. Dengan
syarat, Taehyun harus sudah memakan makanan itu minimal
sepuluh sendok makan dan menghabiskan setengah dari lauk
utama, serta menghabiskan segelas jusnya.
Berbeda dengan Soobin yang menjadi dekat dengan
Jimin karena pemuda itu merusak Ipod milik Soobin. Benda
kecil itu tak sengaja terlempar saat Jimin membersihkan ruang
belajar, berakhir dengan benda itu menghantam tembok dan
terbelah menjadi dua. Akhirnya Jimin memberikan Ipod
lamanya pada Soobin, sebagai ganti Ipod malang yang harus
berakhir dengan tragis.
Yeonjun adalah tipe yang berhati-hati, terutama pada
Taehyung. Dia sangat jarang meminta bantuan pada Taehyung,
bahkan dia akan menghindar saat harus berduaan dengan

42
Taehyung. Bagi beberapa orang, sikap Yeonjun ini terkesan
wajar, tapi tidak bagi Jimin dan Jungkook. Keduanya jelas tau
bagaimana ahlinya Taehyung dalam mengurus anak kecil, tapi
mereka tidak mau memperpanjang masalah ini, toh masih
beberapa minggu.
Untuk Beomgyu, saat dia menjadi dirinya sendiri, dia
tergolong anak pemalu yang selalu bersembunyi di balik
temannya. Sedangkan saat menjadi kepribadian yang lain, dia
adalah anak liar yang akan mengutuk siapapun yang berusaha
dekat dengannya. Setidaknya, kedua kepribadiannya cukup
penurut jika diberi sedikit perhatian lebih.
Tidak hanya itu, mereka bertiga juga mendapat
kenyamanan saat mengerjakan tugas. Saat anak-anak itu
mengerjakan perkerjaan rumah, maka ketiga pemuda itu akan
ikut mengerjakan tugas kuliah masing-masing. Siapa sangka
jika ruang belajar itu memiliki perpustakaan mini dengan buku
yang dapat membantu tugas mereka, walaupun memang
kebanyakan buku cerita dan buku bergambar.
Tidak terasa mereka bertiga bertahan dalam satu bulan
masa percobaan, di awal memang terasa melelahkan tapi
seiring berjalannya waktu, segalanya terasa menyenangkan.
Seperti Jungkook yang seminggu lalu mengajarkan anak-anak
itu memotret, kelimanya antusias karena diijinkan memegang
kamera sendiri dan bebas mengabadikan apa pun.
Sama halnya dengan Jimin yang akan selalu mampir
membeli camilan saat pulang dari kuliah, pemuda itu selalu
suka ekspresi berbinar kelimanya saat memakan camilan yang

43
ia bawa. Walaupun kebanyakan hanya buah dan susu, karena
anak-anak itu dibatasi dalam konsumsi gula dan pati.
Sedangkan hari ini, Taehyung berjanji akan mengajak
mereka melukis, bahkan sekarang pemuda itu sudah melapisi
gazebo belakang dengan plastic dan koran. Tujuannya, agar
catnya tidak terciprat dan mengenai hal lain selain kanvas.
Hanya ada empat kaleng cat dengan warna primer, Taehyung
bilang ingin menunjukkan gabungan warna, seperti yang
kelimanya pelajari dengan Miss Soojung kemarin.
Sudah pukul satu siang. Sesuai dengan perjanjian,
bahwa kegiatan melukis akan diadakan setelah makan siang.
Anak-anak itu sudah siap dengan celemek plastik yang
terpasang rapi di badan mereka, ini juga salah satu syarat agar
kegiatan lukis melukis ini bisa terlaksana. Bagian laundry hari
ini adalah Hoseok, dia tidak mau mencuci baju yang terdapat
bekas cat.
Jimin sesekali tertawa saat melihat tatapan berbinar
anak-anak saat Taehyung mulai mencampur warna-warna cat
itu. Jika bisa, ia ingin sekali ikut dengan mereka. Namun
sayang, hari ini gilirannya membersihkan ruang belajar dan
ruang bermain, ditambah pukul tiga nanti dia harus menghadiri
kelas.
Jungkook sedang ada kelas sampai pukul lima nanti,
pemuda itu sedari pagi membuat berbagai alasan agar tidak
berangkat ke universitas. Alasannya simple, dia iri karena tidak
bisa menghabiskan sepanjang siang bersama anak-anak,

44
padahal dia ingin mengabadikan semua momen mereka saat
melukis tapi malah kelasnya dimajukan menjadi hari ini.
Jimin kembali tertawa saat mengingat wajah memelas
Jungkook, dia yakin pemuda itu pasti berjalan di kampus
dengan aura hitam yang mengelilinginya. Jimin segera
menyelesaikan acara piketnya dan mulai bersiap untuk
kelasnya sore nanti, dia ingin berangkat lebih awal untuk
mampir ke ruang dance mengambil beberapa barangnya.
Atensinya teralihkan saat mendengar ketukan pintu,
“Jimin-ah, apa aku menganggu?” itu Namjoon dan Jimin hanya
menggeleng sebagai jawaban.
“Kenapa kau tidak ikut bermain dengan mereka?”
Namjoon bertanya sambil tangannya mengembalikan buku ke
rak yang seharusnya.
“Aku ada kelas nanti pukul tiga, Hyung,” jawab Jimin
tanpa menoleh, ia sibuk mengelap meja. “Jika aku ikut,
pastinya aku akan telat atau bahkan aku tidak akan berangkat.”
Jimin terkekeh.
“Benar juga, sangat menyayangkan jika pergi saat
sedang asyik-asyiknya, Hueningkai pasti menjadi orang
pertama yang akan menghadangmu agar tidak pergi.”
Keduanya terkekeh, itu adalah bayangan kejadian yang cukup
sering terjadi.
Jimin mengalihkan atensinya pada Namjoon, ia sudah
selesai mengelap meja. “Lalu Hyung sendiri kenapa tidak ikut
bergabung dengan mereka?”

45
“Sama sepertimu, pukul empat nanti aku harus bertemu
seorang klien.” Jimin hanya mengangguk paham. “Dan aku
kemari untuk menyampaikan pesan dari Jackson dan Sehun.
Kau tau mereka masih ada latihan gabungan di daerah Jeonju.”
Jimin tidak menjawab, dia menunggu dengan saksama
tentang apa yang akan disampaikan oleh pria di hadapannya.
“Mereka berdua ingin bicara dengan kalian sabtu depan,
seharusnya aku ikut tapi ternyata jadwalku tidak mengizinkan.”
“Pembicaraannya sepenting itu?”
Namjoon menghela napas dan tersenyum. “Bagi kami,
iya. Itu hal terpenting setelah hidup kami atau malah lebih
penting dari hidup kami.” Pandangan pria itu menerawang,
dengan senyum yang masih terkembang.
“Baiklah, aku akan memberitahu Jungkook dan
Taehyung juga. Kami akan bertemu di mana?” Jimin menjadi
antusias.
“Di café dokter Seokjin, pukul Sembilan, hari sabtu
depan. Kami berharap kalian bertiga bisa datang semuanya.”
“Akan aku usahakan.” Jimin tersenyum cerah.
Sisa siang itu mereka habiskan dengan Namjoon yang
becerita tentang kelakuan para pengasuh daycare saat harus
menangani kelima anak-anak yang tantrum bersamaan. Mereka
berbagi cerita sampai dering panggilan pada ponsel Namjoon
menginterupsi. Jimin pamit kembali ke kamar untuk bersiap
menghadiri kelasnya sore ini.

46
Namjoon hanya memandang sendu kepergian pemuda
itu, semoga ini adalah hal bagus. Bagaimanapun juga mereka
harus tau cerita di balik daycare dan kelima anak yang mereka
jaga.

47
Section 8
Sisi Yang
Lain

48
Taehyung baru saja selesai membersihkan diri, jadwal
kelasnya di hari Kamis memang sangat menyebalkan.
Bayangkan saja, empat kelas dalam sehari dari mulai pukul
Sembilan hingga pukul lima sore. Ditambah, ia harus kerja
kelompok setelah kelas, akhirnya ia baru bisa pulang pada
pukul sepuluh malam.
Saat akan memasukkan baju kotornya ke dalam
keranjang laundry, ia melihat kaus putih dengan banyak
coretan cat warna-warni. Ah, ini kaus yang ia pakai saat
melukis bersama yang lainnya Selasa lalu.
Bibirnya menyunggingkan senyum teduh, sembari
memegang lembut kaus putih dengan corak warna-warni.
Namun, tak lama kemudian senyum itu hilang, digantikan
dengan raut mukanya yang berubah keruh. Dicengkramnya
kaus itu hingga buku jarinya memutih. Tidak, tidak boleh
begini, ini salah, bukan ini tujuannya datang kemari.
Atensinya teralihkan saat melihat sebuah buku dengan
sampul putih yang tergeletak di meja belajarnya, buku itu
berjudul ‘Obat-obat Penting’ dengan tulisan berwarna merah,
sehingga terlihat mencolok.
Taehyung beranjak untuk mengambil buku itu, sekilas
melihat jam dinding yang ada di kamarnya. Sudah pukul
setengah sebelas, pasti hampir semua orang di rumah ini sudah
tidur. Ia memutuskan keluar sembari membawa buku tersebut,
dilihatnya lampu ruangan tengah masih menyala dan suara
orang berbincang masih ramai, pasti itu Soojung.

49
Soojung memang bilang ia akan menginap di sini
malam ini dan sepertinya dokter Seokjin serta istrinya juga
belum pulang. Ia hendak menuju ke ruang belajar saat melihat
pintu geser halaman belakang terbuka, ada seseorang yang
tengah duduk di gazebo belakang.
Dengan Langkah ragu, ia mendekati gazebo itu.
Ternyata itu Yoongi, pria itu sedang menyesap secangkir kopi
sembari membaca sesuatu dari layar tabletnya.
Suara kursi yang digeser, mengalihkan atensi Yoongi.
“Oh, Taehyung-ah. Kau baru pulang? Aku tak melihatmu
seharian ini.”
“Iya, jadwalku di hari Kamis memang gila. Jungkook
bahkan pamer saat kalian makan malam dengan ayam goreng,
sedangkan aku harus puas hanya dengan makan ramyun di
mini market.” Yoongi hanya terkekeh pelan, mendengar
protesan Taehyung.
“Kenapa malam-malam ada disini, Hyung?” tanya
Taehyung penasaran.
Yoongi mengangkat tabletnya sembari tersenyum.
“Ujian lisensi apoteker, aku telat kuliah karena mengurus
Yeonjun. Jadi, aku baru lulus kuliah setahun yang lalu dan
akan mengikuti ujian lisensi bulan depan.”
“Jika dipikir-pikir, bagaimana bisa kau menjadi wali
Yeonjun? Marga kalian berbeda, apa dia saudara jauhmu?”
Yoongi memasang ekspresi sendu, membuat Taehyung jadi
tidak enak pada pria itu.

50
“Kedua orang tuaku bercerai sejak aku berusia tiga
tahun dan aku tinggal dengan ibuku. Lalu ibuku meninggal saat
usiaku lima tahun, tidak ada sanak saudara yang mau
merawatku, sehingga aku diantar ke panti asuhan.” Tatapan
mata Yoongi menerawang, seakan kejadian itu terputar di
hadapannya layaknya sebuah video.
“Di panti asuhan itu aku bertemu dengan orang tua
Yeonjun, mereka berdua juga pernah tinggal di panti itu saat
mereka kecil. Ayah Yeonjun pernah bekerja di Seoul, tetapi
memutuskan kembali dan membuka toko kelontong kecil di
dekat panti asuhan.”
Taehyung hanya menyimak, tidak berniat memotong
atau bahkan menghentikan. “Ibu Yeonjun adalah anak dari
kepala panti asuhan, dia seorang perawat yang memutuskan
mengabdikan dirinya pada panti asuhan seperti ibunya. Singkat
cerita, keduanya jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah.”
“Mereka menikah saat usiaku tujuh tahun dan aku yang
menjadi pembawa cincinnya.” Yoongi terkekeh pelan saat
mengingatnya. “Mereka berdua–orang tua Yeonjun, ikut
mengurus kami bersama yang pengurus Panti lainnya. Setahun
berlalu ada kabar bahwa ibu Yeonjun sedang mengandung.
Namun, saat usia kandungannya berumur tiga bulan, ia
mengalami keguguran.”
“Dia terpuruk, bahkan tidak mau keluar kamar selama
hampir dua bulan. Hingga suatu hari, ada seorang wanita paruh
baya dengan pakaian lusuh, mengetok pintu rumah mereka
untuk meminta pertolongan. Wanita itu meminta tolong untuk

51
melindungi seorang anak berusia lima tahun, yang saat itu
kondisinya juga buruk.”
“Tapi sayang, wanita itu meninggal karena kehabisan
banyak darah dan hipotermia. Ibu Yeonjun percaya anak itu
adalah pemberian Tuhan, sebagai ganti calon anaknya yang
telah pergi. Mereka membesarkannya seperti anak mereka
sendiri, kebahagiaan mereka makin lengkap saat Yeonjun lahir
dua tahun kemudian.”
“Lalu, bagaimana kau bisa dekat dengan kakak
Yeonjun? Siapa namanya? Hansung, kan? Bukankah anak-
anak lebih suka bermain dengan yang seumuran mereka?”
Yoongi kembali menyesap kopinya.
Yoongi mengangguk. “Sebetulnya, Hansung
mengalami keterlambatan bicara. Dia baru bisa berbicara
dengan lancar saat usianya tujuh tahun, tidak ada anak
seumurannya yang mau bermain dengannya. Jadi, kedua orang
tua Yeonjun meminta tolong padaku untuk mengawasinya.”
“Lalu sebelum kecelakaan terjadi, apa terjadi hal yang
aneh? Maksudku, terkadang ada firasat atau kejadian yang
kadang disangkut-pautkan.” Taehyung meringis,
pertanyaannya semakin aneh.
“Aku tidak menyangka, ternyata kau orang yang
percaya tentang hal-hal begitu.” Yoongi terkekeh. “Tidak ada
hal aneh, mereka pergi liburan untuk merayakan kelulusan
Hansung. Sebenarnya aku diajak, tapi kebetulan aku harus
kerja paruh waktu hari itu. Kecuali—”

52
Yoongi terdiam, ia tak jadi menyesap kopinya. Tangan
kanan yang memegang cangkir itu, ia biarkan menggantung di
udara. Taehyung menatap penasaran, jelas sekali kalimat
terakhir itu masih belum selesai.
“Kecuali, seminggu sebelum kecelakaan itu terjadi,
Hansung pergi ke Seoul.”
Taehyung mengangkat alis, penasaran. “Seoul? Untuk
apa?”
“Dia berencana melanjutkan sekolah di Seoul, di salah
satu sekolah menengah atas milik Kingdom. Dia bilang sekolah
itu menyediakan beasiswa, itu sebabnya dia ke Seoul selama
tiga hari dan menginap di rumah teman ayahnya.”
Taehyung meremas buku yang dia pegang sedari tadi.
Pantas saja yang dicarinya selama ini tak pernah menunjukkan
batang hidungnya, sudah dibereskan ternyata. Dalam hati, ia
terkekeh, semuanya kian jelas. Tinggal satu langkah lagi dan
segalanya akan membaik.
“Maaf, sudah membuatmu bercerita tentang semua ini.
Aku hanya penasaran, harusnya aku tak usah bertanya tadi.”
Taehyung menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.
“Tidak apa, sudah lama juga tidak menceritakannya
pada orang lain. Ternyata selama apa pun waktu berjalan, luka
itu akan tetap ada, hanya saja kita yang telah berubah menjadi
lebih kuat.”
Sisa malam itu dihabiskan oleh keduanya dengan
berbincang banyak hal. Hingga jam di tablet Yoongi

53
menunjukkan pukul satu dini hari. Yoongi beranjak untuk
istirahat dan Taehyung masih memilih bertahan di gazebo itu.
Taehyung tersenyum saat mengingat bagaimana
susahnya mendekati Yoongi, pria itu sangat berhati-hati dengan
orang baru, persis seperti Yeonjun. Dia tidak menyangka bisa
sedekat ini dengan pria itu. Bercerita sampai tengah malam dan
tertawa bersama.
Dia menyentuh dadanya, jantungnya berdetak dengan
tidak normal. Agak sakit tapi juga menyenangkan, Taehyung
hanya tersenyum, dia jadi ingat obrolan teman-temannya saat
kerja kelompok tadi. Mereka bilang, saat kita jatuh cinta,
jantung rasanya seperti akan keluar dari tempatnya.
“Apa yang pernah ku katakan tentang jatuh cinta untuk
orang sepertimu?”
Ekspresi wajahnya berubah keruh saat terdengar bisikan
dalam kepalanya. Ia menghela napas jengah, berurusan dengan
bisikan dalam kepalanya adalah hal terakhir yang ingin dia
lakukan.
“Mereka akan dalam bahaya jika kau terus bertahan
dengan perasaanmu.”
“Bisakah kau diam? Aku lelah dan tidak ingin
berurusan denganmu.” Taehyung mendesis tak suka.
“Sayangnya, aku akan tetap ada selama kau hidup. Aku
tercipta karena kau ingin hidup. Bukankah begitu, Taehyung-
ah?”

54
“Segalanya akan ku selesaikan dan aku akan
melenyapkan dirimu.”
“Hahahaha, satu peringatan kecil, bukan untukmu tapi
untuk orang terdekatmu. Segera buang jauh-jauh pikiranmu
tentang cinta, ingat kejadian yang menimpa Bibi dan
kakakmu.”
Bisikan itu berhenti, seketika kepalanya terasa jernih. Ia
menghela napas, bersandar pada kursi dan menengadahkan
kepalanya, melihat langit yang kosong tanpa cahaya. Mana
mungkin ia bisa lupa tentang kejadian-kejadian itu, kejadian-
kejadian itulah yang membuatnya memiliki Vincent.
Vincent, nama yang ia sematkan untuk bagian dirinya
yang lain. Benar, dia tidak ada bedanya dengan kelima anak
yang diasuhnya selama satu bulan lebih ini. Sama seperti
Beomgyu yang memiliki kepribadian lain untuk melindungi
dirinya yang sesungguhnya, dia juga memiliki Vincent sebagai
kepribadiannya yang bengis dan tak mengenal aturan.
Sudah tiga tahun sejak suara Vincent kembali
berdengung di kepalanya. Ada perasaan senang dan benci saat
suara itu kembali berdengung. Senang karena ada yang
memperingatkannya saat akan bertidak, tetapi juga benci
karena eksistensi Vincent menandakan bahwa dirinya belum
cukup kuat sampai sekarang.
Sisa malam itu dihabiskan Taehyung dengan menatap
hamparan langit malam yang kosong, lagipula besok jadwalnya
kosong. Setidaknya ada angin malam yang menghantam
tubuhnya agar tetap waras dan berpikir dengan jernih.

55
Section 9
Benang
Takdir

56
Jackson berkali-kali menatap arloji mahalnya yang
terlilit apik di pergelangan tangan kirinya, kakinya bergerak tak
mau diam di bawah meja. Sehun sampai jengah melihatnya,
padahal rekannya ini tidak pernah sekalipun gentar saat
menghadapi penjahat. Tapi lihatlah sekarang, dia seperti pria
yang menunggu kencan pertama saja.
“Jackson-ah, tak bisakah kita menunggu dengan
tenang? Aku sedang mencoba menikmati susu almondku.”
Jackson hanya mendengus, apa-apaan sikap santai pria
disampingnya ini.
“Hei, ini pertama kalinya kita membongkar kasus
panjang ini kepada orang luar. Bahkan kita sampai mengikuti
pelatihan itu hanya untuk mendapatkan ijin dari jaksa Bang.”
Sehun hanya mengendikkan bahunya, dia tahu ini
bukan hal mudah untuk dibicarakan. Lima tahun berlalu dan
selama lima tahun ini mereka bersikap seakan semuanya adalah
hal yang normal. Bagaimana mereka bertemu dan berakhir
memikul beban berat ini, semuanya mereka anggap sebagai
kebetulan dan menjalani setiap harinya seakan semuanya baik-
baik saja.
Mereka semua sudah terbiasa dengan kehadiran satu
sama lain, mereka mungkin tidak terikat oleh darah. Tapi bagi
Sehun, mereka adalah keluarganya dan pastinya bukan hanya
dia yang berpikir seperti ini, ia yakin semuanya pasti berpikir
demikian.
Pintu ruangan yang terbuka membuat kedua pria itu
sedikit terkejut, tamu yang mereka tunggu sudah tiba rupanya.

57
Jackson mencoba menetralkan raut mukanya, dia tidak boleh
kehilangan wibawa saat seperti ini.
“Maaf, kami harus menunggu Miss Soojung terlebih
dahulu. Hoseok-Hyung ada panggilan mendadak pagi ini.”
Jimin dengan wajah khawatir, mencoba memberi penjelasan.
“Tidak apa, Sehun saja belum menghabiskan susunya.
Itu artinya kalian tidak terlalu telat.” Jackson tersenyum,
sambil memberikan gestur agar ketiga pemuda yang baru
datang itu untuk duduk.
“Maaf, kami harus mengganggu hari Sabtu kalian. Tapi
ini adalah urusan penting yang harus kami jelaskan pada kalian
bertiga.” Jackson menyodorkan lima buah map folder dengan
ukuran besar ke hadapan ketiga tamunya.
Jungkook hanya bisa memandang bingung pada kelima
map folder dengan berbagai warna itu. Jimin bahkan
merasakan tangannya gemetar saat melihat benda yang
ditunjukkan oleh kedua pria dihadapannya itu.
“Ini semua … apa?” tanya Taehyung.
“Itu adalah berkas penyelidikan milik anak-anak.
Masing-masing anak memiliki berkas kasus yang berbeda,
kalian pasti sudah bertanya-tanya bagaimana bisa mereka
berlima berkumpul dalam satu tempat. Kami akan
menjelaskannya sekarang,” ucap Sehun, sambil membuka
kotak susu almond yang entah ke berapa.
Masing-masing dari ketiga pemuda itu mengambil satu
map dengan warna yang berbeda. Alis mereka bertaut, tetap

58
tidak mengerti kenapa kedua pria itu menunjukkan hal ini pada
mereka.
“Aku tetap tidak paham dengan semua ini,” ucap
Taehyung
“Tunggu … kenapa aku menemukan Kingdom di setiap
berkas ini.” Jungkook melihat kedua pria di hadapannya
dengan raut kebingungan.
“Kingdom? Maksud kalian perusahaan yang membantu
setengah dari perekonomian negara itu?” sahut Jimin.
Sehun mengangguk. “Kalian benar, alasan kami semua
berkumpul dalam satu naungan adalah Kingdom.”
“Jadi maksud kalian, hal-hal yang terjadi pada anak-
anak itu ada sangkut pautnya dengan perusahaan besar itu?
Bagaimana bisa?” tanya Taehyung.
Jackson menghela napas. “Aku akan mulai dari kasus
paling ringan, kasus milik Taehyun. Taehyun tinggal di panti
asuhan yang dinaungi oleh Yayasan milik Kingdom, sayangnya
terdapat isu korupsi dan perlakuan tidak layak pada anak-anak
di panti asuhan itu.”
“Kalian pasti tau jika kami tidak pernah memberikan
roti dan susu pada Taehyun.” Ketiganya mengangguk. “Itu
karena selama dua tahun lebih, anak-anak di panti asuhan itu
diberi makanan tidak layak, seperti roti yang berjamur dan susu
basi,” lanjut Sehun.

59
“Taehyun adalah anak paling besar usianya yang
tersisa, teman-teman seumurannya dijual sebagai pembantu
atau pekerja lepas lainnya. Anak yang usianya lebih kecil, satu-
persatu tewas karena keracunan dan gizi buruk.” Dengan
tangan gemetar, Jimin menutup mulutnya yang terkejut.
“Kasus itu ditutup dengan tiga orang penanggung jawab
panti asuhan ditetapkan sebagai tersangka dan dijatuhi
hukuman penjara selama dua puluh tahun. Taehyun diambil
alih oleh jaksa yang menangani kasus itu. Dia adalah orang
yang mendirikan daycare itu,” ucap Jackson.
Sehun sedikit melirik ke arah Taehyung, ia melihat
pemuda itu mengepalkan tangannya yang ada di atas meja.
Namun, ekspresi yang ditunjukkan wajahnya sangat tenang,
Sehun seakan melihat lautan tenang dengan arus deras di
dalamnya.
“Hueningkai … bagaimana dengannya? Berapa kali
pun aku melihatnya, dia bukanlah orang Korea, benarkan?”
tanya Jungkook yang dijawab Jackson dengan anggukan.
“Dia ditemukan oleh Namjoon, menjadi budak di
Pelabuhan Incheon. Kondisi mentalnya memburuk sejak
sebulan setelah dia ditolong. Setelah banyak penelusuran
dibantu oleh kementrian luar negeri, kami menemukan bahwa
Kai masih memiliki darah bangsawan Arab.”
“Sudah bukan rahasia lagi jika Kingdom memiliki
Kerjasama dengan berbagai negara. Sepuluh tahun yang lalu,
Kingdom menjalin Kerjasama dengan Dubai dan Arab. Baru

60
dua tahun berjalan, kementrian luar negeri menemukan banyak
kejanggalan dari kerja sama ini.”
“Banyak kasus penyalahgunaan ganja dan banyak
imigran illegal, oleh sebab itu kementrian luar negeri
membekukan Kerjasama Kingdom dengan dua kota besar di
Timur tengah itu,” ucap Jackson.
“Sebagai ganti kerugian Kerjasama itu, banyak rumor
mengatakan kerjaan Arab melimpahkan kesalahan ke salah
satu keluarga kerajaan. Keluarga itu dijual dan kekayaannya
diambil alih agar dapat menutup kerugian atas Kerjasama itu,”
lanjut Sehun.
“Untuk sisa ceritanya kalian bisa membacanya di folder
kasusnya. Hueningkai ditemukan lima tahun yang lalu dan
Namjoon adalah murid dari jaksa yang kubilang sebelumnya,
itu sebabnya Hueningkai bisa berada bersama kita sekarang
ini,” ucap Jackson sambil menyuapkan satu sendok penuh
pudding ke dalam mulutnya.
“Jika kasus Hueningkai dan Beomgyu sama, itu artinya
Beomgyu juga korban perdagangan manusia?” pertanyaan
Jimin hanya dijawab dengan anggukan oleh Jackson dan
Sehun.
“Bagaimana Beomgyu ditemukan?” tanya Taehyung.
“Beomgyu ditemukan di pinggiran kota Beijing,
Soojung yang menemukannya. Kebetulan juga Hoseok ada
disana, jadi Beomgyu bisa segera diatasi—”

61
“Tunggu … kenapa bisa Hoseok-Hyung ada di sana?
Dan bagaimana bisa keduanya saling mengenal?” tanya
Jungkook memotong penjelasan Jackson.
“Kalian tidak tahu jika mereka berdua adalah sepupu?”
jawab Sehun enteng sambil mengunyah macarron.
“HEEEEH!” ketiganya kompak berteriak, terkejut
dengan fakta yang baru saja mereka dengar.
“Wajar jika kalian tidak tahu, mereka memang tidak
terlalu suka menunjukkan gelagat bahwa mereka adalah
saudara. Mereka terlihat lebih seperti sahabat dibanding
saudara.” Jackson mengangguk setuju atas pernyataan Sehun
terkait hubungan kedua Jung itu.
“Keesokan harinya saat Beomgyu sadar, ia
menunjukkan gelagat aneh. Hingga pada akhirnya Hoseok
menelfon dokter Joohyun untuk meminta bantuan dan setelah
negosiasi panjang dengan kementrian Cina, akhirnya Beomgyu
bisa pulang dan ditangani oleh dokter Joohyun,” ucap Jackson
melanjutkan ceritanya yang sempat terpotong.
“Lalu bagaimana kalian bisa tahu jika itu juga
perbuatan Kingdom?” tanya Taehyung.
“Namanya tidak tercantum di situs kependudukan Cina,
ditambah ia menggunakan ini—” Jackson menyodorkan satu
foto berisi cincin polos tanpa hiasan batu permata. “Cincin ini
terukir nama Kim Soomin, nama dari anak perempuan Kim
Hongchul, sang pimpinan Kingdom.” Ketiga pemuda itu
menunjukkan ekspresi terkejut.

62
“Saat kami menelusuri lebih jauh, Beomgyu dijual pada
umur lima tahun dengan alasan sebagai jaminan hutang orang
tuanya. Rumor beredar jika Kim Soomin memiliki anak dari
laki-laki yang tidak direstui oleh Kim Hongchul, mungkin itu
sebabnya dia dijual,” lanjut Sehun.
“Bagaimana dengan kasus Soobin?” tanya Jungkook
sambil mengangkat folder map berwarna hijau.
“Soobin ditemukan di dalam kamar rumah petak
dengan mayat kakak perempuannya yang masih menggantung.
Tim forensik mengatakan jika mayatnya sudah lebih dari tiga
minggu, kami menemukannya setelah mendapat laporan dari
tetangganya perihal bau busuk dan Soobin yang tidak keluar
untuk sekolah.” Jackson kembali menyesap kopinya, cerita
Soobin adalah yang paling ia hindari.
“Dokter Joohyun mendiagnosis jika Skizofrenia yang
dialami Soobin disebabkan karena anak itu melihat langsung
kematian sang kakak, ditambah lagi Soobin hanya memiliki
kakaknya sebagai keluarga satu-satunya.”
Jackson mengangguk. “Kakak Soobin bekerja sebagai
pramuniaga di salah satu toko dalam mall yang dikelola
Kingdom, banyak rumor beredar jika cucu pertama pemilik
Kingdom jatuh cinta pada kakak Soobin dan hampir setiap hari
dia mengunjungi toko itu.”
“Penyelidikan ditutup dengan hasil Choi Mirae bunuh
diri karena gossip yang beredar antara dirinya dan cucu
pertama Kim Hongchul. Namun, dua hari setelah kasus ditutup,

63
salah satu tim forensic mengatakan bahwa ada luka fisik selain
luka gantung diri,” lanjut Jackson.
“Tunggu … siapa tadi Namanya?” tanya Taehyung.
“Nama kakak Soobin maksudmu?” Taehyung
mengangguk. “Choi Mirae,” jawab Sehun.
“Lalu apa yang terjadi? Apa kasus dibuka kembali?”
tanya Jimin.
Jackson menggeleng, “Tidak, satu-satunya keluarga
yang dia miliki hanya Soobin. Bocah sepuluh tahun itu tidak
bisa dipaksa untuk kembali membuka kasus, ditambah
kondisinya saat itu yang cukup buruk, baik mental maupun
fisiknya.”
Taehyung tidak mendengarkan penjelasan lanjutan
tentang kasus Yeonjun, ia tenggelam dalam pemikirannya
sendiri. Kepalanya berdenyut menyakitkan dan perutnya terasa
mual, kadang saat seperti ini dia sangat berharap Vincent
menggantikan tempatnya. Sayangnya, dia harus tetap waras,
setidaknya sampai pulang dari tempat ini.
“Hanya karena Hansung pergi ke sekolah dalam
lingkup Yayasan Kingdom, bisa jadi dia bukan bagian kasus
ini, kan?” pertanyaan Jungkook seakan membawa kembali
kesadaran Taehyung.
Sehun menyodorkan sebuah foto ke hadapan ketiganya,
itu foto sebuah kalung dengan liontin berbentuk kristal es. “Itu
kalung milik Hasung, di belakang liontin itu tertulis nama

64
dengan aksara Yunani. Tulisan itu membentuk nama Doosam
dan Heeyun.”
“Nama itu seperti tidak asing,” ucap Jimin
“Itu nama anak kedua dan menantu Kim Hongchul,
kami berasumsi bahwa mereka adalah orang tua asli Hansung.
Tujuh belas tahun yang lalu ada berita jika salah satu dari cucu
kembar Kim Hongchul meninggal karena kecelakaan dan
mayatnya tak pernah ditemukan.”
“Jadi ada kemungkinan bahwa Hansung adalah cucu
Kim Hongchul. Saat cukup besar, Hansung mencoba mencari
tau kebenaran tentang dirinya. Namun, sayangnya itu langkah
yang salah karena pada akhirnya ia harus terbunuh bersama
keluarga angkatnya.” Sehun mengangguk atas pernyataan
Jimin.
“Kami memberitahukan ini pada kalian karena kalian
telah menunjukkan ketulusan kalian selama satu bulan ini.
Kami harap kalian dapat menjaga rahasia ini, seperti kalian
menjaga rahasia kalian sendiri.” Jackson dan Sehun bangkit
lalu membungkuk dengan hormat di hadapan ketiga pemuda
itu.
Ketiga pemuda itu ikut bangkit. “Kami berterima kasih
jika kalian mempercayai kami, kami akan menjaga
kepercayaan kalian.” Ketiganya membungkuk hormat.
Suasana berubah menjadi canggung setelahnya, untung
saja Seokjin datang dengan lima gelas parfait berbagai rasa.
Sisa siang itu dihabiskan dengan makan siang bersama di café

65
dengan anggota daycare lain yang menyusul mendekati jam
makan siang.

66
Section
10
Serahkan
Padaku

67
Jam dinding sudah menunjukkan pukul satu malam tapi
Taehyung masih terjaga dengan tatapan kosong mengarah
kepada televisi yang entah sedang menayangkan apa.
Secangkir teh yang tadinya mengepul, kini mulai mendingin.
Sejak pulang dari café siang tadi pikirannya benar-
benar kacau. Memang benar dia sedang mencari sesuatu tapi
jujur dia tidak menyangka bahwa pencariannya menghasilkan
sesuatu yang sebesar ini.
“Kau belum tidur?” suara dari arah belakang
mengejutkannya.
Taehyung menggeleng. “Belum.” Itu Yoongi yang
menghampirinya dengan sebotol air minum dingin di tangan
kanannya.
“Aku kaget saat melihat televisi masih menyala,
ternyata kau. Apa ada sesuatu yang mengganggumu?” tanya
Yoongi sambil duduk di samping Taehyung.
“Tidak, aku baru saja menyelesaikan tugasku dan
berakhir tidak bisa tidur,” jawab Taehyung dengan senyuman.
Yoongi hanya tersenyum dan menggeleng. “Aku pikir
kau lelah karena pembicaraan dengan Sehun dan Jackson siang
tadi.”
“Itu juga lumayan menggangguku sebenarnya.”
Taehyung sedikit meringis mengingat pembicaraan siang tadi.
“Kau bisa cerita kepadaku, siapa tau itu bisa
membantumu sedikit.” Yoongi mengendikkan bahunya.

68
“Kalau begitu … ada satu hal yang mengganggu
pikiranku sebenarnya, boleh aku tanyakan padamu?” Yoongi
hanya mengangguk, “Apa kalian masih menuntut keadilan
pada Kingdom untuk kelima anak ini?”
“Hmm … itu susah dijelaskan, memang benar mereka
semua harus mengalami hal ini karena ulah Kingdom tapi
bagiku tidak ada gunanya menuntut mereka.”
“Kenapa?”
“Sekali pun mereka dihukum, anak-anak itu tidak akan
kembali seperti semula. Mereka harus minum obat seumur
hidupnya, sekali pun penjahatnya dihukum, apa yang
berubah?” Yoongi menoleh pada Taehyung dan tersenyum
lembut.
“Tidak banyak yang akan berubah, semuanya sudah
berlalu dan kita tidak bisa mengembalikan apa yang sudah
tiada. Kita hanya bisa menjaga apa yang masih tersisa dan
hidup dengan sebaik-baiknya.”
“Jadi kalian tidak ingin membuka kasus mereka lagi?”
Yoongi hanya menggeleng. “Jika begitu … Kingdom mungkin
akan melukai orang lain sama seperti mereka melukai anak-
anak itu.”
“Taehyung-ah, kau tidak mungkin bisa menangkap
semua penjahat di dunia ini. Kami semua sudah menetapkan
hati dan melangkah maju, sekarang kami hanya ingin daycare
ini tetap menjadi rumah kami.”

69
Hening, hanya suara televisi yang memenuhi ruangan
itu. Kedua pemuda itu tidak berniat membuka percakapan,
masing-masing tenggelam dalam pemikirannya sendiri. Sampai
salah satu dari mereka memutuskan untuk beranjak dari
duduknya.
“Aku tidak tau apa yang sedang kau khawatirkan
sekarang tapi aku bisa menjamin bahwa kami baik-baik saja.”
Yoongi menutup kalimatnya dengan senyuman, lalu beranjak
menuju kamarnya.
Sekali lagi, Taehyung menghela napasnya. Orang-orang
mengatakan jika kita membagi beban dengan orang lain, maka
segalanya akan terasa lebih ringan. Namun, kenapa Taehyung
makin merasa jika punggungnya kian berat dan dadanya makin
sesak.
Dia tau betul bahwa ini kesempatan yang bagus,
Kakeknya telah tiada setahun yang lalu jadi tidak akan ada
yang menahan pergerakannya. Namun, kenapa dia masih
merasa tidak tenang?
“Apa lagi yang kau takutkan? Segala penghalangmu
sudah hilang dan kau sudah tau kebenarannya.”
Ini adalah kali pertama dia merasa senang saat suara
Vincent menerobos masuk dalam pikirannya. Terkadang
berdiskusi dengan dirinya yang lain dapat mengembalikan
rasionalitasnya.
“Aku tau segalanya sudah menjadi lebih baik, aku
hanya merasa tidak pantas di sini. Tangan dan kakiku yang

70
penuh noda tentu saja tidak boleh mengotori langkah mereka
yang ada di sini.” Taehyung menjatuhkan kepalanya ke
sandaran sofa, menengadah menatap langit-langit ruangan itu.
“Jadi kau ingin pergi? Menjauh dari mereka?”
“Bukankah kau yang bilang bahwa orang sepertiku tak
layak mendapatkan cinta?” Taehyung memejamkan matanya,
dadanya makin sesak. “Aku akan makin bersalah jika mereka
menangis saat aku pergi, lebih baik jika mereka membenciku.”
“Jadi itu yang kau inginkan? Pergi tanpa harus
diingat?”
“Tapi mana mungkin aku tega melakukannya pada
mereka semua, mereka sudah seperti bagian penting dalam
hidupku.”
“Serahkan padaku, kau menciptakan aku untuk dibenci
jadi biar aku yang mengurus kepergianmu, Taehyung-ah.”

71
Section
11
The Best
For Us

72
Ini sudah tiga minggu sejak percakapan terakhir Yoongi
dengan Taehyung malam itu, selama itu pula Yoongi merasa
ada yang berbeda dengan pemuda itu. Dia lebih banyak
berdiam diri dan ber-aura sedikit tidak menyenangkan,
sehingga anak-anak tidak ada yang berani mendekati pemuda
itu.
Ada banyak laporan keluhan tentang perubahan sikap
Taehyung, dari mulai Hueningkai yang takut dengan tatapan
mata Taehyung dan puncaknya adalah seminggu yang lalu.
Pemuda itu hampir saja bertengkar hebat dengan Choi—
kepribadian Beomgyu yang lain, alasannya sepele karena
Beomgyu mengotori lantai yang baru saja dia bersihkan.
Yoongi sampai bertanya kepada Jungkook dan Jimin,
apakah kedua pemuda itu tau perihal perubahan yang terjadi
pada temannya itu. Namun, baik Jimin maupun Jungkook tidak
pernah melihat sifat Taehyung yang seperti sekarang ini selama
mereka berteman dengan pemuda itu.
Selama berteman dengan Taehyung, mereka mengenal
pemuda itu adalah pemuda yang sopan dengan latar belakang
keluarga yang konservatif dan cukup rajin beribadah. Awalnya
mereka berpikir bahwa keanehan sikap temannya itu karena
mendekati waktu ujian akhir semester.
Namun, sepusing apapun Taehyung dengan persiapan
ujiannya, mereka merasa memang Taehyung agak berbeda.
Cara bicara, gestur tubuhnya dan tatapan matanya seperti
bukan Taehyung yang biasanya, rasanya seperti melihat orang
lain dalam tubuh Taehyung.

73
Yoongi bahkan berkali-kali mendapat pertanyaan dari
Hueningkai tentang berubahnya sikap Taehyung, anak itu
bilang bahwa Taehyung yang sekarang sangat mengerikan.
Mereka tidak bisa bermain bahkan mendekati pemuda itu
karena tatapannya yang mengerikan.
Yoongi benar-benar tidak mengerti. Sebagai orang yang
terakhir yang berinteraksi dengan pemuda itu saat masih
‘normal’, tentu saja dia kebingungan. Dia takut jika mungkin
kata-katanya malam itu sempat membuat Taehyung
tersinggung, sehingga pemuda itu marah.
Saat dia mencoba membicarakan ini dengan
penanggung jawab yang lain, mereka juga sudah berusaha
membantu dengan berbicara kepada pemuda itu. Akan tetapi
hasilnya sama saja, Taehyung hanya menjawab jika pikirannya
sedang kau karena persiapan ujian.
Anehnya, bersamaan dengan berubahnya sikap
Taehyung ini, setiap paginya selalu ada paket dengan isi
berbeda setiap harinya. Terkadang berisi buku bacaan, plushie,
game, snack dan terakhir pagi tadi berisi beberapa stok obat-
obat yang dikonsumsi oleh anak-anak.
Tidak ada nama pengirim dan alamat pengirim, pernah
suatu pagi Yoongi rela menunggu kurir yang mengantar karena
terlampau penasaran. Namun, sang kurir hanya berkata bahwa
dia ditugaskan hanya untuk mengantarkan paket itu saja, orang
yang mengirim juga selalu berganti-ganti setiap harinya.
Satu yang hal sama disetiap paket, selalu ada post it
yang tertempel di dalam paket dengan tulisan yang selalu sama

74
yaitu ‘I’m sorry and just hate me’. Yoongi hanya takut bila
suatu saat paket itu berisi barang berbahaya.
Kepalanya terasa penuh dengan banyak masalah,
masalah Taehyung dan masalah kiriman paket tanpa nama ini,
sebenarnya masalah paket ini sudah ditangani oleh Sehun dan
Jackson. Namun, sampai saat ini belum ada kabar lanjutan,
Yoongi hanya bisa menghela napas lelah.
Dan sekarang dia harus dihadapkan pada situasi yang
tak pernah dia sukai, sekarang dia harus berada di meja makan
dengan anak-anak yang terlihat ketakutan dan Taehyung yang
memakan makanannya dengan tenang tanpa terganggu. Hoseok
sedang membantu dokter Joohyun di klinik, sehingga hanya
dia, Jimin, Jungkook, Taehyung dan kelima anak-anak yang
ada di meja makan saat ini.
Suasananya benar-benar canggung, Yoongi tidak suka
suasana canggung begini. Taehyun pasti akan muntah nanti
malam karena perutnya terganggu gara-gara suasana canggung
ini. Jungkook mengeratkan pegangan pada sumpit yang berada
di tangan kananya.
BRAK!
Meja makan itu digebrak oleh Jungkook, bisa Yoongi
lihat jika pemuda itu sedang marah. Kelima anak-anak itu
berjengit sebab terkejut, Beomgyu dan Taehyun bahkan sudah
berkaca-kaca.
Yoongi memberi isyarat pada Jimin agar membawa
kelima anak-anak itu untuk masuk ke kamar mereka, Jimin

75
langsung mengangguk dan menuntun kelimanya untuk naik ke
lantai dua, tempat kamar mereka berada. Mereka memilih
berkumpul di kamar Soobin yang lebih luas dibanding kamar
yang lainnya.
Kelimanya duduk di ujung kasur dengan kepala
tertunduk, Jimin hanya bisa menghela napas. Dia ingin segera
turun kebawah dan menghentikan pertengkaran Taehyung dan
Jungkook, dia yakin kedua temannya itu pasti akan bertengkar.
“Kenapa, hm?” tanya Jimin sambil berlutut
mensejajarkan tubuhnya dengan kelima anak itu.
“Apa Taehyung-Hyung membenci kami?” suara
Taehyun terdengar tercekat karena menahan tangis.
“Apa kami berbuat kesalahan?” tanya Soobin sambil
memainkan jari tangannya.
“Apa Taehyung-Hyung dan Jungkook-Hyung akan
bertengkar?” tanya Beomgyu dengan pandangan yang berkaca-
kaca.
Jimin hanya tersenyum menenangkan. “Tidak, dia tidak
membenci kalian dan kalian tidak membuat kesalahan. Mereka
sedang berdebat karena jawaban pr mereka berbeda, seperti
saat Beomgyu dan Soobin kemarin,” ucap Jimin sambil
mengelus kepala Beomgyu yang duduk di tengah.
“Kalian bisa diam disini sampai aku atau Yoongi-
Hyung memanggil kalian? Yeonjun-ah, bisa bantu aku untuk
menjaga mereka semua? Kau adalah Hyung mereka, bukan?”
tanya Jimin yang di jawab dengan anggukan oleh kelimanya.

76
Jimin dengan berat hati bangkit dari posisinya, berjalan
menuju pintu. Sebelum menutup pintu itu, dia melihat
kelimanya mencoba menenangkan satu sama lain. Ditutupnya
pintu itu dan dia memutuskan untuk turun menuju ruang makan
kembali, kedua temannya bisa terluka jika dia tidak cepat.
Di ruang makan setelah kelima anak itu naik ke lantai
dua, Jungkook hanya bisa menghela napas jengkel dan Yoongi
yang terus mengawasi kedua pemuda itu dengan waspada.
Sedangkan Taehyung tetap duduk tenang, seakan tidak
terganggu sedikitpun.
“Sebenarnya apa yang sedang terjadi padamu?” tanya
Jungkook dengan nada jengkel kepada Taehyung.
“Tidak ada.” Singkat dan dingin, jawaban itu keluar
dari mulut Taehyung.
“Jika tidak ada yang terjadi, lalu kenapa kau bersikap
menyebalkan begini?”
“Siapa? Aku? Menyebalkan?” Taehyung hanya bisa
mendengus geli mendengar pertanyaan Jungkook.
“Aku seakan tak mengenalmu, ini seperti bukan
dirimu,” ucap Jungkook dengan nada frustasi.
“Lalu, seperti apa harusnya aku? Hanya karena kita
menghabiskan banyak waktu bersama, bukan berarti kau bisa
mengenalku lebih dari siapapun.” Tatapan Taehyung berubah
menjadi jengkel dan nada bicaranya semakin dingin.

77
“Setidaknya jaga sikapmu di hadapan anak-anak, kau
tidak lihat jika mereka ketakutan hanya berada di dekatmu?”
“Kenapa? Mereka harus belajar sedini mungkin untuk
paham jika manusia bisa berubah, mereka tidak bisa terus
bergantung pada orang lain,” jawab Taehyung dengan santai.
“Mereka akan sembuh dan hidup mandiri tetapi bukan
sekarang!” seru Jungkook, nada bicaranya meninggi.
“Sikap optimis juga ada batasnya, Jung. Terima
kenyataannya, mereka akan terus bergantung pada obat-obatan
seumur hidup mereka. Mereka akan tetap cacat seumur hidup
dan kalian semua, lama-kelamaan akan bosan mengurus
mere—”
“CUKUP, KIM!” Jimin yang datang dari lantai dua
menyela ucapan pemuda Kim itu.
“Apa? Aku bicara tentang kenyataannya, tanyakan pada
Yoongi-Hyung jika kalian tidak percaya. Anak-anak itu tidak
akan sembuh total, kan?” Yoongi yang Namanya disebut hanya
bisa mengepalkan tangannya, ia tidak mau ikut campur,
setidaknya belum. Dia takut suasana makin runyam jika dia
ikut andil peran.
“Apa yang sebenarnya terjadi padamu?” tanya Jimin
dengan nada pilu.
“Tidak ada, aku hanya baru tersadar jika keputusanku
untuk bertahan disini hanyalah sia-sia. Kau tahu, dunia berubah
setiap detiknya, begitu juga dengan hati dan pikiran manusia,”
jawab Taehyung dengan senyum remeh.

78
PLAK!
Suara tamparan menggema di ruang makan itu,
kejadian itu terjadi begitu cepat. Pipi sebelah kiri Taehyung
sudah memerah dan Yoongi menatap nyalang pemuda itu
dengan nafas memburu, dapat Jungkook lihat tangan kanan
Yoongi yang gemetar.
Taehyung hanya mendengus geli. “Hei, kenapa marah?
Aku hanya membicarakan fakta yang ada, kenyataan bahwa
anak-anak itu tidak akan pernah kembali normal seperti
semula.”
“Apa yang kau inginkan sebenarnya?” tanya Yoongi
dengan suara yang tercekat.
“Hmm … anggap saja aku suka saat melihat wajah
putus asa kalian ini,” ucap Taehyung dengan kekehan remeh.
“Jadi maksudmu selama beberapa waktu ini kau
berbohong pada kami? Kau membohongi anak-anak itu? Kau
berpura-pura peduli pada mereka?” Yoongi semakin
mengepalkan tangannya.
“Entahlah, bukankah kalian yang terlalu berlebihan
mengartikannya?” nada bicara pemuda itu kembali dingin.
“Keluar, KUBILANG KELUAR! AKU BENCI JIKA
TEMPAT INI DIKOTORI OLEH KEBERADAANMU!”
teriak Yoongi dengan air mata yang berlinang.
“Terima kasih, aku akan dengan senang hati keluar dari
rumah ini.” Taehyung berlalu begitu saja menuju kamarnya.

79
Ruang makan menjadi hening, Jungkook menjatuhkan
tubuhnya untuk duduk di kursi, Jimin sibuk menetralkan
tangannya yang tengah gemetar hebat, sedangkan Yoongi
masih setia berdiri dengan tangan mengepal hingga buku
jarinya memutih. Tidak lama kemudian, Yoongi memutuskan
untuk naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamarnya.
Anak-anak yang sedari tadi berada di dalam kamar
Soobin mulai keluar sesaat setelah mendengar bantingan pintu,
mereka turun menuju ruang makan. Hueningkai buru-buru
menghampiri Jungkook yang tertunduk disalah satu kursi
makan, sedangkan Soobin langsung menghampiri Jimin yang
meringkuk di dekat meja makan. Beomgyu dan Taehyun masih
bersembunyi di balik punggung Yeonjun, mereka bertiga masih
ragu untuk mendekat.
Tak lama kemudian dari arah seberang ruang makan,
seorang pemuda tengah menyeret kopernya berjalan menuju
pintu keluar rumah itu. Saat tangannya hampir menyentuh
handle pintu, pakaiannya terasa ditarik lembut.
Itu Beomgyu, dia memegangi bagian belakang kemeja
Taehyung. Anak itu menunduk dengan tubuh gemetar, isakan
lirih terdengar dari mulutnya. Taehyung hanya bisa menghela
napas lelah.
“Lepaskan,” ucap Taehyung dengan nada dingin.
“Hiks … kau bisa memukulku dan menghukumku jika
aku melakukan kesalahan, jangan pergi kumohon,” ucap
Beomgyu dengan suara paraunya, entah sudah berapa lama
anak itu menangis.

80
Taehyung menarik tangan kurus Beomgyu dengan
kasar. “Jangan pernah berani menyentuhku dengan tangan
kotor kalian ini dan aku sudah muak berada satu atap dengan
anak-anak cacat macam kalian,” ucap Taehyung dengan nada
mendesis, dia langsung melepaskan tangan Beomgyu dengan
kasar.
Pemuda itu kembali melanjutkan langkah kakinya
untuk keluar dari rumah itu, tidak ada lagi yang menahannya.
Kedua kawannya tengah sibuk mengatur emosi masing-masing
dan anak-anak yang lain masih terpaku karena sikapnya kepada
Beomgyu.
Taehyung membuka pintu itu dan melangkah keluar,
angin dingin musim semi langsung menyapa tubuhnya. Jarak
dari pintu utama menuju gerbang tidaklah jauh tapi kenapa
malam ini rasanya jauh sekali. Tangannya menggantung di
udara saat akan membuka pagar di hadapannya, dia menghela
napas lagi dan memantapkan dirinya untuk membuka gerbang
itu.
Di luar sudah ada mobil BMW berwarna hitam yang
menunggu Taehyung, pemuda itu sudah menghubungi orang
suruhannya untuk menjemputnya disini. Orang suruhan itu
dengan cepat mengambil alih koper Taehyung dan meletakkan
ke dalam bagasi, lalu dengan gesit membukakan pintu
penumpang untuk Taehyung.
Taehyung kembali menatap rumah itu, dia ingin
merekam rumah ini dan memori di dalamnya dengan baik. Dia
berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi ikut campur

81
dengan rumah ini serta penghuninya. Setalah puas menatap
rumah itu untuk yang terakhir kalinya, dia langsung masuk ke
dalam mobil.
Tidak butuh waktu lama, mobil itu sudah melesat
membelah malam. Orang suruhan yang juga menjadi sopir itu
sesekali melirik kaca di atasnya, dia cukup khawatir dengan
keadaan bosnya yang terlihat murung sejak keluar dari rumah
itu.
“Tuan muda, apa kita akan langsung menuju rumah
utama atau anda ingin ke suatu tempat terlebih dahulu?” tanya
orang itu.
“Tidak usah, kita langsung ke rumah. Lusa adalah
penerbanganku ke Jerman, jadi aku ingin langsung
beristirahat.” Taehyung menjawab dengan nada malas dan
hanya dibalas dengan anggukan oleh lawan bicaranya.
“Wow … kau cukup bagus, kau bahkan tak perlu
bantuanku untuk berbicara dengan mereka.”
“Entah kau atau aku yang mengakhirinya, sama saja.
Kau dan aku adalah orang yang sama.”
Malam itu dengan tertutupnya gerbang rumah itu,
Taehyung beranggapan bahwa segalanya juga sudah selesai.
Manusia penuh noda seperti dirinya tidak pantas berada
bersama mereka, benar kata Yoongi, keberadaannya hanya
mengotori jalan mereka.
Sekarang dirinya akan pergi, jika takdir tidak bisa
diubah maka dia akan membuat jalan takdir yang lain. Jejak

82
kotornya tidak perlu mengotori jalan orang lain, dosa dan
kesakitan ini akan dia bawa sendiri sampai jiwanya remuk dan
tersapu oleh waktu.

TAMAT

Terima kasih untuk kalian yang sudah meluangkan waktu untuk


membaca cerita ini.
Semoga harimu menyenangkan dan kalian menikmati cerita ini.
Please be happy and have a nice day

[Cerita ini adalah buku pertama dari dua seri Lacuna Universe,
buku kedua yang berjudul Eccedentesiast akan dijual dengan kuota
terbatas. Jangan sampai ketinggalan]

83

Anda mungkin juga menyukai