Anda di halaman 1dari 2

BUKITTINGGI, SUARASUMBARPOS.

COM
Dunia pendidikan saat ini sedang dihebohkan dengan kebijakan baru Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (KEMENDIKBUD) mengenai rancangan
perubahan kurikulum pendidikan dari Kurikulum 2013 menjadi Kurikulum Merdeka.
Kurikulum Merdeka ini dirancang sebagai opsi pemulihan proses pembelajaran yang tidak
merata sebagai dampak pandemi Covid-19. Saat ini Kurikulum Merdeka mulai dicoba untuk
diimplementasikan di beberapa daerah dan direncanakan untuk dievaluasi ulang pada tahun
2024 mendatang sebagai penentuan akhir penerapan kurikulum ini secara nasional.
Perbedaan menonjol dari Kurikulum Merdeka dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya
adalah pada penekanan pembelajaran intrakurikuler yang beragam dan kebebasan guru dalam
memilih serta menentukan perangkat ajar yang ingin digunakan. Kurikulum Merdeka
bertujuan agar peserta didik tidak hanya memahami teori dan konsep yang diajarkan, tetapi
juga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.
Selain aspek pembelajaran, perubahan juga terjadi pada aspek evaluasi yaitu dengan
ditiadakannya Ujian Nasional (UN) dan diganti dengan Asesmen Nasional (AN). Asesmen
Nasional ini fokus pada evaluasi penalaran peserta didik dan Proyek Penguatan Profil Pelajar
Pancasila (P5), yang mana melatih peserta didik untuk menggali isu nyata di lingkungan
sekitarnya.
Dalam penerapannya, kurikulum ini memiliki fokus pencapaian yang berbeda pada masing-
masing jenjang pendidikan. Seperti perkembangan karakter dan bermain pada jenjang PAUD,
aspek kesadaran dan pengelolaan lingkungan pada tingkat SD, pembelajaran informatika dan
pengembangan bakat pada jenjang SMP, dan kebebasan memilih mata pelajaran dan minat
pada jenjang SMA dengan bantuan guru Bimbingan dan Konseling (BK). Pada jenjang SMA,
peserta didik juga akan mendapatkan pengajaran vokasi dan Praktik Kerja Lapangan (PKL)
selama 6 bulan untuk meningkatkan kompetensi nyata, kreativitas, dan kemampuan untuk
beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
Proses sosialisasi dan penerapan kurikulum Merdeka mengundang reaksi publik yang
beragam, mulai dari yang mendukung hingga meragukan efektivitasnya. Lalu bagaimana sih
sudut pandang psikologi menilai kurikulum baru ini?
Dalam ilmu psikologi, kecerdasan dan kompetensi individu tidak hanya ditinjau dari
kemampuan akademis dan nilai-nilai yang didapatkan di jenjang sekolah formal, tetapi juga
kemampuan individu untuk belajar dari pengalaman dan beradaptasi dengan lingkungan
sekitarnya. Ilmuwan psikologi, Howard Gardner, dalam teorinya tentang kecerdasan
berpendapat bahwa individu memiliki 8 jenis kecerdasan yaitu kecerdasan linguistik, logika
matematika, musik, kinestetik, spasial, intrapersonal, interpersonal, dan naturalis. Gardner
berpendapat 8 jenis kecerdasan tersebut digunakan individu untuk beradaptasi dengan
lingkungan. Menurut Gardner, individu akan menunjukkan satu atau beberapa jenis
kecerdasan yang menonjol dan unggul pada dirinya.
Selain Gardner, Steinberg membagi kecerdasan pada 3 jenis, yaitu kecerdasan analitis,
kreatif, dan praktis. Ketiga jenis kecerdasan ini digunakan secara berkesinambungan untuk
membantu individu beradaptasi secara akademis dan logika, berpikir inovatif dan kreatif,
serta mempraktikkan ide dan pembelajaran yang diperoleh untuk mencari solusi dari masalah
yang ditemui dalam kehidupan.
Kembali pada pembahasan Kurikulum Merdeka yang tidak hanya menekankan pada aspek
teoritis dan akademis, akan tetapi lebih pada aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, penulis
berpendapat bahwa implementasi yang merata dan didukung oleh tenaga pendidik yang
adaptif dapat mendukung pendidikan Indonesia ke arah yang lebih positif. Sebagaimana teori
kecerdasan menekankan bahwa nilai akademis dan kemampuan matematik bukanlah tolak
ukur kecerdasan individu. Kurikulum Merdeka dapat mendukung peserta didik untuk
berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya sehingga tidak terpaku pada nilai pencapaian
akademis yang kaku seperti kurikulum terdahulu.
Selain kebebasan dan dukungan dalam mengembangkan minat dan bakat, Kurikulum
Merdeka juga menekankan pada aspek perkembangan sosial-emosional dan kepekaan
individu terhadap lingkungannya, terutama pada tingkat PAUD dan SD. Hal ini sejatinya
merupakan aspek penting dalam perkembangan individu usia anak-anak. Dukungan terhadap
perkembangan ini diperlukan untuk dapat membantu anak mengembangkan soft-skill dan
kemampuan adaptasi di masa depan.
Pergantian Ujian Nasional menjadi Asesmen Nasional juga merupakan revolusi pendidikan
yang efisien, mengingat kecerdasan individu tidak hanya dapat dievaluasi berdasarkan nilai
akademis seperti matematika dan bahasa, serta kualitas pendidikan Indonesia yang belum
merata di seluruh daerah, baik dari segi fasilitas maupun pengajaran. Asesmen Nasional yang
menggunakan evaluasi penalaran dirasa lebih efisien dan adil terutama bagi para peserta didik
yang tidak memperoleh akses kualitas pendidikan yang baik.
Meskipun demikian, cerdasnya revolusi Kurikulum Merdeka hanya akan menjadi sekedar
teori idealis jika tidak didukung oleh pihak-pihak yang terlibat dalam aplikasinya di dunia
pendidikan. Dukungan penuh pemerintah, tenaga pendidik, orang tua, dan tentunya kerjasama
peserta didik sangat diperlukan demi membangun kualitas pendidikan Indonesia yang lebih
baik.

Penulis: Keisya Khairunnisa, Hidayatul Fikra, Fairuz Tazkiyah


(Redaksi)

Anda mungkin juga menyukai