PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG NE BIS IN IDEM DAN
LEGAL STANDING
Nama : Muhamad Zulfi Fauzan
NIM 020118282025185
Kelas : A Kampus Indralaya
Fakultas : Hukum Universitas Sriwijaya
Dosen Pengampuh :
1. Zulhidayat, S.H., M.H.
2. Dr. Suci Flambonita, S.H., M.H.
3. Dr. Irsan, S.H., M.Hum.
4. Dedeng, S.H., M.H.
Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Ne bis in idem
Nomor Putusan : PUTUSAN Nomor 55/PUU-XVII/2019
Keputusannya: Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya Argumentasi putusan hukumnya : Menimbang bahwa setelah mempertimbangkan beberapa persoalan mendasar sebagaimana dituangkan di atas, perihal dalil Pemohon pemaknaan sepanjang frasa “pemungutan suara dilaksanakan secara serentak” dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU 7/2017 bertentangan dengan UUD 1945, Mahkamah tidak berwenang menentukan model pemilihan serentak di antara varian pilihan model yang telah dipertimbangkan di atas yang dinyatakan konstitusional sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan dalam pemilihan umum memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden dan Wakil Presiden. Oleh karena itu, dalil Pemohon perihal pemaknaan frasa “pemungutan suara dilaksanakan secara serentak” dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU 7/2017 bertentangan dengan UUD 1945 adalah tidak beralasan menurut hukum; Menimbang bahwa dengan telah dinyatakan bahwa Mahkamah tidak berwenang menentukan model pemilihan serentak di antara varian pilihan model yang telah dipertimbangkan, atas yang dinyatakan konstitusional sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan dalam pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden dan Wakil Presiden maka dalil Pemohon perihal pemaknaan Pasal 3 ayat (1) UU 8/2015 serta persoalan konstitusionalitas Pasal 201 ayat (7) dan ayat (9) UU 10/2016 menjadi kehilangan relevansi untuk dipertimbangkan oleh Mahkamah. Oleh karena itu, dalil Pemohon berkenaan Pasal 3 ayat (1) UU 8/2015 serta Pasal 201 ayat (7) dan ayat (9) UU 10/2016 ini pun adalah tidak beralasan menurut hukum; Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, Mahkamah berpendapat bahwa permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. 4. KONKLUS Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: 326 . Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo;, Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo; , Permohonan provisi Pemohon tidak beralasan menurut hukum; ,Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), dan UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);
Putusan Mahkamah Konstitusi tentang legal standing
Putusan: PUTUSAN Nomor 12/PUU-XII/2014
Keputusannya: Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Ne bis in idem Argumentasi Putusan Hukumnya :Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah berkesimpulan bahwa pengaturan dengan peraturan di bawah Undang-Undang dapat dibenarkan (konstitusional) apabila memenuhi syarat, yaitu delegasi kewenangan tersebut berasal dari Undang- Undang dan pengaturan dengan peraturan di bawah Undang- Undang tidak bersifat mutlak, melainkan hanya terbatas merinci dari hal-hal yang telah diatur oleh Undang-Undang;
Merujuk pada permasalahan yang dipersoalkan oleh para Pemohon dalam
permohonan a quo, menurut Mahkamah penambahan jenis PNBP dan pengaturan tarif atas jenis PNBP, serta pengaturan biaya-biaya pungutan terhadap kewajiban pelayanan universal (USO), pengaturan pungutan biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi (BHP telekomunikasi), dan pengaturan pungutan biaya penggunaan frekuensi radio dalam Peraturan Pemerintah merupakan perintah dari UU 20/1997 dan UU 36/1999. Selain itu, menurut Mahkamah jenis PNBP, serta biaya-biaya pungutan terhadap USO, pungutan BHP telekomunikasi, dan pungutan biaya penggunaan frekuensi radio merupakan pengaturan yang bersifat teknis, sehingga apabila jenis PNBP, serta biaya-biaya pungutan terhadap USO, pungutan BHP telekomunikasi, dan pungutan biaya penggunaan frekuensi radio diatur dalam Undang-Undang maka tidak sesuai dengan materi muatan Undang-Undang yang bersifat umum;
Berdasarkan pertimbangan di atas, menurut Mahkamah Pasal 2 ayat (2), ayat
(3), dan Pasal 3 ayat (2) UU 20/1997, serta Pasal 16, Pasal 26 ayat (2), dan Pasal 34 ayat (3) UU 36/1999 tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), ayat (3), Pasal 23A, dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945;
Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, menurut Mahkamah
permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum
KONKLUS
Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum tersebut di atas, Mahkamah
berkesimpulan bahwa:
1. Mahkamah berwenang mengadili permohonan para Pemohon;
2. Para Pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk
mengajukan permohonan a quo;
3. permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum;
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5226), dan Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);
Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2010