Oleh:
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
3.persatuan Indonesia
2
Kepemimpinan adalah sebuah watak tentang bagaimana mempengaruhi orang
lain, bawahan atau pengikut agar mau mencapai tujuan yang di inginkan oleh seorang
pemimpin.kepemimpinan sendiri dapat diartikan sebagai sebuah watak atau sifat
seseorang yang mampu mendoktrin orang lain atau menghasut orang lain agar
mampu atau bergerak sesuai dengan apa yang di perintahkan oleh orang mendoktrin
itu sehingga sebuah kendala atau problem dapat terselaikan dengan3
Adapun makalah ini dibuat karena dalam ruang lingkup social memerlukan
sosok pemimpin yang memiki watak kepemimpian yang berlandaskan Pancasila agar
sosok pemimpin tersebut dapat berguna bagi bangsa dan negara4
Selain itu tujuan dari pembuatan makalah ini dibuat untuk Memberikan
wawasan kepada masyarakat umum agar para masyarakat umum yang kelak akan
menjadi seorang pempin nantinya dapat menjadi seorang pemimpin yang
berlandaskan Pancasila dan mampu memecahkan masalah atau problem solver baik
itu dari segi Pancasila sebagai landasan negara maupun Islam sebagai tiang agama
yang dianut 6
B. Rumusa Masalah
6
3. Bagaimana urgensi seorang pemimpin menerapkan landasan Pancasila
dalam lingkup kepemimpinannya?
C. Tujuan
Tinjaun pustaka
A. Pancasila
Pancasila adalah pilar ideologis negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua
kata dari Sanskerta: पञ्च "pañca" berarti lima dan शीला "śīla" berarti prinsip atau
asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan
bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.7
Di lain pihak Pancasila merupakan sebuah pandangan dunia atau world view
yang dapat dinama kan juga filsafat. Pancasila adalah filsafat bangsa yang
sesungguhnya berimpit dengan jiwa bangsa (Kat-tohadiprodjo, 1968). Di sini yang
muncul adalah kapasitas pengetahuan bangsa, misalnya yang berkenaan dengan
hakikat kenyataan dan kebenaran. Persepsi jagat raya dan tempat manusia di
dalamnya termasuk dalam lingkup ini, misalnya dalam kebudayaan Jawa tercermin
dalam dualitas universum, jngnt gedhe dan jagnt cilik8
8
PENDIDIKAN KEWARGAN EGAMN PARADIGMA TERBARU UNTUK MAHASISWA. Diakses pada hari
selasa pada pukul 16:50 WIB
9
Sejarah terbentuknya Pancasila sendiri Ada kalangan yang berpendapat bahwa
tanggal 1 Juni 1945 bukannya merupakan hari lahir Pancasila oleh Soekarno dengan
pidatonya di depan BPUPKI tentang dasar filsafat negara (Weltn~zschnuung);
melainkan tanggal tersebut adalah hari "dilahirkannya" Pancasila. Pendapat ini sesuai
belaka dengan pidato Soekarno sendiri tatkala menerima gelar DoktoiHonoris Causa
di UGM 19 Desember 1951 dimana Promotor Prof. Mr. Notonagoro menegaskan
bahwa "Paduka Yang Mulia adala h penci pta Pancasila." 10
Dengan demikian jelaslah bahwa lahirnya Pancasila itu sebagai jawaban atas
pertanyaan Ketua BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia), "Negara yang akan kita dirikan itu apa dasarnya?" -Merupakan proses
pemikiran genial anak bangsa, Soekarno. Memang di era Orde Baru pernah ada
pembelokan sejarah lahirnya Pancasila dengan menambahkan nama Moh. Yamin dan
Soepomo, akan tetapi setelah notulen persidangan BPUPKI ditemukan di Pura
Mangkunegaran dan dibaca oleh Ananda B. Kusuma, peneliti di Universitas
Indonesia tei-bukti bahwa hanya Soekarnolah yang mengu usulkan dasar Pancasila
pada tanggal 1 Juni 1945. Pancasi la hasil pemi krian Soekarno kemudian diteri ma
sebagai bahan dasar oleh panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI, menghasilkan
"Piagam Jakarta" pada 22 Juni 1945, dan dengan koreksi pada "tujuh kata" sila
pertama, Pancasila termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
dasar filsafat negara Indonesia. 12
10
11
12
Dengan itu maka Pancasila sekaligus berfungsi sela ku ideologi negara sejalan
dengan pemikiran A.M.W. Pranarka (1985) tentang triade Pancasila; sebagai
pandangan hidup, sebagai dasar negara dan sebagai ideologi nasional. Pancasila
sebagai pandangan hidup memiliki matra filosofis, sebagai dasar negara memiliki
matra hukum kenegaraan dan sebagai ideologi nasional mempunyai matra praksis
sebagai program aksi guna menjaga, mengelola dan memperjuangkan kepentingan
nasional yang dinyatakan oleh Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945,
yakni merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur13
fungsi Pancasila sebagai ideologi dalam pada itu agak di lematis begitu negara
dan bangsa ini memasuki kurun reformasi yang mcmbawa akibat berhentinya
Presiden Suharto pada 21 Mei 1998. Dalam sambutnn wisuda awal Mei 2006 Rektor
UGM Sofian Effendi mengecam pel-ilaku elit politik yang telah "meluluhlantakan"
Undang Undang Dasar 1945 dengan amandemen-amandemen yang "kebablasan".
Berulangkali ia melemparkan ulang wacana arti penting Pancasila sebagai ideologi
negara, sementara di lain pihak selarna sewindu era reformasi yang penuh
keleluasaan ini tampak semacam arus "Pancasila-phobia" begitu mencolok14
B. Karakteristik
Karakter berasal dari bahasa latin yakni character yang berarti watak, tabiat,
sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian. Menurut kamus besar bahasa Indonesia
karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain. Sedangkan menurut Ditjen Mandikdasmen-Kementerian
Pendidikan Nasional karakter adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri
khas setiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang
bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan setiap akibat dari
13
14
keputusan yang ia buat. Karakter juga sering disamakan dengan akhlak. Dibawah ini
adalah definisi dari karakter menurut beberapa ahli ;15
1. Menurut Hibur Tanis karakter merupakan watak, tabiat, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain (Tanis, 2013)
C.Kepemimpinan
BAB III
PEMBAHASAN
15
16
17
A. Mengapa Pancasila Menjadi landasan pembentukan karakter Problem
Solving seorang pemimpin
PANCASILA adalah dasar negara Republik Indonesia. Itu sudah final. Dan
harga mati. Tetapi, tidak dapat kita ingkari, ada rasa yang menggelayut di dada
sebagian besar bangsa Indonesia - terutama generasi yang berusia di atas 40 tahun -
bahwa Pancasila hakikatnya saat ini sudah jarang terdengar.
18
bangsa Indonesia mampu bersikap dan bertingkah laku dengan sepatutnya sehingga
mampu mengantar bangsa menuju kesuksesan hidup sesuai dengan cita-cita bangsa.
Kesuksesan hidup suatu bangsa tergantung bagaimana bangsa tersebut dapat
membawa diri sesuai dengan cita-cita yang didambakannya, serta mampu untuk
mengantisipasi secara tepat tantangan zaman. 19
Dengan demikian sumber karakter adalah belief system yang telah terpatri
dalam sanubari bangsa, serta tantangan dari luar sehingga membentuk sikap dan
perilaku yang akan mengantar bangsa mencapai kehidupan yang sukses. Bagi bangsa
Indonesia belief system ini tiada lain adalah Pancasila yang di dalamnya terdapat
konsep, prinsip dan nilai yang merupakan faktor endogen bangsa Indonesia dalam
membentuk karakternya. Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa (2010:7)
menyebutkan bahwa karakter bangsa merupakan “kualitas perilaku kolektif
kebangsaan yang unik-baik tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan
perilaku berbangsa dan bernegara dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa,
serta olah raga seseorang atau sekelompok orang”. Sehingga individu yang telah
dijiwai oleh silasila Pancasila melaksanakan nilai-nilai berikut20
1. Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa, jujur,
amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani, mengambil resiko,
pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik;
2. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif,
ingin tahu, produktif, berorientasi iptek dan reflektif;
3. Karakter yang bersumber dari olah raga antara lain: bersih, sehat, sportif,
tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan
gigih;
19
Rauf, M dkk. (2008). Refleksi Karkater Bangsa.Jakarta : UI. Diakses pada hari selasa pada pukul
18;30 WIB
20
4. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain, kemanusiaan,
saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli,
kosmopolit, mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air, bangga menguunakan
bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja (Desain Induk
Pembangunan Karakter Bangsa, 2010:
Pendidikan untuk membangun karakter bukan barang baru untuk Indonesia. Pesan
yang sangat jelas mengenai pentingnya membentuk (membangun) karakter sudah
disampaikan oleh W.R. Supratman dalam lagu Indonesia Raya, ‟…Bangunlah jiwanya,
bangunlah badannya untuk Indonesia Raya’. W.R Supratman menempatkan
pembangunan”jiwa”,sebelum pembangunan badan”,bukan sebaliknya. Pembangunan
karakter adalah pembangunan „jiwa” bangsa. Pendidikan karakter juga sebagai perwujudan
amanat yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945.Selain itu pendidikan karakter juga
sejalan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa,” Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab.
21
Berdasarkan Program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014 yang dituangkan
dalam RAN (Rencana Aksi Nasional) Pendidikan Karakter (2010), ditegaskan bahwa
pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,
pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan
itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik
baik itu tingkat dasar, menengah maupun tingkat lanjut dan tinggi secara optimal. Dengan
kata lain pendidikan merupakan suatu proses untuk mengembangkan semua aspek
kepribadian manusia, yang mencakup pengetahuannya, nilai dan sikapnya serta
ketrampilannya. “…pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi
pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran(intellect), dan tubuh anak. Bagianbagian itu tidak
boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak anak kita..” (Ki
Hajar Dewantoro).
Dalam kamus Webster New World Dictionary (1991) yang dimaksud dengan
karakter adalah „distinctive trait, distinctive quality, moral strength, the pattern of behavior
found in an individual or group. Kamus Besar Bahasa Indonesia belum memasukkan kata
karakter, yang ada adalah kata „watak‟ yang diartikan sebagai: sifat batin manusia yang
mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku; budi pekerti; tabiat.Istilah character
(karakter) memiliki makna substantive dan proses psikologis yang sangat mendasar. Lickona
(1992:50) merujuk pada konsep good character yang dikemukakan oleh Aristoteles
sebagai”…the life of right conduct-right conduct in relation to other persons and in relation
to oneself”. Dengan kata lain karakter dapat dimaknai sebagai kehidupan berperilaku
baik/penuh kebajikan, yakni berperilaku baik terhadap pihak lain (Tuhan YME, manusia dan
alam semesta) dan terhadap diri sendiri. Peterson dan Seligman, dalam buku ’Character
Strength and Virtue (Raka, 2007) mengaitkan secara langsung’characterstrength‟ dengan
kebajikan.
Karakter menurut Alwisol (2006) diartikan sebagai gambaran tingkah laku yang
menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit maupun implisit. Kata
karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan
pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku
(Wynne, 1991). Oleh sebab itu, orang yang berperilaku tidak jujur, kejam, dan rakus
dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur,
suka menolong, dikatakan orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya
dengan personality (kepribadian) seseorang. Seseorang bisa disebut orang yang berkarakter
(a person of character) apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral.
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap
moral (moral feelling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen
ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang
kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Bagan
dibawah ini merupakan bagan keterkaitan ketiga kerangka pikir ini.