KONSEP DASAR
A. MASSAGE
1. Pengertian
Massage adalah tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak,
biasanya otot tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran
atau perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri, menghasilkan
relaksasi, dan/atau meningkatkan sirkulasi. Gerakan-gerakan dasar
meliputi : gerakan memutar yang dilakukan oleh telapak tangan,
gerakan menekan dan mendorong kedepan dan kebelakang
menggunakan tenaga, menepuk- nepuk, memotong-motong, meremas-
remas, dan gerakan meliuk-liuk. Setiap gerakan gerakan menghasilkan
tekanan, arah, kecepatan, posisi tangan dan gerakan yang berbeda-beda
untuk menghasilkan efek yang di inginkan pada jaringan yang
dibawahnya (Henderson, 2006).
Banyak bagian tubuh yang dapat dilakukan pemijatan atau massase
diantaranya punggung, kepala, leher, tangan, maupun kaki
(Danuatmadja, dan Meiliasari, 2008).
Foot massage adalah manipulasi jaringan lunak pada kaki secara
umum dan tidak terpusat pada titik-titik tertentu pada telapak kaki
yang berhubungan dengan bagian lain pada tubuh (Coban & Sirin,
2010).
2. Jenis Jenis Massase
Manipulasi massase khususnya foot massage dapat berupa 5 teknik
dasar yaitu :
a. Effleurage
a) Pengertian
Effleurage adalah teknik pemijatan berupa usapan lembut,
lambat, dan panjang atau tidak putus-putus. Teknik ini
menimbulkan efek relaksasi (Danuatmadja, dan Meiliasari,
2008)..
Effleurage adalah gerakan mengusap dengan menggunakan
telapak tangan atau bantalan jari tangan. Gerakan ini dilakukan
sesuai dengan peredaran darah menuju jantung maupun
kelenjar-kelenjar getah bening (Gould, 2004).
b) Metode Effleurage
Metode effleurage menurut (Parsons, Tina;, 2007) adalah :
1) Siapkan area
2) Mulai dengan meletakkan tangan di atas permukaan dorsal
kaki kemudian usaplah bagian tersebut 3-6 kali.
4) Finger Kneading
Finger kneading adalah teknik kneading dimana
gerakan dilakukan dengan membentuk lingkaran kecil,
dengan tumpuan pada jari manis atau dan jari tengah.
Jari-jari tersebut digunakan secara terpisah atau
bersama-sama tergantung pada ukuran area yang akan
dipijat.
Metode :
(a) Persiapkan area yang akan dipijat
(b) Pisahkan area yang kecil dan lakukan gerakan
lingkaran kecil menggunakan satu atau beberapa
jari-jari.
(c) Gunakan beberapa jari pada area yang dipijat
secara lembut dengan membentuk area
melingkar pada daerah yang dipijat. Berikan
tekanan gerakan melengkung ke atas lalu
kurangi penekanan saat gerakan melengkung ke
bawah.
(d) Lakukan pijatan berpindah secara berirama pada
area lainnya.
5) Thumb Kneading
Thumb kneading adalah teknik kneading dimana
gerakan dilakukan dengan cara membentuk lingkran
kecil dengan ibu jari sebagai tumpuan, thumb kneading
dapat dilakukan seperti metode finger kneading.
c. Tapotement
Tapotement atau perkusi adalah suatu pijitan yang
mengkombinasikan antara hacking, cupping, pounding dan beating
secara efektif menstimulasi dan menyegarkan otot (Gould, 2004).
Adapun efek tapotement terhadap tubuh menurut (Gould, 2004)
adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan sirkulasi darah
2) Meningkatkan aliran limfatik
Beberapa kombinasi pada gerakan tapotement menurut (Gould,
2004) adalah :
1) Cupping
Cupping dilakukan dengan telapak tangan menghadap ke arah
bawah, membentuk sebuah lekukan yang vakum. Tangan yang
sudah membentuk lekukan diturunkan dengan cepat, sampai
menyentuh tubuh klien, sehingga terbentuk vakum yang
kemudian dilepas saat mengangkat tangan.
2) Beating
Beating dilakukan dengan kedua tangan dalam posisi saling
menempel dan jari-jari tangan digenggam ringan dengan posisi
jari kelingking menyentuh tubuh yang dipijat.
3) Pounding
Pounding menggunakan telapak tangan dalam posisi genggam
dengan cara memukul pada tubuh yang dipijat secara cepat.
d. Friction
Friction adalah dalah gerakan melingkar kecil-kecil dengan
penekanan yang lebih dalam menggunakan jari atau ibu jari.
Gerakan ini hanya digunakan pada area tubuh tertentu (Gould,
2004).
Teknik pijat friction menggunakan bagian jari jempol, yaitu
melakukan gerakan melingkar kecil-kecil dengan penekanan yang
lebih dalam dengan menggunakan ibu jari tersebut. Gerakan ini
digunakan pada area tubuh tertentu seperti betis, trepezium dan
lain-lain, dengan maksud untuk penyembuhan ketegangan otot dan
rasa pegal pada persendian. Dalam melakukan gerakan friction
boleh menggunakan ujung jari, buku jari bahkan siku tangan.
Untuk melepaskan bagian otot yang tegang dapat menggunakan
gerakan memutar (putaran kecil) dari jari jempol. Gerakan ini
efektif jika dilakukan pada setiap sisi tulang belakang. Teknik ini
bermanfaat untuk melepaskan bagian-bagian otot yang kejang yang
terbentuk sebagian akibat stress dan ketegangan, dapat
menghilangkan akumulasi dari sisa-sisa metabolisme (Parsons,
Tina;, 2007).
e. Vibration
Vibration atau vibrasi adalah gerakan pijat menggetarkan jaringan
tubuh yang ditimbulkan oleh pangkal lengan, dengan
menggunakan telapak tangan atau jari-jari tangan. Vibrasi statis
adalah vibrasi yang dilaksanakan bila hanya berhenti pada suatu
tempat, dan vibrasi dinamis bila gerakan tersebut berjalan menuju
ke bagian tempat lainnya (Parsons, Tina;, 2007).
B. HEMODINAMIK NON INVASIF
1. Definisi
Hemodinamik adalah pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah, fungsi
jantung dan karakterisitik fisiologis vaskular perifer (Mosby 1998,
dalam Jevon dan Ewens 2009). Pemantauan Hemodinamik dapat
dikelompokkan menjadi noninvasif, invasif, dan turunan. Pengukuran
hemodinamik penting untuk menegakkan diagnosis yang tepat,
menentukan terapi yang sesuai, dan pemantauan respons terhadap
terapi yang diberikan (gomersall dan Oh 1997, dalam Jevon dan
Ewens 2009), pengukuran hemodinamik ini terutama dapat membantu
untuk mengenali syok sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan
tindakan yang tepat terhadap bantuan sirkulasi (Hinds dan Watson
1999, dalam Jevon dan Ewens 2009).
Hemodinamik adalah ilmu mengenai kekuatan pergerakan darah yang
melewati kardiovaskuler dan sistem peredaran darah berupa hubungan
timbal balik antara tekanan, aliran, tahanan dalam sirkulasi darah
(Morton & Fontaine, 2009; Schumacher & Chernecky, 2010).
Komponen dari hemodinamik adalah tekanan darah/Blood Pressure
(BP) atau cardiac output (CO) X systemic vascular resistance (daya
tahan sistemik pembuluh darah), central venous pressure (CVP) dan
tekanan jantung kanan dan kiri. Prinsip fisiologi dari hemodinamik
adalah faktor tentang pengaruh fungsi miokardial, pengaturan tekanan
darah dan menentukan daya guna dari jantung serta cardiac output
(Schumacher & Chernecky, 2010).
2. Tujuan Pemantauan Hemodinamik
Tujuan pemantauan hemodinamik adalah untuk mendeteksi,
mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini dan memantau
pengobatan yang diberikan guna mendapatkan informasi
keseimbangan homeostatik tubuh. Pemantauan hemodinamik bukan
tindakan terapeutik tetapi hanya memberikan informasi kepada klinisi
dan informasi tersebut perlu disesuaikan dengan penilaian klinis pasien
agar dapat memberikan penanganan yang optimal. Dasar dari
pemantauan hemodinamik adalah perfusi jaringan yang adekuat,
seperti keseimbangan antara pasokan oksigen dengan yang dibutuhkan,
mempertahankan nutrisi, suhu tubuh dan keseimbangan elektro
kimiawi sehingga manifestasi klinis dari gangguan hemodinamik
berupa gangguan fungsi organ tubuh yang bila tidak ditangani secara
cepat dan tepat akan jatuh ke dalam gagal fungsi organ multipel
(Erniody, 2008).
3. Komponen Hemodinamik
a. Takanan Darah (MAP)
Tekanan darah adalah tekanan atau gaya yang mendesak darah di
dinding arteri (pembuluh darah) (Schumacher & Chernecky, 2010;
Stanfield, 2012). Periode pengisian jantung dengan darah yang
diikuti oleh periode kontraksi disebut sistole dan periode relaksasi
disebut diastole. Rata - rata tekanan sistolik (tekanan maksimum
yang ditimbulkan sewaktu darah disemprotkan masuk ke dalam
arteri) adalah 100-139 mmHg sedangkan tekanan rata-rata diastolik
adalah 60-90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002; Schumacher &
Chernecky, 2010).
Perubahan pada curah jantung atau resistensi perifer dapat
mempengaruhi tekanan darah. Pasien dengan curah jatung yang
rendah dapat mempertahankan tekanan darah normalnya melaui
vasokontriksi, sedangkan pasien dengan vasodilatasi mungkin
mengalami hipotensi walaupun curah jantungnya tinggi, misanya
pada sepsis.
Tekanan arterial rata-rata (mean arterial presure, MAP) merupakan
hasil pembacaan tekanan rata-rata didalam sistem arterial juga
berfungsi sebagai indikator yang bermanfaat karena dapat
memperkirakan perfusi menuju organ-organ yang esensial seperti
ginjal. Banyak faktor yang mempengaruhi tekanan darah, misalnya
nikotin, ansietas, nyeri, posisi pasien, obat-obatan, dan latihan
fisik. Keakuratan pengukuran tekanan darah juga hal yang sering
terlupakan. Faktor yang akurat dalam pengukuran terkanan darah
adalah lebar manset dan posisi lengan. Manset yang terlalu sempit
akan menghasilkan pembacaan tekanan darah yang tinggi palsu,
sedangkan jika manset yang terlalu lebar akan menghasilkan
pembacaan tekanan darah yang rendah palsu. European standart
merekomendasikan lebar manset sebaiknya 40%, dan panjangnya
80-100% dari lingkar ekstremitas. Posisi lengan harus ditopang
pada posisi horizontal setinggi jantung. Pengaturan posisi yang
tidak benar selama mengukur tekanan darah dapat menyebabkan
kesalahan sebesar 10%. Penilaian darah arterial dapat dilihat
melalui denyut nadi, dan tekanan darah (jevon dan ewens,2009).
b. Denyut Nadi
Nadi adalah perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik berupa
gelombang darah yang dapat dirasakan karena dipompa ke dalam
arteri oleh kontraksi ventrikel kiri yang diatur oleh sistem saraf
otonom. Normalnya berkisar 60-100 x/menit (Ganong, 2008;
Smeltzer & Bare, 2002).
Adapun nilai normal frekuensi nadi menurut (Perry, Potter, 2012)
adalah sebagai berikut :
Usia Frekuensi
Bayi 120-160
Prasekolah 80-110
Remaja 60-90
Dewasa 60-100
c. Frekuensi Pernapasan
Laju pernafasan merupakan indikator awal yang signiikan dari
disfungsi selluler. Penilaian ini merupakan indikator fisiologis
yang sensitif dan harus dipantau dan direkam secara teratur. Laju
dan kedalaman pernafasan pada awalnya meningkat sebagai
respons terhadap hipoksia selluler.
Adapun nilai normal frekuensi pernapasan menurut (Perry, Potter, 2012)
adalah sebagai berikut :
Usia Frekuensi
Anak-anak 20-30
Remaja 16-19
Dewasa 12-20
d. Saturasi Oksigen
1) Pengertian
Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan
dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah
antara 95 – 100 %. Dalam kedokteran , oksigen saturasi (SO2),
sering disebut sebagai "SATS", untuk mengukur persentase
oksigen yang diikat oleh hemoglobin di dalam aliran darah.
Pada tekanan parsial oksigen yang rendah, sebagian besar
hemoglobin terdeoksigenasi, maksudnya adalah proses
pendistribusian darah beroksigen dari arteri ke jaringan tubuh
( Hidayat, 2007).
Pada sekitar 90% (nilai bervariasi sesuai dengan konteks klinis)
saturasi oksigen meningkat menurut kurva disosiasi
hemoglobin-oksigen dan pendekatan 100% pada tekanan
parsial oksigen> 10 kPa.
Saturasi oksigen atau oksigen terlarut (DO) adalah ukuran
relatif dari jumlah oksigen yang terlarut atau dibawa dalam
media tertentu. Hal ini dapat diukur dengan probe oksigen
terlarut seperti sensor oksigen atau optode dalam media cair.
2) Pengukuran Saturasi Oksigen
Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa
tehnik. Penggunaan oksimetri nadi merupakan tehnik yang
efektif untuk memantau pasien terhadap perubahan saturasi
oksigen yang kecil atau mendadak (Tarwoto, 2006).
a) Saturasi oksigen arteri (Sa O2) nilai di bawah 90%
menunjukan keadaan hipoksemia (yang juga dapat
disebabkan oleh anemia ). Hipoksemia karena SaO2 rendah
ditandai dengan sianosis . Oksimetri nadi adalah metode
pemantauan non invasif secara kontinyu terhadap saturasi
oksigen hemoglobin (SaO2). Meski oksimetri oksigen tidak
bisa menggantikan gas-gas darah arteri, oksimetri oksigen
merupakan salah satu cara efektif untuk memantau pasien
terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil dan
mendadak. Oksimetri nadi digunakan dalam banyak
lingkungan, termasuk unit perawatan kritis, unit
keperawatan umum, dan pada area diagnostik dan
pengobatan ketika diperlukan pemantauan saturasi oksigen
selama prosedur.
b) Saturasi oksigen vena (Sv O2) diukur untuk melihat berapa
banyak mengkonsumsi oksigen tubuh. Dalam perawatan
klinis, Sv O2 di bawah 60%, menunjukkan bahwa tubuh
adalah dalam kekurangan oksigen, dan iskemik penyakit
terjadi. Pengukuran ini sering digunakan pengobatan
dengan mesin jantung-paru (Extracorporeal Sirkulasi), dan
dapat memberikan gambaran tentang berapa banyak aliran
darah pasien yang diperlukan agar tetap sehat.
c) Tissue oksigen saturasi (St O2) dapat diukur dengan
spektroskopi inframerah dekat . Tissue oksigen saturasi
memberikan gambaran tentang oksigenasi jaringan dalam
berbagai kondisi.
d) Saturasi oksigen perifer (Sp O2) adalah estimasi dari
tingkat kejenuhan oksigen yang biasanya diukur dengan
oksimeter pulsa.
3) Alat yang Digunakan dan Tempat Pengukuran
Alat yang digunakan adalah oksimetri nadi yang terdiri dari
dua diode pengemisi cahaya (satu cahaya merah dan satu
cahaya inframerah) pada satu sisi probe, kedua diode ini
mentransmisikan cahaya merah dan inframerah melewati
pembuluh darah, biasanya pada ujung jari atau daun telinga,
menuju fotodetektor pada sisi lain dari probe (Welch, 2005).
4) Faktor yang Mempengaruhi Bacaan Saturasi
Kozier (2010) menjelaskan beberapa faktor yang
mempengaruhi bacaan saturasi :
a) Hemoglobin (Hb)
Jika Hb tersaturasi penuh dengan O2 walaupun nilai Hb
rendah maka akan menunjukkan nilai normalnya. Misalnya
pada klien dengan anemia memungkinkan nilai SpO2
dalam batas normal.
b) Sirkulasi
Oksimetri tidak akan memberikan bacaan yang akurat jika
area yang di bawah sensor mengalami gangguan sirkulasi.
c) Aktivitas
Menggigil atau pergerakan yang berlebihan pada area
sensor dapat menggangu pembacaan SpO2 yang akurat
C. CONGESTIVE HEART FAILURE
1. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi
kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal
ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna
menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh
atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya
mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot
jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai
akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam.
Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ
tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh
klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis
berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal (Mansjoer, 2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur
atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (Ardini 2007).
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di
mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung
(HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi
jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme
kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan
diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim
dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah
darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas
(mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel
dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang
harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang
terjadi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua
ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang
sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam
kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang
serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik
menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi
dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi
dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama
(kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi
sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan
menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema
sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan
tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa
sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan
memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang
akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya
meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk
meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu
tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas
miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan
penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat
memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi
perifer. Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-
organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan
menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting
penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan
penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi
sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan
teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer
selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi
sodium dan cairan.Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar
arginin vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan
penghambat ekskresi cairan. (Aru 2009).
5. PATHWAYS
Disfungsi miokard Beban tekanan berlebih Beban sistolik berlebih Peningkatan keb Beban volume berlebih
metabolisme
kontraktilitas Beban sistole naik Preload
Hambatan pengosongan
ventrikel
COP
CHF
Suplai darah jaringan Suplai Oksigen otak Renal Flow LVED naik
Bendungan vena sistemik
Metabolisne anaerob RAA Tekanan vena pulmonalis
Sinkop Lien (Splenomegali) dan
Asidosis metabolik Aldosteron Hepar (Hepatomegali)
Tekanan kapiler paru
Penurunan perfusi
Penimbunan asam laktat Asidosis metabolik
jaringan Mendesak Diafragma
& ATP
ADH Edema paru Beban ventrikel kanan Sesak nafas
Fatigue
Retensi Na + H2O Ronkhi basah Hipertrofi ventrikel
kanan Ketidakefektifan pola
Intoleransi aktifitas
Iritasi mukosa paru nafas
Kelebihan volume cairan Penyempitan lume
Penumpukan sekret ventrikel kanan
Gangguan pertukaran
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia
vera
b. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
c. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam
basa baik metabolik maupun respiratorik.
d. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
e. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal
f. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
g. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap
fungsi hepar atau ginjal
h. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
i. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung,
hipertropi ventrikel
j. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang
penurunan kemampuan kontraksi.
k. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
l. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
m. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia
(Udjianti, 2010)
ASUHAN KEPERAWATAN
7. Pengkajian Primer
a. Airway
a) Sumbatan atau penumpukan sekret
b) Wheezing atau krekles
b. Breathing
a) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c) Ronchi, krekles
d) Ekspansi dada tidak penuh
e) Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
a) Nadi lemah , tidak teratur
b) Takikardi
c) TD meningkat / menurun
d) Edema
e) Gelisah
f) Akral dingin
g) Kulit pucat, sianosis
h) Output urine menurun
d. Disability
GCS: 15 (Composentis)
e. Exposure
a) Nyeri pada lapang dada
b) Edema ekstremitas
8. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat kesehatan
a) Keluhan
1) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
2) Palpitasi atau berdebar-debar.
3) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas
saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih
dari dua buah.
4) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
5) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan
6) Insomnia
7) Kaki bengkak dan berat badan bertambah
8) Jumlah urine menurun
9) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
10) Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis,
diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
11) Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
12) Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi
jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu
13) Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
14) Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
15) Postur, kegelisahan, kecemasan
16) Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang
merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan
mempercepat perkembangan CHF.
b) Pemeriksaan fisik
1) Kepala
2) Mata : konjungtiva anemis, ikterik
3) Mulut: tanda infeksi
4) Telinga : kesimetrisaan, kotoran/serumen
5) Wajah : ekspresi, pucat, bentuk
6) Leher : pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, Tampak pulsasi vena
jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks
7) Dada : bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s,
murmur. Respirasi; dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan
(ronkhi, rales, wheezing)
8) Ekstremitas : edema ekstremitas CRT <2 detik(Aru,2009)
9. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan
frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret
c. Ketidakefektifan pola nafas erhubungan dengan penurunan volume paru,
hepatomegali, splenomegali, kemungkinan dibuktikan oleh : perubahan
kedalaman dan kecepatan pernafasan, gangguan pengembangan dada, GDA
tidak normal
d. Nyeri berhubungan dengan agen biologis
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan
miokard, kemungkinan dibuktikan oleh : gangguan frekuensi jantung,
tekanan darah dalam katifitas, terjadinya disritmia dan kelemahan umum
(Nanda 2012)
10. Intervensi dan Rasional
NO DX KEP TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Penurunan curah Setelah dilakukan - Monitor TD, nadi, suhu, - Mengetahui tanda tanda
jantung b/d tindakan dan RR vital abnormal
respon fisiologis keperawatan - Catat adanya fluktuasi - Tekanan darah yang
otot jantung, diharapkan tidakn tekanan darah abnormal menindikasi
peningkatan terjadi penurunan penyakit gagal jantung
frekuensi, curah jantung, - Monitor toleransi - Sebagian besar pasien
dilatasi, dilihat dari kriteria aktifitas saat pasien gagal jantung mengalami
hipertrofi atau hasil berbaring, duduk, atau intoleran beraktifitas
peningkatan isi 1.Tanda vital dalam berdiri
sekuncup batas normal - Monitor TD, nadi, RR, - Aktifitas dapat menjadikan
2.Tidak ada edema sebelum, selama, dan tanda-tanda vital naik
paru, perifer, dan setelah aktivitas menjadi abnormal
tidak ada asites - Monitor kualitas dari - Mengetahui kualitas dari
3.Tidak ada nadi nadi pasien
penurunan - Monitor jumlah dan - Mengetahui adanya
kesadaran irama jantung dan keabnormalan pada jantung
monitor bunyi jantung
- Monitor frekuensi dan - Pasien gagal jantung
irama pernapasan biasanya mengalami sessak
nafas, nafas dangkal dan
tidak teratur
- Mengetahui keabnormalan
jantung
- Monitor suhu, warna, - Tanda fisik pasien jantung
dan kelembaban kulit bengkak pada ekstremitas
- Monitor balance cairan - Mengetahui tanda gejala
gagal jantung
- Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
- Peningkatan tanda vital
melebar, bradikardi,
pasien jantung dapat
peningkatan sistolik)
disebabkan oleh beberapa
- Identifikasi penyebab
faktor contohnya aktifitas
dari perubahan vital
sign
- Kolaborasi dalam
pemberian obat seperti
anlgetik.
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan
Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP
Aru W. Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Interna Publishing.
Jakarta
Gray et al, 2006, Kardiologi, Edisi Keempat, Jakarta, Erlangga
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mukhlisa, 2007. Gambaran faktor resiko penyakit kardiovaskular berdasarkan skor
kardiovaskular. Jakarta pegawai fakultas kesehatan masyarakat universitas indonesia.
FKM:Depok
Nanda Internasional, 2012. Diagnosis Keperawatan 2012-2014. EGC : Jakarta.
Udjianti, W.J., 2010, Keperawatan Kardiovaskular, Jakarta, Salemba Medika
Wilkinson, J. M. (2013).Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA,intervensi NIC,
criteria hasil NOC edisi9. Jakarta: EGC.