Preloading dan vertical drain pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kekuatan
geser pada tanah, mengurangi kompresibilitas/kemampumampatan tanah, dan mencegah
penurunan (settlement) yang besar serta kemungkinan kerusakan pada struktur bangunan.
Preloading dan vertical drain umumnya digunakan pada tanah dengan daya dukung yang
rendah seperti pada tanah lempung lembek dan tanah organik. Jenis tanah tersebut biasanya
memiliki ciri seperti berikut : kadar air yang ekstrim, kompresibilitas yang besar, dan koefisien
permeabilitas yang kecil. Pada prinsipnya teknik preloading menggunakan vertical drains
merupakan metode perkuatan tanah dengan cara mengurangi kadar air dalam tanah
(dewatering). Biasanya waktu konsolidasi yang dibutuhkan untuk jenis tanah seperti ini
memakan waktu yang lama meski dengan menggunakan beban tambahan yang besar, sehingga
teknik preloading mungkin kurang cocok untuk jadwal kontruksi yang mepet. Ilustrasinya
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Jika beban sementara melebihi beban akhir konstruksi maka kelebihan beban tersebut
mengacu kepada beban tambahan (surcharge), dimana dengan menggunakan beban tambahan
sementara (surcharge) yang melebihi beban kerja, tanah akan berada pada kondisi
overconsolidated dan secondary compression untuk tanah overconsolidated akan jauh lebih
kecil daripada tanah dengan normally consolidated. Hal ini akan menguntungkan perencanaan
tanah selanjutnya (Chu et all., 2004).
Dari grafik di atas, dapat dilihat settlement yang terjadi akibat adanya beban tambahan
(surcharge) lebih besar daripada beban rencana (design load) pada selang waktu yang sama.
Selain dengan menggunakan teknik preloading dan menggunakan beban tambahan sementara
(surcharge), peningkatan mutu tanah dapat juga dilakukan dengan menggunakan vertical
drains, selain itu waktu konsolidasi pun juga semakin singkat sebab aliran drainase yang terjadi
bukan hanya ke arah vertikal tapi juga ke arah horizontal. Drain-drain vertikal tersebut dapat
diisi dengan dengan pasir atau bahan lain yang memiliki permeabilitas besar. Untuk saat ini
pengembangannya pun sudah beragam, ada juga yang menggunakan prefabricated vertical
drain, berupa bahan geotekstil atau bahan sintetis sejenisnya.
Perkembangan vertical drains sendiri sudah dimulai sejak tahun 1925, dimana
D.J.Moran seorang insinyur berkebangsaan Amerika memperkenalkan pemakaian drainase dari
kolom-kolom pasir untuk stabilitas tanah pada kedalaman yang besar. Kemudian untuk
pertama kalinya instalasi drainase ini digunakan di California dan seiring dengan berjalannya
waktu, tipe drainase ini dikenal dengan istilah drainase vertikal (vertical drain). Pada tahun
1936, diperkenalkan sistem drainase menggunakan bahan sintetis oleh Kjellman di Swedia.
Setelah di tes di beberapa tempat pada tahun 1937 dengan bahan cardboard, lantas mendapat
sambutan yang hangat oleh para ilmuwan. Sejak saat itu, pengembangan vertical drain
dilanjutkan dengan berbagai macam bahan.
Dengan digunakannya prefabricated vertical drains, waktu yang dibutuhkan untuk
konsolidasi melalui teknik preloading pun menjadi semakin singkat dan penurunan/settlement
yang terjadi juga dapat direduksi. Bahkan proses installasi nya pun saat ini sudah semakin
berkembang dimana prefabricated vertical drain dapat mencapai kedalaman 60 m dengan laju 1
m/dt.
Prinsip Vertical Drains Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa tanah lempung
lunak memiliki permeabilitas yang rendah, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk
menyelesaikan konsolidasi. Untuk mempersingkat waktu konsolidasi tersebut, drainase vertikal
(vertical drains) dikombinasikan dengan teknik preloading. Vertical drain tersebut sebenarnya
merupakan jalur drainase buatan yang dimasukkan kedalam lapisan lempung. Dengan
kombinasi preloading, air pori diperas keluar selama konsolidasi dan mengalir lebih cepat pada
arah horizontal daripada arah vertikal. Selanjutnya, air pori tersebut mengalir sepanjang jalur
drainase vertikal yang telah diinstalasi. Oleh karena itu, vertical drain berfungsi untuk
memperpendek jalur drainase dan sekaligus mempercepat proses konsolidasi.
Metode tradisional yang digunakan dalam pemasangan vertical drains ini yaitu dengan
membut lobang bor pada lapisan lempung dan mengisi kembali dengan pasir yang bergradasi
sesuai titik. Ukuran diameternya sekitar 200 - 600 mm dengan panjang saluran sedalam lebih
dari 5 meter. Karena tujuannya untuk memperpendek panjang lintasan pengaliran, maka jarak
antar drainase merupakan hal yang terpenting.
Berikut adalah berbagai tipe vertical drains dengan masing-masing metode instalasinya :
1. Sand drain, metode penginstalan dengan cara penumbukan (driven or vibratory displacement
type)
Pembuatan drainase pasir dengan metode ini digunakan secara luas karena biayanya relatif
murah, hanya saja metode seperti ini dapat merusak struktur tanah atau bahkan mengurangi
kuat geser tanah.
2. Sand drain, metode penginstalan dengan cara hollow stem continious-flight auger (low
displacement)
Pembuatan drainase pasir dengan metode ini memakai auger melayang menerus dengan
diameter 30 - 50 cm berjarak 2-5 m. Gangguan yang dihadapi biasanya lebih ke arah rancangan
drainase itu sendiri, bagaimana caranya agar drainase yang dibuat memiliki kapasitas
penyaluran air yang baik. Untuk itu, gradasi pasir harus sesuai dengan keperluan.
2.
3. Sand drain, metode penginstalan dengan cara jetted (non-displacement)
Metode dengan semprotan air (jetted) akan memakan waktu yang cukup lama khususnya untuk
menembus lapisan berbutir kasar. Kedalam untuk drainase tipe ini umumnya kecil dari 30 m.
4. Prefabricated sand drain, metode penginstalan dengan cara tumbukan, getaran, auger
melayang, pengeboran
Yang membedakan penggunaan drainase pasir prefabricated yaitu penggunaan bahan kain
berisi material filter, lalu dimasukkan kedalam lubang drainase yang dibuat sebelumnya apakah
itu dengan pengeboran atau cara lainnya.
5. Prefabricated band shaped drains, metode penginstalan dengan driven atau vibratory closed-
end mandrel
Istilah lain yang biasanya digunakan untuk tipe ini yaitu prefabricated vertical drain (PVD),
umumnya berbentuk pita (band-shaped) dengan sebuah inti plastik beralur yang dibungkus
dengan selubung filterterbuat dari kertas atau atau susunan platik tak beranyam (non woven
plastic fabric). Ukuran yang biasa digunakan yaitu lebar 10 cm dan tebal 0.4 cm. Biasanya
gangguan yang disebabkan oleh penggunaan sistem drainase dengan PVD ini lebih kecil
dibanding dengan sistem drainase pasir konvensional.
Alat yang biasanya digunakan untuk membuat lubang drainase dengan PVD ini bernama
'stitcher', seperti yang dapat dilihat dibawah ini.
Adapun beberapa langkah pengerjaan yang dilakukan untuk perbaikan tanah menggunakan
vertical drains, sebagai berikut:
- Uji laboratorium terhadap sampel tanah yang diambil dari titik pengamatan di lapangan
menggunakan alat sondir
- Perencanaan vertical drains dengan menggunakan data yang diperoleh dari uji laboratorium,
seperti Indeks pemampatan (Cc) dan Koefisien konsolidasi (Ch). Lalu ditentukan diameter
drainase, jarak, dan kedalamannya.
- Analisa stabilitas tanah dan settlement/penurunan
Pemilihan tipe pondasi yang digunakan berdasarkan atas beberapa hal, yaitu:
·Fungsi bangunan atas yang akan dipikul oleh pondasi tersebut;
·Besarnya beban dan beratnya bangunan atas.
·Kondisi tanah tempat bangunan didirikan.
·Biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas.
Kriteria pemakaian tiang pancang dipergunakan untuk suatu pondasi bangunan sangat
tergantung pada kondisi:
·Tanah dasar di bawah bangunan tidak mempunyai daya dukung (misalnya
pembangunan lepas pantai)
·Tanah dasar di bawah bangunan tidak mampu memikul bangunan yang
ada diatasnya atau tanah keras yang mampu memikul beban tersebut jauh
dari permukaan tanah
·Pembangunan diatas tanah yang tidak rata
·Memenuhi kebutuhan untuk menahan gaya desak keatas (uplift)
Penggolongan Tiang Pancang
Berdasar pemakaian bahan dan kerakteristik strukturnya :
1. Tiang Pancang Kayu
2. Tiang Pancang Beton
3. Tiang Pancang Baja
4. Tiang Pancang Komposit
Berdasar pemasangannya :
1. Tiang pancang pra cetak
2. Tiang pancang yang dicor ditempat
Kelebihan dan Kekurangan Tiang Pancang
Kelebihan :
• Pemancangan lebih cepat, mudah dan praktis
• Pelaksanaan tidak dipengaruh oleh air tanah
• Sangat cocok untuk mempertahankan daya dukung vertikal
Kekurangan :
• Pelaksanaan menimbulkan getaran dan kegaduhan
• Kesalahan metode pemancangan dapat menimbulkan kerusakan pada pondasi
Bore Pile
• Tiang pondasi bore pile merupakan jenis pondasi dalam yang masih satu tipe dengan tiang
pancang, yang membedakannya adalah cara pemasangan dan pembuatan.
• Cara pembuatan bore pile dengan cara dibuat lubang terlebih dahulu, dianjutkan dengan
pengeboran tanah lalu dimasukkan besi tulangan yang kemudian ditambah dengan adukan
beton atau pengecoran setempat
Metode pelaksanaan bore pile
1. Bore kering
menggunakan mata bore biasa yang diputar sambil dimasukan
kedalam tanah dengan menggunakan alat bore mini crane. Metode
ini mengerjakan pengeboran kedalaman maksimal 8 m. Lokasi
pengeboran kering ini lebih bersih dibanding pengeboran basah.
2. Bore Basah
metode ini membutuhkan banyak air dipekerjaannya dan
memerlukan casing untuk menahan tanah dari kelongsoran. Metode ini
dilakukan pengeboran sedalam 28 m.
Kekurangan :
• Diperlukan peralatan bor
• Pelaksanaan pemasangannya relative agak susah
• Pelaksanaan yang kurang bagus dapat menyebabkan pondasi keropos, karena unsur semen
larut oleh air tanah
• Pengecoran dipengaruhi kondisi cuaca
DEWATERING
Pengertian Umum
Dewatering dalam teknik sipil adalah pekerjaan pengeringan tanah untuk mengendalikan air
tanah agar tidak mengganggu/menghambat proses pelaksanaan suatu pekerjaan konstruksi,
terutama pelaksanaan bagian struktur yang berada di dalam tanah dan atau dibawah muka air
tanah.
Metode Dewatering
1. Open Pumping
Pada metode dewatering open pumping ini air tanah dibiarkan mengalir ke dalam lubang
galian, kemudia dipompa keluar melalui sumur / selokan penampung di dasar galian.
Metode open pumping digunakan apabila:
a. Karakteristik tanah merupakan tanah padat, bergradasi baik dan berkohesi
b. Jumlah air yang akan dipompa tidak besar debitnya
c. Memungkinka untuk dibuat sumur / selokan penampung untuk pompa pada dasar
galian
d. Galian tidak dalam
2. Predrainage
Pada metode dewatering predrainage ini muka air tanah diturunkan terlebih dahulu sebelum
penggalian dimulai, dengan menggunakanan well dan wellpoint.
Metode dewatering predrainage digunakan apabila:
a. Karakteristik tanah merupakan tanah lepas, berbutir seragam, cadas lunak dan banyak
celah
b. Jumlah air yang akan dipompa cukup besar debitnya
c. Slope tanah sensitif terhadap erosi atau mudah terjadi rotary slide
d. Penurunan muka air tanah tidak mengganggu atau merugikan bangunan sekitarnya
e. Tersedia saluran pembuangan air dewatering
3. Cut Off
Pada metode dewatering cut off ini aliran air tanah dipotong dengan beberapa cara, yaitu
dengan menggunakan:
a. Steel Sheet Pile
b. Concrete Diaphragm Wall
c. Secant Pile
d. Slurry Trenches (Tidak daat berfungsi sebagai penahan tanah)
Metode Cut Off digunakan apabila:
a. Sama seperti persyaratan pada dewatering predrainage kecuali pada poin terakhir
karena dewatering cut off ini tidak ada penurunan muka air tanah di sekitarnya.
b. Dinding cut off diperlukan juga untuk struktur penahan tanah
c. Gedung yang ada di sekitar sensitif terhadap penurunan muka air tanah
d. Tidak tersedia saluran pembuang air dewatering
e. Diperlukan untuk menunjang metode Top Down pada pekerjaan basement
Efek Samping Metode Dewatering
Pekerjaan dewatering tidak sepenuhnya berjalan lancar tanpa adanya efek samping terhadap
kondisi lingkungan di sekitarnya. Dewatering kadang-kadang mengakibatkan settlement pada
tanah sekitar, bahkan terkadang disertai dengan kerusakan struktur bangunan yang ada.
Dalam praktek, hal ini jarang terjadi tetapi hal ini berpotensi menimbilkan klaim dari pihak
lain yang merasa dirugikan.
Dewatering dapat menyebabkan settlement karena:
1. Tersedotnya partikel halus dari tanah oleh pompa yang digunakan (wellpoints atau
well)
2. Metode open pumping yang kurang sesuai, sehingga terjadi proses boiling dan piping
3. Terjadi konsolidasi silt, clay atau loose sand akibat naiknya effective stress.
ALAT BERAT
Alat-alat berat (yang sering dikenal di dalam ilmu Teknik Sipil) merupakan alat yang
digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaan pembangunan suatu
struktur bangunan. Alat berat merupakan faktor pentingdidalam proyek, terutama proyek-
proyek konstruksi maupun pertambangan dankegiatan lainnya dengan skala yang
besar (Rostiyanti 2009)
Tujuan dari penggunaan alat-alat berat tersebut adalah untuk memudahkan manusia
dalam mengerjakan pekerjaannya, sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan
lebih mudah dengan waktu yang relatif lebih singkat.
Alat pengolahan lahan
Kondisi lahan proyek kadang-kadang masih merupakan lahan asli yang harus
dipersiapkan sebelum lahan tersebut mulai diolah. Jika pada lahan masih terdapat semak atau
pepohonan maka pembukaan lahan dapat dilakukan dengan menggunakan dozer. Untuk
pengangkatan lapisan tanah paling atas dapat digunakan scraper. Sedangkan untuk
pembentukan permukaan supaya rata selain dozer dapat digunakan juga motor grader.
Alat pengangkut Material
Crane termasuk di dalam kategori alat pengangkut material, karena alat ini dapat
mengangkut material secara vertical dan kemudian memindahkannya secara horizontal pada
jarak jangkau yang relatif kecil. Untuk pengangkutan material lepas (loose material) dengan
jarak tempuh yang relatif jauh, alat yang digunakan dapat berupa belt, truck dan wagon. Alat-
alat ini memerlukan alat lain yang membantu memuat material ke dalamnya.
Alat Pemindah Material
Loader
Dozer
Alat penggali
Dragline
front shovel
Backhoe
Clamshell
Alat Pemadat
Jika pada suatu lahan dilakukan penimbunan maka pada lahan tersebut perlu
dilakukan pemadatan. Pemadatan juga dilakukan untuk pembuatan jalan, baik untuk jalan
tanah dan jalan dengan perkerasan lentur maupun perkerasan kaku. Yang termasuk sebagai
alat pemadat adalah tamping roller, pneumatictiredroller, tandem roller, dan lain-lain.
Alat pemroses Material
Alat ini dipakai untuk mengubah batuan dan mineral alam menjadi suatu bentuk dan
ukuran yang diinginkan. Hasil dari alat ini misalnya adalah batuan bergradasi, semen, beton,
dan aspal. Yang termasuk didalam alat ini adalah crusher dan concrete mixer truck. Alat
yang dapat mencampur material-material di atas juga dikategorikan ke dalam alat pemroses
material seperti concretebatch plant dan asphalt mixing plant.
Alat Penempatan Akhir Material
Alat digolongkan pada kategori ini karena fungsinya yaitu untuk menempatkan
material pada tempat yang telah ditentukan. Ditempat atau lokasi ini material disebarkan
secara merata dan dipadatkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Yang termasuk
di dalam kategori ini adalah concrete spreader, asphalt paver, motor grader, dan alat
pemadat.
BAHAN KIMIA
Jenis-jenis semen
Sesuai dengan kebutuhan pemakai, maka para pengusaha industri semen berusaha
untuk memenuhinya dengan berbagai penelitian, sehingga ditemukan berbagai jenis semen.
1. Semen Portland
2. Water proofed cement
3. Semen Putih
4. High Alumina Cement
5. Semen Anti Bakteri
6. Oil Well Cement (OWC)
7. Semen Campur
SEMENT PORTLAND (OPC)
Semen portland diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu :
1. Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratn khusus
seperti yang dipersyaratkan pada tipe-tipe lain.
Tipe semen ini paling banyak diproduksi dan banyak dipasaran
2. Tipe II (Moderate sulfat resistance)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat
atau panas hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah dibanding
semen Portland Tipe I. Pada daerah–daerah tertentu dimana suhu agak tinggi, maka untuk
mengurangi penggunaan air selama pengeringan agar tidak terjadi Srinkege (penyusutan)
yang besar perlu ditambahkan sifat moderat “Heat of hydration”. Semen Portland tipe II ini
disarankan untuk dipakai pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan landasan berat
yang ditandai adanya kolom-kolom dan dimana proses hidrasi rendah juga merupakan
pertimbangan utama.
3. Tipe III (High Early Strength)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi pada tahap
permulaan setelah pengikatan terjadi. Semen tipe III ini dibuat dengan kehalusan yang
tinggi blaine biasa mencapai 5000 cm2/gr dengan nilai C3S nya juga tinggi. Beton yang
dibuat dengan menggunakan semen Portland tipe III ini dalam waktu 24 jam dapat mencapai
kekuatan yang sama dengan kekuatan yang dicapai semen Portland tipe I pada umur 3 hari,
dan dalam umur 7 hari semen Portland tipe III ini kekuatannya menyamai beton dengan
menggunakan semen portlan tipe I pada umur 28 hari
4. Tipe IV (Low Heat Of Hydration)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi rendah.Penggunaan
semen ini banyak ditujukan untuk struktur Concrette (beton) yang massive dan dengan
volume yang besar, seprti bendungan, dam, lapangan udara. Dimana kenaikan temperatur
dari panas yang dihasilkan selama periode pengerasan diusahakan seminimal mungkin
sehingga tidak terjadi pengembangan volume beton yang bisa menimbulkan cracking (retak).
Pengembangan kuat tekan (strength) dari semen jenis ini juga sangat lambat jika dibanding
semen portland tipe I
WATER PROOFED CEMENT
Water proofed cement adalah campuran yang homogen antara semen Portland dengan
“Water proofing agent”, dalam jumlah yang kecil seperti : Calcium, Aluminium, atau logam
stearat lainnya.Semen ini banyak dipakai untuk konstruksi beton yang berfungsi menahan
tekanan hidrostatis, misalnya tangki penyimpanan cairan kimia.
WHITE CEMENT (SEMEN PUTIH)
Semen putih dibuat umtuk tujuan dekoratif, bukan untuk tujuan konstruktif. Pembuatan
semen ini membutuhkan persyaratan bahan baku dan proses pembuatan yang khusus, seperti
misalnya bahan mentahnya mengandung oksida besi dan oksida manganese yang sangat
rendah (dibawah 1 %).
HIGH ALUMINA CEMENT
High Alumina cement dapat menghasilkan beton dengan kecepatan pengersan yang cepat dan
tahan terhadap serangan sulfat, asam akan tetapi tidak tahan terhadap serangan alkali. Semen
tahan api juga dibuat dari High Alumina Cement, semen ini juga mempunyai kecepatan
pengerasan awal yang lebih baik dari semen Portland tipe III. Bahan baku semen ini terbuat
dari batu kapur dan bauxite, sedangkan penggunaannya adalah antara lain :
• Rafractory Concrette
• Heat resistance concrete
• Corrosion resistance concrete
SEMEN ANTI BAKTERI
Semen anti bakteri adalah campuran yang homogen antara semen Portland dengan “anti
bacterial agent” seperti germicide. Bahan tersebut ditambahkan pada semen Portland
untuk “Self Desinfectant” beton terhadap serangan bakteri dan jamur yang tumbuh.
Sedangkan sifat-sifat kimia dan fisiknya hampir sama dengan semen Portland tipe I.
Penggunaan semen anti bakteri antara lain :
1. Kamar mandi
2. Kolam-kolam
3. Lantai industri makanan
4. Keramik
5. Bangunan dimana terdapat jamur pathogenic dan bakteri
OIL WELL CEMENT
Oil well cement adalah semen Portland semen yang dicampur dengan bahan retarder khusus
seperti asam borat, casein, lignin, gula atau organic hidroxid acid. Fungsi dari retarder disini
adalah untuk mengurangi kecepatan pengerasan semen, sehingga adukan dapat dipompakan
kedalam sumur minyak atau gas. Pada kedalaman 1800 sampai dengan 4900 meter tekanan
dan suhu didasar sumur minyak atau adalah tinggi. Karena pengentalan dan pengerasan
semen itu dipercepat oleh kenaikan temperature dan tekanan, maka semen yang mengental
dan mengeras secara normal tidak dapat digunakan pada pengeboran sumur yang dalam.
Semen ini masih dibedakan lagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan API Spesification 10
1986, yaitu :