BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah pendukung
merupakan salah satu aspek utama dalam bidang geoteknik terutama pada lapisan tanah
kohesif lunak. Proses konsolidasi adalah suatu proses disipasi air pori terhadap fungsi waktu.
Pada awalnya teori konsolidasi 1-D ditemukan oleh Terzaghi (1925), dengan menganggap nilai
koefisien konsolidasi (Cv) yang konstan dan pengaliran yang terjadi satu arah (arah vertikal)
selama proses konsolidasi berlangsung. Biot (1941) mengembangkan teori konsolidasi 1-D
dari Terzaghi dengan menganggap koefisien konsolidasi (Cv), tegangan vertikal efektif dan
kelebihan tekanan air pori yang bekerja merupakan fungsi pengaliran yang terjadi selama
proses konsolidasi dalam tiga arah (multi dimensional case).
Penanggulangan terhadap penurunan yang besar dan waktu penurunan yang lama pada
tanah lempung lunak yang di bebani merupakan masalah yang harus diperhatikan karena tanah
lunak memiliki kerapatan rongga yang rendah. Umumnya lapisan tanah lunak terdiri dari tanah
yang sebagian besar adalah butirbutir sangat kecil serta memiliki kemampatan besar dan
koefisien permeabilitas yang kecil, sehingga jika pembebanan konstruksi melampaui daya
dukung kritis, maka kerusakan tanah akan terjadi. Meskipun intensitas beban tersebut kurang
dari daya dukung kritis, dalam jangka waktu yang lama besarnya penurunan akan terus
meningkat, sehingga akan mengakibatkan permukaan tanah di sekeliling konstruksi naik atau
turun, atau terjadi penurunan muka air tanah atau pengeringan air di tengah konstruksi yang
pada akhirnya mengakibatkan kerusakan di sekitar konstruksi. Berdasarkan hal tersebut perlu
diadakan perbaikan pada kondisi tanah kohesif lunak. Penurunan dapat direduksi dengan
menambahkan kerapatan rongga dari pemampatan partikel tanah. Beberapa cara untuk
menanggulangi masalah tersebut adalah dengan memperbaiki karakteristik tanahnya, antara
lain dengan memasang prefebricated vertical drain supaya terjadi aliran drainase ke arah
vertikal dan dengan menggunakan geotekstil sebagai perkuatan tanah terhadap gaya tarik dan
gaya geser. Dengan adanya pemasangan vertikal drain tersebut maka waktu yang diperlukan
untuk penurunan tanah tersebut menjadi lebih singkat. Serta dengan menggunakan geogrid
dianjurkan untuk memberikan perkuatan pada tanah agar tidak terjadi kelongsoran.
B. PERKEMBANGAN DRAINASE VERTIKAL (VERTICAL DRAIN)
Pada tahun 1925, Daniel E. Moran memperkenalkan pemakaian drainase dari kolom-
kolom pasir untuk stabilitas tanah pada kedalaman yang besar dan selanjutnya keberhasilan
drainase tipe ini dipakai disebelah barat benua Amerika (Amerika Serikat) dan pada tahun
1944 disebelah timur negara tersebut. Tipe drainase selanjutnya dikenal dengan drainase
vertikal. Sejak tahun itu, pemanfaatan drainase vertikal yang dikenal dengan metode vertikal
drain berkembang demikian pesat, umumnya dalam pekerjaan-pekerjaan konstruksi timbunan
untuk jalan raya, tanggul, tanah hasil reklamasi pantai.
Pada tahun 1936, diperkenalkan system drainase vertikal (vertical drain) dengan bahan
sintesis oleh Kjellman di Swedia. Setelah di tes di beberapa tempat pada tahun 1937 dengan
bahan calboard wick mendapat sambutan yang hangat dari para ilmuwan. Sejak saat itu
pengembangan vertikal drain dilanjutkan menggunakan berbagai macam bahan. Ini dilakukan
para ilmuan agar dapat mempercepat waktu penurunan konsolidasi yang lama. Pengembangan
yang terbaru bagi vertikal drain adalah vertikal drain sintesis. Dengan memenuhi persyaratan
untuk kelayakan vertikal drain dan bahkan vertikal drain sintesis dapat mempercepat waktu
penurunan konsolidasi lebih cepat dari bahan-bahan terdahulunya sehingga menjadi pilihan
utama saat mengatasi masalah konsolidasi.
C. RUMUSAN MASALAH
Tanah lempung lunak jenuh adalah tanah dengan rongga kapiler yang sangat Kecil
sehingga proses konsolidasi saat tanah dibebani memerlukan waktu cukup lama, sehingga
untuk mengeluarkan air dari tanah secara cepat adalah dengan mebuat vertical drain pada
radius tertentu sehingga air yang terkandung dalam tanah akan termobilisasi keluar melalui
drainase vertical (vertical drain)yang telah terpasang. Vertical drain ini dapat berupa stone
column atau menggunakan material fabricated yang diproduk oleh geosinindo atau pabrik yang
lainnya. Pekerjaan vertical drain ini biasanya dikombinasikan dengan pekerjaan preload berupa
timbunan tanah, dengan maksud memberikan beban pada tanah sehingga air yang terkandung
dalam tanah bisa termobilisasi dengan lebih cepat.
Gambar 3.1 Aliran air pori pada drainase vertical (vertikal drain)
Metode tradisional dalam membuat vertikal drain adalah dengan membuat lubang bor pada
lapisan lempung dan mengisi kembali dengan pasir yang bergradasi sesuai titik. Diameternya
sekitar 200–600 mm dan saluran drainase tersebut dibuat sedalam lebih dari 5 meter. Pasir
harus dapat dialiri air secara efisien tanpa membawa partikel–partikel tanah yang halus.
Drainase cetakan juga banyak digunakan dan biasanya lebih murah daripada drainase urugan
untuk suatu daerah tertentu. Salah satu jenis drainase cetakan adalah drainase prapaket
(prepackage drain) yang terdiri dari sebuah selubung filter, biasanya dibuat dari
polypropylene, yang diisi pasir dengan diameter 65 mm. Jenis ini sangat fleksibel dan biasanya
tidak terpengaruh oleh adanya gerakan–gerakan tanah lateral. Jenis lain drainase cetakan
adalah drainase pita (band drain), yang terdiri dari inti plastik datar dengan saluran drainase
yang dikelilingi oleh lapisan filter, yang mana lapisan tersebut harus memiliki kekuatan untuk
mencegah jangan sampai terselip ke dalam saluran. Fungsi utama dari lapisan itu adalah untuk
mencegah penyumbatan partikel–partikel tanah halus pada saluran di dalam inti. Ukuran band
drain ini adalah 100 mm kali 5 mm dan diameter ekivalennya biasanya diasumsikan sebagai
keliling dibagi π. Drainase cetakan dipasang dengan cara menyelipkan drainase cetakan ke
dalam lubang bor atau dengan menempatkannya di dalam sebuah paksi (mandrel) atau
selubung (casing) yang kemudian dipancang ke dalam tanah atau digetarkan di tanah.
Karena tujuannya adalah untuk mengurangi panjang lintasan pengaliran, maka jarak antara
drainasi merupakan hal yang terpenting. Drainasi tersebut biasanya diberi jarak dengan pola
bujur sangkar atau segitiga. Jarak antara drainasi tersebut harus lebih kecil daripada tebal
lapisan lempung dan tidak ada gunanya menggunakan drainasi vertical dalam lapisan lempung
yang relatif tipis.
Untuk mendapatkan desain yang baik, koefisien konsoli¬dasi horisontal dan vertikal (Ch
dan Cv) yang akurat sangat penting untuk diketahui. Biasa¬nya rasio Ch /Cv terletak antara 1
dan 2, semakin tinggi rasio ini, pemasangan drainasi se¬makin bermanfaat. Nilai koefisien
untuk lempung di dekat drainasi kemungkinan men¬jadi berkurang akibat proses peremasan
(remoulding) selama pemasangan (terutama bila di-gunakan paksi), pengaruh tersebut
dinamakan pelumasan (smear). Efek pelumasan ini dapat diperhitungkan dengan
mengasumsikan suatu nilai Ch yang sudah direduksi atau dengan menggunakan diameter
drainasi yang diperkecil.
Masalah lainnya adalah diameter drainasi pasir yang besar cenderung menyerupai tiang-
tiang yang lemah, yang mengurangi kenaikan tegangan vertikal dalam lempung sampai tingkat
yang tidak diketahui dan meng¬hasilkan nilai tekanan air pori berlebihan yang lebih rendah
dan begitu pula halnya dengan penurunan konsolidasi. Efek ini minimal bila menggunakan
drainasi cetakan karena fleksibilitasnya.
Pengalaman menunjukkan bahwa drainasi vertikal tidak baik untuk tanah yang memiliki
rasio kompresi sekunder yang tinggi, seperti lempung yang sangat plastis dan gambut, karena
laju konsolidasi sekunder tidak dapat dikontrol oleh vertikal drain.
C. TIPE-TIPE VERTIKAL DRAIN
Pada prinsipnya drainase ini dapat dikatakan menjamin aliran air tanpa hambatan atau
dapat dikatakan kecil ke arah vertikal yaitu ke arah lapisaporus yang berada di atas muka tanah
atau bahkan dua lapisan porus di atas dan di bawah lapisan lunak (berada dalam tanah) dan
juga tidak menimbulkan masalah pada bidang kontak antara tanah dan drain. Terdapat
beberapa tipe dari vertikal drain, yaitu:
1. Prosedur Instalasi
Instalasi PVD
Karena sistem drainase pasir tidak lagi digunakan di Indonesia makabelakangan ini
tak ada lagi pengalaman mengenai penggunaanya dan tak adapanduan mengenai prosedur
pemasangannya yang cocok yang dapatdikemukakan. Bila sistem drainase pasir akan
diterapkan, maka pengawasanlapangan harus dilakukan dengan tingkat teknis yang tinggi
untuk menjaminbahwa prosedur yang semestinya dijalankan. Sistem drainase dengan PVD
harus dipasang dengan mandrel yang ujungnya tertutup (closed-end mandrel) yang
dimasukkan ke dalam tanah baik dengan penetrasi statis maupun pemancangan dengan
vibrator (vibratory driving). Tingkat kerusakan atau gangguan pada tanah yang
ditimbulkannya bergantung pada bentuk dan ukuran dari mandrel dan sepatu yang dapat
dilepaskan(detachable shoe) pada dasar mandrel yang digunakan untuk mengangkut
material ini ke dalam tanah. Gangguan yang timbul apabila digunakan sistemdrainase PVD
akan lebih kecil dibandingkan dengan yang ditimbulkan oleh drainase pasir konvensional
dengan pendesakan. Untuk proyek kecil, dapat digunakan satu rig yang dapat mencapai
kecepatan pemasangan hingga 300 m2 per hari2. Di Pelabuhan Laut Belawan dimana
drainase tersebut dipasang sampai kedalaman antara 20 dan 45m pemasangan, dapat
mencapai hasil rata-rata 2300m drainase PVD per rig per 10 jam per hari (Nicholls, Barry
& Shoji, 1984). Mesin yang dapat memasang drainase ini hingga kedalaman 60 m dengan
kecepatan 1 m/detik sekarang telah tersedia dibeberapa negara (Choa, 1985).
Gambar 3.3 Hubungan dari Ukuran Butir dengan Permeabilitas pada Pasir (GCO,
1982)
Pertimbangan Pelaksanaan
Sebuah lantai kerja biasanya dibutuhkan untuk alat berat untuk memasang PVD. Lantai
kerja ini dapat berpengaruh terhadap efisiensi drainase selanjutnya, sehingga Perekayasa
Geoteknik yang Ditunjuk harus :
1) Menyiapkan desain yang termasuk lantai kerja
2) Dikonsultasikan jika kontraktor mengusulkan perubahan
Spesifikasi yang umum di Indonesia adalah dengan menghampar selimut pasir tersebut
terlebih dahulu sebelum memasang drainase. Akan tetapi biasanya Kontraktor tidak bisa
menerima bila selimut pasirnya digunakan sebagai lantai kerja, karena hal tersebut akan
mudah rusak akibat peralatan dan juga tererosi oleh curahan air hujan. Selimut pasir
tersebut juga dapat terkontaminasi oleh lanau yang mengalir akibat pekerjaan tanah di
sekitarnya yang dapat mengakibatkan kinerja selimut pasir menjadi jelek. Sistem yang
lebih disukai adalah dengan menghampar selimut pasir dan filter lainnya kemudian 50cm
material timbunan dihampar sebagai lantai kerja. Kelemahan dari metode ini adalah:
a. Bila lokasi tersebut terkena banjir maka selimut pasir akan mengalamisegregasi atau
terkontaminasi selama proses penghamparannya
b. Jika digunakan filter geotekstil, maka geotekstil tersebut akan tertusuk sewaktu
pemasangan PVD. Pendekatan alternatif adalah dengan memasang lantai kerja dengan
ketebalan yang cukup yang dapat mendukung beban peralatan. Kemudian satu strip selimut
pasir dihampar dan PVD dapat dipasang melaluinya dan peralatan berdiri di selimut pasir
tersebut. Alat pancang mundur dan lapisan selimut pasir berikutnya dihampar dan
selanjutnya proses pemasangan diulangi. Prosedur ini dapat dilihat pada Gambar 3.5
Gambar 3.5 Prosedur Instalasi PVD
Drainase Vertikal (vertical drain) dapat dipergunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya
di bawah embankment jalan raya, jalan kereta api atau landas pacu pesawat serta di bawah pondasi
tanki minyak yang berdiri di atas tanah lunak , pada konstruksi-konstruksi tersebut. Vertikal drain
terutama digunakan untuk mempercepat proses konsolidasi sehingga pada waktu konstruksi yang
sebenarnya didirikan, tidak akan dialami penurunan atau beda penurunan yang berlebihan yang
dapat menyebabkan gangguan operasi sarana-sarana tersebut atau bahkan merusak strukturnya.
menunjukkan aplikasi di oprit jembatan, bila oprit jembatan masih dapat mengalami penurunan
pada waktu operasi maka akan timbul beda elevasi antara oprit jembatan dengan jembatannya yang
biasanya tidak turun (sangat kecil) karena berdiri di atas pondasi dalam.
Bila dalam pelebaran suatu jalan, elevasi jalan baru harus dibuat sama dengan jalan lama,
sedangkan penggalian tanah disamping jalan lama dapat menimbulkan gangguan stabilitas, maka
vertikal drain merupakan solusi yang tepat. Bila diperlukan suatu embankment yang tinggi dan
dihadapi masalah stabilitas, vertikal drain dapat dipakai untuk mempercepat keluarnya tegangan
air pori dan meningkatkan tegangan efektif tanah sehingga kestabilan tanah pondasi embankment
tersebut menjadi lebih baik . Pada proyek reklamasi vertikal drain digunakan untuk mempercepat
proses penurunan dan meningkatkan stabilitas sehingga proses pengurukan dapat berjalan dengan
balk dan cepat. Vertikal drain juga dapat dikombinasikan dengan metode prakompresi hampa
udara (vacuum drainage) atau pemadatan dinamis (dynamic consolidation) untuk mempercepat
disipasi tegangan air pori yang timbul pada waktu dilakukan proses pemadatan . Dalam proses
prakompresi hampa udara, pemasangan vertikal drain tidak boleh mnencapai lapisan permeabel
yang mengandung sumber air karena ini akan berakibat tersedotnya air dari lapisan permeabel tsb.
Pemancangan tiang pancang dlbawah lereng galian akan menimnbulkan tegangan air pori yang
dapat membahayakan kestabilan lereng galian tsb. disini vertikal drain akan sangat berguna untuk
mempercepat proses keluarnya tegangan air pori sehingga kestabilan lereng tidak banyak
terganggu.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
a. Laju konsolidasi yang rendah pada lempung jenuh dengan permeabilitas rendah, dapat
dinaikkan dengan menggunakan drainasi vertikal (vertical drain) yang memperpendek lintasan
pengaliran dalam lempung,
b. Pengalaman menunjukkan bahwa drainasi vertikal tidak baik untuk tanah yang memiliki rasio
kompresi sekunder yang tinggi, seperti lempung yang sangat plastis dan gambut, karena laju
konsolidasi sekunder tidak dapat dikontrol oleh Drainase Vertikal (vertical drain)
DAFTAR PUSTAKA