Anda di halaman 1dari 52

BAB 3 – METODOLOGI PENDEKATAN

TEKNIS
1. METODOLOGI PENDEKATAN TEKNIS
Perencanaan pekerjaan Penyusunanan Batas – Batas Daerah Lingkungan
Kerja (DLKr) Dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan Tua Pejat
merupakan suatu pekerjaan yang bersifat kompleks dan terintegrasi dengan
berbagai bidang pekerjaan, disiplin ilmu dan tingkat keahlian yang benar-benar
berkualitas (qualified) dikarenakan keterkaitannya dengan pedoman, standar dan
aturan teknis yang diberlakukan secara nasional dan internasional serta amat
terkait dengan keterpaduan intra dan antar moda transportasi dalam cakupan
wilayah yang akan dilayani. Oleh karenanya didalam pekerjaan Penyusunanan
Batas – Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) Dan Daerah Lingkungan
Kepentingan (DLKp) Pelabuhan Tua Pejat diperlukan pendekatan dan metodologi
dengan mempertimbangkan berbagai aspek, meliputi strategi pengembangan
wilayah, teknis, ekonomis, keselamatan operasi pelayaran, lingkungan serta
LAPORAN PENDAHULUAN
pertahanan dan keamanan agar investasi yang
PENYUSUNAN ditanamkan
BATAS-BATAS dapat berdaya
DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)guna
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT
(efisien) dan berhasil guna (efektif).
Untuk pekerjaan Jasa Konsultansi pekerjaan Penyusunanan Batas – Batas
Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) Dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
Pelabuhan Tua Pejat, konsultan mengacu dengan standar dari Kementerian
Perhubungan yaitu Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut
Nomor PP 001/5/2/DJPL-17 tentang Penetapan Petunjuk Teknis Penyusunan
Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan yang
mencakup berbagai tahapan kegiatan.

III-1
Metodologi pendekatan pada dasarnya penjabaran dari persepsi dan
pemahaman konsultan dalam bentuk alur logika interelasi komponen terkait yang
berisi proses
pendekatan
dari awal sampai
akhir pekerjaan
yang dilakukan
oleh konsultan
dalam
menangani
pekerjaan.
Gambar
berikut
menjelaskan
proses alur
pekerjaan /
LAPORAN PENDAHULUAN
tahapan
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
kegiatan
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

yang digunakan
konsultan
dalam
menangani
pekerjaan
Jasa Konsultansi
pekerjaan

Penyusunanan Batas – Batas Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) Dan Daerah

III-2
Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan Tua Pejabat Kabupaten Kepulauan
Mentawai.

LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

Gambar 3.1 Bagan Alir Penyusunan Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan

III-3
2. PEKERJAAN PERSIAPAN
Pekerjaan persiapan harus dilakukan oleh konsultan sebelum memulai
pelaksanaan pekerjaan, langkah-langkah yang akan dilakukan berupa
penyusunan rencana kerja yang mencakup:
a. Persiapan Tim dan mobilisasi peralatan yang akan digunakan dalam
survey.
b. Penyusunan metodologi pelaksanaan pekerjaan;
c. Menyiapkan checklist data, kuesioner, wawancara dan form penelitian yang
diperlukan untuk pengumpulan data di lokasi/lapangan.

3. PENGUMPULAN/INVESTARISASI DATA DAN INFORMASI SERTA


TELAAH AWAL (DESK STUDY)
a. Pekerjaan pengumpulan/investarisasi data harus di lakukan oleh konsultan
sebelum melakukan survey pendahuluan di lokasi pekerjaan, langkah-
langkah yang akan dilakukan berupa penyusunan rencana kerja yang
mencakup:
LAPORAN
 Mengumpulkan data terutama data Rencana PENDAHULUAN
Induk Pelabuhan dari
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, dokumen Rencana
PELABUHAN Tata Ruang
TUA PEJAT

Wilayah Provinsi Sumatera Barat dan dokumen Rencana Tata Ruang


Wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai serta seluruh data
operasional pelabuhan dan status lahan pelabuhan dari penyelenggara
pelabuhan (studi kepustakaan/literatur atau studi - studi yang pernah
dilakukan sebelumnya seperti RIP dll)
 Pengumpulan Data Pelabuhan berupa fasilitas yang ada di darat
maupun di air.
b. Konsultan melakukan telaah awal sebelum peninjauan ke lapangan dan
hasil telaah awal tersebut dilengkapi kembali setelah peninjauan
lapangan. Dalam telaah awal ini harus telah diperoleh gambaran umum
wilayah perencanaan sehingga dalam pelaksanaan peninjauan lapangan
telah terdapat gambaran umum rencana pengembangan pelabuhan dan
tatanan kepelabuhan di wilayah terkait. Hingga akan mempermudah
menyusun list data yang dibutuhkan dalam pelaksanaan peninjauan
lapangan.

III-4
Satu hal yang akan mempermudah serta melancarkan tahapan telaah
awal ini, maka Konsultan akan menggunakan peta-peta dasar wilayah
perencanaan yang bersumber dari RTRW Kabupaten Kepulauan
Mentawai dan juga melakukan telaah kawasan perencanaan
menggunakan foto udara kawasan. Peta – peta dasar dan foro udara
tersebut akan ditelaah dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi
Geospasial (SIG). Dengan melakukan telaah awal diatas foto udara yang
menggunakan aplikasi SIG ini maka akan lebih akurat dan tajam
gambaran mengenai kondisi wilayah studi.

4. SURVEY PENDAHULUAN
Survey pendahuluan atau lebih dikenal dengan Reconaissance Survey dilakukan
untuk lebih memperkuat hipotesis terhadap suatu indikasi permasalahan. Pada
survey pendahuluan ini akan dilakukan observasi atau penelitian lebih mendalam
terhadap wilayah perencanaan, khususnya rencana lokasi Pelabuhan Tua Pejat.
Survey pendahuluan yang biasa dilakukan antara lain :
a. Mengumpulkan data sekunder d a n d a LAPORAN PENDAHULUAN
t a p r i m e r terutama data di lokasi
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
perencanaan, data operasional pelabuhan dan status lahan pelabuhan dari
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

penyelenggara pelabuhan. Data sekunder merupakan data yang dapat


diperoleh pada instansi-instansi yang terkait dengan kegiatan perencanaan,
sementara data peimer merupakan data yang diperoleh dengan cara
melakukan observasi langsung di kawasan perencanaan.
b. Koordinasi dan pengumpulan data dan informasi dari Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Propinsi setempat, terutama terkait dengan rencana
peruntukan lahan pelabuhan menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
maupun Kabupaten/Kota. Selain itu, koordinasi ini diperlukan juga untuk
inventarisasi rencana pemerintah daerah terkait penggunaan lahan daratan
dan perairan di sekitar pelabuhan;
c. Wawancara/diskusi lebih terinci dan mendalam dengan berbagai pihak
terkait guna memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya mengenai
wilayah perencanaan;
d. Pengamatan aspek operasional pelabuhan di darat maupun di air;
e. Pengamatan kondisi eksisting pelabuhan dengan menggunakan media foto,
video, dan dokumentasi foto dan video menggunakan drone.

III-5
5. SURVEY LAPANGAN
Setelah pelaksanaan survei pendahuluan dan telah di analisa awal,
selanjutnya penyedia jasa harus melaksanakan survei lapangan. Survei
lapangan yang dilaksanakan akan mencakup 3 (tiga) aspek yaitu :
a. Penentuan Titik Koordinat Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan dengan
menggunakan peralatan survey yang akurat yaitu GPS Real Time
Kinematik (RTK).
b. Penentuan Tanda Alam Batas-Batas DLKr dan DLKp Pelabuhan, dan
c. Inventarisasi Data Status Lahan Pelabuhan. Hal ini perlu dilakukan jika pada
survey pendahuluan belum didapatkan kejelasan mengenai status lahan.
Dalam melakukan survey lapangan, konsultan melakukan pendekatan-
pendekatan seperti yang terlihat pada alur berikut ini :

LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

Gambar 3.2 Alur Metodologi Survey Lapangan

1. PENENTUAN TITIK KOORDINAT BATAS-BATAS DLKR DAN


DLKP PELABUHAN
Untuk memperoleh titik koordinat batas-batas DLKr dan DLKp Pelabuhan Tua
Pejat pada prinsipnya mengacu kepada dokumen Rencana Induk Pelabuhan
yang sudah disusun sebelumnya. Pada saat survey lapangan terlebih dahulu
dilakukan dengan pekerjaan pengukuran dengan GPS Geodetic. Metode

III-6
pengukuran yang digunakan adalah Differential Global Positioning System
(DGPS) dan pengolahannya dilakukan secara Post-Procesing. Bench Mark (BM)
yang digunakan sebagai titik acuan dilapangan adalah BM eksisting yang
diikatkan ke titik BAKO (BIG). Orientasi Lapangan dilaksanakan secara cermat
dan terprogram sehingga pelaksanaan pekerjaan selanjutnya dapat berjalan
dengan baik dan lancar. Peralatan yang digunakan untuk orientasi lapangan
adalah GPS (Global Positioning System) navigasi yang dilengkapi dengan
bacaan pendekatan koordinat . Kegiatan ini meliputi :
a. Menginventarisasi titik-titik referensi milik Badan Informasi Geospasial (BIG)
atau titik referensi lain yang ada/paling dekat dengan lokasi pekerjaan. Titik-
titik ini yang nantinya akan digunakan sebagai referensi koordinat untuk
pekerjaan ini. Adapun kegiatan survey ini dilakukan untuk memastikan
batas-batas wilayah yang tersebut diatas sudah sesuai kordinatnya sesuai
dengan Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika milik Badan Informasi
dan Geospasial ( BIG ).
b. Inventarisasi lokasi rencana pemasangan BM dan patok batas.
Prioritas utama dari orientasi lapanganLAPORAN PENDAHULUAN
ini adalah pemasangan patok atau
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
tanda lainnya sebagai petunjuk rencanaDANpemasangan BM/tugu
DAERAH LINGKUNGAN baru.
KEPENTINGAN (DLKp)Hasil
PELABUHAN TUA PEJAT

orientasi lapangan diplot di peta sebagai peta kerja yang memuat antara
lain:
 BM baru atau menggunakan yang sudah ada di lokasi sebagai Base
(acuan).
 Patok-patok batas wilayah DLKr dan DLKp Pelabuhan untuk titik – titik
batas yang terletak di tanah kosong.

Dikarenakan BM BIG dengan kode TTG OSNB yang terletak di halaman


Pelabuhan Baru ini di rekomendasikan untuk menjadi referensi pengukuran
DLKr & DLKp Pelabuhan Tua Pejat, maka perlu pengikatan koordinat
menggunakan metode statik dengan bantuan data CORS milik BIG,
sehingga BM dengan kode TTG OSNB bisa menjadi titik Base (acuan)
dalam melaksanakan Pengukuran RTK.
Sedangkan untuk patok-patok batas dipasang di semua titik-titik batas área
pelabuhan, yang tidak memiliki batas permanen.
 Pengukuran GPS Geodetik

III-7
Pada dasarnya penentuan posisi dengan GPS adalah pengukuran
menggunakan prinsip perpotongan ke belakang (resection) dalam
ruang tiga dimensi, yang dilakukan dengan cara pengamatan
terhadap satelit-satelit GPS yang diketahui koordinatnya. Dengan
mengetahui jarak dan titik perpotongan dari minimal empat buah
satelit, maka koordinat posisi yang diinginkan dapat diketahui.
Koordinat posisi yang diperoleh merupakan koordinat relatif
terhadap titik referensi atau titik ikatnya. Metode pengikatan titik
referensi dilakukan dengan menggunakan metode statik differential
yaitu titik yang akan diukur (Bench Mark) dan titik ikatnya
(BAKO/BIG) diukur secara bersamaan, sehingga diperoleh data dari
satelit yang sama yang digunakan dalam pengolahan data.
Sedangkan metode pengukuran titik-titik batas DLKr daratan
menggunakan metode Real Time Kinematic (RTK), seperti pada
gambar di bawah ini:

LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

Gambar 3 .3 Metode Statik Differential dan Real Time Kinematic (RTK)

a. Pengukuran GPS Geodetik dilakukan dengan metode Sistem RTK


(Real Time Kinematic)
Sistem RTK (Real Time Kinematic) adalah suatu sistem penentuan posisi
real time secara  differensial  menggunakan  data  fase. Dalam hubungan –

III-8
nya untuk memberikan data real time, stasiun referensi harus
mengirimkan data fase dan pseudorange kepada pengguna secara
realtime menggunakan sistem komunikasi data Stasiun referensi dan
pengguna harus dilengkapi dengan suatu sistem pemancar dan penerima
data yang dapat berfungsi dengan baik sehingga komunikasi data dapat
berjalan dengan baik.
Pengikatan terhadap titik referensi ini bertujuan agar diperoleh hasil
posisi/koordinat relatif titik BM terhadap titik ikatnya dalam koordinat
Geodetik (lintang dan bujur) dan koordinat pada bidang proyeksi UTM (X
dan Y) dengan sistem referensi yang sama. Selain itu dilakukan juga
koreksi terhadap sistem tinggi yang akan digunakan yaitu tinggi
orthometrik atau tinggi diatas geoid (MSL). Untuk memperoleh tinggi
orthometrik, dilakukan dengan cara menghitung koreksi nilai undulasi
(tinggi geoid) di titik koordinat tersebut, yang dihitung dari tinggi elipsoid
hasil pengukuran GPS, dengan hubungan sistem tinggi seperti pada
gambar Metode Survei GPS RTK
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

Gambar 3.4 Penentuan Tinggi Orthometrik (Abidin 2007)

b. Pengukuran GPS Geodetik dilakukan dengan sistem radial


Dimana BM eksisting sebagai Base untuk pengamatan titik-titik DLKr.
Berikut spesifikasi teknis pengukuran GPS Geodetik :
 Alat GPS Geodetik Trimble 5700 Dual Frequency sebanyak 2 buah.
 Pengukuran dilakukan secara statik differential.
 Metode pengukuran dilakukan secara radial.
 Perekaman data setiap 15 detik dan Elevation Mask 15°.
 Pengolahan data secara post-processing.

III-9
 Hasil pengolahan baseline harus Fixed.
 Bereferensi pada datum World Geodetic System 1984 (WGS 84)
Sedangkan untuk penentuan titik-titik DLKr perairan dan DLKp perairan
dilakukan tracking dengan menggunakan speed boat dengan jalur
tracking yang ditentukan.

Gambar 3.5 Contoh Jalur Tracking Penentuan Titik-Titik DLKr Perairan dan DLKp Perairan

Khusus untuk DLKR daratan, penentuan titik-titik batas harus


disesuaikan dengan batas hak guna LAPORAN
pakai lahan PENDAHULUAN
yang tercantum dalam
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
sertifikat tanah yang diterbitkan Badan Pertanahan
DAN DAERAH LINGKUNGANNasional
KEPENTINGANsetempat
(DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

dan peta kawasan hutan yang diterbitkan kementerian kehutanan yang


biasanya dikoordinasikan melalui Dinas Kehutanan daerah setempat.
Sedangkan untuk DLKR perairan dan DLKP penentuan titik-titik batasnya
dapat dilakukan sesuai dengan yang tercantum dalam RIP.
1) Proses Pengolahan Data
Pengolahan data GPS dilakukan dengan menggunakan software
Trimble Total Control (TTC). Prinsip pengolahan data pada umumnya
menggunakan metode hitung perataan kuadrat terkecil ( least square).
Adapun tahapan pengolahan data yang dilakukan sebagai berikut :
- Pemrosesan awal
- Perhitungan baseline
- Perhitungan jaringan (Adjustment) jika ada
- Transformasi koordinat
- Kontrol kualitas (pada tiap tahapan)
Diagram alir tahapan pengolahan data GPS dapat dilihat seperti
gambar berikut.

III-10
Gambar 3.6 Diagram Alir Pengolahan Data GPS (Abidin, Et.Al, 2002)

Pemrosesan awal data GPS mencakup beberapa pekerjaan sebagai


berikut :
1) Pentransferan data dan input tinggi alat
2) Pemeriksaan dan pengeditan data satelit yang kurang baik (jika ada)
LAPORAN PENDAHULUAN
3) Penentuan posisi secara absolute
PENYUSUNAN (SingleDAERAH
BATAS-BATAS PointLINGKUNGAN
Positioning) dengan
KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT
menggunakan data Pseudorange, pada masing-masing titik
4) Pelaporan data
Adapun diagram alir pengolahan baseline dapat dilihat seperti pada
gambar
berikut.

III-11
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

Gambar 3.7 Diagram Alir Pengolahan Baseline (Abidin, Et.Al, 2002)

Setelah dihasilkan koordinat hasil perhitungan baseline maka dilakukan


transformasi koordinat ke sistem koordinat yang akan digunakan yaitu
UTM. Selain itu dilakukan koreksi Undulasi (tinggi geoid) dengan
menggunakan model Geoid Global yaitu EGM 1996 untuk memperoleh
tinggi Orthometriknya.
Untuk pengecekan kualitas dari vector baseline definitif yang diperoleh
dari proses pengolahan baseline GPS, ada beberapa indikator kualitas
yang dapat dipantau, antara lain :
 Sukses tidaknya penentuan ambiguitas fase

III-12
 Nilai standar deviasi dari koordinat maupun vektor baseline
 Nilai rms (root mean square), minimum, maksimum, serta standar
deviasi dari residual pengamatan
 Nilai factor variansi aposteori
 Jumlah data yang di tolak (reject)
 Jumlah cycle slips yang terjadi selama pengamatan
Jika ambiguitas fase dapat ditentukan secara baik, dan nilai standar
deviasi dari komponen koordinat yang diperoleh memenuhi standar, maka
dapat dikatakan bahwa pengolahan baseline GPS tersebut telah
dilaksanakan dengan baik, dan hasilnya secara umum dapat diterima.

2. PENENTUAN TANDA ALAM BATAS-BATAS DLKR DAN DLKP


PELABUHAN
Pada saat survey lapangan, penyedia jasa juga harus menentukan tanda-
tanda alam batas-batas DLKR dan DLKP pelabuhan. tanda batas di darat bisa
berupa pagar, dan tanda batas di laut bisa berupa rambu-rambu navigasi atau
LAPORAN PENDAHULUAN
sarana bantu navigasi pelayaran (pelampung
PENYUSUNAN suar, LINGKUNGAN
BATAS-BATAS DAERAH rambu KERJA
suar,
(DLKr) dan
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT
sebagainya). Tanda batas alam tersebut nantinya direkomendasikan oleh
penyedia jasa kepada penyelenggara pelabuhan untuk dibuat permanen setelah
batas-batas DLKR dan DLKP pelabuhan ini ditetapkan secara hukum baik
melalui surat keputusan bupati, gubernur, maupun menteri perhubungan.
1) Batas Alam DLKr Daratan
Titik batas DLKr daratan Pelabuhan terdiri dari titik-titik yang merupakan
titik ujung- ujung bagian daratan Pelabuhan. Batas alamnya pun berupa
Pagar yang mengelilingi area daratan Pelabuhan.

III-13
Gambar 3.8 Contoh Tanda Alam Batas DLKr Daratan

2) Batas Alam DLKr dan DLKp Perairan


Titik batas DLKr periaran Pelabuhan berdasarkan Rencana Induk
Pelabuhan dan disesuaikan dengan hasil survey di lapangan. Gambar di
bawah ini menggambarkan batas alam masing-masing titik batas DLKr
perairan Pelabuhan.

Gambar 3.9
Contoh
Tanda
Alam Batas
DLKr
Perairan

3. I
NVENTARISASI DATA STATUS LAHAN DLKR DAN DLKP
PELABUHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Dalam melakukan inventarisasi status lahan
PENYUSUNAN dalam DLKr
BATAS-BATAS dan DLKp
DAERAH LINGKUNGAN pelabuhan
KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
penyedia harus mengumpulkan data status lahan di Badan Pertanahan
PELABUHAN TUA Nasional
PEJAT

(BPN) setempat, serta instansi perangkat desa di areal sekitar pelabuhan. Hasil
data inventarisasi status tanah akan dimuat dalam bentuk tabel status lahan,
luasan area lahan serta fungsi lahan. Selain itu juga divisualisasikan ke dalam
peta status lahan dan peta pemanfaatan lahan. Penyedia jasa wajib
melampirkan fotocopy sertifikat lahan yang sudah menjadi hak milik atau hak
guna pakai penyelenggara pelabuhan.
1) Perhitungan dan Analisa Data
Penyedia jasa diharuskan melakukan perhitungan ulang terhadap
kebutuhan fasilitas daratan dan perairan untuk kemudian dibandingkan
hasilnya dengan hasil perhitungan dan analisis dalam rencana induk
pelabuhan.
2) Fasilitas Perairan (DLKr Perairan)
Batas-batas daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan Pelabuhan
Tua Pejat yang diusulkan dalam perairan Pelabuhan Tua Pejat adalah
meliputi DLKr dan DLKp Perairan. Perkiraan kebutuhan lahan daratan

III-14
untuk kegiatan operasional dan fasilitas pelabuhan minimal 2 Ha
(disesuaikan dengan perkiraan permintaan jasa kepelabuhanan untuk
jangka waktu tertentu serta RTRW Kabupaten/ Kota yang bersangkutan.
Penetapan DLKr perairan berpedoman pada:
 Tempat labuh
 Tempat alih muat antar kapal
 Tempat sandar kapal
 Kolam putar
 Perairan alur penghubung intra pelabuhan (fair way)
 Pemanduan dan penundaan di dalam DLKr
DLKp suatu pelabuhan hanya ada di wilayah perairan saja. DLKp
digunakan untuk:
 Alur pelayaran dari dan ke pelabuhan
 Keperluan keadaan darurat
 Penempatan kapal mati
 Percobaan berlayar
LAPORAN PENDAHULUAN
 Kegiatan pemanduan kapal
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT
 Fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal
 Pengembangan pelabuhan jangka panjang

Sesuai dengan fungsinya, penetapan DLKp mengacu pada kebutuhan:


 Alur pelayaran
 Kegiatan pindah labuh kapal
 Pengembangan pelabuhan jangka panjang
 Keperluan keadaan darurat
 Penempatan kapal mati
 Percobaan berlayar
 Kegiatan pemanduan
 Fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal

Untuk memenuhi luas kebutuhan fasilitas perairan, perlu dilakukan analisis


terhadap perhitungan luas setiap fasilitas, yaitu dengan menggunakan
formulasi perhitungan sebagai berikut:

III-15
a) Perairan tempat/area labuh kapal
Analisis untuk perkiraan kebutuhan area labuh kapal harus
memperhitungkan kriteria sebagai berikut, antara lain:
 Jumlah kapal maksimum yang berlabuh per hari;
 Dimensi/ukuran kapal maksimum yang berlabuh;
 Kedalaman perairan tempat/area labuh minimal sama dengan tinggi
fulload draft kapal yang direncanakan dapat berlabuh di pelabuhan
ditambah 1 meter untuk faktor keselamatan (referensi LWS);
 Areal perairan yang dibutuhkan untuk tempat labuh persatu kapal
diasumsikan berbentuk lingkaran;
 Rumus pendekatan dalam perhitungan luasan area labuh:

A= π*R2

R = L + 6 (D) + 30 Meter

Dimana: LAPORAN PENDAHULUAN


PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
A = Luas Perairan tempat/area labuh PELABUHAN TUA PEJAT

R = Jari-jari tempat/area labuh


L = Panjang kapal maksimum yang berlabuh
D = Kedalaman perairan tempat labuh (referensi LWS)

b) Perairan untuk tempat/area alih muat antar kapal


Analisis untuk perkiraan kebutuhan area alih muat antar kapal harus
memperhitungkan kriteria sebagai berikut, antara lain:
 Jumlah kapal maksimum yang melakukan alih muat antar kapal per
hari;
 Perkiraan ukuran kapal rencana maksimum yang melakukan alih
muat;
 Kedalaman perairan tempat alih muat minimal sama dengan tinggi full
load draft kapal rencana ditambah 1 meter untuk faktor keselamatan
(referensi LWS);
 Areal perairan yang dibutuhkan untuk tempat alih muat antar kapal

III-16
diasumsikan berbentuk lingkaran;
 Rumus pendekatan dalam perhitungan luasan tempat/area alih muat
antar kapal:

A = π*R2

R = L + 6 (D) + 30
Meter
Dimana :
A = Luas Perairan tempat/area alih muat antar kapal
R = Jari-jari tempat/area alih muat antar kapal
L = Panjang kapal maksimum yang melakukan alih muat antar
kapal
D = Kedalaman perairan tempat/area alih muat antar kapal
(referensi LWS)

c) Perairan/kolam untuk tempat sandar kapal

LAPORAN
Analisis untuk perkiraan kebutuhan PENDAHULUAN
area alih muat antar kapal
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
harus memperhitungkan kriteria sebagai berikut,
DAN DAERAH antaraKEPENTINGAN
LINGKUNGAN lain: (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT
Panjang dermaga;
 Ukuran kapal rencana yang berkunjung;
 Jumlah kapal maksimum yang sandar di dermaga per hari;
 Jarak antar kapal untuk olah gerak kapal;
 Rumus pendekatan dalam perhitungan luasan kolam untuk
tempat sandar kapal

A = (1,5 s/d 1,8) L x (1,2 s/d 1,5) L

Dimana :
A = Luas perairan untuk tempat sandar kapal
L = Panjang kapal (LOA)

III-17
d) Perairan untuk kolam putar (turning basin)
Analisis untuk perkiraan kebutuhan area kolam putar (Turning Basin)
harus memperhitungkan kriteria sebagai berikut, antara lain:
 Panjang kapal rencana (LOA);
 Kedalaman kolam putar minimal sama dengan tinggi full load draft
kapal rencana ditambah 1 meter untuk faktor keselamatan;
 Referensi LWS;
 Jumlah kolam putar;
 Kolam putar diasumsikan berbentuk lingkaran;

A = π*R2

D > 2 L
Dimana : meter
R = D/2 meter
A = Luas areal kolam putar
D = Diameter kolam putar
R = Jari-jari kolam putar LAPORAN PENDAHULUAN
L = Panjang kapal rencana maksimum
PENYUSUNAN (LOA)
BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

e) Perairan untuk pemanduan dan penundaan di dalam DLKr


Analisis untuk perkiraan kebutuhan area pemanduan dan penundaan di
dalam DLKr harus memperhitungkan kriteria sebagai berikut, antara lain:
 Panjang kapal rencana (LOA);
 Kedalaman perairan minimal sama dengan tinggi full load draft kapal
rencana ditambah 1 meter untuk faktor keselamatan;
 Referensi LWS;
 Jumlah kunjungan kapal;
 Kondisi perairan
Rumus pendekatan:

A = (L x P)

Dimana :
A = Luas perairan
L = Lebar alur

III-18
P = Panjang alur.

3) Fasilitas Perairan (DLKp Perairan)


DLKp pelabuhan adalah wilayah perairan disekeliling DLKr perairan
pelabuhan yang digunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. Pada
wilayah DLKp akan di analisis mengenai kebutuhan alur pelayaran dari
dan ke pelabuhan. Prinsip perencanaan alur pelayaran adalah aman dan
lancar dalam operasional serta olah gerak kapal baik terhadap kondisi
kapal maupun kondisi alam yang timbul antara lain gelombang, angin,
pasang surut, pengendapan dan fenomena kondisi alam. Berikut ini
adalah ketentuan dalam perencanaan alur pelayaran :
a) Alur Pelayaran
1. Tata Letak Alur Pelayaran
 Tata letak alur pelayaran masuk dan keluar pelabuhan banyak
ditentukan oleh kondisi hidrografi dan kondisi alam perairan
dengan aspek-aspek yang harus diperhitungkan adalah
sebagai berikut:
LAPORAN PENDAHULUAN
 Alur pelayaran sedapat mungkin menghindari adanya tikungan-
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT
tikungan;
 Bila tikungan tidak dapat dihindari dan terdapat beberapa
tikungan, maka jarak antara tikungan minimal 10 L (L = Panjang
Kapal);
 Sudut sumbu pertemuan tikungan tidak boleh lebih dari 30 0,
atau bila lebih dari 30 0 maka garis tengah tikungan harus
membentuk busur dengan jari-jari lengkung minimal 10 L atau
untuk kondisi tertentu dapat ≥ 5 L dengan penambahan lebar
jalur;
 Tambat labuh darurat akan disediakan di sepanjang alur.

2. Lebar alur pelayaran


Lebar alur pelayaran harus dipertimbangkan terhadap faktor-faktor
standar alur pelayaran yang tergantung pada panjang alur
pelayaran dan kondisi navigasi yang dapat dlihat pada tabel
berikut:

III-19
Tabel 4.1 Kriteria Lebar Alur (i)
Panjang Alur Kondisi Navigasi Lebar Alur
2 – jalur relatif Kapal dengan 7 B + 30 Meter
panjang, alur lurus frekuensi tinggi
Kapal dengan 4 B + 30 Meter
frekuensi rendah
2 – Jalur, alur Kapal dengan 9 B + 30 Meter
membelok/ menikung frekuensi tinggi
Kapal dengan 6 B + 30 Meter
frekuensi rendah
zKet :
Dimana B = Lebar kapal rencana maksimum
Sumber : Juknis Penyusunan RIP, 2014

Tabel 4.2 Kriteria Lebar Alur (ii)


Panjang Alur Kondisi Navigasi Lebar
LAPORAN Alur
PENDAHULUAN
Alur yang relatif Kapal dengan DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
2 PELABUHAN
L
panjang frekuensi tinggi TUA PEJAT

Kapal dengan
1,5 L
frekuensi rendah
Alur yang relatif Kapal dengan
1,5 L
pendek frekuensi tinggi
Kapal dengan
L
frekuensi rendah
Ket :
Dimana L = Panjang kapal
Sumber : Juknis Penyusunan RIP, 2014

3. Kedalaman alur pelayaran


Kedalaman alur pelayaran diisyaratkan tidak boleh kurang dari full
load draft dan perlu mempertimbangkan terhadap goncangan
kapal akibat kondisi alur seperti angin, gelombang, pasang surut
dan olah gerak kapal. Penentuan dalam alur sebagai berikut:
- Alur di dalam pelabuhan

D = 1,10 D

III-20
Dimana :
d = kedalaman alur
D = full load draft kapal

- Alur di luar pelabuhan

d = D + D’ - 0,1 H

Dimana :
d = kedalaman alur
D = full load draft kapal
D’ = clearence for ship squat and trim
H = tinggi gelombang diluar pelabuhan

4. Areal pindah labuh kapal


Faktor yang perlu diperhatikan: kunjungan kapal, ukuran kapal
rencana yang berkunjung, draft kapal rencana yang berkunjung dan
LAPORAN PENDAHULUAN
draft yang dibutuhkan untuk labuh. Rumus pendekatan dalam
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
perhitungan luasan tempat/areal pindah labuh kapal:
PELABUHAN TUA PEJAT

A =A π*R2

R = L + 6 (D) + 30
Meter
Dimana,
A = Luas perairan tempat/areal pindah labuh kapal
R = Jari-jari tempat/area alih muat antar kapal
L = Panjang kapal maksimum yang melakukan alih muat antar
kapal
D = Kedalaman perairan tempat/area alih muat antar kapal
(referensi LWS).

5. Areal Keperluan keadaan darurat


Faktor yang perlu diperhatikan yaitu: kecelakaan kapal, kebakaran
kapal, kapal kandas dan lain-lain. Luas yang dibutuhkan sekitar
setengah dari luas areal pindah labuh kapal.

III-21
6. Pengembangan pelabuhan jangka Panjang
Disesuaikan dengan layout plan/masterplan pelabuhan.
7. Penempatan kapal mati
Faktor yang perlu diperhatikan: jumlah kapal dan ukuran kapal.
Luas yang dibutuhkan sekitar setengah dari luas areal pindah labuh
kapal.
8. Percobaan berlayar
Faktor yang perlu diperhatikan adalah ukuran kapal rencana. Luas
yang dibutuhkan sekitar setengah dari luas areal pindah labuh
kapal.
9. Perairan wajib pandu
Faktor yang perlu diperhatikan: kondisi alur, ukuran kapal rencana
dan kunjungan kapal. Luas yang dibutuhkan disesuaikan dengan
kondisi fisik alur dan ukuran kapal yang menggunakan alur
pelayaran.
LAPORAN PENDAHULUAN
10. Fasilitas pembangunan dan pemeliharaan
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
Faktor yang perlu diperhatikan: ukuran
DAN DAERAH kapalPELABUHAN
LINGKUNGAN maksimum
KEPENTINGAN (DLKp)yang
TUA PEJAT

dibangun/diperbaiki. Luas yang dibutuhkan sekitar setengah dari


luas areal pindah labuh kapal.

b) Fasilitas Darat Pelabuhan


Sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan, yang mengacu dalam
Peraturan Pemerintah (PP) No.61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan. Pengembangan fasilitas dan pembangunan
fasilitasakan direncanakan secara komprehensif. Pembangunan dan
pengembangan fasilitas pelabuhan direncanakan mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah.
Untuk itu kebutuhan fasilitas pelabuhan baik terkait dengan kebutuhan
fasilitas diperairan dan kebutuhan fasilitas di daratan harus dilakukan
secara bertahap untuk mendukung pelayanan pelabuhan secara
penuh. Pembangunan fasilitas daratan dan perairan maupun
pengembangannya akan terus dilaksanakan sesuai dengan tahapan
pengembangan yang dirumuskan dengan asumsi bahwa

III-22
permasalahan terkait lahan maupun permasalahan lain yang ada telah
diselesaikan antara berbagai stakeholder yang terkait.

c) Fasilitas Pokok
1. Terminal Penumpang
Kebutuhan luas terminal penumpang perlu memperhatikan
kenyamanan pengguna terminal. Kebutuhan luas area terminal
penumpang yang nyaman mengasumsikan kebutuhan sebesar
1,2 m2 untuk satu orang penumpangnya. Dengan mengasumsikan
rata-rata penumpang naik dan turun satu kapal adalah sebanyak
100 penumpang.
2. Gudang dan Lapangan Penumpukan
Gudang dan lapangan penumpukan menurut perencanaan
dokumen Rencana Induk Pelabuhan di bagi dua yaitu gudang dan
lapangan penumpukan.

T x TrT x Sf
A= LAPORAN PENDAHULUAN
2365 Sth(1−BS)
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

T : Throughput per
tahun (muatan yang lewat tiap tahun, ton)

TrT : Transit time/dwelling time (waktu transit, hari)


Sf : Strorage factor (rata-rata volume untuk setiap satuan berat komoditi,
m3/ton; misalkan tip 1 m3 muatan mempunyai berat 1,5 ton; berarti
Sf = 1/1,5=0,6667)

Sth : Stacking height (tinggi tumpukan muatan, m)


BS : Broken Sewage of Cargo (volume ruang yang hilang diantara
tumpukan muatan dan ruangan yang diperlukan untuk lalu lintas alat
pengangkut seperti fortklift atau peralatan lain untuk menyortir,
menumpuk dan memindahkan muatan, %)
365 : Jumlah hari dalam satu tahun
3. Lapangan Parkir
Lapangan parkir perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan
aktifitas pelabuhan agar tidak mengganggu arus lalu lintas lainnya,
karena banyaknya kendaraan yang parkir yang belum teratur. Hal-

III-23
hal perlu diperhatikan dalam menentukan kebutuhan lahanparkir
adalah sebagai berikut:
- Jumlah total kendaraan yang parkir dalam satuan waktu
tertentu, dimana akumulasi maksimum merupakan demand
tertinggi;
- Durasi atau lamanya kendaraan parkir;
- Tujuan akhir pergerakan, maksud pergerakan dan waktu
beralan kaki.
- Ukuran ruang parkir ditentukan oleh jenis kendaraan yang
akan parkir

𝐴 = 𝑛 x 𝑎 x 𝑓𝑝 x 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜

𝐴 = Luas lapangan parkir (m2)


𝑛 = Kebutuhan kendaraan/ kapal = rata-rata penumpang
per kapal dibagi dengan rata-rata penumpang per kendaraan (unit)
𝑎 = Area yang dibutuhkan oleh tiap mobil (m2/ kendaraan)
LAPORAN PENDAHULUAN
𝑓𝑝 = Faktor puncak
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = Rasio penggunaan lahan PELABUHAN TUA PEJAT

d) Fasilitas Penunjang
- Kawasan Perkantoran sebagai pelayanan kepelabuhan
Ruang kantor diperlukan bagi pengelola pelabuhan.
- Pemadam Kebakaran
Fasilitas pemadam kebakaran sebagai antisipasi terhadap
kejadian yang tidak diharapkan dan sebagai upaya penanganan
dini.
- Akses Jalan Masuk
Sumber utama dari fasilitas Pelabuhan adalah adanya akses
Jalan Masuk yang maksimum untuk melakukan kegiatan bongkar
muat.
- Rumah Dinas
Rumah dinas dirasa perlu, mengingat adanya kegiatan
kepelabuhan yang mungkin memerlukan tempat untuk istirahat,

III-24
- Poliklinik
Sebagai sarana kesehatan pada suatu pelabuhan diperlukan
bangunan poliklinik sebagai pemeriksaan awal terhadap orang
yang mengalami sakit atau membutuhkan pertolongan terhadap
kesehatan.
- Kantor Agen
Kantor agen berfungsi sebagai mitra pelabuhan
- Rumah pompa
Rumah pompa sebagai pendukung terhadap operasional
pelabuhan.
- Bak Air
Bak Air sebagai pendukung terhadap operasional pelabuhan,
- Rumah Genset
Rumah Genset sebagai pendukung terhadap operasional
pelabuhan.
- Kantin
- Toilet Umum LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
- Pos Jaga DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

- Tempat Pembuangan Sampah


Tempat pembuangan sampah sangat diperlukan dalam suatu
sarana publik.

4. ANALISIS KEBUTUHAN SBNP PELABUHAN


A. Kebutuhan SBNP Secara Umum
Untuk menganalisis kebutuhan SBNP, dilakukan rujukan pada Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; yang antara lain dipaparkan tentang
SBNP. Pengertian dari Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan atau
sistem yang berada di luar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk
meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas
kapal. Sedangkan navigasi adalah proses mengarahkan gerak kapal dari satu
titik ke titik yang lain dengan aman dan lancar serta untuk menghindari bahaya
dan/atau rintangan pelayaran.

III-25
Dalam Pasal 20 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 ini, dijelaskan cakupan
sarana bantu navigasi pelayaran yang meliputi:
1. Jenis dan fungsi;
2. persyaratan dan standar;
3. penyelenggaraan;
4. zona keamanan dan keselamatan;
5. kerusakan dan hambatan;
6. biaya pemanfaatan; dan
7. fasilitas alur-pelayaran sungai dan danau.
Jenis dan Fungsi sarana bantu navigasi pelayaran menurut pasal 21 adalah
sebagai berikut:
1. Jenis Sarana Bantu Navigasi - Pelayaran terdiri atas:
- Visual;
- Elektronik; dan
- Audible.
2. Fungsi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran terdiri atas:
- LAPORAN PENDAHULUAN
Menentukan posisi dan/atau haluan kapal;
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
- Memberitahukan adanya bahaya/rintangan pelayaran;
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

- Menunjukan batas-batas alur-pelayaran yang aman;


- Menandai garis pemisah lalu lintas kapal;
- Menunjukan kawasan dan/atau kegiatan khusus di perairan; dan
- Batas wilayah suatu Negara
Dalam Pasal 22 dijelaskan pengertian visual sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 meliputi:
1. menara suar;
2. rambu suar;
3. pelampung suar; dan
4. tanda siang.

Pasal 23 dijelaskan pengertian Elektronik sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 21 meliputi:
1. Global Positioning System (GPS);
2. Differential Global Position System (DGPS);
3. Radar beacon;

III-26
4. Radio beacon;
5. Radar surveylance; dan
6. Medium wave radio beacon.

Terkait dengan aspek penyelenggaraan SBNP ini, rujukan dari Peraturan


Pemerintah Nomor 81 Tahun 2000 tentang Kenavigasian; telah diatur ketentuan-
ketentuan mengenai penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran.
Berdasarkan pertimbangan hal tersebut, perlu mengatur penyelenggaraan
sarana bantu navigasi pelayaran dengan Peraturan Menteri, yaitu Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Sarana
Bantu Navigasi Pelayaran. Dalam Ketentuan Umum berbagai pengertian terkait
kenavigasian adalah sebagai berikut:
1. Sarana bantu navigasi pelayaran adalah sarana yang dibangun atau
terbentuk secara alami yangberada di luar kapal yang berfungsi membantu
navigator dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal serta
memberitahukan bahaya dan/atau rintangan pelayaran untuk kepentingan
keselamatan berlayar.
LAPORAN PENDAHULUAN
2. Menara suar adalah sarana bantu navigasi
PENYUSUNAN pelayaran
BATAS-BATAS tetap
DAERAH yangKERJA
LINGKUNGAN bersuar
(DLKr) dan
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT
mempunyai jarak tampak sama atau lebih 20 (dua puluh) mil laut yang dapat
membantu untuk menunjukan para navigator dalam menentukan posisi
dan/atau haluan kapal, menunjukan arah daratan dan adanya pelabuhan
serta dapat dipergunakan sebagai tanda batas wilayah negara.
3. Rambu suar adalah sarana bantu navigasi pelayaran tetap yang bersuar dan
mempunyai jarak tampak sama atau lebih dari 10 (sepuluh) mil laut yang
dapat membantu untuk menunjukan kepada para navigator adanya
bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, dan
bahaya terpencil serta menentukan posisi dan/atau haluan kapal.
4. Pelampung suar adalah sarana bantu navigasi pelayaran apung dan
mempunyai jarak tampak lebih kurang dari 6 (enam) mil laut yang dapat
membantu untuk menunjukan kepada para navigator adanya
bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, kerangka
kapal dan untuk menunjukan perairan aman serta pemisah alur.
5. Tanda siang (Day Mark) adalah sarana bantu navigasi pelayaran berupa
anak pelampung dan/atau rambu siang untuk menunjukan kepada navigator

III-27
adanya bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong,
kerangka kapal dan menunjukan perairan yang aman serta pemisah alur
yang hanya dapat dipergunakan pads siang hari.
6. Rambu radio (Radio Beacon) adalah sarana bantu navigasi pelayaran yang
mengunakan gelombang radio untuk membantu para navigator dalam
menentukan arah baringan dan/atau posisi kapal.
7. Rambu radar (Radar Beacon) adalah sarana bantu navigasi pelayaran yang
dapat membantu para navigator untuk menentukan posisi kapal dengan
menggunakan radar.
8. Kecukupan sarana bantu navigasi pelayaran adalah terpenuhinya sarana
bantu navigasi pelayaran untuk mencakup perairan Indonesia sesuai dengan
rasio yang ditetapkan.
9. Keandalan sarana bantu navigasi pelayaran adalah tingkat kemampuan
sarana bantu navigasi pelayaran untuk menjalankan fungsinya sesuai
ketentuan.
10. Kelainan sarana bantu navigasi-pelayaran adalah kondisi berkurangnya
LAPORAN
optimalisasi fungsi sarana bantu navigasi pelayaran PENDAHULUAN
balk karena gangguan
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
alam, gangguan teknis dan kesalahan manusia.
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

Dalam Pasal 8 (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2005) diatur


tentang persyaratan penyelenggaraan sarana bantu navigasi pelayaran, sebagai
berikut :
1. Hasil survey lokasi untuk penempatan sarana bantu navigasi pelayaran
sesuai dengankeselamatan pelayaran (kondisi geografis, alur pelayaran,
perlintasan, pengembangan wilayah,keamanan dan keselamatan berlayar)
serta arus lalu lintas kapal (panjang garis kapal, kepadatanlalu lintas
pelayaran, ukuran dan syarat kapal yang melayari alur) yang dilaksanakan
oleh DirekturJenderal;
2. Persyaratan Teknis :
a) Sarana bantu navigasi pelayaran di darat
- Pondasi dan konstruksi bangunan memenuhi standar konstruksi;
- Luas area menara suar sekurang-kurangnya 5.000 m2, untuk rambu
suar sekurang kurangnya 400 m2.

III-28
- Lampu suar serta perlengkapannya memenuhi standar internasional
(IALA);
- Fasilitas menara suar meliputi :
 Rumah penjaga menara suar tipe T.50;
 Rumah generator 60 m2, gudang peralatan 50 m2dan gudang
penampungan logistik dipantai 30 m2;
 Bak penampungan air tawar 1 buah kapasitas minimum 25 m3
untuk setiap rumah kapasitas 5 m3;
 Alat penolong dan keselamatan;
 Sumber tenaga listrik yang memadai;
 Jetty sesuai kebutuhan;
 Sarana komunikasi.
b) Sarana bantu navigasi pelayaran tetap yang dibangun di perairan
- pondasi dan konstruksi bangunan memenuhi standar konstruksi;
- ketinggian lantai rambu suar dipertimbankan lebih tinggi dari
tingginya ombak;
LAPORAN PENDAHULUAN
- lampu suar serta perlengkapannya memenuhi
PENYUSUNAN BATAS-BATAS standar KERJA
DAERAH LINGKUNGAN Internasional
(DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
(IALA). PELABUHAN TUA PEJAT

c) Sarana bantu navigasi pelayaran yang tidak tetap/terapung


- Bahan pelampung, penjangkaran dan perlengkapannya memenuhi
standar konstruksi (IALA);
- Lampu suar serta perlengkapannya memenuhi standar Internasional
(IALA);
- Tersedianya sumber pembiayaan penyelenggaraan sarana bantu
navigasi pelayaran yangmemadai;
- Memiliki alat perlengkapan sarana bantu navigasi pelayaran.

Dalam Pasal 12 diatur tentang kewajiban penyelenggara sarana bantu


navigasi pelayaran, yaitu:
a) Menyampaikan laporan bulanan ke andalan sarana bantu navigasi
pelayaran kepada Direktur Jenderal;
b) Melaporkan secepatnya apabila terjadi kerusakan, tidak berfungsi dan
setelah berfungsi kembali sarana bantu navigasi pelayaran kepada
Direktur Jenderal;

III-29
c) Melaksanakan pemeliharaan dan perawatan dalam rangka menjaga
keandalan sarana bantu navigasi pelayaran.

Selanjutnya penyelenggarakan kegiatan Kenavigasian tersebut, berdasarkan


Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 30 Tahun 2006, telah ditetapkan
Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi yang mempunyai tugas
melaksanakan perencanaan, pengoperasian, pengadaan, dan pengawasan
sarana bantu navigasi pelayaran, telekomunikasi pelayaran, serta kegiatan
pengamatan laut, survey hidrografi, pemantauan alur laut dan perlintasan
dengan menggunakan sarana instalasi untuk kepentingan keselamatan
pelayaran.

B. Ketentuan Fisik SBNP

Ketentuan pengaturaan pengoperasian Sarana Bantu Navigasi Pelayaran


(SBNP) mencakup aspeksebagai berikut:
1. Jarak tampak
Pengaturan jarak tampak meliputi: LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
a) Menara suar memiliki jarak tampak lampu
DAN DAERAH samaPELABUHAN
LINGKUNGAN atau lebih
KEPENTINGAN dari 20
(DLKp)
TUA PEJAT

mil laut,
b) Rambu suar memiliki jarak tampak lampu sama atau lebih dari 10 mil
laut,
c) Pelampung suar memiliki jarak tampak lampu sama atau lebih dari 4
mil laut,
2. Tipe dan Karakteristik Lampu
Pengaturan tipe dan karakteristik lampu meliputi:
a) Menara suar mempunyai tipe lampu revolving, rotating, dan flashing,
yang mempunyai karakteristik lampu sebagai berikut:
- Perairan aman:
 Cerlang panjang dengan periode 10 detik;
 Cahaya isophasa;
 Cahaya tunggal terputus;
 Cahaya kode morse dengan karakter tunggal ”A”.
- Tanda khusus

III-30
 Kelompok terputus;
 Cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang panjang dengan
periode 10 detik;
 Kelompok cerlang dengan 1 kelompok terdiri dari empat,
lima, atau (secara luar biasa)enam cerlang;
 Kelompok cerlang campuran;
 Cahaya kode morse tetapi bukan karakter tunggal ”A”
maupun ”U”;

LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

Gambar 3.10 Menara Suar

b) Rambu suar mempunyai tipe lampu revolving, rotating, dan flashing,


yang mempunyai karakteristik lampu sebagai berikut :
- Bahaya terpencil:
 Kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua
cerlang dalam satu periode5 detik;
 Kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua
cerlang dalam satu periode10 detik;
- Perairan aman:
 Cerlang panjang dengan periode 10 detik;
 Cahaya isophasa;
 Cahaya tunggal terputus;
 Cahaya kode morse dengan karakter tunggal ”A”;

III-31
- Tanda khusus:
 Kelompok terputus;
 Cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang panjang dengan
periode 10 detik;
 Kelompok cerlang dengan 1 kelompok terdiri dari empat,
lima, atau (secara luar biasa)enam cerlang;
 Kelompok cerlang campuran;
 Cahaya kode morse tetapi bukan karakter tunggal ”A”
maupun ”U”;
- Tanda khusus penandaan kapal tenggelam:
 Cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang panjang dengan
periode 3 detik;
 Cahaya kode morse ”D”
- Lateral:
 Semua irama/karakter yang direkomendasikan, tetapi
termasuk dalamkelompokcerlang campuran, dengan
LAPORAN PENDAHULUAN
kelompok (2+1) cerlang,
PENYUSUNAN danDAERAH
BATAS-BATAS hanya digunakan
LINGKUNGAN untuk
KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
tandalateral yang dimodifikasi untuk menandai alur
PELABUHAN TUA PEJATyang

dianjurkan;
 Modifikasi lateral; kelompok pancaran cahaya yang
tersusun dengan satu kelompok (2+1) pancaran dalam satu
periode tidak lebih dari 16 detik;
- Kardinal:
 Kardinal Utara:
- Cahaya terus menerus secara sangat cepat;
- Cahaya terus menerus secara cepat;
 Kardinal Timur:
- Kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok
terdiri dari tiga pancaran dalam 1 periode 5 detik;
- Kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok
terdiri dari tiga pancaran dalam 1 periode 10 detik;
 Kardinal Selatan:

III-32
- Kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok
terdiri dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran
panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam 1
periode 10 detik;
- Kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok
terdiri dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran
panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam 1
periode 15 detik;

LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

Gambar 3.11 Rambu Suar


c) Pelampung suar mempunyai tipe lampu flashing dengan karakteristik
lampu sebagai berikut:
- Bahaya terpencil:
 Kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua
cerlang dalam satu periode 5 detik;
 Kelompok cerlang dengan satu kelompok terdiri dari dua
cerlang dalam satu periode 10 detik;
- Perairan aman:
 Cerlang panjang dengan periode 10 detik;
 Cahaya isophasa;
 Cahaya tunggal terputus;
 Cahaya kode morse dengan karakter tunggal ”A”;
- Tanda khusus:

III-33
 Kelompok terputus;
 Cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang panjang dengan
periode 10 detik;
 Kelompok cerlang dengan 1 kelompok terdiri dari empat,
lima, atau (secara luar biasa) enam cerlang;
 Kelompok cerlang campuran;
 Cahaya kode morse tetapi bukan karakter tunggal ”A”
maupun ”U”;
- Tanda khusus penandaan kapal tenggelam:
 Cerlang tunggal, tetapi bukan cerlang panjang dengan
periode 3 detik;
 Cahaya kode morse ”D”
- Lateral:
 Semua irama/karakter yang direkomendasikan, tetapi
termasuk dalam kelompok cerlang campuran, dengan
kelompok (2+1) cerlang, dan hanya digunakan untuk tanda
LAPORAN PENDAHULUAN
lateral yang PENYUSUNAN
di modifikasi untuk
BATAS-BATAS DAERAH menandai alur
LINGKUNGAN KERJA (DLKr)yang
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
dianjurkan; PELABUHAN TUA PEJAT

 Modifikasi lateral; kelompok pancaran cahaya yang


tersusun dengan satu kelompok (2+1) pancaran dalam satu
periode tidak lebih dari 16 detik;

Gambar 3.12 Tanda Lateral


- Kardinal
- Kardinal Utara:

III-34
 Cahaya terus menerus secara sangat cepat;
 Cahaya terus menerus secara cepat;

Gambar 3.13 Kardinal Utara

- Kardinal Timur:
 Kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok
terdiri dari tiga pancaran dalam 1 periode
LAPORAN 5 detik;
PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
 Kelompok cahaya sangat cepat
DAN DAERAH dengan
LINGKUNGAN satu kelompok
KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT
terdiri dari tiga pancaran dalam 1 periode 10 detik;

Gambar 3.14 Kardinal Timur


- Kardinal Selatan:
 Kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok
terdiri dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran
panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam 1
periode 10 detik;

III-35
 Kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok
terdiri dari enam pancaran yang diikuti oleh pancaran
panjang dengan waktu tidak kurang dari 2 detik dalam 1
periode 15 detik;

Gambar 3.15 Kardinal Selatan

- Kardinal Barat:
 Kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok
LAPORAN PENDAHULUAN
terdiri dari sembilan cerlang
PENYUSUNAN dalam
BATAS-BATAS 1 periode
DAERAH 10KERJA
LINGKUNGAN detik;
(DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
 PELABUHAN TUA PEJAT
Kelompok cahaya sangat cepat dengan satu kelompok
terdiri dari sembilan cerlang dalam 1 periode 15 detik.

Gambar 3.16 Kardinal Barat

Digunakan untuk menandakan daerah yang berbahaya atau bukan tempat


untuk berlayar, karena digunakan untuk keperluan lain. Misalnya untuk
target percobaan tembakan AL atau AU, atau sebagai tempat rekreasi bagi

III-36
para wisatawan. Tanda dari special mark dapat dilihat pada gambar
dibawah.

Gambar 3.17 Tanda Daerah Berbahaya

3. Ketentuan Penanda SBNP


a) Warna lampu
Pengaturan warna lampu meliputi:
1. Menara suar memiliki warna lampu putih;
LAPORAN PENDAHULUAN
2. Rambu suar memiliki warna lampu
PENYUSUNAN sebagai
BATAS-BATAS DAERAHberikut:
LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
- Bahaya terpencil, perairan aman, dan PELABUHAN
kardinalTUAberwarna
PEJAT

cahaya putih;
- Tanda lateral menggunakan warna cahaya merah atau hijau;
- Tanda khusus menggunakan cahaya warna kuning;
- Tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan
cahaya warna kuning dan biru;
3. Pelampung suar memiliki warna lampu sebagai berikut:
- Bahaya terpencil, perairan aman, dan kardinal berwarna
cahaya putih;
- Tanda lateral menggunakan warna cahaya merah atau hijau;
- Tanda khusus menggunakan cahaya warna kuning;
- Tanda khusus penandaan kapal tenggelam menggunakan
cahaya warna kuning dan biru;
Terdapat 2 region pada penerapan lateral mark, yaitu region A dan region
B. Seperti terlihat pada gambar dibawah. Penerapan perbedaan wilayah

III-37
ini hampir serupa dengan kemudi kanan dan kemudi kiri pada asia dan
eropa, penerapan ini juga serupa yaitu berbalik penempatannya.

Gambar 3.18 Contoh Wilayah A dan B pada penerapan lateral marks


Sumber : Nautical Chart Part II

Karena Indonesia berada pada zona A, maka titik berat pembahasan akan
LAPORAN
dilakukan pada zona A. Pada lateral PENDAHULUAN
marks zona A, bejana berwarna
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
merah mengharuskan kapal untuk melewati bejana
DAN DAERAH pada
LINGKUNGAN bagian port
KEPENTINGAN (DLKp) side
PELABUHAN TUA PEJAT
1
. Sedangkan pada bejana hijau mengharuskan kapal untuk melewati
bejana pada bagian starboard 2. Dengan tanda sorotan lampus, seperti
terlihat dibawah:

1
Haluan kapal sebelah kiri
2
Haluan kapal sebelah kanan

III-38
Selain itu terdapat lateral marks yang menyarankan untuk kapal agar
bermanuver ke arah sesuai dengan warna dominan dari tanda tersebut.
Seperti terliha pada diagram dibawah. Sebagai ilustrasi arah pelayaran
setelah adanya SBNP sebagai berikut

LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

Gambar 3.19 Ilustrasi penggunaan lateral marks


Sumber : Nautical Chart Part II
Terdapat 4 tanda cardinal marks, yang disesuaikan oleh arah utama mata
angin, seperti terlihat pada gambar dibawah. Arah mata angin yang
ditandai salah satu cardinal marks mengisyaratkan terdapat bahaya pada
daerah tersebut, sehingga kapal diminta untuk bermanuver sesuai dengan
nama atau arah mata angin yang disimbolkan oleh cardinal marks
tersebut.

III-39
Gambar3.20 Cardinal marks
Sumber : Nautical Chart Part II
b) Tanda Puncak
Pengaturan tanda puncak meliputi:
1. Rambu suar mempunyai tanda puncak sebagai berikut:
- Bahaya terpencil, menggunakan tanda puncak berupa 2 (dua)
buah bola hitam yang tersusun vertikal;
- Perairan aman, menggunakan tanda puncak berupa 1 (satu)
buah bola merah;
- Kardinal, menggunakan tandaLAPORANpuncakPENDAHULUAN
berupa 2 (dua) buah
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
kerucut hitam; DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT
- Tanda lateral, menggunakan tanda puncak dengan bentuk
silinder merah untuk sisi kiri alur dan kerucut hijau untuk sisi
kanan alur;
- Untuk perairan khusus menggunakan sebuah tanda puncak
bentuk ”X” berwarna kuning;
- Untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam
menggunakan sebuah tanda puncak benbentuk ”+” berwarna
kuning.
2. Pelampung suar mempunyai tanda puncak sebagai berikut:
Bahaya terpencil, menggunakan tanda puncak berupa 2 (dua)
buah bola hitam yang tersusun vertikal;
- Perairan aman, menggunakan tanda puncak berupa 1 (satu)
buah bola merah;
- Kardinal, menggunakan tanda puncak berupa 2 (dua) buah
kerucut hitam;

III-40
- Tanda lateral, menggunakan tanda puncak dengan bentuk
silinder merah untuk sisi kiri alur dan kerucut hijau untuk sisi
kanan alur;
- Untuk perairan khusus menggunakan sebuah tanda puncak
bentuk ”X” berwarna kuning;
- Untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam
menggunakan sebuah tanda puncak benbentuk ”+” berwarna
kuning
3. Tanda siang mempunyai tanda puncak sebagai berikut:
- Kardinal menggunakan tanda puncak berupa 2 (dua) buah
kerucut hitam;
- Tanda lateral, menggunakan tanda puncak dengan bentuk
silinder merah untuk sisi kiri alur dan kerucut hijau untuk sisi
kanan alur;
- Untuk perairan khusus menggunakan sebuah tanda puncak
bentuk ”X” berwarna kuning.
c) Warna Konstruksi LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
Pengaturan warna konstruksi SBNP meliputi:
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

1. Rambu suar mempunyai warna konstruksi sebagai berikut:


- rambu suar untuk bahaya terpencil menggunakan warna hitam
dengan satu atau lebih lajur-lajur merah mendatar;
- rambu suar untuk perairan aman menggunakan warna merah
putih melajur tegak;
- rambu suar untuk kardinal menggunakan warna, meliputi ;
 Kardinal Utara: puncak keatas dengan karakteristik Lajur
hitam diatas lajur Kuning;
 Kardinal Selatan: puncak kebawah dengan karakteristik
Lajur Hitam dibawah lajur Kuning;
 Kardinal Barat: puncak ke dalam dengan karakteristik Lajur
hitam dibawah dan diatas lajur Kuning (Hitam ditengah lajur
– lajur Kuning);

III-41
 Kardinal Timur: Puncak keluar dengan karakteristik Lajur
Hitam diatas dan dibawah lajur Kuning (Kuning ditengah
lajur-lajur Hitam);
- rambu suar untuk lateral menggunakan warna merah dan hijau;
- rambu suar untuk tanda khusus menggunakan warna kuning;
- rambu suar untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam
menggunakan warna Kuning biru Melajur tegak;
2. Pelampung suar mempunyai warna konstruksi sebagai berikut:
- rambu suar untuk bahaya terpencil menggunakan warna hitam
dengan satu atau lebih lajur – lajur merah mendatar;
- rambu suar untuk perairan aman menggunakan warna merah
putih melajur tegak;
- rambu suar untuk kardinal menggunakan warna, meliputi;
 Kardinal Utara: puncak keatas dengan karakteristik lajur
hitam diatas lajur kuning;
 Kardinal Selatan: puncak kebawah dengan karakteristik
LAPORAN
lajur hitam dibawah lajur kuning; PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
 Kardinal Barat: puncak DAN
keDAERAH
dalamLINGKUNGAN
dengan KEPENTINGAN (DLKp)
karakteristik
PELABUHAN TUA PEJAT lajur

hitam dibawah dan diatas lajur kuning (hitam ditengah lajur


– lajur kuning);
 Kardinal Timur: puncak keluar dengan karakteristik Lajur
Hitam diatas dan dibawah lajur Kuning (Kuning ditengah
lajur-lajur Hitam);
- rambu suar untuk lateral menggunakan warna merah dan hijau;
- rambu suar untuk tanda khusus menggunakan warna kuning;
- rambu suar untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam
menggunakan warna kuning biru melajur tegak.
3. Tanda Siang mempunyai warna konstruksi sebagai berikut:
- rambu suar untuk bahaya terpencil menggunakan warna hitam
dengan satu atau lebih lajur– lajur merah mendatar;
- rambu suar untuk perairan aman menggunakan warna merah
putih melajur tegak;
- rambu suar untuk kardinal menggunakan warna, meliputi;

III-42
 Kardinal Utara: puncak keatas dengan karakteristik Lajur
hitam diatas lajur Kuning;
 Kardinal Selatan: puncak kebawah dengan karakteristik
Lajur Hitam dibawah lajur Kuning;
 Kardinal Barat: puncak ke dalam dengan karakteristik Lajur
hitam dibawah dan diatas lajur Kuning (Hitam ditengah lajur
– lajur Kuning);
 Kardinal Timur: Puncak keluar dengan karakteristik Lajur
Hitam diatas dan dibawah lajur Kuning (Kuning ditengah
lajur-lajur Hitam);
- rambu suar untuk lateral menggunakan warna merah dan hijau;
- rambu suar untuk tanda khusus menggunakan warna kuning;
- rambu suar untuk tanda khusus penandaan kapal tenggelam
menggunakan warna kuning biru melajur tegak.

Alur pelayaran dan rambu rambunya perlu dilakukan pemantauan dan


LAPORAN
pemeliharaan secara rutin untuk menjaga PENDAHULUAN
keselamatan dan kelancaran
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
kapal yang melakukan pelayaran tersebut. Bahaya terjadinya kecelakaan
PELABUHAN TUA PEJAT

pada pelayaran memberikan dampak yang sangat luas, bukan hanya faktor
nyawa manusia di kapal yang bersangkutan namun pada kapal yang
mengangkut bahan-bahan cair lainnya yang mudah dibawa arus laut, maka
pengotoran/polusi laut akan menyebar luas ke tempat lain yang jauh dari
tempat kejadian.
Pemeliharaan alur pelayaran dapat dilakukan dengan melaksanakan
Survey Hidrografi secara berkala, Dengan menggunakan alat GPS
memakai metode differensial real time kinematik dapat membantu kegiatan
survey secara cepat dan tepat dibandingkan dengan memakai peralatan
yang konvensional seperti busur sextan, theodolite, dan alat bantu lainnya.
Penggunaan metoda differential real time kinematik dapat
menentukan posisi kapal secara teliti dalam waktu yang sangat singkat,
sekaligus menentukan arah dan kecepatan kapal untuk melakukan survey.
Metode tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Busur Sextan

III-43
Pengukuran dengan metode ini memiliki tingkat akurasi sekitar 4 – 7
meter, pelaksanaannya dan pemrosesan data memiliki waktu yang
sangat lama, untuk survey kolam pelabuhan + 200 m2 saja,
membutuhkan waktu kurang lebih 1 bulan, hal ini disebabkan karena
pelaksanaannya membutuhkan waktu dengan perbandingan 50:50
(50% untuk pelaksanaan survey dan 50% untuk pemrosesan data
survey).
b) GPS Navigasi
Metode yang digunakan sudah memiliki tingkat akurasi 3-5 meter, dan
pelaksanaannya dapat dibilang lebih singkat dibandingkan dengan
pemakaian busur sextan tetapi untuk pemrosesan datanya memiliki
waktu yang hampir sama pada pemrosesan dengan metode sextan
karena pelaksanaan survey ini masih dikategorikan semi digital. Untuk
survey kolam pelabuhan membutuhkan waktu kurang lebih 20 hari
dengan perbandingan 30:70 (30% untuk pelaksanaan survey dan 70%
untuk pemrosesan data hasil survey).
c) GPS Realtime Kinematik LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
Dengan memakai cara ini dapat mempersingkat pelaksanaan dan
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

pemrosesan data dengan tingkat akurasi 1-3 meter, untuk pelaksanaan


survey kolam pelabuhan saja dapat diselesaikan dengan waktu kurang
lebih 7 hari sampai 12 hari dengan syarat tidak terjadi gangguan
koneksi alat. Karena metode ini sudah memakai peralatan yang
koputerisasi, sehingga pemrosesan datanya memiliki waktu yang lebih
singkat dari pelaksanaan surveynya, dengan perbandingan 70:30 (70%
untuk pelaksanaan survey dan 30% untuk pemrosesan data).
Seiring perkembangan jaman, metode terakhir sudah dirasa cukup
cepat dan tepat dalam pelaksanaan survey Hidrografi, tetapi untuk
ketelitian dapat di tingkatkan dengan menggunakan metode differensial
yang terdapat di GPS. Hasil yang di dapat untuk penggunaan metode
ini memiliki ketelitian 3 – 50 cm tergantung dari pemrosesan data
akhirnya.
Alur pelayaran mempunyai fungsi untuk memberi jalan kepada kapal
untuk memasuki wilayah pelabuhan dengan aman dan mudah dalam
memasuki kolam pelabuhan. Fungsi lain dari alur pelayaran adalah

III-44
untuk menghilangkan kesulitan yang akan timbul karena gerakan kapal
kearah atas (minimum ships manuever activity) dan gangguan alam,
maka perlu bagi perencana untuk memperhatikan keadaan alur
pelayaran (ship channel) dan mulut pelabuhan (port entrance). Alur
pelayaran harus memperhatikan besar kapal yang akan dilayani
(panjang, lebar, berat, dan kecepatan kapal), jumlah jalur lalu lintas,
bentuk lengkung alur yang berkaitan dengan besar jari – jari alur
tersebut. Karena perbedaan antara perkiraan dan realisasi sering
terjadi, maka penyediaan alur perlu dilakukan untuk mengantisipasi
kehadiran kapal-kapal besar. Suatu penelitian tentang karakteristik alur
perlu di evaluasi terhadap pergerakan trafik yang ada, pengaruh cuaca,
operasi dari kapal nelayan, dan karakteristik alur tersebut. Dengan
semakin meningkatnya perekonomian dunia maka penggunaan
transportasi laut semakin padat, khususnya pada daerah sempit,
seperti selat dan kanal, ataupun daerah yang terkonsentrasi seperti
palabuhan dan persilangan lintasan lalu lintas pelayaran. Sehingga
LAPORAN pelayaran,
beresiko tinggi untuk terjadinya kecelakaan PENDAHULUAN
baik berupa
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
tabrakan sesama kapal ataupun DAN
bahaya pelayaran
DAERAH LINGKUNGAN lainnya(DLKp)
KEPENTINGAN seperti
PELABUHAN TUA PEJAT

bangkai kapal atau kandas di kedalaman dangkal.


Untuk pemeliharaan alur pelayaran biasanya dilakukan pengerukan
secara berkala, perencanaan pengerukan tersebut memerlukan data-
data keadaan permukaan dasar laut untuk dapat diketahui berapa
volume rencana pengerukan. Survey Hidrografi sangat penting
peranannya untuk perencanaan pengerukan tersebut, karena hasil
survey tersebut berupa data-data keadaan permukaan dasar laut yang
disajikan berupa peta.

5. KONSEP PENETAPAN BATAS-BATAS DLKr DAN DLKp


Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada
pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk
kegiatan pelabuhan. DLKr terdiri dari DLKr daratan dan DLKr perairan. DLKr
daratan digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang.
Penetapan batas-batas DLKr daratan berpedoman pada :

III-45
a) Rencana induk pelabuhan yang mencakup:
1. Rencana Jangka pendek;
2. Rencana Jangka menengah;
3. Rencana Jangka panjang.
b) Kebutuhan ruang fasilitas pokok dan fasilitas penunjang yang ada;
c) Rencana kebutuhan areal untuk fasilitas pokok dan penunjang;
d) Penguasaan areal tanah;
e) Rencana pembebasan tanah;
f) Rencana reklamasi.
Namun demikian, untuk mencegah terjadinya konflik akibat adanya perselisihan
kepemilikan lahan, penetapan DLKr daratan berpedoman pada kepemilihan
lahan yang sudah bersertifikat hak milik atau hak guna pakai oleh
Penyelenggara Pelabuhan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
Oleh sebab itu, penyedia jasa wajib mendapatkan data sertifikat lahan
pelabuhan yang diterbitkan oleh BPN.
DLKr Perairan terdiri dari :
a) Alur pelayaran LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
b) Areal labuh kapal DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

c) Areal alih muat antar kapal


d) Areal sandar kapal
e) Areal kolam putar
f) Areal Pemanduan dan Penundaan di dalam DLKr.

DLKP pelabuhan adalah wilayah perairan disekeliling DLKR perairan pelabuhan


yang digunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. DLKp pelabuhan terdiri
dari :
a) Areal pindah labuh kapal
b) Areal keperluan darurat
c) Areal penempatan kapal mati
d) Areal percobaan berlayar
e) Areal pemanduan kapal
f) Areal fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal (docking)
g) Alur pelayaran dari dan ke pelabuhan
h) Areal pengembangan pelabuhan di masa depan

III-46
A. Pemetaan
Hasil survey lapangan dan analisis harus dituangkan dalam bentuk peta
digital. Proses pemetan adalah penggambaran situasi di lapangan degan
menggunakan proyeksi tertentu sehingga semua detail yang ada di
lapangan berupa batas-batas DLKR/DLKP tergambar di dalam bidang
datar (softcopy/hardcopy) dengn skala tertentu. Proses pemetaan dapat
dilakukan dengan alat bantu software pemetaan yang umum digunakan
saat ini seperti ArcGIS atau AutoCAD
Di dalam kegiatan ini pemetaan yang dilakukan adalah mengambarkan
batas- batas :
1. DLKR daratan
2. DLKR perairan
3. DLKP
4. Zonasi kegiatan kepelabuhanan.

Pemetaan ini mengacu pada ketentuan-ketentuan sebagai berikut:


1. Ellipsoide : WGS 1984 LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
2. Proyeksi : Universal Traverse Mercator
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

3. Peta menggunakan kertas ukuran A3 dan bila luas daerah yang


disurvei melebihi ukuran di atas, peta dibagi dalam beberapa lembar.
4. Peta harus dibuat dengan skala besar yang memperlihatkan area
survei secara keseluruhan.
5. Peta DLKR dan DLKP disajikan dalam bentuk peta analog (hardcopy)
dan peta digital (soft copy) untuk perangkat lunak grafis dan sistem
informasi geografi digunakan seperti Auto CAD Map dan ArcGIS /
ArcVIEW (file berekstensi .dwg, .dxf, .shp, .shx dan .dbf).
6. Ketentuan detail mengenai skala peta penggambaran notasi, dan
sebagainya, mengacu kepada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Ketelitian Peta Rencana
Tata Ruang.

B. Tata Cara Penetapan DLKr dan DLKp


1. Prosedur Penetapan

III-47
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009
tentang Kepelabuhanan sebagaimana diubah menjadi Peraturan
Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015; Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan ditetapkan oleh:
- Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
- gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; atau
- bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan local serta pelabuhan
sungai dan danau.
Menteri dalam menetapkan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan harus terlebih dahulu mendapat
rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan
tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
Gubernur dalam menetapkan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan harus terlebih dahulu mendapat
rekomendasi dari bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang
wilayah kabupaten/kota. Dalam penetapan batas Daerah Lingkungan Kerja
LAPORAN
dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan palingPENDAHULUAN
sedikit memuat:
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
1. luas lahan daratan yang digunakan sebagai Daerah
DAN DAERAH Lingkungan
LINGKUNGAN Kerja;
KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

2. luas perairan yang digunakan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan


Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
3. titik koordinat geografis sebagai batas Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan

Secara prosedur, proses penetapan DLKr dan DLKp Pelabuhan


sebagaimana disajikan pada gambar di bawah ini:

III-48
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

Gambar 3 . 2 1 Prosedur/Tata Cara Penetapan DLKR dan DLKP Pelabuhan Utama/Pengumpul

III-49
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

Gambar 3 . 2 2 Prosedur / Tata Cara Penetapan DLKR dan DLKP Pelabuhan Pengumpan
Regional

III-50
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

Gambar 3 . 2 3 Prosedur / Tata Cara Penetapan DLKR dan DLKP Pelabuhan Pengumpan
Lokal

6. FORMAT DRAFT SURAT KEPUTUSAN PENETAPAN BATAS


DLKr DAN DLKp
Pada dasarnya, isi dari draft surat keputusan menteri/ gubernur/ bupati/ walikota
tentang penetapan batas DLKr dan DLKp pelabuhan berisi
a. Pertama, Batas Daerah Lingkungan Kerja Daratan dan Perairan Pelabuhan,
yang menyebutkan luasannya, titik-titik batas, dan tanda- tanda batas yang
menunjukan posisi titik-titik batas DLKR daratan dan perairan pelabuhan
tersebut.

III-51
b. Kedua, Batas Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan, yang
menyebutkan luasannya, titik-titik batas, dan tanda-tanda batas yang
menunjukan posisi titik-titik batas DLKP pelabuhan tersebut.
c. Ketiga, Batas DLKR dan DLKP Pelabuhan digambarkan pada peta-peta
terlampir yang tidak terpisahkan dari peraturan atau surat keputusan ini.
d. Keempat, penyerahan tanah yang termasuk ke dalam batas DLKR
Pelabuhan diserahkan pengelolaannya kepada Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Kelima, kewajiban Direktur Jenderal Perhubungan Laut terkait kewajiban
terhadap pemberian hak pakai/pengelolaan lahan untuk DLKR Pelabuhan.

LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN BATAS-BATAS DAERAH LINGKUNGAN KERJA (DLKr)
DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN (DLKp)
PELABUHAN TUA PEJAT

III-52

Anda mungkin juga menyukai