Anda di halaman 1dari 15

PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK

PEMERIKSAAN FISIK PARU PATOLOGIS

Standar Kompetensi
Setelah mengikuti pelatihan ini mahasiswa mampu mengenal/menentukan/memastikan keluhan-keluhan
atau gejala-gejala (Symptoms) dan tanda-tanda penyakit atau kelainan (Signs) pada paru, saluran napas,
dan pleura, lewat pemeriksaan fisik dinding toraks.

Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pelatihan ini mahasiswa mampu:
1. Menentukan adanya kelainan bentuk dan ukuran toraks.
2. Menentukan adanya perbedaan gerakan dada kiri dan kanan.
3. Menentukan adanya cairan atau udara dalam kavum pleura.
4. Menentukan adanya suara napas abnormal.
5. Menentukan adanya suara napas tambahan.

PEMERIKSAAN FISIK PARU


Pemeriksaan fisik paru paling baik dilakukan pada posisi duduk, tapi jika pasien sesak berat bisa
posisi setengah duduk.
Inspeksi sikap tubuh dan pola pernapasan
Pasien dengan obstruksi saluran pernapasan cenderung memilih posisi dimana mereka dapat menyokong
lengan mereka dan menfiksasi otot-otot bahu dan leher untuk membantu respirasi (habitus
emphysematous). Suatu teknik yang lazim dipakai pasien dengan obstruksi bronkus (misal COPD dan asma
bronkiale) adalah memegang sisi-sisi tempat tidur dan memakai muskulus latissimus dorsi untuk membantu
mengatasi meningkatnya tahanan terhadap aliran udara keluar selama ekspirasi. Pada pasien Gagal Jantung
Kongestif (CHF), tidak akan mau disuruh berbaring karena akan bertambah sesak.
Pernapasan yang cepat dan dangkal (takipnea) disebabkan oleh kelainan-kelainan paru ristriktif (misal
pneumonia, pneumotoraks, efusi pleura, dll). Pada pneumonia mungkin disertai dengan napas cuping
hidung, dan pada pneumotoraks, penderita tampak megap-megap, seperti mulut ikan koki, seakan-akan
berusaha untuk menelan udara sebanyak-banyaknya (air-hunger). Jika ada kelainan paru tipe obstruktif,
(misal pada asma bronkiale dan COPD) maka frekuensi napas yang meningkat akan disertai dengan
eksperium yang terdengar memanjang bahkan mungkin terdengar wheezing. Pada COPD yang berat, akan
tampak pola pursed lips breathing terutama setelah penderita berhenti dari berjalan beberapa saat. Pola
pernapasan yang cepat dan dalam disebut Kussmaul respiration, terjadi karena adanya asidosis metabolik,
sedangkan napas yang makin cepat dan dalam kemudian melambat bergantian diselingi oleh periode apnea,
disebut sebagai pernapasan Cheyne-Stokes respiration.

Inspeksi muka dan leher


Pertama-tama, amatilah muka penderita secara umum. Mungkin dapat dilihat tanda-tanda obstruksi vena
cava superior : muka dan leher bengkak/edema, kongesti/bendungan vena-vena terutama di leher, serta
adanya kolateral-kolateral kecil di kulit dada atas (sindroma vena cava superior), yang 98% disebabkan oleh
karsinoma bronkogenik (kanker paru). Muka yang bengkak, bulat (full moon face) adalah tanda-tanda
Cushingoid syndrome, bisa ditemukan pada penderita asma bronkial kronik yang memakai obat-obat
kortikosteroid jangka lama. Perhatikan mata penderita, apakah ada ptosis sebagai bagian dari tanda-tanda
sindroma Horner (ptosis, miosis, anhidrosis) akibat karsinoma bronkogenik yang tumbuh di puncak/cupola
paru (disebut juga sebagai Pancoast Tumor). Periksa juga ada tidaknya anemia (bagaimana?) karena anemia
akan menyebabkan penderita merasa sesak padahal paru-nya normal saja. Perhatikan juga ada tidaknya
central cyanosis (bagaimana? Apa beda dengan sianosis perifer?).

1
Setelah itu, perhatikan dan amati ada tidaknya retraksi supra-sternal, ada tidaknya deviasi trakea, ada
tidaknya benjolan atau tumor didaerah leher (misal struma/goiter, limfadenopati colli, cicatrix post
thyreoidectomy atau post scrofuloderma).
Pemakaian otot-otot tambahan (otot-otot bantu pernapasan) merupakan salah satu tanda adanya obstruksi
saluran pernapasan. Pada distress pernapasan, muskulus skalenus, trapezius dan sternokleidomastoideus
ikut berkontraksi selama inspirasi. Gerakan otot saat inspirasi normal mengalahkan resistensi elastik paru
dan dinding dada serta resistensi nonelastik yang terutama terdapat dijalan napas. Pada orang normal,
resistensi terbesar dihasilkan oleh jalan napas sentral yang besar, sedangkan sisanya ditimbulkan oleh jalan
napas karena kombinasi luas potongan melintang yang besar. Pada keadaan sakit (pada saat terjadi
penyempitan saluran napas, misalnya asma bronkiale atau COPD), kedua resistensi tersebut sangat
meningkat dan menyebabkan otot tambahan inspirasi (sternokleidomastoideus dan skalenus) atau ekspirasi
(otot abdomen) bekerja, sehingga kita bisa melihat otot-otot tersebut berkontraksi menjadi lebih nyata dan
bisa dilihat.
Otot-otot tambahan membantu dalam ventilasi, karena mereka mengangkat klavikula dan dada anterior
untuk meningkatkan volume paru dan memperbesar tekanan negatif di dalam toraks. Ini menyebabkan
retraksi fossasupraclavikularis dan interkostal. Gerakan ke atas klavikula lebih dari 5 mm selama
pernapasan adalah berkaitan dengan penyakit obstruksi paru yang berat.

Inspeksi konfigurasi dada


Berbagai macam keadaan dapat mengganggu ventilasi yang memadai, dan gangguan proses ventilasi dalam
jangka lama (penyakit paru kronik) akan menyebabkan perubahan-perubahan pada konfigurasi/ukuran-
ukuran diameter dada. Oleh karena itu, perhatikan dan kenalilah bentuk-bentuk kelaianan dada. Pada COPD
tingkat lanjut, terjadi peningkatan diameter anterior-posterior (AP) hampir mendekati diameter lateral,
sehingga dada berbentuk gentong (Barrel Chest).Tulang-tulang iga kehilangan sucdut 45° dan menjadi lebih
horizontal.
Suatu Flail Chest adalah konfigurasi dada dimana ada satu segmen pada satu sisi dada bergerak secara
paradoksal ke dalam selama inspirasi. Keadaan ini dijumpai pada fraktur iga multipel.
Kifoskoliosis adalah deformitas tulang vertebrae (tersering didaerah torakal) dimana terdapat lengkungan
tulang vertebrae abnormal AP dan Lateral sehingga bisa mengganggu pengembangan dada dan paru karena
jadi sangat terbatas.
Pectus excavatus (Funnel Chest) atau dada corong adalah cekungan pada sternum, akan menimbulkan
masalah restriktif pada paru jika cekungannya jelas. Pectus carinatus (Pigeon chest) atau dada burung
merpati adalah suatu deformitas yang cukup banyak ditemukan, tetapi biasanya tidak mengganggu ventilasi.
Adanya cairan (efusi pleura) atau udara (pneumotoraks) dalam kavum plera, adanya penebalan pleura
(Schwarte) akan menyebabkan perubahan volume hemi-torak disisi sakit, sehingga akan tampak asimetri
baik pada saat diam maupun pada saat bernapas. Demikian juga pada kelainan di paru seperti atelektasis,
dan fibrosis luas, akan tampak asimetri dada kanan dan kiri. Pada proses konsolidasi seperti pada
pneumonia, maka walaupun kedua hemitorak simetris, tetapi akan terlihat bahwa sisi sakit tertinggal saat
bernapas. Oleh karena itu, perhatikan dan bandingkan gerakan kedua hemi-torak kiri dan kanan, simetri
ataukah tidak.

2
3
Perkusi
Nada perkusi adalah ukuran resonansi dinding dada. Karena paru normal terisi oleh udara, nada perkusi
normal disebut sonor (resonan). Bila ruang intratorakal terisi oleh paru yang kolaps atau mengalami
konsolidasi, nada perkusi akan pekak (redup) karena bahan padat kurang menghantarkan bunyi
dibandingkan udara. Demikian juga bila kavum pleura terisi cairan (efusi pleura), darah (hematotoraks), atau
pus (pyotoraks/empyema) nada perkusi akan pekak karena cairan merupakan penghantar getaran yang
buruk. Bila rongga pleura terisi oleh udara (pneumotoraks), atau pada COPD dan emfisema pulmonum, nada
perkusi akan menjadi hipersonor (hiper-resonan).

4
Resonansi vocal/vocal fremitus (fremitus suara)
Pada paru normal, suara atau kata-kata yang diucapkan akan terdengar bergema (tidak jelas terdengar)
melalui stetoskop, karena bunyi bernada rendah dihantarkan lebih baik dari pada yang bernada tinggi.
Keadaan ini merupakan fremitus suara yang normal pada paru sehat. Pada paru yang sakit, vocal fremitus
bisa meningkat, bahkan di daerah konsolidasi akan dapat didengarkan adanya peningkatan kejernihan kata
yang terdengar melalui stetoskop yang ditempelkan dinding dada (ucapan kata yang diucapkan menjadi
jelas terdengar di stetoskop). Jika didapatkan keadaan ini, disebut bronkofoni positif dan hal ini disebabkan
oleh peningkatan sifat menghantarkan suara dari jaringan padat.
Bila terdapat efusi pleura, maka pada tepi atas efusi, akan dapat didengarkan suara ucapan yang (terdengar
melalui stetoskop) berubah menjadi seperti suara nasal (sengau/bindeng) yang bernada tinggi, dikenal
sebagai egofoni, yang terjadi karena peningkatan hantaran bunyi frekuensi tinggi dibarengi dengan
gangguan hantaran bunyi frekwensi rendah (aegofoni berarti suara kambing karena terdengar seperti
kambing yang mengembek).

5
Auskultasi
Pada blok terdahulu, kita telah tahu dan mengerti tentang suara-suara pernapasan normal yang didapatkan
pada orang normal, yaitu suara napas bronkial, bronkovesikuler, dan vesikuler. Pada paru yang sakit, akan
didapatkan adanya perubahan-perubahan suara napas tersebut, (misalnya suara vesikuler menjadi menguat,
melemah atau menghilang), dan adanya adanya suara napas tambahan, yaitu berupa bronkofoni (suara
percakapan yang menjadi jelas), bronchial whispered pectoriloque (suara bisik bronkial), egofoni, sukusio
hipokrates, ronki basah, krepitasi, wheezing, suara gesek pleura, serta suara amforik.
Suara napas bronkial terdengar jauh lebih kasar dengan jeda yang jelas antara inspirasi dan ekspirasi,
dengan fase ekspirasi yang memanjang. Suara napas bronkial normal pada orang sehat terdapat didaerah
dekat saluran napas besar, yaitu didekat trakea dan bronkus utama/saluran napas besar. Bila jaringan paru
memadat akibat konsolidasi (misalnya pada pneumonia atau edema paru), terjadi peningkatan hantaran
bunyi bronkus ke dinding dada disertai penurunan napas vesikuler normal karena pemasukan udara
berkurang atau tidak ada, sehingga akan terdengar suara napas bronkial. Jadi, suara napas bronkial akan
paling jelas terdengar didaerah yang mengalami konsolidasi. Pada pneumonia misalnya, alveolus dipenuhi
eksudat peradangan (sehingga menjadi lebih padat/konsolidasi), tetapi saluran udara tetap terbuka maka
akan terdengar suara napas bronkial. Kondisi tersebut membedakan konsolidasi dengan kolaps
(atelektasis) yang ditandai dengan sumbatan saluran udara, sehingga tidak akan didapatkan suara napas
bronkial.

6
Suara tambahan
Suara tambahan yang terdengar hanya pada keadaan patologis, bisa berasal dari paru atau pleura. Istilahnya
macam-macam, misalnya adventitious sound, additional sound (Inggris), Rales (Perancis), Ronchi (Latin),
Rattles, added sound, dll. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia) memakai istilah Ronki bagi suara
tambahan ini, yang dapat dibedakan menjadi Ronki Basah dan Ronki Kering.

7
Ronki Basah
Ronki basah terdengar terputus-putus, pada saat fase inspirasi. Terjadi jika ada dinding saluran napas yang
meradang, atau karena adanya tumpukan sekret di saluran napas. Dalam buku-buku Journal dan Textbook,
istilah Ronki basah ini macam-macam, misalnya : Moist Sound, Interrupted Sound, Crackles, Discontinuous
Sound, Rales, Bubbling Sound, dan Crepitation. Ronki basah dibagi atas dasar kualitasnya, menjadi Ronki
Basah Kasar, Sedang dan Halus. Ronki basah kasar cirinya seperti suara gelembung udara besar yang pecah,
terdengar bila banyak sekret di saluran napas besar, pada orang yang kesadarannya menurun atau penderita
yang tidak kuat batuk. Ronki basah kasar yang terdengar pada keadaan agonal disebut “death rattles”. Ronki
basah sedang cirinya seperti suara gelembung udara kecil yang pecah, terdengar bila banyak sekret disaluran
napas kecil-sedang (misalnya pada bronkiektasis, bronkopneumonia). Ronki basah halus terdengar seperti
suara jika rambut digesekkan oleh jari telunjuk dan ibu jari di depan telinga. Ronki basah halus disebut juga
dengan Krepitasi, terdengar pada akhir inspirasi, dan disebabkan oleh terbukanya secara mendadak suatu
asinus atau alveoli yang kolaps atau terisi eksudat sebagian, misalnya pada pasien dengan E dema Paru atau
Pneumonia yang dini. Krepitasi kadang-kadang dapat terdengar pada orang normal di bagian basal paru
dalam keadaan tegak dan bernapas pelan, yaitu karena ventilasi kurang, sehingga alveoli menjadi kolaps. Ini
sering terjadi pada orang gemuk atau tirah baring lama, dan menghilang setelah menarik napas dalam
beberapa kali atau batuk-batuk.

Ronki Kering
Ronki kering terdengar kontinyu, terusmenerus, seperti suara dari alat musik, pada saat fase ekspirasi. Istilah
lain adalah : Dry Sound, Continuous Sound, Wheeze, Ronchi, atau Musical Sound. Ronki kering dibedakan
atas dasar nada-nya, yaitu Sonourous yang bernada rendah, terdengar seperti orang mengerang (grouning),
terjadi karena obstruksi parsial saluran napas besar, dan Sibilan yang bernada tinggi, terdengar mencicit
(squacking), terjadi karena obstruksi parsial saluran napas kecil, baik karena bronkospasme, edem mukosa,
maupun hilangnya recoil elastic jaringan paru. Sibilan disebut juga dengan Wheezing. Pada pasien Asma
Bronkiale, hampir selalu terdengar wheezing karena ada penyempitan bronkus yang menyeluruh akibat dari
bronkospasme otot polos disertai edem dan infiltrasi sel-sel radang pada mukosa saluran napas. Obstruksi
oleh bahan intralumen, seperti benda asing atau sekresi yang diaspirasi atau tumor, merupakan penyebab
penting lain terdengarnya Wheezing, tetapi biasanya unilateral dan lokal. Wheezing yang terlokalisasi
dengan baik, yang tidak berubah dengan batuk, mungkin disebabkan oleh bronkus yang tersumbat sebagian
oleh benda asing atau oleh tumor. Pada pasien dengan CHF (Congestive Heart Failure = Gagal Jantung
Kongestif), dapat ditemukan adanya wheezing akibat obstruksi saluran napas oleh edem paru akut, sehingga
dulu sering mendapat istilah sebagai Asma Cardiale.

Pleural Rub
Pleural rub adalah suara berderak akibat gesekan dua permukaan pleura yang meradang. Biasanya bising ini
terdengar seperti gesekan kulit dan terletak di daerah yang mengalami nyeri pleura. Pleural rub terdengar
saat inspirasi dan ekspirasi dan menyerupai suara gesekan baju dan kulit sehingga selalu periksa pasien
dalam kondisi telanjang dada.

DAMPAK PENYAKIT PARU TERHADAP PASIEN


Dampak penyakit paru terhadap pasien sangat bervariasi tergantung pada sifat penyakitnya. Sensasi
subjektif lapar udara sangat berbeda-beda. Sebagian pasien dengan penyakit paru hampir tidak menyadari
dispnea yang mereka derita. Penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik sedemikian tidak kentaranya
sehingga pasien mungkin tidak menyadari bahwa mereka mempunyai problem ini. Hanya bila diminta untuk
berusaha mengukur dispneanya barulah pasien-pasien ini menyadari kekurangan mereka. Pada pasien-
pasien lainnya dispnea berkembang dengan sedemikian cepatnya sehingga mereka dapat mengalami depresi
berat. Mereka menyadari bahwa hanya ada sedikit yang dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaan paru-
paru mereka, dengan demikian sangat mengubah gaya hidup mereka. Mereka menjadi tidak mampu

8
bekerja, dan banyak diantaranya terpaksa berhenti bekerja. Mereka tidak dapat lagi melakukan aktivitas fisik
yang paling ringan sekalipun tanpa mengalami dispnea.
Sering kali pasien mengalami penyakit kronis paru karena risiko okupasional. Saat ini sudah banyak publisitas
mengenai pemaparan okupasional, tetapi masih ada industri yang memberikan sedikit perlindungan bagi
karyawannya.
Penyakit paru obstruktif menahun (COPD-chronic obstructive pulmonary disease) adalah penyakit paru yang
dapat dibagi menjadi dua jenis: emfisema dan bronkitis kronis. Keduanya ditandai dengan perjalanan
progresif lambat, obstruksi terhadap aliran udara, dan kerusakan parenkim paru-paru. Secara klasik, pasien
dengan emfisema adalah "pink puffer". Tampak kurus dan lemah, menderita dispnea berat yang berkaitan
dengan sedikit batuk dan produksi sputum. "Blue bloater" yang klasik terutama menderita bronchitis. Ia
sianosis dan menderita batuk produktif tetapi kurang terganggu oleh dispneanya. Ia pendek dan gemuk.
Deskripsi klasik ini menarik, tetapi kebanyakan pasien COPD mempunyai ciri-ciri kedua jenis.
Sejak dahulu kala, para klinikus telah mengetahui bahwa faktor emosional memegang peranan pada timbul
dan bertahannya gejala-gejala asma bronchial. Serangan asma dapat dicetuskan oleh berbagai macam
emosi: takut, marah, depresi, bersalah, fruktrasi, gembira. Usaha pasien untuk menekan emosi ini, dan
bukannya emosi itu sendiri, yang mencetuskan serangan asma (Rees, 1956).
Pasien yang mengalami serangan asma menjadi cemas dan takut, yang menimbulkan lingkaran setan yang
cenderung mengabadikan serangan itu. Hiperventilasi mungkin berperan pada keadaan sesak nafas pasien
yang ketakutan. Meskipun mendapat terapi medis yang memadai, pasien ini tetap mengalami dispnea. Pada
pasien-pasien seperti ini, ansietas dan penyebabnyalah yang perlu diperhatikan. Mereka tetap memerlukan
dukungan medis dan psikologis setelah serangan akut.
Anak yang menderita asma mempunyai problem khusus. Ansietas, tekanan teman-teman sebaya, dan
kurangnya kepatuhan meminum obat, yang semuanya berperan untuk kambuhnya episode asma. Anak
tersebut tidak masuk sekolah lebih lama ketimbang teman sebayanya yang tidak asma, sehingga
menyebabkan prestasi sekolahnya terganggu; ini menimbulkan lingkaran setan lainnya. Insiden gangguan
emosional pad anak usia sekolah yang menderita asma lebih dari dua kali lipat insiden pada populasi umum
(Mattson, 1975).
Asma dapat mempengaruhi fungsi seksual seseorang baik secara fisiologis maupun psikologis. Pasien asma
dapat menjadi lebih sesak sebagai akibat meningkatnya kebutuhan fisik pada koitus. Dapat timbul
bronkospasme karena ketegangan, ansietas, atau panik (Conine dan Evans, 1981). Ansietas mengenai
timbulnya serangan asma selama koitus memperburuk dispnea pasien dan kemampuan seksualnya; ini
merupakan lingkaran setan lainnya. Oleh karena itu pasien mungkin cenderung menghindari koitus.

DAFTAR PUSTAKA

1. BARBARA BATES : PHYSICAL DIAGNOSTIC,


2. LANE DACRE AND PETER COPELMAN : BUKU SAKU KETERAMPILAN KLINIS, ECG, 2002
3. GRAHAM DOUGLAS ETC : CLINICAL EXAMINATION, ELSIEVER, 2005
4. Mc GOWAN, JEFFERIES, TURLEY : RESPIRATORY SYSTEM, MOSBY, 2004
5. JAMES D CRAPO, ET AL : PULMONARY DISEASES, 7 ed, 2004

9
10
11
CHECKLIST PEMERIKSAAN FISIK KELAINAN PARU

Skor
No. Aspek yang Dinilai
0 1 2

1 Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan dan tujuannya


kepada pasien
2 Meminta penderita melepaskan pakaian, mempersilahkan
duduk/berbaring di tempat tidur
3 Menentukan kelainan bentuk dan ukuran toraks
4 Menentukan perbedaan gerakan dada kiri dan kanan
5 Menentukan adanya cairan atau udara dalam kavum pleura
6 Menentukan suara napas abnormal
7 Menentukan suara napas tambahan
8 Menegakkan diagnosis
Jumlah

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan
2 : Dilakukan dengan benar

12
CHECKLIST PEMERIKSAAN FISIK KELAINAN PARU

No ASPEK YANG DINILAI SKOR

1 2 3

1 Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan dan tujuannya


kepada pasien

2 Meminta penderita melepaskan pakaian, mempersilahkan duduk/


berbaring paling baik posisi duduk di tempat tidur

3. Pemeriksa melakukan cuci tangan

4. Evaluasi keadaan umum pasien :

sesak

Cyanosis sentral / perifer

Clubbing finger

Edema ekstremitas inferior

Pemeriksaan dinding thorax anterior (paling baik posisi duduk)

Inspeksi

5. Perhatikan bentuk dada

6. Memperhatikan kesimetrisan dada kanan dan kiri

7 Perhatikan ruang interkostal (adanya retraksi dinding dada)

8 Perhatikan klavikula (bandingkan kiri dan kanan)

9 Perhatikan fossa supra dan infraklavikular (bandingkan kiri dan kanan)

Palpasi

10 Meletakkan jari di sternal notch untuk menilai letak trakea

11 Merasakan perbandingan gerakan nafas kanan & kiri dengan


meletakkan kedua telapak tangan di dinding thorax anterior (pada 3
lokasi)

12 Membandingkan fremitus suara kanan-kiri dengan meletakkan


kedua sisi ulnar telapak tangan pada punggung penderita di kanan
dan kiri tulang belakang dan meminta penderita mengucapkan ”88”
(pada 3 lokasi)

Perkusi

13 Melakukan perkusi secara sistematis dari atas ke bawah,

13
membandingkan kanan-kiri pada dinding thorax depan

14 Melakukan perkusi untuk mencari dan menentukan batas paru-hati

Auskultasi

15 Melakukan auskultasi dengan meletakkan membran stetoskop pada


tempat yang sesuai dengan urutan yang benar

16 Mendengarkan dan menyebutkan suara nafas saat inspirasi dan


ekspirasi pada tiap tempat yang diperiksa

17 Mendengarkan bunyi pernafasan pada ekspirasi dan inspirasi dalam

Pemeriksaan dinding thorax posterior

Inspeksi

18 Pasien diminta duduk, pemeriksa berdiri di belakang penderita

19 Memperhatikan bentuk scapulae, bandingkan kiri dan kanan

Palpasi

20 Merasakan perbandingan gerakan nafas kanan & kiri dengan


meletakkan kedua telapak tangan di dinding thorax posterior

21 Membandingkan fremitus suara kanan-kiri dengan meletakkan


kedua sisi ulnar telapak tangan pada punggung penderita di kanan
dan kiri tulang belakang dan meminta penderita mengucapkan ”88”

Perkusi

22 Melakukan perkusi dari atas ke bawah dengan sistematis dan


membandingkan kanan-kiri

14
23 Menentukan batas pengembangan paru

24 Mencatat hasil pemeriksaan

Auskultasi

25 Melakukan auskultasi dengan meletakkan membran stetoskop pada


tempat yang sesuai dengan urutan yang benar

26 Mendengarkan dan menyebutkan suara nafas saat inspirasi dan


ekspirasi pada tiap tempat yang diperiksa

29 Mendengarkan bunyi pernafasan pada ekspirasi dan inspirasi dalam

30 Mencatat hasil yang didapat

Keterangan :

0 : tidak dilakukan

1 : dilakukan tetapi kurang benar

2 : dilakukan dengan benar

Skor : Nilai X 100%

30

15

Anda mungkin juga menyukai