Standar Kompetensi
Setelah mengikuti pelatihan ini mahasiswa mampu mengenal/menentukan/memastikan keluhan-keluhan
atau gejala-gejala (Symptoms) dan tanda-tanda penyakit atau kelainan (Signs) pada paru, saluran napas,
dan pleura, lewat pemeriksaan fisik dinding toraks.
Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pelatihan ini mahasiswa mampu:
1. Menentukan adanya kelainan bentuk dan ukuran toraks.
2. Menentukan adanya perbedaan gerakan dada kiri dan kanan.
3. Menentukan adanya cairan atau udara dalam kavum pleura.
4. Menentukan adanya suara napas abnormal.
5. Menentukan adanya suara napas tambahan.
1
Setelah itu, perhatikan dan amati ada tidaknya retraksi supra-sternal, ada tidaknya deviasi trakea, ada
tidaknya benjolan atau tumor didaerah leher (misal struma/goiter, limfadenopati colli, cicatrix post
thyreoidectomy atau post scrofuloderma).
Pemakaian otot-otot tambahan (otot-otot bantu pernapasan) merupakan salah satu tanda adanya obstruksi
saluran pernapasan. Pada distress pernapasan, muskulus skalenus, trapezius dan sternokleidomastoideus
ikut berkontraksi selama inspirasi. Gerakan otot saat inspirasi normal mengalahkan resistensi elastik paru
dan dinding dada serta resistensi nonelastik yang terutama terdapat dijalan napas. Pada orang normal,
resistensi terbesar dihasilkan oleh jalan napas sentral yang besar, sedangkan sisanya ditimbulkan oleh jalan
napas karena kombinasi luas potongan melintang yang besar. Pada keadaan sakit (pada saat terjadi
penyempitan saluran napas, misalnya asma bronkiale atau COPD), kedua resistensi tersebut sangat
meningkat dan menyebabkan otot tambahan inspirasi (sternokleidomastoideus dan skalenus) atau ekspirasi
(otot abdomen) bekerja, sehingga kita bisa melihat otot-otot tersebut berkontraksi menjadi lebih nyata dan
bisa dilihat.
Otot-otot tambahan membantu dalam ventilasi, karena mereka mengangkat klavikula dan dada anterior
untuk meningkatkan volume paru dan memperbesar tekanan negatif di dalam toraks. Ini menyebabkan
retraksi fossasupraclavikularis dan interkostal. Gerakan ke atas klavikula lebih dari 5 mm selama
pernapasan adalah berkaitan dengan penyakit obstruksi paru yang berat.
2
3
Perkusi
Nada perkusi adalah ukuran resonansi dinding dada. Karena paru normal terisi oleh udara, nada perkusi
normal disebut sonor (resonan). Bila ruang intratorakal terisi oleh paru yang kolaps atau mengalami
konsolidasi, nada perkusi akan pekak (redup) karena bahan padat kurang menghantarkan bunyi
dibandingkan udara. Demikian juga bila kavum pleura terisi cairan (efusi pleura), darah (hematotoraks), atau
pus (pyotoraks/empyema) nada perkusi akan pekak karena cairan merupakan penghantar getaran yang
buruk. Bila rongga pleura terisi oleh udara (pneumotoraks), atau pada COPD dan emfisema pulmonum, nada
perkusi akan menjadi hipersonor (hiper-resonan).
4
Resonansi vocal/vocal fremitus (fremitus suara)
Pada paru normal, suara atau kata-kata yang diucapkan akan terdengar bergema (tidak jelas terdengar)
melalui stetoskop, karena bunyi bernada rendah dihantarkan lebih baik dari pada yang bernada tinggi.
Keadaan ini merupakan fremitus suara yang normal pada paru sehat. Pada paru yang sakit, vocal fremitus
bisa meningkat, bahkan di daerah konsolidasi akan dapat didengarkan adanya peningkatan kejernihan kata
yang terdengar melalui stetoskop yang ditempelkan dinding dada (ucapan kata yang diucapkan menjadi
jelas terdengar di stetoskop). Jika didapatkan keadaan ini, disebut bronkofoni positif dan hal ini disebabkan
oleh peningkatan sifat menghantarkan suara dari jaringan padat.
Bila terdapat efusi pleura, maka pada tepi atas efusi, akan dapat didengarkan suara ucapan yang (terdengar
melalui stetoskop) berubah menjadi seperti suara nasal (sengau/bindeng) yang bernada tinggi, dikenal
sebagai egofoni, yang terjadi karena peningkatan hantaran bunyi frekuensi tinggi dibarengi dengan
gangguan hantaran bunyi frekwensi rendah (aegofoni berarti suara kambing karena terdengar seperti
kambing yang mengembek).
5
Auskultasi
Pada blok terdahulu, kita telah tahu dan mengerti tentang suara-suara pernapasan normal yang didapatkan
pada orang normal, yaitu suara napas bronkial, bronkovesikuler, dan vesikuler. Pada paru yang sakit, akan
didapatkan adanya perubahan-perubahan suara napas tersebut, (misalnya suara vesikuler menjadi menguat,
melemah atau menghilang), dan adanya adanya suara napas tambahan, yaitu berupa bronkofoni (suara
percakapan yang menjadi jelas), bronchial whispered pectoriloque (suara bisik bronkial), egofoni, sukusio
hipokrates, ronki basah, krepitasi, wheezing, suara gesek pleura, serta suara amforik.
Suara napas bronkial terdengar jauh lebih kasar dengan jeda yang jelas antara inspirasi dan ekspirasi,
dengan fase ekspirasi yang memanjang. Suara napas bronkial normal pada orang sehat terdapat didaerah
dekat saluran napas besar, yaitu didekat trakea dan bronkus utama/saluran napas besar. Bila jaringan paru
memadat akibat konsolidasi (misalnya pada pneumonia atau edema paru), terjadi peningkatan hantaran
bunyi bronkus ke dinding dada disertai penurunan napas vesikuler normal karena pemasukan udara
berkurang atau tidak ada, sehingga akan terdengar suara napas bronkial. Jadi, suara napas bronkial akan
paling jelas terdengar didaerah yang mengalami konsolidasi. Pada pneumonia misalnya, alveolus dipenuhi
eksudat peradangan (sehingga menjadi lebih padat/konsolidasi), tetapi saluran udara tetap terbuka maka
akan terdengar suara napas bronkial. Kondisi tersebut membedakan konsolidasi dengan kolaps
(atelektasis) yang ditandai dengan sumbatan saluran udara, sehingga tidak akan didapatkan suara napas
bronkial.
6
Suara tambahan
Suara tambahan yang terdengar hanya pada keadaan patologis, bisa berasal dari paru atau pleura. Istilahnya
macam-macam, misalnya adventitious sound, additional sound (Inggris), Rales (Perancis), Ronchi (Latin),
Rattles, added sound, dll. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia) memakai istilah Ronki bagi suara
tambahan ini, yang dapat dibedakan menjadi Ronki Basah dan Ronki Kering.
7
Ronki Basah
Ronki basah terdengar terputus-putus, pada saat fase inspirasi. Terjadi jika ada dinding saluran napas yang
meradang, atau karena adanya tumpukan sekret di saluran napas. Dalam buku-buku Journal dan Textbook,
istilah Ronki basah ini macam-macam, misalnya : Moist Sound, Interrupted Sound, Crackles, Discontinuous
Sound, Rales, Bubbling Sound, dan Crepitation. Ronki basah dibagi atas dasar kualitasnya, menjadi Ronki
Basah Kasar, Sedang dan Halus. Ronki basah kasar cirinya seperti suara gelembung udara besar yang pecah,
terdengar bila banyak sekret di saluran napas besar, pada orang yang kesadarannya menurun atau penderita
yang tidak kuat batuk. Ronki basah kasar yang terdengar pada keadaan agonal disebut “death rattles”. Ronki
basah sedang cirinya seperti suara gelembung udara kecil yang pecah, terdengar bila banyak sekret disaluran
napas kecil-sedang (misalnya pada bronkiektasis, bronkopneumonia). Ronki basah halus terdengar seperti
suara jika rambut digesekkan oleh jari telunjuk dan ibu jari di depan telinga. Ronki basah halus disebut juga
dengan Krepitasi, terdengar pada akhir inspirasi, dan disebabkan oleh terbukanya secara mendadak suatu
asinus atau alveoli yang kolaps atau terisi eksudat sebagian, misalnya pada pasien dengan E dema Paru atau
Pneumonia yang dini. Krepitasi kadang-kadang dapat terdengar pada orang normal di bagian basal paru
dalam keadaan tegak dan bernapas pelan, yaitu karena ventilasi kurang, sehingga alveoli menjadi kolaps. Ini
sering terjadi pada orang gemuk atau tirah baring lama, dan menghilang setelah menarik napas dalam
beberapa kali atau batuk-batuk.
Ronki Kering
Ronki kering terdengar kontinyu, terusmenerus, seperti suara dari alat musik, pada saat fase ekspirasi. Istilah
lain adalah : Dry Sound, Continuous Sound, Wheeze, Ronchi, atau Musical Sound. Ronki kering dibedakan
atas dasar nada-nya, yaitu Sonourous yang bernada rendah, terdengar seperti orang mengerang (grouning),
terjadi karena obstruksi parsial saluran napas besar, dan Sibilan yang bernada tinggi, terdengar mencicit
(squacking), terjadi karena obstruksi parsial saluran napas kecil, baik karena bronkospasme, edem mukosa,
maupun hilangnya recoil elastic jaringan paru. Sibilan disebut juga dengan Wheezing. Pada pasien Asma
Bronkiale, hampir selalu terdengar wheezing karena ada penyempitan bronkus yang menyeluruh akibat dari
bronkospasme otot polos disertai edem dan infiltrasi sel-sel radang pada mukosa saluran napas. Obstruksi
oleh bahan intralumen, seperti benda asing atau sekresi yang diaspirasi atau tumor, merupakan penyebab
penting lain terdengarnya Wheezing, tetapi biasanya unilateral dan lokal. Wheezing yang terlokalisasi
dengan baik, yang tidak berubah dengan batuk, mungkin disebabkan oleh bronkus yang tersumbat sebagian
oleh benda asing atau oleh tumor. Pada pasien dengan CHF (Congestive Heart Failure = Gagal Jantung
Kongestif), dapat ditemukan adanya wheezing akibat obstruksi saluran napas oleh edem paru akut, sehingga
dulu sering mendapat istilah sebagai Asma Cardiale.
Pleural Rub
Pleural rub adalah suara berderak akibat gesekan dua permukaan pleura yang meradang. Biasanya bising ini
terdengar seperti gesekan kulit dan terletak di daerah yang mengalami nyeri pleura. Pleural rub terdengar
saat inspirasi dan ekspirasi dan menyerupai suara gesekan baju dan kulit sehingga selalu periksa pasien
dalam kondisi telanjang dada.
8
bekerja, dan banyak diantaranya terpaksa berhenti bekerja. Mereka tidak dapat lagi melakukan aktivitas fisik
yang paling ringan sekalipun tanpa mengalami dispnea.
Sering kali pasien mengalami penyakit kronis paru karena risiko okupasional. Saat ini sudah banyak publisitas
mengenai pemaparan okupasional, tetapi masih ada industri yang memberikan sedikit perlindungan bagi
karyawannya.
Penyakit paru obstruktif menahun (COPD-chronic obstructive pulmonary disease) adalah penyakit paru yang
dapat dibagi menjadi dua jenis: emfisema dan bronkitis kronis. Keduanya ditandai dengan perjalanan
progresif lambat, obstruksi terhadap aliran udara, dan kerusakan parenkim paru-paru. Secara klasik, pasien
dengan emfisema adalah "pink puffer". Tampak kurus dan lemah, menderita dispnea berat yang berkaitan
dengan sedikit batuk dan produksi sputum. "Blue bloater" yang klasik terutama menderita bronchitis. Ia
sianosis dan menderita batuk produktif tetapi kurang terganggu oleh dispneanya. Ia pendek dan gemuk.
Deskripsi klasik ini menarik, tetapi kebanyakan pasien COPD mempunyai ciri-ciri kedua jenis.
Sejak dahulu kala, para klinikus telah mengetahui bahwa faktor emosional memegang peranan pada timbul
dan bertahannya gejala-gejala asma bronchial. Serangan asma dapat dicetuskan oleh berbagai macam
emosi: takut, marah, depresi, bersalah, fruktrasi, gembira. Usaha pasien untuk menekan emosi ini, dan
bukannya emosi itu sendiri, yang mencetuskan serangan asma (Rees, 1956).
Pasien yang mengalami serangan asma menjadi cemas dan takut, yang menimbulkan lingkaran setan yang
cenderung mengabadikan serangan itu. Hiperventilasi mungkin berperan pada keadaan sesak nafas pasien
yang ketakutan. Meskipun mendapat terapi medis yang memadai, pasien ini tetap mengalami dispnea. Pada
pasien-pasien seperti ini, ansietas dan penyebabnyalah yang perlu diperhatikan. Mereka tetap memerlukan
dukungan medis dan psikologis setelah serangan akut.
Anak yang menderita asma mempunyai problem khusus. Ansietas, tekanan teman-teman sebaya, dan
kurangnya kepatuhan meminum obat, yang semuanya berperan untuk kambuhnya episode asma. Anak
tersebut tidak masuk sekolah lebih lama ketimbang teman sebayanya yang tidak asma, sehingga
menyebabkan prestasi sekolahnya terganggu; ini menimbulkan lingkaran setan lainnya. Insiden gangguan
emosional pad anak usia sekolah yang menderita asma lebih dari dua kali lipat insiden pada populasi umum
(Mattson, 1975).
Asma dapat mempengaruhi fungsi seksual seseorang baik secara fisiologis maupun psikologis. Pasien asma
dapat menjadi lebih sesak sebagai akibat meningkatnya kebutuhan fisik pada koitus. Dapat timbul
bronkospasme karena ketegangan, ansietas, atau panik (Conine dan Evans, 1981). Ansietas mengenai
timbulnya serangan asma selama koitus memperburuk dispnea pasien dan kemampuan seksualnya; ini
merupakan lingkaran setan lainnya. Oleh karena itu pasien mungkin cenderung menghindari koitus.
DAFTAR PUSTAKA
9
10
11
CHECKLIST PEMERIKSAAN FISIK KELAINAN PARU
Skor
No. Aspek yang Dinilai
0 1 2
Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan
2 : Dilakukan dengan benar
12
CHECKLIST PEMERIKSAAN FISIK KELAINAN PARU
1 2 3
sesak
Clubbing finger
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
13
membandingkan kanan-kiri pada dinding thorax depan
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
14
23 Menentukan batas pengembangan paru
Auskultasi
Keterangan :
0 : tidak dilakukan
30
15