LAPORAN PENDAHULUAN
IMRAN ILAHUDE
225070209111028
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
A. Definisi
Pemeriksaan fisik pernapasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk
melakukan pengkajian fisik pada pasien yang mengalami abnormalitas sistem pernapasan
yang meliputi, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
a. Mengetahui adanya deformitas/ asimetri bentuk dada, adanya retraksi sela iga waktu
respirasi.
b. Adanya ketinggalan gerak/ gangguan pergerakan napas pada suatu atau kedua sisi dada.
c. Adanya lesi/ kelainan pada kulit
Menurut (Lestari et al., 2017) , pengkajian paru pada tahap inspeksi meliputi
postur bentuk, kesimetrisan serta warna kulit, perbandingan bentuk dada anterior,
posterior, dan tranversal pada bayi 1:1, dewasa 1:2 bentuk abnormal pada kondisi
tertentu, diantaranya:
- Pigeon chest: bentuk dada seperti burung diameter transversal sempit, anterior
posterior, membesar atau lebar, tulang sternum menonjol kedepan.
- Funnel chest: bentuk dada diameter sternum menyempit, anterior posterior menyempit,
transversal melebar.
- Barrel chest: bentuk dada seperti tong, diameter anterior posterior transversal memiliki
perbandingan 1:1, juga amati kelainan tulang belakang seperti kifosis, lordosis, dan
scoliosis.
Hal yang perlu diperhatikan pada inspeksi pemeriksaan fisik pernapasan yaitu:
2. Palpasi
Tujuan palpasi pernapasan yaitu:
1. Mengetahui adanya nyeri tekan local dan kemungkinan adanya fraktur yang
menyebabkan gangguan pernapasan.
2. Kesimetrisan ekspansi paru dengan menggunakan telapak tangan atau jari sehingga
dapat merasakan getaran dinding dada dengan meminta pasien mengucapkan tujuh
puluh tujuh secara berulang-ulang. Getaran yang dirasakan disebut vocal fremitus.
Perabaan dilakukan diseluruh permukaan dada (kiri,kanan depan, belakang)
umumnya pemeriksaan ini bersifat membandingkan bagian mana yang lebih bergetar atau
kurang bergetar,adanya kondisi pendataan paru akan terasa lebih bergetar, adanya kondisi
pemadatan paru akan terasa lebih bergetar seperti pnimonia,keganasan pada pleural
effusion atau pneumathorak akan terasa kurang bergetar (Lestari et al., 2017).
3. Perkusi
Perkusi dinding thorak dengan cara mengetuk dengan jari tengah, tangan kanan
pada jari tengah tangan kiri yang ditempeklan erat pada dinding dada celah interkostalis.
Perkusi dinding thorak bertujuan untuk mengetahui batas jantung, paru, serta suara
jantung maupun paru. Suara paru normal yang didapat dengan cara perkusi adalah
resonan atau sonor, seperti dug, dugm dug, redup atau kurang resonan suara perkusi
terdengar bleg, bleg, bleg. Pada kasus terjadnya konsolidasi paru seperti pneumonia,
pekak atau datar terdengar mengetuk paha sendiri seperti kasus adanya cairan rongga
pleura, perkusi hepar dan jantung. hiperesonan/tympani suara perkusi pada daerah
berongga terdapat banyak udara seperti lambung, pneumothorax dan coverna paru
terdengar dang, dang, dang.
4. Auskultasi
Auskultasi paru adalah menedengarkan suara pada dinding thorax menggunakan
stetoskope karena sistematik dari atas ke bawah dan membandngkan kiri maupun kanan
suara yang didengar adalah:
a. Suara napas
1) Vesikuler: suara napas vesikuler terdengar di semua lapang paru yang normal,
bersifat halus, nada rendah, inspirasi lebih panjang dari ekspiasi.
2) Brancho vesikuler: tedrdengar di daerah percabangan bronchus dan trachea sekitar
sternum dari regio inter scapula maupun ICS 1: 2. Inspirasi sama panjang dengan
ekspirasi.
3) Brochial : terdengar di dzerah trachea dan suprasternal notch bersifat kasar, nada
tinggi, inspirasi lebih pendek, atau ekspirasi
b. Suara tambahan
1) Rales/ Krakles: Bunyi yang dihasilkan oleh exudat lengket saat saluran halus
pernapasan mengembang dan tidak hilang, suruh pasien batuk, sering ditemui pada
pasien dengan peradangan paru seperti TBC maupun pneumonia.
2) Ronchi: Bunyi dengan nada rendah, sangat kasar terdengar baik inspirasi maupun
ekspirasi akibat terkumpulnya secret dalam trachea atau bronchus sering ditemui
pada pasien oedema paru, bronchitis.
3) Wheezing: Bunyi musical terdengar “ngii...” yang bisa ditemukan pada fase
ekspirasi maupun ekspirasi akibat udara terjebak pada celah yang sempit seperti
oedema pada brochus.
4) Fleural Friction Rub: Suatu bunyi terdengar kering akibat gesekan pleura yang
meradang, bunyi ini biasanya terdengar pada akhir inspirasi atau awal ekspirasi,
suara seperti gosokan amplas.
5) Vocal Resonansi: Pemeriksaan mendengarkan dengan stethoscope secara sistematik
disemua lapang guru, membandingkan kanan dan kiri pasien diminta mengucapkan
tujuh puluh tujuh berulang-ulang.
Vokal resonan normal terdengar intensitas dan kualitas sama antara kanan dan
kiri.
Bronchophoni: terdengar jelas dan lebih keras dibandingkan sisi yang lain
umumnya akibat adanya konsolidasi.
Pectorilequy: suara terdengar jauh dan tidak jelas biasanya pada pasien effusion
atau atelektasis.
Egopony: suara terdengar bergema seperti hidungnya tersumbat.
a. INSPEKSI
Inspeksi dalam keadaan statis
1. Perhatikan muka (edema), mata (konjungtiva anemis
atau tidak), dan bibir (sianosis atau tidak)
2. Perhatikan posisi trakea : normal, deviasi kiri atau
kanan.
3. Perhatikan bentuk dada (adakah kelainan bentuk atau
ukuran toraks)
4. Perhatikan posisi dari iga-iga (mendatar atau tidak)
5. Bandingkan ruang sela iga (intercostal space) kiri dan
kanan
6. Perhatikan sternum dan klavikula (apakah ada kelainan
bentuk)
7. Perhatikan sudut epigastrium (apakah lancip atau
tumpul)
8. Perhatikan apakah ada pelebaran vena-vena di dinding
toraks (venaektasi)
Inspeksi dalam keadaan dinamis
9. Tentukan jenis pernapasan apakah ada pernapasan
abnormal seperti Kusmaull, cheyne stokes, biot, apneu,
dll)
10.Hitung frekuensi pernapasan
11.Bandingkan pergerakan dinding toraks kiri dan kanan
apakah sama atau ada pergerakan salah satu dinding
toraks yang tertinggal
b. PALPASI
1. Dengan menggunakan kedua tangan untuk memeriksa
apakah ada limfadenopati supraklavikularis dan leher .
2. Lakukan pemeriksaan posisi trakea dengan jari
telunjuk apakah normal, deviasi ke kanan atau ke kiri.
3. Apakah ada massa di dinding toraks, apakah ada nyeri
tekan lokal, dan apakah ada krepitasi yang
menunjukkan emfisema subkutis.
4. Melakukan pemeriksaan pengembangan rongga toraks
(pemeriksa menempelkan tangan pada dinding toraks
bagian bawah dengan kedua ibu jari bertemu pada
garis mid sternalis dan jari lain mengarah ke sisi kiri
dan kanan dinding toraks, kemudian pasien diminta
inspirasi dalam sambil pemeriksa memperhatikan
pergerakan dari kedua ibu jarinya apakah pergerakan
simetris atau ada yang tertinggal
5. Melakukan palpasi pada permukaan dinding toraks
untuk menilai fremitus taktil mulai dari bagian apeks,
medial dan basal. Bandingkan kiri dan kanan secara
simetris sambil pasien diminta untuk mengucapkan
kata “sembilan puluh sembilan” atau “iiiiiii..”
c. PERKUSI
1. Jika memungkinkan, sebaiknya perkusi dilakukan
dalam posisi pasien tegak karena suara perkusi dapat
berubah akibat perubahan letak organ.
2. Menentukan puncak paru dengan perkusi bahu mulai
lateral (suara redup) ke arah medial sampai terdengar
perubahan menjadi sonor, berilah tanda. Lakukan
perkusi dari pangkal leher (suara redup) ke arah lateral
sampai terdengar perubahan suara sonor, berilah tanda.
Puncak paru terletak diantara kedua tanda tersebut.
3. Melakukan perkusi pada kedua hemitoraks kiri dan
kanan mulai dari bagian apeks, medial dan basal,
dibandingkan antara kiri dan kanan.
4. Menentukan batas paru hepar pada linea mid
klavikularis kanan, yaitu perubahan suara perkusi dari
sonor menjadi redup, normalnya didapatkan pada
ruang sela iga kelima kanan.
5. Melakukan perkusi untuk menentukan batas paru
jantung kanan, kiri atas, dan kiri bawah
d. AUSKULTASI
1. Stetoskop diletakkan di dinding toraks, dan pasien
diminta untuk menarik nafas panjang.
2. Lakukan auskultasi secara sistematis mulai dari suara
napas normal trakeal pada daerah trakea, kemudian
suara napas normal bronkial pada daerah suprasternal.
3. Mendengarkan suara napas normal bronkovesikuler
pada daerah di atas korpus sternum dan para sternalis,
dibandingkan secara sistematis kiri dan kanan.
4. Mendengarkan suara napas normal vesikuler pada basal
paru dan lateral dinding toraks 5. Mendengarkan suara
napas tambahan :
* Ronki
* Wheezing
* Stridor, dll
b. PALPASI
1. Melakukan palpasi pada permukaan dinding toraks
untuk menilai fremitus taktil mulai dari bagian apeks,
medial dan basal. Bandingkan kiri dan kanan secara
simetris sambil pasien diminta untuk mengucapkan
kata “sembilan puluh sembilan” atau “iiiiiii..”
c. PERKUSI
1. Melakukan perkusi pada kedua hemitoraks belakang
kiri dan kanan mulai dari dinding bagian apeks, medial
dan basal.
2. Menentukan peranjakan batas paru belakang dengan
cara menentukan (beri tanda) batas paru saat inspirasi
biasa, kemudian menentukan (beri tanda) batas paru
saat inspirasi dalam. Normalnya batas paru beranjak
turun sekitar 2 jari (+ 4 cm)
d. AUSKULTASI
1. Mendengarkan suara napas normal bronkovesikuler
pada daerah interskapula, dan suara napas normal
vesikuler pada kedua hemitoraks belakang kiri dan
kanan bagian medial dan lateral.
2. Mendengarkan suara napas tambahan (ronki,
wheezing, stridor, dll)
A. Pengkajian Sistem Pernafasan
1. Prosedur Wawancara
a. Keluhan utama:
Keluhan utama pada gangguan didaerah pernafasan adalah keluhan yang berkisar
dari adanya nyeri dada, dispnea, mengi, batuk, atau sputum bernoda darah
(hemoptisis). Untuk menilai gejala ini, Kita harus melakukan pemeriksaan untuk
mencari penyebabnya. Sumber nyeri dada tercantum dalam daftar dibawah ini.
Pertanyaan diawal harus seluas mungkin “ Apakah Anda merasakan perasaan yang
tidak nyaman atau tidak enak didalam dada Anda ?”. Ketika Anda melanjutkan dengan
riwayat medis yang lengkap, mintalah pasien untuk menunjukan dimana titik nyeri
tersebut dirasakan. Amati tingkah laku pasien ketika ia menjelaskan rasa nyerinya.
Umumnya pada pasien dengan gangguan pernafasan mengeluh sesak nafas, batuk
berdahak, atau batuk berdarah. Dispnea merupakan gangguan pernafasan yang tidak
terasa nyeri namun menimbulkan rasa tidak nyaman dan tidak sesuai dengan tingkat
aktivitas. Keluhan serius ini memerlukan penjelasan dan pemeriksaan yang lengkap
mengingat dispnea sering terjadi karena penyakit jantung dan paru. Tanyakan
“Pernahkan Anda mengalami kesulitan bernafas ?” Temukan kapan keluhannya
terjadi, apakah pada saat istirahat ataukah saat beraktivitas dan seberapa berat aktivitas
yang menimbulkan awal keluhan dispnea. Sebaliknya, lakukan upaya untuk
menentukan intensitas dispneaberdasarkan aktivitas pasien sehari-hari. Berapa banyak
langkah atau anak tangga yang dapat pasien tempuh sebelum berhenti karena
kehabisan nafas? Bagaimana tentang aktivitas yang memerlukan tenaga sedang seperti
mengepel, merapihkan tempat tidur. Apakah keluhan dispneu itu merubah gaya hidup
dan aktivitas sehari-hari?. Dengan teliti tanyakan pula saat kejadian dispnea terjadi,
apakah ada gejala lain yang menyertainya dan faktor apa yang meredakan atau
memperberat serangan tersebut.
Sebagian besar pasien dispnea menghubungkan keluhan sesk nafas dengan tingkat
aktivitasnya. Pasien cemas member gambaran berbeda. Mereka akan menceritakan
kesulitan pada waktu menarik nafas yang cukup atau perasaan tercekik dengan
ketidak mampuan untuk mendapatkan cukup udara yang disertai parastesia atau
perasaan kesemutan atau perasaan seperti tertusuk jarum disekitar bibir atau
ekstremitas.
Mengi merupakan bunyi pernafasan yang musical dan dapat didengar oleh pasien
maupun orang lain.
Batuk merupakan gejala yang sering dijumpai, batuk merupakan respon tubuh berupa
reflex terhadap rangsangan yang mengiritasi reseptor pada laring, trakea atau bronkus
besar. Rangsangan atau stimulus ini meliputi mucus, pus, dan darah disamping agen
dari luar seperti debu, benda asing atau bahkan udara yang terlampau dingin atau
banyak. Penyebab lainnya meliputi inflamasi mukosa respiratorius dan tekanan atau
desakan dalam saluran nafas yang disebabkan oleh tumor atau pembesaran limfo
nodus peribronkial. Meskipun batuk secara khas merupakan sinyal yang menunjukan
permasalahan dalam traktus respiratorius, gejala ini dapat pula berasal dari system
kardiovaskular. Untuk keluhan batuk harus ditanyakan apakah batuknya kering atau
menghasilkan sputum atau dahak/riak (phlegm). Minta pasien untuk menjelaskan
jumlah sputumyang dikeluarkan warna, bau serta konsistensinya.
b. Riwayat Kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan difokuskan pada masalah fisik dan fungsional pasien
yang berakibat negatif bagi kehidupannya. Masalah pernafasan yang sering muncul
adalah dispnea (nafas pendek), nyeri, akumulasi mucus, wheezing, hemoptisis (batuk
darah), edema ankle dan kaki, batuk, dan kelemahan umum. Data yang dikumpulkan
meliputi faktor pencetus, durasi, derajat, dan faktor yang berhubungan dengan gejala
serta perlu mengkaji pula factor genetik yang mungkin berkontribusi pada kondisi
pasien. Perawat perlu mengkaji tanda dan gejala yang muncul akibat
ketidakmampuan pasien melakukan ADL dan kegiatannya seperti biasa. Faktor
psikososial juga harus dikaji seperti kecemasan, perubahan peran, hubungan keluarga,
masalah financial, status pekerjaan dan kepegawaian, dan mekanisme koping pasien.
Posterior Dada
Inspect respiratory Same as with anterior chest,
rate, rhythm, depth, although abnormal spinal curves
and symmetry of are more obvious. Look for scars
chest movements. from pneumonectomy or
Inspect AP to lobectomy, located laterally and
lateral ratio, spinal curving under scapula.
deformities, and condition of
skin.
Skin should be intact, chest
expansion equal, and spine
straight without lateral curves or
deformities.
Palpasi
Auskultasi
Perkusi
B. Diagnosa Keperawatan
Rencana Intervensi :
a) Observasi : status pernapasan, hasil gas darah arteri, nadi dan nilai saturasi
b) Berikan obat yang telah diresepkan
c) Konsultasikan pada dokter jika gejala tetap memburuk dan menetap
(komplikasi utama gagal napas)
d) Berikan oksigen yang telah dilembabkan 2 – 3 L/menit
e) Pertahankan posisi fowler’s dengan tangan abduksi dan disokong oleh bantal
atau duduk condong ke depan dengan ditahan oleh meja
f) Hindari penggunaan depresan saraf pusat secara berlebihan (sedatif/narkotik)
g) Anjurkan untuk berhenti merokok.
D. Impelementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan
tindakan keperawatan dapat dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi.
a. Hindari allergen
Salah satu penatalaksanaan asma adalah menghindari eksaserbasi. Pasien yang
rentan tidak dibiarkan untuk terpajan cuaca yang sangat dingin, berangin, atau cuaca
ekstrim lainnya, asap spray, atau iritan lainny.
b. Meredakan bronkospasme
Awal serangan sehingga dapat dikendalikan sebelum gejala tersebut semakin
berat. Tanda-tanda objektif yang dapat diobservasikan antara lain rinorea, batuk,
demam ringan, iritabilitas, gatal (terutama leher bagian depan dan dada), apatis,
ansietas, gangguan tidur, rasa tidak nyaman pada abdomen, kehilangan nafsu makan.
Pasien yang menggunakan nebulizer, MDI, diskhaler, atau rotahaler untuk
memberikan obat perlu mempelajari cara penggunaan alat tersebut dengan benar
(Wong, 2014).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap keperawatan
harus dievaluasi, dengan melibatakan klien, perawat, anggota tim kesehatan lainnya, dan
bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam perencanaan tercapai atau tidak untuk
melakukan pengkajian ulang jika tindakan belum berhasil. Evaluasi yang diharapkan pada
pasien asma bronchial dengan fokus ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah tanda-
tanda gejala pernafasan dalam batas normal, aktifitas sehari-hari pada pasien terkontrol (tidak
terjadinya asma dan menghindari alergen), mengenali tanda-tanda dan penanggulangan asma,
serta rasa cemas yang dialami pasien dan keluarga bisa berkurang (Wong, 2014).
Referensi
Sumber:
Djaharuddin, I., Tabri, N. A., & Iskandar, H. (2017). Pegangan Mahasiswa: Keterampilan Klinis Pemeriksaan
Fisik Sistem Respirasi. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Lestari, D. D., Sari, D. K., Infantri, D. A. M., & Fajarwati, D. (2017). Pemeriksaan Fisik Paru.