RUMAH SAKIT
Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah Keselamatan Pasien
(Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada tahun 2000-an, sejak laporan
dan Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan laporan: to err is human, building a safer
health system. Keselamatan pasien adalah suatu disiplin baru dalam pelayanan kesehatan
yang mengutamakan pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error yang sering
menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan kesehatan.
Frekuensi dan besarnya KTD tak diketahui secara pasti sampai era 1990-an, ketika
berbagai Negara melaporkan dalam jumlah yang mengejutkan pasien cedera dan meninggal
dunia akibat medical error. Menyadari akan dampak error pelayanan kesehatan terhadap 1
dari 10 pasien di seluruh dunia maka World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa
perhatian terhadap Keselamatan Pasien sebagai suatu endemis.
Organisasi kesehatan dunia WHO juga telah menegaskan pentingnya keselamatan
dalam pelayanan kepada pasien: “Safety is a fundamental principle of patient care and a
critical component of quality management.” (World Alliance for Patient Safety, Forward
Programme WHO, 2004), sehubungan dengan data KTD di Rumah Sakit di berbagai negara
menunjukan angka 3 – 16% yang tidak kecil.
Sejak berlakunya UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 29
tentang Praktik Kedokteran, muncullah berbagai tuntutan hukum kepada Dokter dan Rumah
Sakit. Hal ini hanya dapat ditangkal apabila Rumah Sakit menerapkan Sistem Keselamatan
Pasien. Sehingga Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) membentuk Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) pada tanggal 1 Juni 2005. Selanjutnya Gerakan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini kemudian dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI pada
Seminar Nasional PERSI pada tanggal 21 Agustus 2005, di Jakarta Convention Center
Jakarta.
KKP-RS telah menyusun Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien bagi
staf RS untuk mengimplementasikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Di samping itu
pula KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Depkes telah menyusun Standar Keselamatan
Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi salah satu Standar Akreditasi Rumah Sakit.
Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan Permenkes 1691 tahun
2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit sebagai pedoman bagi penerapan
Keselamatan Pasien di rumah sakit. Dalam permenkes 1691 tahun 2011 dinyatakan bahwa
rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan program
dengan mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit.
1. Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS)
yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien.
2. TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada kepala rumah
sakit.
3. Keanggotaan TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari manajemen rumah
sakit dan unsur dari profesi kesehatan di rumah sakit.
4. TKPRS melaksanakan tugas:
a) Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai dengan
kekhususan rumah sakit tersebut;
b) Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien rumah
sakit;
c) Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan
(monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan (implementasi) program
keselamatan pasien rumah sakit;
d) Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk melakukan
pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit;
e) Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta mengembangkan
solusi untuk pembelajaran;
f) Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah sakit dalam rangka
pengambilan kebijakan keselamatan pasien rumah sakit; dan
g) Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit.
4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien
sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko
dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009
“Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit
apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan
standar baik secara perdata ataupun pidana”