a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat;
b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;
c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan
pelayanannya;
d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien
tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan
korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;
g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
sebagai acuan dalam melayani pasien;
h. menyelenggarakan rekam medis;
i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir,
ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia;
j. melaksanakan sistem rujukan;
k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta
peraturan perundang-undangan;
l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien;
m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
n. melaksanakan etika Rumah Sakit;
o. memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
p. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun
nasional;
q. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan
tenaga kesehatan lainnya;
r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws);
s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam
melaksanakan tugas; dan
t. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.
D.2. Dalam Undang undang no 36/2009 tentang Kesehatan
Keselamatan pasien juga terdapat dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009. Sebagai berikut :
1. Pasal 5 ayat (2), menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
2. Pasal 19, menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala
bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.
3.Pasal 24 ayat (1), menyatakan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode
etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional
4.Pasal 53 ayat (3), menyatakan pelaksanaan pelayanan kesehatan harus mendahulukan
keselamatan nyawa pasien.
5.Pasal 54 ayat (1), menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan
secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan non diskriminatif.
E. Tuntutan Hukum mengabaikan keslamatan pasien
Melalai atau mengabaikan keselamatan yang dapat merugikan pasien baik moril dan materil
rumah sakit dapat saja dituntut ganti rugi baik perdata maupun pidana apabila terbukti bersalah
atau mengabaikan keselamatan pasien
Oleh sebab itu tata kelola pasien yang berorientasi pada keselamatan sangat mutlak
dilaksanakan agar rumah sakit tidak dituntut oleh pasien atau keluarga yang merasa dirugikan.
Dalam Undang undang nomor 36/2009 tentang kesehatan keselamatan juga telah
ditetapkan, dalam pasal 58 sebagai berikut : 1.Setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.
G.TATA KELOLA KESELAMATAN PASIEN
Rumah sakit sakit harus membuat sistem dan kebijakan keselamatan baik dalam bentuk
kebijakan, Pedoman, Panduan maupun Standar Operasioan Prosedur, Pelatihan mutu dan
keselamatan, serta sistem pelaporan keselamatan/insiden keselamatan pasien secara terus
menerus.
Budaya keselamatan pasien dalam rumah sakit merupakan suatu kewajiban.
Pimpinan wajib menyadarkan kepada semua staf pentingnya keselamatan pasien.
kkpk 2
MATERI : KEGAWATDARURATAN
“PPGD (P3K) PADA PATAH TULANG”
OLEH:
Adzanri, AMK SS MH
1. Latar Belakang
Trauma patah tulang (muskuloskeletal) merupakan trauma yang sering dijumpai dalam
keadaan sehari hari, di Indonseia kecelakan lau lintas merupakan penyebab utama
muskuloskeletal walaupun nampak selalu dramatis trauma muskuloskeletal jarang memberikan
ancaman lansung jiwa penderita, pada penderita dengan trauma multiple penanganan pasien
dengan pendekatan sistematis (ABCDE) sangat diperlukan untuk tidak terdeteksinya yang
mengancam nyawa. Beberapa trauma patah tulang (muskuloskeletal) dapat memberikan
ancaman yang serius terhadap jiwa maupun ekstremitas, pertolongan yang benar dalam
memiminimalkan terjadinya mortalitas dan morbifitas dalam trauma muskuloskeletal ini. Trauma
muskuloskeletal multiple dapat memberikan perdarahan yang cukup signifikan dan dapat
menyebabkan pasien jatuh dalam keadaan syok, resusitasi cairan dan pemasangan bidai
merupakan tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi hal ini. (SPGDT PPGD/GELS seri
ke 3 Depkes RI 2006)
2. Cedera Ekstremitas
1. Fraktur putusnya kontunitas tulang, patah (fraktur) dapat disebabkan berbagai penyebab
namun hampir selalu dibutuhkan data yang cukup besar untuk menyebabkan Patah (fraktur),
Patah (Fraktur) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, disebabkan karena trauma
langsung tak langsung.
3. Penyebab Patah tulang
1. Trauma atau benturan, Adanya 2 trauma langsung ( dikarenakan suatu benda jatuh atau
tabrakan hantaman keras), Benturan tidak langsung ( benda mental )
2. Tekanan atau stres yang terus menerus dan berlangsung lama Tekanan kronis berulang
dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan Patah (fraktur) yang kebanyakan terjadi pada
tulang tibia, fibula atau mentatarsal pada olahragawan.
3. Adanya keadaan yang tidak normal pada tulang.(tumor tulang)
4. Manifestasi klinis Patah tulang
1. Nyeri, Bengkak atau oedem Edema, Memar atau ekimosis
2. Spasme otot, Penurunan sensasi, Gangguan fungsi
3. Paralysis
4. Krepitasi
5. Deformitas Abnormal
6. Shock hopovolemik
5.Klasifikasi Fraktur
5.1.Menurut Depkes RI ( 1995 ), berdasarkan luas dan garis Patah/fraktur meliputi :
1. Fraktur komplit
2. Fraktur inkomplit
5.2. Menurut Black dan Matassarin ( 1993 ) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia
luar, meliputi :
1. Fraktur tertutup
2. Fraktur terbuka.
5.3. Long ( 1996 ) mengenai fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu :
a) Greenstick
b) Tranverse
c) Longitudinal
d) Oblique
e) Spiral
6. Menentukan atau memastikan adanya patah tulang
Patah tulang umumnya mempunyai riwayat trauma yang di ikuti penggunaan kemampuan
anggota gerak yang terkena. Pemeriksaan dengan cara
6.1).Inspeksi
6.2).Palpasi
6.3).Gerakan Terdapat dua gerakan yang dapat digunakan untuk menilai tingkat pergerakan
akibat patah tulang, yaitu : Gerakan aktif, Gerakan pasif
H. Petalaksanaan Kegawatan (P3K) Pada patah Tulang :
I.Prinsip Pembidaian
I.1.Prinsip pembidaian :
1. Dalam melaksanakan tindakan lakukan Prinsip Aman diri, aman lingkungan, aman
penderita (3 A)
2. Sebaiknya penolong lebih satu orang
3. Survey Primer/CEK ABC Korban, perhatian tingkat kegawatan patah tulang
4. Tenangkan penderita (bila sadar). Jelaskanlah bahwa akan memberikan pertolongan
pertama kepada penderita.
5. Lakukan pembidaian di mana anggota badan mengalami cedera (sebaiknya korban
jangan dipindahkan sebelum dibidai).
6. Lakukan juga pembidaian pada dugaan ada tanda tanda patah tulang.
1.2.Persiapan alat-alat bidai
1. Bidai standar yang telah disiapkan, bahan papan, plastik, collar neck
2. Bisa juga bisa dibuat sendiri bahan sederhana (bidai darurat), misalnya ranting pohon,
papan kayu, dll. Panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai.
3. Bidai yang keras sebaiknya dibungkus/dibalut terlebih dahulu dengan bahan yang lebih
lembut (kain, kassa, dll)
4. Bahan pengikat bidai sebagai pembalut/pengikat untuk pembidaian bisa berasal dari
pengingkat standar (dibuat), baju atau bahan lainnya.
5. Bahan yang digunakan untuk mengikat/membalut ini harus bisa mengikat dengan baik.
Namun tidak boleh terlalu ketat yang bisa menghambat sirkulasi
6. Panjang Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Ada bantalan
DAFTAR PUSTAKA
1. DepartemenKesehatanRI. Penanggulangan Penderita GawatDarurat.Jakarta.Departemen
Kesehatan. 20032.
2. Stone,Keith. Current Diagnosisi & Treatment: Emergency Medicine. 6th Ed. Lange.20083.
3. Schwartz. Principle of Surgery. Mc Graw Hill. Eight edition. 20054.
4. Http://Www.Scribd.Com/Doc/188314275/Pembidaian.ScribdTgl17/01/2016 Jam 23:07
Minggu
5. Seri PPGD/Gels Depkes RI 2006
6. disarikan dari berbagi sumber kalau ada sumber yang tidak disebutkan sumber bukan
berniat untuk Plagiator
7. Materi ini hanya untuk menambah wawasan dan memsyarakat P3K dan PPGD / SPGDT
Depkes RI.
kkpk 2
Materi :
Bantuan hidup dasar resustasi jantung
Bila henti nafas primer, jantung dapat teus memompa darah selama beberapa menit dan sias
O2 yang ada dalam pau dan darah akan terus beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan
dini pada korban henti nafas atau sumbatan jalan nafas dapat mencegah henti jantung. Bila
terjadi hent jatung primer O2 tidak beredar dan O2 yang tersisa dalam organ vital akan habis
dalam beberapa detik henti jantung dapat disertai oleh fenomena listrik berikut : fibrilasi
ventruculer taki kardia ventricular, asistol ventrucular atau disoasiasi elektromekanis . ( Depkes
RI tahun 1995 Pedoman pelayanan Gawat Darurat).
Keterampilan Bantuan hidup dasar merupakan keterampilan yang bermanfaat bagi setiap
individu dalam kehidupan masyarakat, karena orang yang tiba tiba tertimpa musibah baik oleh
trauma maupun oleh non trauma yang mengakibatkan adanya gangguan kegawatan pada
jantung dan sistem pernafasan, apabila tidak dilakukan tindakan darurat berupa bantuan hidup
dasar (RJP) dapat mengakbatkan kefatalan bahkan meninggal. Pertolongan pertama pada
serangan jantung termasuk salah satu jenis pelatihan pada pelatihan perawatan darurat, hal ini
karena serangan jantung tergolong salah satu penyebab kematian mendadak terbesar di dunia,
jenis pelatihan ini akan ini akan akan sangat bermanfaat khususnya dalam mencegah makin
meningkatnya angka kematian akibat serangan jantung (Adi D Tilong : 2014 : 25).
Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian awal terdapat gangguan
tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak ada nadi, maka
penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan dengan istilah Resusitasi Jantung
Paru/Bantuan Hidup Dasar (BHD). BHD merupakan tindakan penyelamatan jiwa setelah terjadi
keadaan henti jantung. Bisa dilakukan oleh satu atau dua penolong. Pendekatan yang
dilakukan adalah pendekatan sesuai dengan panduan American Heart Association tahun 2010.
Survey WHO tahun 2004 memperkirakan bahwa 17,1 juta orang karena penyakit jantung. Pada
tahun 2030 diperkirakan terjadi 23,6 juta kematian karena penyakit jantung dan pembuluh
darah. Asia Tenggara diprediksi merupakan daerah yang mengalami peningkatan tajam angka
kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Riset Kesehatan Dasar Indonesia 2007,
prevalensi penyakit jantung 7.2 % (Kursus Bantuan Jantung Dasar, Edisi 2013 Penerbit PP
Perki).
Kematian akibat penyakit jantung paling utama disebabkan karena henti jantung mendadak,
dengan irama paling sering terdokumentasi adalah ventrikel fibrilasi. Pertolongan bantuan hidup
dasar yang berhasil dilakukan dalam 5 menit pertama RJP dan bantuan AED (Authomatic
Eksternal Defibrilator). Dengan pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar yang baik diharapkan henti
jantung dapat dicegah serta transportasi pasien dapat cepat dilaksanakan, fungsi Jantung dan
paru dapat diperbaiki dan otak dapat dipertahankan karena suplai darah terpelihara sampai
bantuan tiba.
Oleh sebab itu keterampilan bantuan hidup dasar, perlu sosialisasikan dan diajarkan kepada
semua lapisan masyarakat agar tindakan darurat dapat dilakukan dan untuk penyelamatan
penderita, sebelum datangnya petugas terlatih.
Resusitasi Jantung
Resusitasi adalah pertolongan pada keadaan gawat. Resusitasi Jantung Paru merupakan
tindakan atau upaya untuk memulihkan kembali kesadaran seseorang yang tampaknya mati
sebagai akibat berhentinya jantung dan paru.
Henti Jantung
Henti jantung yaitu berhentinya jantung seseorang berkontraksi sehingga tidak adanya cardiac
out put/curah jantung dan menyebabkan orang tersebut kehilangan denyut nadi dan tekanan
darah. Berhentinya sirkulasi yang tiba tiba maka penderita akan kehilangan kesadaran dalam
waktu lebih kurang 15 detik serta pada umumnya akan terjadi henti nafas dan dilatasi pupil
maksimum dalam waktu 30-60 detik kemudian, Sudden Cardiac Arrest henti jantung mendadak
menunjuk pada kasus henti jantung tak terduga /mati mendadak disebabkan oleh penyakit
jantung dengan /tanpa adanya gejala dalam kurun waktu kurang dari 1 jam Henti jantung primer
menunjuk pada kasus dimana oksigen tidak beredar dan oksigen yang tersisa dalam organ vital
akan habis dalam beberapa detik.
Tujuan BHD adalah memperbaiki sirkulasi sistemik yang hilang dengan melakukan kompresi
dada dan memberikan bantuan nafas setelah terhentinya pernafasan.
Indikasi Indikasi dilakukan bantuan hidup dasar yaitu terjadinya henti napas dan henti jantung.
Henti nafas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dari
korban/pasien. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan
terjadi henti nafas. Henti Jantung : Tidak berdenyutnya jantung yang ditandai dengan tidak
terabanya arteri carotis.
Prosedur Bantuan hidup dasar mengalami perubahan sesuai dengan pedoman AHA pada
Oktober 2010 yaitu :
Penderita dinyatakan mengalami henti jantung mendadak berdasarkan tidak adanya respons
dan pernafasan
Look, Feel and Listen
Kompresi dada yang kontinyu dilakukan oleh penolong yang tidak terlatih
Urutan pertolongan mendahulukan kompresi dari pada bantuan pernafasan (CAB dibandingkan
ABC) (30 Kompresi jantung luar : 2 kali bantuan nafas) dilakukan bila pasien tidak ada nadi
tidak ada nafas.
RJP dilakukan sampai terjadi sirkulasi spontan (return of spontaneous circulation) (ROSC) atau
dinyatakan berhenti
Penyederhanaan algoritme dan peningkatan focus metode, ( Buku Panduan Kursus Bantuan
Jantung Dasar, Edisi 2013 Penerbit PP Perki ).
Komponen yang harus dikuasai oleh penolong dalam melakukan BHD :
Pengetahuan penilaian keadaan pasien
Pelaksanaan kompresi dada yang baik
Penilaian pergerakan dada serta pemberian nafas bantuan yang baik
Penggunaan Automated External Defibrillator yang baik (jika tersedia) Bantuan hidup dasar
merupakan gabungan pengamatan dan tindakan yang tidak terputus yang disebut “Chain of
Survival”.
Sumber Bacaan : 1. PP Perki, 2013, “ Panduan Kursus Bantuan Jantung Dasar (Basic cardiac
Life Support)”, Penerbit PP Perki Jakarta, Edisi 2013 2. Muslihat, S Kep, NS,” Keperawatan
Gawat Darurat”, Nuha Medika, 2010 3. Adi T Tilong,” Pertolongan Pertama pada Berbagai
Penyakit, “, Flasbooks 2014. 4. Pedoman Pelayanan Gawat Darurat tahun 1995.
Kkpk 2
A.Latar Belakang
Awam biasa: Guru guru, pelajar, pengemudi kendaran bermotor, ibu ibu rumah tangga,
petugas hotel, dll.
Awam Khusus : Anggota polisi, Petugas dinas pemadam kebakaran, satpam/hansip, DLLAJR,
Petugas SAR, Anggota Pramuka dll.
Sebaiknya masyarakat diberikan pelatihan, Bantuan Hidup Dasar/RJP, P3K, First Aid, atau
PPGD Awam.
C.Pengertian Gawat Darurat
Pelayanan kesehatan kegawat daruratan (dalam kedaan emergency) sehari hari adalah hak
azasi manusia/hak setiap orang, dan merupakan kewajiban yang dimiliki setiap orang. (Seri
PPGD/GELS/SPGDT Dirjen Buk Depkes RI tahun 2004).
Gawat darurat adalah suatu kondisi klinik yang memerlukan pelayanan medis.
Gawat Darurat medis adalah suatu kondisi dalam pandangan penderita, keluarga, atau
siapapun yang bertanggung jawab dalam membawa penderita ke rumah sakit memerlukan
pelayanan medis segera. Penderita gawat darurat memerlukan pelayanan yang cepat, tepat,
bermutu dan terjangkau. (Etika dan Hukum Kesehatan, Prof.Dr.Soekijo Notoatmojo 2010)
Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib
memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan
kecacatan terlebih dahulu. Ayat (2) Dalam keadaan darurat Fasilitas pelayanan kesehatan baik
pemerintah dan swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
C.1.Klasifikasi Gawat Darurat
Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya.
Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya
kanker stadium lanjut.
Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datag tiba-tiba, tetapi tidak mêngancam nyawa dan anggota
badannya, misanya luka sayat dangkal.
Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Misalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya.
Kecelakaan (Accident) Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai factor yang datangnya
mendadak, tidak dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik. mental, sosial)
D.Keterampilan yang harus dimiliki oleh Tim Kesehatan dalam PPGD (First Aid-P3K) Awam
adalah :
ü Keterampilan dalam memberikan tugas pertolongan :
Memberikan pertolongan tanpa membahayakan diri sendiri
Melindungi korban mengurangi risiko yang lebih besar
Melakukan Bidai, Balut Luka untuk menghentikan perdarahan
Melakukan penilaian penderita secara sederhana, mengenal tanda tanda syok
Melaksanakan BHD/RJP
Melakukan penatalaksanaan pra rujukan kegawatan daruratan
Melakukan penatalaksanaan dan pra rujukan luka dan perdarahan (balut luka)
Melakukan penatalaksanaan pertolongan pertama pada cidera akibat trauma pembidaian
Mengetahui tanda tanda syok pada korban.
Mengangkat – memindahkan penderita gawat darurat secara benar, tanpa alat atau pakai alat .
Membawa/merujuk korban pada sarana pelayanan kesehatan / medis terdekat
ü Aman diri adalah menyadari keselamatan dan kemampuan diri dalam memberikan
pertolongan dan alat pelindunng diri.
ü Aman lingkungan adalah terhindar dari bahaya dan trauma atau adanya saksi, perhatikan
lingkungan sendiri,
ü Aman korban korban diberikan pertolongan di tempat yang sudah aman .
2. Perhatikan tanda jalan nafas pasien apakah ada nafas atau tidak atau periksa nadi pasien
apakah ada nadi atau tidak
3. Menguasai tata cara buka jalan nafas korban
4. Menguasai praktek RJP
5. Mengetahui penyebab korban tidak sadar trauma atau non trauma
6. Tenang dalam melakukan pertolongan
F.ASPEK LEGAL PELAYANAN GAWAT DARURAT AWAM
1. Konsep/program PBB/WHO
2. UU Kesehatan Np.36/2009
3. UU Kepolisian Negara RI No. 2/2002
4. UU Penanggulangan Bencana No. 24/2007
5. Peraturan Ka. BNPB No. 3/2008
6. Perda Penanggulangan Bencana No. 5/2007
7. Charitable immunity & Medical Necessity
8. Buku Seri PPGD tahun 2006 Depkes RI.