“Perkembangan kurikulum”
Disusun Oleh :
Syahdan al qowi
Judul-judul jurnal :
1. Sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga saat ini
2. Analisis perkembangan kurikulum di Indonesia
3. Landasan pengembangan kurikulum pendidikan di Indonesia
4. Impelementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum terhadap pengembangan
kurikulum Pendidikan Agama Islam
5. Implementasi pengembangan kurikulum
SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
SEJAK AWAL KEMERDEKAAN HINGGA SAAT INI
Abstract
Abstrak
43
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64
Indonesia dari awal kemerdekaan hingga saat ini. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kurikulum di Indonesia telah dikembangkan
sebanyak dua belas kali yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968,
1973, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006 dan 2013. Kontribusi positif
yang diharapkan dari artikel ini ialah masyarakat teredukasi terhadap
sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia serta dapat dijadikan
dasar pengembangan kurikulum mendatang untuk menciptakan peserta
didik yang berkualitas dan siap bersaing secara Internasional.
A. Pendahuluan
Kurikulum menjadi bagian terpenting pendidikan. Searah dengan
kemajuan pendidikan yang terus meningkat pada semua jenis dan jenjang
pendidikan di Indonesia. Secara resmi, kurikulum sejak zaman Belanda sudah
diterapkan di sekolah, artinya kurikulum sudah diterapkan sejak saat penjajahan
Belanda. 1 Kurikulum adalah alat yang digunakan untuk menggapai tujuan
0F
1
Fitri Wahyuni, Kurikulum dari Masa Ke Masa, Jurnal, Al-Adabiya, Vol. 10 No. 2, Juli –
Desember 2015.
2
Lismina, Pengembnagan Kurikulum di Sekolah dan Perguruan Tinggi, (Ponorogo : Tim
Uwais Inspirasi Indonesia, 2019), hlm. 1.
3
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 251.
44
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …
Nomor 4 Tahun 1950 dan kurikulum 1994 merupakan konsekuensi dari lahirnya
UU Nomor 2 Tahun 1989. 4 3F
Melihat fenomena diatas penulis tertarik untuk meneliti dan menulis karya
tulis ilmiah ini yang akan diberi judul “Sejarah Perkembangan Kurikulum di
Indonesia dari Masa Kemerdekaan Hingga Sekarang (Kurikulum 1947 –
Kurikulum 2013) karena dengan kita mengetahui sejarahnya bisa membandingkan
satu kurikulum dengan kurikulum yang lain.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi
sebagaimana yang digunakan dalam teknik pengumpulan data pada penelitian
kepustakaan (library research). Metode dokumentasi adalah mencari data dan
informasi dari benda-benda atau dokumen-dokumen seperti majalah, buku-buku,
notulen rapat catatan harian dan sebagainya. 5 4F
C. Pembahasan
1. Perubahan Kurikulum Suatu Keharusan
Perubahan dan perkembangan zaman sangat cepat, demikian juga
perbaikan dan penyelesaian masyarakat pun semakin meningkat. Satuan
pendidikan harus disetujui berbagai perubahan dan pemulihan tersebut.
Surakhmad dalam bukunya Alhamuddin yang berjudul “Politik Kebijakan
Pengembangan Kurikulum di Indonesia Sejak Zaman Kemerdekaan Hingga
Reformasi 1947-2013” menyebutkan akan terjadi perubahan yang sangat
4
Suparlan, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum & Materi Pembelajaran, (Jakarta :
Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 92.
5
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka
Cipta, 1997), hlm. 149.
45
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64
mutlak dalam berbagai bidang. Dia mengatakan pula bahwa gaya hidup
manusia, moral, seni dan agama akan sangat dipengaruhi oleh ilmu
pengetahuan dan tenologi karena keduannya berada di posisi central. 6 5F
6
Alhamuddin, Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum di Indonesia Sejak Zaman
Kemerdekaan Hingga Reformasi 1947-2013, (Jakarta : Kencana, 2019), hlm. 132.
46
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …
dan lain sebagainya dengan tujuan utama untuk meningkatkan mutu dan
kualitas pendidikan nasional serta mensejajarkan dengan
pendidikan-pendidikan yang ada di dunia.
3. Masa Orde Lama (1945 – 1965)
a. Kurikulum 1947, “Rentjana Pelajaran 1947”
Pada masa kemerdekaan muncul kurikulum yang namanya yaitu
kurikulum 1947 istilah yang digunakan dalam bahasa Belanda disebut
“leer plan” artinya rencana pelajaran, dan istila curriculum dalam bahasa
Inggris kurang familiar dikalangan masyarakat. Sifat bersifat politisi
adalah satu ciri kurikulum 1947 karena dari awalnya berkiblat pendidikan
belanda yang durubah untuk kepentingan nasional. Dapat di pahami
bahwa sistem pendidikan kolonial dikenal dengan sistem yang sangat
diskriminatif. Sekolah-sekolah dibangun dengan membedakan layanan
pendidikan bagi anak-anak Belanda, anak-anak timur asing dan anak
pribumi. Golongan pribumi dibagi menjadi golongan strata sosial bawah
dan priyai. 8
7F
7
Arif Munandar, Pengantar kurikulum, (Yogyakarta : CV Budi Utama, 2012), hlm. 50.
8
Alhamuddin, Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum ......, hlm. 46-47.
47
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64
9
Ibid, hlm. 47-48.
10
Dicky Wirianto, Perspektif Historis Transformasi Kurikulum di Indonesia, Jurnal,
Islamic Studies Journal, Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014.
11
Alhamuddin, Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum ......, hlm. 48.
48
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …
12
Ibid, hlm. 48-49.
13
Ibid, hlm. 49-50.
49
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64
14
Ibid, hlm. 51-52.
15
Ibid, hlm. 52.
16
Ibid, hlm. 53.
17
Muhammad Nurhalim, Analisis Perkembangan Kurikulum Di Indonesia (Sebuah
50
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …
Tinjauan Desain Dan Pendekatan), Jurnal INSANIA Vol.16, No.3 September-Desember 2011.
18
Alhamuddin, Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum ......, hlm. 53-54.
51
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64
5) Sistem Penilaian
Sistem penilaian dalam kurikulum 1975 dilakukan setiap
akhir pelajaran atau pada akhir satuan pembelajaran. Hal ini yang
membedakan antara sistem penilaian pada kurikulum 1975 dan
kurikulum sebelumnya. Sistem penilaian kurikulum ini dipengaruhi
oleh pendekatan pembelajaran yang digunkaan dalam proses
kegiatan belajar mengajar. Dengan sendirinya guru-guru dituntut
melakukan penilaian pada setiap akhir satuan pembelajaran. 21 20F
19
Ibid, hlm. 54.
20
Ibid, hlm. 55-56.
21
Ibid, hlm.57.
22
Alhamuddin, Sejarah Kurikulum Indonesia (Studi Analisis Kebijakan Pengembangan
52
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …
53
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64
54
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …
26
Ibid, hlm. 7.
27
Imam Machali, Kebijakan Perubahan Kurikulum 2013dalam Menyongsong Indonesia
Emas Tahun 2045, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurnal Pendidikan IslamVol. III, No.1, Juni
2014/1435, DOI: 10.14421/jpi.2014.31.71-94.
28
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT Remaja
Rosda Karya, 2011), hlm. 154
55
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64
29
Ibid, hlm. 153.
30
Ibid, hlm. 154.
56
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …
31
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran : Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta : Prenadamedia Group, 2008), hlm. 127.
32
Herman Zaini, Karakteristik Kurikulum 2013 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Raden Fatah Palembang, Jurnal Idaroh Vol.1 No.1 Juni 15-31.
33
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran ......, hlm. 128.
57
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64
1) Kegiatan pembelajran
2) Penilaian
3) Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah
Sedangkan menurut Kunandar dalam bukunya Abdullah Idi
karakteristik pembelajaran dalam KTSP adalah sebagai berikut : 36 35F
34
Suparlan, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum....., hlm. 99.
35
Ibid, hlm. 97.
36
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik, (Yogyakarta : Ar-ruzz Media,
2013), hlm. 333 – 334.
58
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …
37
Aslan, Hidden Curriculum : E-booksia Publisher, ( : CV Pena Indis, 2019), hlm. 169.
38
Arif Munandar, Pengantar Kurikulum....., hlm. 58.
59
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64
1) Landasan filosofis
a) Berbagai Etika dasar dalam pembangunan pendidikan
adalah filosofis pancasila
b) Filosofis pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai
fundamental, nilai akademik, kebutuhan peserta didik, dan
masyarakat
2) Landasan yuridis
a) RPJMM 2010-2014 Sektor Pendidikan, tentang Perubahan
Metodologi pembelajaran dan Penataan Kurikulum
b) PPNo. 19 tahun 2005 Tentang Stanndar Nasional
Pendidikan
c) INPRES No 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan
Prioritas Pembangunan Nasional, penyempurnaan
kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan
nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan
karakter bangsa
3) Landasan konseptual
a) Pendidikan sesuai dengan kehidupan di masyarakat.
39
Maas Shobirin, Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar,
(Yogyakarta : Deepublish, 2016), hlm. 39-40.
40
Mulyasa Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung : Rosda Karya,
2013), hlm. 64.
60
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …
D. Kesimpulan
61
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64
DAFTAR PUSTAKA
Fitri Wahyuni, Kurikulum dari Masa Ke Masa, Jurnal, Al-Adabiya, Vol. 10 No.2,
Juli – Desember 2015.
Iramdan & Lengsi Manurung, Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, Jurnal, Vol. 5,
No.2, April 2019.
62
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …
Prayogi, Rayindra Dwi, and Rio Estetika. “Kecakapan Abad 21: Kompetensi
Digital Pendidik Masa Depan.” Jurnal Manajemen Pendidikan 14, no. 2
(2019).
63
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64
64
ANALISIS PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
(Sebuah Tinjauan Desain dan Pendekatan)
Muhammad Nurhalim
Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Purwokerto
Abstract
Each curriculum should be organized and developed to fit the
needs of the community so the curriculum is always required to
be dynamic to follow the development of society and science, to
change, to be corrected, even to have a renewal of continuous
improvement. In the history of national curriculum development
in Indonesia, the education in Indonesia has experienced several
changes in the curriculum in 1947, 1950, 1968, 1975, 1984, 1994,
1999 supplement, 2004, and 2006. If the development of the
curriculum is being observed, there are two main characteristics
that could mark the changing those are from centralized to
decentralized and from teacher to student centered. This paper
attempts to examine the curriculum developments analysis in the
review of design and approach.
Keywords: curriculum development in Indonesia, the design and
approach.
Pendahuluan
Guna melestarikan sistem nilai yang berkembang dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, maka kunci utamanya adalah dengan melak-
sanakan pendidikan yang dibangun dalam berbagai ranah secara seimbang
baik berupa pemberian ilmu pengetahuan (ranah kognitif), pembentukan
sikap (ranah afektif), perilaku (ranah psikomotor) dan kepribadian bagi
peserta didik. (Sujarwo, 2007:1). Sehingga daripada itu, membangun
pendidikan pada ketiga ranah dan kepribadian tersebut merupakan sebuah
keharusan bagi pemerintah jika ingin warga negaranya mampu berada
dalam sistem nilai yang komprehensif sesuai dengai sistem nilai yang
dianut dalam negara.
Untuk mengetahui seberapa baik pendidikan suatu bangsa dalam
membentuk sistem nilai tersebut, maka secara umum dapat dilihat dari
Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 339
Muhammad urhalim
Perkembangan Kurikulum
Berdasarkan catatan sejarah pendidikan di Indonesia, Semenjak
dibukukannya kurikulum tahun 1968 dan sebelumnya telah ada kurikulum
1947 dan 1952 dan 1964, kurikulum telah mengalami enam kali perubahan
yaitu tahun 1975, kemudian disusul perubahan per sepuluh tahunan yaitu
1984, 1994 dan 2004, serta yang terakhir adalah tahun 2006. (Soekisno,
2010). Adapun secara garis beras perkembangan kurikulum setelah
dibukukan dapat dilihat sebagaimana berikut:
Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 341
Muhammad urhalim
Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 343
Muhammad urhalim
(1960) yang memusatkan bahan ajar pada topik atau pokok bahasan
tertentu. Dari pokok bahasan tersebut bahan diperluas dan diperdalam.
Pokok bahasan biasanya dipilih sesuatu yang popular dan sederhana,
kemudian diperdalam dan diperluas dengan materi yang lebih komplek.
Materi atau bahan pelajaran disampaikan dalam bentuk mata pelajaran.
Adapun salah satu contoh Struktur Kurikulum 1984 untuk Madrasah
Ibtidaiyah (Tingkat Dasar) adalah Qur’an-Hadits, Aqidah-Akhlak,
Fiqih, Sejarah Islam, Bahasa Arab, PMP, PSPB, Bahasa Indonesia,
Ilmu Pengetahuan sosial, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Olah
Raga dan Kesehatan, Pendidikan Jasmani, Keterampilan Khusus, dan
Bahasa Daerah dengan jumlah jam pelajaran 29 jam (untuk kelas 1, 2
dan 3) dan 40 jam (untuk kelas 4, 5 dan 6).
Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 345
Muhammad urhalim
Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 347
Muhammad urhalim
Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 349
Muhammad urhalim
Analisis Kurikulum
Dilihat dari perkembangan kurikulum tersebut di atas, maka
terdapat dua karakteristik utama yang dapat menandai perubahan setiap
kurikulum yang terjadi yaitu dari desain model sentralisti /terpusat atau
sering disebut dengan desain model Administrative menuju desentralistik
atau sering disebut derngan desain model Grass Root dan dari pendekatan
belajar teacher centerd (berpusat pada guru) menuju student centered
(berpusat pada siswa/pembelajaran aktif). Desain model Administratif
adalah sebuah model pengembangan kurikulum yang inisiatifnya
berasal dari atas (pemerintah pusat) sedangkan sekolah hanya sebagai
pelaksana dari kurikulum yang telah ditetapkan. Biasanya dalam desain
ini pemerintah membentuk tim kurikulumk yang terdiri dari praktisi,
ahli, dan stake holder pendidikan untuk menentukan desain yang secara
nasional dapat diterapkan secara serentak, sehingga tugas sekolah dalam
desain ini hanyalah pelaksana dari apa yang telah ditetapkan. Sedangkan
Grass Root Model adalah sebuah desain model pengembangan kurikulum
Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 353
Muhammad urhalim
Penutup
Untuk menghasilkan sebuah proses pendidikan yang unggul, maka
setiap kurikulum harus ditata dan dikembangkan dengan sesuai ke butuhan
masyarakat sehingga kurikulum dituntut selalu dinamis meng ikuti per-
kembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan, mengalami pe rubahan,
perbaikan bahkan pembaharuan terus menerus. Dalam sejarah per-
kembangan kurikulum Nasional di Indonesia, pemerintah telah beberapa
kali melakukan perubahan baik dalam desain maupun pendekatannya yaitu
pada tahun tahun 1947, 1950, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994 suplemen
1999, 2004, dan 2006. Kalau dilihat dari perkembangan kurikulum ter-
sebut, terdapat dua karakteristik utama yang dapat menandai perubahan
yaitu dari desain model sentralistik ( administrative model) menuju desain
model desentralistik (grassroot model) dan dari teacher centerd menuju
student centered.
Setiap desain kurikulum dari waktu kewaktu selalu terdapat
keunggulan dan kelemahan. Tetapi bukan itu sebenarnya yang harus
menjadi fokus utama. Yang seharusnya menjadi fokus utama dari sebuah
kurikulum adalah bagaimana menyiapkan peserta didiknya agar mampu
menghadapi dan menyongsong kehidupannya menjadi lebih baik,
bijaksana dan kreatif tanpa harus mengikis kearifan budaya dan norma
yang dimiliki bangsa.
Daftar Pustaka
BSNP, 2006 Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menenga. Jakarta: B SNP
Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 355
Muhammad urhalim
=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CDEQFjAC&url=http%3
A%2F%2Fpjjpgsd.dikti.go.id%2Ffile.php%2F 1%2Frepository%
2Fdikti%2FMata%2520Kuliah%2520Awal%2FStrategi%2520Pe
mbelajaran%2FBAC%2Fstrategi_pembelajaran_unit_4.pdf&ei=
PRsWU9y8GYmMrAfWkoDYBA&usg=AFQjCNGFU19dLcA
HLuhm8biWzK4wxWs5vg&bvm=bv.62286460,d.bmk&cad=rja
. Diunduh 1 Februari 2010.
Susiwi. 2007. Kecakapan Hidup (Life Skill) “Handout” Mata Kuliah
Perencanaan Pembelajaran Kimia . Bandung: Jurusan Pendidikan
Kimia, FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia
356 Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agustus 2011
-Desember 20
Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324
Siti Aminah
IAI Nasional Laa Roiba
sitiaminah@laaroiba.ac.id
Sukamto
sukamto@gmail.com
Pascasarjana Univeristas Islam Bandung
Dadang Suherman
Univeristas Islam Bandung
ABSTRACT
The purpose of this study is to have a broad understanding of the foundations for
curriculum development; identify several curriculum foundations that become the basis for
developing the curriculum by various related parties. The formulation of the curriculum either at
the stage of ideas, plans, experiences or as a result of its development must refer to or use a strong
and solid foundation, so that the curriculum can function and play a role in accordance with the
demands of education in accordance with Law Number 20 of 2003 concerning the National
Education System. There are four main foundations that form the basis of curriculum
development, namely: philosophical landscape, psychological foundation, socio-cultural
foundation, as well as scientific and technological foundations. Philosophical assumptions have
implications for the formulation of educational goals, the development of educational content or
materials, determining strategies, as well as on the role of students and the role of educators. The
psychological foundation refers to cognitive, behavioristic, and humanistic learning theories. The
socio-cultural foundation has implications for the educational program that will be developed.
Meanwhile the scientific and technological foundations are the starting points in developing the
curriculum so that it is adaptive to the changes and challenges of the times.
Keywords: Educational Curriculum, Sociology, Psychology, Socio-Culture, Science and
Technology
ABSTRAK
Tujuan dari kajian ini adalah adanya pemahaman yang luas tentang landasan-landasan
pengembangan kurikulum; mengidentifikasi beberapa landasan kurikulum yang menjadi
dasar pijakan dalam mengembangkan kurikulum oleh berbagai pihak terkait. Perumusan
kurikulum baik pada tahap ide, rencana, pengalaman maupun sebagai hasil dalam
pengembangannya harus mengacu atau menggunakan landasan yang kuat dan kokoh, agar
kurikulum tersebut dapat berfungsi serta berperan sesuai dengan tuntutan pendidikan sesuai
UU No. 20 Tahun 2003. Ada empat landasan pokok yang menjadi dasar pengembangan
kurikulum, yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, sosial budaya, serta landasan ilmiah
dan teknologi. Asumsi-asumsi filosofis berimplikasi pada perumusan tujuan pendidikan,
pengembangan isi atau materi pendidikan, penentuan strategi, serta pada peranan peserta
didik dan peranan pendidik. Landasan psikologis mengacu pada teori belajar kognitif,
behavioristik, dan humanistik. Landasan sosial budaya berimplikasi pada program pendidikan
yang akan dikembangkan. Sedang landasan ilmiah dan teknologi menjadi titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum agar adaptif dengan perubahan dan tantangan zaman.
Kata Kunci: Kurikulum Pendidikan, Sosiologis, Psikologis, Sosial Budaya, Ilmu dan
Teknologi
PENDAHULUAN
THE CURRICULUM
F F
O O EPISTEMOLOGY SOCIETY/ THE LEARNING
U U (THE NATURE OF CULTURE INDIVIDUAL THEORY
N N KNOWLEDGE)
D D
A A
T T
I I
O O
N N PHILOSOPHICAL ASSUMPTIONS
S S
Gambar 1
Model Eklektik Kurikulum dan Landasan-landasannya (Zais, 1976)
Kurikulum sebagai suatu sistem terdiri atas empat komponen, yaitu: komponen tujuan
(aims, goals, objectives), isi/materi (contents), proses pembelajaran (learning activities), dan
komponen evaluasi (evaluations). Agar setiap komponen bisa menjalankan fungsinya secara
tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh sejumlah landasan (foundations), yaitu
landasan filosofis sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan, individu (peserta
didik), dan teori-teori belajar. Tyler (1988) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya
dengan beberapa aspek yang melandasi suatu kurikulum (school purposes), yaitu: “Use of
philosophy, studies of learners, suggestions from subject specialist, studies of contemporary life,
dan use of psychology of learning”.
Berdasarkan perbandingan kedua pendapat di atas, secara umum dapat disimpulkan
bahwa landasan pokok dalam pengembangan kurikulum dikelompokkan ke dalam empat jenis,
yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis, dan landasan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek).
METODE PENELITIAN
Kajian ini ditulis dengan menggunakan metode kualitatif dengan studi pustaka
sebagai pendekatannya. Sumber data berupa publikasi kepustakaan. Jenis data berupa narasi
tertulis atau dokumen yang terdapat dalam sumber-sumber publikasi. Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan cara pelacakan terhadap sumber-sumber publikasi tersebut. Teknik
analisis data berupa analisis deskriptif dan komprehensif.
pendidikan di sekolah? Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak
ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa, dan negara.
Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat
gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai. Manusia yang bagaimanakah yang harus
diwujudkan melalui usaha-usaha pendidikan itu?
Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha
pendidikan. Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga sejauh
manakah tujuan itu tercapai. Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi
kegiatan-kegiatan pendidikan.
Worthy use of leisure, yaitu memanfaatkan waktu senggang dengan baik yang senantiasa bertambah
panjang berhubung dengan industrialisasi yang lebih sempurna. (?)
Satisfaction of religious needs, yaitu pemuasan kehidupan keagamaan.
Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia bersumber pada pandangan hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yaitu Pancasila. Ini berarti bahwa pendidikan di
Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang ber-Pancasila. Dengan
kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang
sesuai dengan kandungan falsafah Pancasila. Nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa
Indonesia dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti tertuang dalam UU
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu: Pendidikan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3).
Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, tersurat dan tersirat nilai-nilai yang
terkandung dalam rumusan Pancasila.
Rumusan tujuan tersebut merupakan keinginan luhur yang harus menjadi inspirasi dan
sumber bagi para guru, kepala sekolah, para pengawas pendidikan, dan para pembuat
kebijakan pendidikan agar dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan
mengembangkan kurikulum senantiasa konsekuen dan konsisten merefleksikan nilai-nilai
yang terkandung dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Melalui rumusan tujuan
pendidikan nasional di atas, jelaslah bahwa peserta didik yang ingin dihasilkan oleh sistem
pendidikan kita, antara lain untuk melahirkan manusia yang beriman, bertaqwa, berilmu, dan
beramal dalam kondisi yang serasi, selaras, dan seimbang. Di sinilah pentingnya filsafat sebagai
pandangan hidup manusia dalam hubungannya dengan pendidikan dan pembelajaran.
Jepang, maka orientasi kurikulumnya disesuaikan dengan kepentingan dan sistem nilai yang
dianut negara Matahari Terbit tersebut. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya yang
secara bulat dan utuh menggunakan Pancasila sebagai dasar dan falsafah hidup dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan
dengan nilai-nilai Pancasila. Perumusan tujuan pendidikan, penyusunan program pendidikan,
pemilihan dan penggunaan pendekatan atau strategi pendidikan, peranan yang harus
dilakukan pendidik/peserta didik senantiasa harus sesuai dengan falsafah hidup bangsa
Indonesia, yaitu Pancasila.
Keberadaan aliran-aliran filsafat lainnya dalam pengembangan kurikulum di Indonesia
dapat digunakan sebagai acuan, akan tetapi hendaknya dipertimbangkan dan dikaji
kesesuaiannya dengan nilai-nilai falsafah hidup bangsa Indonesia, karena tidak semua konsep
aliran filsafat dapat diadopsi dan diterapkan dalam sistem pendidikan kita.
Idealisme
Konsep-konsep Filsafat
Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat spititual
atau rohaniah.
Humanologi (hakikat manusia): Jiwa dikaruniai kemampuan berpikir/rasional.
Kemampuan berpikir menyebabkan adanya kemampuan memilih.
Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi
dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh
beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang; sebagian besar manusia hanya
sampai pada tingkat pendapat.
Aksiologi (hakikat nilai): Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban moral yang
diturunkan dari pandangan tentang kenyataan atau metafisika. Hakikat nilai bersifat
absolut/mutlak.
Konsep-konsep Pendidikan
Tujuan pendidikan: Tujuan-tujuan pendidikan formal dan informal, pertama-tama
adalah pembentukan karakter, dan kemudian tertuju pada pengembangan bakat dan
kebajikan sosial.
Isi pendidikan: Pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan liberal atau
pendidikan umum, penyiapan keterampilan bekerja sesuatu mata pencaharian melalui
pendidikan praktis.
Metode pendidikan: Metode pendidikan yang disusun adalah metode dialektik/dialogis,
meskipun demikian setiap metode yang efektif mendorong belajar data diterima (eklektif).
Cenderung mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam belajar.
Peranan peserta didik dan pendidik: Peserta didik bebas mengembangkan bakat dan
kepribadiannya. Pendidik bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan
kemampuan ilmiah. Tugas utama pendidik adalah menciptakan lingkungan yang
memungkinkan peserta didik dapat belajar secara efisien dan efektif.
Realisme
Konsep-konsep Filsafat
Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat fisik atau
materi.
Humanologi (hakikat manusia): Hakikat manusia terletak pada apa yang dapat
dikerjakannya. Jiwa merupakan sebuah organisme yang sangat kompleks yang mempunyai
kemampuan berpikir. Manusia mungkin mempunyai kebebasan atau tidak mempunyai
kebebasan.
Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan diperoleh melalui penginderaan
dengan menggunakan pikiran. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa
kesesuaiannya dengan fakta.
Aksiologi (hakikat nilai): Tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam yang diperoleh
melalui ilmu; dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-
istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.
Konsep-konsep Pendidikan
Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah dapat menyesuaikan diri secara tepat
dalam hidup dan dapat melaksanakan tanggung jawab sosial.
Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum komprehensif yang berisi semua
pengetahuan yang berguna bagi penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab sosial.
Kurikulum berisi unsur-unsur pendidikan liberal/pendidikan umum untuk mengembangkan
kemampuan berpikir, dan pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja.
Metode pendidikan didasarkan pada pengalaman langsung maupun tidak langsung.
Metode mengajar hendaknya bersifat logis, bertahap atau berurutan. Pembiasaan merupakan
sebuah metode pokok yang dipergunakan oleh penganut realisme.
Peranan peserta didik dan pendidik: Dalam hubungannya dengan pembelajaran,
peranan peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang dapat berubah-ubah. Peserta
didik perlu mempunyai disiplin mental dan moral untuk setiap tingkat kebajikan. Peranan
pendidik adalah menguasai pengetahuan, terampil dan teknik mendidik, dan memiliki
kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan yang dibebankan kepadanya.
Pragmatisme
Konsep-konsep Filsafat
Metafisika (hakikat realitas): Suatu teori umum tentang kenyataan tidak mungkin dan
tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik. Segala sesuatu dalam alam dan
kehidupan adalah berubah (becoming).
Humanologi (hakikat manusia): Manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis dan
sosial. Ini berarti setiap manusia tumbuh secara berangsur-angsur mencapai kemampuan-
kemampuan biologis, psikologis, dan sosial.
Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan bersifat relatif dan terus
berkembang. Pengetahuan yang benar adalah yang ternyata berguna bagi kehidupan.
Aksiologi (hakikat nilai): Ukuran tingkah laku perorangan dan sosial ditentukan secara
eksperimental dalam pengalaman-pengalaman hidup. Ini berarti tidak ada nilai yang absolut.
Konsep-konsep Pendidikan
Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengalaman yang berguna
untuk memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan perorangan dan masyarakat.
Tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar kegiatan pendidikan tetapi terdapat dalam setiap
proses pendidikan. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang
hidup.
Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang
telah teruji serta minat-minat dan kebutuhan-kebutuhan anak, dan pendidikan liberal yang
menghilangkan pemisahan antara pendidikan umum dengan pendidikan praktis/vokasional.
Metode pendidikan: Berpikir reflektif atau metode pemecahan masalah merupakan
metode utamanya, terdiri atas langkah-langkah: Penyadaran suatu masalah, observasi kondisi-
kondisi yang ada, perumusan dan elaborasi tentang suatu kesimpulan, pengetesan melalui
suatu eksperimen.
Peranan peserta didik dan pendidik: Peserta didik adalah sebuah organisme yang rumit
yang mampu tumbuh. Peranan pendidik adalah mengawasi dan membimbing pengalaman
belajar tanpa terlampau banyak mencampuri urusan minat dan kebutuhan peserta didik.
pembelajaran adalah upaya untuk mengubah perilaku manusia, akan tetapi tidak semua
perubahan perilaku manusia/peserta didik mutlak sebagai akibat dari intervensi program
pendidikan.
Perubahan perilaku peserta didik dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor dari
luar program pendidikan atau lingkungan. Kurikulum sebagai alat untuk mencapai
tujuan/program pendidikan, sudah pasti berhubungan dengan proses perubahan perilaku
peserta didik. Kurikulum diharapkan dapat menjadi alat untuk mengembangkan kemampuan
potensial menjadi kemampuan aktual peserta didik serta kemampuan-kemampuan baru yang
dimiliki dalam waktu yang relatif lama.
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari
psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta
bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat dua cabang psikologi yang sangat
penting diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan
psikologi belajar. Psikologi perkembangan dapat diartikan sebagai berikut. “.... That branch
of psychology which studies processes of pre- and post-natal growth and the
mat uratio n of beh av i o r " . Ar ti nya, "Psikologi perkembangan merupakan cabang dari
psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah
kelahiran berikut kematangan perilaku" (Chaplin, 1979). Ross Vasta, dkk. (1992)
mengemukakan bahwa psikologi perkembangan adalah "Cabang psikologi yang mempelajari
perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari
mulai masa konsepsi sampai mati".
Pemahaman tentang peserta didik sangat penting dalam pengembangan kurikulum.
Melalui kajian tentang perkembangan peserta didik, diharapkan upaya pendidikan yang
dilakukan sesuai dengan karakteristik peserta didik; dari segi kemampuan yang harus dicapai,
materi atau bahan yang harus disampaikan, proses penyampaian atau pembelajaran, dan
penyesuaian dari segi evaluasi pembelajaran.
elektif, artinya tidak terpaku pada suatu pendapat saja tetapi bersifat luas untuk meramu dari
berbagai pendapat yang mempunyai hubungan yang erat. Atas dasar itu perkembangan
individu sejak lahir sampai masa kematangan dapat digambarkan melewati fase-fase berikut:
TABEL 2.1
Fase-fase Perkembangan Individu
6-7 tahun biasanya anak telah memiliki kesiapan untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah
dasar. Pada masa ini anak-anak lebih mudah diarahkan, diberi tugas yang harus diselesaikan,
dan cenderung mudah untuk belajar berbagai kebiasaan seperti makan, tidur, bangun, dan
belajar pada waktu dan tempatnya dibandingkan dengan masa prasekolah.
tinggi. Menurut Piaget (1954) cara-cara berpikir tertentu yang dipandang sederhana oleh
orang dewasa tidak demikian sederhana dipandang oleh anak-anak. Untuk menjelaskan proses
belajar harus mempertimbangkan proses kognisi (pengetahuan) yang turut ambil bagian
selama proses belajar berlangsung. Teori ini juga menyatakan bahwa satu unsur yang paling
penting dalam proses belajar adalah apa yang dibawa individu ke dalam situasi belajar, artinya
segala sesuatu yang telah kita ketahui sangat menentukan keluasan pengetahuan dan
informasi yang akan kita pelajari.
Teori belajar kognitif memandang manusia sebagai pelajar yang yang aktif yang
memprakarsai pengalaman, mencari dan mengolah informasi untuk memecahkan masalah,
mengorganisasi apa-apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai suatu pemahaman baru.
Karena itu teori ini juga disebut teori pengolahan informasi (information processing theory).
Piaget (1970) memperkenalkan empat faktor yang mendasari seseorang membuat
pemahaman, yaitu:
• Kematangan, yaitu saatnya seseorang siap melaksanakan suatu tugas perkembangan
tertentu.
• Aktivitas, adalah kemampuan untuk bertindak terhadap lingkungan dan belajar
darinya.
• Pengalaman sosial, proses belajar dari orang lain atau interaksi dengan orang-orang
yang ada di sekitar kita
• Ekuilibrasi adalah proses terjadinya perubahan-perubahan aktual dalam berpikir.
demikian pula cara berpikir anak SD berbeda dengan cara berpikir anak SLTP, SLTA. Karena
itu teori perkembangan kognitif Piaget mengimplikasikan bahwa proses belajar mengajar
harus memperhatikan tahap perkembangan kognisi anak. Ini berarti bahwa guru mempunyai
peranan penting untuk menyesuaikan keluasan dan kedalaman program belajar,
menggunakan strategi pembelajaran, memilih media dan sumber belajar dengan tingkat
perkembangan kognisi anak.
Berdasarkan teori perkembangan kognitif dari Piaget, guru mempunyai peranan dalam
proses belajar mengajar sebagai berikut:
Merancang program, menata lingkungan yang kondusif, memilih materi pelajaran, dan
mengendalikan aktivitas murid untuk melakukan inkuiri dan interaksi dengan lingkungan.
Mendiagnosa tahap perkembangan murid, menyajikan permasalahan kepada murid
yang sejajar dengan tingkat perkembangannya.
Mendorong perkembangan murid ke arah perkembangan berikutnya dengan cara
memberikan latihan, bertanya dan mendorong murid untuk melakukan eksplorasi. (Suyitno,
2007:101-102)
bel, demikian setiap hari dan setiap pertukaran jam pelajaran. Bunyi bel menjadi kondisi bagi
anak sebagai tanda memulai pelajaran di sekolah. Demikian juga dengan waktu makan pagi,
siang dan makan malam dikondisikan oleh bunyi jam dan atau jarum jam.
Teori ketiga adalah reinforcement dengan tokoh utamanya C.L.Hull. Teori ini
berkembang dari teori psikologi, reinforcement merupakan perkembangan lanjutan dari teori
S-R Bond dan conditioning. Kalau pada teori conditioning, kondisi diberikan pada stimulus,
maka pada teori reinforcement kondisi diberikan pada respon. Karena anak belajar sungguh-
sungguh (stimulus) selain ia menguasai apa yang diberikan (respon) maka guru memberi
angka tinggi, pujian, mungkin juga hadiah. Angka tinggi, pujian dan hadiah merupakan
reinforcement, supaya pada kegiatan belajarnya akan lebih giat dan sungguh-sungguh.
Contoh reinforcement dalam pembelajaran reinforcement. Di samping reinforcement
positif seperti itu dikenal pula. (?) Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan
teori psikologi behavioristik adalah sebagai berikut:
• Mengidentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam rumusan
yang spesifik.
• Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar. Bentuk-bentuk
kompetensi yang diharapkan dalam bidang studi dijabarkan secara spesifik dalam
tahap-tahap kecil. Penguasaan keterampilan melalui tahap-tahap ini sebagai tujuan
yang akan dicapai dalam proses belajar.
• Mengidentifikasi reinforce yang memadai. Reinforce dapat berbentuk mata
pelajaran, kegiatan belajar, perhatian dan pengharagaan, dan kegiatan-kegiatan
yang dipilih siswa.
• Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan dengan jalan memperlemah pola
perilaku yang dikehendaki (Suyitno, 2007:106)
Bertentangan dengan teori behavioristik yang lebih menekankan partisipasi aktif guru
dalam belajar, peranan guru menurut teori belajar behavioristik adalah sebagai pembimbing,
sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan kepada siswa dalam belajar. Menurut Carl R.
Rogers, peran guru sebagai fasilitator dapat dijabarkan sebagai berikut:
• Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif dan sikap positif terhadap belajar.
• Membantu siswa mengklasifikasikan tujuan belajar, dan guru memberikan
kesempatan secara bebas kepada siswa untuk menyatakan apa yang hendak dan
ingin mereka pelajari.
• Membantu siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai kekuatan untuk
belajar.
• Menyediakan usmber-sumber belajar, termasuk juga menyediakan dirinya sebagai
sumber belajar bagi siswa. (Suyitno, 2007:104)
Guru berdasarkan psikologi humanistik harus mampu menerima siswa sebagai seorang
yang memiliki potensi, minat, kebutuhan, harapan, dan mampu mengembangkan dirinya
secara utuh dan bermakna. Teori ini juga memandang bahwa siswa adalah sumber belajar yang
potensial bagi dirinya sendiri. Dengan demikian teori belajar ini lebih menekankan pada
partisipasi aktif siswa dalam belajar.
berbudaya. Dalam konteks inilah anak didik dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan
dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi
manusia.
Perubahan sosial budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam suatu
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengubah kebutuhan
masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat itu sendiri.
Masyarakat kota berbeda dengan masyarakat desa, masyarakat tradisional berbeda dengan
masyarakat modern.
Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya sebagian besar
disebabkan oleh kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Di sisi
lain, kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap individu-individu
sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu pengembangan kurikulum yang hanya
berdasarkan pada keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
modern yang bersifat teknologis dan mengglobal. Akan tetapi pengembangan kurikulum juga
harus ditekankan pada pengembangan individu dan keterkaitannya dengan lingkungan sosial
setempat.
Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting memperhatikan faktor karakteristik
masyarakat dalam pengembangan kurikulum. Salah satu ciri masyarakat adalah selalu
berkembang. Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai- nilai, IPTEK,
dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya
proses pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat diperlukan kurikulum yang landasan pengembangannya
memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.
Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita- cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan
lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Oleh
karena itu, sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan
pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.
Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek
sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam,
seperti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di sekolah pada
dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi
dan beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya
sebagai mahluk berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu
alat untuk mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum
seperti: nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.
Selain pendidikan yang bermuatan kebudayaan yang bersifat umum di atas, terdapat
pula pendidikan yang bermuatan kebudayaan khusus, yaitu untuk aspek-aspek kehidupan
tertentu dan berkenaan dengan kelompok yang sifatnya vokasional.
Dilihat dari karakteristik sosial budaya, setiap daerah di wilayah tanah air Indonesia
memiliki ciri khas mengenai adat istiadat, tata krama pergaulan, kesenian, bahasa lisan
maupun tulisan, kerajinan dan nilai kehidupannya masing-masing. Keanekaragaman tersebut
bukan hanya dalam kebudayaannya tetapi juga kondisi alam dan lingkungan sosialnya, dan ini
merupakan kekayaan hidup bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan dan dikembangkan
melalui upaya pendidikan. Beranjak dari kenyataan tersebut, maka pengembangan kurikulum
sekolah harus mengakomodasi unsur-unsur lingkungan yang menjadi dasar dalam
menetapkan materi kurikulum muatan lokal.
Gagasan pemerintah untuk merealisasikan pengembangan kurikulum muatan lokal
tersebut yang dimulai pada sekolah dasar, telah diwujudkan dalam Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0412/U/1987 Tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan
Muatan Lokal Sekolah Dasar kemudian disusul dengan penjabaran pelaksanaannya dalam
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah No. 173/C/Kep/M/1987
Tanggal 7 Oktober 1987. Dalam sambutannya Mendikbud menyatakan: “Dalam hal ini harus
diingat bahwa adanya „muatan lokal‟ dalam kurikulum bukan bertujuan agar anak terjerat
dalam lingkungannya semata-mata. Semua anak berhak mendapat kesempatan guna lebih
terlibat dalam mobilitas yang melampaui batas lingkungannya sendiri” (Tirtarahardja dan la
Sula, 2000:274).
Adapun yang dimaksud dengan muatan lokal adalah program pendidikan yang isi dan
media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan
budaya serta kebutuhan daerah. Yang dimaksud dengan isi adalah materi pelajaran atau bahan
ajar yang dipilih dari lingkungan dan dijadikan program untuk dipelajari siswa di bawah
bimbingan guru. Sedangkan media penyampaian adalah metode dan berbagai alat bantu
pembelajaran yang digunakan dalam menyajikan isi muatan lokal yang diambil dari dan
menggunakan sumber lingkungan yang dekat dengan kehidupan peserta didik. Lingkungan
sosial dan budaya yang terdapat dalam pola kehidupan daerah karena keanekaragamannya
disederhanakan dan diklasifikasikan menjadi delapan kelompok yaitu: (1) perikanan darat dan
laut, (2) peternakan, (3) persawahan, (4) perladangan dan perkebunan, (5) perdagangan
termasuk di dalamnya jasa, (6) industri kecil termasuk di dalamnya industri rumah tangga, (7)
industri besar, dan (8) pariwisata.
Contoh kurikulum muatan lokal yang saat ini sudah dilaksanakan di sebagian besar
sekolah adalah Mata Pelajaran Keterampilan, Kesenian, dan Bahasa Daerah.
Tujuan pengembangan kurikulum muatan lokal dapat dilihat dari kepentingan nasional
dan kepentingan peserta didik. Dalam hubungannya dengan kepentingan nasional muatan
lokal bertujuan: Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang khas daerah; Mengubah
nilai dan sikap masyarakat terhadap lingkungan ke arah yang positif.
Jika dilihat dari sudut kepentingan peserta didik pengembangan kurikulum muatan lokal
bertujuan:
• Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap lingkungannya (lingkungan alam,
sosial, dan budaya).
• Mengakrabkan peserta didik dengan lingkungannya sehingga mereka tidak asing
dengan lingkungannya.
• Menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari untuk memecahkan
masalah yang ditemukan di lingkungan sekitarnya (Tirtarahardja dan La Sula,
2000:276).
KESIMPULAN
Kurikulum baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana, pengalaman maupun
kurikulum sebagai hasil dalam pengembangannya harus mengacu atau menggunakan
landasan yang kuat dan kokoh, agar kurikulum tersebut dapat berfungsi serta berperan sesuai
dengan tuntutan pendidikan yang ingin dihasilkan seperti tercantum dalam rumusan tujuan
pendidikan nasional yang telah digariskan dalam UU no. 20 tahun 2003.
Pada prinsipnya ada empat landasan pokok yang harus dijadikan dasar dalam setiap
pengembangan kurikulum, yaitu:
Landasan filosofis, yaitu asumsi-asumsi tentang hakikat realitas, hakikat manusia,
hakikat pengetahuan, dan hakikat nilai yang menjadi titik tolak dalam mengembangkan
kurikulum. Asumsi-asumsi filosofis tersebut berimplikasi pada permusan tujuan pendidikan,
pengembangan isi atau materi pendidikan, penentuan strategi, serta pada peranan peserta
didik dan peranan pendidik.
Landasan psikologis, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari psikologi yang
dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Ada dua jenis psikologi yang harus
menjadi acuan yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan
mempelajari proses dan karaktersitik perkembangan peserta didik sebagai subjek pendidikan,
sedangkan psikologi belajar mempelajari tingkah laku peserta didik dalam situasi belajar. Ada
tiga jenis teori belajar yang mempunyai pengaru besar dalam pengembangan kurikulum, yaitu
teori belajar kognitif, behavioristik, dan humanistik.
Landasan sosial budaya, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari sosiologi dan
antropologi yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Karakterstik sosial
budaya di mana peserta didik hidup berimplikasi pada program pendidikan yang akan
dikembangkan.
Landasan ilmiah dan teknologi, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari hasil-hasil
riset atau penelitian dan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang menjadi titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum. Pengembangan kurikulum membutuhkan sumbangan dari
berbagai kajian ilmiah dan teknologi baik yang bersifat hardware maupun software sehingga
pendidikan yang dilaksanakan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, E. (1980). Developmental Psychology. Diterjemahkan oleh Istiwidayanti Soedjarwo. Jakarta: Erlangga
Kurniasih & Syaripudin, T. ( 2007). Landasan Filosofis Pendidikan dan Landasan Pendidikan. Bandung: Sub
Koordinator MKDP Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Mudyahardo, R. (2001). Landasan-Landasan Filosofis Pendidikan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.
Santrock, John W. (2002). Life Span Development. Diterjemahkan oleh Juda Damanik. Jakarta: Erlangga.
Sukmadinata, N.S. (1997). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suyitno, Y. (2007). Landasan Psikologis Pendidikan dalam Landasan Pendidikan. Bandung: Sub Koordinator
MKDP Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Tirtarahardja, U. & La Sula, S.L. (2000). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar
Grafika.
Woolfolk, A. E. (1995). Educational Psychology. Boston: Allyn and Bacon.
Yusuf, S.. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Abstrak
Setiap masa terdapat perubahan-perubahan yang signifikan dalam dunia pendidikan agama Islam, sehingga pada
prosesnya membutuhkan suatu rangkaian pengembangan kurikulum yang tepat dengan pondasi yang kuat agar arah
tujuan pengembangannya jelas, maka dari itu diperlukannya asas-asas yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam. Penulisan ini bertujuan bagaimana kontribusi asas-asas pengembangan kurikulum
diterapkan pada pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam. Metode penulisan ini menggunakan kajian studi
kepustakaan mengelola data dengan analisis deskriptif disajikan secara sistematis dan objektif. Dari hasil penelitian
terdapat lima asas yang diterapkan pada pengembangan kurikulum PAI. Asas-asas tersebut antara lain asas teologi, asas,
filosofis, asas psikologi, asas sosial-budaya, asas ilmu pengetahuan dan teknologi. Penerapan kelima asas tersebut antara
lain asas teologi menggunakan Al-Qur‟an dan Hadits, asas filosofis menggunakan perpaduan konsep aliran filsafat, asas
psikologi menentukan kemampuan sesuai jenjang, asas sosial-budaya menekankan pengenalan budaya, serta asas ilmu
pengetahuan dan teknologi memaksimalkan pengembangan tekonologi terhadap kegiatan pembelajaran. Kesimpulan dari
penelitian ini bahwa implementasi asas-asas pengembangan kurikulum berkontribusi terhadap pengembangan kurikulum
pendidikan agama Islam secara teoritis maupun praktis dapat menjadi pelengkap bagi pihak-pihak berwenang dalam
menyusun keputusan tentang kurikulum pendidikan agama Islam.
Kata Kunci: Asas, Pengembangan Kurikulum, Pendidikan Agama Islam.
Abstract
Every time there are significant changes in the world of Islamic religious education, so that in the process it requires a
series of appropriate curriculum development with a strong foundation so that the direction of its development goals is
clear, therefore the right principles are needed to be applied in the development of the religious education curriculum.
Islam. This writing aims at how the contribution of the principles of curriculum development is applied to the
development of the Islamic religious education curriculum. This writing method uses literature study to manage data
with descriptive analysis presented systematically and objectively. From the research results, there are five principles
that are applied to the development of the Islamic Education curriculum. These principles include theological principles,
philosophical principles, psychological principles, social-cultural principles, science and technology principles. The
application of these five principles includes the principle of theology using the Al-Qur'an and Hadith, the philosophical
principle of using a combination of philosophical school concepts, the principle of psychology determining abilities
according to levels, the socio-cultural principle emphasizing the introduction of culture, and the principle of science and
technology maximizing the development of technology towards Learning Activities. The conclusion of this study is that
the implementation of the principles of curriculum development contributes to the development of the Islamic religious
education curriculum theoretically and practically can be a complement to the authorities in making decisions about the
Islamic religious education curriculum.
Keywords: Principles of Curriculum Development, Islamic Religious Education.
PENDAHULUAN
Pendidikan secara fungsional memiliki peran besar dalam transformasi kehidupan manusia. Merujuk
sejarah manusia tentunya dapat dilihat perubahan-perubahan yang terjadi pada manusia khususnya
meningkatnya ilmu pengetahuan. Potensi manusia berupa akal sehat digunakan untuk berfikir, bernalar dan
menganalisa suatu permasalahan hidup tentunya membuat manusia untuk menemukan suatu solusi yang tepat
dalam meyelesaikan permasalahannya. Hal tersebut merupakan bentuk nyata akal manusia dalam memiliki
ilmu pengetahuan seiring berjalannya waktu manusia memiliki mekanisme yang tepat dalam mentrasfer ilmu
dari sesemanusia yang dijadikan rujukan ilmu kepada khalayak umum yaitu dengan sistem pendidikan.
Pendidikan berarti bimbingan manusia dewasa kepada anak-anak, manusia yang lebih tua kepada yang lebih
muda dan sebaliknya untuk dapat memberikan pengarahan, pengajaran, perbaikan moral dan melatih
intelektual sesemanusia (Nurhalita, 2021).
Pendidikan pada dasarnya memiliki cakupan makna yang luas, merujuk kbbi.kemdikbud.go.id
pendidikan berupa proses sikap tata laku permanusiaan atau kelompok yang dirubah dengan usaha pengajaran
dan pelatihan. Pendidikan juga merupakan usaha sadar yang terencana untuk menciptakan suasana belajar
yang menarik dengan proses pembelajaran yang baik agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya
serta memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Sanjaya, 2010). Poin penting dari
pendidikan disini adalaha adanya proses pengajaran, pelatihan dan pembelajaran dari sesemanusia yang
menjadi rujukan ilmu seperti guru, dosen, atau ulama dalam bidang agama kepada khalayak umum yang
membutuhkan pengembangan pengetahuan seperti peserta didik atau manusia pada umumnya sehingga tujuan
pendidikan membentuk manusia yang berilmu, memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan tercapai dengan baik. Pencapaian ini tentunya tidak
mudah perlu adanya konsep rangkaian yang tepat agar proses pendidikan terlaksana secara sistematis dan
terstruktur yaitu dengan menggunakan kurikulum.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 itu kurikulum terdiri dari seperangkat rencana, peraturan
mengenai isi, bahan pelajaran serta cara yang tepat sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar. Pada kurikulum terdapat seperangkat rencana pembelajaran, isi materi, bahan serta proses
pembelajaran hal tersebut bagian terpenting dalam tujuan pendidikan. Kurikulum juga mengatur model-model
evaluasi dalam menentukan tolok ukur hasil keberhasilan belajar peserta didik. Kurikulum mengatur standar
yang tepat dalam memberikan penilaian bagi pendidik maupun peserta didik. Sehingga dengan kurikulum
maka pendidikan berlangsung secara teratur dan terstruktur. Dalam mewujudkan kurikulum tersebut maka
perlu ditelaah lebih lanjut bagaiaman menentukan kurikulum yang tepat untuk digunakan pada satuan
pendidikan sehingga diperlukannya pengembangan dalam kurikulum. Seiring berjalannya waktu kebutuhan
manusia akan pengetahuan akan berkembang dan berubah sertahal yang sangat tampak adalah perkembangan
teknologi. Hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangan kurikulum, maka dalam pengembangannya perlu
adanya landasan atau asas yang tepat sebagai pondasi bagi pengembangan kurikulum.
Asas kurikulum menjadikan landasan bagaiamana kurikulum tersebut dibuat, disusun serta
dikembangankan. Dalam pengembangannya asas-asas menuntun kurikulum agar dapat berkembang sesuai
prinsip-prinsip pendidikan yang dibutuhkan. Dengan adanya asas ini kurikulum memiliki pondasi yang kuat
baik itu kurikulum pada pendidikan umum maupun pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam
memiliki visi misi yang idel yaitu Rohmatan lil A’lamin dan konsep dasar pendidikan Islam lebih mendalam
menyangkut persoalan hidup multi dimensional yaitu pendidikan yang tidak terpisah dari tugas kekhalifahan
manusia atau sebagai kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis,
harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan Allah dalam Al-Qur‟an (Rahmat Hidayat, 2016).
Fakta bahwa dari masa ke masa terdapat perubahan transformasi baik dari segi kebutuhan pokok, dari
permasalahan agama maupun permasalahan pendidikan. tentu pendidikan pada masa lampau berbeda
permasalahannya pada masa sekarang baik itu pendidikan secara umum maupun pendidikan agama Islam,
maka dari itu perlunya pengembangan dalam suatu pendidikan agama Islam agar dapat beradaptasi dengan
perkembangan zaman sehingga diperlukannya suatu pondasi pengembangan kurikulum pendidikan tetap
memiliki prinsip yang kuat. Untuk meninjau hal tersebut maka diperlukannya teori-teori yang membahas asas-
asas pengembangan kurikulum pendidikan sehigga dapat diimplementasikan terhadap pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar kotribusi asas-asas
tersebut terhadap pengembangan kurikulum PAI.
Peneliti meninjau karya Abdul Halim dalam jurnalnya Asas-asas Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Islam Multikultur berangkat dari permasalah globalisasi yang berdampak hilangnya skat antar perbedaan
tradisi budaya dan masyarakat sehingga perlu adanya pengelolahan yang tepat agar tidak terjadi benturan
dalam perbedaan tersebut. Peran pendidikan agama Islam sangat signifikan dalam menebar ajaran nilai-nilai
multikultural seperti toleransi, demokrasi, moderat dan menghargai sehingga dengan adanya globalisasi ini
banyak terdapat perubahan-perubahan dalam pendidikan agama Islam. Menanggapai hal ini perlu adanya
pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam multikultur. Berbicara pengembangan tentu terdapat
dasar-dasar atau asas yang kuat dalam pengembangan tersebut. Dalam penelitian ini terdapat empat asas yaitu
asas teologis, asas filosofis, asas yuridis dan asas sosiologis yang menjadi dasar pengembangan kurikulum
pendidikan agama Islam Multikulturan. Fokus penelitian tersebut perubahan yang ada pada masyarakat
multikultur sehingga diperlukannya asas pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam agar
menghasilkan sebuah pendidikan Islam multikultur yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran
pendidikan Agama Islam(Halim, 2016). Peneliti juga mengaitkan penulisan ini dengan Keputusan Menteri
Agama Nomor 183 Tahun 2019 tentang Kurikulum PAI dan Bahasa Arab pada Madrasah karena wujud dari
pengembangan kurikulum PAI dari keputusan tersebut.
Dari kajian penelitian Abdul Halim tersebut peneliti ingin mengembangkan penelitian mengenai
Implemetasi asas-asas pengembangan kurikulum terhadap pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam.
Persamaan dalam penelitian ini yaitu membahas tentang asas-asas pengembangan kurikulum pendidikan
agama Islam. Perbedaannya terdapat pada fokus pembahasan, Abdul Halim membahas asas-asas
pengembangan kurikulum dalam perubahan globalisasi sehingga terciptanya pendidikan agama Islam
Multikutur, sedangkan peneliti membahas implementasi dari asas-asas pengembangan kurikulum terhadap
pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam.
METODE
Penulisan ini membahas tentang asas-asas dalam pengembangan kurikulum dalam pendidikan agama
Islam. Menggunakan metode studi kepustakaan dengan mencari data-data yang berasal dari buku dan artikel
ilmiah yang terdapat relevansi mengenai topik pembahasan. Selanjutnya mengelola data dengan analisis
deskriptif yang penulis sajikan secara sistematis dan objektif (Mustika, 2008). Data diperoleh melalui
dokumentasi, yaitu menggali data menurut aneka macam warta jurnal, buku, serta informasi-informasi lain.
Proses selanjutnya penulis menelaah dari beberapa jurnal, artikel, makalah dan buku serta sumber yang
sesuai dengan peulisan ini. Penulisan ini penelusurannya dilakukan secara literatur. Linteratur sebagai kajian
pustaka agar menemukan data teori yang berkaitan dengan implementasi Asas-asas pengembangan kurikulum
terhadap pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam dan data dianalasis secara sistematis serta
disimpulkan secara objektif
pembelajaran, dan evaluasi serta cakupan lainya yang sesuai landasan ajaran agama Islam. Prinsip dari asas ini
bahwa setiap kurikulum yang diterapkan oleh setiap lembaga pendidikan memiliki karakter tersendiri, maka
dari itu pondasi yang menjadi dasar kurikulum sangat menentukan arah tujuan pendidikan tersebut. Lembaga
pendidikan yang memiliki karakter atau berbentuk pendidikan agama Islam maka pondasi yang tepat dalam
menyusun kurikulumnya adalah Al-Qur‟an dan As-Sunnah yang menjadi pedoman bagi ajaran agama Islam.
Dari dua sumber tersebut akan dikemas sedemikian rupa sehingga tersusunlah materi-materi yang sistematis
dan siap digunakan dalam proses pembelajaran.
Seiring berjalannya waktu kurikulum pendidikan agama Islam akan mengalami perubahan-perubahan
yang signifikan dilatar belakangi banyak faktor sehingga kurikulum mengalami perkembangan.
Perkembangan kurikulum itu sendiri merupakan arah kurikulum dari masa saat ini ke tujuan pendidikan sesuai
harapan dengan adanya pengaruh positif dari dalam maupun dari luar guna menjadikan peserta didik mampu
untuk menghadapi perkembangan masa depannya, maka dari itu pengambangan kurikulum memiliki sifat
adaptif menyesuaikan keadaan, aplikatif sesuai kebutuhan serta antisipatif harus dapat selalu siap guna tujuan
jangka pendek maupun jangka panjangnya (Wahab & Sudarmono, 2021). Perkembangan kurikulum
pendidikan Islam dalam pengembangannya tentu memiliki sifat adaptif, aplikatif serta antisipatif sehingga
dibutuhkanlah asas-asas sebagai pondasi prinsip perkembangannya.
landasan yang menjadi tumpuan adalah ajaran agama Islam yang bersumber dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah.
Dalam bahasa Yunani, kata "teologi" dibagi menjadi dua kata, yaitu "teologi" mengacu pada Tuhan, dan
logika mengacu pada kata-kata atau kata-kata. Oleh karena itu, jika digabungkan secara singkat, makna
teologi adalah segala ilmu yang berhubungan dengan Tuhan. Secara sastra, teologi berkaitan dengan teori
dan penelitian, sedangkan dalam praktiknya berkaitan dengan doktrin atau doktrin agama tertentu.
(Fauzulhaq, 2017).
Agama ditetapkan berlandaskan Al-Qur‟an maupun As-Sunnah dengan ajaran nilai-nilai Ilahi, kedua
kitab tersebut bersifat umum, abadi dan berlaku sepanjang zaman kedepan. Selain dua sumber tersebut tentu
dalam pendidikan Islam memiliki sumber lain yaitu ijtihad, hasil keputusan para ulama. Dalam ijtihad
berbentuk „ijma, qiyas, istihsan, istihsab, dan „urf (Didiyanto, 2017). Dasar agama hendaknya memiliki posisi
tertinggi dalam kurikulum pendidikan khususnya agama Islam, karena kurikulum pendidikan Islam pasti
memiliki tujuan yang sejalan dengan ajaran agama Islamrikut An-Nahl: 64 menerangkan.
ٓ ٓ٤٦ٓ َيٓو َرحٓ َوةٓٓ ِلّقَىٓمٓٓيُؤٓ ِهٌُىى َ بٓإِ اَّلٓ ِلتُبَ ِيّيَ ٓلَ ُه ُنٓٱلاذِيٓٱخٓتَلَفُىآْفِي ِه
َ ٓٓوهُد َ َٓو َهآٓأًَزَ لٌَٓٓا
َ َ علَيٓكَ ٓٱلٓ ِكٓت
“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat
menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman”(64).
Al-Qur‟an menjadi tempat terdepan dalam pengambilan sumber-sumber pendidikan. Segala bentuk
kegiatan konsep pendidikan haruslah berprinsip kepada Al-Qur‟an. Terdapat beberapa hal yang berguna
dalam Al-Qur‟an untu pengembangan pendidikan antara lain: pengembangan ilmiah, penghormatan kepada
akal manusia, memelihara kebutuhan manusia serta tidak menentang fitrah manusia (M. Akmansyah, 2015).
Sudah sepatutnya landasan utama kurikulum pendidikan agama Islam adalah Teologi atau Tauhid. Nilai-nilai
dari ajarana agama Islam bersumber dari Kitab Al-Qur‟an dan As-Sunnah serta beberapa pandangan tafsir
yang dapat menjadi rujukan yang sesuai dengan prinsip pendidikan di Indonesia. Tentunya aspek tauhid
sebagai landasan utama menekankan bahwa dalam kurikulum pendidikan Islam penanaman Aqidah sangatlah
kuat. Setelah itu baru pembiasan ibadah dan perilaku Akhlak yang mulia.
Kedua Asas Filosofis yaitu landasan yang menjadi tumpuan dalam berfikir dan menyusun suatu
rangkaian berdasarkan penyelidikan mengenai hakikat yang ada sebabnya, asal usulnya serta hukumnya
sehingga ditemukannya suatu keputusan yang bijak. Manusia yang belajar filsafat menjadikan manusia
tersebut mengerti dan bertindak secara bijak. Untuk menjadi manusia bijak sebagai manusia perlu adanya
pengetahuan tentang itu melalui sistematika berfikir logis dan mendalam. Arti lain pemikiran tersebut dapat
diartikan sebagai berfikir sampai ke akar-akarnya (Winarso, 2015). Dalam filsafat terdapat aliran yang
memiliki latar belakang dan konsep yang berbeda. Usaha menyatukan konsepsi idealisme dan realisme dalam
pertentangannya merupakan tujuan dari Aliran essensialisme. Aliran yang bersifat “progresif” yaitu
mengembalikan budaya lalu sampai abad pertengahan ke masa saat ini yakni aliran perennialisme. Aliran
yang menjadikan kebebasan sebagai pokok utama dan menentang semua bentuk otoriter yaitu Aliran
progresifisme. Aliran yang menekankan pada pengalaman individu adalah Aliran eksistensialisme. Berikutnya
aliran yang memiliki pandangan bahwa segala gejala bermuara pada keberadaannya, yakni cara manusia
berada di dunia berbeda dengan keberadaan benda-benda lainnya yakni aliran rekonstruksionalisme (Bahri,
2017). Dibawah ini dijabarkan tentang isi dari aliran-aliran filsafat yang berkaitan dengan pengembangan
kurikulum (Winarso, 2015). Antara lain:
sangat berkaitan dengan teori tingkah laku anak. Nana berpendapat Beberapa hal yang berkaitan dengan teori
tingkah laku anak antara lain (Bahri, 2017):
Tabel 2. Teori Tingkah Laku Anak
No Teori Karakter
1 Behavioristik Teori belajar behavioristik yaitu teori yang membahas tingkah laku manusia
pada proses belajar melalui pendekatan yang sesuai dengan keadaan
sebenarnya, mekanistik memiliki prosedur tersendiri, dan materialistic.
Perubahan tingkah laku melalui upaya pengkondisian dapat terjadi pada diri
manusia dan keadaan masing-masing manusia. Kegiatan behavioristik
dilatarbelakangi bahwa pada saat anak lahir tidak mewarisi keserdasan,
kemampuan dan bakat. Teori behavior lebih menekankan kepada pengamatan
tingkah laku manusia, karena prinsip dari perubahan manusia tentunya harus
dilakukan dengan pengamatan dan pengalaman sehingga dapat disimpulkan
ada tidaknya perubahan tersebut.
2 Psikologi Daya Pada teori ini kesiapan mental menjadi dasar dalam perubahan tingkah laku
manusia. Baik dalam proses pembelajaran mental dari daya mengamati,
mengingat, menanggapi, menghayal serta berfikir dimana hal tersebut
diperoleh melalui latihan. Teori ini menekankan pada nilai formal, artinya
setiap materi apapun yang dipelajari sesemanusia tidaklah signifikan apabila
tidak adan pengaruhnya terhadap perubahan daya-daya tertentu.
3 Perkembangan Teori ini mengutamakan proses atau upaya guna memaksimalkan kecakapan
Kognitif rasional yang dimiliki setiap manusia. Terdapat perbedaan kognitif dengan
behavioristic, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku.
Piaget memiliki pandangan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu
proses genetic, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis
perkembangan system syaraf manusia.
4 Teori Gestalt Teori ini menekankan pada kita bahwa dalam perkembangan haruslah
melihat secara keseluruhan. Dengan melihat secara keseluruhan maka dapat
ditemukanlah solusi yang tepat. Contoh dalam melihat permasalahan
pendidikan pada masyarakat multi kultur tentu teori ini sangat tepat dalam
mencari solusi. Masyarakat multikultur dengan kultur yang berbeda-beda
perlu ditinjau dan dipelajari secara keselurah. Setelah itu akan ditemukan dari
berbagai perbedaan cara yang tepat dalam memberikan formula system
pendidikan yang tepat
5 Teori 1) berdasarkan Hilgard & Marquis kepribadian ialah nilai rangasangan sosial,
Kepribadian potensi buat menampilkan diri secara mengesankan, 2) berdasarkan Stern
kepribadian artinya kehidupan semanusia secara keseluruhan, individual,
unik, kemampuannya bertahan, serta memperoleh pengalaman, 3) dari
Allport kepribadian merupakan organisasi dinamik yg berubah-ubah dalam
sistem psikofisiologik berkaitan mental dan perilaku sesemanusia pada
memilih contoh penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya, 4)
berdasarkan Guilford kepribadian merupakan sifat yang unik pada diri
sesmanusia. 5) dari Pervin kepribadian ialah ciri semanusia yang menyeluruh
sehingga mengakibatkan pola menetap dalam merespon suatu situasi, 6)
menurut Maddy atau Burt bahwa kepribadian adalahkarakteristik tersusun
dan stabil, yang menentukan keumuman dan perbedaan tingkah laku
psikologi dalam waktu yang lama dan tidak dapat dipahami secara sederhana
sebagai hasil dari tekanan sosial dan tekanan biologik saat itu (Muhimmatul
Hasanah, 2015).
Uraian diatas menunjukan bahwa asas psgikologi terdapat keutaman besar dalam pengembangan
kurikulum pendidikan. Anak berupa target kurikulum dalam implementasinya pada pendidikan tentunya
memerlukan landasan psikologi sehingga masa perkembangan anak dalam menempuh proses pendidikan
sudah memiliki formula yang tepat dalam rangkaian kurikulum yang sudah ditetapkan. Masa perkembangan
anak banyak ditelaah dalam ilmu Psikologi hal tersebutlah yang mendasari psikologi sebagai bagian dari Asas
Kurikulum.
Keempat, asas sosial-budaya yaitu landasan yang menjadi tumpuan berfikir yang berdasarkan
kepentingan nilai-nilai masyarakat serta norma-norma tradisi yang melekat pada masyarakat. Sosial-budaya
yang terdapat nilai-milai masyarakat bersumber dari manusia dengan karyanya melalui nalar akal budinya
sehingga dalam melestarikan dan menyebarluaskannya. Pada pendidikan juga terdapat proses interaksi antara
manusia sehingga menjadikan manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Pada konteks ini peserta didik
berada di fenomena budayanya, diharapkan siswa bisa dibina serta dikembangakan sinkron dengan nilai
budayanya. Kebudayaan yang diharapkan siswa merupakan budaya yang positif memiliki efek baik
bermanfaat bagi insan dan warga (Halim, 2016). Asas sosial budaya sebagai landasan kurikulum pendidikan
tentuanya berperan besar dalam mendasari bagaimana kurikulum tersebut dapat diimplementasikan peserta
didik kepada masyarakat. Fakta bahwa terdapat beragam budaya tentunya mempengaruhi konsep kurikulum
pendidikan. Aspek terpenting dalam sosial budaya adalah system nilai yang mengatur kehidupan
bermasyarakat, maka dari itu pada kurikulum pendidikan dengan asas sosial budaya menjadi solusi untuk
merangkai kurikulum yang tepat agar setiap perbedaan budaya dapat dilakasanakan peserta didik dengan baik
sehingga tercapainya pendidikan yang sesuai kondisi sosial budaya khususnya di Indonesia.
Asas ini menggambarkan kurikulum pendidikan agama Islam diserasikan pada nilai-nilai sosial yang
berciri khas masyarakat Islam serta kebudayaannya. Hal ini terdiri dari sisi etika, pengetahuan, pola pikir, dan
tradisi adat istiadat masyarakat sesuai cirikhas kebudayaannya. Kurikulum pendidikan agama Islam harus
berkesinambungan dengan perkembangan yang ada pada masyarakat (Firman Sidik, 2016). Asas sosial-
budaya bagi kurikulum pendidikan agama Islam akan menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Khususnya Indonesia yang memiliki keragaman budaya dan tradisi tentu akan mempengaruhi
proses pendidikan kedepannya. Ditambah lagi faktor geografis di Indonesia juga memperlihatkan betapa
banyaknya budaya yang berbeda di setiap tempatnya. Asas sosial bagi kurikulum pendidikan agama Islam
diharapakan dapat memberikan formula yang tepat bagi peserta didik dalam menjalai proses pendidikan
sehingga nilai-nilai sosial seperti toleransi, gotong royong dan interkasi sosial berjalan dengan baik.
Kelima, asas ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu landasan yang menjadi tumpuan berfikir yang
berdasarkan kumpulan gagasan atau penemuan yang sudah dilalui berbagai proses ilmiah sehingga
menghasilkan suatu produk baik barang atau pedoman yang dapat menjadi sumber pengembangan ilmu
lainnya serta sebagai alat yang memudahkan manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Produk IPTEK
beraneka ragam dan sifatnya dinamis, seiring berkembangnya zaman kemajuan IPTEK sangat mempengaruhi
perannya dalam kehidupan manusia sehingga IPTEK berpengaruh sabagai landasan kurikulum pendidikan.
Teknologi pada dasarnya merupakan peran hasil ilmu pengetahuan serta memiliki kedudukan yang sangat
signifikan dalam perkembangan manusia. Karya dari manusia melahirkan teknologi melalui proses ilmiah
agar tercapainya tujuan kehidupan manusia yang paling baik. Sarana manusia untuk lebih mudah
menyediakan dan memenuhi kebutuhan juga arti dari Teknologi. Tujuannya adalah untuk membuat keadaan
yang efisien, efektif, dan berkaitan kepada corak tindak perilaku manusia. Salah satu indikasi kemajuan
peradaban manusia adalah kemajuan IPTEK. Teknologi memiliki kontribusi dalam semua aspek kehidupan
manusia. Teknologi tentunya berperan besar memudahkan dalam mengembangkan sumber daya alam yang
ada bagi manusia, akan tetapi sering kali melampaui batas tanpa dilakukan dengan bijak sehingga sering
terjadi tidak beraturan dalam penggunaannya (Camelia, 2020).
Pengetahuan berasal dari akar kata “ilm” yang artinya lambang atau penunjuk agar dapat dikenali dan
diketahui. Sama halnya dengan ma'lam, artinya rambu jalan agar sesemanusia bisa menuntun diri sendiri
atau sesemanusia. Selain itu, “Alam juga diartikan sebagai pedoman (Abidin, 2016). Ilmu dapat diartikan
sebagai arah mata angin, dimana mata angin memudahkan manusia untuk mencapai tujuan dalam berpergian.
Begitu juga ilmu bagi manusia dengan ilmu manusia dapat mengembangkan potensiya sesuai bidang ilmu
masing-masing. Ilmu seringkali disamakan dengan istilah sains dan pengetahuan yang dijajarkan menjadi ilmu
pengetahuan. Ilmu adalah kesadaran mengenai pengetahuan yang berfungsi untuk menyelediki dan menelaah
suatu temuan sementara. Ilmu juga dimaknai pengetahuan yang dihasilkan dengan proses pembelajaran dari
pengalaman yang ditempuh. Dalam arti lain ilmu adalah hasil dari pengetahuan yang telah melalui tahap
pengujian kebenarannya. Adapun pengetahuan masih dalam sebatas informasi yang sesemanusia ketahui.
Memperoleh pengetahuan dapat dengan cara pengalaman yang didapat serta manusia-manusia dengan
informasi yang diberikan. Namun dalam hal ini tidak dapat disebut ilmu jika pengetahuan belum teruji
kebenarannya (Camelia, 2020). Dari makna tersebut dapat diketahui bahwa ilmu pengetahuan merupakan
proses atau upaya dalam penemuan baru dengan berbagai bentuk cara seperti penelitian, eksperiman dan
observasi sehingga ditemukanlah teori baru yang disepakati bersama.
Psikologi berbeda, sehingga perlu adanya penerapan yang sesui dengan jenjangnya
seperti kasus pada peserta didik jenjang dasar pada pembelajaran PAI masih
banyak peserta didik yang belum menguasai Al-Qur‟an sehingga kesulitan
dalam mengikuti proses belajar maka teori ini dapat menjadi solusi untuk
mengidentifikasi materi yang sesuai jenjangnya
Psikologi daya: guna membentuk kemandirian pada peserta didik, hendak
proses belajar tidak dominan pada guru melainkan pada siswa yang belajar
mandiri shingga dapat dibentuk berupa metode berlandaskan Mandiri
Belajar
Teori kognitif: dengan adanya peningkatan pengetahuan berupak tingkat
kelas, tingkat kesulitas materi dan kelas akselerasi maka atas landasan
tersebut peserta didik diberikan transfer ilmu sesuai dengan kemapuan
potensinya
Teori gestalt: pengembangan ilmu tidak hanya focus pada satu acuan
melainkan keselurahan yang berkaitan dengan ilmu tersebut sehingga hal ini
mengharuskan kurikulum memiliki landasan psikologi dengan teori tersebut
Teori kepribadian: pengembangan kurikulum bertujuan membantuk
kepribadian yang baik sehingga peserta didik menjadi manusia yang dewasa
serta bijak mengambil keputusan
4 Asas Sosial- Selain menyesuaikan kebutuhan masyarak yang terpenting adalah
Budaya pengenalan budaya seperti menggunakan atribut budaya pada masing-masing
khas daerah tersebut pada proses pendidikan
Pembelajaran PAI dapat berkegiatan ke taman budaya pada masing-masing
daerah
Study banding yang sudah berjalan itu sangatlah baik dalam pengenalan
budaya
Terjalinnya komunikasi antar masyaraka-pendidik-orang tua-sekolah-peserta
didik akan menciptakan korelasi yang baik dalam menanamkan norma-
norma sosial bagi peserta didik
5 Asas Ilmu Menciptakan suatu karya ilmiah pada setiap jenjang yang sesuai dengan
Pengetahuan kemampuannya
dan Teknologi Strategi metode belajar dengan memaksimalkan teknologi yang berkembang
Media-media belajar mengunakan digitalisasi
Standarisasi penggunaan teknologi pada setiap instasn pendidikan yang ada
di Negara ini
Paparan diatas dapat menjadi suatu landasan bagi pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam
dalam penyusunan kurikulum PAI yang dapat distandarkan pada semua lembaga pendidikan baik dari jenjang
dasar maupun jenjang tinggi. Dalam penulisan ini pada dasarnya masih terdapat keterbatasan dalam meninjau
ayat-ayat Al-Qur‟an dan Al-Hadits dijadikan sebagai pondasi teologi dalam pengembangan kurikulum. Pada
prinsipnya kedua pedoman tersebutlah yang menjadi sumber pokok utama pondasi dalam pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam secara teologi sehingga arah tujuan pencapaianya jelas tuntutannya. Akan
tetapi dengan tinjauan teori asas-asas diatas dapat menjadi kontribusi dalam menerapkan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan kurikulum PAI sehingga sekolah, pendidik, serta peserta
didik dapat tanggap teknologi.
Keputusan Menteri Agama Nomor 183 Tahun 2019 tentang Kurikulum PAI dan Bahasa Arab pada
Madrasah belum ada asas teologi dan asas ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dari itu dengan adanya
penelitian ini menjadi pelengkap secara teoritis implementasi asas-asas tersebut dapat menjadi landasan yang
ada pada keputusan menteri agama dan secara praktis berupa penerapan teknologi pada proses belajar yang
berwujud materi-materi PAI yang berkolaborasi dengan pengembangan teknologi sehingga semua komponen
yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran memiliki karakter tanggap teknologi.
KESIMPULAN
Dari hasil penulisan ini dapat disimpulkan bahwa terdapat lima asas yang dapat menjadi pondasi dalam
pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam terdiri dari asas teologi, asas filosofis, asas psikologi, asas
sosial-budaya serta asas ilmu pengetahuan dan teknologi. Implementasi asas tersebeut dalam pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam secara teoritis dan praktis dapat menjadi acuan bagi pihak wewenan dalam
mengembangkan kurikulum pendidikan agama Islam dari asas teologi menggunakan dua sumber pokok Al-
Qur‟an dan Al-Hadits, asas filosofis menggunakan konsep aliran dalam mekanisme proses pembelajaran, asas
psikologi mengidentifikasi kemampuan peserta didik sesuai jenjang dan potensinya, asas sosial-budaya
menggunakan atribut budaya dalam pengenalannya, asas ilmu pengetahuan dan teknologi memaksimalkan
perkembangan teknologi dengan proses pembelajaran. Hal-hal tersebut dapat menjadikan kurikulum
pendidikan agama Islam dapat diimplikaskan semua komponen pendidikan saat ini dan seterusnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, M. Z. (2016). Konsep Ilmu Dalam Islam: Tinjauan Terhadap Makna, Hakikat, Dan Sumber-Sumber
Ilmu Dalam Islam. Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin, Vol. 10(No.1)
Bahri, S. (2017). Pengembangan Kurikulum Dasar Dan Tujuannya. Jurnal Ilmiah Islam Futura, Vol. 11(1)
Camelia, F. (2020). Analisis Landasan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi. SAP (Susunan Artikel Pendidikan),
Vol. 5(No. 1)
Didiyanto, D. (2017). Paradigma Pengembangan Kurikulum Pai Di Lembaga Pendidikan. Edureligia; Jurnal
Pendidikan Agama Islam, Vol. 1(No. 2),
Direktorat, T. D. K. M. (2019). Keputusan Menteri Agama Tentang Kurikulum PAI dan Bahasa Arab.
Fauzan, F., Lateh, A., & Arifin, F. (2019). Analisis Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Indonesia dan
Thailand (Studi kebijakan Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2008 di tingkat SMA). Edukasia : Jurnal
Penelitian Pendidikan Islam, 14(2)
Fauzulhaq, M. H. (2017). Konsep Teologi Dalam Perspektif Seren Taun Di Kesepuhan Cipta Mulya. Jurnal
Aqidah Dan Filsafat Islam, 2(1)
Firman Sidik. (2016). Konsep Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam. Irfani, Vol. 12(No. 1)
Halim, A. (2016). Asas-Asas Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam Multikultural. Nidhomul Haq, Vol.
1(No. 2)
Hamalik, O. (2010). Manajemen Pengembangan Kuri. Remaja Rosdakarya.
Hermawan, Y. C., Juliani, W. I., & Widodo, H. (2020). Konsep Kurikulum Dan Kurikulum Pendidikan Islam.
Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam, 10(1), 34.
https://doi.org/10.22373/jm.v10i1.4720
Irsad, M. (2016). PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH (Studi
Atas Pemikiran Muhaimin)
M. Akmansyah. (2015). Al-Qur‟an dan As-Sunnah sebagai Dasar Ideal Pendidikan Islam. Pengembangan
Masyarakat Islam, 8(2)
Muhimmatul Hasanah. (2015). Dinamika Kepribadian Menurut Psikologi Islami. Ummul Quro, Vol. 6(No. 2)
Mustika, Z. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Yayasan Obor Indonesia.
Noorzanah. (2018). Kurikulum Dalam Pendidikan Islam. Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan,
Vol.15(No.28)
Nurhalita, N. (2021). EDUKATIF : JURNAL ILMU PENDIDIKAN Relevansi Pemikiran Pendidikan Ki
Hajar Dewantara pada Abad ke 21 Abstrak. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 3(No. 2)
Rahmat Hidayat. (2016). Ilmu Pendidikan Islam. LPPPI.
Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana.
Suminto. (2020). Asas Psikologi dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam Perspektif Hasan Langlung.
Andragogi: Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Ilslam, Vol. 2(No. 1), 1–14.
Wahab, A., & Sudarmono, M. A. (2021). Proses dan Prinsip Pengembangan Kurikulum Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 3(No. 2), 278–287.
Winarso, W. (2015). Dasar Pengembangan Sekolah.
Yeni Tri Nur Tahmawati, S. (2018). Islamic Akademika : Jurnal Pendidikan & Keislaman. Jurnal Pendidikan
& Keislaman, 3(1), 77–87.
Rosmiaty Azis
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar
Email: andirosmiatyazs@gmail.com
I. PENDAHULUAN
K
urikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat
strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya
peranan kurikulum dalam pendidikan, maka dalam penyusunannya harus
mengacu pada landasan yang kokoh dan kuat. Landasan pengembangan kurikulum tidak
hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum (makro) atau kurikulum tertulis yang
sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi juga harus dipahami dan
dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum (mikro) yaitu para
pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lainnya yang terkait dengan
tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam
melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenis dan jenjang
pendidikan. Dengan posisinya yang penting tersebut, maka penyusunan dan
pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan, akan tetapi harus
didasarkan pada berbagai pertimbangan, atau landasan agar dapat dijadikan dasar
pijakan dalam menyelenggarakan proses pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi
tercapainya tujuan pendidikan dan pembelajaran secara lebih efisien dan efektif.1
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting,
sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung yang tidak
menggunakan landasan atau fundasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi
goncangan, bangunan gedung tersebut akan mudah rubuh dan rusak. Demikian pula
1
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),
h.53
Volume VII, Nomor 1, Januari - Juni 2018 45
halnya dengan kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka
kurikulum tersebut akan mudah terombang-ambing dan yang akan dipertaruhkan adalah
manusia (peserta didik) yang dihasilkan oleh pendidikan itu sendiri.
Istilah kurikulum sering dimaknai plan for learning (rencana pendidikan).
Sebagai rencana pendidikan kurikulum memberikan pedoman dan pegangan tentang
jenis, lingkup, urutan isi dan proses pendidikan.2 Secara historis, istilah kurikulum
pertama kalinya diketahui dalam kamus Webster tahun 1856. Pada mulanya istilah
kurikulum digunakan dalam dunia olah raga, yakni suatu alat yang membawa orang dari
start sampai ke finish. Kemudian pada tahun 1955, istilah kurikulum dipakai dalam
bidang pendidikan, dengan arti sejumlah mata pelajaran di suatu perguruan. 3
Secara etimologi kata kurikulum diambil dari bahasa Yunani, Curere berarti jarak
yang harus ditempuh oleh pelari dari mulai start sampai finish. Pengertian inilah yang
kemudian diterapkan dalam bidang pendidikan. Dalam bahasa arab, kurikulum sering
disebut dengan istilah al-manhaj, berarti jalan yang terang yang dilalui manusia dalam
bidang kehidupannya. Maka dari pengertian tersebut, kurikulum jika dikaitkan dengan
pendidikan, menurut Muhaimin, maka berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik
atau guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan
sikap serta nilai-nilai.4
Penddikan Agama Islam merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan setiap
jenjang pendidikan, yaitu mulai pendidikan dasar sampai keperguruan tinggi, hal ini
sesuai dengan UU RI No. 20 Tahun 2003 pada bab X pasal 37 ayat 1dan 2 yaitu isi
kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: pendidikan agama,
pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga,
keterampilan/kejuruan; danmuatan lokal.5 Pendidikan agama mengemban amanat
sekaligus, yaitu bidang agama dan bidang pendidikan, di bidang pendidikan, pendidikan
agama di sekolah merupakan bagian integral dari program pendidikan dan pengajaran
pada setiap jenjang dan jenis pendidikan untuk mencapai tujuan nasional.
II. PEMBAHASAN
A. Proses Implementasi Kurikulum dalam KBM
Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan bentuk nyata
2
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), h. 4
3
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, h. 53
4
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 1
5
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
PT. Mediawiyata, Semarang, 1990, h. 15.
46 Implementasi Pengembangan Kurikulum
implementasi kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam kelas yang melibatkan
unsur-unsur personal (kepala sekolah dan guru) peserta didik, sumber belajar, serta
sarana dan prasarana pendukung lainnya. Keberhasilan dalam pembelajaran menjadi
indikator keberhasilan sutau implementasi. Para ahli mengemukakan tentang konsep
pembelajaran, diantaranya Sujana mengatakan bahwa pembelajaran atau belajar dan
mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar
merujuk pada apakah yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek (sasaran didik)
sedangkan mengajar merujuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai
pengajar. 6
Menurut Nana Syaidih bahwa pembelajaran mengandung berbagai komponen,
yaitu komponen peserta didik, guru, sarana dan kurikulum, kurikulum sebagai
komponen pembelajaran terdiri tujuan, materi, proses, dan penilaian. Dengan pedoman
kurikulum guru memberikan perlakuan profesional sehingga tercipta interaksi dalam
pembelajaran, perlakuan guru untuk mempertautkan kegiatan mengajar dengan kegiatan
belajar mengacu pada kurikulum yang dikenal sebagai kegiatan belajar mengajar . 7
Pendapat lain dikemukakan oleh Ahmad Sanusi bahwa mengajar adalah salah satu
bentuk usaha pendidikan, mengajar dalam arti luas diartikan proses pendidikan atau
pembelajaran peserta didik yang diasumsikan mempunyai fungsi seperti membantu,
menumbuhkan dan mestranformasikan nilai-nilai positif sambil memberdayakan serta
mengembangkan potensi-potensi kepribadian peserta didik.8
Para ahli lain sebagaimana diungkapklan oleh Tafsir bahwa makna pembelajaran
atau kegiatan belajar mengajar PAI dalam kaitan menanamkan keimanan dan ketaqwaan
bukan saja dalam bentuk mengajar, melainkan harus diikuti oleh bentuk lain, seperti
membimbing, melatih, serta memberikan contoh yang baik. 9
Soedijarto mengemukakan bahwa suatu proses pembelajaran memungkinkan
peserta didik untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk melakukan sesuatu
(learning to do) belajar untuk mandiri (learning to be) dan belajar untuk hidup bersama
(learning to live together). Dengan demikian hasil pembelajaran mewujudkan peserta
didik yang mampu membelajarkan pada dirinya, mendapatkan sejumlah pengetahuan,
peserta didik mampu mengembangkan dalam bentuk lebih luas serta dapat
diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari.10
Kaitannya dengan pembelajaran pendidikan agama Islam dalam meningkatkan
ketaqwaan, maka dapat diartikan bahwa pembelajaran PAI sebagai perlakuan
6
Nana Sudjana Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Islam, Sinar Baru, Jakarta, 1995, h. 28.
7
Nana Sudjana Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Islam,h.5.
8
Ahmad Sanusi, Strategi Kurikulum Menuju Iman dan Taqwa, Makalah IAIN, SGD, Bandung,
h.2.
9
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Persepektif Islam, Remaja Rosda Karya, Bandung,
1992, h. 74.
10
Suryo Subroto, Sistem Pengajaran dengan Modul, Bina Aksara, Bandung, 1998, hlm. 4.
Volume VII, Nomor 1, Januari - Juni 2018 47
profesional guru agama terhadap peserta didiknya sehingga menghasilkan peserta didik
yang mempunyai kemampuan untuk mengetahui, menghayati, dan mengembangkan
pengetahuan, untuk dipedomani dan dilaksanakan dalam kehidupannya sebagai seorang
muslim yang beriman dan bertaqwa dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat.
Kegiatan implementasi kurikulum pendidikan agama Islam dapat dievaluasi
dengan melihat 4 aspek yaitu : tujuan, strategi, isi materi pelajaran dan kegiatan
evaluasi. Dibawah ini merupakan hasil observasi tentang kegitan pembelajaran di kelas.
(a) Aspek tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar tidak dikemukakan
sehingga guru seakan-akan berjalan tanpa arah yang benar. Oleh karena itu tujuan
pembelajaran mesti dirancang sampai pada tingkat operasional artinya tujuan tersebut
bersipat operasioanl, terukur dan teramati sampai tingkat keberhasilannya. Tujuan yang
dirumuskan lebih berorentasi kepada pengembangan potensi yang dimiliki oleh peserta
didik.
(b) Aspek materi
Uraian materi sebagai bahan ajar kurang mendapatkan pengembangan, guru
cukup mengandalkan buku yang ada pada diri peserta didik, sehingga ruang lingkup
pembahasannya sangat terbatas. Padahal materi tersebut bisa dikembangkan dengan
melihat berbagai dimensi lain serta literature yang ada diperpustakaan. Oleh karena
aspek materi merupakan salah satu bagian terpenting dalam pengembangan proses
pembelajaran maka, guru dapat merumuskan secara sistematis sesuai dengan tingkat
kemampuan peserta didik. Dalam pengembangan aspek materi pembelajaran dapat
dilakukan dengan pendekatan “Concept Map” (Peta konsep).
(c) Aspek strategi
Dalam proses belajar mengajar mereka mampu menggunakan salah satu strategi
aktif, sehingga peserta didik dapat belajar dengan penuh semangat dan antusias untuk
mengikuti pembelajaran di kelas. Secara umum penggunaan strategi aktif sudah
terlaksana walaupun masih ada kekurangannya. Penggunaan strategi aktif dalam proses
pembelajaran merupakan suatu kaharusan dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena
itu Strategi merupakan komponen yang menentukan terhadap keberhasilan kegiatan
belajar mengajar disamping tujuan, materi dan evaluasi. Strategi yang digunakan adalah
betul-betul dapat membangkitkan semangat peserta didik dalam belajar. Strategi yang
dapat melayani kebutuhan peserta didik, baik secara individu maupun kelompok
merupakan suatu hal yang diharapkan saat ini. Penggunaan strategi yang tepat dapat
berpengaruh terhadap efektivitas kegiatan belajar mengajar.
(d) Aspek evaluasi
Aspek ini tidak terlaksana dengan sempurna. Kegiatan evaluasi hanya terbatas
pada test tulisan dan lisan sedangkan aspek yang lain yaitu evaluasi bentuk non test
tidak pernah dilaksanakan. Nampaknya persoalan evaluasi tidak terlalu diperhatikan,
48 Implementasi Pengembangan Kurikulum
padahal evaluasi merupakan komponen yang tidak kalah penting dengan komponen lain
dalam pelaksanaan pembelajaran. Kegiatan evaluasi ini berguna untuk melihat
keberhasilan proses pembelajaran. Dengan evaluasi dapat diketahui baik dan tidaknya
mutu suatu pendidikan. Kegiatan evaluasi sekaligus dapat melihat tepat atau tidaknya
tujuan yang dirumuskan, materi yang diajarkan dan strategi yang digunakan.
B. Faktor-faktor Pendukung Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam
(PAI) dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
Dalam proses implementasi kurikulum PAI dalam KBM di kelas sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung keberhasilan implementasi kurikulum.
Adapun faktor-faktor pendukung implementasi kurikulum PAI sebagai berikut:
a. Faktor Guru
Guru merupakan salah satu unsur di bidang pendidikan yang berperan aktif dan
menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan
masyarakat yang semakin berkembang. Karena itu guru tidak semata-mata sebagai
“transfer of values” pengajar, melainkan juga sebagai pembimbing yang memberikan
pengarahan dan menuntun peserta didik dalam belajar.
Faktor guru cukup berperan dalam implementasi kurikulum dan berakibat
langsung pada perubahan sekolah sebagai sistem sosial.
Keberhasilan pendidikan agama Islam dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Collin J. Marsh (1980) dalam “Curriculum Process in The Primary School”
mengemukakan bahwa ada lima unsur yang dapat dipengaruhi terhadap keberhasilan
pembelajaran di sekolah, yaitu :
1) Dukungan dari kepala sekolah
2) Dukungan dari teman sejawat atau sesama guru
3) Dukungan dari peserta didik sebagai peserta didik
4) Dukungan dari orang tua atau peserta didik
Dari kelima unsur di atas, yang paling menentukan berhasil tidaknya suatu proses
pembelajaran di dalam kelasm ada lah faktor guru, posisi dan peran guru. Dalam
pendidikan merupakan ujung tombak dalam menentukan berhasil tidaknya suatu
rancangan pembelajaran. Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar melainkan
sebagai pembimbing, pemimpin, ilmuwan, pribadim penghubung, pembaharu dan
pembangun.
Ditandaskan kembali dalam buku “Basic Princples of Student Teadhing” oleh
Adan dan Dicky serta alih bahasa Oemar Hamalik di sebutkan bahwa peranan guru
sesungguhnya sangat luas, meliputi : 1) teacher as intructor (guru sebagai pengajar);
2) teacher as counsellor (guru sebagai pembimbing); 3) teacher as scientist (guru
sebagai ilmuwan) dan 4) teacher as person (guru sebagai pribadi).
Volume VII, Nomor 1, Januari - Juni 2018 49
III. KESIMPULAN
1. Pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang merencanakan, menghasilkan
suatu alat yang lebih baik dengan didasarkan pada hasil penelitian terhadap
kurikulum yang tidak berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi kegiatan belajar
mengajar yang lebih baik
2. Landasan Kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, landasan, suatu asumsi,
atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan
kurikulum.
3. Ada lima landasan pokok yang harus dijadikan dasar dalam setiap pengembangan
kurikulum yaitu landasan teologis, filosofis, psikologis, sosiokultural, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
4. Proses Implementasi Kurikulum dalam KBM yaitu Proses pembelajaran kurikulum
pendidikan agama Islam sebagai rencana memiliki komponen-komponen yang
terdiri dari tujuan, materi pelajaran, proses atau metode, serta penilaian.
5. Faktor-faktor pendukung Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam dalam
Kegiatan Belajar Mengajar
50 Implementasi Pengembangan Kurikulum
a. Faktor Guru
b. Faktor Peserta didik
c. Faktor Lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Nuansa, Bandung, 2003.
Nana Sudjana Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Islam, Sinar Baru, Jakarta, 1995.
Ahmad Sanusi, Strategi Kurikulum Menuju Iman dan Taqwa, Makalah IAIN, SGD,
Bandung.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Persepektif Islam, Remaja Rosda Karya,
Bandung, 1992.
Suryo Subroto, Sistem Pengajaran dengan Modul, Bina Aksara, Bandung, 1998.
Depdikbud, Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) SMP, Jakarta, 1987.
Depag. RI, Pendidikan Agama Islam untuk Peserta didik SMP, Dirjen Binbaga, Jakarta,
1999.
Depag. RI, Kurikulum Pendidikan Agama Islam Untuk Tingkat SMP, Dirjen Binbaga,
Jakarta, 1994.
Djambari, Agama dalam Perspektif Sosial, Depdikbud, Jakarta, 1998.
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004)
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004).
Endang Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Suatu Panduan Praktis,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006).
Murrary Print, Curriculum Design and Development, (Australia: Allen & Unwin, 1993).