Anda di halaman 1dari 84

JURNAL

“Perkembangan kurikulum”

Disusun Oleh :
Syahdan al qowi

Kelas : Reg E PGSD

Judul-judul jurnal :
1. Sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga saat ini
2. Analisis perkembangan kurikulum di Indonesia
3. Landasan pengembangan kurikulum pendidikan di Indonesia
4. Impelementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum terhadap pengembangan
kurikulum Pendidikan Agama Islam
5. Implementasi pengembangan kurikulum
SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
SEJAK AWAL KEMERDEKAAN HINGGA SAAT INI

Farah Dina Insani


farahinsani007@gmail.com
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Abstract

This article aims to describe the history of the development of the


Indonesian education curriculum from 1945 to the present. Curriculum
improvements are carried out at least once every ten years. Because within
the past ten years, it is very possible that there will be changes in various
fields such as information, communication technology and science. The
method used in this research is the documentation method as used in data
collection techniques in library research (library research). The object of
study in this article is focused on tracing the history of curriculum
development in Indonesia from the beginning of independence to the
present. The results of this study indicate that the curriculum in Indonesia
has been developed twelve times, namely in 1947, 1952, 1964, 1968, 1973,
1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006 and 2013. The positive contribution
expected from this article is that the public is educated on the history of
curriculum development in Indonesia and can be used as a basis for future
curriculum development to create quality students who are ready to
compete internationally.

Keywords: History, Curriculum, Indonesia.

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan sejarah perkembangan


kurikulum pendidikan Indonesia sejak tahun 1945 sampai saat ini.
Perbaikan kurikulum sekurang-kurangnya dilaksanakan sekitar sepuluh
tahun sekali. Karena dalam kurun waktu sepuluh tahun ini, sangat
mungkin terjadi perubahan dalam berbagai bidang seperti teknologi
informasi komunikasi dan ilmu pengetahuan. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi sebagaimana yang
digunakan dalam teknik pengumpulan data pada penelitian
kepustakaan (library research). Objek kajian pada artikel ini
terfokuskan pada penelusuran sejarah perkembangan kurikulum di

43
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64

Indonesia dari awal kemerdekaan hingga saat ini. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kurikulum di Indonesia telah dikembangkan
sebanyak dua belas kali yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968,
1973, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006 dan 2013. Kontribusi positif
yang diharapkan dari artikel ini ialah masyarakat teredukasi terhadap
sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia serta dapat dijadikan
dasar pengembangan kurikulum mendatang untuk menciptakan peserta
didik yang berkualitas dan siap bersaing secara Internasional.

Kata Kunci: Sejarah, Kurikulum, Indonesia.

A. Pendahuluan
Kurikulum menjadi bagian terpenting pendidikan. Searah dengan
kemajuan pendidikan yang terus meningkat pada semua jenis dan jenjang
pendidikan di Indonesia. Secara resmi, kurikulum sejak zaman Belanda sudah
diterapkan di sekolah, artinya kurikulum sudah diterapkan sejak saat penjajahan
Belanda. 1 Kurikulum adalah alat yang digunakan untuk menggapai tujuan
0F

pendidikan dan sebagai rujukan didalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum


menunjukkan dasar atau pandangan hidup suatu bangsa. Bentuk kehidupan yang
akan digunakan oleh bangsa tersebut akan ditentukan oleh kurikulum yang
digunakan di negara tersebut. 2 1F

Kurikulum selalu ada perubahan dan penyempurnaan karena banyak faktor


yang mempengaruhinya. Tujuan pendidikan dapat berubah secara menyeluruh jika
negara tersebut sedang mengalami perubahan dari negara dijajah menjadi negara
merdeka. 3 Opini masyarakat “ganti menteri ganti kurikulum” namun kenyataanya
2F

bukan seperti itu. Kenyataraanya perubahan kurikulum adalah bentuk sebagai


pengaruh dari perubahan undang-undang tentang sistem pendidikan nasional,
misalnya seperti Rencana Pelajaran 1950 merupakan konsekuensi lahirnya UU

1
Fitri Wahyuni, Kurikulum dari Masa Ke Masa, Jurnal, Al-Adabiya, Vol. 10 No. 2, Juli –
Desember 2015.
2
Lismina, Pengembnagan Kurikulum di Sekolah dan Perguruan Tinggi, (Ponorogo : Tim
Uwais Inspirasi Indonesia, 2019), hlm. 1.
3
S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2006), hlm. 251.

44
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …

Nomor 4 Tahun 1950 dan kurikulum 1994 merupakan konsekuensi dari lahirnya
UU Nomor 2 Tahun 1989. 4 3F

Melihat fenomena diatas penulis tertarik untuk meneliti dan menulis karya
tulis ilmiah ini yang akan diberi judul “Sejarah Perkembangan Kurikulum di
Indonesia dari Masa Kemerdekaan Hingga Sekarang (Kurikulum 1947 –
Kurikulum 2013) karena dengan kita mengetahui sejarahnya bisa membandingkan
satu kurikulum dengan kurikulum yang lain.

B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi
sebagaimana yang digunakan dalam teknik pengumpulan data pada penelitian
kepustakaan (library research). Metode dokumentasi adalah mencari data dan
informasi dari benda-benda atau dokumen-dokumen seperti majalah, buku-buku,
notulen rapat catatan harian dan sebagainya. 5 4F

Mengumpulkan sumber-sumber primer maupun skunder yang berupa buku


yang ada sangkut-pautnya dengan tema pembahasan pada makalah ini adalah
teknik yang digunakan peneliti untu mengumpukan data. Menggunakan metode
bertujuan agar mendapatkan data dan penjelasan mengenai pembahasan tema
makalah secara terperinci.

C. Pembahasan
1. Perubahan Kurikulum Suatu Keharusan
Perubahan dan perkembangan zaman sangat cepat, demikian juga
perbaikan dan penyelesaian masyarakat pun semakin meningkat. Satuan
pendidikan harus disetujui berbagai perubahan dan pemulihan tersebut.
Surakhmad dalam bukunya Alhamuddin yang berjudul “Politik Kebijakan
Pengembangan Kurikulum di Indonesia Sejak Zaman Kemerdekaan Hingga
Reformasi 1947-2013” menyebutkan akan terjadi perubahan yang sangat

4
Suparlan, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum & Materi Pembelajaran, (Jakarta :
Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 92.
5
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka
Cipta, 1997), hlm. 149.

45
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64

mutlak dalam berbagai bidang. Dia mengatakan pula bahwa gaya hidup
manusia, moral, seni dan agama akan sangat dipengaruhi oleh ilmu
pengetahuan dan tenologi karena keduannya berada di posisi central. 6 5F

Pertama, kompetisi dan persaingan hidup antara bangsa-bangsa tidak


akan terbatas pada bidang ekonomi saja, namun terjadi pada bidang lain
seperti bidang budaya dan ideologi. Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan
yang meningkat, nilai-nilai moral dan agama akan langsung tertantang, dan
sebaliknya akan meningkatkan sistem nilai "beri" yang berbeda dari apa yang
diketahui sampai saat ini. Ketiga, pengaruh teknologi yang meningkatkan
pola hidup manusia sehari-hari, teknologi tidak lagi terbatas sebagai masalah
para ahli teknologi tetapi meluas menjadi masalah etis dan estetis yang
memerlukan reinterpretasi dan rekontekstualisasi kebijakan, sosial, dan juga
masyarakat awam. Keempat, yang diharapkan ini akan muncul sebagai
kenyataan yang tidak bisa dianggap remeh. Sekolah harus berkewajiban
untuk menyiasati satinya. Surakhmad menambahkan tidak ada negara buah
yang sedang berkembang yang dapat bertahan melawan perubahan dan
persaingan seperti yang disebutkan di atas, tidak sesuai dengan diri sendiri,
karena itu, ne-gara-negara maju lebih antisipatif, produktif, oleh karena itu
mereka lebih siap dan sesuai dengan kondisi yang lebih menguntungkan.
Negara-negara berkembang harus segera mengambil sikap untuk diundang.
2. Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Kurikulum di Indonesia setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945
telah mengalami 9 kali perubahan diantaranya adalah pada tahun 1947, 1952,
1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan 2013. Berbeda dengan itu,
kemendikbud memaparkan tentang sejarah perkembangan kurikulum yaitu :
perkembangan kurikulum terdiri dari pertama kurikulum 1947, kedua
kurikulum 1954, ketiga kurikulum kurikulum 1968, keempat kurikulum 1973
(Proyek Perintis Sekolah Pembangunan), kelima kurikulum 1975, keenam
kurikulum 1984, ketujuh kurikulum 1994, kedelapan kurikulum 1997 (revisi

6
Alhamuddin, Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum di Indonesia Sejak Zaman
Kemerdekaan Hingga Reformasi 1947-2013, (Jakarta : Kencana, 2019), hlm. 132.

46
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …

kurikulum 1994), sembilan kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis


Kompetensi), kesepuluh kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan), kesebelas kurikulum 2013. 7 Perubahan orientasi, desain, model
6F

dan lain sebagainya dengan tujuan utama untuk meningkatkan mutu dan
kualitas pendidikan nasional serta mensejajarkan dengan
pendidikan-pendidikan yang ada di dunia.
3. Masa Orde Lama (1945 – 1965)
a. Kurikulum 1947, “Rentjana Pelajaran 1947”
Pada masa kemerdekaan muncul kurikulum yang namanya yaitu
kurikulum 1947 istilah yang digunakan dalam bahasa Belanda disebut
“leer plan” artinya rencana pelajaran, dan istila curriculum dalam bahasa
Inggris kurang familiar dikalangan masyarakat. Sifat bersifat politisi
adalah satu ciri kurikulum 1947 karena dari awalnya berkiblat pendidikan
belanda yang durubah untuk kepentingan nasional. Dapat di pahami
bahwa sistem pendidikan kolonial dikenal dengan sistem yang sangat
diskriminatif. Sekolah-sekolah dibangun dengan membedakan layanan
pendidikan bagi anak-anak Belanda, anak-anak timur asing dan anak
pribumi. Golongan pribumi dibagi menjadi golongan strata sosial bawah
dan priyai. 8
7F

Pelaksanaan kurikulum 1947 tidak menekankan pada aspek


kognitif namun hanya mengutamakan pendidikan karakter seperti
membangun rasa nasionalisme. Aspek selanjutnya yang menjadi tujuan
utama dalam kurikulum Rentjana pelajaran 1947. Struktur program
dalam Rentjana pelajaran 1947 dibagi menjadi dua bagian, yaitu struktur
program menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Adapun
struktur mata pelajaran pada kurikulum Rentjana pelajaran 1947 bersifat
terpisah-pisah atau dalam konteks kurikulum disebut dengan separated
curriculum. 9 8F

7
Arif Munandar, Pengantar kurikulum, (Yogyakarta : CV Budi Utama, 2012), hlm. 50.
8
Alhamuddin, Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum ......, hlm. 46-47.

47
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64

Berikut ini ciri-ciri Kurikulum 1947:


a. Sifat kurikulum kurikulum mata pelajaran yang terpisah
(1946-1947)
b. Penganar disekolah menggunakan
c. Dalam jenjang pendidikan memiliki jumlah mata pelajaran
yang berbeda. 10
9F

Berdasarkan deskripsi diatas, dapat dipahami bahwa konsep


kurikulum Rentjana pelajaran 1947 masih bersifat sederhana, yaitu hanya
sebagai rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan atau di
implementasikan dalam pembelajaran dikelas. Dengan demikian bahwa
kurikulum belum mencakup seluruh pengalaman yang akan diperoleh
peserta didik baik dalam kelas maupun luar kelas.
b. Kurikulum 1952 “Rentjana Pelajaran Terurai 1952”
Pada tahun 1952 dilakukan perbaikan pada kurikulum di Indonesa
yang kemudian dikenal dengan kurikulum 1952. Kurikulum ini lebih
memerinci setiap mata pelajaran yang kemudian di beri nama
“Rentjana Pelajaran Terurai 1952” dan belum menggunakan istilah
kurikulum. Kerangka kurikulum 1952 reatif sama dengan kurikulum
1947. Namun demikian, sistem pendidikan nasional sudah menjadi
tujuan kurikulum ini. UU No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar
pendidikan dan pengajaran di sekolah mempengaruhi munculnya
kurikulum 1950 ini. 11
10F

Bagaimana cara hidup yang baik sangat penting untuk di


hubungkan dengan karakter yang menjadi pintu tujuan sebuah perbaikan
kurikulum. Dan kehidupan nyata di masyarakat (tematik) menjadi hal
yang paling menonjol dan sekaligus menjadi ciri khas kurikulum 1952
ini. Dalam konteks Rentjana Pelajaran Terurai 1952, mata pelajaran
diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang study, yaitu : 1) Moral, 2)

9
Ibid, hlm. 47-48.
10
Dicky Wirianto, Perspektif Historis Transformasi Kurikulum di Indonesia, Jurnal,
Islamic Studies Journal, Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014.
11
Alhamuddin, Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum ......, hlm. 48.

48
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …

Kecerdasan, 3) Emosionalistik / artistik 4) Keterampilan dan 5)


Jasmani. 12
11F

c. Kurikulum 1964 Rentjana Pendidikan 1964


Kurikulum di Indonesia pada tahun 1964 mengalami
penyempurnaan kembali. Konsep pembelajaran aktif, kreatif dan
produktif menjadi isu-isu yang dikembangkan pada Rentjana Pendidikan
1964. Konsep tersebut mewajibkan setiap sekolah membimbing anak
agar mampu memikirkan sendiri pemecahan pemecah masalah (problem
solving) terhadap berbagai masalah yang ada. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa konsep kurikulum pada era ini lebih bersifat bagaimana
peserta didik bersikap aktif, kreatif dan produktif menemukan solusi
terhadap berbagai masalah yang berkembang dan ada di masyarakat.
Cara belajar yang digunakan kurikulum 1964 adalah sebuah metode yang
disebut dengan gotong royong terpimpin. Selain itu, hari krida ditetapkan
pada hari sabtu oleh pemerintah. Hari Krida artinya pada hari tersebut
peserta didik diberikan kebebasan untuk berlatih berbagai kegiatan
disesuaikan dengan minat dan bakat masing-masing. Seperti kegiatan
kebudayaan, kesenian, olahraga dan berbagai bentuk permainan.
Kurikulum 1964 direncana agar mampu menjadi alat untuk mencetak
manusia Indonesia Pancasilais yang sosialis dengan sifat-sifat seperti
yang termaktub dalam Tap MPRS No. II tahun 1960. 13 12F

4. Masa Orde Baru (1966-1998)


a. Kurikulum 1968
Sifat politis melekat erat pada awal munculnya kurikulum 1968,
mengganti kurikulum 1964 yang dicitrakan sebagai hasil dari
pemerintahan “Orde Lama”. Jika dilihat dari aspek tujuannya, upaya
untuk meningkatkan rasa cinta tanah air, kuat dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan jasmani, moral, budi pekerti
dan keyakinan beragama lebih di tekankan pada kurikulum 1968.

12
Ibid, hlm. 48-49.
13
Ibid, hlm. 49-50.

49
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64

Perubahan dari pancawardana menjadi pembinaan jiwa pancasila terjadi


pada kurikulum 1968. UUD 1945 menjadi kiblat dalam penerapan
kurikulum ini secara murni dan konsekuen. Jumlah dari keseluruhan
matapelajaran pada kurikulum 1968 berjumlah sembilan mata pelajaran.
Pelajaran dikurikulum ini bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan
permasalahan nyata yang terjadi di lapangan. 14 13F

Kelahiran kurikulum 1968 karena adanya pertimbangan politik


ideologis yang dianut pemerintah saat itu, yaitu orde baru. Correlated
subject curriculum menjadi ciri khas struktur kurikulum 1968, artinya
bahwa materi pada jenjang pendidikan rendah memiliki korelasi untuk
jenjang pendidikan pada jenjang selanjutnya. 15 14F

Kurikulum 1968 identik dengan muatan mata pelajaran teoritis,


tidak berkaitan dengan ketentuan obyektif dilapangan atau kehidupan
nyata (tematik) adapun metode pembelajaran yang digunakan dalam
kurikulum ini sangat tergantung oleh ilmu pendidikan dan psikologi pada
akhir tahun 1960-an.
b. Kurikulum 1975
1) Latar Belakang Kelahiran Kurikulum 1975
Pembangunan nasional melatarbelakangi kelahiran kurikulum
1975 akibat dari banyaknya perubahan-perubahan yang terjadi,
terutama sejak tahun 1969. Banyak faktor-faktor yang
mempengaruhi program maupun kebijakan pemerintah yang
mengakibatkan pembaharuan tersebut. 16 15F

Kurikulum 1975 merupakan kurikulum yang bersifat


sentralistik atau dibuat oleh pemerintah pusat dan sekolah-sekolah
17
hanya menjalankan. 16F Kurikulum 1975 berprinsip tujuan dari
pendidikan harus efektif dan efisien. Kurikulum 1975 banyak
mendapatkan kritik dari pelaksana di lapangan. Guru dibuat sibuk

14
Ibid, hlm. 51-52.
15
Ibid, hlm. 52.
16
Ibid, hlm. 53.
17
Muhammad Nurhalim, Analisis Perkembangan Kurikulum Di Indonesia (Sebuah

50
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …

menulis perincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan


pembelajaran 18
17F

2) Prinsip Implementasi Kurikulum 1975


Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 memiliki
beberapa prinsip pelaksanaan, diantarannya adalah sebagai berikut: 19 18F

1) Pendidikan harus berorientasi pada tujuan.


2) Menggunakan pendekatan integratif dalam arti bahwa agar
tujuan pembelajaran menjadi tujuan yang inyegratif
3) Dalam daya dan waktu menekankan keefisien dan
keefektifannya
4) Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan
(PPSI). Perubahan tingkah laku peserta didik menjadi tujuan
utama dari kurikulum ini
5) Stimulus dan respon yang dipengaruhi oleh psikologi tingkah
laku. Karena tujuannya adalah perubahan tingkah laku maka
teori pembelajaran yang digunakan adalah teori belajar
behavioristik
3) Pedoman dan Ketentuan Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 memuat beberapa pedoman dan ketentuan,
yaitu: 1) Tujuan instruksional adalah suatu tujuan yang hendak
dicapai lembaga dalam melaksanakan program pendidikan. Tujuan
ini berlaku mulai sekolah dasar sederajat sampai dengan sekolah
menengah atas sederajat; 2) Desain program kurikulum adalah suatu
kerangka umum program pengajaran yang akan diberikan kepada
setiap satuan pendidikan; 3) garis-garis program pengajaran,
4) Sistem Penyajian dengan Pendekatan Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI)
Pendekatan PPSI merupakan suatu konsep pembelajaran
yang berasumsi bahwa proses belajar mengajar yang senantiasa

Tinjauan Desain Dan Pendekatan), Jurnal INSANIA Vol.16, No.3 September-Desember 2011.
18
Alhamuddin, Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum ......, hlm. 53-54.

51
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64

diarahkan pada pencapaian tujuan. Selain itu, pendekatan PSSI


merupakan suatu sistem yang saling berkaitan dari satu instruksi
yang terdiri dari urutan, desain tugas yang progresif begi individu
yang belajar. 20
19F

5) Sistem Penilaian
Sistem penilaian dalam kurikulum 1975 dilakukan setiap
akhir pelajaran atau pada akhir satuan pembelajaran. Hal ini yang
membedakan antara sistem penilaian pada kurikulum 1975 dan
kurikulum sebelumnya. Sistem penilaian kurikulum ini dipengaruhi
oleh pendekatan pembelajaran yang digunkaan dalam proses
kegiatan belajar mengajar. Dengan sendirinya guru-guru dituntut
melakukan penilaian pada setiap akhir satuan pembelajaran. 21 20F

c. Kurikulum 1984 Kurikulum 1975 yang Disempurnakan


Kurikulum 1984 merupakanpenyempurnaan dari kurikulum 1975
dan mengunakan pendekatan proses. Dalam hal ini faktor tujuan tetap
penting messkipun sudah menggunakan pendekatan proses. Kurikulum
ini juga sering disebut "Kurikulum 1975 yang disempurnakan". Subjek
belajarnya adalah siswa. Model seperti ini yang dinakan aktif learning
karena siswa yang akan selalu aktif dalam pembelajaran. Dari mengamati
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Namun
banyak sekolah yang menerapkan dengan baik dan alhasil siswa tidak
melaksanakan pembelajaran dengan baik dan hanya gaduh di kelas. 22 21F

d. Kurikulum 1994 (Separate Subject Curriculum)


Kurikulum 1975 dan kurikulum 1984 dipadukan menjadi
kurikulum 1994. Kurikulum 1994 dilaksanakan sesuai dengan
UndangUndang no.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pada kurikulum ini terjadi perubahan dari sistem semester ke sistem catur
wulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun

19
Ibid, hlm. 54.
20
Ibid, hlm. 55-56.
21
Ibid, hlm.57.
22
Alhamuddin, Sejarah Kurikulum Indonesia (Studi Analisis Kebijakan Pengembangan

52
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …

menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa


untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran
kurikulum ini yaitu lebih berorientasi pada materi pelajaran dan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. 23 22F

Tujuan dan proses kurang berhasil dipadukan. Muatan nasional


dan muatan lokah sangat banyak porsinya. Materi muatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa
daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai
kepentingan kelompokkelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu
tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjadi
kurikulum yang super padat dan hasilnya juga kurang bagus.
Berdasarkan study dokumentasi yang telah dijelaskan dalam bukunya
Hari Suderadjat, kurikulum 1994 dapat dikemukakan bahwa kurikulum
tersebut mempunyai beberapa kekurangan dan kelebihan. 24 23F

1) Kelemahan Kurikulum 1994


Kurikulum 1994 merupakan kurikulum yang berorientasikan
pada mata pelajaran yang dikenal dengan yang dikenal dengan
sebutan Separate Subject Curriculum, yang di organisasikan dalam
mata pelajaran yang terpisah-pisah sehingga sering juga disebut
sebagai Separate Subject Curriculum. Secara umum kurikulum ini
mempunyai beberapa kelemahan antara lain yaitu : 25 24F

1) Garis-garis program pembelajaran diorganisasikan dalam mata


pelajaran sesuai dengan disiplin keilmuan. Organisasi kurikulum
seperti ini dapat menghilangkan kesatuan bidang study, yang
mengakibatkan tidak adanya perolehan yang integral pada
siswa.

Kurikulum, Jurnal, Volume 1, Nomor 2, Oktober 2014.


23
Iramdan & Lengsi Manurung, Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, Jurnal, Vol. 5, No.2,
April 2019.
24
Hari Suderajat, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), (Bandung : CV
Cipta Cekas Grafika, 2004), hlm. 6
25
Ibid, hlm. 6

53
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64

2) Pembelajaran kurang disingkronkan dengan aspek sosial yang


itu sangat penting untuk dirinya. Karena pada akhirnya mereka
harus bergaul dengana lingkungan sosialnya
3) Materi pembelajaran hanya fokus pada hafalan saja dari ilmuan
terdahulu dan tidak memahami kandungannya. Dari situ dapat
dilihat anak tidak mengkritisi apa yang mereka dapatkan namun
hanya menghafalkan teori yang ada. Dengan begini dalam
pembelajaran ini anak menjadi pasif.
Dibawah ini adalah kekurangan dari kurikulum 1994 yaitu
sebagai berikut :
1) Materi bahan ajar sangat banyak kurang di sesuaikan dengan
jam mata pelajarannya.
2) Kurikulum disuatu yang sesuai dengan potensi daerah tidak
memanfaatkan siswa yang mempuyai keahlian sesuai dengan
potensi daerahnya.
3) Ada beberapa mata pelajaran yang belum sinkron dengan
kehidupan dan lingkungan, terutama yang berhubungan dengan
bidang keilmuan lain atau perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
4) Kurang mengembangkan daya fikir dalam pengembangan
strategi belajar
5) Masih ada susunan yang kurang sistematis padahal yang
namanya kurikulum semuanya harus tertata rapidan sistematis
6) Saling ketergantungan antara pokok bahasan antar mata
pelajaran sering tidak terjadi, misal antara mata pelajaran
matematika dan fisika, sehingga dampak adanya mata pelajaran
fisika yang sulit dipelajari karena pokok bahasan pada
matematika belum diberikan.
7) Pada beberapa mata pelajaran tertentu ada materi esensial yang
kurang dan disisi lain kelebihan materi yang kurang esensial.

54
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …

2) Kemudahan Kurikulum 1994


Di samping kelemahan yang disebutkan diatas kurikulum 1994
memiliki beberapa kemudahan antara lain yaitu : 26 25F

1) Dalam dokumen kurikulum materi sudah di siapkan secara


keseluruhan maka guru sangat mudah dalam menyusun mata
pelajaran yang akan diajarkan.
2) Setiap mata pelajaran berdiri sendiri maka guru mudah untuk
merubahnya.
3) Karena berbasiss aspek kognitif dalam penilaian maka sangat
mudah di lakukan oleh guru
Kurikulum 1994 memiliki prinsip Link and Match yaitu
prinsip tentang pentingnya keterkaitan pendidikan dengan dunia
kerja atau industri. Sekolah harus mampu menyiapkan tenaga-tenaga
kerja yang terampil yang dibutuhkan oleh industri. Sebaliknya dunia
industri juga harus bersinergi dengan lembaga-lembaga pendidikan.
Pada akhirnya kurikulum ini banyak dikritik karena pendidikan
menjadi kepanjangan tangan dari proses industrialisasi dan tidak
memanusiakan manusia (dehumanisasi). 27 26F

5. Masa Revormasi (1999 – Sekarang)


a. Kurikulum 2004, “KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)”
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah suatu konsep
pendekatan, strategi kurikulum yang menekankan pada penguasaan
berbagai kompetensi tertentu. Peserta didik tidak hanya menguasai
pengetahuan dan pemahaman, tetapi juga keterampilan, sikap, minat,
motivasi dan nilai-nilai agar dapat melakukan sesuatu dengan penuh
tanggung jawab. 28
27F

26
Ibid, hlm. 7.
27
Imam Machali, Kebijakan Perubahan Kurikulum 2013dalam Menyongsong Indonesia
Emas Tahun 2045, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurnal Pendidikan IslamVol. III, No.1, Juni
2014/1435, DOI: 10.14421/jpi.2014.31.71-94.
28
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT Remaja
Rosda Karya, 2011), hlm. 154

55
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64

1. Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam


kurikulum 29 28F

1) Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan


sesuatu dalam berbagai konteks
2) Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilakukan
siswa untuk menjadi kompeten
3) Kompetensi merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang
menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses
pembelajaran
4) Kendala yang dirasakan oleh siswa guru harus selalu memantau
dan mengarahkan siswa agar kendala yg dialami bisa teratasi
2. Ciri-ciri kurikulum berbasis kompetensi
Depdiknas (2002) menjelaskan ciri-ciri kurikulum berbasis
kompetensi yaitu: 30 29F

1) Memperhatikan apa yang sah diperoleh siswa selama


dilaksanakan KBM
2) Hasil akhir dari sebuah pembelajaran adalah anak mempunyai
agama dan keterampilan
3) Metode pembelajarannya bermacam-macam
4) Sumber belajar tidak hanya mengandalkan guru namun dari
segala sesuatu yang mengandung edukasi
5) Penilaian berdasarka proses yang dilaui siswa dan hasilnya
b. Kurikulum 2006, “KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan)”
Salah satu rujukan dalam pengembangan kurikulum di Indonesia
adalah kurikulum KTSP. Pencapaian kompetensi adalah orientasi dari
KTSP, maka dari itu KTSP sering di sebut dengan KBK yang
disempurnakan. Unsur standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
melekat pada KBK serta adanya prinsip yang sama dalam pengelolaan

29
Ibid, hlm. 153.
30
Ibid, hlm. 154.

56
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …

kurikulum yakni yang disebut dengan Kurikulum Berbasis Sekolah


(KBS). 31
30F

KTSP mempunyai karakteristik yang sama dengan KBK yaitu


guru bebas untuk melakukan perubahan, revisi dan penambahan dari
standar yang sudah di buat pemerintah, mulai dari tujuan, visi-misi,
struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan
sampai pengembangan silabus. 32 31F

Badan standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah membuat


Standar Kompetensi dan kompetensi dasar, yang diturunkan dari Standar
Kompetensi Lulusan (SKL), yang di jadikan rujukan harus dari
kompetensi inti dan Standar kelulusan sedangkan yang menjadi prinsip
pengembangan adalah KBS yang dirancang untuk memberdayakan
daerah dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan dan mengelola
serta menilai proses dan hasil pembelajaran sesuai dengan daerahnya
masing-masing. KTSP lahir dari semangat dari daerah-daerah
bahwasannya pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat saja melainkan juga menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah, oleh sebab itu dilihat dari pola atau model kurikulum
pengembangannya KTSP merupakan salah satu model kurikulum bersifat
desentralisasi. 3332 F

a. Landasan Penyusunan Kurikulum KTSP


1) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2) PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
3) Permendiud Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi
4) Permendikbud Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensis Lulusan

31
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran : Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta : Prenadamedia Group, 2008), hlm. 127.
32
Herman Zaini, Karakteristik Kurikulum 2013 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Raden Fatah Palembang, Jurnal Idaroh Vol.1 No.1 Juni 15-31.
33
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran ......, hlm. 128.

57
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64

5) Permendikbud Nomor 24 Tahun 2006 dan Nomor 6 Tahun 2007


tentang Pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 dan 23 tahun
2006
6) Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian
Pendidikan 3433F

b. Konsep Dasar KTSP dan Karakteristik Kegiatan


Pembelajarannya
Konsep dasar KTSP meliputi 3 aspek yang saling berkaitan yaitu : 35 34F

1) Kegiatan pembelajran
2) Penilaian
3) Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah
Sedangkan menurut Kunandar dalam bukunya Abdullah Idi
karakteristik pembelajaran dalam KTSP adalah sebagai berikut : 36 35F

1) KTSP menuntun siswa untuk mengembangkan ilmu pengetahun,


minat, bakat yang akhirnya akan membentuk siswa yang
mempunyai kemandirian dan ketrampilan
2) KTSP berorientasi pada hasil belajar dan keberagamaan
3) Strategi pembelajaran yang digunakan beraneka ragam
4) Sumber belajar bukan hanya guru namun bisa teman sekelasnya,
buku-buku film yang mengandung edukasi
5) Penilaian dilihat dari proses han hasilnya pada suatu targer
pencapaian kompetensi
c. Kurikulum 2013
Kurikulum KTSP dianggap belum sempurna dan masih banyak
kekurangan, apalagi saat ini adalah era digital yang apa-apa bisa
dilakukan dengan teknologi maka KTSP harus segera dirubah menjadi
kurikulum 2013. Berkembangnya teknologi adalah salah satu alasan yang
relevan untuk menyempurnakan sebuah kurikulum. Sejarah pergantian

34
Suparlan, Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum....., hlm. 99.
35
Ibid, hlm. 97.
36
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik, (Yogyakarta : Ar-ruzz Media,
2013), hlm. 333 – 334.

58
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …

dan perubahan kurikulum tidak terlepas dari sejarah yang menaunginya.


Sejarah yang melatarbelakangi lahirnya kurikulum KTSP merupakan
bentuk implementasi Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Substansi kurikulum ini adalah peraturan
pemerintah No.19 tahun 2005 tapi isi dan arah pengembangan
pembelajaran masih memiliki keberhasilan, karakteristik dalam paket
kompetensi yang ada pada KTSP yang memiliki kesamaan juga dengan
karakteristik kurikulum KBK. 37 36F

Berkaitan dengan pengembangan kurikulum, kurikulum 2013


lebih menekankan pada pendidikan karakter, dengan harapan melahirkan
insan yang produktif, kreatif, inovatif dan berkarakter. Meningkatkan
proses dan hasil belajar yang diarahkan kepada pembentukan budi pekerti
dan peserta didik yang berakhlak mulia sesuai dengan standar
kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan adalah tujuan
pendidikan karakter pada kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menekankan
pengembangan kompetensi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap anak
didik secara holostik. Kompetensi pengahuan, ketrampilan dan sikap
ditentukan oleh rapor dan merupakan penentuan kenaikan kelas dan
kelulusan anak didik. 38 37F

a. Karakteristik kurikulum 2013


Masing-masing kurikulum memiliki karakteristik tersendiri,
demikian halnya dengan kurikulum 2013 yang dirancang oleh
pemerintah. Adapun kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik
sebagai berikut : 1) Mengembangkan secara seimbang antara
kognitif, afektif dan psikomotor; 2) Siswa menerapkan apa yang
sudah di dapat disekolah dalam kehidupanya sehari-hari; 3)
Mengembangkan afekti, kognitif dan psikomotorik serta
menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat; 4)
Memberi kesempatan yang banyak kepada siswa untuk

37
Aslan, Hidden Curriculum : E-booksia Publisher, ( : CV Pena Indis, 2019), hlm. 169.
38
Arif Munandar, Pengantar Kurikulum....., hlm. 58.

59
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64

mengembangkan aspek afekti, kognitif dan psikomotorik; 5)


Kompetensi inti dijabarkan menjadi kompetensi dasar; 6)
Kompetensi dasar yang diturunkan dari kompetensi inti harus sesuai
dan sinkron; 7) Kompetensi dasar dikembangkan didasrkan pada
prinsip akumulatif, saling memperkuat dan memperkaya antar mata
pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horisontal dan
vertikal). 3938F

b. Landasan pengembangan kurikulum 2013


Landasan filosofis, yuridis dan konseptual pengembangan
kuikulum 2013 sebagai berikut: 40 39F

1) Landasan filosofis
a) Berbagai Etika dasar dalam pembangunan pendidikan
adalah filosofis pancasila
b) Filosofis pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai
fundamental, nilai akademik, kebutuhan peserta didik, dan
masyarakat
2) Landasan yuridis
a) RPJMM 2010-2014 Sektor Pendidikan, tentang Perubahan
Metodologi pembelajaran dan Penataan Kurikulum
b) PPNo. 19 tahun 2005 Tentang Stanndar Nasional
Pendidikan
c) INPRES No 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan
Prioritas Pembangunan Nasional, penyempurnaan
kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan
nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan
karakter bangsa
3) Landasan konseptual
a) Pendidikan sesuai dengan kehidupan di masyarakat.

39
Maas Shobirin, Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar,
(Yogyakarta : Deepublish, 2016), hlm. 39-40.
40
Mulyasa Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung : Rosda Karya,
2013), hlm. 64.

60
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …

b) Kurikulum berasaskan kompetensi dan karakter.


c) Pembelajaran disesuaikan dengan kondisinya
d) Pembelajaran aktif (student active learning)
e) Penilaian yang valid, utuh, dan menyeluruh

D. Kesimpulan

Kurikulum selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh


perubahan-perubahan dalam faktor yang mendasarinya. Tujuan pendidikan dapat
berubah secara fundamental, bila suatu negara beralih dari negara yang dijajah
menjadi perubahan yang menyeluruh.
Dalam sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia telah tercatat
sebanyak sebelas kali yaitu sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah
mengalami perubahan pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1973, 1975, 1984,
1994, 1999, 2004, 2006 dan 2013. Yang dimana setiap kurikulumnya mempunyai
kelebihan dan kekurangannya. Dan kurikulum ini dapat berubah kapanpun sesuai
dengan kebutuhan pendidikan di Indonesia.

61
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik, Yogyakarta: Ar-ruzz


Media, 2013.

Alhamuddin, Politik Kebijakan Pengembangan Kurikulum di Indonesia Sejak


Zaman Kemerdekaan Hingga Reformasi (1947-2013), Jakarta:
Prenadamedia, 2019.

Alhamuddin, Sejarah Kurikulum Indonesia (Studi Analisis Kebijakan


Pengembangan Kurikulum, Jurnal, Volume 1, Nomor 2, Oktober 2014.

Aslan, Hidden Curriculum: E-booksia Publisher, CV Pena Indis, 2019.

Dicky Wirianto, Perspektif Historis Transformasi Kurikulum di Indonesia, Jurnal,


Islamic Studies Journal, Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014.

Fitri Wahyuni, Kurikulum dari Masa Ke Masa, Jurnal, Al-Adabiya, Vol. 10 No.2,
Juli – Desember 2015.

Hari Suderajat, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Bandung:


CV Cipta Cekas Grafika, 2004.

Herman Zaini, Karakteristik Kurikulum 2013 dan Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan (KTSP), Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang, Jurnal Idaroh Vol.1
No.1 Juni 15-31.

Imam Machali, Kebijakan Perubahan Kurikulum 2013dalam Menyongsong


Indonesia Emas Tahun 2045, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurnal
Pendidikan IslamVol. III, No.1, Juni 2014/1435, DOI:
10.14421/jpi.2014.31.71-94.

Iramdan & Lengsi Manurung, Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, Jurnal, Vol. 5,
No.2, April 2019.

Lismina, Pengembnagan Kurikulum di Sekolah dan Perguruan Tinggi, Ponorogo


: Tim Uwais Inspirasi Indonesia, 2019.

Maas Shobirin, Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar,


Yogyakarta: Deepublish, 2016.

Muhammad Nurhalim, Analisis Perkembangan Kurikulum di Indonesia (Sebuah


Tinjauan Desain dan Pendekatan), Jurnal, INSANIA Vol.16, No.3
September-Desember 2011.

62
FARAH DINA INSANI / SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA …

Mulyasa Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: Rosda


Karya, 2013.

Prayogi, Rayindra Dwi, and Rio Estetika. “Kecakapan Abad 21: Kompetensi
Digital Pendidik Masa Depan.” Jurnal Manajemen Pendidikan 14, no. 2
(2019).

Rosichin Mansur, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam


Multikultural (Suatu Prinsip-prinsip Pengembangan), Jurnal Ilmiah
Vicratina, Volume 10, No. 2, Nopember 2016.

Syamsul Bahri, Pengembangan Kurikulum Dasar dan Tujuannya, Jurnal Ilmiah


ISLAM FUTURA, Volume XI, No. 1, Agustus 2011.

Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan


Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Prenadamedia
Group, 2008.

Wiwin Fachrudin Yusuf, Implementasi Kurikulum 2013 (K-13) Pada Mata


Pelajaran Pendidikan Agama Islam Sekolah Dasar (SD), Al-Murabbi:
Jurnal Pendidikan Agama Islam, Volume 3 Nomor 2, Juni 2018.

Yunita Hariyani, Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum dalam Upaya


Meningkatkan Kualitas Pembelajaran, Jurnal Pendidikan Agama Islam,
Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2018.

Yusuf, Achmad. ‘Pengembangan Kurikulum PAI Berbasis Multikultural


(Perspektif Psikologi Pembelajaran)’. AL MURABBI 4, no. 2 (25 May
2019): 251–74. https://doi.org/10.35891/amb.v4i2.1453.

Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT


Remaja Rosda Karya, 2011.

63
As-Salam I Vol. VIII No.1, Th. 2019 P-ISSN: 2089-6638 E-ISSN: 2461-0232
Edisi: Januari-Juni 2019 Hal. 43-64

64
ANALISIS PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA
(Sebuah Tinjauan Desain dan Pendekatan)

Muhammad Nurhalim
Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Purwokerto

Abstract
Each curriculum should be organized and developed to fit the
needs of the community so the curriculum is always required to
be dynamic to follow the development of society and science, to
change, to be corrected, even to have a renewal of continuous
improvement. In the history of national curriculum development
in Indonesia, the education in Indonesia has experienced several
changes in the curriculum in 1947, 1950, 1968, 1975, 1984, 1994,
1999 supplement, 2004, and 2006. If the development of the
curriculum is being observed, there are two main characteristics
that could mark the changing those are from centralized to
decentralized and from teacher to student centered. This paper
attempts to examine the curriculum developments analysis in the
review of design and approach.
Keywords: curriculum development in Indonesia, the design and
approach.

Pendahuluan
Guna melestarikan sistem nilai yang berkembang dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, maka kunci utamanya adalah dengan melak-
sanakan pendidikan yang dibangun dalam berbagai ranah secara seimbang
baik berupa pemberian ilmu pengetahuan (ranah kognitif), pembentukan
sikap (ranah afektif), perilaku (ranah psikomotor) dan kepribadian bagi
peserta didik. (Sujarwo, 2007:1). Sehingga daripada itu, membangun
pendidikan pada ketiga ranah dan kepribadian tersebut merupakan sebuah
keharusan bagi pemerintah jika ingin warga negaranya mampu berada
dalam sistem nilai yang komprehensif sesuai dengai sistem nilai yang
dianut dalam negara.
Untuk mengetahui seberapa baik pendidikan suatu bangsa dalam
membentuk sistem nilai tersebut, maka secara umum dapat dilihat dari

Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 339
Muhammad urhalim

bagaimana pemerintah mendesain kurikulum yang digunakan, karena


kurikulum adalah blueprint dari pendidikan. Kurikulum dikatakan
efektif salah satu cirinya adalah manakala kurikulum tersebut mampu
menyiapkan lulusan sesuai kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Oleh
karena itu, pegembangan dan pembaharuan kurikulum berdasar tuntutan
dan kebutuhan masyarakat tersebut adalah suatu keharusan. Kurikulum
harus bersifat antisipatif dan adaptif (mampu menyesuaikan diri)
terhadap perubahan masyarakat itu sehingga kurikulum dituntut selalu
dinamis mengikuti perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan, dan
cenderung mengalami perubahan, perbaikan bahkan pembaharuan terus
menerus. Atau dalam arti lain masyarakat terus berubah dan berbenah
begitupun kurikulum juga harus berubah dan berbenah.
Dalam sejarah kurikulum Nasional di Indonesia, kurikulum telah
mengalami beberapa perubahan baik dalam orientasi, pendekatan bahkan
filosofinya. Terjadinya perubahan kurikulum tersebut bukanlah suatu
hal yang mengherankan karena sebagaimana salah satu prinsipnya yaitu
prinsip relevansi, maka sebuah kurikulum harus mampu secara dinamis
untuk dapat menyesuaikan dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi
di masyarakat dimana kurikulum tersebut dilaksanakan. (Sukmadinata,
2007). Dengan memegang teguh pada prinsi ini, maka output yang
dihasilkan dari sebuah proses aktualisasi kurikulum dapat secara cepat dan
tepat berinteraksi dan beradaptasi dengan zamannya.

Perkembangan Kurikulum
Berdasarkan catatan sejarah pendidikan di Indonesia, Semenjak
dibukukannya kurikulum tahun 1968 dan sebelumnya telah ada kurikulum
1947 dan 1952 dan 1964, kurikulum telah mengalami enam kali perubahan
yaitu tahun 1975, kemudian disusul perubahan per sepuluh tahunan yaitu
1984, 1994 dan 2004, serta yang terakhir adalah tahun 2006. (Soekisno,
2010). Adapun secara garis beras perkembangan kurikulum setelah
dibukukan dapat dilihat sebagaimana berikut:

- Kurikulum Tahun 1968


Pada kurikulum 1968 ini, proses dan aktifitas pembelajaran
dititikberatkan pada program Pancawardhana sebagaimana pada

340 INSANIA Vol.


Vol 16
, No . 2,, September
Mei - Agustus 2011
-Desember 20
A alisis Perkemba ga Kurikulum di I do esia

kurikulum tahun 1964. Pancawardhana berarti kurikulum yang


bertujuan untuk 5 hal pokok, yaitu pengembangan kecerdasan,
moral, keprigelan, emosional, dan jasmani. Sehingga dalam konsep
ini kurikulum harus mampu mengembangkan daya cipta (bagaimana
berfikir cerdas), rasa (bagaimana mengolah dan menggunakan rasa
terdalam manusia), karsa (bagaimana memupuk keinginan dan
motifasi), karya (bagiaman berbuat dalam bentuk nyata), dan moral
(bagaimana berperilaku baik). (Soekisno, 2010). Kurikulum pada
tahun 1968 ini merupakan kurikulum pada masa awal-awal orde
baru sehingga kelima unsur dalam Pancawardhana tersebut harus
menjadikan manusia indonesia yang pancasilais yang berdasar kepada
kelima sila pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan
Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia. Dan untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut, setiap mata pelajaran dikelompokkan dalam
tiga kelompok besar, yaitu: kelompok kecakapan khusus, kelompok
pembinaan pengetahuan dasar dan kelompok pembinaan pancasila.
(Hendra, 2010)
Kurikulum 1968 merupakan kurikulum bersifat sentralistik, dalam
artian kurikulum merupakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah sedangkan sekolah hanya sebagai pelaksana dari kebijakan
yang telah ditetapkan. Pendekatan yang digunakan menggunakan
pendekatan subject matter atau berpusat pada ilmu pengetahuan.
Implikasi dari pendekatan ini adalah bahwa proses pembelajaran lebih
berorientasi pada penguasaan materi pembelajaran sehingga peran
siswa dalam proses pembelajaran sangatlah pasif.

- Kurikulum Tahun 1975


Sebagaimana kurikulum sebelumnya, kurikulum 1975 merupakan
kurikulum yang bersifat sentralistik atau dibuat oleh pemerintah pusat
dan sekolah tinggal melaksanakan. Untuk memahami kurikulum ini
maka dapat dilihat dari orientasi yang digunakan, mata pelajaran yang
diberikan, proses pembelajaran yang dilakukan, pendekatan yang
dipakai dan proses evaluasi yang diterapkan. Adapun penjelasannya

Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 341
Muhammad urhalim

adalah sebagaimana berikut:


Pertama, Orientasi yang digunakan dalam kurikulum ini adalah
orientasi tujuan. (Hendra, 2010). Orientasi tujuan ini maksudnya
bahwa setiap pembelajaran harus diupayakan semaksimal mungkin
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam pelaksanaannya, setiap
tujuan dijabarkan ke dalam tujuan umum dan tujuan khusus yang
spesifik dan terukur dalam bentuk perbuatan yang dapat dilakukan
oleh siswa. Dengan berorientasi pada tujuan ini, setiap guru dituntut
untuk memahami setiap tujuan yang ditetapkan dan bagaimana
menerapkannya dalam proses pembelajaran di kelas.
Kedua, mata pelajaran yang disajikan terdiri dari Bidang studi.
Jumlah mata pelajaran untuk SD ada 9 bidang sedangkan untuk SMP
dan SMA ada 11 bidang. (Ridwanudin, 2010) Khusus untuk mencetak
manusia pancasilais, pencapaian yang diharapkan dibebankan secara
langsung pada tiga mata pelajaran, yaitu Pendidikan Moral Panca sila,
pendidikan agama dan IPS.
Ketiga, proses pembelajaran bersifat integratif, artinya setiap
mata pelajaran yang diberikan kesemuanya harus secara bersama-
sama men dukung untuk tercapainya tujuan akhir pendidikan. Dalam
imple men tasinya kurikulum ini banyak menekankan kepada pem-
berian stimulus-respon atau menganut aliran psikologi beha viorisme
serta latihan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efekti vitas peng-
gunaan kemampuan sekolah dan guru serta efisiensi waktu. (Hendra,
2010)
Keempat, Pendekatan yang dipakai dalam kurikulum adalah
pendekatan sistem yang disebut dengan PPSI (Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional). (Hendra, 2010) Pendekatan sistem ini berarti
bahwa pembelajaran adalah sebuah interaksi antar komponen–
komponen pembelajaran (komponen tujuan pelajaran, komponen
materi, komponen alat pelajaran, komponen alat evaluasi, dan
komponen metode pengaj aran) yang saling terkait antara satu komponen
dengan komponen yang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam
pendekatan sistem ini minimal dibutuhkan tiga kemampuan (ability),
yaitu: (1) kemampuan merumuskan tujuan-tujuan secara operasional,
(2) kemampuan mengembangkan deskripsi tugas-tugas secara lengkap

342 INSANIA Vol.


Vol 16
, No . 2,, September
Mei - Agustus 2011
-Desember 20
A alisis Perkemba ga Kurikulum di I do esia

dan akurat, dan (3) kemampuan melaksanakan analisis tugas-tugas.


(Hamalik, 2005: 9).
Kelima, evaluasi formatif pada setiap akhir sub bab dan evaluasi
sumatif pada akhir bab, sehingga evaluasinya terdiri dari evaluasi
antara dan evaluasi akhir.

- Kurikulum Tahun 1984


Kurikulum 1984 merupakan kurikulum penyempurna kurikulum
sebelumnya. Dalam kurikulum ini, teori belajarnya tidak lagi
menggunkan behavioris tetapi lebih merangkul teori-teori humanism
yang berpusat pada peserta didik dan berorientasi kepada proses. Hal ini
dapat dilihat dari pendekatan yang dipakai dalam kurikulum ini, yaitu
pendekatan keterampilan proses (Cara Belajar Siswa Aktif/ CBSA).
CBSA adalah pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran
yang memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk terlibat secara
aktif. Keterlibatan disini lebih ditekankan pada keterlibatan aktif mental
siswa, walaupun juga tidak mengesampingkan keterlibatan fisik dan
intelektual. Sebagaimana dikatakan Sulo (2010) yang mengutip Raka
Joni bahwa keaktifan siswa disini bukanlah menafikan keaktifan fihak
guru, tetapi kedua-duanya sama-sama aktif. Sehingga dengan demikian,
Pendekatan CBSA menekankan keaktifan semua pihak yang terlibat
dalam proses pembelajaran tersebut.
Selain berpusat pada peserta didik dalam CBSA, kurikulum ini
juga berorientasi kepada tujuan instruksional. Artinya bahwa apa yang
disampaikan dan dilakukan dalam proses belajar mengajar di kelas
harus mengacu pada tujuan yang ditetapkan karena asumsi dasarnya
adalah bahwa pemberian pengalaman belajar di dalam kelas sangatlah
terbatas sehingga proses pembelajaran harus benar-benar fungsional
dan efektif untuk mencapai tujuan ynag ditetapkan. Oleh karena itu,
sebelum menentukan materi maupun proses pembelajaran, maka
guru harus merumuskan terlebih dahulu tujuan yang diharapkan dari
serangkaian proses yang akan dilakukan. ( Hendra, 2010).
Dalam kurikulum ini, materi disampaikan dengan model sekuens
semakin meluas seperti sebuah spiral. Sebagaimana dikatakan
Sukmadinata (2007:106) model ini dikembangkan oleh Bruner

Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 343
Muhammad urhalim

(1960) yang memusatkan bahan ajar pada topik atau pokok bahasan
tertentu. Dari pokok bahasan tersebut bahan diperluas dan diperdalam.
Pokok bahasan biasanya dipilih sesuatu yang popular dan sederhana,
kemudian diperdalam dan diperluas dengan materi yang lebih komplek.
Materi atau bahan pelajaran disampaikan dalam bentuk mata pelajaran.
Adapun salah satu contoh Struktur Kurikulum 1984 untuk Madrasah
Ibtidaiyah (Tingkat Dasar) adalah Qur’an-Hadits, Aqidah-Akhlak,
Fiqih, Sejarah Islam, Bahasa Arab, PMP, PSPB, Bahasa Indonesia,
Ilmu Pengetahuan sosial, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Olah
Raga dan Kesehatan, Pendidikan Jasmani, Keterampilan Khusus, dan
Bahasa Daerah dengan jumlah jam pelajaran 29 jam (untuk kelas 1, 2
dan 3) dan 40 jam (untuk kelas 4, 5 dan 6).

- Kurikulum Tahun 1994


Sebenarnya kurikulum 1994 merupakan kurikulum penyempurnaan
dari kurikulum 1984. Dalam proses pembelajarannya kurikulum 94
masih menggunakan pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif)
tetapi telah mengenal istilah istilah life skill atau pendidikan kecakapan
hidup. Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dikatakan Sukamara
(2005:22) yang mengutip Depdiknas, adalah suatu kecakapan yang
harus dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problem hidup
dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian dengan
kecakapan tersebut siswa secara proaktif dan kreatif dapat mencari
serta menemukan solusi dri setiap permasalahan sehingga mampu
mengatasinya. Berkaitan dengan lifeskill ini, Susiwi (2007) menjelaskan
bahwa ada dua macam kecakapan hidup yaitu : (1) Kecakapan Hidup
Generik (General life skill, GLS) yang terdiri dari Kecakapan Personal
(Personal Skill), Kecakapan Berpikir ( Thinking Skill), Kecakapan
Sosial (Social Skill), dan (2) Kecakapan Hidup Spesifik ( Specific life
skill, SLS) yang terdiri dari Kecakapan Akademik (Academic Skill) dan
Kecakapan Vokasional / Kejuruan ( Vocational Skill)
Dalam kurikulum 1994, kurikulum ditetapkan oleh pemerintah
untuk setiap wilayah di Indonesia, artinya kurikulum ini bersifat
sentralistis. Materi pelajaran cukup banyak yang terdiri dari: (1)
Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan; (2) Pendidikan agama; (3)

344 INSANIA Vol.


Vol 16
, No . 2,, September
Mei - Agustus 2011
-Desember 20
A alisis Perkemba ga Kurikulum di I do esia

Bahasa Indonesia; (4) Matematika; (5) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA);


(6) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS); (7) Kerajinan Tangan dan Kesenian;
(8) Pendidikan Jasmani dan Kesehatan; (9) Bahasa Inggris, dan (10)
Muatan Lokal (sejumlah mata pelajaran). Isi kurikulum secara umum
terdiri atas 80% muatan inti dan 20% muatan local (muatan nasional
dan daerah). Dan kurikulum ini pernah mengalami pemangkasan
materi overlopping dengan suplemen 1999 sebagai penguatan dari
materi yang terpangkas. Setiap mata pelajaran tersebut disampaikan
secara terpisah. Dalam pengorganisasian materi, pengorganisasian
lebih bersifat sekuens logis dan psikologis. Sebagaimana dikatakan
Sukmadinata (2007: 106), sekuens logis bahan ajar dimulai dari yang
sederhana ke yang komplek, dari yang nyata ke yang abstrak, dari benda
kepada teori, dari fungsi kepada struktur, sedangkan menurut sekuens
psikologis materi pembelajaran dari keseluruhan kepada bagian.
Sedangkan dalam proses pembelajaran sebagaimana pendekatan
CBSA, maka proses pembelajaran diupayakan bagaimana peserta didik
dapat secara aktif berproses dalam pembelajaran baik secara intelek-
tual, mental, maupun fisik. Dan dalam prosesnya seringkali diadakan
pengulangan-pengulangan bagi materi-materi yang dianggap sulit. Ide
kurikulum ini sebenarnya ingin menggabungkan antara siswa aktif dan
berpusat pada tujuan pembelajaran.

- Kurikulum Tahun 2004


Kurikulum pada tahun 2004 merupakan resolusi dari kurikulum-
kurikulum sebelumnya yang dianggap hanya berbasis pada input
dan proses sehingga mengarah pada stagnasi pedagogik yang akan
sulit untuk beradaptasi dengan tuntutan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan masyarakat global. Kurikulum ini sering
disebut dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), karena
seluruh proses pendidikan di sekolah ditetapkan standarnya berdasar
kompetensi yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dapat
diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada
kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar
performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan peserta didik

Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 345
Muhammad urhalim

berupa seperangkat kompetensi tertentu. (Mulyasa, 2008: 39). Standar-


standar kompetensi tersebut merupakan acuan utama setiap proses
yang terjadi di sekolah.
Tujuan utama kurikulum ini adalah memandirikan atau
memberdayakan sekolah dalam mengembangkan kompetensi yang akan
disampaikan kepada peserta didik, sesuai dengan kondisi lingkungan.
(Mulyasa, 2008: 8). Sedangkan komponen pokok kurikulum ini
sebagaimana dikatakan Sukamara, (2005: 40-41), yaitu; (1) Kurikulum
Dan Hasil Belajar (KHB) yang memuat pengembangan kompetensi
peserta didik, (2) Penilaian Berbasis Kelas (PBK) yang memuat
prinsip, ssaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan yang akurat
dan konsisten, (3) Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang memuat
gagasan pokok tentang pembelajaran untuk pencapaian kompetensi
dan gabungan ilmu paedagogis dan andragogis, (4) Kurikulum
berbasis sekolah yang memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga
kependidikan dan pengembangan sistem informasi kurikulum.
Karakteristik dari kurikulum ini sebagaimana dikatakan Mulyasa
(2008: 43) adalah: (1) sistem belajar dengan modul atau panduan yang
secara rinci dapat dipelajari siswa secara mandiri, (2) menggunakan
keseluruhan sumber belajar baik yang direncanakan (learning
resources by design) maupun yang dimanfaatkan (learning resources
by utilization), (3) pengalaman lapangan yang melibatkan lingkungan
sekolah dan masyarakat, (4) strategi individual personal dengan
memandang bahwa setiap individu adalah unik dan berbeda-beda
sehingga perlu penanganan yang berbeda pula, (5) kemudahan belajar
yang dilakukan dengan kombinasi antara pembelajaran personal
individual, pengalaman lapangan dan pembelajaran team, dan (6)
belajar tuntas (mastery learning) sehingga tidak ada siswa yang tidak
menguasai kompetensi yang ditetapkan. Sedangkan sebagaimana
Sukamara (2005: 42) dari apa yang disampaiakn Depdiknas, bahwa
karakteristik KBK ini adalah: (1) menekankan pencapaian kompetensi
individual dan klasikal, (2) berorientasi pada hasil belajar dan
keberagaman, (3) menggunakan vareasi metode pembelajaran, (4)
sumber belajar yang digunakan adalah setiap setiap sumber yang
memenuhi unsur edukatif, (5) menggunakan penilaian proses dan hasil

346 INSANIA Vol.


Vol 16
, No . 2,, September
Mei - Agustus 2011
-Desember 20
A alisis Perkemba ga Kurikulum di I do esia

guna pencapaian kompetensi.


Strukturkurikulumagakberbedasetiapjenjang. Untuktingkat Taman
Kanak-Kanak terdiri dari tiga kegiatan belajar, yaitu: Pengembangan
Moral dan Nilai-Nilai Agama, Pengembangan sosial dan emosiopnal
dan Pengembangan Kemampuan Dasar. Untuk tingkat Sekolah dasar
terdiri dari: Pendidikan agama, kewarganegaraan, Bahasa Indonesia,
matematika, Sains, Pengetahuan Sosial, Kesenian, Keterampilan, dan
pendidikan jasmani. Untuk jenjang SMP terdiri dari: Pendidikan Agama,
Kewarganegaraan, Bahasa dan Sastra Indonesia, Matematika, Sains,
Pengetahuan Sosial, Bahasa Ingris, Pendidikan jasmani, Kesenian,
Keterampilan serta Teknologi Informasi dan komunikasi. Sedangkan
untuk jenjang SMA dibedakan sesui bidang studi: (1) untuk Program
Studi IPA difokuskan pada mata pelajaran Matematika, Fisikia,
Kimia dan Biologi dengan penekanan pada prinsip alam dan bersikap
ilmian, (2) untuk Program Studi IPS difokuskan pada mata pelajaran
Kewarganegaraan, Ekonomi, Sejarah, dan sosiologi dengan penekanan
pada pemahaman prinsip kemasyarakatan serta pengembangan potensi
peserta didik untuk kedamaian dan kesejahteraan hidup bersama, (3)
untuk Program Studi Bahas difokuskan pada mata pelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia, Bahasa dan sastra Inggris, Bahas Asing lain, dan
teknologi Informasi dan komunikasi dengan penekanan pada prinsip
multikultural dan komunikasi efektif. (Mulyasa, 2008: 75-81).
Implementasi Kurikulum Berbasisi Kompetensi di setiap lembaga
pendidikan merupakan respon dari kebijakan Depdiknas tentang
pelaksanaan Braod Bases Education (BBE) dalam meningkatkan
mutu pendidikan. Sehingga implementasi KBK menggunakan konsep
BBE yang berorientasi pada life skill (BBE LS) dan berupaya untuk
mendayagunakan seluruh potensi sumber belajar yang dimiliki oleh
sekolah atau di sekitar sekolah. (Mulyasa, 2008: 27). Orientasi life
skill ini sedikit berbeda dengan orientasi life skill pada kurikulum
1994 karena life skill pada kurikulum 2008 ini telah ditekankan pada
pengintegrasian secara utuh dan menyeluruh aspek-aspek potensi serta
kualifikasi belajar siswa bak berkenaan dengan aspek jasmani maupun
rohani, demngan menggunakan pendekatan akal, hati dan naluri serta
pendekatan scientism dan eskapistik. (Sukamara 2005: 30-31).

Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 347
Muhammad urhalim

Jika dilihat dari konsep dasar BBE tersebut, kurikulum berbasis


kompetensi merupakan suatu model kurikulum yang menfokuskan
sasarannya kepada kemampuan atau penguasaan kompetensi dalam
bidan-bidang praktis sehingga kurikulum berbasis kompetensi
merupakan model kurikulum yang dikembangkan dari Kurikulum
Teknologis.

- Kurikulum Tahun 2006


Kurikulum 2006 sering disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang merupakan kelanjutan dari Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Sebagaimana dijelaskan oleh BSNP (2006: 5)
bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari
tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan
silabus. Dalam KTSP ini, setiap satuan pendidikan berhak dan diiberi
otonom seluas-luasnya untuk mengembangkan kurikulumnya. Sekolah
memiliki wewenang luas untuk mengembangkan secara mandiri sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing sekolah.
Kurikulum ini sebagaimana dikatakan Mulyasa (2006: 20) mem-
punyai kekhasan tersendiri, yaitu: (1) KTSP dikembangkan sesuai
dengan kondisi, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah,
sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik dari
satuan pendidikan tersebut, (2) Kurikulum dikembangkan oleh Satuan
Pendidikan bersama dengan Komite Sekolah berdasarkan kerangka
dasar kurikulum dan kompetensi lulusan di bawah supervisi pendidikan
kota/kabupaten atau departemen agama, (3) Mengacu kepada Standar
Nasional Pendidikan.
Guna menjabarkan setiap kompetensi dalam pembelajaran, maka
sekolah atau guru harus mencermati beberapa hal, yaitu: (1) Standar
Kompetensi lulusan (SKL) harus selaras dan serasi dengan Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), (2) SKKD harus
dijabarkan ke dalam indikator, (3) Pembelajaran harus direncanakan
dan dikembangkan berdasarkan standar proses secara matang, (4)
Pembelajaran harus menggambarkan tiga standar, yaitu standar isi,

348 INSANIA Vol.


Vol 16
, No . 2,, September
Mei - Agustus 2011
-Desember 20
A alisis Perkemba ga Kurikulum di I do esia

standar proses dan standar penilaian, (5) Penilaian perlu memperhatikan


keseimbangan antar berbagai aspek yang dinilai (kognitif, afektif,
psikomotor) dengan mengacu standar penilaian yang ditetapkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (Mulyasa, 2006: 7)
Struktur kurikulum dalam KTSP ini memuat lima kelompok mata
pelajran, yaitu: (1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
(2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian,
(3) Kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi, (4) Kelompok mata
pelajaran estetika, dan (5) Kelompok mata pelajaran jasmani olahraga,
dan kesehatan. (Mulyasa, 2006: 25). Dari kelima kelompok tersebut
kemudian dibagi lagi ke dalam mata pelajaran, muatan lokal dan
pengembangan diri.
Pendekatan yang dipakai dalam kurikulum ini sebagaimana
KBK adalah Competensi Based Curriculum (CBC), Broad Based
Curriculum dan Life Skill (kecakapan hidup) yang dikembangkan dari
Kurikulum Teknologis. Perbedaan yang menonjol dari KTSP adalah
dalam pengembangannya bersifat desentralistik atau menggunakan
pengembangan Grass Root Models sedangkan dalam KBK masih
menggunakan model pengembangan Administrative models walaupun
sudah sedikit memasukkan grassroot model pada sekolah-sekolah
piloting project.
Berdasarkan dari berbagai pemaparan desain dan pendekatan
kurikulum di atas maka secara sederhana dapat di spesifikkan ciri-ciri
atau karakteristik setiap kurikulum sebagaimana berikut:
Kurikulum 68 (tahun 1968) mempunyai karakteristik utama:
Merupakan penyempurnaan kurikulum 1964, bentuk dokumen matrik,
pendekatan subject matter (kognitif) dan bersifat sentralistik
Kurikulum 75 (tahun 1975) mempunyai karakteristik utama: Pen-
dekatan sistem / PPSI (terminal objective), Muali muncul TIK/TIU,
Tujuan instritusional dan tujuan nasional, Teori belajar behaviorism,
Bentuk dokumen kurikulum matriks, dan Bersifat sentralistik (sepenuh-
nya given dari pemerintah)
Kurikulum 84 (tahun 1984) mempunyai karakteristik utama: Revisi
dari Kurikulum 75, dilakukan penyederhanaan kolom dalam bentuk
dokumen kurikulum, Pendekatan keterampilan proses (CBSA), Teori

Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 349
Muhammad urhalim

belajar behaviorism dan humanism dan Masih bersifat sentralistik.


Kurikulum 94 (tahun 1994) mempunyai karakteristik utama:
Pengembangan bentuk dokumen naratif, Isi kurikulum terdiri atas
80% muatan inti dan 20% muatan local (muatan nasional dan daerah),
Mengalami pemangkasan materi overlopping, Diadakan suplemen
1999 sebagai penguatan dari materi yang terpangkas, Pendekatan
keterampilan proses dan bersifat Sentralistik dan sedikit desentralistik.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (tahun2004) mempunyai karakte-
ristik utama: Diterapkan guna mengantisipasi berlakunya UU Otonomi
Daerah, Pendekatan transmisi /Konstructivism, Bersifat desentralistik
(berdiversifikasi dan berbasis kompetensi dan Dikembangkan oleh
Pusat Kurikulum.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (tahun 2006) mempunyai
karakteristik utama: Merupakan pengembangan dari kurikulum 2004,
KTSP merupakan panduan dan acuan penyusunan kurikulum setiap
ting kat satuan pendidikan, Bersifat desentralistik, Berbasis Kom-
petensi, menggunakan Stadar Nasional, dan Dikembangkan oleh
BSNP.

Analisis Kurikulum
Dilihat dari perkembangan kurikulum tersebut di atas, maka
terdapat dua karakteristik utama yang dapat menandai perubahan setiap
kurikulum yang terjadi yaitu dari desain model sentralisti /terpusat atau
sering disebut dengan desain model Administrative menuju desentralistik
atau sering disebut derngan desain model Grass Root dan dari pendekatan
belajar teacher centerd (berpusat pada guru) menuju student centered
(berpusat pada siswa/pembelajaran aktif). Desain model Administratif
adalah sebuah model pengembangan kurikulum yang inisiatifnya
berasal dari atas (pemerintah pusat) sedangkan sekolah hanya sebagai
pelaksana dari kurikulum yang telah ditetapkan. Biasanya dalam desain
ini pemerintah membentuk tim kurikulumk yang terdiri dari praktisi,
ahli, dan stake holder pendidikan untuk menentukan desain yang secara
nasional dapat diterapkan secara serentak, sehingga tugas sekolah dalam
desain ini hanyalah pelaksana dari apa yang telah ditetapkan. Sedangkan
Grass Root Model adalah sebuah desain model pengembangan kurikulum

350 INSANIA Vol.


Vol 16, No . 2,, Mei - Agustus
September 2011
- Desember 20
A alisis Perkemba ga Kurikulum di I do esia

yang inisiatif pengembangannya berasal dari bawah atau sekolah masing-


masing. Dalam desainini sekolah mengembangkan kurikulumnya berdasar
dari kondisi riil di lapangan yang kemudian bersama bersama masyarakat
menentukan dan mengembangakan kurikulumnya. Tugas atasan atau
pemerintah dalam desain grass root ini hanyalah memberikan bimbingan
dan dorongan agar kurikulum yang diterapkan mampu diimplementasikan
sesuai yang diharapkan. (Sukmadinata, 2007).
Kalau dilihat dari struktur maupun desain kurikulum 68 dan 75,
terdapat beberapa kelemahan dan keunggulan dari kurikulum ini. Kele-
mahan yang mendasar dari kurikulum ini adalah (1) Peserta didik tidak
mempunyai kebebasan berekspresi maupun berkreasi karena theacer
centered, (2) dikatrenakan desain model pengembangannya terpusat
(administrative model), maka akan membunuh kreativitas guru dalam
pembelajaran karena guru hanyalah pelaksana terhadap ketetapan dalam
kurikulum tanpa tahu pengembangan kurikulumnya (3) pemahaman siswa
terhadap mata pelajaran akan terpisah-pisah karena setiap mata pelajaran
berdiri sendiri-sendiri, (4) karena penekanan proses pembelajarannya pada
segi tujuan kognitif maka segi tujuan afektif dan psikomotornya kurang
dapat dicapai secara optimal, dan (5) dikarenakan proses pembelajaran lebih
dioptimalkan dengan penggunaan stimulus dan respon, maka secara teoritis
tidak akan mampu mengakomodir perbedaan kondisi dan kemampuan
peserta didik. Sedangkan keunggulan dari kedua kurikulum ini adalah
(1) memudahkan guru dalam organisasi dan implementasi kurikulum
karena sudah ada aturan pelaksanaan, materi maupun langkah- langkah
yang ditempuh guru dalam melaksanakannnya, dan (2) Memudahkan guru
melakukan proses evaluasi karena kurikulumnya berbasis subject matter
dan lebih menekankan segi kognitif.
Dalam kurikulum 84, struktur maupun pendekatannya sudah mulai
berbeda dari dua kurikulum sebelumnya. Dalam kurikulum ini pendekatan
yang dipakai adalah pendekatan matapelajaran tetapi dengan menggunakan
keterampilan proses (cara belajar siswa aktif). Dari pendekatan tersebut,
secara teori penggunaan pendekatan ini akan memiliki beberapa
kelemahan dan keunggulan. Kelemahan dari kurikulum ini adalah: (1)
pemahaman siswa terhadap matapelajaran akan terpisah-pisah karena
setiap mata pelajaran berdiri sendiri-sendiri, (2) dalam pelaksanaannya

Vol 16, No 2,, Mei


INSANIA Vol. . September - 2011
- Agus u sDesember 20 351
Muhammad urhalim

keterampilan proses memerlukan berbagai keahlian guru tetapi pada


kenyataannnya kualitas guru belum memadahi sehingga ketrampilan
proses yang coba diangkat oleh kurikulum ini tidak bisa berjalan secara
maksimal, (3) membutuhkan dana yang cukup besar terutama di dalam
penyediaan media pembelajaran, dan (4) dengan fokus pada keterampilan
proses atau keaktifan belajar siswa, maka sering kali guru tidak terfokus
pada pencapaian hasil sehingga pengukuran hasil belajar siswa kurang
begitu jelas dapat diukur. Sedangkan keunggulan secara teori adalah (1)
Siswa diberi kebebasan untuk menemukan pengetahuan sendiri-sendiri,
(2) siswa tidak dijustice dengan satu nilai yaitu nilai hasil saja tetapi nilai
siswa juga diambil dari proses pembelajaran yang dilakukan sehingga
siswa dapat dievaluasi secara adil baik proses maupun hasil, dan (3) akan
lebih mengaktifkan guru untuk melakukan-melakukan inovasi-inovasi
pembelajaran karena dalam kurikulum ini menuntut guru yang profesional
dan berkembang sesuai dengan tuntutan keadaan siswa yang proaktif.
Kurikulum 94 secara umum merupakan penyempurnaan dari
kurikulum 84. Kurikulum ini lebih berorientasi pada mata pelajaran, dan
diorganisasikan ke dalam mata pelajaran yang terpisah-pisah sehingga
sering disebut dengan Separate subject matter. Dari desain yang ditawar-
kan kurikulum ini ada beberapa kelemahan dan keunggulan yang muncul.
Kelemahan yang muncul dari kurikulum ini adalah (1) karena garis-garis
program pembelajaran pada kurikulum ini diorganisasikan ke dalam mata
pelajaran sesuai dengan disiplin keilmuan, maka hal ini dapat berakibat
pada menghilangkan kesatuan bidang studi yang mengakibatkan adanya
perolehan yang tidak integral pada siswa, (2) Materi kurikulum yang
seragam untuk setiap lembaga pendidikan maka akan mematikan potennsi
daerah yang beraneka ragam yang sebetulnya memanfaatkan lembaga
pendidikan untuk mengoptimalkan potensi daerah tersebut, dan dengan
adanya keseragaman ini akan menghilangkan keunikan setiap daerah
karena pada kenyataannya setiap daerah,memiliki karakteristik yang
berbeda-beda, (3) Adanya saling ketergantungan antar pokok bahasan
antar materi pelajaran sehingga apabila tidak dilakukan dengan team
teaching maka tidak terjadi pemahaman yang utuh pada diri siswa (4)
karena materi pembelajaran disusun lebih bersifat kepada penguasaan
materi pembelajaran atau pengetahuan maka dengan susunan ini akan

352 INSANIA Vol.


Vol 16
, No . 2,, September
Mei - Agustus 2011
-Desember 20
A alisis Perkemba ga Kurikulum di I do esia

menjadikan pengetahuan yang diperoleh siswa tidak sesuai dengan


pengalaman kehidupan sehari-hari peserta didik, dan (5) Karena terlalu
banyknya bahan pelajaran yang harus disampaikan maka seringkali tidak
sesuai dengan waktu belajar yang disediakan oleh sekolah. Sedangkan
kelebihannya adalah lebih memudahkan guru dalam mengorganisasikan
materi pelajaran, memudahkan pelaksanaan evaluasi hasil belajar, akan
lebih mengaktifkan peran siswa.
Kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi (KBK) me-
rupakan suatu model kurikulum yang menfokuskan sasarannya kepada
kemampuan atau penguasaan kompetensi dalam bidan-bidang praktis
terutama bidang pekerjaan. Oleh karena itu, maka kurikulum berbasis
kompetensi merupakan model kurikulum yang dikembangkan dari
Kurikulum teknologi. Dari desain yang ditawarkan kurikulum ini terdapat
beberapa kelemahan dan kelebihan. Kelemahan secara teoritis dari kuri-
kulum ini adalah: (1) siswa hanya diajak berfikir praktis sehingga akan
menciptakan manusia-manusia individualis dan materialias, (2) akan
sangat menyita waktu banyak untuk menyelesaikan satu materi dengan
prakteknya sehingga pengetahuan yang dimiliki siswa sangat terbatas,
(3) kurang mengoptimalkan pengembangan bidang analisis siswa karena
bersifat pragmatis. Adapun keunggulan dari kurikulum ini adalah akan
membiasakan guru dan peserta didik yang terampil dalam bidangnya,
membiasakan siswa selalu mencapai kompetensi yang ditetapkan karena
berprinsip pada pembelajaran tuntas, dan menjadikan setiap lulusan mem-
peroleh paling tidak standar ketuntasan minimal.
Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
merupakan kurikulum yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
Konsep yang ditawarkan dalam kurikulum ini memposisikan setiap satuan
pendidikan untuk mengembangkan sendiri-sendiri potensi yang dimiliki.
Sehingga akan muncul kelebihan sekaligus kelemahan dari kurikulum ini
adalah akan terjadi kesenjangan antar sekolah, disisi lain akan tercipta
sekolah-sekolah yang unggul tetapi disisi lain juga akan semakin tercipta
sekolah-sekolah yang kurang bermutu karena kekurangan kemampuan dan
sumberdaya yang dimiliki. Satu lagi kelemahan dari kurikulum ini adalah,
dalam pelaksanannya kurikulum ini harus dilaksanakan berdasarkan
delapan satandar pendidikan nasional yaitu standar isi, standar proses,

Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 353
Muhammad urhalim

standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,


standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan
standar penilaian pendidikan, tetapi pada kenyataannya pemerintah baru
menetapkan dua standar yaitu standar isi dan standar kompetensi lulusan.
Selain itu dengan berbasis kompetensi maka kurikulum ini akan mencetak
manusia yang kompeten tetapi disisi lain akan mencetak manusia yang
pragmatis, dan mungkin juga individuals.

Penutup
Untuk menghasilkan sebuah proses pendidikan yang unggul, maka
setiap kurikulum harus ditata dan dikembangkan dengan sesuai ke butuhan
masyarakat sehingga kurikulum dituntut selalu dinamis meng ikuti per-
kembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan, mengalami pe rubahan,
perbaikan bahkan pembaharuan terus menerus. Dalam sejarah per-
kembangan kurikulum Nasional di Indonesia, pemerintah telah beberapa
kali melakukan perubahan baik dalam desain maupun pendekatannya yaitu
pada tahun tahun 1947, 1950, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994 suplemen
1999, 2004, dan 2006. Kalau dilihat dari perkembangan kurikulum ter-
sebut, terdapat dua karakteristik utama yang dapat menandai perubahan
yaitu dari desain model sentralistik ( administrative model) menuju desain
model desentralistik (grassroot model) dan dari teacher centerd menuju
student centered.
Setiap desain kurikulum dari waktu kewaktu selalu terdapat
keunggulan dan kelemahan. Tetapi bukan itu sebenarnya yang harus
menjadi fokus utama. Yang seharusnya menjadi fokus utama dari sebuah
kurikulum adalah bagaimana menyiapkan peserta didiknya agar mampu
menghadapi dan menyongsong kehidupannya menjadi lebih baik,
bijaksana dan kreatif tanpa harus mengikis kearifan budaya dan norma
yang dimiliki bangsa.

Daftar Pustaka
BSNP, 2006 Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menenga. Jakarta: B SNP

354 INSANIA Vol.


Vol 16
, No . 2,, September
Mei - Agustus 2011
-Desember 20
A alisis Perkemba ga Kurikulum di I do esia

Hamalik, Oemar. 2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan


Sistem. Jakarta: Bumi Aksara
Hendra, Perkembangan Kurikulum Indonesia [Available at] http://
hendrathjmr.blogspot.com/2010/05/perkembangan-kurikulum-
indonesia.html Diunduh 1 Desember 2010.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Suatu Panduan
Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
. 2006. Kurikulum Yang Disempurnakan: Pengembangan
Standar Kompetensi dan kompetensi dasar . Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
. 2008. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep Karakteristik
dan implementasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Ridwanudin dkk, Perbandingan Kurikulum Pendidikan di Indonesia
dalam Tinjauan Historis dan Ideologis [Available at] http://
ridwanudin.wordpress.com/perbandingan-kurikulum/ Diunduh 1
Februari 2010.
Soekisno, R Bambang A. Bagaimanakah Perjalanan Kurikulum Nasional
(pada Pendidikan Dasar dan Menengah)? [Available at] http://
rbaryans.wordpress.com/2007/05/16/bagaimanakah-perjalanan-
kurikulum-nasional-pada-pendidikan-dasar-dan-menengah/ .
Diunduh 5 Desember 2010.
Sujarwo, 2007. Reorientasi Pengembangan Pendidikandi Era Global.
[Available at] http://pakguruonline.pendidikan.net . Diunduh 2
Desember 2007
Sukamara, Dian. 2007. Implementasi Program Lifeskill dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi Pada Jalur Sekolah . Bandung: Mughni
Sejahtera.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Pengembangan Kurikulum, Teori dan
Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sulo Lipu La Sulo, Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (Pendekatan
CBSA) [Available at] http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q

Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agus usDesember
- 2011 20 355
Muhammad urhalim

=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CDEQFjAC&url=http%3
A%2F%2Fpjjpgsd.dikti.go.id%2Ffile.php%2F 1%2Frepository%
2Fdikti%2FMata%2520Kuliah%2520Awal%2FStrategi%2520Pe
mbelajaran%2FBAC%2Fstrategi_pembelajaran_unit_4.pdf&ei=
PRsWU9y8GYmMrAfWkoDYBA&usg=AFQjCNGFU19dLcA
HLuhm8biWzK4wxWs5vg&bvm=bv.62286460,d.bmk&cad=rja
. Diunduh 1 Februari 2010.
Susiwi. 2007. Kecakapan Hidup (Life Skill) “Handout” Mata Kuliah
Perencanaan Pembelajaran Kimia . Bandung: Jurusan Pendidikan
Kimia, FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

356 Vol 16
INSANIA Vol. , No . 2,, September
Mei - Agustus 2011
-Desember 20
Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

Landasan Pengembangan Kurikulum Pendidikan di Indonesia

Ade Ahmad Mubarok


adeahmadb@gmail.com
Pascasarjana Univeristas Islam Bandung

Siti Aminah
IAI Nasional Laa Roiba
sitiaminah@laaroiba.ac.id

Sukamto
sukamto@gmail.com
Pascasarjana Univeristas Islam Bandung

Dadang Suherman
Univeristas Islam Bandung

Ujang Cepi Berlian


Univeristas Islam Bandung

ABSTRACT
The purpose of this study is to have a broad understanding of the foundations for
curriculum development; identify several curriculum foundations that become the basis for
developing the curriculum by various related parties. The formulation of the curriculum either at
the stage of ideas, plans, experiences or as a result of its development must refer to or use a strong
and solid foundation, so that the curriculum can function and play a role in accordance with the
demands of education in accordance with Law Number 20 of 2003 concerning the National
Education System. There are four main foundations that form the basis of curriculum
development, namely: philosophical landscape, psychological foundation, socio-cultural
foundation, as well as scientific and technological foundations. Philosophical assumptions have
implications for the formulation of educational goals, the development of educational content or
materials, determining strategies, as well as on the role of students and the role of educators. The
psychological foundation refers to cognitive, behavioristic, and humanistic learning theories. The
socio-cultural foundation has implications for the educational program that will be developed.
Meanwhile the scientific and technological foundations are the starting points in developing the
curriculum so that it is adaptive to the changes and challenges of the times.
Keywords: Educational Curriculum, Sociology, Psychology, Socio-Culture, Science and
Technology

ABSTRAK
Tujuan dari kajian ini adalah adanya pemahaman yang luas tentang landasan-landasan
pengembangan kurikulum; mengidentifikasi beberapa landasan kurikulum yang menjadi
dasar pijakan dalam mengembangkan kurikulum oleh berbagai pihak terkait. Perumusan
kurikulum baik pada tahap ide, rencana, pengalaman maupun sebagai hasil dalam

103 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

pengembangannya harus mengacu atau menggunakan landasan yang kuat dan kokoh, agar
kurikulum tersebut dapat berfungsi serta berperan sesuai dengan tuntutan pendidikan sesuai
UU No. 20 Tahun 2003. Ada empat landasan pokok yang menjadi dasar pengembangan
kurikulum, yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, sosial budaya, serta landasan ilmiah
dan teknologi. Asumsi-asumsi filosofis berimplikasi pada perumusan tujuan pendidikan,
pengembangan isi atau materi pendidikan, penentuan strategi, serta pada peranan peserta
didik dan peranan pendidik. Landasan psikologis mengacu pada teori belajar kognitif,
behavioristik, dan humanistik. Landasan sosial budaya berimplikasi pada program pendidikan
yang akan dikembangkan. Sedang landasan ilmiah dan teknologi menjadi titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum agar adaptif dengan perubahan dan tantangan zaman.
Kata Kunci: Kurikulum Pendidikan, Sosiologis, Psikologis, Sosial Budaya, Ilmu dan
Teknologi

PENDAHULUAN

Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis


dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum dalam
pendidikan, maka penyusunannya harus mengacu pada landasan yang kokoh dan kuat.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum
(makro) atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, tetapi juga
harus dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum (mikro)
yaitu para pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lainnya yang terkait dengan
tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam
melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenis dan jenjang
pendidikan. Dengan posisinya yang penting tersebut, maka penyusunan dan pengembangan
kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tetapi harus didasarkan pada berbagai
pertimbangan atau landasan agar dapat dijadikan dasar pijakan dalam menyelenggarakan
proses pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi tercapainya tujuan pendidikan dan
pembelajaran secara lebih efisien dan efektif.
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting. Apabila
kurikulum tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum tersebut akan mudah
terombang-ambing dan yang akan dipertaruhkan adalah manusia (peserta didik) yang
dihasilkan oleh pendidikan itu sendiri. Hornby dkk. dalam “The Advance Learner’s Dictionary
of Current English” (Mudyahardjo, 2001:8) mengemukakan definisi landasan sebagai berikut:
“Foundation … that on which an idea or belief rest; an underlying principle‟s as the foundations
of religious belief; the basis or starting point…”. Jadi menurut Hornby landasan adalah suatu
gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari, contohnya
seperti landasan kepercayaan agama, dasar atau titik tolak. Dengan demikian landasan
pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip
yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.
Robert S. Zais (1976) mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu:
Philosophy and the nature of knowledge, society and culture, the individual, dan learning theory.

104 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

Keempat landasan pengembangan di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

THE CURRICULUM

AIMS, GOALS, LEARNING


OBJECTIVES CONTENT ACTIVITIES EVALUATION

F F
O O EPISTEMOLOGY SOCIETY/ THE LEARNING
U U (THE NATURE OF CULTURE INDIVIDUAL THEORY
N N KNOWLEDGE)
D D
A A
T T
I I
O O
N N PHILOSOPHICAL ASSUMPTIONS
S S

Gambar 1
Model Eklektik Kurikulum dan Landasan-landasannya (Zais, 1976)

Kurikulum sebagai suatu sistem terdiri atas empat komponen, yaitu: komponen tujuan
(aims, goals, objectives), isi/materi (contents), proses pembelajaran (learning activities), dan
komponen evaluasi (evaluations). Agar setiap komponen bisa menjalankan fungsinya secara
tepat dan bersinergi, maka perlu ditopang oleh sejumlah landasan (foundations), yaitu
landasan filosofis sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan, individu (peserta
didik), dan teori-teori belajar. Tyler (1988) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya
dengan beberapa aspek yang melandasi suatu kurikulum (school purposes), yaitu: “Use of
philosophy, studies of learners, suggestions from subject specialist, studies of contemporary life,
dan use of psychology of learning”.
Berdasarkan perbandingan kedua pendapat di atas, secara umum dapat disimpulkan
bahwa landasan pokok dalam pengembangan kurikulum dikelompokkan ke dalam empat jenis,
yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis, dan landasan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek).

METODE PENELITIAN

105 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

Kajian ini ditulis dengan menggunakan metode kualitatif dengan studi pustaka
sebagai pendekatannya. Sumber data berupa publikasi kepustakaan. Jenis data berupa narasi
tertulis atau dokumen yang terdapat dalam sumber-sumber publikasi. Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan cara pelacakan terhadap sumber-sumber publikasi tersebut. Teknik
analisis data berupa analisis deskriptif dan komprehensif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum
Pengertian dan Cabang-Cabang Filsafat
Istilah filsafat adalah terjemahan dari bahasa Inggris “phylosophy” yang berasal dari
perpaduan dua kata Yunani Purba “philien” yang berarti cinta (love), dan “sophia” (wisdom)
yang berarti kebijaksanaan. Jadi secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau love
of wisdom (Mudyahardjo, 2001:83). Secara operasional filsafat mengandung dua pengertian,
yakni sebagai proses (berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori atau pemikiran).
Dua dari lima definisi filsafat yang dikemukakan Titus menunjukkan pengertian di atas:
“Phylosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry; … philosophy is a group of
theories or system of thought” (Kurniasih & Syaripudin, 2007:73). Dalam kaitannya dengan
definisi filsafat sebagai proses, Socrates mengemukakan bahwa filsafat adalah cara berpikir
secara radikal, menyeluruh, dan mendalam atau cara berpikir yang mengupas sesuatu
sedalam-dalamnya.
Berdasarkan luas lingkup yang menjadi objek kajiannya, filsafat dapat dibagi dalam dua
cabang besar, yaitu: 1) Filsafat Umum atau Fisafat Murni, dan 2) Filsafat Khusus atau Filsafat
Terapan.
Cabang Filsafat Umum terdiri atas:
Metafisika, membahas hakikat kenyataan atau realitas yang meliputi metafisika umum
atau ontologi; dan metafisika khusus yang meliputi kosmologi (hakikat alam semesta), teologi
(hakikat ketuhanan) dan antropologi filsafat (hakikat manusia).
Epistemologi dan logika, membahas hakikat pengetahuan (sumber pengetahuan, metode
mencari pengetahuan, kesahihan pengetahuan, dan batas-batas pengetahuan); dan hakikat
penalaran (induktif dan deduktif).
Aksiologi, membahas hakikat nilai dengan cabang-cabangnya etika (hakikat kebaikan),
dan estetika (hakikat keindahan).
Cabang-cabang filsafat khusus atau filsafat terapan, pembagiannya didasarkan pada
kekhususan objeknya antara lain: filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat ilmu, filsafat religi,
filsafat moral, filsafat ilmu, dan filsafat pendidikan.

Manfaat Filsafat Pendidikan


Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat
untuk memecahkan permasalahan pendidikan. Dengan demikian filsafat memiliki manfaat dan
memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan
dengan kepentingan pendidikan. Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat
pendidikan, yaitu:
Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui

106 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

pendidikan di sekolah? Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak
ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa, dan negara.
Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat
gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai. Manusia yang bagaimanakah yang harus
diwujudkan melalui usaha-usaha pendidikan itu?
Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha
pendidikan. Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga sejauh
manakah tujuan itu tercapai. Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi
kegiatan-kegiatan pendidikan.

Filsafat dan Tujuan Pendidikan


Pandangan-pandangan filsafat sangat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama dalam
menentukan arah dan tujuan pendidikan. Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta
didik akan dibawa. Untuk itu harus ada kejelasan tentang pandangan hidup manusia atau
tentang hidup dan eksistensinya.
Filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat
tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat mempengaruhi tujuan
pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan pendidikan sendiri pada dasarnya
merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai.
Tujuan pendidikan memuat pernyataan-pernyataan mengenai berbagai kemampuan
yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik selaras dengan sistem nilai dan falsafah yang
dianutnya. Dengan demikian, sistem nilai atau filsafat yang dianut oleh suatu komunitas akan
memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan rumusan tujuan pendidikan yang dihasilkannya.
Dengan kata lain, filsafat suatu negara tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi tujuan
pendidikan di negara tersebut. Oleh karena itu, tujuan pendidikan di suatu negara akan
berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sebagai implikasi dari adanya perbedaan
filsafat yang dianutnya.
Berkaitan dengan tujuan pendidikan, terdapat beberapa pendapat yang bisa dijadikan
kaji banding sebagai sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan. Herbert Spencer seperti
dikutip Nasution (1982) mengungkapkan lima kajian sebagai sumber dalam merumuskan
tujuan pendidikan, yaitu:
Self-Preservation, yaitu individu harus dapat menjaga kelangsungan hidupnya dengan
sehat, mencegah penyakit, dan hidup secara teratur.
Securing the necessities of life, yaitu individu harus sanggup mencari nafkah dan
memenuhi kebutuhan hidup dengan melakukan suatu pekerjaan.
Rearing of family, yaitu individu harus mampu menjadi ibu atau bapak yang sanggup
bertanggung jawab atas pendidikan anaknya dan kesejahteraan keluarganya.
Maintaining proper social and political relationships, artinya setiap individu adalah
makhluk sosial yang hidup dalam lingkungan masyarakat dan negara.
Enjoying leisure time, yaitu individu harus sanggup memanfaatkan waktu senggangnya
dengan memilih kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan menambah kenikmatan dan
kegairahan hidup.
The United States Office of Education (1918) telah mencanangkan tujuan pendidikan
melalui “Seven Cardinal Principles”, yaitu:

107 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

Health, yaitu sekolah diwajibkan mempertinggi taraf kesehatan murid-murid.


Command of fundamental processes, yaitu penguasaan kecakapan pokok-pokok yang
fundamental seperti: menulis, membaca, dan berhitung.
Worthy home membership, yaitu mendidik anak-anak menjadi anggota keluarga yang
berharga, sehingga berguna bagi masyarakat.
Vocational efficiency, yaitu efisiensi dalam pekerjaan sehingga dalam waktu yang singkat
dapat mencapai hasil yang banyak dan memuaskan.
Citizenship, yaitu usaha mengembangkan bangsa menjadi warga yang baik.

Worthy use of leisure, yaitu memanfaatkan waktu senggang dengan baik yang senantiasa bertambah
panjang berhubung dengan industrialisasi yang lebih sempurna. (?)
Satisfaction of religious needs, yaitu pemuasan kehidupan keagamaan.
Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia bersumber pada pandangan hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yaitu Pancasila. Ini berarti bahwa pendidikan di
Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang ber-Pancasila. Dengan
kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang
sesuai dengan kandungan falsafah Pancasila. Nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa
Indonesia dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti tertuang dalam UU
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu: Pendidikan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3).
Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, tersurat dan tersirat nilai-nilai yang
terkandung dalam rumusan Pancasila.
Rumusan tujuan tersebut merupakan keinginan luhur yang harus menjadi inspirasi dan
sumber bagi para guru, kepala sekolah, para pengawas pendidikan, dan para pembuat
kebijakan pendidikan agar dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan
mengembangkan kurikulum senantiasa konsekuen dan konsisten merefleksikan nilai-nilai
yang terkandung dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Melalui rumusan tujuan
pendidikan nasional di atas, jelaslah bahwa peserta didik yang ingin dihasilkan oleh sistem
pendidikan kita, antara lain untuk melahirkan manusia yang beriman, bertaqwa, berilmu, dan
beramal dalam kondisi yang serasi, selaras, dan seimbang. Di sinilah pentingnya filsafat sebagai
pandangan hidup manusia dalam hubungannya dengan pendidikan dan pembelajaran.

Kurikulum dan Filsafat Pendidikan


Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena
tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka
kurikulum yang dikembangkan juga harus mencerminkan falsafah atau pandangan hidup yang
dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara
kurikulum pendidikan di suatu negara dengan falsafah negara yang dianutnya. Sebagai contoh
pada waktu Bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda, maka kurikulum pada masa itu sangat
berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita dijajah

108 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

Jepang, maka orientasi kurikulumnya disesuaikan dengan kepentingan dan sistem nilai yang
dianut negara Matahari Terbit tersebut. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya yang
secara bulat dan utuh menggunakan Pancasila sebagai dasar dan falsafah hidup dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan
dengan nilai-nilai Pancasila. Perumusan tujuan pendidikan, penyusunan program pendidikan,
pemilihan dan penggunaan pendekatan atau strategi pendidikan, peranan yang harus
dilakukan pendidik/peserta didik senantiasa harus sesuai dengan falsafah hidup bangsa
Indonesia, yaitu Pancasila.
Keberadaan aliran-aliran filsafat lainnya dalam pengembangan kurikulum di Indonesia
dapat digunakan sebagai acuan, akan tetapi hendaknya dipertimbangkan dan dikaji
kesesuaiannya dengan nilai-nilai falsafah hidup bangsa Indonesia, karena tidak semua konsep
aliran filsafat dapat diadopsi dan diterapkan dalam sistem pendidikan kita.

Aliran-aliran Filsafat Pendidikan


Pengembangan kurikulum membutuhkan filsafat sebagai acuan atau landasan berpikir.
Kajian-kajian filosofis tentang kurikulum akan berupaya menjawab permasalahan-
permasalahan sekitar: (1) bagaimana seharusnya tujuan pendididikan itu dirumuskan, (2) isi
atau materi pendidikan yang bagaimana yang seharusnya disajikan kepada siswa, (3) metode
pendidikan apa yang seharusnya digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan, dan (4)
bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan pendidik dan peserta didik.
Jawaban atas permasalahan tersebut akan sangat bergantung pada landasan filsafat
mana yang digunakan sebagai asumsi atau sebagai titik tolak pengembangan kurikulum.
Landasan filsafat tertentu beserta konsep-konsepnya yang meliputi konsep metafisika,
epistemologi, logika dan aksiologi berimplikasi terhadap konsep-konsep pendidikan yang
meliputi rumusan tujuan pendidikan, isi pendidikan, metode pendidikan, peranan pendidik
dan peserta didik. Konsep metafisika berimplikasi terhadap perumusan tujuan pendidikan
terutama tujuan umum pendidikan yang rumusannya ideal dan umum; konsep hakikat
manusia berimplikasi khususnya terhadap peranan pendidik dan peserta didik; konsep
tentang hakikat pengetahuan berimplikasi terhadap isi dan metode pendidikan; dan konsep
aksiologi berimplikasi terutama terhadap perumusan tujuan umum pendidikan.
Menurut Mudyahardjo (1989) terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar
pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada
khususnya, yaitu: Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme. Mudyahardjo (2001) merangkum
konsep-konsep ketiga aliran filsafat tersebut dan implikasinya terhadap pendidikan sebagai
berikut:

Idealisme
Konsep-konsep Filsafat
Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat spititual
atau rohaniah.
Humanologi (hakikat manusia): Jiwa dikaruniai kemampuan berpikir/rasional.
Kemampuan berpikir menyebabkan adanya kemampuan memilih.
Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi
dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh

109 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang; sebagian besar manusia hanya
sampai pada tingkat pendapat.
Aksiologi (hakikat nilai): Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban moral yang
diturunkan dari pandangan tentang kenyataan atau metafisika. Hakikat nilai bersifat
absolut/mutlak.

Konsep-konsep Pendidikan
Tujuan pendidikan: Tujuan-tujuan pendidikan formal dan informal, pertama-tama
adalah pembentukan karakter, dan kemudian tertuju pada pengembangan bakat dan
kebajikan sosial.
Isi pendidikan: Pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan liberal atau
pendidikan umum, penyiapan keterampilan bekerja sesuatu mata pencaharian melalui
pendidikan praktis.
Metode pendidikan: Metode pendidikan yang disusun adalah metode dialektik/dialogis,
meskipun demikian setiap metode yang efektif mendorong belajar data diterima (eklektif).
Cenderung mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam belajar.
Peranan peserta didik dan pendidik: Peserta didik bebas mengembangkan bakat dan
kepribadiannya. Pendidik bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan
kemampuan ilmiah. Tugas utama pendidik adalah menciptakan lingkungan yang
memungkinkan peserta didik dapat belajar secara efisien dan efektif.

Realisme
Konsep-konsep Filsafat
Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat fisik atau
materi.
Humanologi (hakikat manusia): Hakikat manusia terletak pada apa yang dapat
dikerjakannya. Jiwa merupakan sebuah organisme yang sangat kompleks yang mempunyai
kemampuan berpikir. Manusia mungkin mempunyai kebebasan atau tidak mempunyai
kebebasan.
Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan diperoleh melalui penginderaan
dengan menggunakan pikiran. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa
kesesuaiannya dengan fakta.
Aksiologi (hakikat nilai): Tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam yang diperoleh
melalui ilmu; dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-
istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.

Konsep-konsep Pendidikan
Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah dapat menyesuaikan diri secara tepat
dalam hidup dan dapat melaksanakan tanggung jawab sosial.
Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum komprehensif yang berisi semua
pengetahuan yang berguna bagi penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab sosial.
Kurikulum berisi unsur-unsur pendidikan liberal/pendidikan umum untuk mengembangkan
kemampuan berpikir, dan pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja.
Metode pendidikan didasarkan pada pengalaman langsung maupun tidak langsung.

110 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

Metode mengajar hendaknya bersifat logis, bertahap atau berurutan. Pembiasaan merupakan
sebuah metode pokok yang dipergunakan oleh penganut realisme.
Peranan peserta didik dan pendidik: Dalam hubungannya dengan pembelajaran,
peranan peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang dapat berubah-ubah. Peserta
didik perlu mempunyai disiplin mental dan moral untuk setiap tingkat kebajikan. Peranan
pendidik adalah menguasai pengetahuan, terampil dan teknik mendidik, dan memiliki
kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan yang dibebankan kepadanya.

Pragmatisme
Konsep-konsep Filsafat
Metafisika (hakikat realitas): Suatu teori umum tentang kenyataan tidak mungkin dan
tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik. Segala sesuatu dalam alam dan
kehidupan adalah berubah (becoming).
Humanologi (hakikat manusia): Manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis dan
sosial. Ini berarti setiap manusia tumbuh secara berangsur-angsur mencapai kemampuan-
kemampuan biologis, psikologis, dan sosial.
Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan bersifat relatif dan terus
berkembang. Pengetahuan yang benar adalah yang ternyata berguna bagi kehidupan.
Aksiologi (hakikat nilai): Ukuran tingkah laku perorangan dan sosial ditentukan secara
eksperimental dalam pengalaman-pengalaman hidup. Ini berarti tidak ada nilai yang absolut.

Konsep-konsep Pendidikan
Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengalaman yang berguna
untuk memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan perorangan dan masyarakat.
Tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar kegiatan pendidikan tetapi terdapat dalam setiap
proses pendidikan. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang
hidup.
Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang
telah teruji serta minat-minat dan kebutuhan-kebutuhan anak, dan pendidikan liberal yang
menghilangkan pemisahan antara pendidikan umum dengan pendidikan praktis/vokasional.
Metode pendidikan: Berpikir reflektif atau metode pemecahan masalah merupakan
metode utamanya, terdiri atas langkah-langkah: Penyadaran suatu masalah, observasi kondisi-
kondisi yang ada, perumusan dan elaborasi tentang suatu kesimpulan, pengetesan melalui
suatu eksperimen.
Peranan peserta didik dan pendidik: Peserta didik adalah sebuah organisme yang rumit
yang mampu tumbuh. Peranan pendidik adalah mengawasi dan membimbing pengalaman
belajar tanpa terlampau banyak mencampuri urusan minat dan kebutuhan peserta didik.

Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum


Pendidikan senantiasa berkaitan dengan perilaku manusia. Dalam setiap proses
pendidikan terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, baik lingkungan yang
bersifat fisik maupun lingkungan sosial. Melalui pendidikan diharapkan adanya perubahan
perilaku peserta didik menuju kedewasaan, baik dewasa dari segi fisik, mental, emosional,
moral, intelektual, maupun sosial. Harus diingat bahwa walaupun pendidikan dan

111 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

pembelajaran adalah upaya untuk mengubah perilaku manusia, akan tetapi tidak semua
perubahan perilaku manusia/peserta didik mutlak sebagai akibat dari intervensi program
pendidikan.
Perubahan perilaku peserta didik dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor dari
luar program pendidikan atau lingkungan. Kurikulum sebagai alat untuk mencapai
tujuan/program pendidikan, sudah pasti berhubungan dengan proses perubahan perilaku
peserta didik. Kurikulum diharapkan dapat menjadi alat untuk mengembangkan kemampuan
potensial menjadi kemampuan aktual peserta didik serta kemampuan-kemampuan baru yang
dimiliki dalam waktu yang relatif lama.
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari
psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta
bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat dua cabang psikologi yang sangat
penting diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan
psikologi belajar. Psikologi perkembangan dapat diartikan sebagai berikut. “.... That branch
of psychology which studies processes of pre- and post-natal growth and the
mat uratio n of beh av i o r " . Ar ti nya, "Psikologi perkembangan merupakan cabang dari
psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah
kelahiran berikut kematangan perilaku" (Chaplin, 1979). Ross Vasta, dkk. (1992)
mengemukakan bahwa psikologi perkembangan adalah "Cabang psikologi yang mempelajari
perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari
mulai masa konsepsi sampai mati".
Pemahaman tentang peserta didik sangat penting dalam pengembangan kurikulum.
Melalui kajian tentang perkembangan peserta didik, diharapkan upaya pendidikan yang
dilakukan sesuai dengan karakteristik peserta didik; dari segi kemampuan yang harus dicapai,
materi atau bahan yang harus disampaikan, proses penyampaian atau pembelajaran, dan
penyesuaian dari segi evaluasi pembelajaran.

Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum


Setiap individu dalam hidupnya melalui fase-fase perkembangan. Para ahli mempunyai
pendapat yang berlainan mengenai penentuan fase-fase perkembangan tersebut. Elizabeth
Hurlock (?) mengemukakan penahapan perkembangan individu yang meliputi:
Tahap I : fase prenatal (sebelum lahir yaitu masa konsepsi sampai 9 bulan);
Tahap II : infancy (orok, yaitu lahir sampai 10-14 hari);
Tahap III : childhood (kanak-kanak, yaitu 2 tahun sampai remaja), dan;
Tahap IV : adolescence/puberty yaitu 11-13 tahun sampai usia 21 tahun).
Rousseau (?) mengemukakan tahapan perkembangan sebagai berikut:
Tahap I : 0,0 – 2,0 tahun, usia pengasuhan;
Tahap II : 2,0 – 12,0 masa pendidikan jasmani dan latihan
Pancaindera;
Tahap III : 12,0 – 15,0 periode pendidikan akal
Tahap IV : 15- 20,0 periode pendidikan watak dan pendidikan agama.

Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar (pendidikan), Syamsu Yusuf


(2005:23), menegaskan bahwa penahapan perkembangan yang digunakan sebaiknya bersifat

112 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

elektif, artinya tidak terpaku pada suatu pendapat saja tetapi bersifat luas untuk meramu dari
berbagai pendapat yang mempunyai hubungan yang erat. Atas dasar itu perkembangan
individu sejak lahir sampai masa kematangan dapat digambarkan melewati fase-fase berikut:

TABEL 2.1
Fase-fase Perkembangan Individu

TAHAP PERKEMBANGAN USIA


Masa usia prasekolah 0,0 – 6 tahun
Masa usia sekolah dasar 6,0 – 12 tahun
Masa usia sekolah menengah 12,0 -18 tahun
Masa usia mahasiswa 18,0 – 25 tahun

Sumber: Syamsu Yusuf. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja

Setiap tahap perkembangan memiliki karakteristik tersendiri, karena ada dimensi-


dimensi perkembangan tertentu yang lebih dominan dibandingkan dengan tahap
perkembangan lainnya. Atas dasar itu kita dapat memahami karakteristik profil pada setiap
tahapan perkembangannya. Syamsu Yusuf (2005:23-27) menguraikan karakteristik tahap-
tahap perkembangan individu yang digambarkan di atas sebagai berikut:

Masa Usia Prasekolah


Masa usia prasekolah dapat dirinci menjadi dua masa, yaitu masa vital dan masa estetik.
Pada masa vital, individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk merespon berbagai hal
yang terdapat di lingkungannya. Freud (?) menamakan tahun pertama dalam kehidupan
individu sebagai masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan
ketidaknikmatan. Anak memasukkan apa saja yang dijumpai ke dalam mulutnya, tidaklah
karena mulut merupakan sumber kenikmatan utama, tetapi karena waktu itu mulut
merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan belajar. Pada masa ini perkembangan fisik
berlangsung sangat pesat dibandingkan dengan aspek-aspek perkembangan lainnya.
Pada tahun kedua anak telah belajar berjalan. Dengan berjalan anak mulai belajar
menguasai ruang dari ruang yang paling dikenalnya menuju ruang yang lebih jauh. Pada tahun
kedua juga, umumnya terjadi pembiasaan terhadap kebersihan (kesehatan). Melalui latihan
kebersihan, anak belajar mengendalikan dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya
misalnya buang air kecil atau buang air besar.
Masa estetik adalah masa berkembangnya rasa keindahan dan masa peka bagi anak
untuk memperoleh rangsangan (stimulasi) melalui seluruh inderanya (penglihatan,
penciuman, pendengaran, pengecap, dan peraba). Para ahli pendidikan anak usia dini
menyebut masa ini adalah “the golden age” atau masa emas, karena masa ini adalah saat yang
tepat bagi anak untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangannya secara menyeluruh.

Masa Usia Sekolah Dasar


Fase ini disebut juga periode intelektual, karena pada usia ini anak mulai menunjukkan
perhatian yang besar terhadap dunia ilmu pengetahuan tentang alam dan sekitarnya. Pada usia

113 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

6-7 tahun biasanya anak telah memiliki kesiapan untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah
dasar. Pada masa ini anak-anak lebih mudah diarahkan, diberi tugas yang harus diselesaikan,
dan cenderung mudah untuk belajar berbagai kebiasaan seperti makan, tidur, bangun, dan
belajar pada waktu dan tempatnya dibandingkan dengan masa prasekolah.

Masa Usia Sekolah Menengah


Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja. Masa remaja
merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khasnya dan
peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang
dewasa.
Pemahaman tentang perkembangan peserta didik sebagaimana diuraikan di atas
berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum, antara lain:
Setiap peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan
bakat, minat, dan kebutuhannya. Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum
(program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, juga perlu disediakan pelajaran
pilihan yang sesuai dengan minat anak.
Lembaga pendidikan hendaknya menyediakan bahan ajar baik yang bersifat kejuruan
maupun akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk
melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung aspek pengetahuan, nilai/sikap,
dan keterampilan yang menggambarkan pribadi yang utuh lahir dan batin. Implikasi lain dari
pemahaman tentang peserta didik terhadap proses pembelajaran (actual curriculum) dapat
diuraikan sebagai berikut:
Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada
perubahan tingkah laku peserta didik. Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan
kebutuhan, minat, dan kebutuhan peserta didik sehingga hasilnya bermakna bagi mereka.
Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak. Sistem evaluasi harus
dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan.

Psikologi Belajar dan Pengembangan Kurikulum


Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar.
Pembahasan tentang psikologi belajar erat kaitannya dengan teori belajar. Pemahaman
tentang teori-teori belajar berdasarkan pendekatan psikologis adalah upaya mengenali kondisi
objektif terhadap individu anak yang sedang mengalami proses belajar dalam rangka
pertumbuhan dan perkembangan menuju kedewasaannya. Pemahaman yang luas dan
komprehensif tentang berbagai teori belajar akan memberikan kontribusi yang sangat
berharga bagi para pengembang kurikulum baik di tingkat makro maupun tingkat mikro untuk
merumuskan model kurikulum yang diharapkan.
Pendekatan terhadap belajar berdasarkan satu teori tertentu merupakan asumsi yang
perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaannya berkaitan dengan aspek-aspek dan akibat yang
kungkin ditimbulkannya. Sedikitnya ada tiga jenis teori belajar yang berkembang dewasa ini
dan memiliki pengaruh terhadap pengembangan kurikulum di Indonesia pada khususnya.
Teori belajar tersebut adalah: (1) Teori psikologi kognitif (kognitivisme), (2) teori psikologi

114 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

humanistik, dan (3) teori psikologi behavioristik.

Teori Psikologi Kognitif (Kognitivisme)


Teori psikologi kognitif dikenal dengan cognitif gestalt field. Teori belajar ini adalah teori
insight. Aliran ini bersumber dari Psikologi Gestalt Field. Menurut mereka belajar adalah
proses mengembangkan insight atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama.
Pemahaman terjadi apabila individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur
yang ada di lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat belajar
merupakan perbuatan yang bertujuan, ekplorasi, imajinatif, dan kreatif. Pemahaman atau
insight merupakan citra dari atau perasaan tentang pola-pola atau hubungan.
To state it differently, insight is the sensed way through or solution of problematic
situation....we might say that an insight is a kind of intelligent feel we get about a situation that
permits us to continue to strive actively to serve our purpose. (Bigge dan Hunt, 1980, hlm 293).
Teori belajar Goal Insight berkembang dari psikologi configurationlism. Menurut mereka,
individu selalu bertujuan, diarahkan kepada pembentukan hubungan dengan lingkungan.
Belajar merupakan usaha untuk mengembangkan pemahaman tingkat tinggi. Pemahaman
yang bermutu tinggi (tingkat tinggi) adalah pemahaman yang telah teruji, yang berisi
kecakapan menggunakan suatu objek, fakta, proses, ataupun ide dalam berbagai situasi.
Pemahaman tingkat tinggi memungkinkan seseorang bertindak cerdas, berwawasan luas, dan
mampu memecahkan berbagai masalah.
Teori belajar kognitif bersumber pada psikologi lapangan (field psychology), dengan
tokoh utamanya Kurt Lewin. Individu selalu berada dalam suatu lapangan psikologi yang oleh
Kurt Lewin disebut life space. Dalam lapangan ini selalu ada tujuan yang ingin dicapai, ada motif
yang mendorong pencapaian tujuan adalah dan ada hambatan-hambatan yang harus diatasi.
Perbuatan individu selau terarah pada pencapaian sesuatu tujuan, oleh karena itu sering
dikatakan perbuatan individu adalah purposive. Apabila ia telah berhasil mencapai suatu
tujuan maka timbul tujuan yang lain dan berada dalam life space baru. Setiap orang berusaha
mencapai tingkat perkembangan dan pemahaman yang terbaik di dalam lapangan
psikologisnya masing-masing. Lapangan psikologis terbentuk oleh interelasi yang simultan
dari orang-orang dan lingkungan psikologisnya di dalam suatu situasi. Tingkah laku seseorang
pada suatu saat merupakan fungsi dari semua faktor yang ada yang saling bergantung pada
yang lain.
Istilah cognitive berasal dari bahasa Latin „cognose” yang berarti mengetahui (to know).
Aspek ini dalam teori belajar cognitive field berkenaan dengan bagaimana individu memahami
dirinya dan lingkungannya, bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan pengenalannya
serta berbuat terhadap lingkungannya. Bagi penganut cognitive field, belajar merupakan suatu
proses interaksi. Dalam proses interaksi tersebut ia mendapatkan pemahaman baru atau
menemukan struktur kognitif lama. Dalam membimbing proses belajar, guru harus mengerti
akan dirinya dan orang lain, sebab dirinya dan orang lain serta lingkungannya merupakan
suatu kesatuan.
Para ahli psikologi kognitif yang memusatkan perhatian pada perubahan dalam aspek
kognisi, percaya bahwa belajar adalah suatu kegiatan mental internal yang tidak dapat diamati
secara langsung. Menurut teori ini cara belajar orang dewasa berbeda dengan cara belajar
anak; cara belajar orang dewasa lebih banyak melibatkan kemampuan kognitif yang lebih

115 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

tinggi. Menurut Piaget (1954) cara-cara berpikir tertentu yang dipandang sederhana oleh
orang dewasa tidak demikian sederhana dipandang oleh anak-anak. Untuk menjelaskan proses
belajar harus mempertimbangkan proses kognisi (pengetahuan) yang turut ambil bagian
selama proses belajar berlangsung. Teori ini juga menyatakan bahwa satu unsur yang paling
penting dalam proses belajar adalah apa yang dibawa individu ke dalam situasi belajar, artinya
segala sesuatu yang telah kita ketahui sangat menentukan keluasan pengetahuan dan
informasi yang akan kita pelajari.
Teori belajar kognitif memandang manusia sebagai pelajar yang yang aktif yang
memprakarsai pengalaman, mencari dan mengolah informasi untuk memecahkan masalah,
mengorganisasi apa-apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai suatu pemahaman baru.
Karena itu teori ini juga disebut teori pengolahan informasi (information processing theory).
Piaget (1970) memperkenalkan empat faktor yang mendasari seseorang membuat
pemahaman, yaitu:
• Kematangan, yaitu saatnya seseorang siap melaksanakan suatu tugas perkembangan
tertentu.
• Aktivitas, adalah kemampuan untuk bertindak terhadap lingkungan dan belajar
darinya.
• Pengalaman sosial, proses belajar dari orang lain atau interaksi dengan orang-orang
yang ada di sekitar kita
• Ekuilibrasi adalah proses terjadinya perubahan-perubahan aktual dalam berpikir.

Para ahli psikologi kognitif memandang bahwa kemampuan kognisi seseorang


mengalami tahapan perkembangan. Tahap- tahap perkembangan kognitif tersebut
menggambarkan kemampuan berpikir seseorang sesuai dengan usianya. Piaget (Woolfolk,
206:33) membagi tahapan perkembangan kognitif dari usia anak sampai dewasa menjadi
empat tahap sebagai berikut:
Tahap sensorimotor (0-2 tahun). Tingkah laku anak pada tahap ini dikendalikan oleh
perasaan dan aktivitas motorik. Anak belajar melalui inderanya dan dengan cara
memanipulasi benda- benda.
Tahap praoperasional (2-7 tahun). Tahap ini dibagi ke dalam dua fase yaitu:
Subtahap fungsi simbolik (2-4 tahun), adalah priode egosentris yang
sesungguhnya, anak mampu mengelompokkan dengan cara yang sangat
sederhana
Subtahap fungsi intuitif (4-7 tahun), anak secara perlahan mulai berpikir dalam
bentuk kelas, menggunakan konsep angka, dan melihat hubungan yang
sederhana.
Tahap operasi kongkrit (7-11 tahun), mampu memecahkan masalah kongkrit,
mengembangkan kemampuan untuk menggunakan dan memahami secara sadar operasi logis
dalam matematika, klasifikasi dan rangkaian.
Tahap operasi formal (11 tahun-dewasa), mampu memahami konsep abstrak
(kemampuan untuk berpikir tentang ide, memahami hubungan sebab akibat, berpikir tentang
masa depan, dan mengembangkan serta menguji hipotesis).
Berdasarkan tahapan perkembangan kognitif yang dikemukakan Piaget di atas, kita
dapat menyimpulkan bahwa cara berpikir anak prasekolah berbeda dengan anak usia SD,

116 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

demikian pula cara berpikir anak SD berbeda dengan cara berpikir anak SLTP, SLTA. Karena
itu teori perkembangan kognitif Piaget mengimplikasikan bahwa proses belajar mengajar
harus memperhatikan tahap perkembangan kognisi anak. Ini berarti bahwa guru mempunyai
peranan penting untuk menyesuaikan keluasan dan kedalaman program belajar,
menggunakan strategi pembelajaran, memilih media dan sumber belajar dengan tingkat
perkembangan kognisi anak.
Berdasarkan teori perkembangan kognitif dari Piaget, guru mempunyai peranan dalam
proses belajar mengajar sebagai berikut:
Merancang program, menata lingkungan yang kondusif, memilih materi pelajaran, dan
mengendalikan aktivitas murid untuk melakukan inkuiri dan interaksi dengan lingkungan.
Mendiagnosa tahap perkembangan murid, menyajikan permasalahan kepada murid
yang sejajar dengan tingkat perkembangannya.
Mendorong perkembangan murid ke arah perkembangan berikutnya dengan cara
memberikan latihan, bertanya dan mendorong murid untuk melakukan eksplorasi. (Suyitno,
2007:101-102)

Teori Psikologi Behavioristik


Teori belajar behavioristik disebut juga Stimulus-Respon Theory (S-R). Kelompok ini
mencakup tiga teori yaitu S-R Bond, Conditioning, dan Reinforcement. Kelompok teori ini
berangkat dari asumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki/membawa potensi apa-apa
dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari
lingkungan. Lingkunganlah yang membentuknya, apakah lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat; lingkungan manusia, alam, budaya, maupun religi. Kelompok teori ini tidak
mengakui sesuatu yang bersifat mental. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang
dapat diamati dan menekankan pada pengaruh faktor eksternal pada diri individu.
Teori S-R Bond (stimulus-respon) bersumber dari psikologi koneksionisme atau teori
asosiasi dan merupakan teori pertama dari rumpun Behaviorisme. Menurut konsep mereka,
kehidupan ini tunduk kepada hukum stimulus–respon atau aksi-reaksi. Setangkai bunga dapat
merupakan suatu stimulus dan direspon oleh mata dengan cara meliriknya. Kesan indah yang
diterima individu dapat merupakan stimulus yang mengakibatkan terespon memetik bunga
tersebut. Demikian halnya dengan belajar, terdiri atas rentetan hubungan stimulus-respon.
Belajar adalah upaya membentuk hubungan stimulus respon sebanyak-banyaknya. Tokoh
utama dari teori ini adalah Edward L. Thorndike. Ada tiga hukum belajar yang terkenal dari
Thorndike, yaitu law of readiness, law of excercise or repetition dan law of effect (Bigge dan
Trust, 1980:273).
Menurut hukum kesiapan (law of readiness), hubungan antara stimulus dan respons
akan terbentuk atau mudah terbentuk apabila ada kesiapan pada sistem syaraf individu.
Selanjutnya, hukum latihan (law of exercise) atau pengulangan, hubungan antara stimulus dan
respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang-ulang. Menurut hukum akibat (law
of effect), hubungan stimulus-respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
Teori kedua dari rumpun behaviorisme adalah conditioning atau stimulus-responce with
conditioning. Tokoh utama dari teori ini adalah John B. Watson, terkenal dengan percobaan
conditioning pada anjing. Belajar atau pembentukan hubungan antara stimulus dan respons
perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Sebelum anak-anak masuk kelas misalnya dibunyikan

117 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

bel, demikian setiap hari dan setiap pertukaran jam pelajaran. Bunyi bel menjadi kondisi bagi
anak sebagai tanda memulai pelajaran di sekolah. Demikian juga dengan waktu makan pagi,
siang dan makan malam dikondisikan oleh bunyi jam dan atau jarum jam.
Teori ketiga adalah reinforcement dengan tokoh utamanya C.L.Hull. Teori ini
berkembang dari teori psikologi, reinforcement merupakan perkembangan lanjutan dari teori
S-R Bond dan conditioning. Kalau pada teori conditioning, kondisi diberikan pada stimulus,
maka pada teori reinforcement kondisi diberikan pada respon. Karena anak belajar sungguh-
sungguh (stimulus) selain ia menguasai apa yang diberikan (respon) maka guru memberi
angka tinggi, pujian, mungkin juga hadiah. Angka tinggi, pujian dan hadiah merupakan
reinforcement, supaya pada kegiatan belajarnya akan lebih giat dan sungguh-sungguh.
Contoh reinforcement dalam pembelajaran reinforcement. Di samping reinforcement
positif seperti itu dikenal pula. (?) Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan
teori psikologi behavioristik adalah sebagai berikut:
• Mengidentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam rumusan
yang spesifik.
• Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar. Bentuk-bentuk
kompetensi yang diharapkan dalam bidang studi dijabarkan secara spesifik dalam
tahap-tahap kecil. Penguasaan keterampilan melalui tahap-tahap ini sebagai tujuan
yang akan dicapai dalam proses belajar.
• Mengidentifikasi reinforce yang memadai. Reinforce dapat berbentuk mata
pelajaran, kegiatan belajar, perhatian dan pengharagaan, dan kegiatan-kegiatan
yang dipilih siswa.
• Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan dengan jalan memperlemah pola
perilaku yang dikehendaki (Suyitno, 2007:106)

Teori Psikologi Humanistik


Tokoh teori ini adalah Abraham H. Maslow dan Carl R. Roger. Teori ini berpandangan
bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh faktor internal, dan bukan
oleh faktor lingkungan. Karena itu teori ini disebut juga dengan “self theory”. Manusia yang
mencapai puncak perkembangannya adalah yang mampu mengaktualisasikan dirinya, mampu
mengembangkan potensinya dan merasa dirinya itu utuh, bermakna, dan berfungsi atau full
functioning person (Suyitno, 2007:103).
Berbeda dengan teori belajar behavioristik, teori humanistik menolak proses mekanis
dalam belajar, karena belajar adalah suatu proses mengembangkan pribadi secara utuh.
Keberhasilan siswa dalam belajar tidak ditentukan oleh guru atau faktor-faktor eksternal
lainnya, akan tetapi oleh siswa itu sendiri. Belajar melibatkan faktor intelektual dan emosional.
Aliran ini percaya bahwa dorongan untuk belajar timbul dari dalam diri sendiri (motivasi
intrinsik). Carl R. Roger (Suyitno, 2007:103) mengemukakan prinsip-prinsip belajar
berdasarkan teori psikologi humanistik sebagai berikut:
• Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, dorongan ingin tahu, melakukan
eksplorasi dan mengasimilasi pengalaman baru.
• Belajar akan bermakna, apabila yang dipelajari itu relevan dengan kebutuhan anak.
• Belajar diperkuat dengan jalan mengurangi ancaman eksternal seperti hukuman,
sikap merendahkan murid, mencemoohkan, dan sebagainya.

118 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

• Belajar dengan inisiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi, baik


intelektual maupun perasaan.
• Sikap berdiri sendiri, kreativitas dan percaya diri diperkuat dengan penilaian diri
sendiri. Penilaian dari luar merupakan hal yang sekunder.

Bertentangan dengan teori behavioristik yang lebih menekankan partisipasi aktif guru
dalam belajar, peranan guru menurut teori belajar behavioristik adalah sebagai pembimbing,
sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan kepada siswa dalam belajar. Menurut Carl R.
Rogers, peran guru sebagai fasilitator dapat dijabarkan sebagai berikut:
• Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif dan sikap positif terhadap belajar.
• Membantu siswa mengklasifikasikan tujuan belajar, dan guru memberikan
kesempatan secara bebas kepada siswa untuk menyatakan apa yang hendak dan
ingin mereka pelajari.
• Membantu siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai kekuatan untuk
belajar.
• Menyediakan usmber-sumber belajar, termasuk juga menyediakan dirinya sebagai
sumber belajar bagi siswa. (Suyitno, 2007:104)
Guru berdasarkan psikologi humanistik harus mampu menerima siswa sebagai seorang
yang memiliki potensi, minat, kebutuhan, harapan, dan mampu mengembangkan dirinya
secara utuh dan bermakna. Teori ini juga memandang bahwa siswa adalah sumber belajar yang
potensial bagi dirinya sendiri. Dengan demikian teori belajar ini lebih menekankan pada
partisipasi aktif siswa dalam belajar.

Landasan Sosiologis (Sosial Budaya) dalam Pengembangan Kurikulum


Landasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari
sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Mengapa pengembangan
kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis? Anak-anak berasal dari masyarakat,
mendapatkan pendidikan baik informal, formal, maupun non formal dalam lingkungan
masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu
kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala karakteristiknya harus menjadi landasan
dan titik tolak dalam melaksanakan pendidikan.
Jika dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses mempersiapkan individu agar
menjadi warga masyarakat yang diharapkan. Pendidikan adalah proses sosialisasi, dan
berdasarkan pandangan antrofologi, pendidikan adalah “enkulturasi” atau pembudayaan.
“Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing
terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu
membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut”
(Sukmadinata, 1997:58). Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga masyarakat
yang diharapkan, maka pendidikan memiliki peranan penting. Oleh karena itu kurikulum
harus mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi,
menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan
martabatnya sebagai mahluk yang berbudaya.
Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang

119 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

berbudaya. Dalam konteks inilah anak didik dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan
dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi
manusia.

Masyarakat dan Kurikulum


Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke
dalam kelompok-kelompok berbeda, atau suatu kelompok individu yang terorganisir yang
berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat
lainnya. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri. Dengan demikian, yang
membedakan masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya adalah kebudayaan. Hal ini
mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran seseorang, dan reaksi
seseorang terhadap lingkungannya sangat tergantung kepada kebudayaan di tempat ia hidup.
Menurut Daud Yusuf (1982), terdapat tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat
untuk dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu: logika, estetika, dan etika. Logika
adalah aspek pengetahuan dan penalaran, estetika berkaitan dengan aspek emosi atau
perasaan, dan etika berkaitan dengan aspek nilai. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah
nilai-nilai yang bersumber pada logika (pikiran). Sebagai akibat dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia, maka
kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga tuntutan hidup pun semakin
tinggi.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga dapat mempersiapkan
anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Dalam konteks
inilah kurikulum sebagai program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan
masyarakat. Untuk dapat menjawab tuntutan tersebut bukan hanya pemenuhan dari segi isi
kurikulumnya saja, melainkan juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya. Oleh
karena itu guru sebagai pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi
perkembangan masyarakat, agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi
kehidupan siswa di masyarakat.
Penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-konsep yang terdapat dalam semua ilmu
pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalam
hidupnya. Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan masyarakat dan
perkembangan masyarakat. Tyler (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner (1984)
menyatakan bahwa tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan
kurikulum. Calhoun, Light, dan Keller (1997) memaparkan tujuah fungsi sosial pendidikan,
yaitu:
• Mengajar keterampilan.
• Mentransmisikan budaya.
• Mendorong adaptasi lingkungan.
• Membentuk kedisiplinan.
• Mendorong bekerja berkelompok.
• Meningkatkan perilaku etik, dan
• Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.

120 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

Perubahan sosial budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam suatu
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengubah kebutuhan
masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat itu sendiri.
Masyarakat kota berbeda dengan masyarakat desa, masyarakat tradisional berbeda dengan
masyarakat modern.
Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya sebagian besar
disebabkan oleh kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Di sisi
lain, kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap individu-individu
sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu pengembangan kurikulum yang hanya
berdasarkan pada keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
modern yang bersifat teknologis dan mengglobal. Akan tetapi pengembangan kurikulum juga
harus ditekankan pada pengembangan individu dan keterkaitannya dengan lingkungan sosial
setempat.
Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting memperhatikan faktor karakteristik
masyarakat dalam pengembangan kurikulum. Salah satu ciri masyarakat adalah selalu
berkembang. Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai- nilai, IPTEK,
dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya
proses pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat diperlukan kurikulum yang landasan pengembangannya
memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.

Kebudayaan dan Kurikulum


Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan ide atau gagasan, cita-cita,
pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan nilai yang telah disepakati oleh
masyarakat. Daoed Yusuf (1981) mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap perwujudan
dan keseluruhan hasil pikiran (logika), kemauan (etika) serta perasaan (estetika) manusia
dalam rangka perkembangan kepribadian manusia, pekembangan hubungan dengan manusia,
hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Secara
lebih rinci, kebudayaan diwujudkan dalam tiga gejala, yaitu:
• Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain. Wujud kebudayaan
ini bersifat abstrak yang berada dalam alam pikiran manusia dan warga
masyarakat di tempat kebudayaan itu berada.
• Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat. Tindakan
ini disebut sistem sosial. Dalam sistem sosial, aktivitas manusia bersifat konkrit,
bisa dilihat, dan diobservasi. Tindakan berpola manusia tentu didasarkan oleh
wujud kebudayaan yang pertama. Artinya, sistem sosial dalam bentuk aktivitas
manusia merupakan refleksi dari ide, konsep, gagasan, nilai, dan norma yang
telah dimilikinya.
• Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh
fisik perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat. Oleh karena itu wujud
kebudayaan yang ketiga ini adalah produk dari wujud kebudayaan yang
pertama dan kedua.
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum
dengan pertimbangan:

121 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita- cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan
lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Oleh
karena itu, sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan
pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.
Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek
sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam,
seperti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di sekolah pada
dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi
dan beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya
sebagai mahluk berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu
alat untuk mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum
seperti: nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.
Selain pendidikan yang bermuatan kebudayaan yang bersifat umum di atas, terdapat
pula pendidikan yang bermuatan kebudayaan khusus, yaitu untuk aspek-aspek kehidupan
tertentu dan berkenaan dengan kelompok yang sifatnya vokasional.
Dilihat dari karakteristik sosial budaya, setiap daerah di wilayah tanah air Indonesia
memiliki ciri khas mengenai adat istiadat, tata krama pergaulan, kesenian, bahasa lisan
maupun tulisan, kerajinan dan nilai kehidupannya masing-masing. Keanekaragaman tersebut
bukan hanya dalam kebudayaannya tetapi juga kondisi alam dan lingkungan sosialnya, dan ini
merupakan kekayaan hidup bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan dan dikembangkan
melalui upaya pendidikan. Beranjak dari kenyataan tersebut, maka pengembangan kurikulum
sekolah harus mengakomodasi unsur-unsur lingkungan yang menjadi dasar dalam
menetapkan materi kurikulum muatan lokal.
Gagasan pemerintah untuk merealisasikan pengembangan kurikulum muatan lokal
tersebut yang dimulai pada sekolah dasar, telah diwujudkan dalam Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0412/U/1987 Tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan
Muatan Lokal Sekolah Dasar kemudian disusul dengan penjabaran pelaksanaannya dalam
Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah No. 173/C/Kep/M/1987
Tanggal 7 Oktober 1987. Dalam sambutannya Mendikbud menyatakan: “Dalam hal ini harus
diingat bahwa adanya „muatan lokal‟ dalam kurikulum bukan bertujuan agar anak terjerat
dalam lingkungannya semata-mata. Semua anak berhak mendapat kesempatan guna lebih
terlibat dalam mobilitas yang melampaui batas lingkungannya sendiri” (Tirtarahardja dan la
Sula, 2000:274).
Adapun yang dimaksud dengan muatan lokal adalah program pendidikan yang isi dan
media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan
budaya serta kebutuhan daerah. Yang dimaksud dengan isi adalah materi pelajaran atau bahan
ajar yang dipilih dari lingkungan dan dijadikan program untuk dipelajari siswa di bawah
bimbingan guru. Sedangkan media penyampaian adalah metode dan berbagai alat bantu
pembelajaran yang digunakan dalam menyajikan isi muatan lokal yang diambil dari dan
menggunakan sumber lingkungan yang dekat dengan kehidupan peserta didik. Lingkungan
sosial dan budaya yang terdapat dalam pola kehidupan daerah karena keanekaragamannya
disederhanakan dan diklasifikasikan menjadi delapan kelompok yaitu: (1) perikanan darat dan
laut, (2) peternakan, (3) persawahan, (4) perladangan dan perkebunan, (5) perdagangan

122 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

termasuk di dalamnya jasa, (6) industri kecil termasuk di dalamnya industri rumah tangga, (7)
industri besar, dan (8) pariwisata.
Contoh kurikulum muatan lokal yang saat ini sudah dilaksanakan di sebagian besar
sekolah adalah Mata Pelajaran Keterampilan, Kesenian, dan Bahasa Daerah.
Tujuan pengembangan kurikulum muatan lokal dapat dilihat dari kepentingan nasional
dan kepentingan peserta didik. Dalam hubungannya dengan kepentingan nasional muatan
lokal bertujuan: Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang khas daerah; Mengubah
nilai dan sikap masyarakat terhadap lingkungan ke arah yang positif.
Jika dilihat dari sudut kepentingan peserta didik pengembangan kurikulum muatan lokal
bertujuan:
• Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap lingkungannya (lingkungan alam,
sosial, dan budaya).
• Mengakrabkan peserta didik dengan lingkungannya sehingga mereka tidak asing
dengan lingkungannya.
• Menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari untuk memecahkan
masalah yang ditemukan di lingkungan sekitarnya (Tirtarahardja dan La Sula,
2000:276).

Landasan Ilmiah dan Teknologi dalam Pengembangan Kurikulum


Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang
dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari ilmu
pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Ilmu dan
teknologi tidak bisa dipisahkan. Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan telah berkembang
dengan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa kini banyak didasari oleh
penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba seperti Plato, Socrates, Aristoteles, John
Dewey, Archimides, dan lain-lain.
Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan
temuan-temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan sosial,
ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
bukan menjadi monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu. Baik secara langsung maupun
tidak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh pula
terhadap pendidikan. Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal-balik
dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alat-alat
dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan
sekaligus menuntut sumber daya manusia yang handal untuk mengaplikasikannya.
Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri
seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan alat-alat yang
dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi di saat perkembangan
produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, menuntut pengetahuan dan keterampilan
serta kecakapan yang memadai dari para guru dan pelaksana program pendidikan lainnya.
Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan
perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan pada ilmu
pengetahuan dan teknologi.

123 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap


pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi pendidikan,
penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak
langsung dunia pendidikan dituntut untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki
kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga
dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.

KESIMPULAN
Kurikulum baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana, pengalaman maupun
kurikulum sebagai hasil dalam pengembangannya harus mengacu atau menggunakan
landasan yang kuat dan kokoh, agar kurikulum tersebut dapat berfungsi serta berperan sesuai
dengan tuntutan pendidikan yang ingin dihasilkan seperti tercantum dalam rumusan tujuan
pendidikan nasional yang telah digariskan dalam UU no. 20 tahun 2003.
Pada prinsipnya ada empat landasan pokok yang harus dijadikan dasar dalam setiap
pengembangan kurikulum, yaitu:
Landasan filosofis, yaitu asumsi-asumsi tentang hakikat realitas, hakikat manusia,
hakikat pengetahuan, dan hakikat nilai yang menjadi titik tolak dalam mengembangkan
kurikulum. Asumsi-asumsi filosofis tersebut berimplikasi pada permusan tujuan pendidikan,
pengembangan isi atau materi pendidikan, penentuan strategi, serta pada peranan peserta
didik dan peranan pendidik.
Landasan psikologis, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari psikologi yang
dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Ada dua jenis psikologi yang harus
menjadi acuan yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan
mempelajari proses dan karaktersitik perkembangan peserta didik sebagai subjek pendidikan,
sedangkan psikologi belajar mempelajari tingkah laku peserta didik dalam situasi belajar. Ada
tiga jenis teori belajar yang mempunyai pengaru besar dalam pengembangan kurikulum, yaitu
teori belajar kognitif, behavioristik, dan humanistik.
Landasan sosial budaya, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari sosiologi dan
antropologi yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Karakterstik sosial
budaya di mana peserta didik hidup berimplikasi pada program pendidikan yang akan
dikembangkan.
Landasan ilmiah dan teknologi, adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari hasil-hasil
riset atau penelitian dan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang menjadi titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum. Pengembangan kurikulum membutuhkan sumbangan dari
berbagai kajian ilmiah dan teknologi baik yang bersifat hardware maupun software sehingga
pendidikan yang dilaksanakan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

124 | Volume 3 Nomor 2 2021


Jurnal Dirosah Islamiyah
Volume 3 Nomor 2 (2021) 103-125 P-ISSN 2656-839x E-ISSN 2716-4683
DOI: 10.17467/jdi.v3i2.324

DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, E. (1980). Developmental Psychology. Diterjemahkan oleh Istiwidayanti Soedjarwo. Jakarta: Erlangga
Kurniasih & Syaripudin, T. ( 2007). Landasan Filosofis Pendidikan dan Landasan Pendidikan. Bandung: Sub
Koordinator MKDP Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Mudyahardo, R. (2001). Landasan-Landasan Filosofis Pendidikan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.
Santrock, John W. (2002). Life Span Development. Diterjemahkan oleh Juda Damanik. Jakarta: Erlangga.
Sukmadinata, N.S. (1997). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suyitno, Y. (2007). Landasan Psikologis Pendidikan dalam Landasan Pendidikan. Bandung: Sub Koordinator
MKDP Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Tirtarahardja, U. & La Sula, S.L. (2000). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar
Grafika.
Woolfolk, A. E. (1995). Educational Psychology. Boston: Allyn and Bacon.
Yusuf, S.. (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

125 | Volume 3 Nomor 2 2021


Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Volume 3 Nomor 4 Tahun 2021 Halm 1120 - 1132
EDUKATIF: JURNAL ILMU PENDIDIKAN
Research & Learning in Education
https://edukatif.org/index.php/edukatif/index

Impelementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum terhadap Pengembangan Kurikulum


Pendidikan Agama Islam

Satria Kharimul Qolbi1, Tasman Hamami2


Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia1,2
E-mail : kafacila@gmail.com1, tasmanhamami61@gmail.com2

Abstrak
Setiap masa terdapat perubahan-perubahan yang signifikan dalam dunia pendidikan agama Islam, sehingga pada
prosesnya membutuhkan suatu rangkaian pengembangan kurikulum yang tepat dengan pondasi yang kuat agar arah
tujuan pengembangannya jelas, maka dari itu diperlukannya asas-asas yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam. Penulisan ini bertujuan bagaimana kontribusi asas-asas pengembangan kurikulum
diterapkan pada pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam. Metode penulisan ini menggunakan kajian studi
kepustakaan mengelola data dengan analisis deskriptif disajikan secara sistematis dan objektif. Dari hasil penelitian
terdapat lima asas yang diterapkan pada pengembangan kurikulum PAI. Asas-asas tersebut antara lain asas teologi, asas,
filosofis, asas psikologi, asas sosial-budaya, asas ilmu pengetahuan dan teknologi. Penerapan kelima asas tersebut antara
lain asas teologi menggunakan Al-Qur‟an dan Hadits, asas filosofis menggunakan perpaduan konsep aliran filsafat, asas
psikologi menentukan kemampuan sesuai jenjang, asas sosial-budaya menekankan pengenalan budaya, serta asas ilmu
pengetahuan dan teknologi memaksimalkan pengembangan tekonologi terhadap kegiatan pembelajaran. Kesimpulan dari
penelitian ini bahwa implementasi asas-asas pengembangan kurikulum berkontribusi terhadap pengembangan kurikulum
pendidikan agama Islam secara teoritis maupun praktis dapat menjadi pelengkap bagi pihak-pihak berwenang dalam
menyusun keputusan tentang kurikulum pendidikan agama Islam.
Kata Kunci: Asas, Pengembangan Kurikulum, Pendidikan Agama Islam.

Abstract
Every time there are significant changes in the world of Islamic religious education, so that in the process it requires a
series of appropriate curriculum development with a strong foundation so that the direction of its development goals is
clear, therefore the right principles are needed to be applied in the development of the religious education curriculum.
Islam. This writing aims at how the contribution of the principles of curriculum development is applied to the
development of the Islamic religious education curriculum. This writing method uses literature study to manage data
with descriptive analysis presented systematically and objectively. From the research results, there are five principles
that are applied to the development of the Islamic Education curriculum. These principles include theological principles,
philosophical principles, psychological principles, social-cultural principles, science and technology principles. The
application of these five principles includes the principle of theology using the Al-Qur'an and Hadith, the philosophical
principle of using a combination of philosophical school concepts, the principle of psychology determining abilities
according to levels, the socio-cultural principle emphasizing the introduction of culture, and the principle of science and
technology maximizing the development of technology towards Learning Activities. The conclusion of this study is that
the implementation of the principles of curriculum development contributes to the development of the Islamic religious
education curriculum theoretically and practically can be a complement to the authorities in making decisions about the
Islamic religious education curriculum.
Keywords: Principles of Curriculum Development, Islamic Religious Education.

Copyright (c) 2021 Satria Kharimul Qolbi, Tasman Hamami


 Corresponding author
Email : kafacila@gmail.com ISSN 2656-8063 (Media Cetak)
DOI : https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.511 ISSN 2656-8071 (Media Online)

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1121 Impelementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam – Satria Kharimul Qolbi, Tasman Hamami
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.511

PENDAHULUAN
Pendidikan secara fungsional memiliki peran besar dalam transformasi kehidupan manusia. Merujuk
sejarah manusia tentunya dapat dilihat perubahan-perubahan yang terjadi pada manusia khususnya
meningkatnya ilmu pengetahuan. Potensi manusia berupa akal sehat digunakan untuk berfikir, bernalar dan
menganalisa suatu permasalahan hidup tentunya membuat manusia untuk menemukan suatu solusi yang tepat
dalam meyelesaikan permasalahannya. Hal tersebut merupakan bentuk nyata akal manusia dalam memiliki
ilmu pengetahuan seiring berjalannya waktu manusia memiliki mekanisme yang tepat dalam mentrasfer ilmu
dari sesemanusia yang dijadikan rujukan ilmu kepada khalayak umum yaitu dengan sistem pendidikan.
Pendidikan berarti bimbingan manusia dewasa kepada anak-anak, manusia yang lebih tua kepada yang lebih
muda dan sebaliknya untuk dapat memberikan pengarahan, pengajaran, perbaikan moral dan melatih
intelektual sesemanusia (Nurhalita, 2021).
Pendidikan pada dasarnya memiliki cakupan makna yang luas, merujuk kbbi.kemdikbud.go.id
pendidikan berupa proses sikap tata laku permanusiaan atau kelompok yang dirubah dengan usaha pengajaran
dan pelatihan. Pendidikan juga merupakan usaha sadar yang terencana untuk menciptakan suasana belajar
yang menarik dengan proses pembelajaran yang baik agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya
serta memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Sanjaya, 2010). Poin penting dari
pendidikan disini adalaha adanya proses pengajaran, pelatihan dan pembelajaran dari sesemanusia yang
menjadi rujukan ilmu seperti guru, dosen, atau ulama dalam bidang agama kepada khalayak umum yang
membutuhkan pengembangan pengetahuan seperti peserta didik atau manusia pada umumnya sehingga tujuan
pendidikan membentuk manusia yang berilmu, memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan tercapai dengan baik. Pencapaian ini tentunya tidak
mudah perlu adanya konsep rangkaian yang tepat agar proses pendidikan terlaksana secara sistematis dan
terstruktur yaitu dengan menggunakan kurikulum.
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 itu kurikulum terdiri dari seperangkat rencana, peraturan
mengenai isi, bahan pelajaran serta cara yang tepat sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar. Pada kurikulum terdapat seperangkat rencana pembelajaran, isi materi, bahan serta proses
pembelajaran hal tersebut bagian terpenting dalam tujuan pendidikan. Kurikulum juga mengatur model-model
evaluasi dalam menentukan tolok ukur hasil keberhasilan belajar peserta didik. Kurikulum mengatur standar
yang tepat dalam memberikan penilaian bagi pendidik maupun peserta didik. Sehingga dengan kurikulum
maka pendidikan berlangsung secara teratur dan terstruktur. Dalam mewujudkan kurikulum tersebut maka
perlu ditelaah lebih lanjut bagaiaman menentukan kurikulum yang tepat untuk digunakan pada satuan
pendidikan sehingga diperlukannya pengembangan dalam kurikulum. Seiring berjalannya waktu kebutuhan
manusia akan pengetahuan akan berkembang dan berubah sertahal yang sangat tampak adalah perkembangan
teknologi. Hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangan kurikulum, maka dalam pengembangannya perlu
adanya landasan atau asas yang tepat sebagai pondasi bagi pengembangan kurikulum.
Asas kurikulum menjadikan landasan bagaiamana kurikulum tersebut dibuat, disusun serta
dikembangankan. Dalam pengembangannya asas-asas menuntun kurikulum agar dapat berkembang sesuai
prinsip-prinsip pendidikan yang dibutuhkan. Dengan adanya asas ini kurikulum memiliki pondasi yang kuat
baik itu kurikulum pada pendidikan umum maupun pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam
memiliki visi misi yang idel yaitu Rohmatan lil A’lamin dan konsep dasar pendidikan Islam lebih mendalam
menyangkut persoalan hidup multi dimensional yaitu pendidikan yang tidak terpisah dari tugas kekhalifahan
manusia atau sebagai kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis,
harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan Allah dalam Al-Qur‟an (Rahmat Hidayat, 2016).

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1122 Impelementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam – Satria Kharimul Qolbi, Tasman Hamami
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.511

Fakta bahwa dari masa ke masa terdapat perubahan transformasi baik dari segi kebutuhan pokok, dari
permasalahan agama maupun permasalahan pendidikan. tentu pendidikan pada masa lampau berbeda
permasalahannya pada masa sekarang baik itu pendidikan secara umum maupun pendidikan agama Islam,
maka dari itu perlunya pengembangan dalam suatu pendidikan agama Islam agar dapat beradaptasi dengan
perkembangan zaman sehingga diperlukannya suatu pondasi pengembangan kurikulum pendidikan tetap
memiliki prinsip yang kuat. Untuk meninjau hal tersebut maka diperlukannya teori-teori yang membahas asas-
asas pengembangan kurikulum pendidikan sehigga dapat diimplementasikan terhadap pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar kotribusi asas-asas
tersebut terhadap pengembangan kurikulum PAI.
Peneliti meninjau karya Abdul Halim dalam jurnalnya Asas-asas Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Islam Multikultur berangkat dari permasalah globalisasi yang berdampak hilangnya skat antar perbedaan
tradisi budaya dan masyarakat sehingga perlu adanya pengelolahan yang tepat agar tidak terjadi benturan
dalam perbedaan tersebut. Peran pendidikan agama Islam sangat signifikan dalam menebar ajaran nilai-nilai
multikultural seperti toleransi, demokrasi, moderat dan menghargai sehingga dengan adanya globalisasi ini
banyak terdapat perubahan-perubahan dalam pendidikan agama Islam. Menanggapai hal ini perlu adanya
pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam multikultur. Berbicara pengembangan tentu terdapat
dasar-dasar atau asas yang kuat dalam pengembangan tersebut. Dalam penelitian ini terdapat empat asas yaitu
asas teologis, asas filosofis, asas yuridis dan asas sosiologis yang menjadi dasar pengembangan kurikulum
pendidikan agama Islam Multikulturan. Fokus penelitian tersebut perubahan yang ada pada masyarakat
multikultur sehingga diperlukannya asas pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam agar
menghasilkan sebuah pendidikan Islam multikultur yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran
pendidikan Agama Islam(Halim, 2016). Peneliti juga mengaitkan penulisan ini dengan Keputusan Menteri
Agama Nomor 183 Tahun 2019 tentang Kurikulum PAI dan Bahasa Arab pada Madrasah karena wujud dari
pengembangan kurikulum PAI dari keputusan tersebut.
Dari kajian penelitian Abdul Halim tersebut peneliti ingin mengembangkan penelitian mengenai
Implemetasi asas-asas pengembangan kurikulum terhadap pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam.
Persamaan dalam penelitian ini yaitu membahas tentang asas-asas pengembangan kurikulum pendidikan
agama Islam. Perbedaannya terdapat pada fokus pembahasan, Abdul Halim membahas asas-asas
pengembangan kurikulum dalam perubahan globalisasi sehingga terciptanya pendidikan agama Islam
Multikutur, sedangkan peneliti membahas implementasi dari asas-asas pengembangan kurikulum terhadap
pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam.

METODE
Penulisan ini membahas tentang asas-asas dalam pengembangan kurikulum dalam pendidikan agama
Islam. Menggunakan metode studi kepustakaan dengan mencari data-data yang berasal dari buku dan artikel
ilmiah yang terdapat relevansi mengenai topik pembahasan. Selanjutnya mengelola data dengan analisis
deskriptif yang penulis sajikan secara sistematis dan objektif (Mustika, 2008). Data diperoleh melalui
dokumentasi, yaitu menggali data menurut aneka macam warta jurnal, buku, serta informasi-informasi lain.
Proses selanjutnya penulis menelaah dari beberapa jurnal, artikel, makalah dan buku serta sumber yang
sesuai dengan peulisan ini. Penulisan ini penelusurannya dilakukan secara literatur. Linteratur sebagai kajian
pustaka agar menemukan data teori yang berkaitan dengan implementasi Asas-asas pengembangan kurikulum
terhadap pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam dan data dianalasis secara sistematis serta
disimpulkan secara objektif

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1123 Impelementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam – Satria Kharimul Qolbi, Tasman Hamami
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.511

HASIL DAN PEMBAHASAN


Asas adalah sesuatu hal yang bersifat fundamental berkaitan dengan pemikiran tujuan dan hukum
pokok dari sesuatu tindakan (Halim, 2016). Dapat menganalogikan suatu bangunan seperti rumah dan gedung-
gedung tinggi seperti diperkotaan besar. Sebelum terbentuknya suatu bangunan utuh tentunya akan dirangkai
terlebih dahulu landasan tujuan agar bangunan tersebut tetap kokoh dari cuaca buruk angin kencang dan
gempa sehingga dapat digunakan dengan baik. Dari analogi tersebut dapat memahami betapa besar pentingnya
suatu asas, pondasi atau landasan. Kurikulum dalam pandangan klasik memiliki arti kumpulan seluruh mata
pelajaran yang disampaikan pada peserta didik, namun beberapa pendapat menyatakan bahwa kurikulum
rangkaian pengalaman terdiri dari ilmu sosial, pendidikan, kebudayaan, olahraga, serta ilmu kesenian yang
berada pada setiap lembaga pendidikan guna mengembangkan setiap aspek pada peserta didik dalam
mengubah tingkah lakunya yang lebih baik menyesuaikan tujuan pendidikan (Hermawan et al., 2020).
Kurikulum sebagai sekumpulan mata pelajaran, tentu mata pelajaran tersebut harus dipelajari semua peserta
didik sampai dengan hasil berbentuk nilai baik secara fisik maupun nonfisik seperti perilaku. Nilai tersebutlah
yang akan dijadikan ukuran keberhasilan peserta didik yang dicantumkan pada sebuah Ijazah.
Dalam perkembangannya kurikulum memiliki makna yang lebih luas. Kurikulum dalam pendidikan
modern jauh lebih holistic, komperhensif yang mencakup semua unsur pendidikan yaitu sangat berhubungan
dengan semua rangkaian pendidikan (Irsad, 2016). Dalam jurnal Muhaamad Irsad, Menurut Ahmad Tafsir
kurikulum tidak hanya sekedar rencana pembelajaran atau bidang studi tertentu, melainkan semua rangkain
yang terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Menurut Hasan Langgunglung, Kurikulum adalah kumpulan
yang terdiri dari pengalaman, pendidikan, kebudayaan, sosial olahraga dan kesenian di kelola di dalam kelas
maupun di luar kelas (Irsad, 2016). Yeni menyatakan dalam jurnalnya bahwa menurut S. Nasution kurikulum
secara defenisi dapat dibagi sebagai beriukut (Yeni Tri Nur Tahmawati, 2018):
1. Kurikulum sebagai sebuah produk yakni hasil karya dari pengembang kurikulum, biasanya dalam
susunan panitia tersendiri yang bentuk produknya berupa buku pendoman kurikulum yang berisi mata
pelajaran yang haru diajarkan.
2. Kurikulum sebagai program, yakni alat yang dilakukan oleh sekolah untuk mencapai tujuanya. Berupa
kegiatan yang dapat mempengaruhi perkembangkangan potensi peserta didik, diantaranya perkumpulan
sekolah, pertandingan antar sekolah dan pramuka. Cakupan dari kurikulum yang dapat dipelajari.
Dari berbagai pandangan diatas bahwa kurikulum merupakan rangkaian yang terdiri dari rancangan
pembelajaran, mata pelajaran, proses pembelajaran keterampilan, sikap dan praktek serta panduan penilaian
yang menjadi tolok ukur keberhasilan tercapainya nilai peserta didik sehingga nilai tersebut dapat menjadi
hasil produk berupa rapot dan ijazah.
Kurikulum pendidikan agama Islam sendiri memiliki arti merancang materi agama Islam, tujuan
dalam proses pembelajaran, metode strategis dan metode evaluasi. Dengan kata lain, kurikulum pendidikan
agama Islam merupakan upaya sadar dan terencana yang dirancang untuk membantu siswa memahami,
memahami, menghayati, meyakini dan mengamalkan seluruh ajaran Islam (Noorzanah, 2018). Kurikulum
pendidikan agama Islam juga memuat materi pembelajaran yang berbasis pada pendidikan agama Islam,
materi tersebut dimulai dari aktivitas, pengetahuan, kebiasaan, dan pengalaman terstruktur yang diberikan
kepada peserta didik agar pendidikan agama Islam tercapai tujuannya dengan baik. Alat-alat tersebut dapat
berupa materi pendidikan agama Islam, kegiatan-kegiatan Keislaman, program yang terstruktur dalam proses
pembelajaran serta praktek-praktek pembelajaran yang dapat dijadikan pengamalan peserta didik untuk
menjalankan perintah ajaran agama Islam dari komponen tersebut terdapat pula evaluasi sebagai tolok ukur
seberapa besar keberhasilan peserta didik dalam menempuh pendidikan agama Islam.
Asas kurikulum adalah pemikiran yang memiliki landasan diijadikan suatu pondasi bagi kurikulum
yang disusun dan dibentuk secara srtuktural (Halim 2016, 101). Asas Kurikulum pendidikan Agama Islam
berarti pondasi yang dijadikan sebagai dasar dirancangnya suatu materi, program kegiatan, proses

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1124 Impelementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam – Satria Kharimul Qolbi, Tasman Hamami
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.511

pembelajaran, dan evaluasi serta cakupan lainya yang sesuai landasan ajaran agama Islam. Prinsip dari asas ini
bahwa setiap kurikulum yang diterapkan oleh setiap lembaga pendidikan memiliki karakter tersendiri, maka
dari itu pondasi yang menjadi dasar kurikulum sangat menentukan arah tujuan pendidikan tersebut. Lembaga
pendidikan yang memiliki karakter atau berbentuk pendidikan agama Islam maka pondasi yang tepat dalam
menyusun kurikulumnya adalah Al-Qur‟an dan As-Sunnah yang menjadi pedoman bagi ajaran agama Islam.
Dari dua sumber tersebut akan dikemas sedemikian rupa sehingga tersusunlah materi-materi yang sistematis
dan siap digunakan dalam proses pembelajaran.
Seiring berjalannya waktu kurikulum pendidikan agama Islam akan mengalami perubahan-perubahan
yang signifikan dilatar belakangi banyak faktor sehingga kurikulum mengalami perkembangan.
Perkembangan kurikulum itu sendiri merupakan arah kurikulum dari masa saat ini ke tujuan pendidikan sesuai
harapan dengan adanya pengaruh positif dari dalam maupun dari luar guna menjadikan peserta didik mampu
untuk menghadapi perkembangan masa depannya, maka dari itu pengambangan kurikulum memiliki sifat
adaptif menyesuaikan keadaan, aplikatif sesuai kebutuhan serta antisipatif harus dapat selalu siap guna tujuan
jangka pendek maupun jangka panjangnya (Wahab & Sudarmono, 2021). Perkembangan kurikulum
pendidikan Islam dalam pengembangannya tentu memiliki sifat adaptif, aplikatif serta antisipatif sehingga
dibutuhkanlah asas-asas sebagai pondasi prinsip perkembangannya.

Asas-Asas Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam


Asas-asas kurikulum Pendidikan merupakan dasar disusunnya suatu kurikulum pendidikan. Tentu
setiap kurikulum memiliki pondasi sebagai dasar berdirinya kurikulum tersebut. Fungsi dasar atau pondasi
memberikan arah tujuan yang akan dicapai serta sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu kurikulum
pendidikan. Hamalik berpendapat kurikulum sumbernya terdiri dari; pertama, kedudukan pengetahuan sebagai
sumber diberikan kepada peserta didik hendaklah diserasikan bidang studi masing-masing, kedua, masyarakat
juga bagian sumber dari kurikulum maka lembaga pendidikan sebagai sarana bagi masyarakat berfungsi untuk
melanjutkan warisan tradisi budaya serta memberikan solusi pada masyarakat dalam perkembangannya. Dan
ketiga, individu juga merupakan objek pendidikan maka sebagai sumber kurikulum disusun dengan tujuan
untuk membantu perkembangan anak didik secara optimal (Bahri, 2017). Tiga sumber sebagai pondasi
kurikulum pendidikan tersebut sangat berperan besar dalam membentuk peserta didik agar dapat
mengembangkan potensinya dengan sekolah sebagai agen masyrakat sehingga ketika proses pembelajaran di
sekolah telah selesai peserta didik siap berperan di masyarakat dan bangsanya.
Sumber kurikulum di atas memiliki kesamaan dengan pandangan Ronald Doll, yang mengemukakan
bahwa dasar kurikulum salah satunya adalah filsafat dan sejarah. Menurut Doll bahwa dasar kurikulum terdiri
dari empat bagian yakni dasar Psikologi, dasar sosial-budaya,Ilmu pengetahuan dan dasar Filsafat (Hamalik,
2010). Menilik pendapat Nana Syaodih Sukmadinata mengenai landasan perkembangan kurikulum yaitu
terdapat empat landasan utama antara lain; landasan psikologis, landasan filosofis, landasan ilmu pengetahuan
teknologi dan landasan sosial-budaya (Bahri, 2017). Untuk pengembangan kurikulum pendidikan agama
Islam merupakan proses pembelajaran yang dijalani peserta didik dengan rangkaian kegiatan yang sudah
disusun menyempurnakan materi pokok dari materi sebelumnya sesuai prinsip ajaran agama Islam. Hal
tersebut juga sebagai upaya dalam memprogramkan pengembangan potensi peserta didik melalui pengalaman
belajar yang potensial untuk mencapai visi, misi, tujuan pendidikan agama Islam (Firman Sidik, 2016). Dalam
hal ini pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam perlu adanya landasan dan pondasi yang kuat agar
terjaga karakteristik dari kurikulum tersebut, sehingga sangat diperlukan kerjasama terstruktur dari guru,
peserta didik, wali serta pihak yang terkait.
Mengenai asas-asas perkembangan kurikulum pendidikan agama Islam maka yang menjadi pondasi
bagi perkembangannya pertama asas teologi yaitu landasan atau dasar yang menjadi tumpuan berfikir atau
berpendapat dalam menyusun suatu rangkaian berdasarkan nilai-nilai ajaran agama. Asas teologi Islam berarti

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1125 Impelementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam – Satria Kharimul Qolbi, Tasman Hamami
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.511

landasan yang menjadi tumpuan adalah ajaran agama Islam yang bersumber dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah.
Dalam bahasa Yunani, kata "teologi" dibagi menjadi dua kata, yaitu "teologi" mengacu pada Tuhan, dan
logika mengacu pada kata-kata atau kata-kata. Oleh karena itu, jika digabungkan secara singkat, makna
teologi adalah segala ilmu yang berhubungan dengan Tuhan. Secara sastra, teologi berkaitan dengan teori
dan penelitian, sedangkan dalam praktiknya berkaitan dengan doktrin atau doktrin agama tertentu.
(Fauzulhaq, 2017).
Agama ditetapkan berlandaskan Al-Qur‟an maupun As-Sunnah dengan ajaran nilai-nilai Ilahi, kedua
kitab tersebut bersifat umum, abadi dan berlaku sepanjang zaman kedepan. Selain dua sumber tersebut tentu
dalam pendidikan Islam memiliki sumber lain yaitu ijtihad, hasil keputusan para ulama. Dalam ijtihad
berbentuk „ijma, qiyas, istihsan, istihsab, dan „urf (Didiyanto, 2017). Dasar agama hendaknya memiliki posisi
tertinggi dalam kurikulum pendidikan khususnya agama Islam, karena kurikulum pendidikan Islam pasti
memiliki tujuan yang sejalan dengan ajaran agama Islamrikut An-Nahl: 64 menerangkan.
ٓ ٓ٤٦ٓ َ‫يٓو َرحٓ َوةٓٓ ِلّقَىٓمٓٓيُؤٓ ِهٌُىى‬ َ ‫بٓإِ اَّلٓ ِلتُبَ ِيّيَ ٓلَ ُه ُنٓٱلاذِيٓٱخٓتَلَفُىآْفِي ِه‬
َ ٓ‫ٓوهُد‬ َ ٓ‫َو َهآٓأًَزَ لٌَٓٓا‬
َ َ ‫علَيٓكَ ٓٱلٓ ِكٓت‬
“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat
menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman”(64).
Al-Qur‟an menjadi tempat terdepan dalam pengambilan sumber-sumber pendidikan. Segala bentuk
kegiatan konsep pendidikan haruslah berprinsip kepada Al-Qur‟an. Terdapat beberapa hal yang berguna
dalam Al-Qur‟an untu pengembangan pendidikan antara lain: pengembangan ilmiah, penghormatan kepada
akal manusia, memelihara kebutuhan manusia serta tidak menentang fitrah manusia (M. Akmansyah, 2015).
Sudah sepatutnya landasan utama kurikulum pendidikan agama Islam adalah Teologi atau Tauhid. Nilai-nilai
dari ajarana agama Islam bersumber dari Kitab Al-Qur‟an dan As-Sunnah serta beberapa pandangan tafsir
yang dapat menjadi rujukan yang sesuai dengan prinsip pendidikan di Indonesia. Tentunya aspek tauhid
sebagai landasan utama menekankan bahwa dalam kurikulum pendidikan Islam penanaman Aqidah sangatlah
kuat. Setelah itu baru pembiasan ibadah dan perilaku Akhlak yang mulia.
Kedua Asas Filosofis yaitu landasan yang menjadi tumpuan dalam berfikir dan menyusun suatu
rangkaian berdasarkan penyelidikan mengenai hakikat yang ada sebabnya, asal usulnya serta hukumnya
sehingga ditemukannya suatu keputusan yang bijak. Manusia yang belajar filsafat menjadikan manusia
tersebut mengerti dan bertindak secara bijak. Untuk menjadi manusia bijak sebagai manusia perlu adanya
pengetahuan tentang itu melalui sistematika berfikir logis dan mendalam. Arti lain pemikiran tersebut dapat
diartikan sebagai berfikir sampai ke akar-akarnya (Winarso, 2015). Dalam filsafat terdapat aliran yang
memiliki latar belakang dan konsep yang berbeda. Usaha menyatukan konsepsi idealisme dan realisme dalam
pertentangannya merupakan tujuan dari Aliran essensialisme. Aliran yang bersifat “progresif” yaitu
mengembalikan budaya lalu sampai abad pertengahan ke masa saat ini yakni aliran perennialisme. Aliran
yang menjadikan kebebasan sebagai pokok utama dan menentang semua bentuk otoriter yaitu Aliran
progresifisme. Aliran yang menekankan pada pengalaman individu adalah Aliran eksistensialisme. Berikutnya
aliran yang memiliki pandangan bahwa segala gejala bermuara pada keberadaannya, yakni cara manusia
berada di dunia berbeda dengan keberadaan benda-benda lainnya yakni aliran rekonstruksionalisme (Bahri,
2017). Dibawah ini dijabarkan tentang isi dari aliran-aliran filsafat yang berkaitan dengan pengembangan
kurikulum (Winarso, 2015). Antara lain:

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1126 Impelementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam – Satria Kharimul Qolbi, Tasman Hamami
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.511

Tabel 1. Aliran-Aliran Filsafat dalam Pengembangan Kurikulm


No Aliran Karakter
1 Perenialisme Kekekalan, idealisme, dan keindahan berdasarkan silsilah budaya dan
pengaruh masyarakat. Manusia beranggapan bahwa ilmu lebih kritis dan
aktivitas harian yang kurang diperhatikan. Pendidikan yang menganut
ideologi ini mengedepankan kebenaran tidak terbatas, kebenaran umum
yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Arus informasi ini lebih
mengedepankan pada masa lampau.
2 Esensialisme Pentingnya warisan budaya dan karunia pengetahuan dan keterampilan
bagi siswa untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna. Manusia-
manusia beranggapan bahwa berhitung, fisika, dan mata pelajaran
lainnya adalah fondasi konten kurikulum yang berharga bagi kehidupan
masyarakat. Serupa dengan penggunaan perenialisme, esensialisme juga
lebih berpandangan pada masa lalu.
3 Eksistensialisme Bahwa individu adalah asal muasal pengetahuan mengenai kehidupan
dan makna. Untuk kehidupan sesemanusia yang dapat dipahami,
sesemanusia harus memahami dirinya sendiri.
4 Progressivisme Tingkat menyelesaikan perbedaan dalam pengalaman dan proses belajar
individu, berpusat pada siswa, dan beragam. Progresivisme adalah dasar
untuk pembelajaran dan pengembangan aktif siswa.
5 Rekonstruksionisme Penjelasan rinci tingkat tinggi berdasarkan genre progresif. Dalam
rekonstruksionisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan.
Selain menekankan pada perbedaan individu, misalnya dalam
progresifisme, rekonstruksionisme juga menekankan pada pemecahan
masalah dan pemikiran kritis. Proses ini akan mempertanyakan mengapa
Anda perlu berpikir kritis, memecahkan masalah dan membuat
perbedaan? Pendukung tipe ini menekankan pada hasil pembelajaran
dalam proses
Dari karakter aliran di atas, maka disesuaikan dalam pengembangan kurikulum, secara filosofis
tentunya aliran-aliran filsafat tertentu dapat menjadi acuan dasar dalam kurikulum pendidikan. Hal ini
memberikan variasi terhadap konsep rangkaian dan pengembangan implementasinya. Aliran filsafat
eksistensialisme, perenialisma, essensialisme yakni aliran yang melandasi pengembangan kurikulum bentuk
subjek-akademis yaitu kurikulum yang bersumber dari pendidikan klasik berfokus kepada isi dari pendidikan
berupa penekanan materi yang disampaikan guru. Filsafat progresivisme memberikan landasan
pengembangan kurikulum bentuk pendidikan pribadi atau humanistic konsep ini lebih mengutamakan
pendidikan kepada peserta didik dalam pembelajaranya dan tidak hanya ranah kognitif namun sikap, emosi
peserta didik juga ditekankan pada konsep ini. Selanjutnya, filsafat ini banyak diterapkan dalam
pengembangan kurikulum yakni rekonstruktivisme dengan model interaksional atau penekanan dalam
komunikasi yaitu menciptakan suasana belajar yang interaktif dari dua pihak peserta didik dan guru sehingga
terciptanya pembelejaran yang kebih komunikatif (Bahri, 2017).
Ketiga asas psikologi yaitu landasan yang menjadi tumpuan berfikir yang berdasarkan teori-teori
psikologi yang berkaitan dengan tingkah laku perilaku manusia serta keadaan latar belakang manusia
(Suminto, 2020). Bahwa kondisi psikologi merupakan sesemanusia sebagai individu dengan karakteristik
psiko-fisik, yang dinyatakan dalam bentuk perilaku dan berbagai tindakan dalam interaksi dengan
lingkungannya (Fauzan et al., 2019). Syafruddin Nurdin berpendapat, bahwa pada landasannya pendidikan
memiliki unsur-unsur psikologi yang melatarbelakangi proses pendidikan. Proses pendidikan adalah suatu hal
yang berkaitan dengan perilaku manusia itu sendiri serta mendidik berarti memberikan pembelajaran agar ada
perubahan dari tingkah laku anak didik mencapai kedewasaannya. Oleh karena itu, dalam proses pemelajaran

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1127 Impelementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam – Satria Kharimul Qolbi, Tasman Hamami
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.511

sangat berkaitan dengan teori tingkah laku anak. Nana berpendapat Beberapa hal yang berkaitan dengan teori
tingkah laku anak antara lain (Bahri, 2017):
Tabel 2. Teori Tingkah Laku Anak
No Teori Karakter
1 Behavioristik Teori belajar behavioristik yaitu teori yang membahas tingkah laku manusia
pada proses belajar melalui pendekatan yang sesuai dengan keadaan
sebenarnya, mekanistik memiliki prosedur tersendiri, dan materialistic.
Perubahan tingkah laku melalui upaya pengkondisian dapat terjadi pada diri
manusia dan keadaan masing-masing manusia. Kegiatan behavioristik
dilatarbelakangi bahwa pada saat anak lahir tidak mewarisi keserdasan,
kemampuan dan bakat. Teori behavior lebih menekankan kepada pengamatan
tingkah laku manusia, karena prinsip dari perubahan manusia tentunya harus
dilakukan dengan pengamatan dan pengalaman sehingga dapat disimpulkan
ada tidaknya perubahan tersebut.
2 Psikologi Daya Pada teori ini kesiapan mental menjadi dasar dalam perubahan tingkah laku
manusia. Baik dalam proses pembelajaran mental dari daya mengamati,
mengingat, menanggapi, menghayal serta berfikir dimana hal tersebut
diperoleh melalui latihan. Teori ini menekankan pada nilai formal, artinya
setiap materi apapun yang dipelajari sesemanusia tidaklah signifikan apabila
tidak adan pengaruhnya terhadap perubahan daya-daya tertentu.
3 Perkembangan Teori ini mengutamakan proses atau upaya guna memaksimalkan kecakapan
Kognitif rasional yang dimiliki setiap manusia. Terdapat perbedaan kognitif dengan
behavioristic, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku.
Piaget memiliki pandangan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu
proses genetic, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis
perkembangan system syaraf manusia.
4 Teori Gestalt Teori ini menekankan pada kita bahwa dalam perkembangan haruslah
melihat secara keseluruhan. Dengan melihat secara keseluruhan maka dapat
ditemukanlah solusi yang tepat. Contoh dalam melihat permasalahan
pendidikan pada masyarakat multi kultur tentu teori ini sangat tepat dalam
mencari solusi. Masyarakat multikultur dengan kultur yang berbeda-beda
perlu ditinjau dan dipelajari secara keselurah. Setelah itu akan ditemukan dari
berbagai perbedaan cara yang tepat dalam memberikan formula system
pendidikan yang tepat
5 Teori 1) berdasarkan Hilgard & Marquis kepribadian ialah nilai rangasangan sosial,
Kepribadian potensi buat menampilkan diri secara mengesankan, 2) berdasarkan Stern
kepribadian artinya kehidupan semanusia secara keseluruhan, individual,
unik, kemampuannya bertahan, serta memperoleh pengalaman, 3) dari
Allport kepribadian merupakan organisasi dinamik yg berubah-ubah dalam
sistem psikofisiologik berkaitan mental dan perilaku sesemanusia pada
memilih contoh penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya, 4)
berdasarkan Guilford kepribadian merupakan sifat yang unik pada diri
sesmanusia. 5) dari Pervin kepribadian ialah ciri semanusia yang menyeluruh
sehingga mengakibatkan pola menetap dalam merespon suatu situasi, 6)
menurut Maddy atau Burt bahwa kepribadian adalahkarakteristik tersusun
dan stabil, yang menentukan keumuman dan perbedaan tingkah laku
psikologi dalam waktu yang lama dan tidak dapat dipahami secara sederhana
sebagai hasil dari tekanan sosial dan tekanan biologik saat itu (Muhimmatul
Hasanah, 2015).
Uraian diatas menunjukan bahwa asas psgikologi terdapat keutaman besar dalam pengembangan
kurikulum pendidikan. Anak berupa target kurikulum dalam implementasinya pada pendidikan tentunya
memerlukan landasan psikologi sehingga masa perkembangan anak dalam menempuh proses pendidikan

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1128 Impelementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam – Satria Kharimul Qolbi, Tasman Hamami
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.511

sudah memiliki formula yang tepat dalam rangkaian kurikulum yang sudah ditetapkan. Masa perkembangan
anak banyak ditelaah dalam ilmu Psikologi hal tersebutlah yang mendasari psikologi sebagai bagian dari Asas
Kurikulum.
Keempat, asas sosial-budaya yaitu landasan yang menjadi tumpuan berfikir yang berdasarkan
kepentingan nilai-nilai masyarakat serta norma-norma tradisi yang melekat pada masyarakat. Sosial-budaya
yang terdapat nilai-milai masyarakat bersumber dari manusia dengan karyanya melalui nalar akal budinya
sehingga dalam melestarikan dan menyebarluaskannya. Pada pendidikan juga terdapat proses interaksi antara
manusia sehingga menjadikan manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Pada konteks ini peserta didik
berada di fenomena budayanya, diharapkan siswa bisa dibina serta dikembangakan sinkron dengan nilai
budayanya. Kebudayaan yang diharapkan siswa merupakan budaya yang positif memiliki efek baik
bermanfaat bagi insan dan warga (Halim, 2016). Asas sosial budaya sebagai landasan kurikulum pendidikan
tentuanya berperan besar dalam mendasari bagaimana kurikulum tersebut dapat diimplementasikan peserta
didik kepada masyarakat. Fakta bahwa terdapat beragam budaya tentunya mempengaruhi konsep kurikulum
pendidikan. Aspek terpenting dalam sosial budaya adalah system nilai yang mengatur kehidupan
bermasyarakat, maka dari itu pada kurikulum pendidikan dengan asas sosial budaya menjadi solusi untuk
merangkai kurikulum yang tepat agar setiap perbedaan budaya dapat dilakasanakan peserta didik dengan baik
sehingga tercapainya pendidikan yang sesuai kondisi sosial budaya khususnya di Indonesia.
Asas ini menggambarkan kurikulum pendidikan agama Islam diserasikan pada nilai-nilai sosial yang
berciri khas masyarakat Islam serta kebudayaannya. Hal ini terdiri dari sisi etika, pengetahuan, pola pikir, dan
tradisi adat istiadat masyarakat sesuai cirikhas kebudayaannya. Kurikulum pendidikan agama Islam harus
berkesinambungan dengan perkembangan yang ada pada masyarakat (Firman Sidik, 2016). Asas sosial-
budaya bagi kurikulum pendidikan agama Islam akan menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Khususnya Indonesia yang memiliki keragaman budaya dan tradisi tentu akan mempengaruhi
proses pendidikan kedepannya. Ditambah lagi faktor geografis di Indonesia juga memperlihatkan betapa
banyaknya budaya yang berbeda di setiap tempatnya. Asas sosial bagi kurikulum pendidikan agama Islam
diharapakan dapat memberikan formula yang tepat bagi peserta didik dalam menjalai proses pendidikan
sehingga nilai-nilai sosial seperti toleransi, gotong royong dan interkasi sosial berjalan dengan baik.
Kelima, asas ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu landasan yang menjadi tumpuan berfikir yang
berdasarkan kumpulan gagasan atau penemuan yang sudah dilalui berbagai proses ilmiah sehingga
menghasilkan suatu produk baik barang atau pedoman yang dapat menjadi sumber pengembangan ilmu
lainnya serta sebagai alat yang memudahkan manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Produk IPTEK
beraneka ragam dan sifatnya dinamis, seiring berkembangnya zaman kemajuan IPTEK sangat mempengaruhi
perannya dalam kehidupan manusia sehingga IPTEK berpengaruh sabagai landasan kurikulum pendidikan.
Teknologi pada dasarnya merupakan peran hasil ilmu pengetahuan serta memiliki kedudukan yang sangat
signifikan dalam perkembangan manusia. Karya dari manusia melahirkan teknologi melalui proses ilmiah
agar tercapainya tujuan kehidupan manusia yang paling baik. Sarana manusia untuk lebih mudah
menyediakan dan memenuhi kebutuhan juga arti dari Teknologi. Tujuannya adalah untuk membuat keadaan
yang efisien, efektif, dan berkaitan kepada corak tindak perilaku manusia. Salah satu indikasi kemajuan
peradaban manusia adalah kemajuan IPTEK. Teknologi memiliki kontribusi dalam semua aspek kehidupan
manusia. Teknologi tentunya berperan besar memudahkan dalam mengembangkan sumber daya alam yang
ada bagi manusia, akan tetapi sering kali melampaui batas tanpa dilakukan dengan bijak sehingga sering
terjadi tidak beraturan dalam penggunaannya (Camelia, 2020).
Pengetahuan berasal dari akar kata “ilm” yang artinya lambang atau penunjuk agar dapat dikenali dan
diketahui. Sama halnya dengan ma'lam, artinya rambu jalan agar sesemanusia bisa menuntun diri sendiri
atau sesemanusia. Selain itu, “Alam juga diartikan sebagai pedoman (Abidin, 2016). Ilmu dapat diartikan
sebagai arah mata angin, dimana mata angin memudahkan manusia untuk mencapai tujuan dalam berpergian.

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1129 Impelementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam – Satria Kharimul Qolbi, Tasman Hamami
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.511

Begitu juga ilmu bagi manusia dengan ilmu manusia dapat mengembangkan potensiya sesuai bidang ilmu
masing-masing. Ilmu seringkali disamakan dengan istilah sains dan pengetahuan yang dijajarkan menjadi ilmu
pengetahuan. Ilmu adalah kesadaran mengenai pengetahuan yang berfungsi untuk menyelediki dan menelaah
suatu temuan sementara. Ilmu juga dimaknai pengetahuan yang dihasilkan dengan proses pembelajaran dari
pengalaman yang ditempuh. Dalam arti lain ilmu adalah hasil dari pengetahuan yang telah melalui tahap
pengujian kebenarannya. Adapun pengetahuan masih dalam sebatas informasi yang sesemanusia ketahui.
Memperoleh pengetahuan dapat dengan cara pengalaman yang didapat serta manusia-manusia dengan
informasi yang diberikan. Namun dalam hal ini tidak dapat disebut ilmu jika pengetahuan belum teruji
kebenarannya (Camelia, 2020). Dari makna tersebut dapat diketahui bahwa ilmu pengetahuan merupakan
proses atau upaya dalam penemuan baru dengan berbagai bentuk cara seperti penelitian, eksperiman dan
observasi sehingga ditemukanlah teori baru yang disepakati bersama.

Implementasi Asas-Asas Dalam Pengembangan Kurikulum Pai


Dari berbagai teori asas-asas pengembangan kurikulum diatas maka dapat diterapkan untuk digunakan
dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam. Jika kita melihat fakta yang ada pada “Keputusan
Menteri Agama Nomor 183 Tahun 2019 tentang Kurikulum PAI dan Bahasa Arab pada Madrasah” terdapat
empat asas yang digunakan sebagai pondasi yaitu asas filosofis, sosiologis, psikopedagogis dan yuridis
(Direktorat, 2019). Dalam penulisan ini dapat menjadi tambahan usulan kontribusi bagi pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam yang dapat diterapkan oleh setiap instansi pendidikan yang ada di
Indonesia. Pada keputusan menteri agama tersebut ditinaju dari asas filosofis menerangkan fungsi pentingnya
PAI, guru, murid dan bahasa arab dalam kurikulum. Asas sosiologis mengutarakan kurikulum yang sesuai
kebutuhan masyarakat. Asas psikopedagogis menerangkan bahwa proses PAI dan bahasa Arab sebagai proses
pendewasaan peserta didik. Asas yuridis atau teoritik kurikulum dirancang berdasarkan Pendidikan berbasis
standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warga negara yang dirinci menjadi
standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Uraian tersebut menjadi bahan dalam melengkapi landasan perkembangan kurikulum PAI yang sudah
berlaku. Teori yang dikemukakan peneliti terdapat lima asas yang dapat dimanifestasikan kedalam keputusan
menteri agama tentang kurikulum PAI dan bahasa Arab dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3. Asas tentang kurikulum PAI dan Bahasa Arab


No Asas-asas Penerapannya
1 Asas Teologi  Memunculkan ayat-ayat Al-Qur‟an dan beberapa Al-Hadits sebagai pondasi
disusunnya suatu kurikulum
 QS An-Nahl: 64 yang menjelaskan kedudukan Al-Qur‟an sebagai sumber
pendidikan
 QS Al-Alaq:1-5 mekanisme dalam menuntut ilmu
 QS Al-Hasr: 18 penting pengembangan
 Hadits riwayat sunan al-Tirmidzi no 2649 mengenai manfaat menuntut ilmu
2 Asas Filosofis Secara filosofis beberapa aliran dapat digunakan pada setiap pengembangan
kurikulum:
 Subjek-Akademis
 Humanistik atau kepribadian
 Interaksional
Ketika landasan tersebut dapat dijadikan satu dalam penerapannya sehingga
terdapat perpaduan

3 Asas  Behavioristik: bahwa pendidikan dilalui melalui proses jenjang yang

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1130 Impelementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam – Satria Kharimul Qolbi, Tasman Hamami
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.511

Psikologi berbeda, sehingga perlu adanya penerapan yang sesui dengan jenjangnya
seperti kasus pada peserta didik jenjang dasar pada pembelajaran PAI masih
banyak peserta didik yang belum menguasai Al-Qur‟an sehingga kesulitan
dalam mengikuti proses belajar maka teori ini dapat menjadi solusi untuk
mengidentifikasi materi yang sesuai jenjangnya
 Psikologi daya: guna membentuk kemandirian pada peserta didik, hendak
proses belajar tidak dominan pada guru melainkan pada siswa yang belajar
mandiri shingga dapat dibentuk berupa metode berlandaskan Mandiri
Belajar
 Teori kognitif: dengan adanya peningkatan pengetahuan berupak tingkat
kelas, tingkat kesulitas materi dan kelas akselerasi maka atas landasan
tersebut peserta didik diberikan transfer ilmu sesuai dengan kemapuan
potensinya
 Teori gestalt: pengembangan ilmu tidak hanya focus pada satu acuan
melainkan keselurahan yang berkaitan dengan ilmu tersebut sehingga hal ini
mengharuskan kurikulum memiliki landasan psikologi dengan teori tersebut
 Teori kepribadian: pengembangan kurikulum bertujuan membantuk
kepribadian yang baik sehingga peserta didik menjadi manusia yang dewasa
serta bijak mengambil keputusan
4 Asas Sosial-  Selain menyesuaikan kebutuhan masyarak yang terpenting adalah
Budaya pengenalan budaya seperti menggunakan atribut budaya pada masing-masing
khas daerah tersebut pada proses pendidikan
 Pembelajaran PAI dapat berkegiatan ke taman budaya pada masing-masing
daerah
 Study banding yang sudah berjalan itu sangatlah baik dalam pengenalan
budaya
 Terjalinnya komunikasi antar masyaraka-pendidik-orang tua-sekolah-peserta
didik akan menciptakan korelasi yang baik dalam menanamkan norma-
norma sosial bagi peserta didik
5 Asas Ilmu  Menciptakan suatu karya ilmiah pada setiap jenjang yang sesuai dengan
Pengetahuan kemampuannya
dan Teknologi  Strategi metode belajar dengan memaksimalkan teknologi yang berkembang
 Media-media belajar mengunakan digitalisasi
 Standarisasi penggunaan teknologi pada setiap instasn pendidikan yang ada
di Negara ini

Paparan diatas dapat menjadi suatu landasan bagi pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam
dalam penyusunan kurikulum PAI yang dapat distandarkan pada semua lembaga pendidikan baik dari jenjang
dasar maupun jenjang tinggi. Dalam penulisan ini pada dasarnya masih terdapat keterbatasan dalam meninjau
ayat-ayat Al-Qur‟an dan Al-Hadits dijadikan sebagai pondasi teologi dalam pengembangan kurikulum. Pada
prinsipnya kedua pedoman tersebutlah yang menjadi sumber pokok utama pondasi dalam pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam secara teologi sehingga arah tujuan pencapaianya jelas tuntutannya. Akan
tetapi dengan tinjauan teori asas-asas diatas dapat menjadi kontribusi dalam menerapkan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan kurikulum PAI sehingga sekolah, pendidik, serta peserta
didik dapat tanggap teknologi.
Keputusan Menteri Agama Nomor 183 Tahun 2019 tentang Kurikulum PAI dan Bahasa Arab pada
Madrasah belum ada asas teologi dan asas ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dari itu dengan adanya
penelitian ini menjadi pelengkap secara teoritis implementasi asas-asas tersebut dapat menjadi landasan yang
ada pada keputusan menteri agama dan secara praktis berupa penerapan teknologi pada proses belajar yang
berwujud materi-materi PAI yang berkolaborasi dengan pengembangan teknologi sehingga semua komponen
yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran memiliki karakter tanggap teknologi.

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1131 Impelementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam – Satria Kharimul Qolbi, Tasman Hamami
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.511

KESIMPULAN
Dari hasil penulisan ini dapat disimpulkan bahwa terdapat lima asas yang dapat menjadi pondasi dalam
pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam terdiri dari asas teologi, asas filosofis, asas psikologi, asas
sosial-budaya serta asas ilmu pengetahuan dan teknologi. Implementasi asas tersebeut dalam pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam secara teoritis dan praktis dapat menjadi acuan bagi pihak wewenan dalam
mengembangkan kurikulum pendidikan agama Islam dari asas teologi menggunakan dua sumber pokok Al-
Qur‟an dan Al-Hadits, asas filosofis menggunakan konsep aliran dalam mekanisme proses pembelajaran, asas
psikologi mengidentifikasi kemampuan peserta didik sesuai jenjang dan potensinya, asas sosial-budaya
menggunakan atribut budaya dalam pengenalannya, asas ilmu pengetahuan dan teknologi memaksimalkan
perkembangan teknologi dengan proses pembelajaran. Hal-hal tersebut dapat menjadikan kurikulum
pendidikan agama Islam dapat diimplikaskan semua komponen pendidikan saat ini dan seterusnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, M. Z. (2016). Konsep Ilmu Dalam Islam: Tinjauan Terhadap Makna, Hakikat, Dan Sumber-Sumber
Ilmu Dalam Islam. Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin, Vol. 10(No.1)
Bahri, S. (2017). Pengembangan Kurikulum Dasar Dan Tujuannya. Jurnal Ilmiah Islam Futura, Vol. 11(1)
Camelia, F. (2020). Analisis Landasan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi. SAP (Susunan Artikel Pendidikan),
Vol. 5(No. 1)
Didiyanto, D. (2017). Paradigma Pengembangan Kurikulum Pai Di Lembaga Pendidikan. Edureligia; Jurnal
Pendidikan Agama Islam, Vol. 1(No. 2),
Direktorat, T. D. K. M. (2019). Keputusan Menteri Agama Tentang Kurikulum PAI dan Bahasa Arab.
Fauzan, F., Lateh, A., & Arifin, F. (2019). Analisis Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Indonesia dan
Thailand (Studi kebijakan Kurikulum 2013 dan Kurikulum 2008 di tingkat SMA). Edukasia : Jurnal
Penelitian Pendidikan Islam, 14(2)
Fauzulhaq, M. H. (2017). Konsep Teologi Dalam Perspektif Seren Taun Di Kesepuhan Cipta Mulya. Jurnal
Aqidah Dan Filsafat Islam, 2(1)
Firman Sidik. (2016). Konsep Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam. Irfani, Vol. 12(No. 1)
Halim, A. (2016). Asas-Asas Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam Multikultural. Nidhomul Haq, Vol.
1(No. 2)
Hamalik, O. (2010). Manajemen Pengembangan Kuri. Remaja Rosdakarya.
Hermawan, Y. C., Juliani, W. I., & Widodo, H. (2020). Konsep Kurikulum Dan Kurikulum Pendidikan Islam.
Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam, 10(1), 34.
https://doi.org/10.22373/jm.v10i1.4720
Irsad, M. (2016). PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH (Studi
Atas Pemikiran Muhaimin)
M. Akmansyah. (2015). Al-Qur‟an dan As-Sunnah sebagai Dasar Ideal Pendidikan Islam. Pengembangan
Masyarakat Islam, 8(2)
Muhimmatul Hasanah. (2015). Dinamika Kepribadian Menurut Psikologi Islami. Ummul Quro, Vol. 6(No. 2)
Mustika, Z. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Yayasan Obor Indonesia.
Noorzanah. (2018). Kurikulum Dalam Pendidikan Islam. Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan,

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
1132 Impelementasi Asas-asas Pengembangan Kurikulum terhadap Pengembangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam – Satria Kharimul Qolbi, Tasman Hamami
DOI: https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.511

Vol.15(No.28)
Nurhalita, N. (2021). EDUKATIF : JURNAL ILMU PENDIDIKAN Relevansi Pemikiran Pendidikan Ki
Hajar Dewantara pada Abad ke 21 Abstrak. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 3(No. 2)
Rahmat Hidayat. (2016). Ilmu Pendidikan Islam. LPPPI.
Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana.
Suminto. (2020). Asas Psikologi dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam Perspektif Hasan Langlung.
Andragogi: Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Ilslam, Vol. 2(No. 1), 1–14.
Wahab, A., & Sudarmono, M. A. (2021). Proses dan Prinsip Pengembangan Kurikulum Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. 3(No. 2), 278–287.
Winarso, W. (2015). Dasar Pengembangan Sekolah.
Yeni Tri Nur Tahmawati, S. (2018). Islamic Akademika : Jurnal Pendidikan & Keislaman. Jurnal Pendidikan
& Keislaman, 3(1), 77–87.

Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 3 No 4 Tahun 2021


p-ISSN 2656-8063 e-ISSN 2656-8071
44 Implementasi Pengembangan Kurikulum

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KURIKULUM

Rosmiaty Azis
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar
Email: andirosmiatyazs@gmail.com

Abstract: Implementation curriculum is a very decisive component in an


educational system, therefore the curriculum is a tool to achieve the education
system, therefore the curriculum is a tool to achieve the goals of education and
as well as a guide in the implementation of teaching on all types and levels of
education, the curriculum is part of a learning process allows learners to know
(learning to know), learn to do something (learning to do) to learn to learn and
learn to live together (learning to live together). Thus the learning outcomes
realize students who are able to membelajarkan on himself, get some
knowledge, learners are able to develop in a wider form and can be applied in
everyday life.
Keywords: Implementation, Development, and Curriculum

I. PENDAHULUAN

K
urikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat
strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya
peranan kurikulum dalam pendidikan, maka dalam penyusunannya harus
mengacu pada landasan yang kokoh dan kuat. Landasan pengembangan kurikulum tidak
hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum (makro) atau kurikulum tertulis yang
sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi juga harus dipahami dan
dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum (mikro) yaitu para
pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lainnya yang terkait dengan
tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam
melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenis dan jenjang
pendidikan. Dengan posisinya yang penting tersebut, maka penyusunan dan
pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan, akan tetapi harus
didasarkan pada berbagai pertimbangan, atau landasan agar dapat dijadikan dasar
pijakan dalam menyelenggarakan proses pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi
tercapainya tujuan pendidikan dan pembelajaran secara lebih efisien dan efektif.1
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat penting,
sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan gedung yang tidak
menggunakan landasan atau fundasi yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi
goncangan, bangunan gedung tersebut akan mudah rubuh dan rusak. Demikian pula

1
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),
h.53
Volume VII, Nomor 1, Januari - Juni 2018 45

halnya dengan kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka
kurikulum tersebut akan mudah terombang-ambing dan yang akan dipertaruhkan adalah
manusia (peserta didik) yang dihasilkan oleh pendidikan itu sendiri.
Istilah kurikulum sering dimaknai plan for learning (rencana pendidikan).
Sebagai rencana pendidikan kurikulum memberikan pedoman dan pegangan tentang
jenis, lingkup, urutan isi dan proses pendidikan.2 Secara historis, istilah kurikulum
pertama kalinya diketahui dalam kamus Webster tahun 1856. Pada mulanya istilah
kurikulum digunakan dalam dunia olah raga, yakni suatu alat yang membawa orang dari
start sampai ke finish. Kemudian pada tahun 1955, istilah kurikulum dipakai dalam
bidang pendidikan, dengan arti sejumlah mata pelajaran di suatu perguruan. 3
Secara etimologi kata kurikulum diambil dari bahasa Yunani, Curere berarti jarak
yang harus ditempuh oleh pelari dari mulai start sampai finish. Pengertian inilah yang
kemudian diterapkan dalam bidang pendidikan. Dalam bahasa arab, kurikulum sering
disebut dengan istilah al-manhaj, berarti jalan yang terang yang dilalui manusia dalam
bidang kehidupannya. Maka dari pengertian tersebut, kurikulum jika dikaitkan dengan
pendidikan, menurut Muhaimin, maka berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik
atau guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan
sikap serta nilai-nilai.4
Penddikan Agama Islam merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan setiap
jenjang pendidikan, yaitu mulai pendidikan dasar sampai keperguruan tinggi, hal ini
sesuai dengan UU RI No. 20 Tahun 2003 pada bab X pasal 37 ayat 1dan 2 yaitu isi
kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: pendidikan agama,
pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga,
keterampilan/kejuruan; danmuatan lokal.5 Pendidikan agama mengemban amanat
sekaligus, yaitu bidang agama dan bidang pendidikan, di bidang pendidikan, pendidikan
agama di sekolah merupakan bagian integral dari program pendidikan dan pengajaran
pada setiap jenjang dan jenis pendidikan untuk mencapai tujuan nasional.

II. PEMBAHASAN
A. Proses Implementasi Kurikulum dalam KBM
Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan bentuk nyata

2
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), h. 4
3
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, h. 53
4
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 1
5
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
PT. Mediawiyata, Semarang, 1990, h. 15.
46 Implementasi Pengembangan Kurikulum

implementasi kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam kelas yang melibatkan
unsur-unsur personal (kepala sekolah dan guru) peserta didik, sumber belajar, serta
sarana dan prasarana pendukung lainnya. Keberhasilan dalam pembelajaran menjadi
indikator keberhasilan sutau implementasi. Para ahli mengemukakan tentang konsep
pembelajaran, diantaranya Sujana mengatakan bahwa pembelajaran atau belajar dan
mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar
merujuk pada apakah yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek (sasaran didik)
sedangkan mengajar merujuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai
pengajar. 6
Menurut Nana Syaidih bahwa pembelajaran mengandung berbagai komponen,
yaitu komponen peserta didik, guru, sarana dan kurikulum, kurikulum sebagai
komponen pembelajaran terdiri tujuan, materi, proses, dan penilaian. Dengan pedoman
kurikulum guru memberikan perlakuan profesional sehingga tercipta interaksi dalam
pembelajaran, perlakuan guru untuk mempertautkan kegiatan mengajar dengan kegiatan
belajar mengacu pada kurikulum yang dikenal sebagai kegiatan belajar mengajar . 7
Pendapat lain dikemukakan oleh Ahmad Sanusi bahwa mengajar adalah salah satu
bentuk usaha pendidikan, mengajar dalam arti luas diartikan proses pendidikan atau
pembelajaran peserta didik yang diasumsikan mempunyai fungsi seperti membantu,
menumbuhkan dan mestranformasikan nilai-nilai positif sambil memberdayakan serta
mengembangkan potensi-potensi kepribadian peserta didik.8
Para ahli lain sebagaimana diungkapklan oleh Tafsir bahwa makna pembelajaran
atau kegiatan belajar mengajar PAI dalam kaitan menanamkan keimanan dan ketaqwaan
bukan saja dalam bentuk mengajar, melainkan harus diikuti oleh bentuk lain, seperti
membimbing, melatih, serta memberikan contoh yang baik. 9
Soedijarto mengemukakan bahwa suatu proses pembelajaran memungkinkan
peserta didik untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk melakukan sesuatu
(learning to do) belajar untuk mandiri (learning to be) dan belajar untuk hidup bersama
(learning to live together). Dengan demikian hasil pembelajaran mewujudkan peserta
didik yang mampu membelajarkan pada dirinya, mendapatkan sejumlah pengetahuan,
peserta didik mampu mengembangkan dalam bentuk lebih luas serta dapat
diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari.10
Kaitannya dengan pembelajaran pendidikan agama Islam dalam meningkatkan
ketaqwaan, maka dapat diartikan bahwa pembelajaran PAI sebagai perlakuan

6
Nana Sudjana Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Islam, Sinar Baru, Jakarta, 1995, h. 28.
7
Nana Sudjana Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Islam,h.5.
8
Ahmad Sanusi, Strategi Kurikulum Menuju Iman dan Taqwa, Makalah IAIN, SGD, Bandung,
h.2.
9
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Persepektif Islam, Remaja Rosda Karya, Bandung,
1992, h. 74.
10
Suryo Subroto, Sistem Pengajaran dengan Modul, Bina Aksara, Bandung, 1998, hlm. 4.
Volume VII, Nomor 1, Januari - Juni 2018 47

profesional guru agama terhadap peserta didiknya sehingga menghasilkan peserta didik
yang mempunyai kemampuan untuk mengetahui, menghayati, dan mengembangkan
pengetahuan, untuk dipedomani dan dilaksanakan dalam kehidupannya sebagai seorang
muslim yang beriman dan bertaqwa dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat.
Kegiatan implementasi kurikulum pendidikan agama Islam dapat dievaluasi
dengan melihat 4 aspek yaitu : tujuan, strategi, isi materi pelajaran dan kegiatan
evaluasi. Dibawah ini merupakan hasil observasi tentang kegitan pembelajaran di kelas.
(a) Aspek tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar tidak dikemukakan
sehingga guru seakan-akan berjalan tanpa arah yang benar. Oleh karena itu tujuan
pembelajaran mesti dirancang sampai pada tingkat operasional artinya tujuan tersebut
bersipat operasioanl, terukur dan teramati sampai tingkat keberhasilannya. Tujuan yang
dirumuskan lebih berorentasi kepada pengembangan potensi yang dimiliki oleh peserta
didik.
(b) Aspek materi
Uraian materi sebagai bahan ajar kurang mendapatkan pengembangan, guru
cukup mengandalkan buku yang ada pada diri peserta didik, sehingga ruang lingkup
pembahasannya sangat terbatas. Padahal materi tersebut bisa dikembangkan dengan
melihat berbagai dimensi lain serta literature yang ada diperpustakaan. Oleh karena
aspek materi merupakan salah satu bagian terpenting dalam pengembangan proses
pembelajaran maka, guru dapat merumuskan secara sistematis sesuai dengan tingkat
kemampuan peserta didik. Dalam pengembangan aspek materi pembelajaran dapat
dilakukan dengan pendekatan “Concept Map” (Peta konsep).
(c) Aspek strategi
Dalam proses belajar mengajar mereka mampu menggunakan salah satu strategi
aktif, sehingga peserta didik dapat belajar dengan penuh semangat dan antusias untuk
mengikuti pembelajaran di kelas. Secara umum penggunaan strategi aktif sudah
terlaksana walaupun masih ada kekurangannya. Penggunaan strategi aktif dalam proses
pembelajaran merupakan suatu kaharusan dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena
itu Strategi merupakan komponen yang menentukan terhadap keberhasilan kegiatan
belajar mengajar disamping tujuan, materi dan evaluasi. Strategi yang digunakan adalah
betul-betul dapat membangkitkan semangat peserta didik dalam belajar. Strategi yang
dapat melayani kebutuhan peserta didik, baik secara individu maupun kelompok
merupakan suatu hal yang diharapkan saat ini. Penggunaan strategi yang tepat dapat
berpengaruh terhadap efektivitas kegiatan belajar mengajar.
(d) Aspek evaluasi
Aspek ini tidak terlaksana dengan sempurna. Kegiatan evaluasi hanya terbatas
pada test tulisan dan lisan sedangkan aspek yang lain yaitu evaluasi bentuk non test
tidak pernah dilaksanakan. Nampaknya persoalan evaluasi tidak terlalu diperhatikan,
48 Implementasi Pengembangan Kurikulum

padahal evaluasi merupakan komponen yang tidak kalah penting dengan komponen lain
dalam pelaksanaan pembelajaran. Kegiatan evaluasi ini berguna untuk melihat
keberhasilan proses pembelajaran. Dengan evaluasi dapat diketahui baik dan tidaknya
mutu suatu pendidikan. Kegiatan evaluasi sekaligus dapat melihat tepat atau tidaknya
tujuan yang dirumuskan, materi yang diajarkan dan strategi yang digunakan.
B. Faktor-faktor Pendukung Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam
(PAI) dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
Dalam proses implementasi kurikulum PAI dalam KBM di kelas sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung keberhasilan implementasi kurikulum.
Adapun faktor-faktor pendukung implementasi kurikulum PAI sebagai berikut:
a. Faktor Guru
Guru merupakan salah satu unsur di bidang pendidikan yang berperan aktif dan
menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan
masyarakat yang semakin berkembang. Karena itu guru tidak semata-mata sebagai
“transfer of values” pengajar, melainkan juga sebagai pembimbing yang memberikan
pengarahan dan menuntun peserta didik dalam belajar.
Faktor guru cukup berperan dalam implementasi kurikulum dan berakibat
langsung pada perubahan sekolah sebagai sistem sosial.
Keberhasilan pendidikan agama Islam dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Collin J. Marsh (1980) dalam “Curriculum Process in The Primary School”
mengemukakan bahwa ada lima unsur yang dapat dipengaruhi terhadap keberhasilan
pembelajaran di sekolah, yaitu :
1) Dukungan dari kepala sekolah
2) Dukungan dari teman sejawat atau sesama guru
3) Dukungan dari peserta didik sebagai peserta didik
4) Dukungan dari orang tua atau peserta didik
Dari kelima unsur di atas, yang paling menentukan berhasil tidaknya suatu proses
pembelajaran di dalam kelasm ada lah faktor guru, posisi dan peran guru. Dalam
pendidikan merupakan ujung tombak dalam menentukan berhasil tidaknya suatu
rancangan pembelajaran. Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar melainkan
sebagai pembimbing, pemimpin, ilmuwan, pribadim penghubung, pembaharu dan
pembangun.
Ditandaskan kembali dalam buku “Basic Princples of Student Teadhing” oleh
Adan dan Dicky serta alih bahasa Oemar Hamalik di sebutkan bahwa peranan guru
sesungguhnya sangat luas, meliputi : 1) teacher as intructor (guru sebagai pengajar);
2) teacher as counsellor (guru sebagai pembimbing); 3) teacher as scientist (guru
sebagai ilmuwan) dan 4) teacher as person (guru sebagai pribadi).
Volume VII, Nomor 1, Januari - Juni 2018 49

b. Faktor Peserta didik


Peserta didik merupakan raw input yang menunjukkan pada faktor-faktor yang
terdapat dalam individu serta memungkinkan seseorang dapat belajar. Adapun faktor-
faktor tersebut meliputi: bakat, pengetahuan, sikap, usia, jenis kelamin dan sosial
ekonomi .
c. Faktor Lingkungan
Keberhasilan proses dan hasil belajar ditentukan pula oleh sarana dan prasarana
yang memadai serta didukung oleh kondisi lingkungan yang kondusif. Lingkungan
dikatakan sebagai faktor penentu kedua keberhasilan proses pendidikan agama Islam,
sesudah faktor pembawaan. Hal ini didasarkan atas hukum “konvergensi” yang
menyatakan bahwa yang menentukan masa depan seseorang, apakah ia menjadi orang
yang baik atau sebaliknya, senang gembira atau sebaliknya sangat ditentukan oleh
faktor lingkungan dimana ia berada dan faktor pembawaan.
Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga
(orang tua dan masyarakat). Lingkungan sekolah yang melibatkan hubungan sosial dan
sekolah, yaitu hubungan kepala sekolah dan guru, guru dengan guru, guru dengan
peserta didik, dan peserta didik dengan peserta didik itu sendiri, juga termasuk
hubungan sekolah dengan masyarakat dalam hal ini orang tua peserta didik. Menurut
Mulyani Sumantri berpendapat bahwa keterlibatan atau peran orang tua peserta didik
maupun anggota masyarakat sangat diperlukan dalam penyelenggaraan sekolah,
terutama dalam menghadapi masalah-masalah yang amat penting dalam meningkatkan
kualitas dan kwantitas sekolah (pendidikan). Kaitannya dengan pendidikan agama
bahwa orang tua dan masyarakat sangat menentukan perubahan perilaku peserta didik.

III. KESIMPULAN
1. Pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang merencanakan, menghasilkan
suatu alat yang lebih baik dengan didasarkan pada hasil penelitian terhadap
kurikulum yang tidak berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi kegiatan belajar
mengajar yang lebih baik
2. Landasan Kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, landasan, suatu asumsi,
atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan
kurikulum.
3. Ada lima landasan pokok yang harus dijadikan dasar dalam setiap pengembangan
kurikulum yaitu landasan teologis, filosofis, psikologis, sosiokultural, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
4. Proses Implementasi Kurikulum dalam KBM yaitu Proses pembelajaran kurikulum
pendidikan agama Islam sebagai rencana memiliki komponen-komponen yang
terdiri dari tujuan, materi pelajaran, proses atau metode, serta penilaian.
5. Faktor-faktor pendukung Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam dalam
Kegiatan Belajar Mengajar
50 Implementasi Pengembangan Kurikulum

a. Faktor Guru
b. Faktor Peserta didik
c. Faktor Lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam, Nuansa, Bandung, 2003.
Nana Sudjana Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Islam, Sinar Baru, Jakarta, 1995.
Ahmad Sanusi, Strategi Kurikulum Menuju Iman dan Taqwa, Makalah IAIN, SGD,
Bandung.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Persepektif Islam, Remaja Rosda Karya,
Bandung, 1992.
Suryo Subroto, Sistem Pengajaran dengan Modul, Bina Aksara, Bandung, 1998.
Depdikbud, Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) SMP, Jakarta, 1987.
Depag. RI, Pendidikan Agama Islam untuk Peserta didik SMP, Dirjen Binbaga, Jakarta,
1999.
Depag. RI, Kurikulum Pendidikan Agama Islam Untuk Tingkat SMP, Dirjen Binbaga,
Jakarta, 1994.
Djambari, Agama dalam Perspektif Sosial, Depdikbud, Jakarta, 1998.
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004)
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004).
Endang Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Suatu Panduan Praktis,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006).
Murrary Print, Curriculum Design and Development, (Australia: Allen & Unwin, 1993).

Anda mungkin juga menyukai