Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

(PTK)

INTERNALISASI PROFIL PELAJAR PANCASILA SEBAGAI


ALTERNATIF PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
DI SDIT ALAM AL USWAH PRIGEN

OLEH:
WAHYU PUTRI RAHMAWATI
NIM:
858846629

UPBJJ MALANG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2022

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan sebagai salah satu aspek terpenting dalam kehidupan.


Melalui pendidikan, manusia dapat berkembang sesuai tahapannya dengan
baik. Dewey (dalam Suriansyah : 2011, 2) menjelaskan bahwa konsep
pendidikan mengandung pengertian sebagai suatu proses pengalarnan, karena
kehidupan adalah pertumbuhan, pendidikan berati membantu pertumbuhan
batin tanpa ditatasi usia. Proses pertumbuhan ialah proses penyesuaian pada
tiap-tiap fase serta menambahkan kecakapan di dalam perkembangan
seseorang. Pendidikan merupakan upaya untuk membantu jiwa anak-anak
didik baik lahir maupun batin, dari sifat kodratinya menuju kearah peradaban
manusiawi dan lebih baik (Sujana : 2019).
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan perubahan zaman. Pendidikan di Indonesia memiliki fungsi
dan tujuan yang mendukung untuk mempersiapkan generasi bangsa yang
lebih baik. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tertuang di dalam Undang-
undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
Salah satu komponen yang memegang peranan penting dalam
pendidikan adalah kurikulum. Menurut Marsh, 2009 dalam Regina
menyatakan bahwa secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal
dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari” dan cuere yang berarti

2
“tempat berpacu”. Pada awalnya, istilah kurikulum berasal dari dunia olah
raga, terutama dalam bidang atletik pada zaman Romawi Kuno di Yunani.
Menurut Arifin dalam Regina (2021 : 12) menjelaskan kurikulum secara
modern adalah semua kegiatan dan pengalaman potensial (isi atau materi)
yang telah disusun secara ilmiah, baik yang terjadi di dalam kelas, di halaman
sekolah, maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai
tujuan pendidikan.
Seiring berjalannya waktu, kurikulum di Indonesia mengalami
perubahan. Perhatikan peta konsep berikut :

https://hermananis.com/perkembangan-kurikulum-di-indonesia/

Pertengahan tahun 2019, pandemi menyerang Indonesia. Hal ini


menuntut pemerintah untuk menyesuaikan pembelajaran. Berikut peta konsep
perubahan kurikulum sebagai bentuk adaptasi masa pandemi Covid-19:

https://hermananis.com/perkembangan-kurikulum-di-indonesia/

3
Awal pandemi, pemerintah memberikan kebijakan untuk tetap
menggunakan kurikulum 2013 dengan sistem daring. Di tahun berikutnya
yaitu pada tahun pelajaran 2020 – 2021, pemerintah mengeluarkan kebijakan
untuk menerapkan kurikulum darurat yaitu kurikulum 2013 yang
disederhanakan. Selanjutnya, pada tahun pelajaran 2021 – 2022, pemerintah
memberikan opsi bagi sekolah untuk memilih kurikulum yang diterapkan,
dengan memilih salah satu dari tiga opsi berikut :
1. Menggunakan kurikulum 2013
2. Menggunakan kurikulum darurat
3. Menggunakan kurikulum prototype, menyesuaikan karakteristik
dan kebutuhan peserta didik
Salah satu program yang menarik dari kurikulum prototype ini
adalah Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Projek penguatan profil
pelajar Pancasila diharapkan dapat menginspirasi peserta didik untuk
berkontribusi bagi lingkungan sekitarnya. Bagi pekerja di dunia modern,
keberhasilan menjalankan projek akan menjadi prestasi Dalam skema
kurikulum, pelaksanaan projek penguatan profil pelajar Pancasila terdapat di
dalam rumusan Kepmendikbudristek No.56/M/2022 tentang Pedoman
Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran yang
menyebutkan bahwa Struktur Kurikulum di jenjang PAUD serta Pendidikan
Dasar dan Menengah terdiri atas kegiatan pembelajaran intrakurikuler dan
projek penguatan profil pelajar Pancasila. Sementara pada Pendidikan
Kesetaraan terdiri atas mata pelajaran kelompok umum serta pemberdayaan
dan keterampilan berbasis profil pelajar Pancasila. Penguatan projek  profil
pelajar Pancasila diharapkan dapat menjadi sarana yang optimal dalam
mendorong peserta didik menjadi pelajar sepanjang hayat yang kompeten,
berkarakter, dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Berbagai studi nasional dan internasional memperlihatkan bahwa
Indonesia telah lama mengalami krisis dan kesenjangan pembelajaran.
Beragam faktor dan banyak hal lainnya ikut berkontribusi menjadi penyebab

4
masalah tersebut. Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung selama 2 (dua)
tahun memperburuk krisis dan semakin melebarkan kesenjangan
pembelajaran yang terjadi di Indonesia. Banyak anak-anak Indonesia yang
mengalami ketertinggalan pembelajaran (learning loss) sehingga mereka
kesulitan untuk mencapai kompetensi dasar sebagai peserta didik. Pemerintah
membuat kebijakan baru yakni dengan menerapkan projek penguatan profil
pelajar Pancasila, diharapkan dengan menerapkan model pembelajaran ini
peserta didik mampu mencapai kompetensi dasar dan beradaptasi pada era
digital 4.0 saat ini.
Berikut beberapa penelitian terkait penerapan Projek Penguatan Profil
Pelajar Pancasila :
1. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dalam Impelementasi
Kurikulum Prototipe di Sekolah Penggerak Jenjang Sekolah Dasar
oleh N. Rachmawati: Jurnal Basicedu, Tahun 2022
2. Sinergi Peserta Didik dalam Proyek Penguatan Profil Pelajar
Pancasila oleh M. Martono: Jurnal Basicedu, Tahun 2022
3. Internalisasi Nilai Pancasila Dalam Pembelajaran Melalui
Penerapan Profil Pelajar Pancasila Berbantuan Platform Merdeka
Mengajar oleh E. Susilawati : Jurnal Teknodik, Tahun 2021

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, kami ingin


melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Internalisasi Profil
Pelajar Pancasila Sebagai Alternatif Pembelajaran Berbasis Proyek Di
SDIT Alam Al Uswah Prigen”
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu profil pelajar pancasila?
2. Mengapa Projek Penguatan Profil Pancasila diperlukan?
3. Bagaimana tahap perencanaan projek?

1.3 Tujuan
1. Memahami profil pelajar pancasila, baik secara definisi maupun prinsip
dan manfaat

5
2. Memahami pentingnya Projek Penguatan Profil Pancasila
3. Mengetahui tahap perencanaan Projek Penguatan Profil Pancasila

1.4 Manfaat Penelitian


Bagi mahasiswa :
1. Sebagai referensi penerapan model pembelajaran
2. Sebagai bahan rujukan dalam mata kuliah penelitian tindakan kelas

Bagi pendidik :

1. Sebagai referensi dalam pengembangan model pembelajaran di kelas


2. Sebagai motivasi untuk menjadi guru profesional dengan mengevaluasi
kegiatan pembelajaran

Bagi Sekolah

1. Sebagai media untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah


2. Sebagai bentuk evaluasi kegiatan pembelajaran di sekolah

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia


Berikut sejarah perkembangan kurikulum dari masa ke masa yang
diterapkan di Indonesia, sebagaimana yang telah dirangkum oleh Fitri dalam
jurnalnya (2015 : 233-238) adalah sebagai berikut :
1. Periode Sebelum Kemerdekaan
Sejarah perkembangan kurikulum pada masa periode penjajahan,
yaitu sejak datangnya orang-orang Eropa yaitu pada masa kompeni
Belanda dan masa pemerintahan Jepang sampai periode kemerdekaan.
Kurikulum pada masa kompeni mempunyai misi penyebaran agama dan
untuk mempermudah pelaksanaan perdagangan di Indonesia. Pada abad 16
dan 17 berdirilah lembaga-lembaga pendidikan dalam upaya penyebaran
agama Kristen di Indonesia, pendidikan tersebut untuk bangsa Belanda
dan pribumi. Dengan adanya lembaga pendidikan tersebut pihak kompeni
merasakan perlunya pegawai rendahan yang dapat membaca dan menulis.
Pada masa Jepang, perkembangan pendidikan mempunyai arti tersendiri
bagi bangsa Indonesia yaitu terjadinya keruntuhan sistem pemerintahan
kolonial Belanda. Tujuan utamanya pendidikan pada masa pendudukan
Jepang adalah untuk memenangkan perang.2 Pada masa ini munculah
sekolah rakyat yang disebut Kokumin Gako selama 6 tahun lamanya,
selanjutnya pelajaran berbau Belanda dihilangkan dan Bahasa Indonesia
digunakan sebagai bahasa pengantar.
2. Periode Sesudah Kemerdekaan
a. Kurikulum 1947
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya
Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer
menggunakan leer plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah
curriculum dalam bahasa Inggris. Asas pendidikan yang ditetapkan
adalah Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang

7
revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada
tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga
disebut kurikulum 1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat
sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata
pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar
pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan
pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat,
daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan
kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan
jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16,
khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah.
Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah,
Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah,
Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan
Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi
Pekerti, dan Pendidikan Agama. Pada awalnya pelajaran agama
diberikan mulai kelas IV, namun sejak 1951 agama juga diajarkan
sejak kelas 1. Garis-garis besar pengajaran pada saat itu
menekankan pada cara guru mengajar dan cara murid mempelajari.
Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara bercakap-
cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana
proses kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai
perkakas sederhana (pompa, timbangan, manfaat bes berani), dan
menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari, misalnya mengapa
lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam
hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik. Pada
perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap
pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran
Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang
guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk
Kelas Masyarakat yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun

8
yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan
keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan.
Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa
langsung bekerja.
b. Kurikulum 1952
Setelah Rencana Pelajaran 1947 pada tahun 1952
kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun
1952 ini diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum
ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang
paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa
setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Di penghujung era
Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau
Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa,
karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran
diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan
jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan
dan kegiatan fungsional praktis.
c. Kurikulum 1964
Setelah tahun 1952 menjelang tahun 1964, pemerintah
kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini
diberi nama Rencana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran
kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa
pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat
pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD,
sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana
yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan
moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok
bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan

9
(keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan
pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
d. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum
1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan
dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968
merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan
pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan
ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati,
kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan
beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang
sehat dan kuat.
e. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan
lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh
konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by
objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan
pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”,
yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan
pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus
(TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar,
dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk
menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.

10
f. Kurikulum 1984 (Kurikulum CBSA)
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.
Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang
disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar.
Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga
melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
atau Student Active Leaming (SAL). Kurikulum 1984 ini
berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan
bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu
belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar
fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau
menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah
tujuan apa yang harus dicapai siswa.
g. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum
1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada
sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari
sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan
yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap
diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat
menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran
menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan
menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
h. Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi
menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk
melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar
performance yang telah ditetapkan. Hal ini mengandung arti bahwa

11
pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu
melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan.
Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis
kompetensi sebagai pedoman pembelajaran. Kurikulum Berbasis
Kompetensi berorientasi pada:
1. Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta
didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna.
2. Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan
kebutuhannya. Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal. Tahun 2004 pemerintah mengeluarkan kurikulum baru
dengan nama kurikulum berbasis kompetensi.
i. Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Awal 2006 ujicoba KBK
dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses
pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis
evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004.
Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan
kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan
lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini
disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan
(SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap
mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengembangan perangkat
pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan
kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan
supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.

12
j. Kurikulum 2013
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya
penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan
untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa
depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi
perkembangan masa depan. Titik beratnya, bertujuan untuk
mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam
melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan
(mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui
setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang
menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan
kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni,
dan budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita
memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh
lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif,
sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai
persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang
lebih baik. Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian
dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu,
sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan
merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional
yang telah disepakati. Paparan ini merupakan bagian dari uji publik
Kurikulum 2013, yang diharapkan dapat menjaring pendapat dan
masukan dari masyarakat.

13
2.2 Pemulihan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19

Berbagai studi nasional dan internasional memperlihatkan bahwa


Indonesia telah lama mengalami krisis dan kesenjangan pembelajaran.
Beragam faktor dan banyak hal lainnya ikut berkontribusi menjadi
penyebab masalah tersebut. Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung
selama 2 (dua) tahun memperburuk krisis dan semakin melebarkan
kesenjangan pembelajaran yang terjadi di Indonesia. Banyak anak-anak
Indonesia yang mengalami ketertinggalan pembelajaran (learning loss)
sehingga mereka kesulitan untuk mencapai kompetensi dasar sebagai
peserta didik. Pada kondisi khusus Pandemi COVID-19, Pemerintah telah
mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus.
Pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus
dapat tetap mengacu kepada Kurikulum 2013, mengacu kepada Kurikulum
Darurat yaitu Kurikulum 2013 yang disederhanakan oleh Pemerintah, atau
melakukan penyederhanaan Kurikulum 2013 secara mandiri. Dalam
Keputusan Menteri tersebut Kurikulum Darurat disebut sebagai
Kurikulum pada Kondisi Khusus.

https://kurikulum.kemdikbud.go.id/

14
Berdasarkan implementasinya, diperoleh fakta bahwa siswa
pengguna Kurikulum Darurat mendapat capaian belajar yang lebih baik
daripada siswa yang menggunakan Kurikulum 2013 secara penuh, terlepas
dari latar belakang sosio-ekonominya. Survei yang dilakukan pada 18.370
siswa kelas 1-3 SD di 612 sekolah di 20 kab/kota dari 8 provinsi selama
kurun waktu bulan April-Mei 2021 menunjukkan perbedaan hasil belajar
yang signifikan antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum Darurat. Selisih
skor literasi dan numerasinya setara dengan 4 bulan pembelajaran. Pada
skor numerasi, siswa pengguna Kurikulum 2013 memperoleh skor 482
dibanding siswa pengguna kurikulum darurat dengan skor 517. Sementara
skor literasi siswa pengguna Kurikulum 2013 memperoleh skor 532
dibanding siswa pengguna kurikulum darurat dengan skor 570.

Pada tahun 2022, Kemendikbudristek menginisiasi opsi kebijakan


kurikulum sebagai bagian dari upaya memitigasi learning loss dan sebagai
bentuk pemulihan pembelajaran. Kemendikbudristek memberikan tiga
opsi kepada satuan pendidikan untuk melaksanakan Kurikulum
berdasarkan Standar Nasional Pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran dan konteks masing-masing satuan pendidikan.
Tiga opsi tersebut adalah sebagai berikut:

 Menggunakan Kurikulum 2013 secara penuh


 Menggunakan Kurikulum Darurat
 Menggunakan Kurikulum Merdeka

2.3 Model Pembelajaran


Model pembelajaran merupakan suatu kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur secara sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan
dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.

15
Model pembelajaran memiliki sintaks (pola urutan tertentu) dari suatu
model pembelajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur tahap-
tahap keseluruhan yang pada umumnya disertai dengan serangkaian kegiatan
pembelajaran.
Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah), yang biasa
disingkat PBL merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat
memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. Model pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik dengan cara menghadapkan para peserta didik
tersebut dengan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupannya.
Pembelajaran berbasis masalah adalah seperangkat model mengajar yang
menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan
pemecahan masalah, materi, dan pengetahuan diri. 15 Model pembelajaran
berbasis masalah adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan
masalah sebagai langkah awal untuk mendapatkan pengetahuan baru. Bern
dan Erickson menegaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem-
based learning) merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan
keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. 16 Model pembelajaran berbasis
masalah ini menekankan partisipasi aktif dari siswa. Hal ini juga mendorong
para siswaa dalam mengidentifikasi pengetahuan dan keterampilan mereka
sendiri. PBL menggunakan suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu
permasaIahan sehari-hari. Permasalahan itu dapat diajukan atau diberikan
guru kepada siswa, dari siswa bersama guru, atau dari siswa sendiri, yang
kemudian dijadikan pembahasan dan dicari pemecahannya sebagai kegiatan-
kegaiatan belajar siswa. Berdasarkan beberapa definisi yang telah diuraikan
dapat disimpulkan bahwa, Model Problem Based Learning adalah suatu
model pembelajaran yang berorientasi kepada siswa. Artinya siswa mengikuti
setiap proses problem based learning secara aktif dari mulai mengidentifikasi
masalah sampai menarik kesimpulan dengan tujuan siswa mendapatkan
pengalaman belajar secara langsung serta mendapat pengetahuan–
pengetahuan baru dari setiap proses pembelajaran yang telah dilaluinya.

16
Siswa tidak hanya memahami materinya saja melainkan memahami
konsepnya. Dalam proses pembelajaran Problem Based Learning ini siswa
akan mudah menyelesaikan permasalahan yang ada dan membuat siswa lebih
aktif.
Problem Based Learning telah banyak diterapkan dalam pembelajaran
sains. Gallagher, dkk. menyatakan bahwa Problem Based Learning dapat dan
perlu termasuk untuk eksperimentasi sebagai suatu alat untuk memecahkan
masalah. Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu
siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan
keterampilan intelektual serta belajar berbagai peran orang dewasa.
Pembelajaran berbasis masalah juga membuat siswa menjadi pembelajar yang
otonom dan mandiri.
Model pembelajaran ini, peserta didik dari sejak awal sudah dihadapkan
kepada berbagai masalah kehidupan yang mungkin akan ditemuinya kelak
pada saat mereka sudah lulus dari bangku sekolah.
Dengan kata lain, penggunaan Problem Based Learning dapat
meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga
diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki beberapa
manfaat, yaitu sebagai berikut :
a. Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta
didik/mahapeserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah,
maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau
berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat
semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik
mahapeserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep
diterapkan.
b. Dalam situasi PBL, peserta didik/mahapeserta didik mengintegrasikan
pengetahuan dan keterampilan secara simultan dan
mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.

17
c. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan
inisiatif peserta didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi
internal unluk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan
interpersonal dalam bekerja kelompok.
2.4 Projek Profil Pelajar Pancasila
Profil pelajar Pancasila dirancang untuk menjawab satu pertanyaan besar,
yakni peserta didik dengan profil (kompetensi) seperti apa yang ingin
dihasilkan oleh sistem pendidikan Indonesia. Dalam konteks tersebut, profil
pelajar Pancasila memiliki rumusan kompetensi yang melengkapi fokus di
dalam pencapaian Standar Kompetensi Lulusan di setiap jenjang satuan
pendidikan dalam hal penanaman karakter yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Kompetensi profil pelajar Pancasila memperhatikan faktor internal
yang berkaitan dengan jati diri, ideologi, dan cita-cita bangsa Indonesia, serta
faktor eksternal yang berkaitan dengan konteks kehidupan dan tantangan
bangsa Indonesia di Abad ke-21 yang sedang menghadapi masa revolusi
industri 4.0.
Pelajar Indonesia diharapkan memiliki kompetensi untuk menjadi warga
negara yang demokratis serta menjadi manusia unggul dan produktif di Abad
ke-21. Oleh karenanya, Pelajar Indonesia diharapkan dapat berpartisipasi
dalam pembangunan global yang berkelanjutan serta tangguh dalam
menghadapi berbagai tantangan. Selain itu, Pelajar Indonesia juga diharapkan
memiliki kompetensi untuk menjadi warga negara yang demokratis serta
menjadi manusia unggul dan produktif di Abad ke-21. Oleh karenanya,
Pelajar Indonesia diharapkan dapat berpartisipasi dalam pembangunan global
yang berkelanjutan serta tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan.
1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak
mulia.
2) Berkebinekaan global
3) Bergotong-royong.
4) Mandiri
5) Bernalar kritis.

18
6) Kreatif.
Dimensi-dimensi tersebut menunjukkan bahwa profil pelajar Pancasila
tidak hanya fokus pada kemampuan kognitif, tetapi juga sikap dan perilaku
sesuai jati diri sebagai bangsa Indonesia sekaligus warga dunia.

19
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), karena dalam
penelitian ini dicari solusi permasalahan yang ada dengan meningkatkan
kinerja dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran sehingga dapat mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dengan PTK diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran.
Mills (dalam Kuswaya, 2022:1.7) mendefinisikan penelitian tindakan
sebagai “systematic inquiry” yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah, atau
konselor sekolah untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai praktik
yang dilakukannya.
Menurut Kuswaya dkk (2022) penelitian tindakan kelas adalah
penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui
refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru,
sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.
Berdasarkan penjelasan di atas, PTK merupakan suatu rancangan
kegiatan terhadap sejumlah siswa yang terdiri atas rangkaian siklus dengan
menggunakan metode tertentu sehingga diperoleh data untuk meningkatkan
kualitas suatu hal yang menarik minat peneliti.
Menurut Susilana (2002) secara makro tujuan dari penelitian tindakan
kelas adalah melakukan perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan
kualitas pembelajaran di kelas, sehingga memberikan kontribusi yang besar
bagi peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Sedangkan secara khusus,
penelitian tindakan kelas ditujukan untuk:
1. Perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru
Tujuan PTK diarahkan untuk perbaikan dan peningkatan layanan
profesional guru dalam menangani proses pembelajaran, sehingga
dapat meningkatkan hasil belajar murid (proses produk).
2. Pengembangan keterampilan guru

20
Ukuran keberhasilan PTK adalah penguasaan keterampilan atau
pendekatan baru oleh guru dan terjadinya perubahan yang
diharapkan pada situasi pembelajaran aktual yang dihadapi di kelas
dan atau sekolahnya sendiri.
3. Menumbuhkan budaya meneliti di kalangan pengajar
Pelibatan praktisi secara penuh dalam PTK secara langsung
berdampak positif berupa penumbuhan budaya meneliti di
kalangan pengajar (guru dan dosen). Para praktisi dapat mengambil
manfaat penyelenggaraan PTK yang dilakukan sehingga mampu
menghasilkan berbagai metode dan pendekatan yang berdampak
positif bagi inovasi pendidikan, pengembangan profesional dan
kredibilitas pengajar.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa PTK bertujuan untuk
memperbaiki dan meningkatkan keterampilan guru, serta menumbuhkan
budaya meneliti di kalangan pengajar sehingga menghasilkan berbagai
metode dan pendekatan yang berdampak positif bagi inovasi pendidikan,
pengembangan profesional dan kredibilitas pengajar.

3.2 Subjek dan Lokasi Penelitian


1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VI SDIT Alam Al
Uswah Prigen Pasuruan dengan jumlah 15 siswa, yang terdiri atas enam
siswa berjenis kelamin laki-laki dan sembilan siswa berjenis kelamin
perempuan. Pemilihan siswa kelas VI sebagai subjek penelitian
berdasarkan fakta bahwa, siswa kelas VI sudah dapat berpikir secara
abstrak dalam memahami suatu konsep. Sehingga dapat diasumsikan
siswa kelas VI dapat melaksanakan proses pembelajaran yang menuntut
kemampuan untuk bernalar.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat pelaksanaan penelitian dalam
pengumpulan data. Penelitian dilaksanakan di SDIT Alam Al Uswah

21
Prigen Pasuruan. SDIT ini terletak di desa Pecalukan kecamatan Prigen.
Memiliki enam ruang kelas mulai dari kelas I s.d. kelas VI dan beberapa
ruangan lainnya seperti ruang guru, ruang kepala sekolah, perpustakaan,
koperasi, dan lain-lain.
Alasan dipilihnya lokasi ini untuk penelitian karena peneliti
merupakan salah satu pengajar di sekolah tersebut, kepala sekolah dan
guru berkenan untuk diajak bekerjasama dalam kegiatan penelitian, serta
sekolah tersebut bersikap terbuka dan responsif dalam upaya pembaruan
terhadap kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan hasil
belajar siswa.
3.3 Rancangan Penelitian
Menurut Arikunto, Suhardjono, dan Supardi (2008) menjelaskan
tahapan dalam PTK terdiri dari empat tahap yaitu (1) perencanaan, (2)
pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan (observasi), dan (4) refleksi. Pada
tahap perencanaan, peneliti mengidentifikasi dan menganalisis masalah,
menetapkan alasan mengapa penelitian dilakukan, merumuskan masalah,
menetapkan cara yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah, membuat
secara rinci rancangan tindakan seperti menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) sesuai strategi yang digunakan, merancang media dan
alat peraga, menetapkan indikator keberhasilan, dan membuat instrumen
pengumpul data. Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti
mengimplementasi atau menerapkan isi rancangan, yaitu menggunakan
tindakan kelas. Tahap observasi dilaksanakan bersamaan dengan saat
pelaksanaan tindakan. Dalam tahap ini peneliti mengobservasi semua hal
yang diperlukan selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Observasi
dilakukan oleh peneliti dan dibantu teman sejawat dengan menggunakan
lembar pengamatan yang telah disusun. Tahap refleksi merupakan kegiatan
mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Pada tahap ini, peneliti
mengkaji secara menyeluruh tindakan yang telah dilakukan berdasarkan
data yang telah terkumpul, kemudian dilakukan evaluasi untuk memperbaiki
dan menyempurnakan tindakan pada siklus berikutnya.

22
Berikut model serta penjelasan pada setiap tahapan akan digambarkan
pada bagan di bawah ini.

Sumber : https://www.researchgate.net/figure/Gambar-1-Model-PTK-Arikunto-
200816_fig1_309470944

3.4 Prosedur Penelitian


1. Observasi Awal
Sebelum PTK dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan observasi
awal pada kegiatan pembelajaran di kelas VI SDIT Alam Al Uswah
Prigen Pasuruan. Tujuan dilakukannya observasi awal ini adalah untuk
mengidentifikasi dan menemukan permasalahan yang terjadi pada proses
pembelajaran. Kemudian dari hasil observasi ini dilakukan perencanaan
penelitian tindakan kelas dengan tujuan memberikan solusi terhadap
permasalahan yang terjadi. Hasil observasi awal menemukan masalah
yang dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran, yaitu kegiatan
pembelajaran yang jarang menggunakan pembelajaran berbasis proyek.
Pembelajaran berbasis proyek hanya dilaksanakan pada mata pelajaran

23
sains saja. Padahal pembelajaran berbasis proyek sangat penting untuk
diterapkan terutama bagi siswa kelas tinggi karena model pembelajaran
ini melatih siswa bernalar lebih kritis. Selain itu, dengan model
pembelajaran ini, siswa juga dilatih bekerja sama dalam sebuah
kelompok sehingga terasah kemampuan sosialnya.
Hal lain yang menjadi masalah adalah penerapan kurikulum
merdeka yang masih baru, sehingga peneliti belum sepenuhnya
memahami implementasi kurikulum tersebut. Peneliti menggunakan
kombinasi antara kurikulum 2013 dengan kurikulum merdeka.
Setelah itu, diberikan alternatif upaya penanggulangannya adalah
dengan menerapkan kegiatan pembelajaran yang menekankan pada
proyek, yaitu mengaplikasikan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.
Selanjutnya direncanakan pelaksanaan penelitian tindakan kelas.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Penelitian PTK ini mengacu pada rancangan yang dikembangkan


oleh Arikunto, Suhardjono, dan Supardi (2008) yakni tahapan dalam
PTK terdiri dari empat tahap yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan
tindakan, (3) pengamatan (observasi), dan (4) refleksi.
Adapun penjelasannya yaitu sebagai berikut.

a. Perencanaan (planning)
Pada tahap perencanaan, peneliti mengidentifikasi dan
menganalisis masalah, menetapkan alasan mengapa penelitian
dilakukan, merumuskan masalah, menetapkan cara yang akan
dilakukan untuk mengatasi masalah, membuat secara rinci rancangan
tindakan. Tahap ini merupakan tahap awal yang dilakukan peneliti.
Pada tahap dilakukan kegiatan perencanaan terhadap hasil observasi
awal, meliputi: (1) menentukan capaian pembelajaran yang sesuai
dengan materi pelajaran yang akan digunakan dalam penelitian, (2)
membuat skenario pembelajaran yang termuat dalam modul ajar,
worksheet dan asesmen siswa, (3) menyusun lembar pengamatan

24
aktivitas guru dan aktivitas siswa, (4) menentukan pengamat dan
penyamaan persepsi dengan pengamat, dan (5) menentukan waktu
pelaksanaan penelitian siklus I.

b. Pelaksanaan (action)
Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti mengimplementasi
atau menerapkan isi rancangan, yaitu menggunakan tindakan kelas.
Pelaksanaan tindakan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk
mencapai indikator keberhasilan penelitian atau sekurang-kurangnya
dua siklus. Adapun tahap pelaksanaan berpedoman pada prosedur
atau langkah-langkah dalam model PBP (pembelajaran berbasis
proyek), yaitu:
Fase 1: Membimbing siswa melakukan perencanaan, dengan
membuat keputusan dan kerangka kerja terhadap masalah yang perlu
dipecahkan
Fase 2: Membimbing siswa dalam melakukan perancangan yaitu
merancang proses untuk mencapai hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan
Fase 3: Membimbing siswa untuk melakukan pelaksanaan
penyelidikan antara lain : melakukan penyelidikan sesuai dengan
proses yang telah dirancang untuk mendapatkan dan mengelola
informasi yang dikumpulkan, melakukan evaluasi secara kontinyu
dan teratur, serta melihat kembali apa yang dikerjakan, apakah sudah
sesuai dengan perencanaan atau belum sesuai.
Fase 4: Membimbing siswa dalam melakukan pelaporan dimana
yang dilakukan siswa pada tahap akhir ini adalah melaporkan hasil
akhir berupa produk yang telah dievaluasi kualitasnya baik secara
tertulis maupun secara lisan.
c. Pengamatan (observation)
Tahap observasi dilaksanakan bersamaan dengan saat
pelaksanaan tindakan. Dalam tahap ini peneliti mengobservasi

25
semua hal yang diperlukan selama pelaksanaan tindakan
berlangsung. Observasi dilakukan oleh peneliti dan dibantu teman
sejawat dengan menggunakan lembar pengamatan yang telah
disusun. Pengamat terdiri atas guru kelas dan teman sejawat.
Beberapa hari sebelum melakukan pengamatan, pengamat, yaitu
guru kelas dan teman sejawat, membuat kesepakatan bersama
peneliti dengan diberikan instrumen lembar pengamatan untuk
dipelajari terlebih dahulu agar mereka memahami aspek-aspek apa
saja yang nantinya perlu diamati dalam kegiatan pembelajaran.
Selanjutnya, guru kelas dan teman sejawat mengamati secara
langsung proses pembelajaran yang di dalamnya termasuk aktivitas
guru dan aktivitas siswa.
d. Refleksi (reflection)
Tahap refleksi merupakan kegiatan mengemukakan kembali
apa yang sudah dilakukan. Pada tahap ini, peneliti mengkaji secara
menyeluruh tindakan yang telah dilakukan berdasarkan data yang
telah terkumpul, kemudian dilakukan evaluasi untuk memperbaiki
dan menyempurnakan tindakan pada siklus berikutnya. Dengan
melihat data hasil pelaksanaan dan pengamatan, maka dapat dilihat
apakah aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam kegiatan
pembelajaran sudah terlaksana dengan baik atau tidak. Jika terdapat
aktivitas-aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran yang belum
terlaksana dengan baik dan kurang relevan, maka harus dilakukan
perbaikan tindakan untuk siklus II agar aktivitas guru dan aktivitas
siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.
3.5 Data dan Teknik Pengumpulan Data
1. Data
Data yang digunakan berupa data kuantitatif karena data yang
dikumpulkan berupa angka-angka hasil pengamatan aktivitas guru dan
siswa yang akan diolah dan dianalisis sebagai tolak ukur terkait
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.

26
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dari awal hingga akhir kegiatan
pembelajaran. Pada pengumpulan data ini digunakan beberapa teknik,
yaitu teknik observasi dan teknik tes.
a. Observasi
Nasution dalam Elfrianto (2022) menyatakan bahwa,
observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan
hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia
kenyataan yang diperoleh melalui observasi Pada tahap ini peneliti
menggunakan observasi partisipan. Menurut Sugiyono dala
Ariyanti (2017), observasi partisipan membuat peneliti terlibat
secara langsung dengan kegiatan orang yang sedang diamati.
Penggunaan observasi partisipan ini diharapkan dapat memperoleh
data lebih lengkap dan tajam, serta sampai mengetahui makna dari
setiap perilaku yang nampak.
b. Tes Hasil Belajar
Menurut Zainul dan Nasoetion dalam (Suryanto : 2022) tes
didefinisikan sebagai seperangkat pertanyaan atau tugas yang
direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat
atau atribut pendidikan di mana setiap butir pertanyaan tersebut
mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Kualitas
tes hasil belajar yang baik: (1) Validitas. Azwar (2009: 5)
memaparkan bahwa validitas berasal dari kata validity yang
mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen
pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila
alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya sesuai dengan maksud
dilakukannya pengukuran tersebut. (2) Reliabilitas. Masidjo (1995:
208) memaparkan bahwa reliabilitas adalah taraf kemampuan tes
dalam menunjukkan konsistensi hasil pengukurannya yang

27
diperlihatkan dalam taraf ketepatan dan ketelitian hasil. (3) Daya
Pembeda. Masidjo (1995: 196) menyatakan bahwa daya pembeda
adalah taraf jumlah jawaban benar siswa yang tergolong kelompok
(pandai = upper group) berbeda dari siswa yang tergolong
kelompok bawah (kurang pandai = lower group) untuk suatu item.
(4) Tingkat kesukaran. Sulistyorini (2009: 176) menjelaskan bahwa
tingkat kesulitan merupakan kemampuan siswa untuk menjawab
soal dengan kriteria soal mudah, sedang, dan sukar. Widoyoko
(2014: 165) mengungkapkan bahwa tingkat kesukaran yang baik
pada suatu tes adalah 25% mudah, 50% sedang, dan 25% sukar. (5)
Analisis Pengecoh. Purwanto (2009: 75) memaparkan bahwa
pengecoh (distractor) adalah pilihan yang bukan merupakan kunci
jawaban.Arikunto (2012: 234) memaparkan bahwa pengecoh dapat
berfungsi dengan baik apabila pengecoh tersebut mempunyai daya
tarik bagi peserta tes yang kurang memahami materi.
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil
penelitian adalah sebagai berikut.
1. Lembar Observasi Aktivitas Guru
Pengamatan dilakukan untuk melihat aktivitas guru yang
tampak pada saat proses pembelajaran berlangsung. Gejala itu
berupa tingkah laku dan peran guru saat melaksanakan kegiatan
pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis proyek. Hasil
pengamatan digunakan untuk membantu analisis data.
2. Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Pengamatan ini dilakukan untuk melihat aktivitas siswa
yang tampak saat pembelajaran berlangsung. Gejala itu berupa
tingkah laku dan peran siswa saat melaksanakan kegiatan
pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis proyek. Hasil
observasi di gunakan untuk membantu analisis data.

28
3. Lembar Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar ini digunakan untuk mengumpulkan atau
mengukur sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami materi
setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran.

3.7 Teknik Analisis Data


1. Analisis Data Hasil Pengamatan
Data hasil pengamatan akan dianalisis menggunakan statistik
dengan mendeskripsikan aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam
pelaksanaan pembelajaran. Menurut Sugiyono dalam Ariyanti (2017)
analisis data pada penelitian kuantitatif merupakan suatu kegiatan
setelah data dari semua responden atau sumber data lain terkumpul.
Data hasil observasi diperoleh dari pengamat (guru kelas dan teman
sejawat) yang mengisi lembar pengamatan saat mengamati secara
langsung aktivitas guru dan aktivitas siswa selama kegiatan
pembelajaran berlangsung pada setiap siklus. Analisis data observasi ini
dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:
P : persentase aktivitas guru/siswa
f : skor aktivitas guru/siswa yang diperoleh
N : jumlah skor aktivitas keseluruhan. (Indarti dalam Ariyanti, 2017)

Untuk menentukan kriteria penilaian aktivitas guru dan siswa digunakan


aturan sebagai berikut.
80% - 100% dinyatakan Sangat Baik
66% - 79% dinyatakan Baik
56% - 65% dinyatakan Cukup
0% - 55% dinyatakan Kurang (Arikunto dalam Ariyanti, 2017)

29
2. Analisis Data Tes Hasil Belajar
Data tes hasil belajar siswa dianalisis menggunakan statistik
dengan mendiskripsikan hasil belajar siswa. Siswa dikatakan tuntas
apabila mendapat nilai minimal ≥ 65 yang merupakan KKM. Dalam
penelitian tindakan kelas ini peneliti menganalisis data tes hasil belajar
siswa dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
a. Nilai individu siswa
Untuk mengetahui ketercapaian nilai individu siswa pada aspek
penilaian, skor siswa diperoleh dengan menggunakan rumus :
skor yang diperoleh
N= x 100
skor maksimal

Dengan keterangan sebagai berikut:


Nilai 91 - 100 = Sangat baik atau SM (Sudah Membudaya)
Nilai 71- 90 = baik atau MB (Mulai Berkembang)
Nilai 61- 70 = cukup atau MT (Mulai Terlihat)
Nilai <61 = kurang atau BT (Belum Terlihat)
(Kunandar dalam Ariyanti 2017)
b. Rata-rata kelas
Adapun rumusan untuk memperoleh rata-rata kelas adalah sebagai
berikut :

x=
∑ xn
∑n

Dengan x = nilai rata-rata kelas

∑x = jumlah nilai seluruh siswa dalam satu kelas

n∑n = jumlah siswa dalam satu kelas

Dengan keterangan sebagai berikut:

80 - 100 = baiknsekali

30
66 - 79 = baik
56 - 65 = cukup
40 - 45 = kurang baik
<40 = tidak baik
(Aqib dalam Ariyanti, 2017)

c. Ketuntasan belajar klasikal

Untuk menghitung presentase ketuntasan belajar


klasikal,menggunakan rumus :

P¿
∑ siswa yang tuntas belajar x n100 %
∑ siswa
Untuk menentukan kriteria peringkat presentase hasil
belajar siswa, maka peneliti menggunakan kriteria penilaian
sebagai berikut :

≥80% = sangatntinggi
60 – 70 % = tinggi
40 – 59% = sedang
20 – 39% = rendah
<20% = sangat rendah
(Aqib dalam Ariyanti, 2017)

3.8 Indikator Keberhasilan


Menurut Aqib dalam Ariyanti (2017) kriteria keberhasilan penelitian
dalam persentase adalah sebagai berikut.
Tingkat Keberhasilan (%) Keterangan

80% ST
60% - 79% T
40% - 59% S

31
Tingkat Keberhasilan (%) Keterangan
20% - 39% R

20% SR

Dalam penelitian ini indikator keberhasilan yang ingin dicapai oleh peneliti
yaitu:
1. Aktivitas guru dalam penerapan model pembelajaran berbasis proyek
dikatakan berhasil apabila mencapai persentase ≥ 80%.
2. Aktivitas siswa dalam penerapan model pembelajaran berbasis proyek
dikatakan berhasil apabila mencapai persentase ≥ 80%.
3. Siswa dikatakan tuntas belajar setelah penerapan model pembelajaran
berbasis proyek apabila mendapatkan nilai individu ≥ 65 yang sesuai dengan
KKM. Sedangkan ketuntasan klasikal dikatakan tercapai apabila seluruh
siswa dalam kelas tersebut tuntas belajar dengan persentase mencapai ≥ 80%.

32
DAFTAR PUSTAKA

Suriansyah, Ahmad. 2011. Landasan Pendidikan. Banjarmasin: Comdes

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional

Darman, Regina Ade. 2021. Telaah Kurikulum. Jakarta : Guepedia

Wahyuni, Fitri. 2015. Kurikulum dari Masa ke Masa.Al Adabiya : Jurnal


Kebudayaan dan Keagamaan Vol.10

https://kurikulum.kemdikbud.go.id/

https://kurikulum.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2022/06/Panduan-
Penguatan-Projek-Profil-Pancasila.pdf

Mustikaningrum, Galih. 2020. Implementasi Pendidikan Karakter Terintegrasi


Kurikulum Dan Metode Pembelajaran Pada Masa Pandemi Covid-19. Auladuna :
Jurnal Pendidikan Dasar Islam

https://guru.kemdikbud.go.id/

Putu, Ni Luh. 2012. Tesis : Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek


Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Kinerja Ilmiah Siswa. Bali :
Universitas Pendidikan Ganesha

Oktavia, Silphy. 2020. Model-Model Pembelajaran. Sleman : CV Budi Utama

Malawi, Ibadullah. 2017. Pembelajaran Tematik (Konsep Dan Aplikasi).


Magetan: CV. AE Grafika

33
Lefudin. 2017. Belajar Dan Pembelajaran Dilengkapi Dengan Model
Pembelajaran, Strategi Pembelajaran, Pendekatan Pembelajaran Dan Metode
Pembelajaran. Yogyakarta: Deepublish

Wihardit, Kuswaya. 2022. Penelitian Tindakan Kelas Edisi 2. Tangerang :


Universitas Terbuka

Susilana, Rudi. 2002. Penelitian Tindakan Kelas 1 (Classroom Action Research)


Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan - FIP – UPI

Agustin, Vivin. 2013. Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Melalui
Model Problem Based Learning (PBL). Journal of Elementary Education
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jee

Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas.


Bumi Aksara, Jakarta

Ariyanti, Lita. 2017. Skripsi. Penerapan Model Pembelajaran BerbasisMasalah


(PBM) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran PKn Di
Kelas V SDN Randegansari I Driyorejo Gresik. Surabaya : Universitas Negeri
Surabaya

Tinenti, Yanti Rosinda. 2018.Model Pembelajaran Berbasis Proyek (PBP) dan


Penerapannya dalam Proses Pembelajaran. Sleman : Deepublish

Suryanto, Adi. 2022. Evaluasi Pembelajaran di SD. Tangerang : Universitas


Terbuka
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.

34
Masidjo, Ign. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah.
Yogyakarta: Kanisius

Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sulistyorini. 2009. Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Teras

Elfrianto. 2022. Metodologi Penelitian Pendidikan. Medan : UMSU Press

35

Anda mungkin juga menyukai