Di susun oleh :
Zefanya A S B P07224121040
Dosen Pengampu :
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN................................................................................................................................................1
LATAR BELAKANG.............................................................................................................................................1
RUMUSAN MASALAH.......................................................................................................................................1
TUJUAN............................................................................................................................................................1
BAB II................................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN..................................................................................................................................................2
1. Pengertian Syok Secara Umum.....................................................................................................................2
2. Klasifikasi Syok Secara Umum.......................................................................................................................2
3. Pengertian Syok Obstetri..............................................................................................................................2
4. Klasifikasi Syok Obstetri................................................................................................................................3
BAB III.............................................................................................................................................................25
KESIMPULAN..................................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................................27
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa, karena atas kasih dan berkat-Nya, saya dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “SYOK DALAM OBSTETRI” Selanjutnya saya ucapkan terima kasih kepada
dosen pengajar, Ibu Endah Wijayanti S.ST.,Keb dan seluruh pihak yang telah ikut membantu mensukseskan
pembelajaran dalam mata Askeb Persalinan. Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna,
maka dari itu saya mengharapkan saran yang membangun dari ibu dan pembaca demi perbaikan makalah ini
di masa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi mahasiswi
Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kaltim.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah ke dalam jaringan sehingga tidak
dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil
metabolisme. Penyebab terjadinya syok dalam kebidanan yang terbanyak adalah perdarahan, kemudian
neurologenik, kardiogenik, endotoksik/septic, anafilaktik, dan penyebab syok yang lain seperti emboli,
komplikasi anastesi, dan kombinasi. Gejala klinik syok pada umumnya sama yaitu tekanan darah
menurun, nadi cepat dan lemah, pucat, keringat dingin, sianosis jari-jari, sesak nafas, pengelihatan kabur,
gelisah, dan akhirnya oliguria/anuria.
Komplikasi akibat penanganan yang tidak adekuat dapat menyebabkan asidosis metabolic akibat
metabolisme anaerob yang terjadi karena kekurangan oksigen. Hipoksia/iskemia yang lama pada hipofise
dan ginjal dapat menyebabkan nekrosis hipofise dan gagal ginjal akut. Koangulasi intravaskular yang luas
disebabkan oleh lepasnnya tromboplastin dari jaringan yang rusak. Kegagalan jantung akibat
berkurangnya darah koroner. Dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah saja tidak adekuat
lagi dan jika penyembuhan fase akut terjadi, sisa-sisa penyembuhan akibat nekrosis ginjal dan/atau
hipofise akan timbul. Penanganan syok terdiri atas 3 garis utama, yaitu pengembalian fungsi sirkulasi
darah,dan oksigenasi, eradikasi infeksi, serta koreksi cairan dan elektrolit. Pada makalah ini kita akan
membahas syok secara umum hingga syok yang terjadi dalam kebidanan atau yang biasa kita kenal
sebagai syok obstetri.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Memahami pengertian dan sebab terjadinya syok dalam kebidanan sehingga dapat melakukan
pencegahan dan penanganan dengan baik.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian syok secara umum
b. Mengetahui klasifikasi tingkatan syok
c. Memahami pengertian syok obstetri
d. Memahami klasifikasi syok obstetri
1
BAB II
PEMBAHASAN
Syok adalah berkurangnya darah dalam peredaran darah umum dengan disertai gangguan perfusi darah
dalam jaringan pada tingkat pembuluh-pembuluh darah kapiler jaringan tubuh.
a. Berkurangnya darah (misalnya pada perdarahan) atau plasma (pada luka bakar, peritonitis, dehidrasi, dan
sebagainya) dalam peredaran darah (surgical shock)
b. Timbulnya vasodilatasi, sehingga terjadi pengumpulan darah dalam venavena di daerah tertentu. Hal ini
kadang-kadang didahului oleh vasokonstriksi.
- Syok kardiak: karena gangguan fungsi jantung misalnya infark miokard, aritmia terus-menerus, dan
sebagainya.
Dalam tingkat ini kadar katekolamin meningkat ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Tekanan darah masih normal atau mulai turun. Penanganan segera dapat mengatasi syok dengan mudah.
Vasokonstriksi terus-menerus, bagian perifer tubuh dingin, tekanan darah turun, nadi cepat, dan terjadi
penumpukan darah dalam vena-vena di daerah tertentu. Jumlah darah yang mengalir dalam peredaran darah
umum dan yang ke jaringan berkurang. Untuk penanganan diperlukan upaya dan jumlah cairan (atau darah)
yang lebih banyak.
Pada tingkat ini fungsi sel-sel jaringan pada alat-alat vital terganggu, mulai timbul koagulasi intravaksular
merata [disseminated intravascular coagulation (DIC)] pada jaringan yang mengalami gangguan.
Penanganan lebih sulit dan pemberian cairan (darah) harus lebih banyak.
Sudah terjadi kematian sel-sel jaringan alat-alat vital dan apabila kekuatan cadangan alat-alat telah habis atau
dilampaui akhirmya fatal.
Syok adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah ke dalam jaringan sehingga tidak
dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme.
Penyebab terjadinya syok dalam kebidanan yang terbanyak adalah perdarahan, kemudian neurogenik,
2
kardiogenik, endotoksik/septik, anafilaktik, dan penyebab syok yang lain seperti emboli, komplikasi anestesi,
dan kombinasi. Gejala klinik syok pada umumnya sama yaitu tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah,
pucat, keringat dingin, sianosis jari-jari, sesak napas, penglihacan kabur, gelisah, dan akhirmya
oliguria/anuria.
Komplikasi akibat penanganan yang tidak adekuat dapat menyebabkan asidosis metabolik akibat
metabolisme anaerob yang-terjadi karena kekurangan oksigen. Hipoksia iskemia yáng lama pada hipofise
dan ginjal dapat menyebabkan nekrosis hipofise (sindroma Sheehan) dan gagal ginjal akut. Koagulasi
intravaskular yang luas (DIC) disebabkan oleh lepasnya tromboplastin dari jaringan yang rusak. Kegagalan
jantung akibat berkurangnya aliran darah koroner. Dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah saja
tidak adekuat lagi dan jika penyembuhan (recovery) fase akut terjadi, sisa-sisa penyembuhan akibat nekrosis
ginjal dan/atau hipofise akan timbul.
1. Syok Hemoragik
Syok hipovolemik atau hemoragik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan
cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang
tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan
akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).
Syok hipovolemik dapat disebabkan oleh kehilangan volume massive yang disebabkan oleh:
perdarahan gastro intestinal, internal dan eksternal hemoragi, atau kondisi yang menurunkan volume
sirkulasi intravascular atau cairan tubuh lain, intestinal obstruction, peritonitis, acute pancreatitis, ascites,
dehidrasi dari excessive perspiration, diare berat atau muntah, diabetes insipidus, diuresis, atau intake cairan
yang tidak adekuat. Kemungkinan besar yang dapat mengancam nyawa, pada syok hipovolemik berasal dari
penurunan volume darah intravascular, yang menyebabkan penurunan cardiac output dan tidak adekuatnya
perfusi jaringan. Kemudian jaringan yang anoxia mendorong perubahan metabolisme dalam sel berubah dari
aerob menjadi anaerob. Hal ini menyebabkan akumulasi asam laktat yang menyebabkan asidosis metabolic.
2. Perdarahan dalam yang terjadi akibat perdarahan saluran pencernaan, pecah atau robeknya aneurisma
aorta, robekan organ dalam karena kehamilan ektopik, atau solusio plasenta.
3. Berkurangnya cairan tubuh, misalnya akibat muntah-muntah, diare, keringat yang keluar secara
berlebihan, dan luka bakar.
Tanda dan gejala yang terlihat pada syok hemorogik antara lain:
Pucat, badan lemas, keluar keringat secara berlebihan, tampak bingung dan gelisah, nyeri dada, pusing, suhu
tubuh rendah. Sesak. denyut nadi lemah, berdebar-debar, bibir dan kuku tampak biru, produksi urine
berkurang. hilang kesadaran. Adapun tingkat keparahan gejala syok hipovolemik ditentukan oleh seberapa
cepat dan seberapa banyak volume darah atau cairan berkurang dari tubuh. Untuk kasus syok hipovolemik
pada orang dewasa karena perdarahan atau bisa disebut syok hemoragik, jumlah darah yang berkurang dapat
diklasifikaskan menjadi empat kelas, yaitu:
3
b. Perdarahan tingkat 2. Berkurangnya volume darah sebanyak 15-30 persen. Dalam kondisi ini, gejala
ditunjukkan dengan penurunan tekanan darah, takikardia dengan denyut jantung melebihi 100 kali per menit,
ujung-ujung jari dingin, sesak, dan denyut nadi yang melemah.
c. Perdarahan tingkat 3. Ditunjukkan dengan penurunan volume darah sebanyak 30 hingga 40 persen
dengan gejala sesak dan takikardia yang menonjol, tekanan darah menurun, perubahan kondisi mental,
seperti merasa gelisah dan bingung, serta penurunan produksi urine.
d. Perdarahan tingkat 4. Penurunan volume darah melebihi 40 persen. Kondisi ini ditandai dengan
penurunan tekanan darah, denyut nadi yang sangat lemah, produksi urine menurun atau tidak ada, kondisi
mental yang tertekan, kehilangan kesadaran, tubuh pucat dan terasa dingin. Kondisi ini dapat mengancam
keselamatan pasien.
Di samping volume darah yang berkurang, penyakit-penyakit lain, seperti gangguan jantung, ginjal, paru-
paru, dan penyakit diabetes juga dapat memengaruhi tingkat keparahan syok hipovolemik yang dialami.
D. Manifestasi Klinis
b. Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.
c. Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%
a. Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit
teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan .
b. Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik.
a. Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, oligouria, dan
perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.
b. Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan darah yang
paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik.
c. Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah
seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.
a. Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit (atau
tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental
(kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
a. Fase Syok
Perempuan hamil normal mempunyai toleransi terhadap perdarahan 500-1000 ml pada waktu persalinan
tanpa bahaya oleh karena daya adaptasi fisiologik kardiovaskular dan hematologik selama kehamilan.
4
b. Fase Kompensasi
Rangsangan/refleks simpatis: Respons pertama terhadap kehilangan darah adalah sokontriksi pembuluh
darah perifer untuk mempertahankan pasokan darah ke organ vital.
c. Fase Dekompensasi
Perdarahan lebih dari 1000 ml pada pasien normal atau kurang karena faktor-faktor yang ada
Gejala klinik: sesuai gejala klinik syok di atas. Terapi yang adekuat pada fase ini adalah memperbaiki
keadaan dengan cepat tanpa meninggalkan efek samping
Penanganan perdarahan yang tidak adekuat menyebabkan hipoksia jaringan yang lama dan kematian
jaringan dengan akibat berikut ini.
1. Asidosis metabolik: disebabkan metabolisme anaerob yang terjadi karena kekurangan oksigen.
2. Diluasi arteriol: akibet penumpukan hasil metabolisme selanjutnya menyebabkan penumpukan dan
nagnasi darah di kapilar dan keluarnya cairan ke dalam jaringan ekstravaskular.
3. Kongalasi intravaskular yang luas (DIC) disebabkan lepasnya tromboplastin dalam jaringan yang rusak.
5. Dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah saja tidak adekuat lagi di jika penyembuhan
(recovery) dari fase akut terjadi, sisa-sisa penyembuhan akibex, nekrout ginjal dan/arau hipofise akan timbul.
F. Penatalaksanaan
Jika terjadi syok, indakan yang harus segera dilakukan antara lain sebagai berikut:
2. Bersihkan saluran napas dan beri oksigen arau pasang selang endotrakheal
4. Pasang 2 set infus atau lebih untuk transfusi, cairan infus dan obat-obat I.V. bagi pasien yang syok. Jika
sulit mencari vena, lakukan/pasang kanul intrafemoral.
a Darah segar (whole blood) dengan cross-matched dari grup yang sama, kalau tidak tersedia berikan darah
O sebagai life-saving
b. Larutan kristaloid: seperti ringer laktas, larutan garam fisiologis atau glukosa 5%. Larutan-larutan ini
mempunyai waktu paruh (half life) yang pendek dan pemberian yang berlebihan dapat menyebabkan edema
paru.
c. Larutan koloid: dekstran 40 atau 70, fraksi protein plasma (plasma protein fraction) atau plasma segar.
6. Terapi obat-obatan
a. Analgesik: morfin 10-15 mg IV. jika ada rasa sakit, kerusakan jaringan atau gelisah.
5
b. Kortikosteroid: hidrokortison 1 atau deksametason 20 mg 1.V. pelan-pelan. Cara kerjanya masih
kontroversial; dapat menurunkan resistensi perifer dan meningkatkan kerja jantung dan meningkatkan
perfusi jaringan.
d. Vasopresor: untuk menaikkan tekanan darah dan mempertahankan perfusi renal. Dopamin: 2,5
mg/kg/menit I.V. sebagai pilihan utama. Beta-adrenergik stimulan: isoprenalin 1 mg dalam 500 ml glukosa 5
% I.V. infus pelan-pelan.
7. Monitoring
b. Nadi
c. Tekanan darah
d. Produksi urin
1. Kehamilan ektopik
Hamil ektopik atau yang lebih dikenal sebagai ekiesis atau hamil tuba, adalah
sebuah komplikasi hamil dimana embrio berada di luar uterus. Tanda dan gejalanya meliputi luka
abdominal dan pendarahan vaginal. Kurang dari 50 persen wanita mengalami dua gejala tersebut.
Biasanya hamil ektopik berisiko tinggi terjadi pada seseorang yang sering mengeluhkan
keputihan berulang. Hal tersebut menandakan adanya infeksi pada organ intim wanita. Infeksi
berulang pada organ intim inilah yang dapat menyebabkan kuman bermigrasi naik ke saluran tuba
fallopi, yang merupakan saluran tempat berkumpulnya cilia ta (rambut getar) yang bisa membantu
pergerakan embrio masuk ke dinding rahim.
2. Solusio Plasenta
Solusio plasenta didefinisikan sebagai pelepasan plasenta dari tempat implantasi normal
sebelum kelahiran janin. Terjadi pada 1:86 sampai 1:206 kehamilan lanjut tergantung kriteria
diagnosis yang digunakan dan menyebabkan kira-kina 30% dari semua perdarahan antepartum
lanjur. Sekitar 50% solusio terjadi sebelum persalinan tetapi 10%%-15%6 tidak terdiagnosis
sebelum kala dua persalinan. Solusio plasenta dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok
berdasarkan temuan klinis dan laboratarium.
6
Penyebab pasti lepasnya plasenta biasanya tidak diketahui meskipun ada sejumlah asosiasi
umum. Kehamilan dengan hipertensi mempunyai insiden solusio plasenta sebesar 2,5%-17,9%.
Namun, dari kasus-kasus yang cukup berat untuk menyebabkan kematian janin, kira-kira 50% terkait
dengan hipertensi dalam kehamilan (separuh terkait dengan hipertensi kronis dan separuh terkait
dengan hipertensi dipicu kehamilan). Predisposisi pelepasan plasenta lainnya yang sering adalah
merokok, peregangan uterus berlebihan (misal, kehamilan multipel, hidramnion), penyakit vaskular
(misal, diabetes melitus, kelainan kolapunyai angka kekambuhan 10%-1796; setelah dua kali
pelepasan premature penyebab yang memicu langsung (hanya pada 1%-5%) terjadinya solusiogen,
anemia hemolitik mikroangiopati dan anomali atau tumor uterus.
Berbagai mekanisme patofisiologi yang terjadi pada solusio plasenta sudah diusulkan,
termasuk yang menyebabkan gangguan pembuluh darah desidua basalis, peningkatan mendadak
tekanan vena utei yang menyebabkan pembesaran dan pemisahan ruang intervilosa, faktor-faktor
mekanis (misal, tali pusat pendek, trauma, kehilangan mendadak cairan amnion) dan kemungkinan
trauma dengan pelepasan tromboplastin jaringan.
Perdarahan dapat terjadi ke dalam desidua basalis atau langsung retroplasenta dari arteri
spiralis yang ruptur. Pada kedua kasus ini terjadi perdarahan, terbentuk bekuan darah, dan
permukaan plasenta tidak memungkinkan terjadinya pertukaran antara ibu dan plasenta. Bekuan
darah akan menekan plasenta yang berdckatan dan darah yang tidak membeku mengalir dari tempat
tersebut. Pada perdarahan tersembunyi ataupun tampak (eksternal) darah dapat keluar melalui
selaput ketuban atau plasenta. Keadaan ini memberikan makna penting karena mungkin
menunjukkan perdarahan ibu-janin, perdarahan fetomaternal, perdarahan ibu ke dalam cairan
amnion atau emboli cairan amnion.
Kadang-kadang perdarahan hebat dalam miometriun menyebabkan uterus berwarna
keunguan, ekimorik dan berindurasi (apopleksi uteroplasenta, uterus Couvelaire) dan kehilangan
kontraktilitas. Pada pelepasan plasenta berat mungkin terjadi DIC. Secara kliris, diatesis perdarahan
terdiri atas perekie meluas, perdarahan akuif, syok hipovolemik dan kegagalan mekanisme
pembekuan darah. Meskipun tidak dapat diamati secara langsung, fibrin tertumpuk dalam kapiler
kecil, menyebabkan komplikasi yang menakutkan, misalnya: nekrosis tubular dan korteks ginjal, kor
pulmonale akut dan nekrosis hipofisis anterior (sindrom Shechan).
7
2. Syok Neurogenik
Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan
darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Syok neurogenik terjadi karena hilangnya tonus
pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh. Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal.
Bentuk dari syok distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemikyang diakibatkan oleh
cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik sering terjadi karena cedera atau trauma pada sumsum tulang belakang. Kerusakan pada
sumsum tulang belakang ini mengganggu sistem saraf simpatik tubuh Anda. Sistem saraf simpatik
mengontrol aktivitas fisik Anda seperti tekanan darah tinggi, penguatan detak jantung, pemeliharaan saluran
napas, dan kekuatan pita suara. Hilangnya sistem saraf simpatik ini mengakibatkan hilangnya aktivitas fisik
Anda, penurunan tekanan darah, dan penurunan efisiensi aktivitas pemompaan jantung.
Kecelakaan mobil atau mobil yang dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf pusat atau cedera
tulang belakang
cedera olahraga
luka tembak di tulang belakang
pemberian anestesi yang tidak tepat ke sumsum tulang belakang.
herniasi diskus
Penyakit lain seperti osteoporosis dan osteoartritis dll
Jatuh dari ketinggian
Serangan kekerasan
Menyelam ke air dangkal
Dalam kebidanan syok neorogenik terjadi karena rasa sakit yang berat akibat beberapa peristiwa, contohnya
seperti :
Ruptur uteri
Ruptur uteri adalah ketika dinding otot rahim robek selama kehamilan atau persalinan.
Gejala, secara klasik termasuk peningkatan rasa sakit, pendarahan vagina, atau perubahan kontraksi,
tidak selalu ada. Cacat atau kematian ibu atau bayi dapat terjadi.
Faktor risiko termasuk kelahiran vagina setelah operasi caesar (VBAC), bekas luka rahim
lainnya, persalinan macet, induksi persalinan, trauma, dan penggunaan kokain. Walaupun biasanya
ruptur terjadi selama persalinan, namun terkadang terjadi pada awal kehamilan. Diagnosis dapat
dicurigai berdasarkan penurunan cepat pada detak jantung bayi selama persalinan. Dehiscence uteri
adalah kondisi yang kurang parah di mana hanya ada pemisahan yang tidak lengkap dari bekas luka
lama.
8
Perawatan melibatkan pembedahan cepat untuk mengontrol perdarahan dan kelahiran bayi.
Histerektomi mungkin diperlukan untuk mengontrol perdarahan. Transfusi darah dapat diberikan
untuk menggantikan kehilangan darah. Wanita yang pernah mengalami ruptur sebelumnya umumnya
direkomendasikan untuk menjalani operasi caesar pada kehamilan berikutnya. Tingkat ruptur uteri
selama persalinan pervaginam setelah satu operasi Caesar sebelumnya, dilakukan dengan teknik
tipikal, diperkirakan sebesar 0,9%. Tingkat lebih tinggi di antara mereka yang memiliki beberapa
operasi caesar sebelumnya atau jenis operasi caesar atipikal. Pada mereka yang memiliki jaringan
parut rahim, risiko selama persalinan pervaginam adalah sekitar 1 per 12.000. Risiko kematian bayi
sekitar 6%. Mereka yang berada di negara berkembang tampaknya lebih sering terkena dan memiliki
hasil yang lebih buruk.
Inversio uteri
Pembalikan rahim adalah saat rahim keluar, biasanya setelah melahirkan. Gejalanya meliputi
pendarahan pascapersalinan, sakit perut, massa di vagina, dan tekanan darah rendah. Jarang terjadi
inversi yang tidak berhubungan dengan kehamilan. Faktor risiko termasuk menarik tali pusar atau
mendorong bagian atas rahim sebelum plasenta terlepas. Faktor risiko lainnya termasuk atonia uteri,
plasenta previa, dan gangguan jaringan ikat.
Diagnosis adalah dengan melihat bagian dalam rahim baik yang masuk maupun yang keluar
dari vagina. Perawatan melibatkan resusitasi standar bersama-sama dengan mengganti rahim secepat
mungkin. Jika upaya penggantian manual tidak berhasil, operasi diperlukan. Setelah rahim diganti
oksitosin dan antibiotik biasanya direkomendasikan. Plasenta kemudian dapat dikeluarkan jika masih
menempel. Inversi uterus terjadi pada sekitar 1 dari 2.000 hingga 1 dari 10.000 persalinan. Tarif
lebih tinggi di negara berkembang. Risiko kematian ibu adalah sekitar 15% sementara secara historis
telah setinggi 80%.
9
C. Patofisiologi Syok Neorogenik
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam syok
distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi pembuluh darah
sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume
plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengugumpulan darah di pembuluh darah vena,
kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi
disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan
penurunan kurva fungsi ventrikel.
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder terjadi
berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera
spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit.
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi
menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya
disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat
rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan
rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional.
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler
dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan
vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak
efektif dan terjadi sinkop.
Gejala dan tanda yang ditimbulkan berbeda-beda tergantung pada kondisinya. Berikut gejala-gejala syok
yang umumnya terjadi:
10
F. Penatalakanaan
1. Baringkan pasien dengan kepala lebih rendah dari kaki (posisi trendelenbrug).
2. Pertahankan jalan nafas dengan cara memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker,
pada pasien dengan distress respirasi dan hipotendi yang berat, penggunaan endotraceal tube dan ventilator
mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindaru pemasangan endotraceal yang darurat jika
terjadi distress respirasi yang berulang. Menolong mentsabilkan hemodinamik dengan cara menurunkan
penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi dapat juga menggunakan ventilator mekanik.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan menggunakan resusitasi cairan. Cairan
kristaloid seperti NaCI 0,9% atau disibut juga ringer laktat sangat baik diberikan per infuse secara cepat
250-500cc bolus dengan pengawasan yang cermat pada tekana darah, akral turgor kulit, dan urine output
untuk menilai respon terhadap terapi.
4. Berikan obat-obat vasoaktif (adrenergic; agonis alfa yang indikasi kontra bila perdarahan seperti rupture
lien) jika tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih.
3. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah penyebab umum kematian, dan manajemen tetap menantang meskipun ada
kemajuan dalam pilihan terapi. Syok kardiogenik disebabkan oleh gangguan parah kinerja miokard yang
mengakibatkan penurunan curah jantung, hipoperfusi organ akhir, dan hipoksia. Secara klinis ini muncul
sebagai hipotensi refrakter terhadap resusitasi volume dengan fitur hipoperfusi organ akhir yang
memerlukan intervensi farmakologis atau mekanis. Miokard akut infark (MI) menyumbang 81% pasien
di syok kardiogenik.
Percobaan dan pedoman kontemporer menguraikan kriteria klinis untuk mendefinisikan syok
kardiogenik dan dibatasi oleh kurangnya keseragaman. Uji coba SHOCK (Should We Emergently
Revascularize Occluded Coronaries for Cardiogenic Shock) dan intra-aortic balloon pump (IABP)-
SHOCK II menggunakan pengukuran tekanan darah sistolik (SBP) <90 mm Hg selama 30 menit atau
penggunaan farmakologis dan/atau dukungan mekanis untuk mempertahankan SBP 90 mm Hg. Bukti
hipoperfusi organ akhir bervariasi antara percobaan tetapi biasanya termasuk output urin <30 mL/jam,
ekstremitas dingin, perubahan status mental, dan/atau serum laktat >2,0 mmol/L. Percobaan SHOCK
termasuk indeks jantung (CI) 2,2 L/mnt per m2 dan tekanan baji kapiler paru (PCWP) 15 mm Hg. SBP
11
<90 mm Hg yang refrakter terhadap resusitasi cairan dengan bukti klinis dan laboratorium disfungsi
organ akhir, dalam pengaturan yang dicurigai disfungsi jantung, sangat penting untuk definisi syok
kardiogenik. Namun, syok kardiogenik adalah kontinum yang membentang dari pra-shock ke keadaan
syok refrakter, yang mempengaruhi pertimbangan tepat waktu dari berbagai intervensi. Mengakui
kontinum ini dalam uji coba di masa depan kemungkinan akan memfasilitasi penyatuan kriteria klinis
dan hemodinamik dalam mendefinisikan syok kardiogenik.
Tabel 1. Gambaran Klinis CS sebagaimana Didefinisikan dalam Uji Coba dan Pedoman Kontemporer
Pada syok kardiogenik, jantung mengalami kerusakan berat sehingga tidak bisa secara efektif
memperfusi dirinya sendiri atau organ vital lainnya. Ketika keadaan tersebut terjadi, jantung tidak dapat
memompa darah karena otot jantung yang mengalami iskemia tidak dapat memompa secara efektif. Pada
kondisi iskemia berkelanjutan, denyut jantung tidak berarturan dan curah jantung menurun secara drastic
(Yudha, 2011).Beberapa faktor penyebab terjadinya syok kardiogenik adalah :
a. Infark Miokardium : jantung yang rusak tidak dapat memompa darah dan curah jantung tiba-tiba
menurun.
b. Aritmia Ventrikel yang Mematikan : pasien dengan takikardia terus menerus akan dengan cepat
menjadi tidak stabil.
c. Gagal Jantung Stadium Akhir : jaringan parut di miokardium akibat serangan jantung sebelumnyaa,
dilatasi ventrikel, dan iskemia miokardium kronis merusak otot jantung, dan gerak dinding menjadi tidak
terkoordinasi (ruang ventrikel tidak padat memompa secara bersamaan.
C. Patofisiologi
Penyakit atau penderitaan utamanya adalah penurunan kontraktilitas miokard yang mengakibatkan
penurunan curah jantung, hipotensi, vasokonstriksi sistemik, dan iskemia jantung. Ciri khasnya adalah
12
vasokonstriksi perifer dan kerusakan organ akhir vital, yang berasal dari volume sekuncup yang tidak
efektif dan kompensasi sirkulasi yang tidak mencukupi. Vasokonstriksi perifer kompensasi awalnya
dapat meningkatkan perfusi koroner dan perifer, namun berkontribusi pada peningkatan afterload
jantung yang membebani miokardium yang rusak. Hal ini menyebabkan berkurangnya aliran darah
teroksigenasi ke jaringan perifer dan, akhirnya, jantung.
Peradangan sistemik menyebabkan vasodilatasi patologis, melepaskan nitrit oksida sintase dan
peroksinitrit, yang memiliki efek inotropik kardiotoksik. Interleukin dan faktor nekrosis tumor alfa
(TNF-α) adalah mediator inflamasi sistemik tambahan yang mengakibatkan vasodilatasi dan
berkontribusi terhadap kematian pada pasien dengan syok kardiogenik.
Di bawah tekanan fisiologis normal, volume sekuncup ventrikel kanan dan volume sekuncup
ventrikel kiri adalah sama. Gagal ventrikel kanan terjadi ketika tekanan diastolik dan/atau sistolik
ventrikel tidak cukup dikompensasi oleh proses adaptif miokard normal untuk memberikan volume
sekuncup yang sesuai. Aliran darah ke depan yang tidak memadai pada ventrikel kanan yang terganggu
menyebabkan defisit perfusi organ akhir dalam hubungannya dengan peningkatan tekanan vena.
Ventrikel kanan kurang adaptif terhadap tekanan afterload dan lebih toleran terhadap kelebihan volume
daripada ventrikel kiri dan ini menjelaskan ketidakmampuan ventrikel kanan untuk mentoleransi
peningkatan tekanan arteri pulmonalis yang parah. Sebagai hasil RVF pada dilatasi ventrikel kanan,
septum interventrikular dipindahkan ke ruang ventrikel kiri, mengganggu pengisian diastolik LV dan
selanjutnya memperburuk hipoperfusi sistemik.
13
D. Presentasi Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Gejala dan tanda klasik digabungkan dengan perubahan status mental, hipotensi, aritmia, denyut
nadi berkurang, dispnea, edema perifer, distensi vena jugularis, dan ortopnea.
a. Indikasi kegagalan hati
Edema ektremitas bawah
Edema sakral
Hepatomegaly
Peningkatan distensi vena jugularis
b. Penemuan bersama
Daerah sekelilingnya menjadi dingin
Sianosis
Ortopnea
Pengisian kapiler tertunda
Pasien dengan syok kardiogenik paling sering datang dengan ekstremitas dingin dan tanda-tanda
kongesti paru. Presentasi ini disebut 'dingin dan basah' dan mencerminkan penurunan indeks jantung ,
peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik, dan peningkatan PCWP. Pasien juga dapat
menunjukkan euvolemik atau 'kering dan dingin', yang menunjukkan penurunan indeks jantung,
peningkatan resistensi pembuluh darah sistemik, dan PCWP normal. Presentasi euvolemik lebih
mungkin untuk memiliki MI sebelumnya atau penyakit ginjal kronis dibandingkan dengan fitur klasik
'dingin dan basah'.
Presentasi syok kardiogenik yang kurang dikenali adalah subtipe 'basah dan hangat'. Ini merupakan
reaksi sindrom respon inflamasi sistemik dalam hubungannya dengan MI dan dikaitkan dengan insiden
sepsis dan mortalitas yang lebih tinggi. PCWP tinggi. Sindrom respon inflamasi sistemik harus dicurigai
dengan adanya demam, peningkatan jumlah sel darah putih, dan resistensi vaskular sistemik yang
rendah. Sembilan belas persen pasien diduga sepsis dalam percobaan SHOCK, dengan risiko lebih tinggi
pada pasien yang lebih muda dan mereka dengan resistensi vaskular sistemik yang rendah. Pasien syok
kardiogenik terkait dengan sepsis kultur positif memiliki 2 kali risiko kematian. Sindrom respons
inflamasi sistemik lazim pada saat masuk pada 25% pasien dengan STEMI. Takikardia, takipnea, dan
leukositosis merupakan faktor risiko independen untuk kematian.
Definisi Henti jantung adalah suatu keadaan kolaps sirkulasi yang tha-tiba karena kegagalan jantung untuk
memompakan darah secara adekuat.
Dalam praktik hampir seluruhnya henti jantung terjadi karena asistol dan fibrila ventrikel.
14
Penyebab
Setiap syok obstetrik akan berakhir dengan syok kardiogenik, penyebab yang paling sering adalah:
Perdarahan berat
Hipoksia karena eklampsiz atau anestesia
Sindrom Mendelson: aspirasi lambung dengan pneumonitis
Emboli dengan segala penyebabnya
Diagnosis/gejala-gejala
Kolaps yang tiba-tiba dari sistem sirkulasi disertai dengan kehilangan kesadaran, nadi tidak teraba (karos
maupun femur), apnea dan sianosis dan dilatasi papil yang menetap. Segala usaha untuk auskultasi jantung,
untuk monitor tekanan darah atan EKG adalah usaha yang sia-sia kecuali memang sudah dimonitor pada
waktu operasi.
Penanganan/Pengelolaan
Ukiran tangan sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan pasien. Letakkan pasien da lam posisi dorsal
(telentang) di atas lantai yang keras. Dengan satu ibu jari sanu ngan yang tertutup di atas sternum cukup
untuk memperbaiki keadaan, kemudian dilanjurkan dengan: Tindakan/Langkah ABCDEF.
A-Airway
Bersihkan jalan napas dari muntah, darah, gigi, benda asing, dan lain-lain.
Pertahankan jalan napas dengan jalan :
Menarik mandibula dan lidah
Pasang airmay
Intubasi endotrakeal secepat mungkin
B-Breathing:
C-Cardiac massage:
Dengan meletakkan kedua pergelangan tangan di atas sternum, lengan dalam ke adaan lurus (ekstensi)
berikan tekanan dengan seluruh berat badan ke atas sternum.
Lakukan sampai pem
buluh darah femoral dan karotid dapat dipalpasi
Tekanan yang optimal 60 x per menit dengan pernapasan buatan 15 x atau 4:1
Berikan larutan Sodium bikarbonat 8,4 %: untuk mengatasi asidosis metabolic. Berikan dosis awal 100 ml
dan selanjutnya 10 ml tiap menit selama sirkulasi belum adekuat.
Cardiac stimulants (inotropic drugs): dapat diberikan I.V. atau intrakardiak.
Adrenalin 0,5 1,0 mg.
Atropin 0,6 mg.
Dopamin 100 mg dalam 500 ml larutan (1-5 ug/kg/min).
15
Kalsium kloride 10% larutan.
E-Elektrokardiogram
F-Fibrillation treatment
Syok septik adalah hasil dari respons sistemik terhadap infeksi atau berbagai penyebab
infeksi. Sepsis mungkin terjadi, tetapi syok septik dapat terjadi tanpa sepsis. Infeksi yang memicu terjadinya
syok septik jika cukup parah termasuk tetapi tidak terbatas pada apendisitis, pneumonia,
bakteremia, divertikulitis, pielonefritis, meningitis, pankreatitis, necrotizing fasciitis, MRSA dan iskemia
mesenterika.
Di antara organisme yang diisolasi dari pasien dengan sepsis, yang paling umum termasuk Escherichia
coli, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, dan Streptococcus pneumoniae.
Dalam kebidanan biasanya syok seprik dapat dijumpai pada beberapa peristiwa atau
kejadian,contohnya pada abortus septik. Abortus septik adalah gugur kandungan dengan komplikasi infeksi
intrauterin, yang mungkin ditandai oleh demam dan debit perdarahan bernanah. Abortus septik
menggambarkan semua jenis aborsi (penghentian disengaja atau keguguran), karena infeksi bakteri saluran
genital bagian atas termasuk peradangan endometrium selama atau setelah 20 minggu kehamilan. Saluran
genital selama periode ini sangat rentan terhadap infeksi, dan sepsis dalam banyak kasus disebabkan oleh
kombinasi faktor baik karena kondisi fasilitas dan/atau kecenderungan individu. Infeksi sering dimulai pada
plasenta dan janin, dengan potensi komplikasi yang juga mempengaruhi rahim, yang dapat menyebabkan
sepsis menyebar ke organ sekitarnya, atau infeksi panggul.
C. Patofisiologi
Patofisiologi syok septik tidak sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui bahwa peran kunci dalam
perkembangan sepsis berat dimainkan oleh respons imun dan koagulasi terhadap infeksi. Respons pro-
inflamasi dan anti-inflamasi berperan dalam syok septik. Syok septik melibatkan respons peradangan luas
yang menghasilkan efek hipermetabolik. Hal ini dimanifestasikan oleh peningkatan respirasi
seluler, katabolisme protein, dan asidosis metabolik dengan alkalosis pernapasan kompensasi.
16
Sebagian besar kasus syok septik disebabkan oleh bakteri gram positif, diikuti oleh bakteri gram
negatif penghasil endotoksin, meskipun infeksi jamur merupakan penyebab syok septik yang semakin lazim.
Toksin yang diproduksi oleh patogen misal pada bakteri gram negatif yaitu endotoksin, yang merupakan
bakteri membran lipopolisakarida (LPS).
Gram-positif
Pada bakteri gram positif, toksin yang bertanggung jawab yaitu eksotoksin atau enterotoksin, yang dapat
bervariasi tergantung pada spesies bakteri. Toksin dibagi menjadi tiga jenis.
Tipe I, toksin aktif permukaan sel, mengganggu sel tanpa masuk, dan
termasuk superantigen dan enterotoksin yang stabil terhadap panas.
Tipe II, toksin yang merusak membran, menghancurkan membran sel untuk masuk dan
memasukkan hemolisin dan fosfolipase.
Tipe III, toksin intraseluler atau toksin A/B yang mengganggu fungsi sel internal, misal toksin
shiga, toksin kolera, dan toksin mematikan antraks.
Gram-negatif
Pada sepsis gram negatif, LPS bebas menempel pada protein pengikat LPS yang bersirkulasi, dan
kompleks kemudian berikatan dengan reseptor CD14 pada monosit, makrofag, dan neutrofil. Keterlibatan
CD14 (bahkan pada dosis 10 menit/10 ml) menghasilkan pensinyalan intraseluler melalui protein 4 (TLR-4).
Pensinyalan ini menghasilkan aktivasi faktor nuklir kappaB (NF-κB), yang mengarah pada transkripsi
sejumlah gen yang memicu respons proinflamasi. Inflamasi ini adalah hasil dari aktivasi signifikan sel
mononuklear dan sintesis sitokin efektor. Inflamasi juga dari aktivasi mencolok sel mononuklear dan
produksi sitokin efektor yang kuat seperti IL-1, IL-6, dan TNF-α. Aktivasi yang diperantarai TLR membantu
untuk memicu sistem imun bawaan untuk secara efisien membasmi mikroba yang menyerang, tetapi sitokin
yang dihasilkan juga bekerja pada sel endotel. Efek yang dihasilkan termasuk pengurangan sintesis faktor
antikoagulasi seperti penghambat jalur faktor jaringan dan trombomodulin. Efek dari sitokin dapat
diamplifikasi dengan keterlibatan TLR-4 pada sel endotel.
D. Manifestasi Klinis
Syok septik ditandai dengan hipotensi menetap yang mempertahankan tekanan arteri rata-rata melebihi
65 mmHg dengan bantuan vasopresor. Penanda lain yang cukup penting adalah tingkat laktat serum yang
melebihi 2 milimol per liter, mekipun telah diberikan tata laksana cairan yang adekuat. Syok septik terjadi
setelah tata laksana cairan dilakukan dan menimbulkan sepsis dengan disfungsi kardiovaskular. Syok septik
disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah akibat produksi Nitrogen monoksida secara berlebihan pada
keadaan sepsis.[12]
Pada syok septik, manifestasi klinis terbagi menjadi dua tahap, yaitu fase hiperdinamik dan fase
hipodinamik.
Fase hiperdinamik ditandai oleh gejala:
1. hiperventilasi
2. peningkatan tekanan vena sentral dan indeks jantung
3. alkalosis
4. oligouria
5. hipotensi
6. daerah akral menghangat
7. penurunan tekanan perifer
8. laktikasidosis.
Fase hipodinamik ditandai oleh gejala:
17
4. Vasokonstriksi perifer
5. daerah akral mendingin
6. peningkatan asam laktat
7. berkurangnya keluaran urin.
E. Penatalaksanaan
Perawatan utamanya terdiri dari:
1. Memberikan cairan intravena
2. Pemberian antibiotik dini
3. Terapi tertarget awal
4. Identifikasi dan kontrol sumber cepat
5. Mendukung disfungsi organ utama
Cairan
Karena menurunkan tekanan darah pada syok septik berkontribusi pada perfusi yang buruk, resusitasi
cairan merupakan pengobatan awal untuk meningkatkan volume darah. Pasien yang
menunjukkan hipoperfusi yang karena sepsis, harus diresusitasi dini dengan setidaknya 30 ml/kg kristaloid
intravena dalam tiga jam pertama. Kristaloid seperti larutan salin normal dan Ringer laktat direkomendasikan
sebagai cairan awal pilihan, sedangkan penggunaan larutan koloid seperti hidroksietil pati belum
menunjukkan keuntungan atau penurunan mortalitas. Ketika sejumlah besar cairan diberikan,
pemberian albumin telah menunjukkan beberapa manfaat.
Antibiotik
Pedoman pengobatan menyebutkan pemberian antibiotik spektrum luas dalam satu jam pertama setelah
pengakuan syok septik. Terapi antimikroba yang cepat merupakan hal penting, karena risiko kematian
meningkat sekitar 10% untuk setiap jam keterlambatan dalam menerima antibiotik. Kondisi darurat dan
keterbatasan waktu tidak memungkinkan kultur, identifikasi, dan pengujian untuk sensitivitas antibiotik
dari mikroorganisme spesifik yang bertanggung jawab untuk infeksi. Oleh karena itu, terapi kombinasi
antimikroba, yang mencakup berbagai organisme penyebab potensial, terkait dengan hasil yang lebih
baik. Antibiotik harus dilanjutkan selama 7-10 hari pada kebanyakan pasien, meskipun durasi perawatan
mungkin lebih pendek atau lebih lama tergantung pada respon klinis.
5. Syok Anafilaktif
Syok anafilaktif merupakan reaksi alergi yang tergolong berat. Bahkan, kondisi ini bisa mengancam
nyawa seseorang yang mengalaminya karena berkembang sangat cepat. Seseorang yang mengalami
kondisi ini, umumnya merasakan rasa mual dan sakit pada daerah perut. Syok anafilaktif muncul hanya
dalam beberapa menit, setelah pengidap terkena alergen – benda yang menjadi penyebab terjadinya syok
anafilaktif. Syok anafilaktif atau anafilaktif adalah syok akibat reaksi alergi yang berat. Reaksi alergi ini
menyebabkan penurunan tekanan darah secara drastis dan penyempitan saluran pernapasan.
18
B. Etiologi
Berbagai mekanisme terjadinya anafilaksis, baik melalui mekanisme IgE maupun melalui non-IgE.
Tentu saja selain obat ada juga penyebab anafilaksis yang lain seperti makanan, kegiatan jasmani,
serangan tawon, faktor fists seperti udara yang panas, air yang dingin pada kolam renang dan bahkan
sebagian anafilaksis penyebabnya tidak diketahui Mekanisme dan Obat Pencetus Anafilaksts.
C. Patofisiologi
Syok anafilakuk terjadi setelah pajanim antigen terhadap sistem imun yang menghasilkan
dreganulasi sel mast dan pelepasan mediator Aktivasi sel mast dapat terjadi baik oleh jalur yang
dimediasi imunoglobulin E (IgE) (anafilaktik) maupun yang tidak dimediast IgE (anafilaktoid), Pencetus
syok anafilaktik meliputi gigitan atau sengatan serangga, obat-obatan dan makanan, anafilaksis dapat
juga bersifat idiopatik. Mediator gadar meliputi histamine. leukotriene, triptase. dan prostaglandin. Bila
dilepaskan mediator menyebabkan peningkatan sekresi mucus, peningkatan tonus otot polos bronkus.
edema saluran napas, penurunan tonus vascular, dan kebocoran kapiler. Konstelasi mekanisme tersebut
menyebabkan gangguan pemapasan dan kolaps kardiovaskular. (Michael I. Greenberg. Teks-Atlas
Kedokteran Kedaruratan, Hal. 24)
Antigen masuk ke dalan tubuh dapat melalui bermacam cara yaitu kontak langsung melaki kulit,
inhalasi, saluran cema dan melalui tusukan suntikan. Pada reaksi anafilaksis, kejadian masuknya antigen
yang paling sering adalah melalui tusukan/ suntikan
Begitu memasuki tubuh, antigen akan diikat langsung oleh protein yang spesifik (seperti albumin).
Hasil ikatan ini selanjutnya menempel pada dinding sel makrofag dan dengan segera akan merangsang
membrane sel makrofag untuk melepaskan sel precursor pembentuk reagen antibody immunoglobulin E
atau reagene (IgE) antibody forming precursor cell. Sel-sel precursor in lalu mengadakan mitosis dan
menghasilkan serta membebaskan antibody IgE. yang spesifik. IgE yang terbebaskan ini akan dikat oleh
reseptor spesifik yang berada pada dinding sel mast dan basofil membentuk reseptor baru yaitu Fab.
Reseptor F ab ini berperan sebagai pengenal dan pengikat antigen yang sama Proses yang berlangsung
sampai di sini disebut proses sensitisasi.
Pada suatu saat dimana tubuh kemasukan lagi antigen yang sama, maka antigen ini akan segera
sikenali oleh reseptor Fab yang telah terbentuk dan diikat membentuk ikatan Igl Ag Adanya ikatan ini
menyebabkan dinding sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan melepaskan mediator-mediator
19
endogen seperti histamine, kinin, serotonin, Platelet Activating Factor (PAF). Mediator-mediator ini
selanjutnya menuju dan mempengaruhi sel-sel target yaitu sel otot polos. Proses menupakan reaksi
hipersensitivitas.
Pelepasan endogen tersebut bila berlangsung cepat disebut fase akut dan karena dapat dilepaskan
dalam jumlah yang besar, maka biasanya tidak dapat diatasi dengan hanya memberikan antihistamin.
Pada saat fase akut ini berlangsung. pada membran sel mast dan basofil terjadi pula proses yang lain.
Fosfolipid yang terdapat di membrane sel mast dan basofil oleh pengaruh enzim fosfolipase berubah
menjadi asam arakidonat dan kemudian akan menjadi prostaglandin, tromboksan dan leukotrien SRSA
( Slow Reacting Substance of Anaphylaxis) yang juga merupakan mediator-mediator endogen
anafilaksis. Karena proses terbentuknya mediator yang terakhir ini lebih lambat, maka disebut dengan
fase lambat anafilaksis
Melalui mekanisme yang berbeda, bahan yang masuk ke dalam tubuh dapat lasung mengaktivasi
permukaan reseptor sel plasma dan menyebabkan pembebasan histamine oleh sel mast dan basofil tanpa
melalui pembentukan IgE dan reaksi ikatan IgE-Ag. Proses ini disebut reaksi anafilaktoid, yang
memberikan gejala dan tanda serta akibat yang sama seperti reaksi anafilaksis. Beberapa sistem yang
dapat mengaktivasi komplemen yaitu, obat-obatan, aktivasi kinin, pelepasan histamine secara langsung,
narkotika, obat pelemas otot d-tubokurarin, atrakurium, antibiotika vankomisin, polimiksin B.
Pada reaksi anafilaktif, histamine dan mediator lainnya yang terbebaskan akan mempengaruhi sel
target yaitu sel otot polos dan sel lainnya. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa;
Leukotrin (SRSA) dan tromboksan yang terbebaskan pada fase lambat dapat menyebabkan
bronkokonstriksi yang lebih kuat dibandingkan dengan yang disebabkan olch histamine. Prostaglandin
selain dapat menyebabkan bronkokonstriksi juga dapat meningkatkan pelepasan histamine. Peningkatan
pelepasan histamine ini dapat pula disebabkan oleh PAF.
D. Manifestasi Klinis
b. Pernapasan :
1) Hidung hidung gatal, bersin, dan tersumbat
2) Laring rasa tercekik, suara serak, sesak rupas, stridor, edema
3) Lidah edema
4) Bronkus batuk, sesak, mengi, spasme.
c. Kardiovaskuler: pingsan sinkop, palpitasi, takikardia, hipotensi sampai syok. aritmia Kelainan EKG
gelombang T datar. terbalik, atau tanda-tanda infark miokard.
Pathway
21
D. Manifestasi Klinis
E. Pemeriksaan Diagnosis
Untuk mengetahui babarapa penyebab terjadinya syok anafilaktif, maka dilakukan beberapa tes untuk
mengidentifikasi alergennya:
a. Skin tes
Skin tes merupakan cara yang banyak digunakan, untuk mengevaluasi sensitivitas alerginya.
Keterbatasan skin tes adalah adanya hasil positif palsu dan adanya reexposure dengan agen yang akan
mengakibatkan efek samping serius yang akan datang, oleh karena itu pemberiannya diencerkan 1. 1.000
sampai 1 1.000.000 dari dosis initial.
F. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi, antara lain :
a. Henti jantung (cardiac arrest) dan nafas.
b. Bronkospasme persisten
c. Oedema Larynx (dapat mengakibatkan kematian).
d. Relaps jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
e. Kerusakan otak permanen akibat syok
f. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan Kemungkinan rekurensi di masa mendatang
dan kematian.
22
G. Penatalaksanaan
1. Tindakan segera
Tindakan pertama yang paling penting dilakukan menghadapi pasien dengan syok anafilaktik adalah
mengidentifikasi dan menghentikan kontak dengan alergen yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis.
Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk
meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan
darah.
Selanjutnya dilakukan penilaian airway, breathing dan circulation dari tahapan resusitasi jantung paru
untuk memberikan kebutuhan bantuan hidup dasar. Airway, penilaian jalan napas. Jalan napas harus
dijaga teap bebas agar tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala
dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan triple
airway maneuver yaitu ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut. Penderita dengan
sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea,
krikotirotomi, atau trakeotomi.
Breating support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas
spontan, baik memalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem
laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang
mengalami sumbatan jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas
parsial, selain ditolong dengan obat obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen 5-10
liter/menit. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis atau a. femoralis),
segera lakukan kompresi jantung luar.
2. Obat-obatan.
Obat pilihan pertama untuk mengobati syok anafilaktik adalah adrenalin. Obat ini berpengaruh untuk
meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh darah, melebarkan bronkus dan meningkatkan
aktivitas otot jantung. Adrenalin bekerja pada reseptor adrenergic di seluruh tubuh sehingga mempunyai
kemampuan memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah perifer dan otot polos
bronkus. Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan memicu
denyut dan kontraksi jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam
waktu pendek.
Cara pemberian adrenalin secara intramuskuler pada lengan atas, paha ataupun sekitar lesi pada
sengatan serangga merupakan pilihan pertama pada penatalaksanaan syok anafilaktik. Adrenalin
memiliki onset yang cepat setelah pemberian intramuskuler. Pada pasien dalam keadaan syok, absorbsi
intramuskuler lebih cepat dan lebih baik dari pada pemberian subkutan. Berikan 0.5 ml larutan 1:1000
(0.3-0.5 mg) untuk orang dewasa dan 0.01 ml/kg BB untuk anak. Dosis diatas dapat diulang beberapa
kali tiap 5-15 menit, sampai tekanan darah dan nadi menunjukkan perbaikan.
Adrenalin sebaiknya tidak diberikan secara intravena kecuali pada keadaan tertentu saja misalnya
pada saat syok (mengancam nyawa) ataupun selama anesthesia. Pada saat pasien tampak sangat
kesakitan serta kemampuan sirkulasi dan absorbsi injeksi intramuskuler yang benar-benar diragukan,
adrenalin mungkin diberikan injeksi intravena lambat dengan dosis 500 mcg (5 ml dari pengenceran
injeksi adrenalin 1:10000) diberikan dengan kecepatan 100 mcg/menit dan dihentikan jika respon dapat
dipertahankan.
Pada anak-anak dapat diberi dosis 10 mcg/kg BB (0.1 ml/kg BB dari pengenceran injeksi adrenalin
1:10000) dengan injeksi intravena lambat selama beberapa menit. Beberapa penulis menganjukan
pemberian infus kontinyu adrenalin 2-4 ug/menit. Individu yang mempunyai resiko tinggi untuk
mengalami syok anafilktik perlu membawa adrenalin setiap waktu dan selanjutnya perlu diajarkan cara
penyuntikan yang benar. Pada kemasan perlu diberi label, pada kasus kolaps yang cepat orang lain dapat
memberikan adrenalin tersebut.
Pengobatan tambahan dapat diberikan pada penderita anafilaksis, obat-obat yang sering
dimanfaatkan adalah antihistamin, kortikosteroid, dan bronkodilator. Pemberian antihistamin berguna
untuk menghambat proses vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vascular yang diakibatkan oleh
23
pelepasan mediator dengan cara menghambat pada tempat reseptor-mediator tetapi bukan merupakan
obat pengganti adrenalin. Tergantug beratnya penyaki, antihistamin dapat diberikan oral atau parenteral.
Pada keadaan anafilaksis berat antihistamin dapat diberikan intravena. Untuk AH2 seperti simetidin
(300mg) atau ranitidun (150mg) harus diencerkan dengan 20 ml NaCl 0.9% dan diberikan dalam waktu
5 menit. Bila penderita mendapatkan terapi teofilin pemakaian simetidin harus dihindari sebagai
gantunya dipakai ranitidin. Anti histamine yang juga dapat diberikan adalah dipenhidramin intravena 50
mg secara pelan-pelan (5-10 menit), diulang tiap 6 jam selama 48 jam. Kortikosteroid digunakan untuk
menurunkan respon keradangan, kortikosteroid tidak banyak membantu pada tata laksana akut
anafilaksis dan hanya digunakan pada reaksi sedang hingga berap untuk memperpendek episode
anafilaksis atau mencegah anafilaksis berulang. Glukokortikoid intravena baru diharapkan menjadi
efektif setelah 4-6 jam pemberian. Metilprednisolon 125 mg intravena dapat diberikan tiap 4-6 jam
sampai kondisi pasien stabil (yang biasanya tercapai setelah 12 jam), atau hidrokortison intravena 7-10
mg/kg BB, dilanjutkan dengan 5 mg/kg BB setiap 6 jam, atau deksametason 2-6 mg/kg BB.
b. Komplikasi anetesi
Sindroma Mendelssohn paling sering mengacu pada penyakit paru obstruktif dengan kerusakan
jaringan paru (pneumonitis), yang berkembang dengan latar belakang konsumsi jus lambung di saluran
pernapasan. Hal ini diamati pada pasien berat yang telah menderita trauma kraniocerebral, operasi
24
kavitas (terutama pada organ perut) dan persalinan. Dalam kebanyakan kasus, pelakunya jenis patologi
ini adalah anestesi (karena itu ada relaksasi otot polos).
BAB III
KESIMPULAN
1. Syok secara umum adalah berkurangnya darah dalam peredaran darah umum dengan disertai
gangguan perfusi darah dalam jaringan pada tingkat pembuluh-pembuluh darah kapiler jaringan
tubuh.
2. Klasifikasi syok secara umum, yaitu :
(1) Syok dapat pulih dini (early reversible shock)
Kadar katekolamin meningkat ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Penanganan segera dapat mengatasi syok dengan mudah.
(2) Syok dapat pulih lambat (late reversible shock)
Vasokonstriksi terus-menerus, bagian perifer tubuh dingin, tekanan darah turun, nadi cepat, dan
terjadi penumpukan darah dalam vena-vena di daerah tertentu. Untuk penanganan diperlukan
upaya dan jumlah cairan (atau darah) yang lebih banyak.
(3) Syok refraktor (refraktor shock)
Fungsi sel-sel jaringan pada alat-alat vital terganggu, Penanganan lebih sulit dan pemberian
cairan (darah) harus lebih banyak.
(4) Syok tidak dapat pulih (irreversible shock)
Sudah terjadi kematian sel-sel jaringan alat-alat vital dan apabila kekuatan cadangan alat-alat
telah habis atau dilampaui akhirmya fatal.
3. Syok obstetri adalah suatu keadaan disebabkan gangguan sirkulasi darah ke dalam jaringan
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan dan tidak mampu
mengeluarkan hasil metabolisme. Penyebab terjadinya syok dalam kebidanan yang terbanyak
adalah perdarahan, kemudian neurogenik, kardiogenik, endotoksik/septik, anafilaktik, dan
penyebab syok yang lain seperti emboli, komplikasi anestesi, dan kombinasi.
4. Klasifikasi syok obstetri, sebagai berikut :
a. Syok hipovolemik atau hemoragik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan
oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat.
Penyebab syok hemiragik :
Perdarahan luar yang terjadi akibat cedera atau luka robek.
Perdarahan dalam yang terjadi akibat perdarahan saluran pencernaan, pecah atau
robeknya aneurisma aorta, robekan organ dalam karena kehamilan ektopik,
atau solusio plasenta.
Berkurangnya cairan tubuh, misalnya akibat muntah-muntah, diare, keringat yang
keluar secara berlebihan, dan luka bakar.
Tanda dan gejala yang terlihat pada syok hemorogik antara lain:
Pucat, badan lemas, keluar keringat secara berlebihan, tampak bingung dan gelisah, nyeri
dada, pusing, suhu tubuh rendah. Sesak. denyut nadi lemah, berdebar-debar, bibir dan kuku
tampak biru, produksi urine berkurang. hilang kesadaran.
b. Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Syok neurogenik terjadi
karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh. Syok neurogenik
juga dikenal sebagai syok spinal.
25
Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur
tulang.
Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
Syok neurogenik bisa juga akibat letupan rangsangan parasimpatis ke jantung yang
memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke
pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional.
c. Syok kardiogenik adalah penyebab umum kematian, dan manajemen tetap menantang
meskipun ada kemajuan dalam pilihan terapi. Syok kardiogenik disebabkan oleh gangguan
parah kinerja miokard yang mengakibatkan penurunan curah jantung, hipoperfusi organ
akhir, dan hipoksia.
Beberapa faktor penyebab terjadinya syok kardiogenik adalah :
Infark Miokardium : jantung yang rusak tidak dapat memompa darah dan curah
jantung tiba-tiba menurun.
Aritmia Ventrikel yang Mematikan : pasien dengan takikardia terus menerus akan
dengan cepat menjadi tidak stabil.
Gagal Jantung Stadium Akhir : jaringan parut di miokardium akibat serangan jantung
sebelumnyaa, dilatasi ventrikel, dan iskemia miokardium kronis merusak otot
jantung, dan gerak dinding menjadi tidak terkoordinasi (ruang ventrikel tidak padat
memompa secara bersamaan.
e. Syok anafilaktif merupakan reaksi alergi yang tergolong berat. Bahkan, kondisi ini bisa
mengancam nyawa seseorang yang mengalaminya karena berkembang sangat cepat.
Seseorang yang mengalami kondisi ini, umumnya merasakan rasa mual dan sakit pada daerah
perut. Syok anafilaktif muncul hanya dalam beberapa menit.
Berbagai mekanisme terjadinya anafilaksis, baik melalui mekanisme IgE maupun melalui
non-IgE. Tentu saja selain obat ada juga penyebab anafilaksis yang lain seperti makanan,
kegiatan jasmani, serangan tawon, faktor fists seperti udara yang panas, air yang dingin pada
kolam renang dan bahkan sebagian anafilaksis penyebabnya tidak diketahui Mekanisme dan
Obat Pencetus Anafilaksts.
Komplikasi anetesi
Sindroma Mendelssohn paling sering mengacu pada penyakit paru obstruktif dengan
kerusakan jaringan paru (pneumonitis), yang berkembang dengan latar belakang
konsumsi jus lambung di saluran pernapasan. Hal ini diamati pada pasien berat yang
telah menderita trauma kraniocerebral, operasi kavitas (terutama pada organ perut)
dan persalinan. Dalam kebanyakan kasus, pelakunya jenis patologi ini adalah anestesi
(karena itu ada relaksasi otot polos).
26
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo Sarwono, 2008, “Ilmu Kebidanan”, PT. Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, Jakarta
C. Benson Ralph & Martin L. Pernoll Year Published, 2008, “ Buku Saku Obstetri & Ginekologi Edisi 9”,
EGC, Jakarta
Prof. Dr. Ida Gede Manuaba, SpOG, 2001, “Kapita Selekta penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB”, EGC, Jakarta
Stubblefield, Phillip; Grimes, David (2004). "Septic Abortion: Prevention and Management". Gynecology and
Obstetrics CD-ROM. Lippincott Williams & Wilkins. Retrieved July 27, 2021.
(https://en.wikipedia.org/wiki/Septic_abortion)
Bhalla, Rita; Wuntakal, Rekha; Odejinmi, Funlayo; Khan, Rehan U (January 2009). "Acute inversion of the uterus"
(https://en.wikipedia.org/wiki/Uterine_inversion)
I.V.W Udjung, Sp. OG, dr. Gorga (21 April 2021). "Kehamilan Ektopik: Gejala, Ciri, dan Pencegahan Sejak Awal
Rencana Kehamilan" ( https://id.wikipedia.org/wiki/Kehamilan_ektopik)
Angus DC, van der Poll T (August 2013). "Severe sepsis and septic shock". N. Engl. J. Med. 369 (9): 840–
51. doi:10.1056/NEJMra1208623. PMID 23984731 ( https://id.wikipedia.org/wiki/Syok_septik)
van Diepen S, Katz JN, Albert NM, Henry TD, Jacobs AK, Kapur NK, Kilic A, Menon V, Ohman
EM, Sweitzer NK, Thiele H, Washam JB, Cohen MG. Contemporary management of
cardiogenic shock: a scientific statement from the American Heart
Association. Circulation. 2017. (https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/JAHA.119.011991)
https://www.researchgate.net/publication/341592228_Kegawatdaruratan_Syok_Hipovolemik
https://www.academia.edu/42158610/Syok_Neurogenik
https://erepo.unud.ac.id/id/eprint/18966/1/f216832eb3ad0c53b11569144fed27cf.pdf
27