Anda di halaman 1dari 2

Kagumnya Syetan Kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani

Hilmi Ridho
Ma`had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafi`iyah Sukorejo
Jl. KHR. Syamsul Arifin, Sukorejo, Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur
Email: hilmikamila241@gmail.com
Seperti yang telah diceritakan sebelumnya bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
mendapatkan gelar ‘Raja Para Wali’ dengan sikap tunduk dan rendah diri. Begitu beliau
sudah mendapatkan gelarnya, justru malah tidak mudah menjaga gelar itu dari godaan-
godaan syetan. Karena semakin tinggi kedudukan seseorang di hadapan Allah SWT,
maka ia harus siap menanggung ujian yang lebih berat lagi dari Tuhannya. Syetan terus
menggoda manusia dan para kekasih Allah SWT hingga hari kiamat agar terjerumus
dalam api neraka, tak terkecuali Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Dalam satu kisah, ketika Syekh Abdul Qadir Al-Jailani lagi menyendiri beliau
dikagetkan dengan datangnya sebuah cahaya besar yang memenuhi penjuru langit. Lalu
bayangan itu datang dan memanggil beliau;
“Wahai Abdul Qadir aku ini Tuhanmu. Kamu adalah kekasihku, aku akan meringankan
syariat untukmu. Apa yang aku haramkan sebelumnya, sekarang aku halalkan untukmu.”,
kata bayangan itu.
“Wahai yang terlaknat, pergi kamu sekarang dari hadapanku. Kalau tidak, akan aku
hancurkan kamu.”, jawab Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Begitulah syetan menggoda para kekasih-Nya, ia mengaku dirinya sebagai Tuhan,
agar Syekh Abdul Qadir Al-Jailani percayan dan mengikuti perintah-Nya. Namun, Allah
SWT tidak akan membiarkan kekasih-Nya terjerumus ke dalam jalan yang salah. Syetan
diberikan kebebasan oleh Allah SWT untuk menggoda manusia, sebagai manifestasi
keadilan kepada seluruh makhluk-Nya.
Sesaat setelah kejadian dialog tersebut, tiba-tiba cahaya itu padam dan sedikit
demi sedikit hilang dari pandangan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Beliau terus
menyendiri menikmati keindahan alam sebagai bukti kebesaran Allah SWT. Tak lama
kemudian, bayangan yang tadi menghilang, kembali memanggil Syekh Abdul Qadir Al-
Jailani dalam wujud kabut dan berkata;
“Kamu selamat dari godaanku wahai Abdul Qadir karena dua alasan; pertama karena
ilmumu (fikih) yang telah melekat dalam jiwamu, engkau mampu membedakan mana
yang Haq (benar) dan mana yang Bathil (salah). Kedua karena kondisi spiritualmu dan
ibadahmu, Allah SWT membukakan hatimu dan membimbingmu menuju jalan yang
benar.”, tegas kabut tersebut.
“Apa yang aku miliki saat ini, semuanya hanya milik Sang Pencipta. Aku selamat darimu
berkat Tuhanku.”, jelas Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
“Perlu kamu ketahui Abdul Qadir, aku telah menyesatkan sebanyak 70 orang ahli ibadah
dengan cara seperti ini dan hanya kamu yang selamat. Dari mana kamu tau bahwa aku ini
Syetan?”, tambah kabut itu.
“Semua karena fadilah Allah SWT, aku diberi petunjuk oleh-Nya melalui perkataanmu
‘Apa yang aku haramkan sebelumnya, sekarang aku halalkan untukmu’ dan saat itu aku
yakin kamu adalah Syetan. Karena kalau memang Allah SWT ingin menghapus
syariatnya, tentulah orang yang pertama kali akan terlepas dari syariat-Nya adalah para
Nabi, dan itu sangat mustahil.”, jawab Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Melihat percakapan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dengan Syetan, sudah jelas
bahwa keimanan dan ketakwaannya kepada Tuhannya begitu mendalam. Hal itu sudah
barang tentu tidak lepas dari ilmu yang dimiliki beliau. Begitu pentingnya ilmu, tak heran
jika Rasulullah SAW selalu memohon tamabahan ilmu kepada-Nya;
ً‫ب ِز ْديِن ْ ِع ْلما‬
ِّ ‫َوقُ ْل َر‬
“Dan katakanlah Muhammad; ya Tuhanku, tambahkanlah aku ilmu pengetahuan.”
Ada hikmah menarik dari kisah di atas, bahwa kita harus selalu menimba ilmu.
Karena dengan ilmu itu kita akan selamat dari godaan syetan, perlu di ingat bahwa yang
namanya setan tidak akan pernah berhenti menggoda manusia hingga akhir kiamat.
Sebagai manusia yang tidak lepas dari salah dan keliru, sudah sepatutnya terus belajar
menempa diri dengan ilmu Allah SWT. Sudah banyak di dalam Hadist maupun Al-
Qur`an penjelasan akan pentingnya mencari ilmu.
Salah satu perbedaan antara manusia dengan yang lain adalah aspek akal. Dengan
kelebihan itu, manusia dapat menerima ilmu. Sebagaimana Allah SWT mengajarkan
Nabi Adam a.s akan nama-nama benda yang ada dimuka bumi ini, dalam suarah Al-
Baqarah ayat: 31, Allah SWT berfirman “Dan dia ajarkan kepada Adam nama-nama
benda semuanya kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat seraya berfirman;
sebutkan kepada-Ku nama semua benda ini, jika kamu yang benar”.
Melihat firman Allah SWT di atas, telah mafhum bahwa manusia memiliki
kelebihan daripada makhluk yang lain. Namun, itu semua kembali kepada manusia itu
sendiri bisakah manusia tersebut mempergunakan kelebihan itu sebaik mungkin? Perlu
diketahui bahwa posisi manusia berada diantara syetan dan malaikat. Jika manusia tidak
mampu menguasai hawa nafsunya, maka ia lebih buruk daripada syetan. Sebaliknya, jika
manusia mampu menguasai hawa nafsunya dan mengikuti perintah-Nya, maka derajatnya
lebih tinggi dari malaikat. Wallahu a’lamu bish-shawab.

Catatan:
Disadur dari kitab al-Fawā id al-Mukhtārah Lisāliki Ṭarīq al-Ākhirah karya
Habib Ali bin Hasan Baharun.

Anda mungkin juga menyukai