Anda di halaman 1dari 10

KHALWAT ADALAH KEWAJIBAN MUSLIM

Sebelum masa kenabian kira-kira usia yang mulia Sayyidina Muhammad,saw., menjelang empat puluh tahun, beliau
senang menyendiri atau melakukan khalwat ke gua hira di Jabal Nur, jaraknya kira-kira dua mil dari mekah, gua itu
tidak terlalu besar, dan juga tidak terlalu kecil. Sampai saat ini, gua tersebut masih dapat dilihat, jemaah haji dari
Indonesia banyak yang menyempatkan diri berziarah ketempat ini.
Sejarah mengatakan bahwa di bulan Ramadhan pada tahun ketiga dari masa pengasingan di gua hira, wahyu yang
pertama turun. Ini bukti bahwa, beliau berkhalwat dalam kurun waktu yang lama. Juga didalam al-Quran dapat
dijumpai kisah Nabi Musa,as., yang melakukan khalwat selama tiga puluh hari, lalu Allah SWT menambahnya
sepuluh hari lagi, maka genaplah menjadi empat puluh hari lamanya.
"Dan telah kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami
sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan
Tuhannya empat puluh malam" (QS 7 : 142)
Kelompok yang mengatakan bahwa khalwat bukan ajaran dari Nabi Muhammad,saw., adalah salah besar! Justru
orang-orang yang mengaku dirinya ulama, namun tidak pernah melakukan khalwat, maka pengakuannya mengadaada dan sia-sia. Karena jalan pintas untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT adalah khalwat atau suluk.
Nyaris tidak ada riwayat yang mengisahkan bahwa ketinggian ruhani seseorang, khususnya para syaikh sufi didapat
tanpa melakukan khalwat. Jadi khalwat hukumnya wajib bagi orang-orang yang mendambakkan kesucian lahir
ataupun batinnya.
Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : "Tidak banyak berguna orang yang bertarekat namun tidak
melakukan khalwat, karena ibadah yang sejati ada pada khalwat"
Khalwat adalah usaha seorang hamba untuk mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah SWT dengan cara
menyepikan batin dari sifat-sifat keduniaan, mensunyikan hati dari hawa nafsu dunia.
Khalwat merupakan suatu keadaan dimana seorang hamba berusaha untuk membutakan matanya dari pandanganpandangan dunia, mentulikan telinganya dari bisikan-bisikan hawa nafsu dan membisukan lidah dari perkataanperkataan yang tidak berguna.
Imam Abu Hamid Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin pada bab Adabu Uzlah menjelaskan bahwa khalwat
merupakan salah satu upaya seorang hamba untuk membangun ketaatan kepada Allah SWT.
Dalam pandangan Syaikh KH Saadih Al Batawi, bahwa khalwat dilakukan sebagai usaha manusia untuk mengenal
dirinya agar dapat mengenal Allah SWT. Salah satu caranya ialah dengan berusaha semaksimal mungkin dapat
mengendalikan nafsu lawamah, sawwamah dan ammarah dan nafsu dunia serta nafsu syaithoniyyah yang terdapat
dalam jiwanya, sehingga diharapkan akan muncul dalam jiwa manusia itu jiwa yang mutmainnah (jiwa yang

tenang).
Allah SWT pada dasarnya telah mengajarkan tentang khalwat dan menjelaskan tentang betapa pentingnya khalwat
bagi manusia, hal ini telah termaktub dalam Al Quran: artinya
Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan-Nya), maka Allah SWT mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan
dan ketaqwaannya, sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sungguh merugilah orang yang
mengotorinya (Al Syams : 7 10)
Dari ayat diatas sungguh sangatlah jelas bahwa Allah SWT punya kepentingan agar manusia menjadi taat dan patuh
serta mau membersihkan dan mensucikan jiwanya. Sehingga ketika manusia nanti kembali kepada Allah mereka
senantiasa berada dalam kesucian lahir maupun batin.
Sungguh amat beruntunglah orang-orang yang memilih jalan ketaqwaan itu karena mereka tidak menyia-nyiakan
hidayah yang Allah berikan kepada mereka. Sebaliknya sungguh amat merugilah bagi mereka yang memilih jalan
kefasikan, karena mereka telah menyia-nyiakan rahmat, hidayah dan fitrah ketauhidan yang telah Allah SWT
berikan kepada mereka, dengan cara mengotori jiwa, hati dan iman mereka sendiri dalam bentuk-bentuk perbuatan
kemaksiatan di hadapan Allah.
Mengasingkan diri atau menyendiri untuk sesaat lamanya, sangat dibutuhkan oleh manusia. Namun harus berhatihati, banyak riwayat mengatakan bahwa teman daripada orang yang menyendiri adalah syaithoon, oleh karenanya,
seseorang harus mempunyai pengetahuan agama yang prima terlebih dahulu. Mengasingkan diri dari khalayak ramai
dalam masa yang panjang atau untuk menghabiskan masa tuanya, dalam istilah tasawuf disebut uzlah, sedangkan
memisahkan diri atau menyendiri untuk sementara waktu dari segala sesuatu yang bukan Tuhan adalah Khalwat.
Sikap seseorang yang layak ketika memutuskan untuk beruzlah atau berkhalwat adalah, merasa bahwa masyarakat
akan terhindar dari kejahatannya, bukan merasa bahwa ia akan terhindar dari kejahatan mereka. Yang pertama,
adalah hasil daripada memandang rendah dirinya sendiri, sedangkan sikap yang kedua adalah merasa bahwa dirinya
lebih baik dari orang lain. Orang yang memandang dirinya tidak berharga adalah rendah hati, sedangkan orang yang
menganggap dirinya lebih berharga ketimbang orang lain adalah takabur.
Didalam tradisi tarekat, menyendiri itu harus atas perintah Mursyidnya atau perintah Syaikhnya dan selalu didalam
pengawasannya baik lahir atau batinnya. Kira-kira usia muda, yang mulia Syaikhuna pernah meminta izin dari
gurunya untuk melakukan khalwat didalam hutan, segala sesuatu perbekalan telah dipersiapkan, namun tidak
diperkenankan oleh sang guru. Hal ini menunjukkan bahwa, khalwat adalah pekerjaan khusus, dan diperuntukkan
bagi para suci yang memang benar-benar membutuhkan, guna kemajuan spiritualnya, bukan untuk hal lain dan atas
kehendak gurunya dan bukan kehendak dirinya sendiri.
Pada saat berkhalwat, seorang Syaikh tidak saja menjadi pembimbing dan pengawas bagi para saliknya, melainkan
turut serta mengerjakannya dan patuh atas segala sesuatu yang diwajibkan dalam berkhalwat kepada saliknya.
Imam Al-Qusyairy An-Naisabury (semoga Allah merahmatinya) berkata : "Apabila Tuhan hendak memindahkan
hamba-Nya dari kehinaan kekafiran menuju kemuliaan ketaatan, Dia menjadikannya intim dengan kesendirian, kaya
dalam kesederhanaan dan mampu melihat kekurangan dirinya. Barangsiapa telah dianugerahi semua ini berarti telah
mendapatkan yang terbaik dari dunia dan akhirat"
Hadrat Sayyidi Syaikh Abdul Qadir al-Jailani (semoga Allah mensucikan Ruhnya) berkata : Menyendiri merupakan
sesuatu yang mesti engkau alami. Ketika ajal datang menjemput, semua sahabat dekat akan memutuskan hubungan
denganmu, dan semua keluarga akan berpisah darimu. Maka dari itu, berpisahlah dari mereka, dan putuskan
hubungan dengan mereka, sebelum mereka meninggalkanmu dalam kesulitan. Kubur akan menjadi jalan kecil
menuju Allah SWT., menjadi koridor. Matilah engkau, sebelum engkau mati (mutu qabla antamutu). Matilah
terhadap dirimu, dan terhadap mereka, maka engkau akan hidup didalam Dia. Engkau akan menjadi seperti orang
mati, yang dimanipulasi oleh tangan takdir, menerima bagiannya dengan sepi ing pamrih.
Dan beliau berkata : Memegang teguh tauhid adalah menyingkirkan semua makhluk, menjauhkan diri dari

pergolakan tabiat untuk menuju alam malaikat, kemudian meninggalkan alam malaikat dan berhubungan dengan
Allah SWT.
Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : "Khalwat adalah menghadirkan rasa terus menerus seolah-olah
menjemput kematian"
Rasulullah,saw., bersabda : "Barangsiapa (beramal) dengan ikhlas karena Allah selama 40 hari (pagi), niscaya
terpancarlah sumber-sumber hikmah dari hatinya kelidahnya"
Sesungguhnya ibadat tidaklah lestari bila masih berkumpul dengan orang banyak, kemesraan akan didapat dalam
kesendirian dan hanya berdua-duaan dengan kekasih tanpa adanya yang lain, oleh karenanya, tidak ada seorang wali
atau nabi pun yang tidak mengalami kesendirian baik sebelum ataupun sesudahnya.
Imam Abul Qosim Al Junaid Al Bagdad (semoga Allah meridhoinya) berkata : "Barang siapa mengingingkan
agamanya sehat dan raga serta jiwanya tentram, lebih baik ia memisahkan diri dari orang banyak. Sesungguhnya
zaman yang penuh ketakutan, dan orang yang bijak adalah yang memilih kesendiriannya"
Pada akhirnya khalwat diharapkan dapat membentuk manusia-manusia yang taat dan tunduk kepada Allah, yaitu
mereka mampu bersabar ketika Allah uji, ihklas dalam penyembahannya kepada Allah, bersyukur ketika diberi
nikmat dan ridho atas segala ketentuan serta keputusan-keputusan Allah.
Sebagai salah satu tingkatan dalam pembentukan karakter melalui pendakian spiritual, manusia dibimbing untuk
mengenal dirinya agar dapat mengenal Allah SWT. Didalam khalwat, jamaah dilatih untuk mengendalikan
keinginan yang seringkali ditumpangi dengan nafsu, dilatih untuk melakukan dialog batiniyah kepada Allah SWT
hingga mencapai muroqobah dan musyahadah yang output-nya berupa amal sholeh dengan ter-internalisasi-nya
sifat-sifat Allah dalam kehidupan pribadi dan sosial.
Semoga Bermanfaat - Salam Ukhuwah Fillah

KHALWAT
Bismillaahir Rahmaanir Rahiim
Dan telah kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga
puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi),
maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. (QS 7 :
142)
Khalwat secara etimologi dapat diartikan menyendiri, lawan kata daripada ngariung,
berkumpul, shohbet, atau shuhbah. Di beberapa daerah di Indonesia, mereka
menyebutnya suluk, dan orang yang sedang atau telah mengikuti suluk, disebut salik. Sulit
menemukan kitab yang menjelaskan tentang khalwat, dari sekian banyak kitab-kitab
tasawuf yang ada, hanya dapat ditemui didalam karya Syaikh Syihabuddin Umar
Suhrawardi,qs., yang berjudul Awarif al-Maarif. Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya)
pernah mengatakan bahwa bab terakhir dari kitab yang fenomenal Ihya Ulumiddin karya
Imam al-Ghazali,ra., adalah tentang khalwat, namun inipun karya Guru beliau yang

disatukan didalam kitab tersebut, sangat disayangkan, bab khalwat ini tidak lagi dapat
ditemukan didalam kitab yang mulia ini, lenyap, entah apa alasanya.
Sebelum masa kenabian kira-kira usia yang mulia Sayyidina Muhammad,saw., menjelang
empat puluh tahun, beliau senang menyendiri atau melakukan khalwat ke gua hira di
Jabal Nur, jaraknya kira-kira dua mil dari mekah, gua itu tidak terlalu besar, dan juga
tidak terlalu kecil. Sampai saat ini, gua tersebut masih dapat dilihat, jemaah haji dari
Indonesia banyak yang menyempatkan diri berziarah ketempat ini. Sejarah mengatakan
bahwa di bulan Ramadhan pada tahun ketiga dari masa pengasingan di gua hira, wahyu
yang pertama turun. Ini bukti bahwa, beliau berkhalwat dalam kurun waktu yang lama.
Juga didalam al-Quran dapat dijumpai kisah Nabi Musa,as., yang melakukan khalwat
selama tiga puluh hari, lalu Allah SWT menambahnya sepuluh hari lagi, maka genaplah
menjadi empat puluh hari lamanya seperti yang termaktub pada ayat diatas. Para Syaikh
sufi mengatakan bahwa masa khalwat yang sempurna adalah empat puluh hari lamanya.
Kelompok yang mengatakan bahwa khalwat bukan ajaran dari Nabi Muhammad,saw.,
adalah salah besar! Justru orang-orang yang mengaku dirinya ulama, namun tidak pernah
melakukan khalwat, maka pengakuannya mengada-ada dan sia-sia. Karena jalan pintas
untuk dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT adalah khalwat atau suluk. Nyaris tidak
ada riwayat yang mengisahkan bahwa ketinggian ruhani seseorang, khususnya para syaikh
sufi didapat tanpa melakukan khalwat. Jadi khalwat hukumnya wajib bagi orang-orang
yang mendambakkan kesucian lahir ataupun batinnya. Syaikhuna (semoga Allah
merahmatinya) berkata : Tidak banyak berguna orang yang bertarekat namun tidak
melakukan khalwat, karena ibadah yang sejati ada pada khalwat.
Mengasingkan diri atau menyendiri untuk sesaat lamanya, sangat dibutuhkan oleh
manusia. Namun harus berhati-hati, banyak riwayat mengatakan bahwa teman daripada
orang yang menyendiri adalah syaithoon, oleh karenanya, seseorang harus mempunyai
pengetahuan agama yang prima terlebih dahulu. Mengasingkan diri dari khalayak ramai
dalam masa yang panjang atau untuk menghabiskan masa tuanya, dalam istilah tasawuf
disebut uzlah, sedangkan memisahkan diri atau menyendiri untuk sementara waktu dari
segala sesuatu yang bukan Tuhan adalah Khalwat. Sikap seseorang yang layak ketika
memutuskan untuk beruzlah atau berkhalwat adalah, merasa bahwa masyarakat akan
terhindar dari kejahatannya, bukan merasa bahwa ia akan terhindar dari kejahatan
mereka. Yang pertama, adalah hasil daripada memandang rendah dirinya sendiri,
sedangkan sikap yang kedua adalah merasa bahwa dirinya lebih baik dari orang lain.

Orang yang memandang dirinya tidak berharga adalah rendah hati, sedangkan orang yang
menganggap dirinya lebih berharga ketimbang orang lain adalah takabur. Didalam tradisi
tarekat, menyendiri itu harus atas perintah Mursyidnya atau perintah Syaikhnya dan selalu
didalam pengawasannya baik lahir atau batinnya. Kira-kira usia muda, yang mulia
Syaikhuna pernah meminta izin dari gurunya untuk melakukan khalwat didalam hutan,
segala sesuatu perbekalan telah dipersiapkan, namun tidak diperkenankan oleh sang guru.
Hal ini menunjukkan bahwa, khalwat adalah pekerjaan khusus, dan diperuntukkan bagi
para suci yang memang benar-benar membutuhkan, guna kemajuan spiritualnya, bukan
untuk hal lain dan atas kehendak gurunya dan bukan kehendak dirinya sendiri. Pada saat
berkhalwat, seorang Syaikh tidak saja menjadi pembimbing dan pengawas bagi para
saliknya, melainkan turut serta mengerjakannya dan patuh atas segala sesuatu yang
diwajibkan dalam berkhalwat kepada saliknya. Dikatakan, Apabila Tuhan hendak
memindahkan hamba-Nya dari kehinaan kekafiran menuju kemuliaan ketaatan, Dia
menjadikannya intim dengan kesendirian, kaya dalam kesederhanaan, dan mampu
melihat kekurangan dirinya. Barang siapa telah dianugerahai semua ini, berarti telah
mendapatkan yang terbaik dari dunia dan akhirat.
Hadrat Sayyidi Syaikh Abdul Qadir al-Jailani (semoga Allah mensucikan Ruhnya) berkata :
Menyendiri merupakan sesuatu yang mesti engkau alami. Ketika ajal datang menjemput,
semua sahabat dekat akan memutuskan hubungan denganmu, dan semua keluarga akan
berpisah darimu. Maka dari itu, berpisahlah dari mereka, dan putuskan hubungan dengan
mereka, sebelum mereka meninggalkanmu dalam kesulitan. Kubur akan menjadi jalan
kecil menuju Allah SWT., menjadi koridor. Matilah engkau, sebelum engkau mati (mutu
qabla antamutu). Matilah terhadap dirimu, dan terhadap mereka, maka engkau akan
hidup didalam Dia. Engkau akan menjadi seperti orang mati, yang dimanipulasi oleh
tangan takdir, menerima bagiannya dengan sepi ing pamrih. Dan beliau berkata :
Memegang teguh tauhid adalah menyingkirkan semua makhluk, menjauhkan diri dari
pergolakan tabiat untuk menuju alam malaikat, kemudian meninggalkan alam malaikat
dan berhubungan dengan Allah SWT.
Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : Salah satu rukun dalam berkhalwat
adalah kemauan yang teguh atau niat yang keras. Tanpa bermodalkan kemauan yang
membaja sebaiknya jangan coba-coba ikut berkhalwat, bisa jadi seseorang akan berputus
asa, karena berkhalwat adalah berpantang dari segala sesuatu selain Allah SWT.,
Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : Khalwat adalah menghadirkan rasa

terus menerus seolah-olah menjemput kematian. Dan : Khalwat dapat dilakukan selama
sepuluh, dua puluh dan empat puluh hari lamanya. Rasulullah,saw., bersabda :
Barangsiapa (beramal) dengan ikhlas karena Allah selama 40 hari (pagi), niscaya
terpancarlah sumber-sumber hikmah dari hatinya kelidahnya.
Dalam pelaksanaannya, Syaikhuna sering melatih murid-muridnya untuk berkhalwat
selama tiga, lima, tujuh hari dan sepuluh hari. Itupan membuat beliau banyak
meneteskan airmata, melihat murid-murid masa kini menjadi pucat dan kurus, sering
mengeluh dan merintih karena hampir semua persendian merasa ngilu, dan menu
makannya sangatlah sederhana. Oleh karenanya, ditengah malam syaikhuna terkadang
memberikan bonus berupa teh manis kepada para salik, walaupun dibalik ini ada
pelajaran yang tersembunyi, adakah kebahagiaan atau penyesalan setelah
meminumnya,setelah keberpantangannya luntur? Hal ini akan terpancar dari mata dan
jawarih (indera) yang lain, sehingga yang mulia Syaikhuna akan segera mengetahuinya.
Seharusnya para salik malu jika sang guru mengambil kebijaksanaan seperti ini. Tekad
untuk mendekatkan diri kepada Allah,swt., tidak boleh kendur, jika dirasa lapar, haus,
ngantuk, pegal dan linu persendian, jenuh adalah hal biasa, dan memang itulah ujian
untuk lahiriyah, sedangkan ujian batiniyah lebih dasyat, berupa cakap-cakap hati,
menerawang dunia dan kekhawatiran terhadap keluarga dan perdagangan, sehingga Allah
SWT tersingkirkan. Hanya dengan menjaga kondisi-kondisinya saja manfaat khalwat bisa
muncul kepermukaan. Allah SWT berfirman : Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya. (QS 18 : 110) Para
mutashowif menafsirkan amal yang saleh adalah berkhalwat dengan cara-cara tertentu.
Seorang murid berkata : Kecil hati ini, gentar bercampur bahagia, tatkala Syaikhuna
menunjuk untuk berkhalwat.
Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) berkata : Khalwat adalah ibadah yang bermutu
tinggi. Seorang sahabat menangis, ketika melihat labu yang berukuran kecil, teringat
bagaimana indahnya pada saat berkhalwat, labu itu menjadi makanan yang terlezat tiada
duanya. Betapa tidak, berbuka dan makan sahur, dengan nasi dan air yang ditakar, nasi
sekepal dengan lauknya labu siam yang kecil atau tempe, minumnya air putih kira-kira
lima kali teguk. Setiap makanan atau minuman yang masuk kemulut, sebelum ditelan
diwajibkan dikunyah atau dikumur-kumur terlebih dahulu selama tiga puluh tiga kali,

sambil berdzikir membaca Laa Ilaaha Illallaah. Lamanya berpuasa dua puluh dua jam
sehari, karena setelah sholat Isya tidak diperkenankan lagi makan atau minum sampai
waktu sahur, kecuali bilah Syaikhuna memperkenankannya. Duduk tidak boleh menyender
dan wajib duduk bersimpuh atau bersila serta terus menghadap kiblat. Tidak
diperkenankan tidur kecuali bila ngantuk menyerang, dan tidurnya wajib tetap
menghadap kiblat dan tanpa alaskan bantal. Tidak diperkenankan bicara dengan manusia
baik secara lisan atau isyarat. Harus selalu berdzikir dalam setiap keadaan, dan harus
menyelesaikan menu khalwat yang diramu oleh Syaikhuna, disamping menyelesaikan
pekerjaan tarekatnya masing-masing. Shalat fardu wajib berjamaah dan berpakaian serba
putih.
Seorang murid bertanya : Apa beda bertapa dan khalwat ? Syaikhuna menjawab :
Bertapa juga berpantang dari dunia, akan tetapi niat dari bertapa bermacam-macam,
ada yang ingin kesaktian, kekayaan dan kehormatan sedangkan berkhalwat hanya untuk
Allah semata, segala sesuatu yang berkenaan dengan keberpantangan dan ketekunan akan
membuahkan hasil, baik itu untuk kejahatan ataupun sebaliknya untuk kebaikan. Barang
siapa menginginkan hakikat sesuatu agar terungkap dalam berkhalwat dan latihan ruhani ,
khususnya agar memperoleh keajaiban-keajaiban dan bukan kedekatan kepada Allah SWT,
maka yang demikian itu adalah inti daripada penipuan terhadap diri sendiri. Itulah
penyebab kejauhan bukannya kedekatan, dan akar daripada keangkuhan. Dalam
pensucian dari noda, agar hati cemerlang dan bercahaya, maka mengurangi makan dan
minum serta terus menerus dalam berdzikir mempunyai pengaruh yang sempurna.
Seorang salik sejati adalah yang tidak dilemahkan oleh keinginan untuk memperoleh
berbagai macam keajaiban. Sebab bagi sebagian orang yang melakukan pertapaan tanpa
pembimbing, apalagi yang tidak berpegang pada tali syariat agama Islam, lalu seolah-olah
telah mengalami keajaiban-keajaiban dalam kesendiriannya, maka semakin hari akan
semakin sombong dan jauh menyimpang dari jalan keselamatan serta tuli dari mendengar
Kalam Allah. Jika keajaiban atau penyingkapan ini jatuh dijalan orang-orang yang benar
dan tulus, tanpa mereka mengharapkannya, maka yang demikian ini adalah sebuah berkah
yang besar, karena inilah sebab yang memperkuat keyakinan dan meningkatkan amal
ibadah.
Didalam delapan prinsip tarekat Naqsyabandiyah dikenal istilah khalwat dar ajuman
atau menyepi ditengah keramaian. Keadaan ini merupakan buah daripada melakukan
khalwat, orang itu akan merasa selalu bersama-sama dengan Tuhanya, walaupun ia

berada ditengah-tengah keramaian, atau jasadnya dibumi dan ruhnya berada dilangit,
itulah sebaik-baik keadaan.
Suasana menjelang memasuki ruang khalwat sangat mencekam, diawali dengan mandi
sunat, lalu mendengarkan Syaikhuna menyampaikan wejangan, dan berjuta rasa meliputi
hati saat beliau mengumandangkan azan, tanda menjemput kematian tiba, isyarat
dimulainya keberpantangan dari yang lain kecuali Allah SWT. Biasanya, pada hari ketiga
tatkala tubuh mulai gontai, keajaiban mulai mendekat. Phisik sudah melemah, menaiki
satu anak tangga bagai seribu anak tangga, berjalan dua puluh meter ke Masjid bagai dua
ratus kilometer. Keinginan untuk makan sahur dan berbuka sudah tertinggal jatuh
kebelakang, yang ada hanyalah makanan keruhanian, yaitu dzikir-dzikir, karena makanan
yang hakiki adalah yang didalamnya tidak ada keharaman sama sekali yakni dzikir. Saat
mulai lupa terhadap keberadaan, lalu pandangan agak buram dan wajah mulai pucat,
maka pikiran menjadi jernih, hati terbuka hanya kepada Allah semata, tafakur
(kontemplasi) menjadi-jadi, muroqobah (meditasi) berjalan dengan sendirinya, rasa
Hudur Al-Haq datang dalam waktu yang lama. Di saat seperti ini, kewaspadaan harus
tetap dijaga, kerendahan diri dihadapan Tuhan harus berlaku terus menerus, robithoh (ini
yang fundamental) harus dikerjakan secara berkala, agar mendapatkan kekuatan lahir dan
batin disamping memperoleh jembatan untuk menyeberangi taman-taman yang indah.
Allah SWT berfirman : Berkata Zakariya, berilah aku suatu tanda (bahwa isteriku telah
mengandung), Allah berfirman : Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata
dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Tuhanmu
sebanyak-banyaknya serta bertasbilah di waktu petang dan pagi hari. (QS 3 : 41)Inilah
sebuah bukti bahwa barang siapa tidak berbicara dengan manusia selama tiga hari, lalu
diisinya dengan berdzikir hanya kepada Allah SWT maka hikmah akan mengalir kedalam
dadanya.
Hakikat berkhalwat ini harus dibawa kedalam kehidupan sehari-hari, jasad ini harus
disiksa dan jiwa harus diputus dari kesenangan duniawi, agar hati menjadi bening, tidak
lagi gaduh seperti suasana pasar. Segala sesuatu yang enak bagi jiwa ini adalah racun bagi
hati dan sebaliknya segala sesuatu yang tidak mengenakan bagi jiwa ini adalah kehidupan
bagi hati. Jika seseorang sudah dapat memahami keutamaan keberpantangan, maka ia
akan meraihnya dengan sungguh-sungguh sesuai dengan kemapuannya. Karena
sesungguhnya ibadat tidaklah lestari bila masih berkumpul dengan orang banyak,

kemesraan akan didapat dalam kesendirian dan hanya berdua-dua-an dengan kekasih
tanpa adanya yang lain, oleh karenanya, tidak ada seorang wali atau nabi pun yang tidak
mengalami kesendirian baik sebelum ataupun sesudahnya.
Kalau sudah minum air telaga
Malampun terjaga
Diterangi lentera yang terus menyala
Mencari diri yang ditelan dunia
Mata terpejam hati memandang
Beroleh cahaya yang gilang gemilang
Tenggelam di kedalaman samudera nan terang
Dada yang sesak pun menjadi lapang
Terisak-isak, menangis menanggung duka
Menyesali sayap-sayap yang lenyap terbakar dosa
Tinggalah suara kerinduan tanpa daya
Terus berdzikir sampai aku lupa
Terombang-ambing ditelan waktu
Seperti orang tolol ditengah-tengah orang bisu
Sesekali kutinggalkan waktu, di belakang atau didepan mataku
Agar hati mampu selalu menghadap, Kepada Dzat yang tak tersentuh waktu
Khalwat adalah obat rasa duka
Diliputi oleh rahasia dalam rahasia-Nya
Perjalanan ini membuatku takjub akan ke Agungan-Nya
Yang terbuka satu persatu karena belas kasih-Nya
Imam Abul Qosim Al Junaid Al Bagdad (semoga Allah meridhoinya) berkata : Barang siapa
mengingingkan agamanya sehat dan raga serta jiwanya tentram, lebih baik ia memisahkan
diri dari orang banyak. Sesungguhnya zaman yang penuh ketakutan, dan orang yang bijak
adalah yang memilih kesendiriannya.
Imam Al-Qusyairy An-Naisabury (semoga Allah merahmatinya) berkata : Apabila Tuhan

hendak memindahkan hamba-Nya dari kehinaan kekafiran menuju kemuliaan ketaatan,


Dia menjadikannya intim dengan kesendirian, kaya dalam kesederhanaan dan mampu
melihat kekurangan dirinya. Barangsiapa telah dianugerahi semua ini berarti telah
mendapatkan yang terbaik dari dunia dan akhirat.

Anda mungkin juga menyukai