- PRILITA I
KELAS : XI MIA 1
I. TUJUAN EKSPERIMEN
II. TEORI
Telah kita ketahui bahwa = air (H2O) adalah elektrolit yang sangat lemah dengan pKw =
14. Itulah sebabnya asam dan basa selalu bereaksi menjadi garam dan air, sebagai contoh
HCl dengan NaOH.
Pada hakikatnya reaksi ini adalah reaksi pembentukan air yang di sebut netralisasi.
H+ + OH- H2O
+ -
Karena Na dan Cl tidak mengalami perubahan. Reaksi netralisasi dapat di pakai untuk
menentukan konsentrasi larutan asam atau basa. Caranya dengan menambahkan setetes
demi setetes larutan basa kepada larutan asam. Setiap basa yang diteteskan bereaksi
dengan asam, dan penetesan dihentikan pada saat jumlah mol H+ setara dengan mol OH- .
pada saat itu larutan bersifat netral dan disebut titik ekuivalen. Cara seperti ini disebut titrasi,
yaitu analisis dengan mengukur jumlah larutan yang di perlukan untuk bereaksi tepat sama
dengan larutan lain. Analisis ini disebut juga volumetric, karena yang diukur adalah volume
larutan basa yang dipakai dengan volume tertentu larutan asam.
Larutan basa yang akan di teteskan (titran) dimasukan kedalam buret (pipa panjang
bersekala) dan jumlah yang terpakai dapat di ketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi.
Larutan asam yang akan di titrasi dimasukkan ke dalam erlenmeyer ,dengan mengukur
volumenya terlebih dahulu dengan menggunakan pipet gondok. Untuk mengamati titik
equivalen di pakai indicator yang perubahan warnanya sekitar titik equivalen. Saat terjdi
perubahan warna itu disebut titik akhir.
Seharusnya titik akhir berimpit dengan titik equivalen, tetapi hal ini sukar di peroleh. Jadi
dalam titrasi yang diamati adalah titik akhir dan bukan titik equivalen.
Indicator untuk titrasi asam-basa di tentukan dari kurva titrasi yang menunjukkan
hubungan pH larutan dan volume titran. Kurva ini dapat dibuat secara teoritas dengan
menghitung pH larutan asam, pada :
1. Titik awal sebelum penambahan basa.
2. Titik-titik setelah di tambah basa sehingga larutan mengandung garam yang terbentuk
dan kelebihan asam.
3. Titik equivalen, yaitu saat larutan hanya menggandung garam, tanpa ada kelebihan
asam atau basa.
4. daerah lewat equivvaln, yaitu larutan menggandung garam dan kelebihan basa.
Bentuk kurva di pengaruhi oleh jenis asam dan basa yang di gunakan. Ada kurva tiga
jenis titrasi asam – basa, yaitu :
1. asam kuat dengan basa kuat
2. asam lemah dengan basa kuat
3. asam kuat dengan basa lemah.
3. Pada titik equivalen, larutan menggandung NaCl. Garam ini adalah AK-AB ( asam kuat –
basa kuat ), maka pH = 7
Setelah di hitung pH larutan sesudah penambahan NaOH didapat data seperti tabel berikut
dan kurvanya.
No. Volume HCl (ml) Volume NaOH (ml) Volume total Konsentrasi pH
kelebihan ion (M)
1. 25,00 0,00 25,00 0,10 (OH+) 1,00
2. 25,00 10,00 35,00 4,3 x 10-2 1,37
3. 25,00 24,00 49,99 2,0 x 10-5 4,70
4. 25,00 25,00 50,00 0,00 7,00
5. 25,00 25,00 50,00 2,0 x 10-5 9,30
6. 25,00 26,00 51,00 2,0 x 10-3 11,30
7. 25,00 50,00 75,00 3,30 x 10-2 12,52
Ternyata di sekitar titik ekuivalen, garis kurva naik tajam, yaitu pH 4 s/d 9.berarti pada
daerah ini penambahan NaOH sedikit menimbulkan perubahan pH yang besar. Hal ini sangat
menguntukan dalam memilih indicator untuk mengamati titik akhir. Kita dapat memakai
phenolfpthaelin untuk titrasi asam basa,walaupun perubahan warnanya terjadi pada sekitar pH
8 s/d 10 yaitu dari tidak berwarna menjadi merah. Oleh sebab itu indicator di masukan pada
asam yang akan di titrasi, bukan pada larutan basa.
2. Titrasi asam lemah dengan bas kuat.
Titirasi asam lemah dengan kuat akan mempunyai kurva dan titik ekuivalen yang berbeda
dari asam kuat dan bas kuat.
Sebagai contoh, 25 ml CH3COOH 0,10 M yang dititrasi dengan NaOH 0,1 M
1. Pada titik awal hanya mengandung CH3COOH,maka
pH = -log √ KaCa
= -log √ ¿1,8 . 10-5) . (0,10)
= 2,88
2. Setelah di tambahkan ml NaOH terdapat kelebihan CH 3COOH dan CH3COONa. Campuran
ini menjadi buffer dengan
Ca
pH = -log Ka
Cg
( 25 .0,10 )−( a .0,1)
Ca =
25+a
a . 0,1
=
25+a
Contoh, jika ditambahkan 10 ml NaOH
( 25 .0,10 )−(10 . 0,1)
Ca = M = 4,3 . 10-3
25+10
10 .0,1
Cg = M = 2,9 . 10-2 M
35
= 4,57
3. Pada titik ekuivalen, telah di tambahkan 25 ml NaOH sehingga semua CH 3COONa. Akan
tetapi CH3COONa terion dan CH3COO- terhidrolisis dengan Kh = 5,6 10 -10
Larutan ini bersifat basa dengan :
25
Cg = 0,1 x M = 0,05 M
50
pOH = -log √ KhCg
= -log √ 5,6 . 10-10.0,05
= 5,28
pH = 8,72
4. Setelah melewati titik ekuivalen , volume basa melebihi asam ,sehingga larutan
mengandung CH3COONa dan kelebihan NaOH. Konsentrasi OH- yang di hinting hanya
dari NaOH, karena basa kuat sedangkan yang berasal dari hidrolisis garam dapat
diabaikan. Berdasarkan hal tersebut larutan mempunyai :
( 26−25 ) 0,10
pOH = -log
26+25
= 2,7
pH = 11,3l
nilai pH larutan di tambahkan NaOH dengan berbagai volume dapat di lihat pada tabel
berikut serta kurva titrasinya. Terlihat bahwa phenolfpthaelaein masih dapat di pakai
sebagai indicator dalam titrasi ini
ml NaOH
kuirva titrasai 25 ml CH3COOH 0,1 M dengan NaOH 0,1 M
pH = -log √ KhCg
25
= - log 5,6 10-10 x x 0,1
50
= 5,28
Kurva titrasi turun tajam pada pH 8 s/d 2 sehingga metil jingga dapat di pakai
sebagai indicator,karena perubahan warnanya pada pH 3,1 s/d 4,4 yaitu dari kuning ke
merah.
Dalam analisis, perhitungan dilakukan pada titik ekuivalen, yaitu saat terdapat
kesetaraan mol dengan mol. Jumlah dapat di cari dari volume (v) dengan kemolaran (M),
baik untuk asam maupun basa dengan menggunakan rumus.
Rumus diatas di gunakan untuk menghitung larutan asam atau basa setelah di
peroleh titik akhirnya.
V. Data eksperimen
VI. Kesimpulan
1. Pada saat HCl + pp di tambahkan NaOH 0,0 – 15 ml belum terjadi perubahan warna
karena pencampuranya belum merata.
2. Titik ekuivalen pada eksperimen 1 adalah 29,4 ml
3. Titik ekuivalen pada eksperimen 2 adalah 6-8 ml