Anda di halaman 1dari 245

Kumpulan

Khutbah Jum’at
Untaian Mutiara Hikmah

Edisi Pertama

- Pustaka Al Berkah -

1
Kumpulan Khutbah Jum’at

Untaian Mutiara Hikmah


Penyusun:
Thalib Al ‘Awi
Pentashih:
Ust. Abdurrohim
Syukur A. Mirhan
Editor, Setting, & Lay Out:
Kang Chumaidy
Design Sampul:
Mas Kah
Penerbit:
Pustaka Al Berkah
Temboro Karas Magetan Jawa Timur
Cetakan:
Pertama; Agustus 2015
Hak Cipta Dilindungi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala & Rasul-Nya
Jika Anda menemukan kesalahan, mohon hubungi Kami
Contac Person: 0822 5750 7898
Jazaakumullaah
All Rights Reserved

2
Kata Pengantar

- ‫ِا ـ ـ‬ ‫َـِولل ـ ـٍد‬


‫ََّمل‬ ‫َملََََاعال برـ‬
‫َْع ـَْي‬َ‫ِعػنلا عيَََُج‬
‫َىل‬ ‫ِِْى‬
‫م‬، ‫ْلِْص‬ ‫َـىلع ـملسو ـهلا‬
َُ ‫ـان‬-َِِ َ
‫ّلْا ْيخـ‬
Segala puji syukur bagi Allah Rabb semesta alam ٍ senantiasa kami
haturkan keharibaan-Nya. Shalawat dan salam kepada Junjungan yang
mulia, Baginda Nabi Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
sang pencerah alam semesta, yang selalu kita ikuti ajaran-ajarannya.

Berpijak pada hadits Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,

ُّ
( ‫ً )يرا خبال هاور‬‫َّ ََْْةيآ‬
ََ
ٍ ٍ
‫“ ولو ـّنع ـاوغلػب‬Sampaikan dariku walau hanya satu ayat.” (HR. Bukhari),
maka, berbisik hati kami untuk mengumpulkan dan menyadur kembali
untaian-untaian mutiara hikmah dari Guru Kami tercinta Rahimahullah
yang telah mendahului kita. Mengingat nasihat-nasihat beliau sangatlah
penting untuk disampaikan kembali guna menyirami hati umat yang
sekarang tengah gersang dilanda kemarau hidayah yang berkepanjangan.
Kami berharap, semoga buku yang tak seberapa tebal ini dapat
menjadi pegangan bagi para da’i, khususnya saat berkhutbah di podium
mimbar Jum’at, sehingga ilmu dan hikmah beliau yang begitu dalam dapat
menjadi obat bagi hati-hati yang sedang kerontang.
Selain berisi Kumpulan Khutbah Jum’at, buku ini kami lengkapi
dengan risalah-risalah penting. Seperti risalah mengenai Hari Jum’at,
syarat-syarat berkhutbah, bahkan tata cara menjadi seorang bilal Shalat
Jum’at dan Hari Raya. Hal tersebut mengingat (maaf) tidak semua teman-
teman pembaca paham betul dengan risalah tersebut.

3
Namun, tak ada gading yang tak retak. Begitu pepatah mengatakan.
Maka, buku tipis yang kami susun dalam waktu relatif singkat ini tentu
masih banyak sekali kekurangannya. Oleh karena itu, sumbangsih (kritik
dan saran) dari teman-teman sekalian tetap sangat kami harapkan untuk
menyempurnakan buku ini.
Akhirnya, selamat berdakwah, terus bersemangat, dan tetap
istiqomah, karena Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah
menunggu kita di Telaga Kautsar.

Temboro, 10 Agustus 2015

Penyusun

4
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………….…. 3


Daftar Isi ……………………………………………………….... 5
Risalah
- Risalah Hari Jum’at …………………………………….….. 7
- Risalah Khutbah …………………………………………... 11
- Risalah Bilal ……………………………………………….. 19
Isi Khutbah
1. Dunia Tempat Ujian …………….……………………………… 22
2. Amalan Syukur ………….………………………………………. 28
3. Risau Keadaan Umat ……….…………………………………… 33
4. Nikmat yang Agung ……………..……………………………… 38
5. Tipuan Syetan ………………….……………………………….. 43
6. Karunia Hidayah …………….………………………………….. 47
7. Mengingat Nikmat Allah ……….………………………………. 53
8. Takwa Kepada Allah ……………………………………………. 58
9. Kerusakan Merajalela ……………..…………………………….. 62
10. Rukun Iman Azas Kehidupan …………………………………. 69
11. Persiapan untuk Akhirat ………………………………………. 76
12. Agama Nikmat Tertinggi ………...……………………………. 81
13. Taubat Kepada Allah ……..……………………………………. 85
14. Kerja Sama dalam Amal Agama …..……………………………. 91
15. Menghadapi Masalah dengan Amal …………...……………….. 95
16. Memupuk Rasa Cinta (untuk Bulan Rajab) …………………... 101
17. Peringatan Isra’ Mi’raj ……………………...………………….. 108
18. Nishfu Sya’ban ……..………………………………………….. 117

5
19. Menyambut Bulan Ramadhan …………………………………. 121
20. Menjaga Amalan di Awal Ramadhan ………………………….. 129
21. Akhir Ramadhan ………………………………………………. 135
22. Suasana Hari Qurban ………………………………………….. 142
23. Khutbah Gerhana ……………………………………………… 150
24. Khutbah Kedua Gerhana ……………………...……………….. 153
25. Khutbah Idul Fitri ………………..……………………………. 155
26. Khutbah Kedua Idul Fitri ……………………………………… 163
27. Khutbah Idul Adha ……………….……………………………. 166
28. Khutbah Kedua Idul Adha …………………………………….. 173
29. Khutbah Kedua Setiap Jum’at (Bag. 1) ……………………..….. 175
30. Khutbah Kedua Setiap Jum’at (Bag. 2) ……………………..….. 177
Daftar Pustaka …………………………………………………… 179
Catatan ……….…………………………………………………… 180

6
RISALAH HARI JUM’AT

ِ ‫ِوْه‬ِ‫َلسنو ـل‬
َُُِْ
َْ‫دم‬ َُْ ‫ّىُلعَم‬
‫صن‬ ‫ََسَر ـ‬
‫َّلو‬ ‫َنُ ي‬
‫ُركلاَ و‬
Hari Jum’at adalah Sayyidul Ayyam ٍ ٍ (pimpinan hari-hari). Di dalam
Hari Jum’at terdapat keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki
oleh hari-hari lain. Salah satu di antara keistimewaan Hari Jum’at adalah
“Shalat Jum’at”.
Dalam Al-Qur’an Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ َِ
‫ػنمُآ‬ ‫ِِذ‬
ََََُ ِِِ‫ْإِاو‬ َ ِِِْْ
‫ػن ا‬ َ‫ََ ي‬
‫ْْْدََو‬ ‫ػي نـمْة‬
‫ََُلصلل‬ ْ ‫َ ةعملا ـو‬‫اورذو لها ركذُإل ـ اوعُساف‬
‫ ـ ـةعملا) عيػبلا‬: (ٜ ‫َْذلَا اهػيا آي‬
‫نْي‬
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan Shalat
Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah
1
jual beli . Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
(Q.S. Al-Jumu’ah: 9)
Shalat Jum’at lebih utama daripada shalat-shalat fardlu lainnya. Nilai
berjamaahnya pun paling utama. Itu kekhususan untuk umat Baginda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

1
Maksudnya: Apabila imam telah naik mimbar dan muadzin telah adzan di Hari Jum’at,
maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muadzin itu dan
meninggalkan semua pekerjaannya.

7
Syarat Wajib Jum’at
1. Islam. Shalat Jum’at tidak wajib dikerjakan oleh orang nonIslam
(bukan Islam).
2. Baligh. Shalat Jum’at tidak wajib dikerjakan oleh anak kecil. Akan
tetapi, sah dikerjakan apabila dia sudah mumayyiz.
3. Berakal. Shalat Jum’at tidak wajib dan tidak sah dikerjakan oleh
orang gila.
4. Merdeka. Seorang budak tidak wajib mengerjakan Shalat Jum’at, tetapi
sah apabila ia mengerjakannya.
5. Laki-laki. Baik perempuan maupun banci tidak wajib mengerjakan
Shalat Jum’at, tetapi sah apabila mereka mengerjakannya.
6. Sehat. Shalat Jum’at tidak wajib dikerjakan oleh orang sakit yang sangat
berat untuk menghadiri Jum’at atau bagi orang yang berhalangan,
seperti karena terjadi hujan lebat, dan sebagainya.
2
7. Menetap dalam suatu daerah/kampung. Shalat Jum’at tidak wajib
dikerjakan oleh orang yang sedang dalam perjalanan.

Syarat Sah Mendirikan Jum’at


1. Diadakan di dalam daerah/kampung yang penduduknya menetap.
Tidak sah mendirikan Jum’at di ladang-ladang yang penduduknya
hanya tinggal di sana untuk sementara waktu saja. Pada masa Baginda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan di masa Shahabat yang
Empat (Khulafaur Rasyidin), Jum’at tidak pernah didirikan selain di
negeri yang penduduknya menetap.

2
Batasan dikatakan menetap adalah ketika dia niat menetap di suatu kampung, minimal
selama 4 hari, selain hari ketika dia memasuki kampung dan hari ketika dia keluar
dari kampung tersebut.

8
2. Dikerjakan dengan berjamaah. Pada masa Baginda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Shalat Jum’at tidak pernah
dikerjakan dengan sendiri-sendiri. Untuk bilangan jamaah, menurut
pendapat sebagian ulama’, minimal empat puluh orang laki-laki dewasa
merdeka dari penduduk daerah. Ulama’ yang lain mengatakan lebih
dari empat puluh. Sebagian lagi berpendapat cukup dengan dua
orang saja, karena dua orang pun sudah bisa dikatakan berjamaah.
Banyak pendapat ulama’ mengenai bilangan ini.
3. Dikerjakan pada waktu Zhuhur. Dua khutbah dan pelaksanaan shalat
Jum’at harus dikerjakan pada waktu Zhuhur. Bahkan dikatakan apabila
sebagian khutbah (semisal pelafadzan hamdalah) dilaksanakan
sebelum masuk waktu Zhuhur, maka Jum’atannya tidak sah.
4. Tidak didahului atau berbarengan dengan Jum’atan lain yang
dilaksanakan di satu daerah tersebut. Apabila terjadi demikian, maka
berdirinya Jum’at untuk daerah tersebut tidak boleh dan batal.
Mengapa demikian? Karena tidak boleh berdiri Jum’at yang berbilang
dalam satu daerah, kecuali apabila ada udzur untuk daerah tersebut.
Semisal ada dua kelompok besar yang keduanya telah menetapi syarat-
syarat untuk mendirikan Jum’at dan kedua kelompok tersebut tidak
mungkin untuk bersatu sebab terjadi perkelahian dan semisalnya.
5. Didahului dengan dua khutbah.
ِ ِ ْ‫طيَ ملسو ويلع لها ىلص لهاَْؿَُوسر فاك ـر‬ُ‫َػي ب‬ ‫ِعملا ـو‬ ‫امئاِقْ ة‬
ًَََُ‫َََُمعََنباََنع‬
ُ ْْ ُ ََ ََُُْ
‫ػػب ـسلي ـيػتبطخ‬
‫َُامَهػن ي‬‫ِال هاور‬
)ُْ ‫ِراَخ‬ ‫ْم‬
َُ ‫ْب‬ ‫َو ْي‬
َ‫(ملس‬
Dari Sayyidina Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhu, “Baginda Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkhutbah dua khutbah pada Hari Jum’at

9
dengan berdiri. Dan Beliau duduk di antara dua khutbah tersebut.” (HR.
Bukhari – Muslim)

10
RISALAH KHUTBAH

Rukun Dua Khutbah Jum’at


1. Mengucapkan puji-pujian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2. Membaca shalawat kepada Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam.
3. Mengucapkan syahadat (menurut sebagian ulama).
4. Berwasiat (bernasihat) dengan takwa dan memperingatkan manusia,
misalnya nasihat untuk menjalankan perintah-perintah
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi larangan-larangan-Nya,
mengajak untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan menjauhi
maksiat dengan menakut-nakuti terhadap hukuman dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan siksa api neraka.
5. Membaca 1 ayat al-Qur'an (yang sudah bisa di fahami maknanya) pada
salah satu dari kedua khutbah.
6. Berdo’a untuk orang-orang beriman (laki-laki dan perempuan) pada
khutbah yang kedua. Disyaratkan doanya harus berisi permohonan
yang berkaitan dengan kehidupan di akherat kelak, seperti
pengampunan dosa dan semisalnya.

Syarat Sah Dua Khutbah


1. Khatib harus seorang laki-laki.
2. Khatib harus suci dari hadats kecil dan hadats besar.
3. Khatib harus suci dari najis, baik pakaian, badan, maupun tempatnya.

11
4. Khatib harus menutup auratnya. Apabila auratnya terbuka kemudian
tidak segera menutupnya kembali, maka khutbahnya batal dan wajib
untuk mengulanginya.
5. Khatib harus berdiri apabila mampu. Jika tidak mampu, maka ia bisa
melakukannya dengan cara duduk.
6. Duduk di antara dua khutbah seukuran melebihi tuma’ninah shalat.
Paling utama adalah seukuran membaca Surat Al-Ikhlas. Apabila
berkhutbah dengan duduk, maka cara memisah dua khutbah adalah
dengan diam sejenak.
7. Dilaksanakan berurutan, baik antara khutbah pertama dengan khutbah
kedua maupun antara dua khutbah dengan shalat.
8. Dengan suara keras sekira dapat didengarkan oleh minimal empat
puluh orang yang hadir di majlis tersebut.
9. Kedua khutbah dimulai setelah masuk waktu Zhuhur.

Penting:
Mayoritas ulama' (termasuk madzhab Imam Syafi’i) berpendapat
bahwa semua rukun-rukun khutbah Jum'at harus disampaikan dengan
menggunakan bahasa Arab. Karena di masa Baginda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam dan Para Shahabat Radhiallahu ‘Anhum, khutbah selalu
berbahasa Arab. Hanya saja karena diantara maksud khutbah ialah
memberikan pelajaran dan nasehat dan juga di sisi lain semua orang yang
hadir diperintahkan untuk tenang guna mendengarkan dan memperhatikan
isi khutbah, maka materi khutbah boleh menggunakan bahasa manapun
yang umum dipakai oleh para pendengar.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

( ٕ ٓ ٗ : ‫)ؼارعاْل‬ ‫ْـََاذإو‬
‫ُق‬ ‫َْوِِعَُمتسََاف‬
‫َُ ـفُآ َرقُْلاْـئَُر‬ ‫ََ ا‬ ِ ‫فوَِحر‬
‫ػت ـمْكلعل اوػتصَنأ ْو ـُول‬

12
“Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan
perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (Q.S. Al-
A’raf: 204)
Beberapa ahli tafsir mengatakan bahwa ayat ini diturunkan karena
berkaitan dengan urusan khutbah.
Apabila khatib berkhutbah dengan menggunakan bahasa yang tidak
dipahami oleh pendengar, sudah tentu maksud khutbah tersebut akan sia-
sia belaka. Pendengar akan dipersalahkan pula karena tidak menjalankan
perintah (memperhatikan khutbah), sedangkan perintah itu tidak dapat
dijalankan karena mereka tidak mengerti.
Memberikan pekerjaan kepada orang yang sudah jelas tidak dapat
mengerjakan merupakan perbuatan yang tidak berfaidah. Hal itu tentu
tidak layak timbul dari agama Yang Maha Adil. Allah Subhaanahu wa
Ta’ala telah berfirman:

(ٗ : ‫)ميىاربإ‬ ‫ُْمو‬
‫َـا‬ ‫ِِنَُلّس‬
‫ََرأ ـ‬ ‫ْْـِنِِم ْا‬‫ِس‬
‫َرـ‬ ‫ٍفا ِسلبـَّـإ‬
‫ِـ ـَؿو‬ ‫ػقـ ـ‬
ََُ ‫َ ومو‬
‫َملَيػبْيل‬
“Kami tidak mengutus seorang Rasul pun, melainkan dengan bahasa
ٍ
kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada
mereka.” (Q.S. Ibrahim: 4)
Dengan keterangan yang singkat di atas, maka tidak mengapa
(bahkan dipandang lebih utama) kalau khutbah-khutbah di negara kita,
Indonesia ini, di samping rukun-rukun khutbah tetap harus disampaikan
dengan bahasa arab, materi khutbah hendaklah disampaikan dengan
menggunakan bahasa Indonesia, supaya materi khutbah bisa dipahami dan
berfaidah kepada para pendengarnya dan supaya mereka tidak melanggar
perintah Allah Subhaanahu wa Ta’ala yaitu memperhatikan khutbah
dengan seksama.

13
Sunnah yang Berkaitan dengan Khutbah
1. Khutbah hendaknya dilakukan di atas mimbar atau di tempat yang
tinggi.
2. Khutbah diucapkan dengan kalimat yang fasih, tegas, jelas, mudah
dipahami, sederhana, tidak terlalu panjang, dan tidak pula terlalu
pendek.
3. Menertibkan tiga rukun, yaitu dimulai dengan puji-pujian, kemudian
shalawat kepada Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, lalu
berwasiat (memberi nasihat), pada setiap khutbah. Setelah itu tidak ada
tertib.
4. Pendengar hendaklah diam serta memperhatikan khutbah. Banyak
ulama’ mengatakan bahwa haram bercakap-cakap ketika khatib sedang
menyampaikan khutbahnya.
5. Khatib hendaklah memberi salam. Kemudian duduk di atas mimbar.
Setelah ia duduk, bilal mengumandangkan adzan. Selesai bilal
mengumandangkan adzan, khatib segera memulai khutbahnya.
6. Ketika khutbah berlangsung, khatib hendaknya memegang tongkat
atau semisalnya dengan tangan kiri dan tangan kanannya berpegangan
pada salah satu sisi mimbar.
7. Khatib hendaklah tetap menghadap orang banyak. Jangan berputar-
putar (menoleh kekanan dan kekiri) ataupun terlalu banyak gerakan,
misalnya dengan mengacung-acungkan tangannya. Karena yang
demikian itu tidak disyariatkan, bahkan dimakruhkan.
8. Membaca Surat Al-Ikhlas sewaktu duduk di antara dua khutbah.
9. Selepas khutbah kedua berakhir, khatib menutup khutbahnya dengan
mengucapkan lafadz : َ ‫ِ ـلها ـرفِغػت‬
‫سأ‬ ‫مكلو ل‬
ََُْ َ َُْْ

14
Sunnah yang Berkaitan dengan Jum’at
1. Disunnahkan mandi pada Hari Jum’at bagi orang yang akan pergi ke
masjid untuk Shalat Jum’at.
2. Berhias dengan memakai pakaian yang sebaik-baiknya. Lebih utama
mengenakan pakaian berwarna putih dan memakai sorban.
3. Memakai wangi-wangian.

ََُ ْ
‫ث‬ ‫ٍِِم‬‫ْتغا ن‬ ‫ػي ِ لِِس‬
ِ
ُ ‫ِِو ة‬
َْْ ‫ََاَََُ ـو‬
‫عمل‬ ََْ‫َ نَسَحأ نم‬
‫سبل‬ ِ‫ْوََوبايث‬ ‫فاك ـفإَْبيطَ نمْ سم‬
‫َ ىتَأ ُثَُُهُدنع‬ ‫ََلا‬
‫ػي ُملََػ ُفََ ةَعم‬ ِ‫ََ طخت‬‫َنعَأ‬
‫ث ساَنلا ؽا‬َُْ‫ص‬ ََ‫َ وللا بتكـامْ ىُل‬ ‫ِْل‬‫و‬
ِ‫َ غرف َْػي‬ ِِِ ‫ػػب امل ةْرافَكـتْنا‬
‫َْخ‬‫ََر‬
‫َََمإ َََج‬
ُ‫ََْمَا‬
ََ َ ‫ً َّحـ و‬ ْ‫ْكـوتلَص نم‬ َُ ُ ِِ ‫يػبو اهػنَ ي‬
‫َلـا‬
)‫ََوـ فابح نبا هاور‬ ‫ِ (مـ‬
‫ْكاـ‬
َ ‫ُ تِصنَأ‬
‫اُذإ‬
ّ‫اهلػِبػق ـ‬
‫َلا ـوتعج‬
“Barangsiapa mandi pada Hari Jum’at, memakai pakaian yang sebaik-
baiknya, memakai wangi-wangian kalau ada, kemudian dia pergi
mendatangi Jum’at, dan di sana dia tidak melangkahi duduk manusia,
kemudian dia shalat sunnah serta diam ketika imam keluar sampai
selesai shalatnya, maka yang demikian itu akan menghapuskan dosanya
antara Jum’at itu dan Jum’atّ sebelumnya.”(HR. IbnuِHibban &
ََُ ُ َ
َْ ََََُُ َ
Hakim)
ََُ ْ َُ َ َ ََ َ
4. Memotong kuku, menggunting َْْ ََُُِْ
ََِrambut.
ٍ kumis, danَmenyisir ْ ُ َ
‫ـوػي وبراش صقػيو هرافَظأ ملقػي فاك ـملسو ويلع لها ىلص لها‬
‫ؿوسر َفأ (نىابرطلاو ىقهيبال هاور) لصلاـ ـلإـ ـجريَفَأـ ـلبػقـ ـةعملا‬
“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memotong
kuku dan menggunting kumis pada Hari Jum’at sebelum Beliau
pergi (untuk) shalat.” (HR. Baihaqi & Thabrani)
5. Berpagi-pagi (bersegera) pergi ke masjid dengan berjalan kaki.
15
6. Membaca Al-Qur’an dan dzikir sebelum khutbah.
7. Membaca Surat Al-Kahfi pada malam Jum’at atau siangnya. ‫يػتعملاـ ـي‬
ََُِْ ِ ِِ ِ ِ
ُْ‫َأر‬
‫ػقـ ـنم‬ َ‫َْس ـ‬ ِ ُ
‫فََُفهكلاـ ـ َََُُةرو‬ ‫َـ‬ ََ
‫ػيـ‬ َ‫ْة‬
‫عملا ـ ـو‬ ‫ضأ ـ ـ‬ ‫ْ ـنم ـول ء‬
َ ‫ْا‬ ‫ََْػبـ ـامَرْون‬
‫َلا‬
( ‫وحصصو مـكاـلـاـ هاور‬
) “Barangsiapa membaca Surat Al-Kahfi pada Hari Jum’at, cahaya
antara dua Jum’at akan menyinarinya.” (HR. Hakim dan beliau
telah menshahihkannya)
8. Memperbanyak do’a dan shalawat untuk Baginda Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam waktu malam atau siang pada Hari Jum’at.
ًََََََ َََََْ ْْ
َ ََُُ
ِِِ ْْ
َُ
ُ ْ ََِْ ُ‫َةل‬
‫ِِنمف ةعملا ـوػيو ةعملا ةلػيل ةلصلا نم ىلع اورثكا‬ ‫ص ىلع ىلص‬
‫ْو‬
‫ًللا ـىلص‬‫ََع ـ‬ ‫َهيبال هاوُر) اَر‬
ُ‫ْشع ـّا‬
‫َـويل‬ ‫(ىق‬
“Hendaklah kamu memperbanyak membaca shalawat kepadaku pada
malam dan Hari Jum’at. Maka barangsiapa yang membacakan satu
shalawat atasku, Allah akan memberinya sepuluh berkah.” (HR.
Baihaqi)
9. Shalat sunnah Tahiyyatul Masjid, Shalat Tasbih.
10. Ziarah kubur, terutama kubur kedua orang tua.

Udzur (Halangan) Jum’at


Yang dimaksud dengan udzur (halangan) adalah orang yang tertimpa
salah satu dari halangan-halangan yang disebutkan di bawah ini. Dengan
demikian, dia tidak wajib shalat Jum'at.
1. Sakit.
Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

16
ِِ ُ
ٌَ ‫ِملا‬
َُْ ‫ٌ ةع‬
‫َْقح‬
‫ٌَََْجاو‬
‫ًَََلعَ ب‬
‫ٌََُُى‬ ‫ٍلس‬
‫ِم لُْكـ‬ ‫فم‬َِ ‫َّرأ َّإْةٍعاج‬ ‫َُلَم دبع ةعػب‬ ‫َةأْرما َوأ ّؾو‬
‫ِ هاو‬
‫ٌر) ضيرمـ ـَوأـٍـبِصـ ـوَأ‬ ‫ْْدٌ و‬
‫َبا‬ ‫َاوّدوا‬
‫(مـكاـلـ‬
“Shalat Jum’at itu perkara haq yang diwajibkan kepada setiap orang
Islam dengan berjamaah, kecuali empat macam orang; (1) hamba
ٌ
sahaya yang dimiliki, (2) perempuan, (3) kanak-kanak, atau (4)
orang sakit.” (HR. Abu Daud & Hakim)
2. Hujan. Sesuatu yang menyebabkan orang-orang mengalami kesulitan
atau kesusahan untuk pergi ke tempat Jum’at.
ِِِ ٍ ٍَُِِِ‫ػي‬
َّ ْ‫َُوللا‬
ََ ‫ْابَْع نَُْب‬ ‫ٍِنَأ س‬‫َاق و‬ ‫ْؿ‬ َ‫فّ ونذؤمل‬ ََِ ََ ُ ‫شأ تلػق اذإ يٍْطم ْ ـو‬
َ ‫َفأْده‬
َ ‫ِأُدْْه‬
‫ََأ‬
‫ش‬ ‫َر اـدـمـمُـَْ ََف‬ ‫ػت لفُوللاَُؿوَس‬ ِ َُ ‫َ ىًُلع ىـَح لق‬ ‫ِدبعِنع اول‬
‫َُص لق ةلصُال‬
َ ََ‫ُِِْفأ‬
َْ‫كف‬ ‫ْتسا سانلَُا‬ ‫ػ‬ ََ‫ؾاذ اورََكن‬ ََ ‫ف‬ َََُ‫ػ‬ ‫جعػتَأ ؿاق‬
َُْ
ْ َ‫َُّإ ولإْدق اذ نم فوب‬ ‫وللا‬
‫ُا‬
‫َْْعمل‬
‫ٌُْعََة‬ ‫ٍََّمز‬ ‫ِِة‬ ‫َُِِجرـُح‬ َََ‫ْمت‬ ِ‫ مكتويػ‬- ‫ ؿاق‬-
َُ‫ََأـَُْفَْأُتىرْكـنىإْو‬ ‫ٌكـ‬‫ْ مـ‬
‫ف‬
َ‫ػ‬ ‫ف اوش‬ ِ ّ‫ب‬ َ َ
ِ ‫َخ وْىِنم اذٍ لعػف (ملسمو يراخبلا هاور) ضحدلاوـ ـيطلا ـ‬
‫ف‬ ‫ػي‬ِّ‫فإ ِّمـ ر‬
Dari Sayyidina Abdullah Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata ٍ
kepada muadzinnya (Bilal bin Rabbah) pada saat hari turun hujan,
“Apabila engkau mengucapkan (dalam adzan), ‘Saya bersaksi
bahwasanya Muhammad utusan Allah’, sesudah itu janganlah engkau
ucapkan, ‘Marilah shalat’, tetapi ucapkanlah olehmu, ‘Shalatlah
kamu di rumah kamu.’” Ibnu Abbas berkata pula, “Seolah-olah yang
banyak membantah yang demikian.” Kemudian katanya pula,
“Adakah kamu merasa heran mengenai hal itu? Sesungguhnya hal itu
telah diperbuat oleh orang yang lebih baik daripada saya, yaitu
Baginda Nabi

17
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sesungguhnya Shalat Jum’at itu wajib,
sedangkan saya tidak suka membiarkan kamu keluar berjalan di lumpur
dan tempat yang licin.” (HR. Bukhari – Muslim)

Menurut ulama’, hujan di sini dikiaskan dengan ‘tiap-tiap kesukaran


yang menyusahkan untuk pergi ke tempat Jum’at’.

18
‫‪RISALAH BILAL‬‬

‫‪Bilal Shalat Jum’at‬‬


‫‪Setelah shalat qabliyah Jum’at bilal tampil ke mimbar, kemudian‬‬
‫‪mengumandangkan:‬‬

‫ُْْ‬
‫كحَر نمؤََملِِ‬
‫َََُُا ـ ـةرَمزوََُُْْ‬
‫َََُُ َُ‬ ‫َْ‬ ‫ِ ـ ـمػ ِ‬ ‫ا‬ ‫هل‬‫‪،‬‬ ‫ـ‬ ‫ـ‬‫ر‬ ‫و‬‫ي‬ ‫ـ‬ ‫ـ‬ ‫ع‬‫ػ‬‫َُِ‬‫ن‬ ‫أ‬‫يي‬
‫َ‬‫ب‬‫ـ‬ ‫ـ‬‫ى‬ ‫ػػيِِ‬
‫ر‬ ‫ػضر ـةر ِْْْ‬
‫ُ‬
‫وػنعـ ـلهاـ ـيِ‬
‫ْ‬ ‫ََ‬
‫َْ‬
‫ػػػَصل ْ ِِِ‬ ‫ْحا ِ‬ ‫ملسملا رشاعمََُةػػػعملاـ ـ ـَوَػػ ِ‬
‫ِ ْْ َََُُ‬
‫ََََُ‬ ‫َََُب َْ‬
‫ػػي ـ ـْل‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َْ‬
‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ُُْ َََََُُ َ‬
‫َََُْْْْ ُ ُْْْ‬ ‫ػػػيلع ُ‬ ‫ػػسوـ ـو اَْ‬ ‫ػََ‬ ‫ُإـ ـُ‪،‬ملَْ‬ ‫ِلَػقـ‬
‫َـاذ‬ ‫تػْػ ْ‬
‫ػ‬
‫َُ‬ ‫ؿاِْػُ َ‬ ‫ػػِصـ ـلُهاـ ـؿوََِْ‬ ‫ْـ ِ‬
‫ََْػػػق‬ ‫ُا‬
‫ػقـُْـ ْ‪َ،‬ؿ‬ ‫ػ‬ ‫ػَْسرـ ـَ‬ ‫ػَََ‬‫ػ ُْْْ‬ ‫َىلػ ُُْ َ ُ ُ‬ ‫َهاـ‬
‫ل‬
‫ػػصناـ ـ‪،‬توغل‬ ‫ػػصنا ‪،‬لهاـ ـمػكحَرـ ـاوػعػيطاوـ ـاوػعسوـ ـاو ت‬ ‫او ت‬
‫ِ ـ‪،‬هلا‬
‫ٍٍِساو ـاوػتصنا‬ ‫ّلاو ‪،‬تصنَأ ‪.‬فوَحرػت ـمكلعلاِوعػيطاو ا ِوع‬ ‫دقػف بطيَـام‬
‫َ‬
‫ْ ََُُ‬ ‫ْ‬ ‫ّ‬‫ََ‬
‫ُ‬
‫ٍ‬ ‫ُ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َََ ََ‬ ‫ّ‬ ‫ٍ‬
‫ٍّ‬ ‫ََ‬ ‫ََََ‬ ‫ّ ْ‬
‫ِ ّ ِ ِِِ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬‫ِ‬ ‫ّ‬ ‫َ‬ ‫ْْ‬
‫ْ‬ ‫ِاِوعٍػيطٍاوِاوعساو ِْ‬ ‫مكحرـ ـ‬
‫َ‬
‫ْ‬
‫ََُ َ َُ َُْ َُ ْ ْْ‬ ‫ُ‬
‫‪Setelah khatib tampil ke mimbar, bilal berpindah menghadap mimbar‬‬
‫ََ‬‫ْْ‬ ‫ْ‬
‫َََِِّ‬ ‫‪ِ ْْdan membaca‬‬ ‫ِ‬
‫‪atau‬‬ ‫ٍَََْ َِْ ََُْ‬
‫‪keٍ kiblat‬‬ ‫َ ‪do’a:‬‬ ‫ِْ‬ ‫ََََِْْ‬ ‫َ ََِْ َِ ْ ِ ِِ‬
‫ٍ‬ ‫مم ـ ـانديػس ـ ـؿآ‬ ‫ػػسلا ـ ـوػ َػق ـ ـمػػػهللا ـدػ ُ‬ ‫َِْ‬
‫ػَْ‬ ‫ـلَ‬
‫ىػلعوـ ـدػممُـ ـانديػسـ ـىػلعـ ـملػسوـ ـل ػصـ ـمػهللا‬
‫متػػػخاـ ـبرـ ـني ٍّدـػلا ـةػماقلـ ـمىرػسي تاػنمؤملاو ينمؤػػملاو‬
‫تاملسػملاو يملسػملاو برـ ـوػػلل‬
‫ػػتحربـ ـنيرػػصانلاـ ـر‬
‫َ‬ ‫حارػػلاـ ـمػػحَرأـ ـاػػيـ ـْل‬
‫دػػملاوـ ـي َ‬
‫ػػػػيخـ ـاػػيوـ ـْيواػػبـ ـْلػػنمـ ـاػػنل ‪.‬يملاعلا‬
‫‪Kemudian khatib mengucapkan salam‬‬ ‫‪dan‬‬ ‫‪selanjutnya‬‬ ‫‪bilal‬‬
‫‪mengumandangkan adzan yang kedua.‬‬
Catatan :
Barangsiapa membaca sya’ir berikut 5 kali setiap selesai Shalat Jum’at,
maka insyaallah akan mendapatkan khusnul khatimah (meninggal dalam
keadaan iman dan Islam).

19
‫‪Berikut sya’irnya :‬‬
‫ِاـ ـ‬ ‫ْل‬‫ػح‬‫ػػػػػِػِْ‬ ‫*‬ ‫ػػػػػَىأـ ـسوًد‬ ‫ِِِ‬
‫ِ ََ ُ ْ َِْْْ ْ‬
‫لػػػػ‬
‫َ ميَْ َ ََ َ َ‬
‫ػ‬‫ػنـ ـىِْ‬ ‫ِ‬
‫ػػػػػػ‬ ‫َرا‬ ‫ػػػػ‬ ‫ً ِْ‬
‫ػفلل ـ ـت ُ ِْْْ‬ ‫ػػػػػ‬
‫رػََ ِ‬
‫ِ َ ُ َِْ َْ‬ ‫ََْ َ‬
‫ػػػػػػلع ـ ـىوػ‬ ‫ػلإ‬
‫ػػػسل ـ ـىػػػػػػ َ‬
‫ػػػػػػػػقاـ ـَّ‬
‫و‬ ‫بوػػػػػػػنذ ـ ـرػػ *‬

‫َََ ْْْ ِِ‬ ‫ميػػػػػػػػِع‬


‫ػػػػػفغاو ِ‬
‫ََِ‬
‫َ‬ ‫َُ‬ ‫ُ‬
‫لا ـ ـبنذػػػػػػػََُُ‬‫َُ‬ ‫َُ‬ ‫َُ‬ ‫ُ‬
‫ًِْْ‬ ‫ِ ِِ‬
‫ػػػػ ََِ‬ ‫ًَََ ْ‬ ‫ًًَََْ‬‫ََْفاََػػََُُ ُ‬ ‫ُْ‬
‫ػلا ـ ـر‬ ‫ػػػ‬ ‫ْْـب ُُ‬ ‫ْػِ‬
‫ػبوػتـ ـلـ‬ ‫ةػػػػػ‬
‫ِ‬
‫َََُ‬ ‫ََ َُ‬
‫ْْ َََُُُ‬ ‫َْْلػ َْ َ َُ‬
‫ػػػػػَ ْ‬ ‫ػػُغ ـ ـ‬ ‫ََ‬ ‫ػف‬‫ْػػه َ‬ ‫ػػ‬ ‫َ‬
‫َََُِْ‬ ‫َنإف َ ِ‬ ‫َِ ِ‬ ‫ِِ‬
‫ػ‬ ‫ََْػُْ‬ ‫َْ‬ ‫َ َُُُِْ ِ ُُِْ َْ‬ ‫ََ‬
‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫َ ْْ ِِ‬
‫َ‬ ‫َْ‬
‫َ‬ ‫َُ‬ ‫ََُُ ُ‬
‫‪Takbir dan Bilal Shalat ‘Ied‬‬
‫‪Kalimat Takbir di Hari Raya:‬‬ ‫ٌََََُِ‬
‫ػِِ ِ‬ ‫ْر ِ ِ‬ ‫ػِ‬ ‫ِِ‬
‫َُـلهاـ ـَّإ‬
‫ُهاوـ‬‫ػػبََكُْأـ ـل‬
‫ػ َُ ًًََََ‬ ‫ػبَْكأـ ـلهاـ ـَ‪َْ،‬‬ ‫ػَ‬ ‫ّللوـ ـرْػِ ْْ‬ ‫ػػػ‬ ‫وْ‬
‫ػلإـ ـلَ ;‪ -‬رػػػػبَكأـ ـلهاـ ـ‪ -‬رػػػػبَكأـ ـلهاـ ـ‪-‬‬ ‫وػػ ٍ‬
‫ِِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ْ ِِ َِْْ‬
‫َ ََُْْْ َْ‬ ‫ُُ َ‬ ‫ْلَ َ ُ ُ ََُْ‬ ‫ػلإـ ـ‬ ‫َهاُْوَػَُ‬ ‫ْـ ـل‬
‫ُْبَكأ‬‫َرَػَػػ‬
‫َ ِِِِِ‬ ‫ِ‬
‫َلا‬
‫ػم‬ ‫ُْـلْْهِ;;ْْدػ َُ‬ ‫ػيث ْك‬‫ػََػ َُْ‬ ‫ُ‪،‬اِِر َ‬‫ْـ ـ‬ ‫ْػػكبـ ـلهاـ ـفاُحبػػَْْس‬
‫ََو‬ ‫صأوـ ـَةر‬
‫ِ‬
‫‪،‬ليػػ َ‬
‫ِ ِِ‬ ‫َِ َ ِِ‬
‫ػى‬ ‫ُـزَُ‬ ‫ُُا ـ‬ ‫َُاْزَ‬
‫ػََحُْل‬ ‫ػملا ‪ْ،‬هْدَػَْحوـ ـب‬ ‫ْ‪،‬دْْػ‬
‫ُ ٍََََّ‬ ‫ػػبَََكأـ ـلهاـ ـ‬ ‫َوـ ـ‪،‬ارػػػيبكـرػ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ػصنوـ ـ‪،‬هدػعوـ ـؽدػص ‪،‬هدػحوـ ـلهاـَّـ‬ ‫ُرُ ُُ‬ ‫َـ ـُ‬
‫ػبع‬ ‫هدَََْْ‬ ‫ُـزػعَأوـ ـ‬
‫َ‪ُُْ،‬‬ ‫وـا ـْ‪َ،‬هد َ‬
‫ػنَجـ‬
‫إَّإـ ـوػػلإـ ـلَ ;‪،‬فورفاػػكلاـ ـهرػػكـوػػلوـ ـني ٍّدـػلاـ ـوػػل‬
‫يػػصلِهاػػيإـ ـَلإـ ـدػػبعػنـ ـَّوـ ـلهاـَّـإـ ـوػلإـ ـ َل ‪.‬دملاـ ـوللوـ ـرػبَكأـ ـلهاـ ـ‬
‫‪،‬رػبَكأ هلاو لها‬
‫“ ‪Menjelang shalat, bilal mengumandangkan kalimat‬‬ ‫‪” atau:‬ةعماجـ ـةلصلا‬ ‫ٖ‪x‬‬
‫مكحر ةعماج ـيػتعكر ـ)ىحض ْلا ـديعل‪/‬رطفلا ـديعل(ةنس ـاولص‬
‫لهاـ ـ َ‬
‫‪Selepas shalat bilal tampil ke mimbar, lalu mengumandangkan:‬‬

‫مكحر ـ ـينمؤملاـ ـةرمزو‬


‫دػيع (ـوػػي ـ ـاذػى ـ ـمكموػي ـ ـَفأ ـ ـاوملعا ـ ـ‪،‬لها ـ ـ َ‬
‫يملسملا رشاعم ـ‪،‬اػعطلاـ ـوػػػيفـ ـمػكل‬
‫لهاـ ـلػَحأـ ـ‪،‬روفغملا ـ ـوػيوـ ـرورسلا ـوػيو )ىحض ْلا ديع ‪ /‬رطفلا‬
‫ػػػػػصنَأـ ـبرػػػػنملاـ ـىػػ‬ ‫‪،‬لهاـ ـمكباػػػػثَأـ ـاو ت‬
‫ػػلعـ ـبػػػػيطواـ ـدعػػػػصـ ـاذإػػػػفـ ـ ـ‪،‬ايػػ‬
‫مكحر‬
‫ػػصلاـ ـمكيػػػػلع ـ ـرػػػحو ‪.‬لهاـ ـ َ‬
‫اوعػيطاوـ ـ‪،‬لهاـ ـمكراَجأ اوعسو‬

‫‪20‬‬
‫‪Kemudian khatib menuju mimbar, selanjutnya bilal membaca shalawat dan‬‬
‫‪do’a:‬‬

‫ٍٍٍَََُُّّّ‬ ‫ٍٍِ َ‬
‫يسََ ىلع ُلص‬
‫َ َُ ُ ِ‬
‫ََ اند‬
‫دمم‬
‫َْلاـ ـ‪ُ ،‬‬
‫ََل‬ ‫ََََسـ ـىل ٍّعٍـ ـل‬
‫ّصـ ـ َمه‬ ‫ػنوموـ ـانديػ‬ ‫لػصـ ـمػهللاـ ـ‪،‬دػممُـ ـا َّ‬
‫ََّ ََُِْْ‬ ‫ٍََّ ََ ٍٍِِ َ َُ ٍُ‬ ‫ػػقٍّ‬
‫َ‬
‫ََ ِ‬ ‫ػ‬‫ػََََ‬
‫ػسلا ـ ـو َ‬ ‫مهللّا ـلػػػػْْ‬
‫ِ ِِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫م ٍِ‬
‫ػػس ـ ـّؿآُ َََِ َ َُ َََُُُِّْ ْْْْ‬ ‫ػ َْ‬ ‫اندي‬
‫ػػػهللا ـ ـدػػػممُ ـ ـْْ‬
‫ََ ْْْ‬
‫ػػػسـ ـىْ ِِِِ‬ ‫ََوموـ ـ ٍ ِِِ‬ ‫ػِِ‬
‫ّم‬‫ََع ـ ـ‬
‫ػػػل‬
‫ََُْْ ٍ َ‬ ‫انديَََ ََْ َ‬ ‫ػْ َ َّ‬
‫ػن‬ ‫ممـ ـاِ‬
‫ْ‬ ‫ػػػ ُ‬ ‫ِد ْ‬ ‫َوـ ـ‬
‫ػػػلع‬
‫ْ‬ ‫َ ْ‬ ‫ى‬
‫ػػسو متػ َخاـ ـبرـ ـنيّدٍـػلاـ ـةػماقل‬ ‫لَِْ‬
‫ٍ‬ ‫ػَْ‬ ‫َ‬
‫مىرػسي ـ ـتاػنمؤملاوـ ـينمؤػػملاو ـ ـتاملسػػملاو ـ ـيملسػػملاو‬
‫برـ ـوػػلل‬
‫ػػتحربـ ـنيرػػصانلاـ ـ‬
‫َ‬ ‫حارػػلاـ ـمػػحَرأـ ـاػػيـ ـْل‬
‫دػػملاوـ ـي َ‬
‫رػػػيخـ ـاػػيوـ ـيْواػػبـ ـْلػػنمـ ـاػػنل ‪.‬يملاعلا‬
21
‫‪DUNIA TEMPAT UJIAN‬‬

‫ُ‬ ‫ُُا‬
‫َـَلَسل‬ ‫ِيلََعـ‬
‫َوـ ـمكَ‬ ‫ْـ ـةَحْر‬‫ْـلُها‬ ‫ََوـ‬ ‫ػب‬‫َاكَرُ‬ ‫وت‬
‫ِِّ‬ ‫ػػلل ِِِ ِ‬ ‫ْْجـ ـي‬ ‫ػِ ْ‬ ‫ِاَْ‬ ‫ِْ ِ‬ ‫ِأ ـ ـن‬ ‫ديػػسـ ـة ِ‬
‫ُُذػػلاـ ـوََََ ْْْ ََْ ََ‬ ‫ػنلع‬
‫ََ‬ ‫َمـ ـ‬
‫ػػ‬ ‫َػَْ‬
‫ػُم‬ ‫َ‬
‫ػلل ٍِِِِ‬ ‫ََِّ‬
‫ػ‬ ‫ِْ ٍَ‬‫ِع ـْ‬
‫ْْـو‬ ‫ََػل‬
‫َُ‬ ‫ػ‬ ‫ِِ‬
‫ػُُمعن ـ ـى ََ‬ ‫َََْْْ‬ ‫ْـ ـةَػ‬ ‫ْلا‬ ‫ػػملا ـ ـ‪،‬ـلػػسلاْوـ ـَفاػَػْـ‬ ‫دَِ‬
‫َ‬
‫ِ‬ ‫َْج ـىلِع ـِوِلِِل ِِ‬ ‫دـْػـَػـمـلـاـِةرىاػ لا‬
‫ََُ ََََََََْْ‬ ‫ِِػي ََْ‬ ‫ػػ‬‫ػػلا ـعَُْ‬ ‫ََـمع ن‬
‫ُزػػَنأ يذلا ولل دـػـػـمـلـاـ ‪،‬ـا ْنلا‬ ‫َعـ ـؿ‬
‫ػيل‬
‫ْنََ‬ ‫ْرقلاـ ـا‬‫َآ‬‫َ‪،‬ف‬‫ِلاـ ـ‬ ‫َم‬ ‫ػػ‬ ‫د ِ‬
‫ُ َْ‬
‫َ ُ ًَُ َُ ِ‬ ‫ََاـ ـوػللّ‬ ‫ػل‬
‫انادػى ـ ـيذْْ‬ ‫اػموـ ـاْذاػلََِِ‬
‫ََََُ ُُْ‬ ‫َ َََ ْْ‬
‫َْ ََََُِْ‬ ‫ًّ‬ ‫ّبلاو َ‬ ‫َُطا‬
‫ػسلا ةن‬ ‫ًًًَا َ‬ ‫َْـةٍػقحللِاوـ ـِِة‬
‫ْْقب‬ ‫ِِاـ‬ ‫َـةًػيويػِندل‬ ‫َيِوْرخ ْلاوـ‬ ‫ّملاـ ـ‪،‬ةػ‬ ‫ػ‬ ‫دْ‬
‫ٍِِك َْ َََ َََََُِِِِِِْ َِْْ ِْ ٍ ٍ‬ ‫ػنل ان‬ ‫َل يدتهََ‬ ‫ّـ ـفَأـ ـَلو‬
‫ُ‬ ‫‪.‬لهاـ ـاٍنَادى‬
‫َُِسـ ـ‬
‫َْفَأـ ـد‬ ‫ػ‬ ‫ػممـ ـاػُُ ِ‬
‫ػنَّومو ـ ـانْديُػُْ ْ‬
‫ِِِ‬
‫ََـادََػَُُ َُ‬ ‫َا ـ ـؿوػػَسر ـ‬ ‫َسَرأ ـ ـ‪،‬له‬ ‫ُػ‬ ‫لها ـ ـلْػٍ‬
‫شأ ٍَِ ُ ِِ‬ ‫ََُلَ; ;‬ ‫ِ‬
‫شأوـ ـهلا ـَّـإ ـ ـوػ َْ‬ ‫هْػػ ُ‬
‫ََ‬ ‫ػَْ َ ََُ‬ ‫ََ ََُ‬ ‫َْـْدهٌػ َػ‬ ‫ْْفَأ ـ‬ ‫ػلإ ـْ ـ‬ ‫ػػ َ‬
‫َسوـ ـلػصـ ـمػهللاـ ـ‪.‬ارػػينمـ ـاجارسو ـونذإبـ ـلهاـ ـلإـ ـايعادوـ ـ‪،‬ار‬ ‫ػ‬ ‫ٌَُْ‬‫ْمل‬ ‫ِْراػبو‬
‫ََـ ـ‬ ‫ؾ‬
‫صأو ـولآ ىلعوـ ـدممُ‬ ‫ػيذنو ـارػيشب قلاب ‪.‬ني ٍّدـلا ـوػي ـلإـ ـملَيعباتلاو ـوباح َ‬ ‫َ‬
‫انديس ـىلع ‪.‬فوملػػػسمـ ـمتػػػػػنَأوـ ـَّإ ـ ـنتوػػػَـ‬
‫َّوـ ـوػػتاقػتـ ـقػػػحـ ـلهاـ ـاوػػػقػتاـ ـ‪...‬لهاـ ـداػػبعـ ـاػ‬
‫ػػفـ ـ‪،‬دػػػعػبـ ـاػػَمأ‬ ‫ػ ي‬
‫لهاـ ـفإـ ـلها ـاوػػػقػتاو ـدػػػغل‬
‫تمدػػػق ـ ـاػػػم ـ ـسػػػفػن ـ ـرػػػ‬
‫نػتلوـ ـلهاـ ـلإـ ـفومداػػػقـ ـمػػػكنَأـ ـاوػػػملعاو ‪.‬فولمعػت ـا‬
‫ب رػيبخ‬
ِ
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semua
orang menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Akan tetapi,
kebanyakan manusia lupa bagaimana caranya untuk mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat tersebut.
Para Nabi dan Rasul ’Alaihimussalam, bahkan Nabi yang terakhir,
yaitu Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, semuanya
telah memberikan petunjuk kepada manusia bahwasanya syarat pertama

22
dan yang utama supaya manusia bahagia di dunia dan bahagia di akhirat
adalah apabila manusia itu punya hubungan yang benar kepada Penguasa
dunia dan Penguasa akhirat, kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Siapa yang ingin kebahagiaan dunia ini tanpa berhubungan baik
dengan Pencipta dunia, Allah Subhanahu wa Ta’ala, pasti dia akan gagal.
Siapa yang ingin kebahagiaan akhirat nanti tanpa ada hubungan baik
dengan Penguasa akhirat, Allah Subahanahu wa Ta’ala, pasti dia akan
menyesal.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itu salah
satu makna dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ٖ-ٕ : ‫)ؽلطلا‬ ‫َتِػي‬


‫ُ ـنم‬ ‫َها‬
‫ََ ـ‬
‫ْق‬ ‫ولُلعي ـل‬
ْ
ًََ ‫ِج‬
ِ‫ْر‬‫ْـُوـ ـا‬
‫ُيُ ـ‬
‫ػ‬
ْ ‫َوقزر‬
َ ‫ْـ ـ‬
‫ْيح نم‬ ‫وَ ِ َْبَسْتي‬
‫َََّث‬
( َ
Barangsiapa yang takwa, maknanya yakinnya kepada Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala benar, kehidupannya siang dan malam dalam
taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka pasti Allah Subhanahu wa
Ta’ala akan memberikan jalan keluar dari segala masalahnya. Hal itu
berarti, orang takwa itu juga mempunyai banyak masalah di dunia ini.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Memang dunia ini diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala penuh
dengan masalah. Namun, akhirnya masalah tersebut diberi jalan keluarnya
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang-orang yang benar-benar takwa
dijamin oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, setiap kesulitan apapun
yang dihadapinya akan diselesaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

(ٕٔٛ :‫)ؼارعْلا‬ ‫َلاو‬‫ِا‬


‫ْع‬ ‫ُتِم ِلل‬
‫َُْةبق‬ ‫َْ يَق‬
“Dan akhir (yang baik) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al
A’raf: 128)

23
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Janganlah kita berharap hidup tanpa ada masalah. Memang dunia ini
diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala penuh dengan masalah.
Masalah itu bukanlah masalah yang sebetulnya. Masalah itu untuk
meningkatkan derajat orang-orang yang beriman. Masalah itu pun untuk
menjatuhkan derajat orang-orang yang tidak beriman.
Masalah di dunia ini justru supaya membuat kita sadar bahwa
dunia ini bukanlah tempat kita yang sebenarnya. Tempat kita yang
sebenarnya adalah akhirat. Masalah-masalah yang datang kepada kita di
dunia ini adalah untuk meningkatkan derajat kita di sisi Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Masalah-masalah yang datang kepada kita di dunia ini
adalah untuk menghapus dosa-dosa yang telah kita buat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak
henti-hentinya musibah datang kepada orang beriman, sehingga akhirnya
dia mati dalam keadaan bersih dari segala dosa. Ia menghadap kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mendapatkan ridho Allah. Akhirnya ia
pun masuk syurga tanpa hisab.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan
tetapi, bagi orang yang tidak bertakwa, masalah-masalah itu justru
menambah dia semakin jauh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Menambah dia makin banyak dosa. Menambah dia kian sengsara di dunia
sebelum mendapatkan adzab di akhirat. Inilah kehidupan dunia.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Memang kehidupan dunia bukanlah kehidupan yang menyenangkan
terus-menerus. Tidak ada kehidupan seperti itu. Orang-orang suci pun,
Para Nabi dan Para Rasul ’Alaihimussalam juga menghadapi masalah-
masalah. Para Shahabat Radhiallahu ‘Anhum pula menghadapi masalah-

24
masalah. Wali-wali Allah jua menghadapi masalah-masalah. Akan tetapi,
tetap saja mereka menjadi orang-orang yang mulia di dunia sebelum di
akhirat. Maka, janganlah engkau menjadikan masalah-masalah di dunia ini
sebagai alasan untuk menjauhkan diri dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Berseru penyelesai masalah adalah kalau kita betul-betul ta’alluq kepada
Allah, bergantung kepada Allah, taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tambah banyak masalah, tambah bergantung kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tambah banyak masalah, tambah taat
kepada Allah. Tiba-tiba masalah berubah menjadi berkah. Ini adalah dunia.
Dunia ini tidak lama. Hari berganti hari. Tiba-tiba akhirat yang
dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah sampai di depan mata
kita. Dunia akan hilang, akhirat akan datang.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kematian akan datang, harta benda akan habis ditinggalkan. Tinggal
hisabnya saja yang berkepanjangan. Mati akan datang. Sedangkan kita tidak
bisa bertaubat lagi, tidak bisa beramal lagi. Kemudian kita akan menyesal,
“Kenapa saya tidak beramal?! Kenapa saya tidak bertaubat?!”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
bertaubatlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebelum kematian itu
datang. Kematian akan datang di waktu-waktu yang tidak kita sangka-
sangka.

‫َِِْْلق‬‫ِا ف‬
‫ْْإ‬ ‫ِِل‬
‫َا تَومل‬‫فتََِيذ‬ ‫َِإِِفُْْومنُ فوَُر‬
َُ َ
ْْ ‫ثِْمكيقلُم‬
‫ُُْون‬ ُ ‫بيْغلا ِلاعَ إل ـَ فودرػت‬
‫ػػف ـةداهشلاو‬ ‫ََبنََُْْي‬
ْ‫بَمْكئ‬
ِ ُْ
‫ُا‬
ُ‫ََنك‬
‫ػتـمت‬ ‫ِ فو‬
ُ‫ُلّمع‬ ‫ةعملا‬: (ٛ

َ
ٍ
Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, akan
menjumpai kamu juga. Kemudian kamu semua akan dihadapkan kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan bercerita

25
kepada kamu mengenai amalan-amalan kamu di dunia. Allah Subhanahu
wa Ta’ala tidak perlu laporan kepada siapa saja. Allah Subhanahu wa Ta’ala
tidak perlu bertanya kepada siapa saja. Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah
tahu segala-galanya. Justru kalau kita menghadap kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala , Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah yang akan bercerita kepada
kita, “Kamu dulu berbuat begini, kamu dulu berbuat begini.”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Alangkah beruntungnya kalau orang itu taat kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala ridho, “Dulu kamu senantiasa
berbuat apa yang Aku ridhoi.”
Dan alangkah celakanya seorang hamba yang menghabiskan
umurnya dalam maksiat. Dan kemudian dia tidak mau bertaubat. Lalu
Allah berfirman kepada dia,“Kamu dulu berbuat begini, kamu dulu
berbuat begini. Kamu kira Saya tidak tahu?!” Itulah malapetaka yang
sebesar-besarnya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
pada Hari Jum’at ini marilah kita perbarui niat kita. Bagaimana sisa-sisa
umur kita ini hanya untuk tawajuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Menghadapkan hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Taat kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Bermohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Taubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Menangis kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga kita di dunia menjadi orang-orang
yang berkah dan di akhirat menjadi orang-orang yang mulia.
ِِِ ‫ُُلا نم مكِايإْو لِها انَْلع‬ ِِ ‫ْايإوْانلخداوَ ينَم‬ ِ
َََْْ ْ َْ‫َََََُْْج‬ ُ َُْْ ْْ‫َََلا نيزئاف‬ ‫فَمك‬
ِ ‫ُقتملا ةرمز‬‫َؤملا ي‬
‫َم‬‫ين‬
ِِْْ‫ِِلِا‬
‫ِ ِلخِ ْم‬ ‫ينقوملا َي‬. ْْ‫ِِأ‬
‫ََْص‬ ِِ‫ميجرلا فاطيشلاَنِِم ل ِه‬،ُ‫حرْْلا لها مسب‬
‫اب ذو َْع‬ َ ‫ْرلا ن‬
‫ميح‬،
َُُ ُْْ

26
‫ََْْو‬
‫ََعلْا‬‫ِ َر‬
‫َََص‬ ‫ِِ‬
‫ُفل فاسِنلا‬
‫ََ فإ‬ ‫َِي‬‫ُ ر سخ‬
‫ْيذلا َّإ‬
‫ػنمآ ن‬‫ُ ِاٍِوِِ‬ ‫ْمعو‬ ‫َاَاول‬‫ْصاْوػتوْتاْلاصل‬ ‫او‬
‫ّـبر ـْلِقو ـبرصلابـ ـاوْصاوػتو ـقلِِ‬
‫اب‬ ‫ْـرفغاـ‬
‫ُو‬‫ِِنَأو ـمِحَرا‬
‫َيخ ـت‬
‫َػ‬‫ّلاـ ـر‬
‫ْار‬
‫يَ‬
‫ح‬
‫َْْ‬ ‫َََََْ َ ََُْ‬ ‫ْْ‬
‫ٍ‬ ‫ٍ‬

‫‪27‬‬
AMALAN SYUKUR ‫وتا‬
ِ
ُ ‫ََُسل‬
‫ُا‬ ‫َل‬ ‫ُهْاـ ـةَحْر‬
َ ‫َو ـ‬
‫مكيلََعـ ـ‬ ‫َبَو‬
‫ْ ـل‬ ‫َ كَرُػ‬
َََُُْ ُِْ َُ ْْ َ ْ ُِ ُ ََِِ ْ َُْ َََِْْ َِِّ َْ ْ
‫يملاعلاـ ـبر ولل دـمـلـاـ‬،‫شأـ ـ‬ َ ‫يبملاـ ـقلاـ ـْللملاـ ـلهاـ ـَّإـ ـولإـ ـلَ ;َفأـ ـده‬،‫شأوـ ـ‬
َ ‫َفأـ ـده‬
ِِ ِِْْ ُ
‫ْ ـانديس‬ ‫ادمم اَّنوَموـ‬
ُ َ‫ْْـُؿوػػسر ـ ـ‬ ًَ‫َا‬
‫صلاََلََُها ـ‬ ‫ؽد‬ٍَُ‫يّم ْلاـ ـدعولاـ ـ‬.
ِِِ ٍِِ ََ ُ َ ّ
ََََْْْ. ‫ِللا‬ َ ََ َ َ
‫دمم انديس ـىلع ـؾرابو ملسو ل ص ـمه‬ ََ َ ِْ ّْ َُّ ٍ َ
ُ ‫صأوـ ـولآ ىلعو ـ ـ‬ َ ‫جأـ ـوباح‬ َ ‫يع‬
ِ ِ ِ ِِ ٍ
َُْ ََْ َُُُُْْْ ََََْْ َََ ٍَ ُ ‫ػَػلاـ ـوػػل‬ ٍ ُ‫ػ‬َْ‫نيّدٍـ‬
ٍَََِْ ٍَُ ََََِِْْ َ ٌ ُ ٌ ْ َ ُْ
ِْ ُِْ
‫لهاـ ـدا‬...‫يملاػػعلاـ ـبرـ ـلهاـ ـاوػػػقػتاـ ـ‬،‫ََدػػبعاوـ ـ‬
ْْ َ ‫ُِهو‬‫يػَػصل‬
‫ميلسـبلقب‬. ‫دػػعػبـ ـاػػَمأ‬،‫ػػبعـ ـاػػيػفـ ـ‬
‫يقيلا ـمكيتأي َّ ـحـ‬،‫ػػي ـَّ ;ـوػي ـ‬
‫ػػب َّو ؿام ـعف ن‬
‫لها ـىتا ـنم ـَّإ ـفو ن‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Marilah
majelis ini kita isi dengan pujian-pujian ke hadirat Allah Subhanahu wa
Ta’ala sebagai rasa syukur kita atas karunia yang begitu besar yang
diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita. Terutama karunia besar
yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada seorang manusia, yaitu
karunia iman dan Islam.
Barangsiapa dikasih karunia iman dan Islam, maka seketika itu juga
dia telah menjadi orang yang semulia-mulianya manusia. Iman dan Islam
adalah tanda bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala cinta kepada seorang
hamba. Iman dan Islam adalah tanda bahwa seorang hamba akan
menjadi raja-raja di syurga Allah.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila
ada iman dan Islam dalam hati sesesorang, maka apapun yang terjadi
menjadi baik bagi dia. Kalau kaya baik, dengan kaya dia akan tambah
28
amalannya. Kalau miskin baik, karena miskin akan menjadikan sedikit
urusannya di dunia dan di akhirat. Kalau sehat baik, dengan sehat dia
tambah kuat untuk berbuat kebaikan. Kalau sakit pun baik, karena dengan
sakit akan berguguran dosa-dosanya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadi,
apapun baik. Hidupnya menjadikan dia baik, karena bertambah pahalanya.
Mati pun menjadikan dia baik pula, karena akan menghadap kepada
Tuhannya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan
Para Ulama’ mengatakan, kalaupun di dunia ini kita mendapat kesusahan-
kesusahan dan kesulitan-kesulitan kita perlu mensyukurinya, karena
kesusahan-kesusahan dan kesulitan-kesulitan yang ada di dunia ini akan
mempunyai hikmah yang besar.
Dengan kesusahan-kesusahan dan kesulitan-kesulitan itu kita
menjadi kurang betah di dunia ini. Kita akan bertambah rindu kepada
negeri akhirat. Amalan kita pun akan bertambah baik.
Dengan kesusahan-kesusahan dan kesulitan-kesulitan,
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuni dosa-dosa kita.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berkuasa mendatangkan berjuta-juta
kesusahan, kok Dia mendatangkan hanya kesusahan itu, maka itu
merupakan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita. Ibaratnya
kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan seribu kesusahan, kok
cuman hanya menurunkan seribu kesusahan, padahal Allah kuasa
mendatangkan trilyun-trilyun kesusahan, maka kita pun perlu mensyukuri
hal itu.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
orang beriman itu isinya bersyukur saja. Kalau dikasih susah bersyukur dan

29
kalau dikasih gembira pun bersyukur. Apapun keadaannya, bersyukur saja.
Itulah orang yang paham, yaitu orang yang punya pemahaman kalau dunia
ini diatur oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ditentukan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kesusahan-kesusahan
kepada orang beriman bukan untuk menghancurkannya. Akan tetapi,
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kesusahan-kesusahan kepada
orang beriman supaya dia tambah banyak pahalanya, tambah
kemuliaannya, dan tambah bersih dosa-dosanya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau
orang itu paham, maka dia akan bersyukur kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dalam kegembiraaan. Dia juga akan bersyukur kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kesulitan.
Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menuruti hajat-hajat kita,
bukan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak kuasa menuruti hajat-
hajat kit. Allah Subhanahu wa Ta’ala berkuasa memberikan hajat-
hajat kita berjuta-juta kali lipat, bermilyar-milyar, dan bertrilyun-trilyun
kali lipat. Akan tetapi, Allah Subhanahu wa Ta’ala menunaikan hajat-
hajat kita sedikit demi sedikit itu untuk apa? Jawabnya, karena ada
hikmah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hajat
kita yang sebenarnya adalah hajat kita di akhirat nanti. Supaya di sana kita
mendapatkan bagian yang sebanyak-banyaknya. Maka, kita duduk dalam
keadaan bersyukur, berdiri dalam keadaan syukur. Setiap napas kita, kita isi
dengan bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kalau kita menjadi orang yang bersyukur, maka kebaikan-kebaikan
akan datang dari segala arah. Apa saja yang kita syukuri, nanti di akhirat

30
tiba-tiba akan menjadi kebaikan-kebaikan. Begitu pula sebaliknya, apa saja
yang kita keluhkan, nanti di akhirat akan menjadi keburukan-keburukan.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita
syukuri nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nikmat iman dan
Islam kita syukuri dengan sebenar-benarnya. Nikmat berupa punya teman-
teman yang mengamalkan agama itu juga kita syukuri. Karena berkah
orang yang mengamalkan agama itu bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga
untuk tetangga-tetangganya, bahkan seluruh umat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita
bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebab di kampung kita sudah
banyak orang ‘alim dan hafizh al-Qur’an. Nikmat ini perlu kita syukuri,
hadirin.
Sebagian ulama’ mengatakan, “Kalau kampung kamu tidak ada yang
hafizh al-Qur’an, maka orang-orang kampung itu mendapat dosa
semuanya. Dosa gratis tanpa terasa.”
Akan tetapi, kalau di kampung kita banyak orang yang hafizh al-
Qur’an, banyak ahli ilmu, maka berkahnya akan kembali kepada kita di
dunia dan juga di akhirat. Maka, kita syukuri keadaan itu semua.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau
keadaan-keadaan ini kita syukuri, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
menambah lagi kebaikan dan menambah lagi kebaikan. Untuk itu, semua
kebaikan perlu kita syukuri. Entah itu kebaikan dunia ataupun kebaikan
agama.
Kalau kebaikan-kebaikan dunia ini kita syukuri, maka
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberkahi kehidupan dunia ini. Kalau
kebaikan-kebaikan agama ini kita syukuri, maka Allah Subhanahu wa
Ta’ala akan menambah keberkahan agama.

31
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apa saja
kita syukuri? Contohnya, ketika kita ke masjid. Ketika kita ke masjid yang
kita pikirkan bukan hanya ke masjid, tetapi bagaimana ke masjid dengan
syukur. Shalat dengan syukur. Ruku’ dengan syukur. Sujud dengan
syukur.
Sekali sujud apabila diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala itu
lebih mahal daripada dunia dengan segala isinya. Baca Qur’an dengan
syukur. Berjumpa dengan orang Islam dengan syukur. Berjabat tangan
dengan orang Islam dengan syukur, karena setiap berjabat tangan dengan
orang Islam akan menggugurkan dosa-dosa dan akan maqbul do’a-
do’anya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita
bisa bernapas dengan satu napas harus bersyukur, karena napasnya orang
yang beriman itu mahal. Satu napas yang digunakan untuk taat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala hasilnya akan kita lihat selama-lamanya,
berjuta-juta tahun yang akan datang.
Maka semua napas kita ini, kita syukuri. Kedipan mata kita ini, kita
syukuri. Dengungan telinga kita, kita syukuri. Aliran darah kita, kita
syukuri. Kalau semua itu kita syukuri, maka akan menjadi amal kebaikan
yang akan kita lihat hasilnya selama-lamanya.
‫ُْوؤـلِه‬
ََ‫ْْا‬ ‫ُنِمـ ـمكا‬
‫ْيإ‬ ‫ْاـ ـ‬‫ِافل‬ ‫ِـ ـفِ ;مكِاِِػيإوـ ـاػنلخِداوـ ـينمَلاـ ـني‬
‫ْزئ‬ ُ ِ‫ُي‬
َ‫ػمز‬
َْ‫ػقتمْلاـ ـةر‬ ‫ػملاـ ـ‬
ََََ‫ينم‬
َُْ ُْ ََ َََْ َ َْ ََْْ
‫ِِن ِلعِج‬
‫ِ ا‬ ِِ ِِ ِ ‫َِ ج‬ ُُِ ِْ َِِْْْ ْ
ْْ ََِْ ْْ ْ َ ْ ُ ُ
ِ ِِ ِ
، ‫َاـ ـنُػم لهاػب‬ ِ‫ُػشل‬ ِ
‫مي ـرػْلا ـفاطي‬،ِِ‫ٍ ـ‬
‫ُس ِبـ‬
‫َاـ ـمػ‬‫حرػلاـ ـله‬َ ‫ميحرػلاـ ـن‬
ََْْْ ََََََ ََ ْ َ ْْ ْ ْ
ِِ ِ ‫صلخملا‬ ِ‫ِِلا ي‬‫ينقوم‬. َ ‫ذوػعَأ‬
َْْ ََُْ َ َََََْْْ ْ ْ ْ ّ ُْ َ ّْ
‫ػػػصلا ـ ـاوػػػلمعوـ ـاوػػػػنمآ‬ ٍ ‫ػػػصاوػتو ـ ـتالا‬ ٍ ‫او‬
‫نيذػػػلاـَّـإـ ـرػػػسخـ ـيػػػفل‬
‫بر‬.‫حارلاـ ـرػيخ ـتَنأوـ ـمحراو ـرفغا ـبر ـلقوـ ـ‬ َ ‫ي‬. ‫فاػػػسنلاـ ـفإـ ـرػػػصعلاو‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬

‫‪32‬‬
RISAU KEADAAN UMAT
‫ُلا‬‫َُس‬‫َل‬‫َـ‬
‫ََعـ‬ ِ‫ْرو ـ‬
‫مكيل‬
ُ َ َ‫ْاـ ـةَح‬ ‫ُه‬ ‫َْو ـل‬‫َب‬‫َرُػ‬ ‫َوتاك‬
َََُُْ ُِْ ‫ْْـلـ‬
‫َُاـ‬ ْ‫ِ ـبُر و‬
‫َلل دـم‬ ‫ُلاعلاـ‬ ‫يم‬،‫شأـ ـ‬ ََِ ‫َه‬‫ْلَ ;َفأـ ـ ِد‬
‫ُولإـ ـ‬ َّ‫ْاـ ـ‬
‫َإـ ـ‬ ‫ِْلْلم‬
‫َلاـ ـله‬ ‫َـ ـ‬
‫َلا‬ ‫يّبملاـ‬،َ‫ِأِوـ ـ‬
‫ْـق‬ َ ‫ْه‬
‫ش‬ ‫َد‬‫ْـ‬
‫َفأـ‬
‫جأـ ـوباحصَأوـ ـولآ‬ َ ‫يع‬. ََِْ ‫ْنِِديس‬ ‫َـ ـا‬
‫ُومْو‬ َّ‫دمم ان‬
ُ ‫ُعـ ـا‬ ‫ُب‬ ‫ََُْْهد‬
‫ُْسَرََوـ ـ‬ ‫َاصلاـ ـولو‬
ًَُ ‫ؽد‬
ٍُ َ‫يّم ْلاـ ـدعولاـ ـ‬.
‫ػل‬ ِِِْ‫ِـو‬ ٍِِ ‫ُمهللا ني‬ ِ‫دممُّانديّس ـىلع ـ‬
َََْ‫ػ‬
َْ ‫َلاـ‬ ‫ػػ‬ َََ‫ََ ٍّدـػ‬ َ‫ََّو لَص ـ‬ ‫ؾْرابو ملَس‬ ْ َُ ‫َلعٍو ـ ـ‬ ‫ى‬
ِِ‫ػ‬ ‫ِه‬ ‫ْـ ـ‬ ِِ ‫َِهوٍدػ‬
َ‫لهاـ ـدُْا‬...َ‫َـ ـ‬
‫ػتا‬
ْ ‫ْق‬ ُُ‫ػ‬ ُُْ‫ػ‬ َْ‫َاو‬ ‫َْاـ ـ‬‫َل‬
‫َبرـ ـ‬ ‫ػَػعلا‬ ََ ‫ُمٍلَا‬ ‫ي‬،‫ػبعاوـ ـ‬ ‫صل‬ٍُ ‫يػَْػ‬
ٍَََِْ ٍَُ ََِِْ‫ب‬ ِ‫ػ‬ ‫ِبعـ ـ‬
َْ‫ػ‬
ََْ‫ميلَسـبلق‬. ‫ػٌػَمأ‬ ُْْ‫ػبـ ـا‬ ٌَ ‫دْػػع‬،‫ُيػَفـ ـ‬ ‫ػ‬ََْ ُْ‫ُا‬ ‫ػ‬ َ
‫يقيلا ـمكيتأي َّ ـحـ‬،‫ػػي ـَّ ;ـوػي ـ‬
‫ػػب َّو ؿام ـعف ن‬
‫لها ـىتا ـنم ـَّإ ـفو ن‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semua
yang kita lihat di dunia sebentar lagi akan kita tinggalkan. Semua yang
dibangga-banggakan oleh ahli dunia sebentar lagi akan sirna, akan habis,
dan tinggal cerita saja.
Sebentar lagi akhirat akan datang di depan kita. Ternyata di sana
nanti orang yang paling mulia adalah orang-orang yang paling takwa
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebetulnya di dunia ini pun orang
yang paling mulia adalah orang-orang takwa. Akan tetapi, kebanyakan
manusia tidak paham. Nanti di akhirat semua orang akan paham. Sampai
orang-orang kafir pun akan paham bahwa ternyata orang yang paling mulia
adalah orang-orang yang bertakwa.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang
yang paling mulia adalah orang yang paling yakin kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala, orang yang paling takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,

33
orang yang paling cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, orang yang
paling tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, orang yang paling
mengikuti Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Itulah
orang-orang yang mulia. Sedangkan yang dibesar-besarkan oleh orang-
orang di dunia ini ternyata di sana tidak ada harganya sedikit pun.
Raja-raja yang hebat-hebat pada Hari Kiamat nanti akan dikecilkan
tubuhnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga kecilnya seperti semut.
Diinjak-injak oleh seluruh manusia yang ada di Padang Mahsyar. Semua
ini supaya manusia paham bahwa orang yang membangga-banggakan
dunia pada akhirnya akan hina.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Derajat
manusia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sejauh mana dia yakin
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, takut kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bergantung kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan sejauh mana dia mengikuti
Baginda Agung yang Mulia Nabi Muhammad Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam.
Baginda Nabi Agung Muhammad Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam adalah
penanggung jawab umat. Siang dan malam syi’arnya adalah “Ummati…
Ummati…” Maka derajat manusia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala
juga
ditentukan sejauh mana dia memikirkan umat.
Orang yang masa bodoh dengan keadaan umat adalah orang yang
ِِِ punya derajat di sisi ِِ
tidak
َََََُِِْْْْ ََ ُْْ Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ِِِ ‫ْْ َّ َُْ ه‬
ْ ََََُ َْْ ًَ ِ
َْْ َ
‫ػػػِِف اركنم‬ ‫ِِل‬
‫ٍِِ يغْي‬ ‫وبلقبف عطتسي ِل فإف وناسلبفَعطتسي ِلِِفإف ديب هر‬
َََ ََ ََََُْ ََََْْْ ٍ َُ
‫ضأـ ـْللذو‬
َ ‫مكنم َىأر نم فا ـْلا ـ ـنم ـ ـةرذ لقػثم ـْللذ دعػب ـسيلو ـةياور ـِفو ـفا لاـ ـفع‬

34
“Barangsiapa melihat kemungkaran-kemungkaran hendaklah dia
membasmi seluruh kemungkaran tersebut dengan kekuatannya. Kalau
tidak mampu, maka dengan lisannya. Kalau tidak mampu, maka dengan
hatinya. Dan setelah itu tidak ada lagi derajat iman.”
Maknanya, orang yang sudah tidak prihatin, tidak risau terhadap
keadaan umat ini, maka iman dia ini sungguh sudah lemah bahkan lebih
kecil daripada biji dzarroh.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Janganlah kita ini masa bodoh terhadap keadaan umat. Begitu rasa masa
bodoh itu datang kepada diri kita, maka pada saat itu pula telah anjlok
derajat kita di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Di antara tanda orang yang punya derajat di sisi Allah Subhanahu wa
Ta’ala adalah mereka yang mempunyai rasa prihatin melihat keadaan umat.
Itulah warisan Para Nabi ’Alaihimussalam. Itulah warisan Yang Mulia Nabi
Agung Muhammad Shallallhu ‘Ailahi wa Sallam. Warisan Para
Shahabat Radhiallahu ‘Anhum. Warisan wali-wali Allah.
Al-Imam As-Sya’roni Rahmatullah ‘Alaih mengatakan bahwa
barangsiapa yang senantiasa berdo’a:
ِِ‫مل رْفغا مهللا‬
َْْ َََ ‫ُ اِنٍٍِديََس‬
ََْ ‫ُُّ ة‬ ‫َّدَُـمـمُـ‬
‫ََا‬ َِ‫ِْوا‬
‫ُ مهللا دـمـمُـ انديس ةُمأ مـْحرـاـَمهلٍٍّل‬
‫ت‬ ‫ُ نعْز‬
‫َةمُأ‬
ٍِ ‫انديس‬
ُ َ ‫ّـ‬
‫دممـ‬
ُّ
َ
Ya Allah, ma’afkanlah umat Baginda Nabi Muhammad! Ya Allah,
sayangilah umat Baginda Nabi Muhammad!
ٍ
maka dia akan digolongkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala termasuk wali
abdal, wali yang punya derajat yang sangat tinggi di sisi Allah.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Janganlah kita ini menjadi orang yang rugi, yaitu orang yang tidak mau

35
memikirkan umat, masa bodoh terhadap keadaan umat. Jika kita masa
bodoh terhadap keaadaan umat, maka akan menjatuhkan derajat kita di sisi
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mumpung kita masih ada di dunia. Kita masih bisa bertaubat. Kita masih
bisa membikin perbaikan-perbaikan. Kita masih bisa membuat amalan-
amalan yang sebanyak-banyaknya.
Hari tambah hari, akhirat tambah dekat. Hari ganti hari, perjumpaan
kita dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala tambah dekat. Bagaimana tambah
hari semakin tambah persiapan kita untuk menghadapi pertemuan besar.
Pertemuan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Perjumpaan dengan
Baginda Rasulullah Subhanahu wa Ta’ala. Masuk dalam kehidupan akhirat
yang pasti.
Dunia ini tidak pasti. Hari besok belum tentu, apakah kita masih ada
di dunia atau tidak. Akhirat itulah yang pasti akan datang. Kalau dunia itu
“ya mungkin datang, ya mungkin tidak”. Sebetulnya begitu. Namun,
syetan telah membalikkan otak kita. Mereka membisikkan, “Urusan dunia
itu urusan pasti. Kalau urusan akhirat itu tidak begitu pasti.”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah
kebodohan yang sebesar-besarnya. Akhirat itu yang pasti. Dunia itu belum
tentu.
Kalau kita ditanya,“Kamu besok masih hidup? Sebulan lagi masih
hidup?” Jawabnya, “Belum tentu!”
Dan kalau kita ditanya, “Kamu nanti mati apa tidak?” Maka
jawabnya, “Sudah pasti saya akan mati.”

36
‫‪Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh‬‬
‫‪karena akhirat itu barang pasti, maka kita harus lebih bersungguh-sungguh‬‬
‫‪lagi untuk membangun dan mempersiapkan akhirat kita.‬‬

‫ِْْها‬
‫ََ‬ ‫ُإؤوـ ـل‬ ‫ََُـنِم ـمك‬
‫ْاي‬ ‫ِئافْلاـ‬‫ْيَز‬ ‫ُن‬ ‫ػنلِخدا‬
‫ُوْـينَْ‬
‫ملاـ ـ‬ ‫َََ‬‫َ ْوـ ـا‬‫ِِاَْػيإ‬
‫ََـفِ ;ْمِك‬‫ِم‬
‫ْزـ‬‫ػَ‬ ‫ُـ ـيِ ُ‬
‫ػقْتملاـ ـةرَْ‬ ‫َََػملا‬
‫َْم‬
‫ين‬
‫ػم لِها ِ ِِِِ ِ‬
‫ِِ‬ ‫ِ ِ ِِ‬ ‫ِنْ َ‬‫ِـ‬ ‫ْلعجِِ‬
‫ػشلاـ ـن ََْ ْْْ‬
‫ػب‬ ‫ُلهاـ ـمػَسبـ ـ‪،‬ميَجرػلاـ ـفاطي ْْ‬ ‫ػلاـ ـ‬
‫حر ُ‬ ‫ْاـ‬‫َرُْ‬
‫ػل‬ ‫‪،‬ميْح‬ ‫انُْ‬
‫ِِِ ِ‬ ‫ْوْملا يَصَلخْملاُ ٍِِِ ْ ُ َُِ‬
‫ََ ََََََ ْ‬
‫ََْْ‬ ‫ػعَأ ‪.‬ينق‬‫ذْو ْ‬
‫ِ‬ ‫ُلا ّ ِْ‬
‫َْػػػػنمآ‬ ‫ِو‬‫ُلمعو ـ ـا‬ ‫ػ‬‫ػ َْ‬‫ْ َ‬ ‫ػ‬ ‫َو‬
‫ػػػصلْا ـ ـا‬
‫َََْْ‬
‫ِِاو ِْ‬
‫ػتو ـ ـتاْ‬ ‫ْص‬‫ػ‬‫ََ‬ ‫ػ‬‫ػََ‬‫َّ‬‫اوْ‬
‫ػػػلاـ ـَّإ ـ ـرػػػسٍخـ ـيػػػفل‬ ‫نيذ ٍ‬
‫حارلاـ ـرػيخـ ـتنَأو ـمحراو ـرفغا ـبر ـلقو ـ‪.‬بر‬ ‫فاػػػسنلاـ ـفإـ ـرػػػصعلاو ‪.‬ي َ‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
37
‫‪NIKMAT YANG AGUNG‬‬
‫ُا‬
‫ُل‬ ‫َُس‬
‫َل‬‫َـ ـ‬
‫ََع‬ ‫ُلهاـ ـةَْحرو ـِ‬
‫مكيل‬
‫َْو ـْ َ َ‬ ‫ػب‬‫َرَُ‬ ‫َوتاك‬
‫ِِّ‬ ‫ِ ِِِ ِ‬ ‫َََِِِِْ ْ‬
‫َََََ ْْْ ََْ ََ‬ ‫ََْْ ُُ‬ ‫َ ْ‬
‫ََِ ٍِِِِ‬ ‫ػِْ ٍَّ‬
‫ػلل‬ ‫ِْ‬
‫ْْ‬‫ََاـ ـوَُ‬ ‫ََْيْْذُُػِِػ‬
‫ََل‬ ‫ػنلعَجـ ـ‬
‫ػْ َ‬ ‫َا ْ‬ ‫ػػمـ ـ‬ ‫ػػسـ ـةػػُمأ ـ ـنَْ‬ ‫ديَِ‬
‫َ‬
‫ِِع ـ ـو ِ‬ ‫َْمعن ـ ـِى ِ ِِِ‬ ‫ِلػػس‬
‫ػللََََََْْ‬
‫ػَ ََ‬ ‫ػػل َُ‬ ‫ػػ ََْ‬ ‫ِِْ‬ ‫ََلاوـ ـفاػػـلا ـ ـة‬
‫َُْ‬
‫دْػَػملا ـ ـ‪،‬ـ‬
‫ػػلا ـعػيج ـىػلع وػلل‬ ‫َا ـَمع ُن‬‫ػَ ل‬‫ْرىاْ‬ ‫َاـَة‬ ‫ػـِمـلـ‬ ‫دـ ِ‬
‫ُػـََْ‬
‫ْْاًَََََََََََُُُُُْْ‬
‫َْلُ‬‫َلـاـ ‪،‬ـان‬ ‫َ دـََُمـ‬‫ِلَُل‬
‫ػػَنأ يذػلا و‬ ‫ْْيلعـ ـؿز ّ‬ ‫ػػ‬ ‫ِلاـ ـا ن‬
‫دػملاـ ـْ‪،‬فآر ِػق‬
‫ِِِ‬ ‫ِ‬ ‫ػلاـ ـوِ‬ ‫اػَموـ ـاذاِػ‬
‫ػ ٍللََ ِِْْ ّ ََََُِْ َْ َُُُْْ َ ََُُ‬ ‫ََانادػى ـ ـيذ‬
‫ْْ‬
‫ََّ‬ ‫ُل‬
‫ِِِِوَََََُِْْْ‬ ‫ّلا َةََنطابلِا‬ ‫ْـةٍَقباػُس‬ ‫َػقٍِحللاوـ‬ ‫َُػندلاـ ـة‬ ‫َوي‬ ‫ْرخ ْلاوـ ـةِّ‬
‫ػٍي‬ ‫ِو َ َََ‬ ‫ػي‬ ‫ػملاـ ـّ‪،‬ةََ‬ ‫دَّ‬
‫ٍ‬ ‫ِفَأـ ـَلول يدتهػنل انٍك‬ ‫ِاـٍـانادى‬
‫ْـ ـٍ‬ ‫ْه‬ ‫َ‪.‬ل‬
‫ََ ـل‬ ‫َََُِ‬
‫شْأوـ‬ ‫ػ‬ ‫ُ ـده‬
‫ََُ ْ‬ ‫ػسـ ـْفَأـ‬ ‫ُُوـ ـَُانديِ‬‫ََنػبيبحوـِ ـاِِػَّنوم‬ ‫ػبعـ ـادػممُـ ـاَػ‬ ‫ُسروـ ـهد َ‬ ‫‪،‬ولوْػ‬
‫َََ ْ ٍَِ ُ ِِ‬ ‫ُلَ ;فَأـ ـدهػ َ ِ‬
‫ََ‬ ‫ََُ َ ََُ‬ ‫َََُْْْْ ٌ‬ ‫شأ َْ ْ‬ ‫ْإـ ـوػلإـ ـ‬ ‫هاـ ـَّ‬
‫ٌْاَػكلاـ ـهرػكوػلوـ ـوػلكني ٍّدـػلاـ ـىػلعـ ـهرػْه يل‬ ‫ُف‬‫َر‬ ‫ْو‬ ‫ََف‬
‫ػهللاـ ـ‪.‬‬ ‫مِْ‬
‫ىدلاب لها لسَرأ لإ ـمػلَيعباػتلاو ـوتيرذو ـوباحصَأو ـولآ‬
‫‪،‬ق َػلاـ ـنيدوـ ـ َ‬
‫دمم ـانديس ىلع ؾرابو ملسو لص ‪.‬نيّدٍـلا ـ ـوػي‬ ‫ىلعوـ ـ ُـ‬
‫فوملسػػػمـ ـمتػػػَنأوـ ـَّإ ـ ـنتوػػػػـَ ‪.‬‬
‫َّوـ ـوػػتاقػتـ ـقػػحـ ـلهاـ ـاوػػػػقػتاـ ـ‪...‬لهاـ ـداػػبعـ ـاػػي‬
‫ػفـ ـ‪،‬دػػعػبـ ـاػػَمأ لهاـ ـفإـ ـلها ـاوػػػقػتاو ـدػػػغل‬
‫تمدػػػق ـ ـاػػػم ـ ـسػػػفػن ـ ـرػػػػػ‬
‫فولمعػت ـا‬. ‫نػتل وـ ـلهاـ ـلإـ ـفومداػػػقـ ـمػػػكَنأـ ـاوػػػملعاو‬
‫ب رػيبخ‬ ِ
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Senantiasa kita mensyukuri nikmat Allah Yang Maha Besar yang telah
diberikan-Nya kepada kita, yaitu nikmat iman dan Islam. Nikmat iman
dan Islam adalah nikmat yang besar dan sangat besar.
Maka, syetan siang dan malam membuat usaha bagaimana supaya
manusia itu lupa dengan nikmat yang begitu besar ini. Kalau manusia sudah

38
lupa, dia akan mudah dicuri oleh syetan. Dia akan menganggap bahwa
nikmat iman dan Islam adalah nikmat yang biasa-biasa saja. Dia
menganggap iman dan Islam adalah nikmat yang biasa-biasa saja sehingga
dia pun tidak merawatnya. Na’udzubillahi min dzalik.
Itulah puncak usaha syetan. Pada akhirnya, nikmat ini, kalau tidak
diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, bisa hilang dari dada kita.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di
antara nikmat besar yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita
adalah kita dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai umat Yang
Mulia Nabi Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dengan
keberkahan sebagai umat beliau kita menjadi semulia-mulianya umat,
karena beliau adalah semulia-mulianya Nabi.
Karena kita dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala umat Baginda
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka amalan yang nilainya
sedikit bernilai sangat besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena kita
dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai umat Baginda
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka kita mendapat
kemuliaan mengamalkan sunnah-sunnahnya, kemuliaan meneruskan
perjuangannya. Karena tidak akan ada Nabi lagi, tidak akan ada Rasul
lagi, setelah Yang Mulai Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam, maka umat ini dapat kemuliaan meneruskan perjuangan Beliau.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan
hanya sekadar meneruskan perjuangannya saja, tetapi Allah Subhanahu wa
Ta’ala menjadikan umat ini sebagai penanggung jawab perjuangan Yang
Mulia Nabi Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bukan
hanya sekadar dakwah saja, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala
menjadikan umat ini sebagai penanggung jawab untuk membangkitkan
urusan dakwah

39
di mana-mana di seluruh dunia. Bukan hanya pengamal agama saja,
tetapi sebagai penyeru agama. Bukan hanya penyeru agama saja,
tetapi penanggung jawab untuk merintis, memulai, dan
membangkitkan kerja agama.
Itu semua adalah bukan hanya sekadar tugas. Itu adalah kemuliaan.
Itu adalah karunia. Itu adalah kehormatan yang telah diberikan
Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umat ini. Akan tetapi, kebanyakan
manusia tidak menyadarinya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan karunia yang begitu besar
lagi kepada kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita
kitab al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kitab yang dijamin keasliannya sampai
Hari Kiamat. Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab Allah Subhanahu wa
Ta’ala di dunia ini yang masih asli.
Al-Qur’an dikaruniakan kepada umat ini agar umat ini senantiasa
bisa berhubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui al-Qur’an.
Mendapatkan nasihat asli dari Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui al-
Qur’an. Maka, sudah semestinya kita mencintai al-Qur’an. Membacanya
siang dan malam. Menyemangatkan anak-anak kita untuk belajar al-
Qur’an dan menghapal al-Qur’an.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengumpulkan Ilmu Para Nabi dalam
al-Qur’an. Al-Qur’an isinya adalah ilmu yang bermanfaat di dunia ini dan
menjadi cahaya di kubur kita.
Al-Qur’an menjadi kebanggaan pada Hari Kiamat. Bukan hanya
sekadar kebanggaan bagi yang membaca saja, tetapi juga menjadi
kebanggaan bagi kedua orang tua dan keluarganya. Di sana, di akhirat,
orang bisa merasa bangga karena anak-anaknya menjadi hafizh-hafizh al-

40
Qur’an. Di sana, di akhirat, orang bisa merasa bangga karena keluarganya
menjadi hafizh-hafizh al-Qur’an.
Orang merasa bangga bisa berdekatan dengan hafizh-hafizh al-
Qur’an, karena berdekatan dengan ahli al-Qur’an ini pun sudah
mendatangkan berkah.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sekarang mungkin belum tampak, tetapi nanti di akhirat orang-orang yang
meremehkan perkara ini akan menyesal. Ternyata ilmu agama adalah ilmu
yang besar. Ilmu yang akan ada harganya selama-lamanya saat ilmu-ilmu
dunia sudah tidak ada harganya. Di mana dunia mau ada harganya,
sedangkan dunia sendiri sudah ambruk, alias kiamat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita
bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Allah Subhanahu wa
Ta’ala masih memberikan kesempatan kepada kita untuk membangun
akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada kita umur
beberapa hari. Allah Subhanahu wa Ta’ala masih memberikan
kesempatan untuk persiapan pulang ke akhirat. Allah Subhanahu wa
Ta’ala masih memberikan kesempatan kepada kita untuk
memperbaiki hubungan dengan-Nya. Hal itu berarti, Allah Subhanahu
wa Ta’ala masih mambuka kesempatan kepada kita untuk bertaubat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Umur
itu mahal. Sedetik saja umur yang digunakan kita untuk taat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala bisa untuk membeli istana-istana di syurga.
Sebaliknya, kalau umur ini tidak digunakan kita untuk taat, bahkan
digunakan untuk maksiat, kalau kita tidak cepat-cepat bertaubat, maka
akan menjadi penyesalan yang tidak akan ada habisnya.

41
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka
pada Hari Jum’at yang mulia ini, kita cangcut tali wondho
memperbaiki niat kita lagi. Syetan datang dari arah depan, belakang,
kanan, dan kiri kita menggoda agar kita menjadi loyo, agar kita terkesan
dengan kehidupan dunia ini, dan lupa dengan kehidupan akhirat yang
selama-lamanya. Syetan menggoda kita agar terkesan dengan makhluk
lupa dengan Pencipta. Syetan menggoda kita supaya terkesan dengan
harta benda, lupa dengan amalan-amalan agama.
Padahal, semua itu kalau kita mau merenung, bagaimana kalau kita
ini sudah duduk di Padang Mahsyar? Tentu semua tidak akan ada
nilainya apa-apa, selain hubungan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
taat kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tangisan kita waktu
malam karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Amalan yang dibuat kita
hanya sedikit saja yang bermanfaat. Amalan-amalan lainnya semua tidak
ada nilainya sama sekali.

‫ِْْها‬
ََ ‫ُإؤوـ ـل‬ ‫ََُـنِم ـمك‬
‫ْاي‬ ‫ِئافْلاـ‬‫ْيَز‬ ‫ُن‬
‫ملاـ ـ‬ ‫ػنلِخدا‬
َْ‫ُوْـين‬ َََ‫َ ْوـ ـا‬‫ِِاَْػيإ‬
‫ََـفِ ;ْمِك‬‫ِم‬
‫ْزـ‬َ‫ػ‬ ُ ِ‫ُـ ـي‬
َْ‫ػقْتملاـ ـةر‬ ‫َََػملا‬‫َْم‬
‫ين‬
ِ ِ ‫ػم لِها‬
ِ ِِ ِ ِِ‫ِاـ ـفاطي‬ ِ ََْ‫ِن‬ ‫ِـ‬ ِِ‫ْلعج‬
ْ َْ ‫ػِِشلاـ ـن‬
‫ػب‬ ْْ ْْ‫ميَجرػل‬،‫ُلهاـ ـمػَسبـ ـ‬ ‫ػلاـ ـ‬
ُ ‫حر‬ ‫ْاـ‬ُْ‫َر‬
‫ػل‬ ‫ميْح‬، ُْ‫ان‬
ِ ِِِ َُِ ُ ْ ٍِِ ُ‫ْوْملا يَصَلخْملا‬ ‫ينق‬.ِ‫ِأ‬
َْْْ ََََََ ََ َْ‫ذْو‬
َ‫ػع‬
‫َْػػػػنمآ‬ ‫ِو‬‫ِا‬‫ُلمعو ـ ـ‬ ‫ػ‬َْ ‫ػ‬َ ْ ‫ػ‬ ‫َو‬
‫ػػػصلْا ـ ـا‬
َََْْ
ِْ ّ ‫ُلا‬ ِْ ‫ِِاو‬
ْ‫ػتو ـ ـتا‬ ‫ْص‬‫ػ‬ََ ‫ػ‬ََ‫ػ‬ َّْ‫او‬
‫ػػػلاـ ـَّإ ـ ـرػػػسٍخـ ـيػػػفل‬ ٍ ‫نيذ‬
‫بر‬.‫حارلاـ ـرػيخـ ـتنَأو ـمحراو ـرفغا ـبر ـلقو ـ‬
َ ‫ي‬. ‫فاػػػسنلاـ ـفإـ ـرػػػصعلاو‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
42
TIPUAN SYETAN ‫وتاك‬
ِ
ُ ‫ََُسل‬
‫ُا‬ ‫َل‬ ‫ُهْاـ ـةَحْر‬
َ ‫َو ـ‬
‫مكيلََعـ ـ‬ ‫َبَو‬
‫ْ ـل‬ ‫َ َرُػ‬
ِ ََِِ ْ َُْ َََِْْ ّ ِِ ْ
َََُُْ ُِْ َُ ْْ َْ ُ ُ
‫يملاعلاـ ـبر ولل دـمـلـاـ‬،‫شأـ ـ‬ َ ‫َيبملاـ ـقلاـ ـْللملاـ ـلهاـ ـَّإـ ـولإـ ـلَ ;َفأـ ـده‬ َ ‫ْه‬
،‫شأوـ ـ‬ ‫َد‬‫َفأـ ـ‬
َِِ ِِْْ ُ
‫ْـ ـانديس‬ ُ َ‫ُؿوػػسر ـ ـ‬
‫ادمم انَّومو‬ ‫ََ لََُها‬
‫ْْ ـ ـ‬ ‫صال‬ ‫يّم ْلاـ ـدعولاـ ـٍَؽُد‬.
ًَ‫َا‬
ِِِ ِ ٍِِ ََ ُ َ ّ ِْ ّ َُّ ٍ َ
ََََْْْ
.ِ‫ََديس ـىلَع ـؾرابو ملسو ل ص ـمهللا‬
َ ََ َ ‫دممَ ان‬
ُ ‫ْولآ ىلعو ـ ـ‬ ‫صأوـ ـ‬
َ ‫جأـ ـوباح‬َ ‫يع‬
ِ ِ ِِ
َُْ ََْ َُُُُْْْ ََََْْ َََ ٍَ ُ ‫ػَػلٍاـ ـوػػل‬ ٍ ُ‫ػ‬ َْ‫نيّدٍـ‬
ٍَََِْ ٍَُ ََََِِْْ َ ٌ ُ ٌ ْ َ ُْ
ِْ ُِْ
‫لهاـ ـدا‬...‫يملاػػعلاـ ـبرـ ـلهاـ ـاوػػػقػتاـ ـ‬،‫ََدػػبعاوـ ـ‬
ْْ َ ‫ي َػَػصل‬
‫ُِهو‬
‫ميلسـبلقب‬. ‫دػػعػبـ ـاػػَمأ‬،‫ػػبعـ ـاػػيػفـ ـ‬
‫يقيلا ـمكيتأي َّ ـحـ‬،‫ػػب َّو ؿام ـعفػنػي ـَّ ;ـوػي ـ‬
‫لها ـىتا ـنم ـَّإ ـفو ن‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan siang dan malam silih
berganti. Dari siang dan malam itu timbullah bulan-bulan dan tahun-
tahun. Itu semua merupakan perjalanan bagi seorang manusia menuju
akhirat yang selama-lamanya.
Mau tidak mau kita akan digiring oleh siang dan malam untuk
menuju tempat yang pasti yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala melalui Para Nabi dan Para Rasul-Nya, yaitu negeri akhirat
yang selama-lamanya. Maka, betul-betul rugi orang yang hanya sibuk
mencari dunia saja, sehingga dia lupa dengan negeri akhirat yang selama-
lamanya.
Rugilah orang yang maju-mundur di dalam amal, sehingga sampai
mati tidak ada kesempatan dan tidak ada kesungguhan di dalam
membangun akhiratnya.
43
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita ini
bukanlah manusia pertama di dunia ini, janganlah kita mengira dunia ini
akan lama. Kakek-nenek kita dulu ada di dunia, sekarang sudah pergi dari
dunia ini. Tetangga kita di kanan kiri kita satu persatu mulai berangkat
ke negeri akhirat yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,
tetapi kita tidak mau berpikir juga.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Setiap
kita melihat orang mati, maka seolah-olah dia saja yang mati, saya tidak
akan mati. Kalau kita melihat orang-orang yang berangkat ke akhirat,
maka seolah-olah mereka saja yang berangkat, saya tidak akan berangkat.
Kalau kita diberi tahu kehidupan Para Nabi dan Para
Rasul ’Alaihimussalam yang siang malam memikirkan akhirat, maka kita
akan takjub dan heran, seolah-olah yang butuh akhirat itu mereka saja.
Sedangkan kita tidak perlu dengan akhirat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah
kebodohan yang telah masuk ke dalam hati kita, masuk ke dalam pikiran
dan sanubari kita, yang telah menjadi watak kehidupan kita siang dan
malam. Kita tidak pernah bersungguh-sungguh dengan kehidupan akhirat.
Sedangkan akhirat itu adalah perkara yang sungguh-sungguh. Kematian itu
adalah perkara yang sungguh-sungguh. Janji Allah Subhanahu wa Ta’ala
itu adalah perkara yang sungguh-sungguh. Maka, mesti kita hadapi dengan
sungguh-sungguh pula.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hari
Jum’at yang mulia ini waktunya kita berpikir sejenak. Apakah akan ada
gunanya dunia ini untuk kita? Ketika malaikat Izrail datang menghantarkan
diri kita ke negeri akhirat, apakah jabatan ada gunanya, apakah pengaruh
ada gunanya, apakah sawah ladang kita ada gunanya, apakah anak istri kita

44
bisa menolong kita, apakah golongan kita, partai kita, bisa menolong kita?
Jawabnya: tidak, sama sekali tidak. Oleh karena itu, mengapa kita terus saja
tertipu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an :

(ٖٖ : ‫)فامقل‬ ‫ػ ت ـل‬ ‫ْغ‬‫ِن ُر‬


ََََُُُُْ ‫ِمك‬ ‫ُاي‬
‫ْلا ـ‬ ‫ََندلُا ـة‬
‫َْي ـَّو ـايػ‬ ْ‫َغلا ـلهاب ـ‬
‫مكنرغػ‬ ‫َور‬
‫َر‬
‫“ ف‬Janganlah engkau tertipu dengan kehidupan dunia. Jangan kamu
tertipu dengan sang penipu, yaitu syetan.” (Q.S. Luqman: 33)

Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Syetan


mengiming-ngimingi kita kenikmatan-kenikmatan dunia. Padahal syetan
tidak punya dunia ini. Dunia ini milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka
menakut-nakuti dengan kesusahan-kesusahan. Sedangkan mereka tidak
kuasa mendatangkan kesusahan. Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
kuasa mendatangkan kesusahan.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
janganlah kita menggubris bisikan-bisikan syetan itu. Senantiasa kita
mendengarkan dan selalu kita mengingat apa yang telah diiming-imingkan
oleh Pencipta alam semesta ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala, melalui Para
Nabi ‘Alaihimussalam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengiming-imingi kita, kalau kita takwa
kepada Allah, mengamalkan agama dengan sungguh-sungguh, maka Allah
Subhanahu wa Ta’ala akan memberkati kehidupan kita ini. Allah akan
menjadikan kubur kita menjadi pertamanan-pertamanan syurga.
Kemudian kita akan masuk ke dalam syurga kekal abadi, selama-lamanya,
bersama Para Nabi, Para Rasul dan wali-wali Allah.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kesusahan-kesusahan dunia yang dibisikkan oleh syetan ke dalam hati kita
sebetulnya tidak ada apa-apanya. Kesusahan bagaimanapun tidak akan

45
mungkin terjadi tanpa kehendak dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kesusahan yang kecil, kesusahan yang besar, hanya terjadi kalau
Allah Subhanahu wa Ta’ala. menghendaki. Tidak usah kamu takut susah.
Takutlah kepada yang membikin susah, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kenikmatan yang besar dan kenikmatan yang kecil tidak mungkin akan
terjadi tanpa kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, berharaplah
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan berharap kepada yang lain. ‫ينمؤ‬
ِِِ ْْ ِ ِْ ِ َََْ َ ْ ْ َِ ُْ ُِ َََ
ََ‫َََُإَْوـ ـلْْها‬
‫َكاي‬ ‫ْم‬ ‫ْيَزئافلاـ‬
‫ُـنمـ ـ‬ ‫ػنلََخداُوـ ـْينمَْلاـ ـ‬
‫ُن‬ ‫ػمزـ ـفِ ;مكاػيإوـ ـا‬ ‫ػملاـ ـيػقتملاـ ـةر‬
ِِِِِْْ ِِ ْ
ْ ‫ِها‬ ِِ ِ ِ ِِ ْ ِِ ْ
‫ػب‬ ‫ََ ل‬
‫ػشلاـ ـنػم‬ ْْ‫َجرػلاـ ـفاطي‬ ‫مي‬،‫َسبـ ـ‬ ‫ُ ـلهاـ ـمػ‬ ُ ‫حر‬
‫ػلاـ‬ َْ ‫ميْح‬، ‫ُلعْج‬
ُْ‫َر‬
‫ػلاـ ـن‬ ‫ان‬
ِ ِِ ِ ِ
ُ‫ْ ْ ْْ ََ ْ ُ ٍِِِ ْ ُ ذَو‬
‫َلا‬
ْْ ْ ََََ
‫لخم‬ ‫ينقوََملا َيََص‬. ‫ػَعأ‬
ِِ ِْ ّ ُ ِ ِِ َ ّْ
‫ُمعوـ ـاوَْػػػػنمآ‬ َْ ‫ػ‬
‫ػل‬ َ ْ‫ػ‬َََْْ‫َو‬‫ْـ ـا‬
‫ػػػصلا‬ ْ‫ْتو ـ ـتالا‬
‫ػْصاوػ‬ ََ‫ػ‬ َ‫ػ‬ َ‫او‬
‫نٍيذػػػلاـ ـَّإ ـ ـرػػػسخـ ـيػػػفل‬ ٍ
‫فاػػػسنلاـ ـفإـ ـرػػػصعلاو‬
. ‫برصلاب اوصاوػتو ـقلاب‬.‫حارلاـ ـرػيخ ـتنَأو ـمحراو ـرفغاـ ـبرـ ـلقو ـ‬
َ‫ي‬
46
‫‪KARUNIA HIDAYAH‬‬ ‫وت‬
‫ِ‬
‫ََسل‬
‫ُُا‬
‫ُ‬ ‫َل‬ ‫ْـلُهاـ‬
‫ْ ـةَحْرَوـ ـمكَيلََعـ ـ‬ ‫ََوـ‬
‫ػب‬ ‫َُ‬ ‫َاكر‬
‫ََََُِ ََََْ َُ َََََِِْْ ْ‬ ‫ُِِ ّ ْ َِ ََْْ ِ‬
‫ْػنل اْْػنكـاػموـ ـاذاػلَانادػى ـ ـيذػػلاـ ـوػلل‬ ‫ػل يدَػته‬ ‫َفأـ ـَلوػ َ‬
‫َ ُ ًََُُ َُ ِ‬ ‫ََلـاـ ّ‬ ‫ِِ‬
‫َ َََََُْْ‬ ‫ْلاـ ـبرـ ـوَػللُُدـػ‬
‫ْْـمـ‬ ‫َـػـمـلـاـ ‪،‬يمٍالػع‬ ‫د‬
‫ِِِ‬ ‫ٍِِ‬
‫َـ ـ‬
‫ُلَ;‬
‫ْْ;‬ ‫َأوـَـلََهاـ ـَّإـ ـِِوََْ‬
‫ػ لإ‬ ‫ػسـ ـفَأ ـ ـَدهٍػ ْ‬
‫ػػ َ‬
‫ش‬ ‫َ‬‫ّـا َنديُ‬‫ََوـ‬
‫ػَّن َوم‬
‫َ َُّ ّ ِ‬
‫ػُْ‬
‫ممـ ـاََ‬ ‫‪.‬لهاـ ـؿوػسرـ ـادََ‬
‫ٍ‬ ‫َ ٍَِْ ِْْ‬ ‫ٍ‬ ‫ٍِِِ‬
‫شأ ـ ـ‪.‬لهاـ ـانادػى مػػلَيعباػػتلاو ـوباحػػصَأو ـوػػلآ‬ ‫فَأ ـ ـدَهػ َ‬
‫ََ‬ ‫ِ‬ ‫ْ‬ ‫َ ِِ ُُُ ِ‬ ‫ِِ‬
‫ْ‬ ‫َُ‬‫ْ‬ ‫َُ‬ ‫ُ‬
‫ممـ ـانديػػسـ ـىػػلعـ ـؾراػػبوـ ـملػػسوـ ـلػ‬ ‫َ‬ ‫ََ‬ ‫ػػ ُ‬‫ُلعوـ ـ َد ََ‬ ‫ىػْػ‬
‫ِ َْ ََُ َْْ ُ َََ ْ ٍَِ ُ ِِ‬ ‫ػصـ ـم ُ‬ ‫ْ‬
‫ََ‬ ‫ٌ ََُ َ ََُ‬ ‫ػػهللا ‪.‬ني ٍّدـلا ـ ـوػيـ ـلإ ْفاْْسحإب‬
‫ٌِْ ََََُْْ‬
‫فوملسػػػمـ ـمتػػػػَنأوـ ـَّإ ـ ـنتوػػػػَـ ‪.‬‬
‫َّوـ ـوَػػتاقػتـ ـقػػحـ ـلهاـ ـاوػػػقػتاـ ـ‪...‬لهاـ ـداػػبعـ ـاػػيػ‬
‫فـ ـ‪،‬دػػعػبـ ـاػػَمأ لها ـفإـ ـلها ـاوػػػقػتاو ـدػػغل‬
‫تمدػػق ـ ـاػػم ـ ـسػػػفػن ـ ـرػػػػ‬
‫نػتلوـ ـلهاـ ـلإـ ـفومداػػقـ ـمػػػػكَنأـ ـاوػػملعاو ‪.‬فولمعػت ـا ِ‬
‫ب‬
‫رػيبخ‬
‫‪Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila‬‬
‫‪hidayah datang kepada hati manusia, maka hati itu akan menjadi terang‬‬
‫‪benderang. Kemudian hati itu akan paham dengan sebenar-benarnya‬‬
‫‪paham, yakin dengan sebenar-benarnya yakin, bahwasanya yang berkuasa‬‬
‫‪di alam semesta ini hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang‬‬
‫‪menentukan segala-galanya hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.‬‬
‫‪Tidak ada orang yang beruntung, kecuali yang dibikin beruntung‬‬
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada orang yang celaka, kecuali
orang yang dicelakakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada orang
yang hidup, kecuali yang dihidupkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tidak ada yang mati, keculai yang dimatikan oleh Allah Subhanahu wa

47
Ta’ala. Tidak ada yang bahagia kecuali, yang dibikin bahagia oleh Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada yang menderita, kecuali yang
dibikin menderita oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hati
adalah lampu lentera kita yang menilai bahwa hakekat segala sesuatu,
bumi-langit, dunia-akhirat hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
mengaturnya, hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menentukannya,
hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memeliharanya, hanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mewujudkannya atau menyirnakannya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila
hidayah masuk ke dalam hati seseorang, maka dia akan paham dan yakin
bahwa tidak ada perkara yang lebih menguntungkan di dunia ini melebihi
taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak ada perkara yang lebih
berbahaya melebihi maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Seumpama kita mengorbankan bumi, langit, juga dunia dan
seisinya karena taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka kita tidak
akan rugi. Namun, sebaliknya kalau kita mendapatkan bumi, langit, dan
seluruh alam semesta, tetapi kita maksiat kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, maka kita akhirnya akan kecewa, rugi, dan celaka, kecuali kalau
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni kita.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Perkara
yang paling menguntungkan dalam kehidupan manusia hanya satu saja,
yaitu taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala walaupun tampaknya
menyusahkan.
Kerugian, kalau itu karena taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
sebetulnya adalah keberuntungan. Kesusahan, kalau itu karena taat
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebetulnya adalah kebahagiaan.
Kemelaratan

48
kalau taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebetulnya itu adalah
kekayaan yang tidak ada batasnya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak
ada perkara yang lebih berbahaya bagi seseorang melebihi kalau dia
bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Walaupun kelihatannya
maksiat itu mengenakkan dan menguntungkannya, sebetulnya itu adalah
tipuan-tipuan belaka. Tidak ada orang yang bertentangan dengan Penguasa
alam semesta kemudian menjadi orang yang beruntung. Maka, janganlah
kita tertipu dengan keadaan orang-orang kafir.
ِ ِِ‫ف اوِر‬ ‫َلقْ عامت ِْدل‬
ََ
ّ ‫ََْي‬
‫ػ‬ ‫َُرغ‬
َ َُُ
ََ َ ْ ‫ُلا بْلق‬
‫ػتََْلن‬ ‫ٌنيذ‬
‫ْك ـ‬
ُ‫َف‬ ِ ‫َبلا‬
ٌََ ‫ث لي‬
ُ ْ ‫ُ منهج مهىوأم‬ ‫سئبو‬
‫ُرمع ؿآ) دامهلا‬ :‫ِـ‬
‫َ فا‬ ٜٙٔ‫ـ‬-ْ
(ٜٔٚ
“Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang
kafir bergerak di dunia ini. Itu hanyalah kesenangan sementara,
kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam dan Jahannam itu
adalah tempat yang seburuk-buruknya.” (Q.S. Ali ‘Imran: 196-197)
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Janganlah kita tergiur dan tertipu oleh kehidupan orang-orang kafir di
dunia ini. Mereka kelihatan hidupnya senang, tetapi sebentar lagi mereka
akan menjadi penghuni neraka selama-lamanya.
Orang yang pantas kita kagumi adalah orang yang menghabiskan
umurnya siang dan malam untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan mati dalam ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah orang yang pantas
kita kagumi.
Orang yang pantas kita kasihani adalah orang-orang yang bermaksiat
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lebih kasihan lagi, orang yang
sudah bermaksiat malah dia merasa beruntung. Berjalan dengan penuh
semangat

49
menuju Jahannam, perasaannya berjalan menuju taman-taman. Inilah
manusia yang paling pantas dikasihani.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
pada Hari Jum’at yang mulia ini kita perlu berpikir. Masih berapa hari lagi
kita di dunia ini.
Kita menggunakan sisa-sisa umur kita ini hanya untuk taat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, untuk tunduk kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, dengan cara yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Itulah keberuntungan yang hakiki, yang sebenar-
benarnya.
Barangsiapa yang merasa ada keberuntungan dalam selain taat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebetulnya dia ini ada dalam kejahilan. Dia
ditipu oleh napsu dan ditipu oleh syetan. Akibatnya, tidak lama lagi dia
akan kecewa dengan sebetul-betulnya kecewa.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila
hidayah masuk ke dalam hati manusia, maka berubahlah cita-cita manusia
itu. Dahulu cita-citanya dunia, kini cita-citanya adalah akhirat.
Orang yang cita-citanya dunia sebetulnya dia ini orang bodoh.
Bagaimana orang cita-citanya dunia, padahal dunia ini tidak akan lama.
Dunia ini pasti akan ditinggalkan.
Orang yang cita-citanya dunia sebetulnya dia adalah orang yang tidak
punya cita-cita. Dia adalah orang yang menyia-nyiakan pikiran dan
kehidupannya saja.
Orang yang cita-citanya akhirat, membangun akhirat, dan bagaimana
mulia di akhirat adalah orang yang pandai yang sebenar-benarnya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apa
yang akan terjadi di akhirat kelak nanti? Apa yang akan terjadi di kubur kita

50
nanti? Apa yang akan terjadi di Padang Mahsyar? Apa yang akan terjadi di
Siroth? Bagaimana nasib kita di dalam mahkamah Allah Subhanahu wa
Ta’ala ketika kita ditanya mengenai amalan-amalan kita? Apa saja yang
telah dipersiapkan oleh kita?!
Kita akan menghadapi pertemuan agung, pertemuan dengan
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apa saja yang telah dipersiapkan oleh kita
untuk pertemuan itu?
Kita akan menghadapi mahkamah besar yang hakimnya adalah
Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri, disaksikan para malaikat, dan dihadiri
semua makhluk. Apa yang telah dipersiapkan oleh kita untuk mahkamah
itu?
Kita sebentar lagi akan menghadapi akhirat yang selama-lamanya.
Apa yang telah dipersiapkan oleh kita untuk akhirat yang selama-lamanya?
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
kini waktunya kita bersungguh-sungguh. Tinggalkan kemalasan-
kemalasan. Pikirkan masing-masing bagaimana nasib kita di akhirat
nanti. Itulah orang-orang yang beruntung.
Janganlah kita tergiur dan tergoda keadaan orang-orang ahli dunia.
Sesungguhnya kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang bodoh.
Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang lalai. Kebanyakan dari
mereka adalah penduduk-penduduk neraka.
Kalau kita tergiur keadaan kebanyakan orang, maka kita akan ikut
golongan mereka. Na’udzubillahi min dzalik.; ِ‫ينمؤػملاـ ـيػقتملاـ ـةرػمزـ ـف‬
ِْْْ ِ ِ ِ َََْ َ َِِِْ ْ ْ ِ ِ
ْْ
ََ ُُ َ ُْ ْ ْ َ ‫ََََ ُ ُْ َْ َمََكاػيإوـ ـاػنلخداََوـ ـين‬
ُ
‫ملاـ ـنيزئافلاـ ـنمـ ـمكايإوـ ـلها انلعج‬
ِِِِِِْْ
ِِ ْ
ْ ‫ِها‬ ِِ ِِِ ِِ
‫ػب‬ ‫ََ ل‬
‫ػم‬َ ‫ػشلاـ ـن‬ ْْْ‫َجرػلاـ ـفاطي‬ ‫مي‬،‫َُسبـ ـ‬
‫ػ‬ ُ ‫ُ ـلهاـ ـم‬
‫ػلاـ‬ َ ‫ميحرْْػلاـ ـن‬، ْ
ُْ ‫حر‬
‫ينقوملا يصلخملا‬. ‫ذوػَعأ‬

51
‫ػػنْْمآ‬ ‫ػِ‬ ‫ُمعوـ ـاو ِِِ‬
‫ِل‬ ‫ػتَو ـ ـتالاُ ٍِِِ‬
‫ََػََََََ ْ‬
‫ََ‬ ‫ػ‬ ‫ُػَ‬‫ْاوػ‬ ‫ػػػصلا ـ ـ‬ ‫ْاو َ ْ‬ ‫ْػػْص‬‫ْػ‬ ‫او‬
‫ِِ‬ ‫ػََفل‬ ‫ِ‬ ‫ػَ ِِ ِ‬ ‫ّْ‬
‫ْ َ ََُْ َْْ‬ ‫ػْ‬
‫َََْ‬ ‫ػػػسّخـ ـيْػ ْ‬
‫ػلاـَّـإـ ـر َُْ‬ ‫ػَ‬ ‫نيذ‬
‫حارلاـ ـرػيخ ـتنَأوـ ـمحراو ـرفغا ـبر ـلقو ـ‪.‬بر‬
‫ػػػصعلاو ‪.‬ي َ‬‫ٍ‬ ‫ػػػسنلاـ ـفإـ ـر‬
‫فا ٍ‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
52
‫‪MENGINGATI NIKMAT ALLAH‬‬

‫ُ‬ ‫ُُا‬
‫ََسل‬ ‫ِيلََعـ ـ‬
‫َل‬ ‫ْ ـةَحْرَوـ ـمكَ‬
‫ْـلُهاـ‬‫ََوـ‬
‫ػب‬ ‫َُ‬ ‫َاكر‬ ‫وت‬
‫ُلِِِػِػكَُْوِْْ‬‫ُُلع ـِ‬ ‫رورْػػشـ ـنػػم ـوػِِ‬
‫ػت‬ ‫ُُ‬ ‫ََْيْْ‬‫ػ‬ ‫ََْْػََُ ََََُ‬‫ُـ‪.‬و‬‫ػنو‬ ‫ْػبـ ـذُْوػػ َعََ َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬
‫ََـََو ِِِ‬ ‫ػػنو ـهْرفغِػتػػس‬
‫ػل‬
‫ػَ‬ ‫ػُسن َ‬ ‫ََُعتُْْػْ ُْ‬ ‫ػْي‬ ‫ِنو ـو‬
‫ََنَََ‬ ‫ػَ‬ ‫ِِؤ َْ‬ ‫َـنِم‬
‫ّبـ‬ ‫ػنو ـوػػ‬ ‫ُْ‬
‫ََِ‬
‫َََُّ ََْ َََََ‬ ‫ُ‬ ‫ػل‬
‫ََُ‬ ‫ُفـ ـوللػضي ـنِػ َمو‬
‫ََـَُُْْو ْْ‬ ‫ِىـ ـلػ‬ ‫ل دػملا ـ ـْفإ ىٍَداِػ‬
‫ػَنأ ّ َُ ٍُ ََ ٍِِِ‬ ‫ْْ انسفِْ‬ ‫ّو‬
‫َُاًٍُئّيس نم‬ ‫َانلامَعُأ ـت‬‫ُم ـ‪.‬‬
‫ُن‬
‫لضم ـلف ـلْها ـهدهػي ـ‬
‫َََُ ََ َ َ‬
‫ََََ‬
‫ٍ‬ ‫ِولِ‬ ‫َِْْ‬
‫شٍأْوـ ـَََ‬ ‫ػػ‬ ‫دهَِِِ‬ ‫َانديسـ ـفَأـ ـٍ‬
‫َوـ ـُ َْ‬ ‫ِِْوم‬ ‫ػػيبنوـ ـا ِِ‬
‫ػنَّ‬ ‫ا ْنَ ََ‬
‫ػُػِػآلُْ َُْ َََُِْْ‬ ‫َ وُ‬ ‫َُ ‪ِِ،‬ول‬‫شأ‬ ‫ػػ ُ َ‬ ‫ْليرشـ ـَّ;;هُدػػحوـ ِِ‬
‫َ ـلهاـَّـإ ـ ـولإـ ـََّفأـ ـدهََ‬ ‫ََ‬ ‫ْ‬
‫ػػب‬
‫ََ‬
‫ُراػ ِِ‬ ‫َُؾ‬ ‫ٍع ـ ـ‬‫ػل‬
‫ػ ََ‬
‫ػػس ـ ـَىََػ ِ‬
‫ََُْ‬ ‫ػَْْ ٌ‬ ‫ػػػلعوـ ـدػػ ُِ‬
‫ػممـ ـاَُْندي ََُْْْ‬ ‫ىْ‬
‫ػَسوـ ـلػػػصـ ـمػػػهللا ـ ـ‪.‬ولوػػػسروـ ـهدػ‬ ‫ػَُْ‬ ‫ََْ‬ ‫ٌػ‬ ‫ِْمل‬‫وـ ـ‬
‫مم ‪.‬ةمايقلا ـ ـوػيـ ـلإ فاسحإب ملَيعباتلاو ـوباحصَأو‬ ‫ػػػػبع ـ ـادػػ ُ‬ ‫َ‬
‫فوملػػسمـ ـمتػػػػنَأوـ ـَّإ ـ ـنتوػػَـ ‪.‬‬
‫َّو ـوػػتاقػتـ ـقػػحـ ـلهاـ ـاوػػقػتاـ ـ‪...‬لهاـ ـداػػبعـ ـاػػيػ‬
‫فـ ـ‪،‬دػػػػعػبـ ـاػػَمأ‬
‫لهاـ ـفإـ ـلها ـاوػػػقػتاو ـدػػػغل‬
‫تمدػػػق ـ ـاػػػم ـ ـسػػػفػن ـ ـرػػػ‬
‫نػتلػف ـلها ـلإ ـفومداػػػق مػػػكنَأ ـ ـاوػػػملعاو‬
‫ػيبخ‪Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu‬‬ ‫‪Ta’ala‬ر ‪wa‬‬ ‫ػت ـا ِ‬
‫ب‬ ‫مع ‪.‬‬ ‫‪.‬فول‬
‫‪Perlu‬‬
‫‪kita sadari dengan sebenar-benarnya, kita renungi dengan sebenar-‬‬
‫‪benarnya, dan kita tanamkan dalam hati dengan sebenar-benarnya‬‬
bahwasanya kita ini hanyalah hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tinggal di bumi Allah, di bawah langit Allah, siang dan malam dalam
nikmat- nikmat Allah, dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Senantiasa kita berhajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berhajat
dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala setiap waktu bahkan setiap
detik dalam kehidupan kita ini.

53
Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menolong kita satu detik
saja, maka segala kebaikan akan berubah menjadi musibah. Kegembiraan
akan berubah menjadi penderitaan. Keselamatan akan berubah menjadi
malapetaka. Hendak lari ke mana kalau kita tidak ditolong oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala?
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kapan
saja dan di mana saja kita perlu pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Waktu muda kita perlu pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Waktu
tua pun kita perlu pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika kita
miskin butuh pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika kita jadi
orang paling kaya di seluruh dunia pun setiap detik tetap butuh dengan
pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
keselamatan kita hanya dalam satu perkara satu saja, yaitu kalau kita
ditolong oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kalau kita diridhoi oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala, kalau kita dirahmati oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Tidak ada jalan untuk itu selain di dalam taat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Melalui jalan yang telah ditunjukkan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Melalui utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
yaitu Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah
menyampaikan jalan ini kepada Para Shahabat Radhiallahu ‘Anhum. Para
Shahabat Radhiallahu ‘Anhum pun telah menyampaikan perkara ini
kepada orang-orang setelah mereka, yaitu kepada imam-imam, ulama’-
ulama’, dan kepada kita dalam keadaan suci, murni, besih, dan tidak ada
campurannya sedikit pun.

54
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Barangsiapa mau mengikuti jalan ini, beruntunglah dia di dunia dan di
akhirat. Barangsiapa yang tidak mengikuti jalan ini, akan menderitalah dan
akan merugilah di dunia dan di akhirat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Janganlah kita sampai ditipu oleh syetan sehingga ada perasaan seolah-olah
tidak perlu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akibatnya kita ogah-
ogahan dan malas untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Akhirnya kita berani maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bagaimana kita bisa maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
sementara kita senantiasa butuh dengan pertolongan Allah Subhanahu wa
Ta’ala?!
Bagaimana kita maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
sementara kita tinggal di bumi Allah Subhanahu wa Ta’ala?! Bagaimana
kita maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan setiap waktu
kita makan rizqi dari Allah Subhanahu wa Ta’ala?!
Bagaimana kita maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
padahal sebentar lagi kita akan menghadapi mahkamah Allah Subhanahu
wa Ta’ala di akhirat kelak?! Bagaimana kita maksiat kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, padahal di depan kita ini ada syurga Allah
atau neraka Allah Subhanahu wa Ta’ala?!
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Betul-
betul bodoh orang yang maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Betul-betul bodoh orang yang lalai dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Betul-
betul bodoh orang yang tidak sungguh-sungguh di dalam amalan.
Betul-betul bodoh, betul-betul bodoh…!

55
Secerdas-cerdasnya manusia dan sepandai-pandainya manusia adalah
orang yang senantiasa ingat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Senantiasa
bermohon kepada Allah, tunduk kepada Allah, ridho kepada Allah,
bersyukur kepada Allah, dan sabar dengan ujian-ujian Allah, serta
menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan cara Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam siang dan malam.
Akhirnya dia mati dengan mendapatkan ridho Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Masuk ke dalam syurga Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mendapat
kemuliaan yang selama-lamanya. Memperoleh kebahagiaan yang selama-
lamanya. Itulah orang yang cerdas yang sebetul-betulnya cerdas. Itulah
orang yang beruntung yang sebetul-betulnya beruntung.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
di Hari Jum’at yang mulia ini waktunya kita untuk memikirkan perkara ini
dengan sungguh-sungguh. Bermohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar dikasih taufik oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dikasih pertolongan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala untuk mengabdi kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

‫ِىا‬
ْْ‫َاََنْد‬
‫صلَا ـ‬
ٍَّْ ‫ْر‬ ‫ِِْسَُملا ـ‬
‫َْطا‬ ‫ػَنأـ ـنَيذلا ـ َطاِرَص ـميِقت‬
ْ ‫ْ َمهيلعـ ـتمع‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah
do’a kita setiap hari. Bermohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala supaya
kita dituntun untuk berjalan di jalan yang diridhoi oleh Allah Subhanahu

wa Ta’ala.‫ملاـ ـنيزئافلاـ ـنمـ ـ‬


َ ‫ينمؤػملاـ ـيػقتملاـ ـةرػمزـ ـفِ ;مكاػيإوـ ـاػنلخداو ـين‬
ِِِ َْْْ ْ ِ ِ ِِ ََََ ْ َِ
َََْْ ْ َْ‫َََََُُن‬
‫ػم‬ ‫َاـ ـفاطيػشلاـ ـ‬ُْْْ
‫ػل‬ ‫ميْجر‬،ُ‫ػسبُـ ـ‬ َ ‫ميحرػلاـ ـن‬، ‫َايإوـ ـلهُا انلعج‬
‫حرػلاـ ـلهاـ ـم‬ ‫مَك‬
ِِِِِِ ِ َََْ ِِ ِِِ ِِ
‫ِيص ْلخْْملا‬ ‫ينقوػملا ـ‬.ْْ‫َُُ لهاَػب ذوػَعْأ‬ ُُْ ْْ ْ

56
‫ػػنْْمآ‬ ‫ػِ‬ ‫ُمعوـ ـاو ِِِ‬
‫ِل‬ ‫ػتَو ـ ـتالاُ ٍِِِ‬
‫ََػََََََ ْ‬
‫ََ‬ ‫ػ‬ ‫ُػَ‬‫ْاوػ‬ ‫ػػػصلا ـ ـ‬ ‫ْاو َ ْ‬ ‫ْػػْص‬‫ْػ‬ ‫او‬
‫ِِ‬ ‫ػََفل‬ ‫ِ‬ ‫ػَ ِِ ِ‬ ‫ّْ‬
‫ْ َ ََُْ َْْ‬ ‫ػْ‬
‫َََْ‬ ‫ػػػسّخـ ـيْػ ْ‬
‫ػلاـَّـإـ ـر َُْ‬ ‫ػَ‬ ‫نيذ‬
‫حارلاـ ـرػيخ ـتَنأوـ ـمحراو ـرفغا ـبر ـلقوـ ـ‪.‬بر‬
‫ػػػصعلاو ‪.‬ي َ‬‫ٍ‬ ‫ػػػسنلاـ ـفإـ ـر‬
‫فا ٍ‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
57
TAKWA KEPADA ALLAH

ُ‫ُُا‬
‫ََسل‬‫َل‬ ‫ِيلََعـ ـ‬
َ‫ْ ـةَحْرَوـ ـمك‬‫ْـلُهاـ‬‫ََوـ‬‫ػب‬ َُ ‫َاكر‬ ‫وت‬
ََُْ ُِْ ‫ْْلـ‬
‫َُاـ‬ ‫َل دـمـ‬ ‫ِبرـ‬
ْ‫ُـول‬ ‫ُاعلاـ ـ‬ ‫يمل‬،‫ِأـ ـ‬َ َ‫ْ ;فَأـ ـدَِه‬
‫ش‬ ‫ِْلم‬
‫َلاـ ـلهْاـ ـَّإ‬
َ‫َـ ـُولإـ ـل‬ ‫َـ ـْل‬ ‫ْـق‬
‫َلا‬ ،‫ِأِوـ ـ‬
‫َيّبملاـ‬ َُ
‫ش‬ ‫ْه‬ ‫ْـ‬
‫َد‬‫َأـ‬
‫َف‬
‫ْ ـانديس‬ ‫ِِوـ‬ ‫ادممِِانَّوَم‬
َُْْ‫ُر ـ ـ‬ ‫ْْـُؿوػػس‬ ‫صلاََلََُها ـ‬ ًَ‫َا‬ ‫ؽد‬ٍَُ‫يّم ْلاـ ـدعولاـ ـ‬.
ِِِ ‫ََ ملٍِِسو ل ص ـمهل‬
ََََْْْ. ‫ِلا‬ َ َََ ‫َع ـؾرابو‬ ‫ََّديَس ـىل‬
ُ ُ ‫ِْعو ـ ـ‬
‫دممَ ان‬ ‫ْولآ ىل‬ ‫صأّوـ ـ‬
َ ‫َُاّح‬ َ ٍ‫َع‬
‫جأـ ـوب‬ ‫ي‬
ِِ ِ ِِ
َُْ ََْ َُُُُْْْ ََََْْ َََ ٍَ ُ ‫ػَػلٍاـ ـوػػل‬ ٍ ُ‫ػ‬ َْ‫نيّدٍـ‬
‫ٍاـ ـدا‬‫ِل‬
‫ْه‬ ٍَ ََْ
...ََ‫ػتُاـَـ‬ َِِ ‫َػ‬
َ ‫ػق‬ َْ ‫ٌـلهاـ ـاوػ‬ ‫ْْرـ‬
‫ُـب‬
‫ػعلاـ‬ َ‫ػ‬ ٌ ‫ْيملا‬ ،‫َبعاوـ ـ‬ ‫ػػ‬ ِ‫صلِهْو‬
ُْ‫ََد‬ ُُ‫ػ‬
ِْ‫يػ‬
‫ميلسـبلقب‬. ‫دػػعػبـ ـاػػَمأ‬،‫ػػبعـ ـاػػيػفـ ـ‬
‫يقيلا ـمكيتأي َّ ـحـ‬،‫ػػي ـَّ ;ـوػي ـ‬
‫ػػب َّو ؿام ـعف ن‬
‫ لها ـىتا ـنم ـَّإ ـفو ن‬Hadirin
yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semua orang di
dunia ini menghadapi masalah-masalah yang tidak diketahui bagaimana
bentuknya dan dari mana datangnya. Dalam keadaan sehat tiba-tiba sakit.
Dalam keadaan gembira tiba-tiba susah. Dalam keadaan damai
tiba-tiba perang. Dalam keadaan aman tiba-tiba ketakutan.
Orang-orang dahulu memberikan kita satu pepatah, “Sedia payung
sebelum hujan.” Pepatah ini seolah-olah sudah benar, tetapi kenyataannya
tidak begitu. “Sedia payung sebelum hujan” itu sesuai kalau hujannya
berupa air, tetapi kalau hujannya berupa batu apa gunanya payung itu.
Sekarang kita berpikir bagaimana menyiapkan ekonomi untuk masa
depan kita. Akan tetapi, tiba-tiba masalah datang bukan dari arah situ.
Tiba-tiba yang datang masalah kesehatan. Kita memikirkan kesehatan,
tiba-tiba masalah datang dari arah kerukunan dan perdamaian. Maka, apa
yang harus kita persiapkan untuk menghadapi masa depan yang kita sendiri
tidak tahu apa yang akan terjadi.
58
: ‫َِْْ )ةرقبلا‬ َُِ‫ْا ـدازلا ـر‬ ِ
(ٜٔٚ َ‫ػيَخ ـفـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ إ‬
‫ف‬ ْ ‫ِفوق‬
ََ ََ‫ػتاو ـىوقػتل‬ َ
‫َا ـِلُُوأ ـاي ـ‬
‫بابْل‬
‫“ اودوزػت و‬Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik َ bekal adalah
takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang
berakal.” (Q.S. al-Baqarah: 197)
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bekal
yang terbaik adalah takwa, hubungan baik kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Dialah yang mengetahui masa depan kita. Dialah yang
mendatangkan masalah-masalah untuk kita. Dialah yang berkuasa
menyelesaikan masalah-masalah kita. Maka, takwa adalah sebaik-baiknya
bekal untuk dirik kita dan semua orang.
Kalau kita mau safar ke mana saja, maka bekal yang paling penting
adalah takwa. Kalau kita mau tinggal di mana saja, maka bekal yang paling
penting adalah takwa. Kalau kita mau berumah tangga, maka bekal yang
paling penting adalah takwa. Kalau kita mau berdagang, maka modal yang
paling penting adalah takwa.
Kita mau ke mana saja, bekal yang terpenting adalah takwa.
hubungan baik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagaimana caranya,
dengan menjalankan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
menjauhi larangan-larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga
mendapatkan jaminan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita akan
menghadapi kesulitan apapun, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
menyelesaikannya dengan qudrat-Nya.
َِ ُ ِْ
(ٖ-ٕ : ‫َْنمـ ـ ـُو )ؽلطلا‬ ‫ُوُل لْعيـ ـ ـ ـَو‬
‫ْللاـقتػي‬ ‫َََْو اجـ ـًَر‬
َِْ َُ ‫ِيح ـنم ـوْقَزر‬
‫ػيـ ـ‬ ‫َث‬
ََّ ‫َسَـ ـ‬
‫يت‬ ‫ب‬
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-
sangkanya.” (Q.S. at-Thalaq: 2-3)

59
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Masalah-masalah dunia adalah masalah-masalah kecil jika dibandingkan
dengan masalah-masalah yang lebih besar dan lebih panjang, yaitu masalah
negeri akhirat yang pasti kita semua akan datang ke sana.
Apa yang kita persiapkan untuk kubur kita supaya kubur kita
menjadi pertamanan-pertamanan syurga? Jangan sampai kubur kita
menghimpit diri kita sehingga kita akan mengalami kesusahan bertahun-
tahun di kubur kita. Bagaimana caranya supaya Padang Mahsyar yang
begitu panas itu menjadi teduh sehingga kita bernaung di bawah ‘Arsy
Allah, duduk di mimbar-mimbar dari nur.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apa
yang telah kita persiapkan untuk itu? Apa yang telah kita persiapkan untuk
perjumpaan yang agung, pertemuan yang besar, pertemuan dengan
Pimpinan kita, Junjungan kita, Baginda Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam sehingga kita nanti mendapatkan syafa’at Beliau kelak?
Kalau kita menyepelekan sunnah-sunnah Beliau, maka muka kita
mau ditaruh di mana ketika kita berjumpa dengan Beliau? Ketika kita
sangat haus ingin minum dari Telaga Kautsar dari tangan Yang Mulia Nabi
Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tetapi kita tidak pernah
memperhatikan sunnah Beliau, tidak meneruskan perjuangan Beliau, dan
tidak berpegang dengan agama Beliau, bagaimana nasib kita kelak?
Apa yang telah kita persiapkan untuk meniti Jembatan Siroth yang
berada di atas Jahannam? Tidak semua orang berlalu dengan selamat.
Hanya orang-orang yang takwa saja yang bisa berlalu dengan selamat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita
akan menghadapi masalah-masalah yang panjang, lama, bahkan selama-
lamanya. Oleh karena itu, tidak ada persiapan yang lebih penting untuk

60
menghadapi masalah dunia dan masalah akhirat, kecuali memperbaiki
hubungan baik dengan penguasa dunia penguasa akhirat, yaitu takwa
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benarnya. Jangan ada
maksiat sedikit pun dalam diri kita, hati kita, mata kita, dan telinga kita.
Pahamilah bahwa maksiat ini akan menjadi masalah besar dengan
Allah Subhanahu wa Ta’ala kalau Dia tidak mengampuninya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hari
Jum’at yang mulia ini adalah hari pengampunan. Maka, kita menangis,
merengek-rengek kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, taubat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan berharap dosa-dosa yang lalu diampuni
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kemudian sisa-sisa umur kita dijauhkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala dari dosa-dosa baik yang zhahir maupun yang batin sehingga kita
mati dalam ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala, dikumpulkan dengan orang-
orang yang diridhoi oleh Allah di syurga Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Itulah sebenarnya cita-cita setiap orang yang berakal. Jika ada
orang yang punya cita-cita lain sebetulnya karena kebodohannya belaka.

‫ِْْها‬
ََ ‫ُإؤوـ ـل‬ ‫ُـنِم ـمك‬
‫ْاي‬ ‫ِئافْلاـ‬‫ْيَز‬ ‫ُن‬ ‫ََِخدا‬
َْ‫ُوْـين‬
‫ملاـ ـ‬ ‫ػنل‬َََ
‫َ ْوـ ـا‬‫ِِاَْػيإ‬
‫ََـفِ ;ْمِك‬‫ِم‬
‫ْزـ‬َ‫ػ‬ ُ ِ‫ُـ ـي‬
َْ‫ػقْتملاـ ـةر‬ ‫َََػملا‬‫َْم‬
‫ين‬
ِ ِ ‫ػم لِها‬
ِ ِِ ِ ِِ‫ِاـ ـفاطي‬ ِ ََْ‫ِن‬ ‫ِـ‬ ِِ‫ْلعج‬
ْ َْ ‫ػِِشلاـ ـن‬
‫ػب‬ ْْ ْْ‫ميَجرػل‬،‫ُلهاـ ـمػَسبـ ـ‬ ‫ػلاـ ـ‬
ُ ‫حر‬ ‫ْاـ‬ُْ‫َر‬
‫ػل‬ ‫ميْح‬، ُْ‫ان‬
ِ ِِِ َُِ ُ ْ ٍِِ ُ‫ْوْملا يَصَلخْملا‬ ‫ينق‬.ِ‫ِأ‬
َْْْ ََََََ ََ َْ‫ذْو‬
َ‫ػع‬
‫َْػػػػنمآ‬ ‫ِو‬‫ِا‬‫ُلمعو ـ ـ‬ ‫ػ‬َْ ‫ػ‬َ ْ ‫ػ‬ ‫َو‬
‫ػػػصلْا ـ ـا‬
َََْْ
ِْ ّ ‫ُلا‬ ِْ ‫ِِاو‬
ْ‫ػتو ـ ـتا‬ ‫ْص‬‫ػ‬ََ ‫ػ‬ََ‫ػ‬ َّْ‫او‬
‫ػػػلاـ ـَّإ ـ ـرػػػسٍخـ ـيػػػفل‬ ٍ ‫نيذ‬
‫بر‬.‫حارلاـ ـرػيخـ ـتنَأو ـمحراو ـرفغا ـبر ـلقو ـ‬
َ ‫ي‬. ‫فاػػػسنلاـ ـفإـ ـرػػػصعلاو‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
61
KERUSAKAN MERAJALELA
‫ُا‬
‫ََُسل‬‫َل‬ ِ ‫ُهاـ ـةَحْرو ـ‬
‫مكيلََعـ ـ‬
ُ َ َ ْ‫ْ ـل‬ ‫َبَو‬ ‫َوتاكَرُػ‬
َََُُْ ُِْ ‫ْْـلـ‬
‫َُاـ‬ ْ‫ِ ـبُر و‬
‫َلل دـم‬ ‫ُلاعلاـ‬ ‫يم‬،‫شأـ ـ‬ ََِ ‫ْلَ ;َفأـ ـ ِد‬
‫َه‬ ‫ُولإـ ـ‬ َّ‫ْاـ ـ‬
‫َإـ ـ‬ ‫َلاـ ـله‬‫ِْلْلم‬‫َـ ـ‬
‫َلا‬ ‫يّبملاـ‬،َ‫ِأِوـ ـ‬
‫ْـق‬ َ ‫ْه‬
‫ش‬ ‫ْـ‬
‫َد‬‫َفأـ‬
‫ْـ ـانديس‬‫ِِو‬‫ِِ انَّوَم‬ ُ َْْ‫ُر ـ ـ‬
‫ادمم‬ ‫ُؿوػػس‬ ‫ْْ ـ ـ‬
‫ََ لََُها‬
‫صال‬ًَ‫َدا‬ ُ‫يّم ْلاـ ـدعولاـ ـٍَؽ‬.
ِِِ ‫ََ ملٍِِسو ل ص ـمه‬
ََََْْْ. ‫ِللا‬ َ َََ ‫َع ـؾرابو‬ ُ‫ََّدي َس ـىل‬ ‫ِْعو ـ ـدممَُ ان‬ ‫ْولآ ىل‬ ‫َاّحصَأّوـ ـ‬ ‫جأـ ـوب‬
ٍَُ‫َع‬ ‫ي‬
ِِ ِ ِِ
َُْ ََْ َُُُُْْْ ََََْْ َََ ٍَ ُ ‫ػَػلٍاـ ـوػػل‬ ٍ ُ‫ػ‬ َْ‫ني ٍّدـ‬
ٍ‫ِْدا‬‫ََاـ ـ‬ ََََِِْ‫ػػق‬
‫َله‬.ُ..ٍَ‫ػتْاـ ـ‬ َ‫ْْلٌهاـ ـاوػ‬ ‫َعلاـ ـبُرـ ـ‬ ‫يْملاػٌػ‬،‫ػػبَعاوـ ـ‬ ِ‫ُلِهو‬
ُْ‫ََْد‬ ُ‫ػص‬
ِْ ‫يػ‬
ََ
ِ‫ػع‬ ِِْ ِْ ِ َُ‫ػبعـ ـْا‬ ِ ِْ
‫ميلػػس ـبػػلقبـ ـلها ـى‬. ‫ػػَمأ‬ ََِْ ‫َ ـا‬ ‫ػبـ‬
ْ َُُْ ‫دػ‬،َ ‫ّـ‬‫ػفـ‬ َْ‫ػي‬ َُ‫ػ‬ َ ‫ػ‬
‫ػػيـَّـ‬ ‫ػػػبـَّـوـ ـؿاػػمـ ـعػػف ن‬ ‫ن‬ ‫ػ‬ ٍ ‫ػػتاـ ـنػػم ـَّإـ ـفو‬
ّ‫يػػقيلاـ ـمكيتأػػيـ ـ‬،‫ـوػػػيـ ـ‬
‫نيواغلل ميحلا ـتزرػبو ـيقتملل ةنلاـ ـتفلُزأو‬. ‫َػػح‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apakah
kita tidak melihat keadaan di sekitar kita? Zaman tambah hari tambah
semakin berat. Manusia tambah hari tambah jauh dari agama. Peringatan-
peringatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala datang di mana-mana di
seluruh dunia. Termasuk di negeri kita ini, di tempat kita ini juga.
Semua itu memperingatkan kepada kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala
َ ِِ manusia
tidak akan membiarkan َََِْiniِterus-terusan
ََُُُْْ
ْ َ ِ َْ ِ agama.
ََْ ُْmenginjak-injak َ َ َ َُْ ََ ْ
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mendatangkan musibah-musibah
kecil sebagai peringatan. Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala berkehendak,
Dia akan mendatangkan musibah-musibah yang lebih besar lagi.

: ‫فوعجرػي ـمهلعل بركْلاـ ـباذعلا ـفود نىدلْاـ ـباذعلا ـنم ـمهػنقػيذنلو‬ )‫( ةدجسال ِلآ‬
62
“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang
dekat (di dunia) sebelum adzab yang lebih besar (di akhirat), Mudah-
mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. as-Sajdah: 21)

Begitulah manusia, hari tambah hari tambah lalai kepada


Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi, seuntung-untungnya orang yang
lalai masih untung orang yang mau ingat. Seuntung-untungnya orang yang
meninggalkan agama, masih untung orang yang masih berpegang kepada
agama. Berpeganglah kepada agama, apapun yang terjadi!
Yang Mulia Nabi Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam mengatakan yang kurang lebihnya, “Akan terjadi satu zaman,
di mana wanita-wanita menjadi binal, laki-laki menjadi brandal.”
Maka, Para Shahabat Radhiallahu ‘Anhum terkejut dengan kata-
kata Baginda Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tersebut, karena saat itu (Zaman
Shahabat) semua wanita taat dan semua laki-laki shalih.
Akan terjadi satu zaman, laki-laki menjadi brandal. “Apakah akan
terjadi seperti itu, wahai Rasulallah?” tanya Para Shahabat Radhiallahu
‘Anhum.
“Bahkan akan terjadi yang lebih berat dari itu, yaitu umat Islam tidak
mau amar ma’ruf nahi ‘anil munkar lagi.” jawab Baginda Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam.
Maka, Para Shahabat Radhiallahu ‘Anhum tambah terkejut,
karena waktu itu semua orang amar ma’ruf nahi ‘anil munkar.
Kemungkaran yang paling kecil pun akan mereka habisi.
“Bagaimana bisa terjadi umat Islam meninggalkan amar ma’ruf nahi
‘anil munkar?” tanya Para Shahabat Radhiallahu ‘Anhum.
Maka, Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan,
“Bahkan akan terjadi yang lebih berat dari itu.”

63
“Apa itu, wahai Rasulallah?” tanya Para Shahabat Radhiallahu
‘Anhum.
Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, “Akan
terjadi, yang munkar dianggap ma’ruf dan yang ma’ruf dianggap munkar.”
Para Shahabat Radhiallahu ‘Anhum lebih terkejut lagi.
Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, “Bahkan
akan terjadi yang lebih berat lagi. Orang-orang mengajak kepada yang
munkar, dan mencegah yang ma’ruf.”
Apa yang diceritakan dalam hadits ini hampir semuanya sudah terjadi
pada zaman kita ini.
Orang-orang mengatakan bahwa pada tanggal 14 Februari itu adalah
Hari Valentine. Valentine itu apa? Valentine itu adalah hari maksiat.
Orang-orang kafir menghaluskannya, hari kasih sayang. Sebetulnya bukan
hari kasih sayang, tetapi hari membanggakan perzinaan dan kebejatan.
Kalau orang kafir mengatakan seperti itu, tidak perlu mendengarnya.
Mengapa demikian? Karena orang kafir itu lebih sesat dan lebih hina
daripada binatang ternak. Akan tetapi, yang sangat-sangat menyedihkan
adalah anak-anak orang Islam ikut-ikutan juga.
Bahkan orang-orang Islam memperingati Tahun Baru besar-besaran.
Padahal itu adalah sejarah kekufuran.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
Allah Subhanahu wa Ta’ala mendatangkan peringatan-peringatan ketika
hari itu. Gunung-gunung meletus, ini adalah peringatan kecil. Orang-
orang di sekitarnya mendapatkan debunya. Bahkan Allah Subhanahu wa
Ta’ala bisa mendatangkan batu dan apinya.
Semoga ini menjadi peringatan bagi kita dan bagi umat Islam.
Kemaksiatan-kemaksiatan dan kerusakan-kerusakan yang terjadi di mana

64
saja ini kalau kita tidak hati-hati, kita tidak ambil peduli, dan kita tidak mau
mendakwahkan agama, maka kita akan mendapatkan musibahnya.
Jika adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah datang, maka orang
yang tidak berbuat maksiat pun terkena juga. Bahkan orang yang di masjid
pun akan terkena juga
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Janganlah kita membiarkan kemaksiatan-kemaksiatan merajalela di
mana-mana. Kita mesti berusaha dengan kekuatan kita, dengan hati kita,
dengan do’a kita, dan paling minimal dengan kerisauan kita. Kalau tidak,
maka kita akan mendapatkan dosanya juga.
Akan tetapi, hanya orang-orang yang mendapatkan hidayah saja yang
bisa mengambil pelajaran. Diceritakan dalam al-Qur’an bahwa ketika
orang-orang naik kapal, kemudian di tengah-tengah lautan datanglah
angin puyuh dari segala arah, maka mereka ingat kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Namun, ketika diselamatkan sampai daratan, mereka lupa.
Mereka merasa daratan ini aman, mereka mengira tidak akan tenggelam di
daratan. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berkuasa jika Dia
menghendaki.
Kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala berkehendak meskipun kita di
dalam kamar, maka kita bisa tenggelam juga. Seperti yang terjadi di Aceh,
ketika orang-orang terlelap di kamar tidur mereka, tiba-tiba datanglah
tsunami menghanyutkan mereka.
Orang-orang yang berada di dekat laut tenggelam oleh laut. Orang-
orang yang berada di bawah gunung tertimpa oleh gempa. Orang-orang
yang berada di dataran rendah dan jauh dari gunung terlanda oleh bah
(banjir).

65
Di mana saja kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menjaga kita,
maka kita akan mendapat celaka. Masuk kubur pun tidak akan selamat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

( ٘ ٓ :‫)تايراذال‬‫ٌف‬‫ِرف‬ ‫ِِا ـل‬


‫ٌإـ ـاو‬ ‫َل‬ ‫ِّّْإـ ـ‬
‫ُول‬ ‫َ ـُمكل‬ ‫ِيذ‬
‫ِِن ـ ٍونم‬‫َ َيبم ـر‬
“Maka segeralah kembali kepada (menaati) Allah. Sesungguhnya aku
ٍ
seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.” (Q.S. adz-
Dzariyat: 50)
Marilah kita bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Musibah-
musibah dunia yang kecil saja sudah cukup untuk menyusahkan kita.
Datangnya abu yang sedikit saja sudah menyusahkan kita. Bagaimana
dengan huru-hara yang akan terjadi pada Hari Kiamat. Ketika gunung-
gunung meletus dan beterbangan seperti kapas. Ketika langit pecah, bumi
hancur. Saat lautan terbakar; bukan daratan, tetapi lautan terbakar. Maka,
pada waktu itulah manusia baru sadar. Betul-betul manusia itu tidak ada
apa-apanya tanpa pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Barulah pada waktu itu manusia sadar mengenai bahayanya maksiat
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi, yang namanya orang
ndablek, orang yang dungu, tuli, bisu, ketika mendapatkan peringatan-
peringatan malah tolah-toleh, tidak paham. Namun, kalau orang itu punya
hati yang jernih, otak yang waras, maka dia masih dapat mengambil
pelajaran. Kalau manusia itu maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
maka bisa saja terjadi macam-macam musibah di dunia dan di akhirat.
Maka, kinilah waktunya manusia bertaubat kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Pada zaman Yang Mulia Nabi Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam dahulu, ketika datang angin puyuh saja, Para

66
Shahabat Radhiallahu ‘Anhum berlarian ke masjid. Lalu mereka berdo’a,
berteriak-teriak, memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan
tetapi, hari ini umat Islam begitu bodohnya. Kalau terjadi musibah-
musibah, mereka bukan malah ingat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mereka malah menganalisa, apa sebabnya gunung meletus, apa sebabnya
terjadi gempa? Asbab-asbab dipelajari, dipikirkan, sampai lupa kepada
Rabbul Asbab yang menciptakan segala asbab.
Kalaupun dipelajari sebab-sebab gunung meletus, apakah kamu
bisa menutup gunung? Kalaupun dipelajari sebab-sebab terjadinya
gempa, apakah kamu bisa menghentikan gempa? Kalaupun dipelajari
sebab-sebab tsunami, apakah kamu bisa menghadang gelombang
lautan? Kalaupun dipelajari sebab-sebab kematian, apakah kamu bisa
mempertahankan diri dari kematian? Tidak bisa!
Itu hanyalah tipuan-tipuan syetan untuk mengajak kita supaya lupa
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita akan njlarung, tambah ndablek-
nya, sehingga kita tambah celakanya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di hari
yang penuh dengan kemuliaan ini kita beristighfar kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk diri kita
dan untuk umat Islam di negeri kita ini khususnya. Karena dari ujung timur
sampai ujung barat negeri kita dipenuhi dengan musibah-musibah.
Musibah dari atas dari bawah. Musibah dari macam-macam keadaan
yang menyusahkan manusia.
Betul-betul sudah banyak pelajaran dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kalau kita tidak cepat-cepat taubat, nanti tiba-tiba musibah itu akan datang
lebih dahsyat lagi.

67
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan orang yang
mau kembali kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menyia-
nyiakan orang yang berbuat kebaikan.

(ٕٔ ٓ : ‫)ةبوتلا‬ ‫ِِلل‬


‫َا ـفإ‬ ‫ْي ـَّو‬ ‫ْع‬
‫ُيض‬‫حملا ـَْرََجأ ـ‬ِ
ُ ‫َين ُس‬
ِ
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Diceritakan oleh Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya
ketika Dajjal datang, seluruh dunia diobrak-abrik oleh Dajjal. Namun,
pada waktu itu masih ada 12 ribu orang Islam yang dijaga oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala dari fitnah-fitnah Dajjal.
Walaupun seluruh dunia dikuasai oleh Dajjal, tetap ada saja orang-
orang Islam. Begitu juga, walaupun kerusakan-kerusakan merajalela
dimana-mana, tetap ada saja sekelompok orang yang ditegakkan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengamalkan agama walau
bagaimanapun keadaannya. Semoga termasuk kita, anak cucu kita,
tetangga-tetangga kita, dan berkahnya kepada seluruh umat Islam di
seluruh dunia ini.

‫ِْْها‬
ََ ‫ُإؤوـ ـل‬ ‫ُـنِم ـمك‬
‫ْاي‬ ‫ِئافْلاـ‬‫ْيَز‬‫ُن‬
‫ملاـ ـ‬ ‫ََِخدا‬
َْ‫ُوْـين‬ ‫ػنل‬َََ ‫ِِاَْػيإ‬
‫َ ْوـ ـا‬ ‫ََـفِ ;ْمِك‬‫ِم‬
‫ْزـ‬َ‫ػ‬ ُ ِ‫ُـ ـي‬
َْ‫ػقْتملاـ ـةر‬ ‫َََػملا‬‫َْم‬
‫ين‬
ِ ِ ‫ػم لِها‬
ِ ِِ ِ ِِ‫ِاـ ـفاطي‬ ِ ََْ‫ِن‬‫ِـ‬ ِِ‫ْلعج‬
ْ َْ ‫ػِِشلاـ ـن‬
‫ػب‬ ْْ ْْ‫ميَجرػل‬،‫ُلهاـ ـمػَسبـ ـ‬ ‫ػلاـ ـ‬
ُ ‫حر‬ ‫ْاـ‬ُْ‫َر‬
‫ػل‬ ‫ميْح‬، ُْ‫ان‬
ِ ِِِ َُِ ُ ْ ٍِِ ُ‫ْوْملا يَصَلخْملا‬ ‫ينق‬.ِ‫ِأ‬
َْْْ ََََََ ََ َْ‫َذْو‬
َ‫ػع‬
‫َْػػػػنمآ‬ ‫ِو‬‫ِا‬
‫ُلمعوـ ـ‬ ‫ػ‬َْ ‫ػ‬َ ْ ‫ػ‬ ‫َو‬
‫ْا ـ ـا‬
َََْْ ‫ػػػصل‬ِْ ّ ‫ُلا‬ ِْ ‫ِِاو‬
ْ‫ػتو ـ ـتا‬ ‫ْص‬‫ػ‬ََ ‫ػ‬ََ‫ػ‬ َّْ‫او‬
‫ػػػلاـَّـإـ ـرػػػسٍخـ ـيػػػفل‬ ٍ ‫نيذ‬
‫بر‬.‫حارلاـ ـرػيخ ـتَنأوـ ـمحراو ـرفغا ـبر ـلقوـ ـ‬ َ ‫ي‬. ‫فاػػػسنلاـ ـفإـ ـرػػػصعلاو‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
68
‫‪RUKUN IMAN AZAS KEHIDUPAN‬‬

‫ْـ ـدي ِ‬
‫ُ‬‫ػن‬‫ََُُ‬ ‫َا‬ ‫ُاْػنلْاَ َ‬
‫ػََسـ ـ‬ ‫َـلُسلا‬
‫ََْ ـ‪،‬‬ ‫وتاكرػبوـ ـلهاـ ـةَحروـ ـَ‬
‫مكيلعـ‬
‫ػِِنل‬‫َُدتهََ‬ ‫ّي‬ ‫ََاـ‬
‫ََدـمـلـ‬ ‫ْْىلع ـ ـَوَِ‬
‫لل‬
‫ْ َْ‬ ‫ِِةمعن ـ ـ‬ ‫ِفاْـلاـ ـ‬‫ْْلسلاوـ ـ‬ ‫َا ـِولْلَدملا ـ ـ‬
‫َ‪،‬ـ‬ ‫ػل‬ ‫َِرأِْْيذِ‬ ‫ػَس‬ ‫َ ُِػيل ِ‬
‫َإـ ـل ْ‬ ‫َْ َ‬
‫ػنَأ يذلْاَُوٍللِ دـِ‬ ‫ِ‬ ‫ُاـ ـ‪،‬فَآرَْْ ِِ‬
‫َمـلـاـَ‬ ‫ػػقلاـ ـانػيلعَُُؿَز ََْ ََََْْ ََْ‬ ‫ْلْ ْْ‬ ‫َل دم‬ ‫َلاـ ـَول‬ ‫انكـاموـ ـاذالَانادىـ ـَيذ‬
‫ػَل‬
‫ََ‬ ‫ُُاـ ـْلَ‬
‫ََََََُُ‬ ‫ػمل‬ ‫َََُُْ‬ ‫ْْ‬‫ػ‬‫ػلكـد َُ‬ ‫َُْ‬ ‫ّو ـ ـو‬ ‫ِػل‬ ‫ّػ‬ ‫َ َ َ َ ْْْ ٍْ ْل‬
‫َُُُػجـ ـدػقل‬ ‫ػ‬ ‫ػسرـ ـمكءاِِ‬ ‫ػبرـ ـ ِِ‬ ‫ْاػػنَِ‬ ‫ِق‬
‫َ ُُْ‬ ‫َََُ‬ ‫ػٍُُ َُ‬ ‫ْؿوُػَُُ‬ ‫َُْْ َ‬ ‫َلاَػب ـ ـ‬ ‫ػػهللاـ ـ‪.‬‬ ‫مْْ‬
‫ػًَل‬ ‫َ ـَلوَََُ َُ‬ ‫ِأـ‬‫َُػَُْىـ ـُفَ‬ ‫ََػ‬ ‫ََا َد ْ‬‫ِن‬‫ّ ََْ ‪.‬لهاـَـا‬ ‫ََِ‬ ‫ْ ِ‬
‫ِْ‪ََََُِّ ََََ.‬‬ ‫ََلكْل‬ ‫ْـَو‬‫ّو‬ ‫ّؾديْب‬ ‫ٍَُواـ ـ‬ ‫ػي‬ ‫َلكر ُ‬ ‫َو ـو‬ ‫ْإٍ‬ ‫ْ ِ‬
‫َْليل‬‫ػيـ ـ‬
‫ِ‬
‫ُلكر ُُ ْ‬
‫ُْا ـَعَْجًر َ‬
‫ػػمل‬ ‫ْنلعو ـهرس ـو‬ ‫وتي‬
‫َُ َ ٍِ َ ََََُِِِّ ََُِِْْ ٍَََِِِ ٍَِْْملا اـْْدـِػـػـ ٍمـمُـ‬
‫انديػْػسـ ِ‬ ‫َُ ـاِِِ‬
‫ػ‬ ‫دهََْ‬‫ََُُـَْفأْـ ـََُ‬ ‫ُْوـ ـِ ُ‬ ‫ػػنَّوم‬ ‫ػػ ُشوـ‬ ‫َػػقوـ ـٍانع َفا ََ‬ ‫ػننيَعأـ ـةرػ‬ ‫اػُْ‬
‫شأََ‬‫ػَ‬ ‫ػػػِِ‬ ‫ٍََُُ‬ ‫ْفَأِـ ـََده‬ ‫ََإـ ـلَ ;‬
‫ػل‬ ‫ْـ ـَّإـ ـٌوػَََ ُ‬ ‫َْا‬‫ْْـله‬ ‫ََُوـ‬
‫شْأ‬ ‫ََ‬‫ػ‬‫ِْ‬ ‫ػػ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬
‫ػػلعـ ـؾراػبوـ ـملػػسو ـلػصـ ـمػػهللاـ ـ‪.‬يمالػعلل‬ ‫ٌَُْ‬
‫َـى‬ ‫ِْػػ‬
‫ََْسـ‬ ‫اندي‬
‫ةػػحَرـ ـل هاـ ـولػسَرأـ ـ‪،‬ولوػػػػسروـ ـهدػػػبع‬ ‫َ‬
‫دمم ‪.‬‬
‫صأو ـولآ ىلعوـ ـ ُ‬‫نيّدٍـلا ـ ـوػيـ ـلإ فاسحإب ـملَيعباتلاو ـوتيرذو ـوباح َ‬
‫‪.‬فوملػػسمـ ـمتػػػَنأوـ ـَّإ ـ ـنتوػػػَـ‬
‫َّو ـوػػتاقػتـ ـقػػحـ ـلهاـ ـاوػػػػقػتاـ ـ‪...‬لهاـ ـداػػبعـ ـاػ‬
‫ػيػفـ ـ‪،‬دػػعػبـ ـاػػَمأ لها ـفإـ ـلها ـا وػػػقػتاو ـدػػغل‬
‫تمدػػق ـ ـاػػم ـ ـسػػػفػن ـ ـرػػػػ‬
ِ ‫فولمعػت ـا‬. ‫نػتلوـ ـلهاـ ـلإـ ـفومداػػق ـمػػػػكنأـ ـاوػػملعاو‬
‫ب‬
‫رػيبخ‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang
yang beruntung adalah orang yang mengazaskan sikap hidupnya sesuai
dengan petunjuk yang telah ditunjukkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala melalui Yang Mulia Nabi Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam yang ringkasnya ada di dalam enam rukun iman.
Enam rukun iman ini harus menjadi sikap hidup kita, keyakinan kita,
dan pemikiran kita siang dan malam. Dengan menjadikan enam rukun

69
iman ini masuk dalam hidup kita sehingga akhirnya mati dalam keadaan
iman. Itulah kesuksesan yang sebenar-benarnya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rukun
iman yang pertama adalah iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yakin
bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu adalah Tuhan semesta alam. Yang
berkuasa hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang menentukan hanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dengan demikian, siang dan malam senantiasa yang kita pikirkan
hanya satu, yaitu bagaimana mendapat ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tertanam dalam hati bahwa kita berhajat dengan pertolongan Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berhajat dengan hidayah Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala di mana saja kita berada.
Waktu sedih kita berhajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Waktu gembira pun kita berhajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di
mana saja kita berhajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, di mana
saja kita ingat kepada Allah Allah Subhanahu wa Ta’ala, taat kepada
Allah Allah Subhanahu wa Ta’ala, tunduk kepada Allah Allah
Subhanahu wa Ta’ala, takut kepada Allah Allah Subhanahu wa Ta’ala,
dan cinta kepada Allah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kemudian iman kepada Yang Mulia Nabi Agung Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Kita jadikan sikap hidup bahwa pimpinan kita yang
sebenarnya hanya satu saja, pimpinan yang telah dipilih oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk kita, yaitu Yang Mulia Nabi Agung
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

70
Maka kita cintai Beliau. Kita cintai sunnah-sunnah Beliau. Kita
cintai perjuangan Beliau. Kita cintai keluarga Beliau. Kita cintai
umat beliau dengan cara mengajak mereka berjalan di jalan Beliau.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang
yang beriman kepada Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika
mendengar nama Nabi disebut hatinya tidak bergetar, itu satu kesalahan
besar.
Apakah ada orang yang lebih berjasa kepada kita melebihi Baginda
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Tidak ada! Apakah ada orang yang
lebih sayang kepada kita melebihi baginda Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam? Tidak ada!
Beliaulah orang yang telah diutus Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
menyayangi kita. Menuntun kita untuk menuju syurga Allah yang kekal
abadi selama-lamanya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang
yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, apabila disebut nama
Allah maka hatinya bergetar.

(ٕ : ‫)ؿافنْلا‬ ‫ُمْلاـ ـَّا‬


‫ُؤ‬ ‫ِِـ ـفوْػ‬
‫َُ ْم‬
‫َُن‬ ‫ََلا‬
‫ُيذ‬ ‫ِِـ ـ‬
ُ‫َاذإـ ـن‬ ‫ُذ‬ ‫ِاـ ـ‬
‫َرك‬ ‫ػقـ ـتلجْوـ ـله‬ ‫ِمهَػ‬
ُ‫ْبول‬
‫“ إ‬Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila
ْ
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka.” (Q.S. al-Anfaal: 2)

Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang


yang beriman kepada Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kalau
disebut nama Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka akan
menyala kecintaan dia kepada Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
dan bertambah semangat dalam mengamalkan sunnah-sunnah Baginda
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

71
Kecintaan kepada Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Para Shahabat Radhiallahu
‘Anhum dalam perang besar-besaran yang terjadi ketika Khalifah Sayyidina
Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu. Ketika itu tampak para pasukan Islam
mulai lemah dan porak poranda, maka seorang sahabat berteriak:

“ ‫ََاو ـ ـ‬
‫ادمم ـ ـ‬
ُ ََ
ُُ‫ََـه‬
‫ادمم ـ ـاو ـ‬
ُ ‫“ه‬
Mendengar nama Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam disebut,
maka semangat para pasukan Islam pun menyala. Akhirnya dalam tempo
yang sangat singkat pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala datang kepada
umat Islam sehingga orang-orang kafir pun bisa ditumpas.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Begitulah semestinya orang yang cinta kepada Baginda Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Mendengar nama Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam disebut saja sudah cukup untuk menggelorakan semangat.
Sayyidina Abdullah Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhu sakit sehingga
kakinya tidak bisa digerakkan. Maka, seorang Shahabat bilang kepada
beliau, “Sebutlah nama orang yang paling engkau cintai supaya cepat
sembuh!” Maka beliau berteriak, “Ya, Muhammad!” seketika itu langsung
sembuh penyakitnya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagi
Para Shahabat Radhiallahu ‘Anhum mendengar atau menyebut nama
Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saja sudah cukup untuk
menjadi obat dari segala penyakit. Inilah tanda-tanda iman itu tertanam di
dalam hati.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Iman
kepada Kitabullah menjadikan kita cinta membaca Kitabullah, karena ilmu
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dibawa oleh Baginda Rasulullah

72
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah ilmu yang teragung yang ada di
alam semesta.
Maka, kita harus punya cita-cita menghapalkan Kitabullah. Anak-
anak kita didik supaya menghapalkan Kitabullah. Tidak tergiur oleh orang-
orang ahli dunia yang siang malam selalu sibuk dengan ilmu-ilmu
materi, ilmu yang dari hasil otak manusia. Al-Qur’an bukanlah ilmu
yang berasal dari otak manusia, tetapi dari Yang Menciptakan seluruh otak
manusia.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Iman
kepada Hari Kiamat menjadikan kita siang dan malam memikirkan
bagaimana kehidupan akhirat kita. Dunia bukanlah cita-cita orang yang
ِِِ adalah negeri akhirat.
ِ yang beriman
beriman. Cita-cita orang
ٌٌٌُُُ َْ ََََْْْ َ َُْ ََ
‫ لماكـلوملاـ ـبلاطـ ـلقاعـ ـبِقعلاـ ـبلاطـ ـلىاجـ ـايػندلاـ ـبلاط‬Orang
yang mencari dunia adalah orang yang jahil belaka
Orang yang mencari akhirat adalah orang yang pandai sesungguhnya
Orang yang mencari ridho Allah itulah orang yang sempurna

Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.


Selanjutnya adalah iman kepada Para Malaikat. Para malaikat adalah
makhluk-makhluk suci yang ada di kanan-kiri kita.
Pada Hari Jum’at ini masjid penuh dengan Para Malaikat. Mencatati
orang-orang yang jum’atan. Siapa yang datang awal, yang kedua, yang
ketiga, dan seterusnya.
Iman kepada wujudnya Para Malaikat menjadikan kita orang
yang hati-hati, menjadi orang-orang yang ingin kesucian, karena kanan
kiri kita ini dipenuhi dengan makhluk-makhluk yang suci.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Iman
kepada qadha’ dan qadar menjadikan kita pasrah. Pasrah terhadap yang

73
duka, yang enak, dan yang tidak enak. Memang semuanya sudah
ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sudah ditentukan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk makhluk-makhluk-Nya, sehingga kita
tidak mengatakan, “seumpama...!, seumpama...!”.
Tidak ada kata “seumpama...!, seumpama...!” bagi orang yang
beriman. Semua perkara sudah ditentukan oleh Allah, diketahui oleh Allah
dan dikontrol oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada yang keluar dari
qudrat dan iradat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada yang keluar
dari ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yang penting adalah kita sibuk
siang malam untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apa yang
telah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi semua sudah
ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Janganlah kita tertipu dengan perkara-perkara yang telah terjadi sehingga
kita terlalu sedih dan lupa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Janganlah
terlalu berharap kepada perkara-perkara yang akan terjadi sehingga kita
lupa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Perkara yang akan terjadi, yang telah terjadi, yang sedang terjadi,
semua sudah ada dalam ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Sudah
ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tugas kita adalah
bagaimana sibuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rukun
iman yang enam ini mesti menjadi sikap hidup kita. Kalau ini sudah
menjadi sikap hidup kita siang dan malam, maka hidup kita akan dipenuhi
dengan keberkahan dan kebahagiaan. Mati kita akan menjadi hari raya. Di
mana kita akan berjumpa dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di akhirat

74
akan masuk ke dalam syurga Allah Subhanahu wa Ta’ala berdampingan
dengan Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Akan tetapi, kalau rukun iman yang enam ini tidak ada dalam
kehidupan kita, maka hidup ini akan dipenuhi dengan penderitaan dan
kesusahan, kesumpekan dan kekhawatiran, harapan-harapan kosong
siang dan malam. Akhirnya mati dalam kebingungan. Na’udzubillahi min
dzalik. Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kalau
kita mati tidak membawa rukun iman yang enam ini, maka celakalah
kita selama-lamanya.
ِ ِ ِِِ َِْ ُ ِ ََ
ََْْ‫ََْْ َْ َ َََْ ِ ُ ْ َََُُِْْْ ُْ ؤ‬ َ ْ ُ ََ
َِِ‫ػنلخِداو ـين‬
‫ملاـ ـنيزئافلاـ ـنمْـمِكِايِإِِوـِـلِِِها‬ َِ‫ػقِِتملاـ ـةرػُمزـ ـفِ ;مكاػيإوـ ـا‬ ‫ِلاـ ـي‬ِ ‫ينم‬
‫ػم‬
ْْْ ََ ْْ َ ُ ْ َُْْْ ُْْْ
‫ػمِلهاَػب‬ ِِِ‫ُِػشلاـ ـن‬ ‫ميجرػلاـ ـفاطي‬،‫ِِسبـ ـ‬‫حَرَػلاـ ـلهاـ ـِمٍػ‬َ ‫ْاـ ـن‬
‫ػل‬
ْ‫ميحر‬،ْ‫انْلعج‬
ََْْ
ْ َََََ ََ َ ُ ْ ُْ
ِِ ِ ‫ينقوملا يصلخملا‬. ‫ْػعَأ‬ ‫ذو‬
َْ َُْ َ ََََْْْْ ْ ّ ُْ ِْ َََََِِّْ
‫ػػػصلا ـ ـاوػػػلمعو ـ ـاوػػػػنمآ‬ ٍ ‫ػػػصاوػتو ـ ـتالا‬ ٍ ‫او‬
‫نيذػػػلاـ ـَّإ ـ ـرػػػسخـ ـيػػػفل‬
‫بر‬.‫حارلاـ ـرػيخـ ـتنَأو ـمحراو ـرفغا ـبر ـلقو ـ‬ َ ‫ي‬. ‫فاػػػسنلاـ ـفإـ ـرػػػصعلاو‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
75
‫‪PERSIAPAN UNTUK AKHIRAT‬‬

‫ََسلا‬
‫ُُُ‬ ‫ِلعـ‬
‫ََ ـَل‬ ‫َْو ـمكيَ‬ ‫ْـةَحر‬ ‫ْلُهاـ‬ ‫َـ‬
‫َو‬‫ػب‬ ‫َُ‬ ‫َاكر‬‫وت‬
‫ّلِِ‬‫ػػلِ‬ ‫ػلاـ ـو ِِِ‬ ‫ِ َِ‬ ‫ػِ‬ ‫ِةِْْ‬ ‫َ ُِ ديَ ِ‬
‫ْْ َْ ََ‬ ‫ُػنلعجـ ـيذػََََ‬ ‫ْْػ‬ ‫َ ـا‬
‫ػػمـ‬ ‫َأ ـ ـنْ‬‫ػُم‬ ‫َْسـ ـ‬‫ػػ‬ ‫َْ َ‬
‫ػلٍِِلِ‬ ‫ػ ِ‬ ‫ِْلعٍَـ ـّوََِ‬
‫ػػ‬ ‫ِْ‬
‫ََى َُ‬‫ََ ـ‬ ‫ػُ ِِ‬
‫ػمعن ـ‬ ‫َةََْْ ُ‬
‫ػػَْـلا ـ ـ‬ ‫َِدػػملا ـ ـ‪،‬ـلػػسلاوـ ـفا‬
‫َ‬ ‫ْْ‬ ‫ْ‬ ‫َْ َ ْْ‬
‫ََََْلل‬
‫ػ‬ ‫ػيج ـىػِ‬ ‫ػػلِا ـِِع ِِ‬
‫ػـػـمـلـاـ ةرىاُػِِلا ـمعَْ ن ِ ِ‬ ‫َْ ِ‬
‫َلعََوََْ‬ ‫َُ‬ ‫ََْ‬ ‫َْ‬ ‫دـََ‬
‫ػػيلعـ ـؿزػػَنأ يذػلا ولل دـمـلـاـ ‪،‬ـان ْلا‬ ‫ُـ ـا ن‬ ‫َآَرَػقلا‬ ‫ْـ‪،‬ف‬ ‫ػملاـ‬ ‫ِِ‬
‫ُ ََْ َدَْ‬
‫ػلًََُانادػى ـ ـَُيذ ِ‬ ‫ْ َِِ‬
‫ػل ُْلُ‬ ‫َ‬
‫ػلاـ ـو‬
‫َََُ‬ ‫ّ اػموـ ـا َذاَُ َََ ْْ‬ ‫ََْْ‬
‫ِْو‬‫ََبلا‬‫ّةًن ُطا‬ ‫ػقحللاوـ ـةقباػسلا‬ ‫َْي ٍويػندلاـِـةِِ‬ ‫ػ‬ ‫ػيورخ ْلاوـ ـةِِِ‬ ‫ّْ دػِ‬
‫ًًًَْْ َ َُّ ََََْ‬ ‫َملْاـ ـ‪،‬ةَ ً‬
‫ػنل ا نٍِِك ‪ٍ ٍ ِْ ََِْْ َََِ ََُِِِِِْ ََ َْ.‬‬ ‫َََ‬ ‫َُل يدته‬ ‫لهاـ ـانٍادىـ ـ‬
‫ّفَأَـ ـَلو‬
‫ََـ ـد‬
‫ْفَأ‬ ‫ػِْس‬
‫ََُـ ـ‬ ‫ُُ ِ‬
‫ػنَّوموـ ـانْديُػََُْْ‬ ‫ػممـ ـاػ‬ ‫ََـادػَُُ ُِِِ‬ ‫ٍُػسَرأ ـ ـ‪،‬لَها ـ ـؿوػػَسر ـ‬ ‫لها ـ ـلْػ‬
‫شأ ٍَِ ُ ِِ‬ ‫ِ‬
‫ََ‬ ‫ػَْ َ َُ‬ ‫َْـْدهٌػ َػ‬
‫ََ ََُ‬ ‫ْْفَأ ـ‬
‫ََُلَ; ;‬
‫ػلإ ـْـ‬‫شأوـ ـهلا ـ ـَّإ ـ ـوػَُْ‬‫هْػػػػ َ‬
‫َسوـ ـلػصـ ـمػهللاـ ـ‪.‬ارػػينمـ ـاجارسو ـونذإبـ ـلهاـ ـلإـ ـايعادو ـ‪.‬ار‬ ‫ػ‬ ‫ْمل‬
‫ٌَُْ‬ ‫ََوـ ـ‬‫ِْراػب‬ ‫ؾ‬
‫دمم‬
‫ػيذنو ـا رػيشب قلاب ‪.‬نيّدٍـلا ـوػيـ ـلإـ ـملَيعباتلاو ـوباحصَأو ـولآ ىلعوـ ـ ُ‬ ‫َ‬
‫انديس ـىلع ‪.‬فوملسػػػمـ ـمتػػػػَنأوـَّـإ ـ ـنتوػػػػَـ‬
‫َّو ـوػػتاقػتـ ـقػػحـ ـلهاـ ـاوػػػػقػتاـ ـ‪...‬لهاـ ـداػػبعـ ـاػػي‬
‫ػفـ ـ‪،‬دػػعػبـ ـاػػَمأ لهاـ ـفإـ ـلها ـاوػػػقػتاو ـدػػػغل‬
‫تمدػػػقـ ـاػػػم ـ ـسػػػفػن ـ ـرػػػػػ‬
‫نػتلػفـ ـلهاـ ـلإـ ـفومداػػػق ـمػػػكَنأـ ـاوػػملعاو ‪.‬فولمعػت ـا ِ‬
‫ب‬
‫رػيبخ‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tambah
hari kita tambah dekat kepada negeri yang telah dijanjikan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu Negeri Akhirat. Negeri yang di sana kita
akan menerima balasan semua amal kita baik yang baik maupun yang
buruk. Hari ini kita bisa beramal, tetapi tidak ada hisab. Nanti di akhirat
ada hisab, tetapi kita tidak bisa beramal.

76
Tambah hari kita tambah dekat kepada negeri akhirat. Kita dikirim
siang dan malam menuju negeri akhirat. Kita tidak bisa mengelak lagi.
Maka, semestinya tambah hari kita tambah ingat kepada Akhirat. Semakin
tambah persiapan kita untuk kehidupan Akhirat. Semakin sibuk siang dan
malam untuk membangun Akhirat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tambah
hari tambah hari, tambah dekat pertemuan kita dengan Pimpinan kita,
Junjungan kita, Yang Mulia Baginda Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Maka, semestinya tambah hari kita tambah memperbaiki hubungan
ruhani dengan Beliau. Memperbanyak menghidupkan sunnah-sunnah
beliau. Membaca shalawat siang dan malam kepada Beliau. Mencintai
beliau. Mencintai sunnah Beliau. Mencintai perjuangan Beliau.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tambah
hari tambah hari, tambah dekat perjumpaan kita dengan Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Apakah kita akan berjumpa dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala
dalam keadaan Dia ridho kepada kita. Atau apakah kita akan berjumpa
dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan Dia murka kepada kita.
Maka, bagaimana tambah hari kita tambah bertaubat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Dia mencintai hamba-hambaNya yang
bertaubat.

(ٕ : ‫)ةرقبلا‬ ‫ْلَها ـفإ‬‫ِوػتلا ـبي‬


َِ ‫ِ َ يب‬
‫ُا‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tambah
hari tambah hari, semakin tambah usaha kita untuk meninggalkan seluruh
amalan-amalan yang tidak disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sibuk
di dalam amalan-amalan yang disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sehingga kita menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia ridho

77
kepada kita dan kita pun ridho kepada-Nya. Itulah kesuksesan yang
sebenarnya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tambah
hari tambah hari, tambah dekat perpisahan kita dengan dunia. Maka
semestinya, tambah hari tambah hari kita ini tambah menjauhkan diri dari
kecintaan terhadap dunia. Jangan sampai dunia yang akan ditinggalkan ini
menjadi masalah dalam perjalanan kita menuju ridho Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mumpung kita masih di dunia, bagaimana dunia ini dijadikan tunggangan
kita untuk Akhirat, peralatan kita untuk Akhirat. Dunia ini dijadikan untuk
amal. Rumah dijadikan untuk amal. Sawah dijadikan untuk amal. Anak
dijadikan untuk amal. Istri dijadikan untuk amal. Mumpung amal masih
ada gunanya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila
kita mati, maka dunia akan ditinggalkan. Satu kerikil pun tidak akan
dibawa. Dunia sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi sama sekali. Maka,
manfaatkanlah dunia ini selagi masih ada manfaatnya. Satu-satunya manfaat
dunia ini adalah apabila dunia ini bermanfaat bagi kita di akhirat nanti.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rumah
kita yang sebenarnya adalah rumah yang menjadi rumah kita di akhirat,
yaitu apabila rumah digunakan untuk menghidupkan Agama. Anak kita
yang sebenarnya adalah anak yang bisa berjumpa dengan kita di akhirat dan
menolong kita di akhirat, yaitu apabila anak digunakan untuk Agama,
dididik untuk belajar agama.

78
Istri kita yang sebenarnya adalah istri yang bisa berjumpa dengan kita
di akhirat, yaitu apabila istri digunakan untuk taat kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Demikianlah caranya mengirimkan segala yang kita miliki di dunia ini
ke akhirat. Apabila tidak demikian, maka semuanya ini hanya akan
menjadi penyesalan, penyesalan, dan penyesalan saja.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kematian akan datang. Kematian bukan mencari orang tua. Kematian
bukan mencari orang sakit. Akan tetapi, kematian mencari orang-orang
yang sudah waktunya untuk mati. Maka bercepat-cepatlah beramal
sebelum kita menyesal.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Janganlah kesibukan-kesibukan dunia dan keperluan-keperluan dunia
menjadikan kita meninggalkan kepentingan Akhirat, karena bagaimanapun
sibuknya kita pada akhirnya kita akan mati juga. Bagaimanapun sibuknya
kita, pada akhirnya ke akhirat juga. Bagaimanapun kita beralasan, akhirnya
akan ke akhirat juga. Alasan apapun untuk meninggalkan akhirat,
sebetulnya itu adalah alasan yang akan mencelakakan diri kita sendiri.
Maka, hadirin yang mulia, pandanglah negeri Akhirat! Baginda
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah menunggu kita di sana. Para
Shahabat Radhiallahu ‘Anhum sudah menunggu kita di sana. Wali-wali
Allah sudah menunggu kita di sana.
Bagaimana kita bisa tenang di dunia ini, sedangkan kita sudah
ditunggu oleh orang tua kita dan oleh kekasih-kekasih kita di akhirat yang
mulia.

79
‫ْْاََ‬ ‫ِافلاـ ـنِمـ ـمْ َْكْْايإ‬
‫ََََََُُْوِـ ـْلَِِه‬ ‫ْْيَزئ‬
‫ُن‬ ‫َََػنلِِخ ُداُوْـينَْ‬
‫ملاـ ـ‬ ‫ِزـ ـفِ ;ْمكاػيإ‬
‫َوـ ـا‬ ‫ػم‬ ‫ُـيػقتملاـ ـةرَ‬ ‫َػملاـ‬‫َؤ‬
‫ي نم‬
‫ِِنلعِج‬
‫ََِْ ْْ‬
‫ِِ ا‬ ‫َف ِِْ ِِْْ‬ ‫ْ َِْْ ِِْ ُُِْ‬
‫ْ‬
‫َ‬ ‫ُُ‬
‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ََْْ‬ ‫َََ‪ْ ََ،‬‬ ‫ُنػم لهاََػب‬
‫َ‬
‫ػلا ُاطيػَشلاـ ـ‬ ‫بـ ـِِ‪،‬ميجرْ‬
‫ُسٍِ‬ ‫َـلَهاـ ـمػ‬
‫ْ‬
‫ْرْػلاـ‬ ‫ميْحرْػلاـ ـن َ‬
‫ح‬
‫َََََْْْ َ ََُْ ِِ ي‬ ‫ِ‬
‫ّْ َ َ ْ ُْ ّ ْ ْ ْ‬
‫ِِلا يِ‬
‫صلخملا‬ ‫ذوػعَأ ‪.‬ينقوم‬
‫ػػػصلا ـ ـاوػػػلمعوـ ـاوػػػػنمآ‬ ‫ػػػصاوػتو ـ ـتالا ٍ‬ ‫او ٍ‬
‫نيذػػػلاـَّـإـ ـرػػػسخـ ـيػػػفل‬
‫فاػػػسنلاـ ـفإـ ـرػػػصعلاو ‪ََْ.‬حارلاـ ـرػيخـ ـتنَأو ـمحراوـ ـرفغا ـبر ـلقوـ ـ‪.‬بر‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
80
‫‪AGAMA NIKMAT TERTINGGI‬‬

‫ُـاػنلْاـ ِ‬ ‫َـلُسلا‬
‫ػن‬
‫ُ‬ ‫ََُُ‬ ‫َا‬ ‫ْـَديػَََ‬
‫سـ ـ‬ ‫ََْ ‪ْ،‬‬ ‫مكيلعـ‬ ‫وتاكرػبوـ ـلهاـ ـةَحروـ ـَ‬
‫ػِِلل‬‫َُ وََ‬ ‫ّاـ‬ ‫ََُلـ‬
‫ََ دـمـ‬‫ْلََْ‬
‫َ‬‫ِل‬
‫َو‬ ‫ِِ ـة ْمعن ـ‬
‫ْْـىلع ـ ـ‬ ‫ِِـفاِْـلاـ‬
‫ََ ـْْ‪،‬ـلسِلاوـ‬
‫َ دملْاـ‬ ‫ْل‬ ‫ِِول‬
‫ََلا ـ‬
‫ػ‬ ‫َلإـ ـلػسَرأ يذِ‬
‫ػي ْ‬ ‫َ‬
‫ِِعِِ‬
‫ػيلِ‬ ‫ْْان ِ‬ ‫َفْْآََر َ‬
‫َُُْْ‬ ‫ػقلٍَْْ‬
‫ََاـ ـََْ ُ‬ ‫ػملاـ ـ‪،‬‬ ‫ػلل دٍَّ‬ ‫ُْػصلا ىػلع ـوََ‬ ‫َ ـة ح‬
‫ْوـ‬ ‫ػيَفاعلا‬ ‫دػملاـ ـ‪،‬ة ْ‬
‫ِِلَدـ‬
‫ِْ‬
‫َمـََْلـاـُ‬ ‫ََِِِول‬ ‫ُّذِلاِ‬
‫ََأٍ يْ‬ ‫ػنَ‬ ‫ََ ِْ َِ ِِ ْ َ ِ‬
‫ْز َ‬ ‫َََ ؿ‬
‫ّو‬ ‫ََُا‬
‫ُبٍْل‬ ‫ػََُنطا‬ ‫ََ ـة‬
‫َْػسلاـ‬ ‫ََا‬
‫ُـةقب‬ ‫َََحللاوـ‬ ‫ػق‬ ‫ِويػ‬ ‫ػػػملاـ ـ‪،‬ةِػيورخ ْل ِ‬ ‫دِ‬
‫ََ‬ ‫َْ ْ‬ ‫َ‬‫ْندلاـ ـةَ َ‬ ‫ػي‬ ‫َُاوـ ـةْ‬
‫ػػبرـ ـلػسرـ ـتءاػجـ ـدػقل‬ ‫ػػلا عيج ىلع ا ن‬ ‫َّ ةرىاػ لا مع ن‬ ‫ِْ‬
‫َُا وِلل‬ ‫نادىَََُْْيذل‬ ‫الُ اًََََ‬ ‫ََََُ‬
‫َ اذ‬ ‫ِْم‬
‫َُو‬ ‫ّهػنل اػنكـا‬ ‫ػل يدػت‬ ‫ََْْ‬ ‫نادػىـ ـفَأـ ـَلو‬‫َِ‬‫ٍ ْ ‪.‬لهِاـ ـا‬
‫ٍِِ‬
‫ِِ‪.‬‬
‫ػِ‬
‫ػ‬ ‫ػْ َ‬ ‫ََََبيبحوـ ـا َََ‬ ‫َػنػ‬ ‫ػ َػُ‬ ‫ٍِْ ُ‬
‫ػممـ ـَاََّ‬ ‫ػػ‬ ‫ػّسرـ ـادّْ‬ ‫ػػ َُ‬ ‫َّ‬ ‫ّ ـؿ‬
‫َو‬ ‫ب ‪،‬لْ‬
‫َهاـ‬ ‫قلاُ‬
‫ِ‬
‫شأ ٍوـ ـلهاـ ـَّإ ـ ـوػػػلإـ ـلَ;;فَأـ ـدهػ‬ ‫ػػػػػ َ‬ ‫َـِْدهٍ ٍِْ‬ ‫ػِسـ‬
‫َـفَأ ـ‬ ‫ػَُْ‬ ‫ػٍَِِْ‬
‫ّوـ ـاندي ٍِِ‬
‫ُم َ‬ ‫َو‬
‫نَّ‬
‫ََوـ ـوػآلِِِ َُُُ ِ ُْ ََُْ ََََُِْْ‬ ‫صأ‬ ‫ػػػ َ‬
‫َ‬ ‫شأَوباح‬ ‫ػُػػ َ‬ ‫ػْ‬ ‫ٍ‬
‫بََقلا رْصاَِنٍ ُ ِِ‬ ‫ػلعو ـدُممـانديسـ ـىلعـ ـؾرابو ـملِسو‬
‫ََ‬ ‫ْللاٌ‪.‬ق َِ ََُ َ َُ‬ ‫لصْْ مَْه‬
‫َ ََُْ‬‫ُْ ـ‬ ‫ىْ‬
‫ٌْ ـَملَيعباتلاو ـوتيرذو‬ ‫ُإ‬
‫َـل‬
‫ػي‬‫ََْ‬ ‫ٍِّْدلاـ ـو‬‫‪.‬ني‬
‫فو َملػػسمـ ـمتػػػػنَأوـ ـَّإ ـ ـنتوػػَـ ‪.‬‬
‫َّو ـوػػتاقػتـ ـقػػحـ ـلها ـاوػػقػتاـ ـ‪...‬لهاـ ـداػػبعـ ـاػػيػ‬
‫فـ ـ‪،‬دػػػػعػبـ ـاػػَمأ‬
‫لهاـ ـفإـ ـلها ـاوػػػقػتاو ـدػػػغل‬
‫تمدػػػق ـ ـاػػػم ـ ـسػػػفػن ـ ـرػػػ‬
‫نػتلػفـ ـلهاـ ـل إـ ـفومداػػػق ـمػػػكَنأـ ـاوػػػملعاو ‪.‬فولمعػت ـ‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Senantiasalah kita mensyukuri nikmat Allah yang teragung, yang
terbesar, yang teristimewa, dan yang termahal yang diberikan-Nya
kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki, yaitu nikmat iman dan
Islam.

81
Tidak ada nikmat yang lebih besar melebihi nikmat ini. Maka, kita
mensyukurinya dengan kita bergembira karena telah dijadikan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai umat Islam. Mensyukuri betul-betul
dengan mengamalkan agama ini sebenar-benarnya. Sekecil-kecilnya amal
agama adalah lebih besar, lebih bernilai, dan lebih berharga daripada dunia
dengan segala isinya.
Tidak ada perkara yang kecil di dalam agama ini. Orang yang
menganggap ada perkara yang kecil dan ada perkara yang remeh di dalam
agama ini sebetulnya sebabnya hanya satu saja, yaitu karena otak dia
ini kecil, pemikiran dia rendah.
Kalau dia memahami dengan sebenar-benarnya, maka tidak ada
perkara yang remeh dalam agama ini. Semua perkara dalam agama ini
adalah perkara besar, karena agama ini adalah perintah Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Semua amal agama ini besar, karena ini adalah sunnah Baginda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Semua amal agama ini besar,
karena hasilnya adalah maha besar, selama-lamanya.
Maka, besarkanlah seluruh amal agama ini! Jangan meremehkannya
sedikit pun! Siapa saja yang meremehkan satu amalan agama, maka dia
adalah orang yang remeh di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita
mensyukuri agama ini dengan kita bergembira. Kita mengamalkan agama
ini dengan penuh pengagungan. Kita memperjuangkan agama secara
habis-habisan.
Kalau kita mengorbankan seluruh alam semesta ini, mengorbankan
bumi dan langit beserta segala isinya supaya kita bisa mengamalkan agama
ini, maka kita tidak akan merugi. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan

82
memberikan ganti kepada kita dengan berjuta-juta lipat nikmat yang tidak
ada batasnya.
Namun, sebaliknya, kalau orang itu kehilangan agama, walaupun dia
mendapatkan tujuh petala langit dan tujuh lapis bumi, pada hakekatnya dia
ini adalah orang yang rugi serugi-ruginya. Tidak akan lama lagi dia akan
menyesal. Dia akan menjadi penghuni-penghuni neraka. Semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kita dari kerugian yang besar
itu. Amiin…
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau
kita mengamalkan agama dengan syukur, dengan gembira, dengan
mengagungkan, dan memperjuangkan agama ini dengan sebenar-
benarnya, maka dengan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala, insya Allah,
Dia akan menetapkan agama ini dalam diri kita sehingga kita mati dalam
keadaan iman dan Islam. Itulah kebahagiaan yang sebesar-besarnya.
Mati hanya sekali saja. Maka, bagaimana kita menjadikan kematian
kita ini menjadi hari yang paling membahagiakan. Hari di mana kita
berjumpa dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, bertemu dengan Baginda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan masuk ke dalam syurga
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Namun, siapa saja yang tidak mengamalkan agama dengan sungguh-
sungguh, maka tidak ada hari yang lebih menyusahkan melebihi hari
kematiannya. Ketika dia berpisah dengan dunianya, dengan
kebanggaannya, dan dengan semua yang dicintainya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka
pada Hari Jum’at yang mulia ini, marilah kita memperbaharui syukur
kita ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas nikmat apa saja yang
telah diberikan-Nya kepada kita semua, khususnya nikmat agama ini.

83
‫ِ‬
‫َِِل‬
‫ََا‬
‫ْْه‬‫َََََُُايَْإِ ْوـ ـ‬
‫ِزئافلاـ ـنم ـ ْمَْْْك‬‫َي‬‫ْْـن‬
‫ُاـ‬
‫َْ‬
‫مل‬ ‫ِِ ُخُداْوـ ـين‬
‫ََػنل‬‫َـا‬
‫ػيإوـ‬ ‫ِمزـ ـفِ‬
‫ْ;مكا َ‬ ‫ُلاـ ـيػقتملاـ ـةرَػ‬‫َؤػم‬ ‫َم‬‫ين‬
‫ِ‬ ‫ِاـ ـفِاطيِػِشلاـ ـن ْ ِِ‬ ‫ِِ‬ ‫حرػلاـ ـِ ِ ِ‬ ‫انلعج ‪،‬ميحرْْػلِِ‬
‫ػب‬‫ػمَلِها ْ‬ ‫ُلهاـ ـمػَسبـ ـْ‪،‬ميَجرػلْ ْ‬ ‫ْاـ ـنََْ ُْْ‬ ‫ْ َ ُُ‬
‫ِِِ ِ‬ ‫ْوْملا يَصَلخْملاُ ٍِِِ ْ ُ َُِ‬ ‫ػعَأ ‪.‬ينق‬
‫ََْْ‬‫ََ ََََََ ْ‬ ‫ذْو ْ‬
‫َْػػػػنمآ‬ ‫ِو‬‫ِا‬
‫ُلمعوـ ـ‬ ‫ػ‬‫ػ َْ‬ ‫ْ َ‬ ‫ػ‬ ‫َو‬
‫َََْْ‬‫ْا ـ ـا‬ ‫ُلا ّ ِْ‬
‫ػػػصل‬ ‫ِِاو ِْ‬
‫ػتو ـ ـتاْ‬ ‫ْص‬ ‫ػ‬‫ََ‬ ‫ػ‬‫ػََ‬‫َّ‬‫اوْ‬
‫ػػػلاـَّـإـ ـرػػػسٍخـ ـيػػػفل‬ ‫نيذ ٍ‬
‫حارلاـ ـرػيخ ـتَنأوـ ـمحراو ـرفغا ـبر ـلقوـ ـ‪.‬بر‬ ‫فاػػػسنلاـ ـفإـ ـرػػػصعلاو ‪.‬ي َ‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
84
TAUBAT KEPADA ALLAH

ُُ‫ََُسلا‬ ‫ِلعـ‬
‫ََ ـَل‬ َ‫َْو ـمكي‬ ‫ْـةَحر‬ ‫ْلُهاـ‬
‫َـ‬
‫َو‬ ‫ػب‬ َُ ‫َاكر‬ ‫وت‬
‫َُُدـمـلـاـ‬ ‫َُِعْلاـ‬
‫ُ ـبرَوَْلل‬ ‫ْْلا‬ ‫يم‬،َ ‫ْـ‬ َ ‫ِدُه‬
‫شأـ‬ ‫ُـلَ ;فَأـ ـ‬‫ِاـ ـَّإـ ـولإـ‬
‫َه‬ ‫بملُاـ ـقلْاـ ـْللملِاـ‬
‫َـل‬ َْ ‫ي‬،‫شَأوـ ـ‬َِْ
‫َه‬ ‫َد‬‫َْ َِِّ َفْأـ ـ‬ ْ
ِِ ْ ُ
َُِِْ‫ػػْسر ـ ـ‬
. ‫ادمم‬ َ ‫ُال لها ـ ـؿو‬ ‫ََُاْْص‬
‫ََد‬ ‫ًَؽ‬
‫َولاـ ـ‬ ُ‫ّ يم ْلاـَـٍدع‬
ِِ‫ٍِِآ‬
‫ػػل‬ ‫ػ‬ ََّ‫َ ٍ َُّ ّ ِْ ْ َ ْ ََ ْْْ انَّوموـ ـَا‬
ََََََ َ ‫ََػ‬ ُ‫نديسَ و‬
‫َ َِ ٍََِِْْْىٍػػػلعوـ ـدػػػممُـ ـانديػػٍػسـ ـىػػػلع‬
ِِ َِ ‫ػ‬ ‫ِِـننػُػَػ‬
َُْ‫َبوـ ـمل‬
‫ػ‬ ‫َْػ‬ ‫ػ‬ ‫ػ‬ُُْ ‫ؾْرا‬ُُ‫ْـ‬‫َوـ‬ ‫ػعنَأ‬ ََْ‫ػ‬ َْ ‫َ ـم‬ ‫ََتوـ‬ ‫ػَػػػتوـ‬ ‫َر‬
ُْ‫مح‬
‫ػهللا‬ ٍِْ ‫ػ‬ ٍَ ََْ
َََ ُ‫ػ‬ ‫ص ـَـِِم‬
َْ‫ػػ‬ َ ‫ٌْْسوـ ـلػ‬ ‫ػ‬ ُ ‫َ َََُُُِْْْ َ ْ ٌَػ‬
ِ
. ‫صأو‬
َ ‫جأـ ـوباح‬
َ ‫يع‬
‫نيّدٍـػػػلاـ ـوػػل‬
‫لهاـ ـدا‬...‫يملاػػعلاـ ـبرـ ـلهاـ ـاوػػػقػتاـ ـ‬،‫يػػصلِهودػػبعاوـ ـ‬
‫دػػعػبـ ـاػػَمأ‬،‫ػػبعـ ـاػػيػفـ ـ‬
.‫يقيلا ـمكيتأي َّ ـحـ‬،‫ػػي ـَّ ;ـوػي ـ‬
‫ػػب َّو ؿام ـعف ن‬
‫ميلسـبلقب لها ـىتا ـنم ـَّإ ـفو ن‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagi
orang yang berpikir, maka tidak ada perkara yang terpenting di dalam
kehidupan manusia ini melebihi satu saja, yaitu bagaimana
Allah Subhanahu wa Ta’ala ridho kepada kita. Apa yang akan terjadi jika
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak ridho kepada kita? Pasti kita akan
menghadapi masalah-masalah yang tidak ada habis-habisnya di mana pun
kita berada. Akan tetapi, kalau kita mendapatkan ridho Allah Subhanahu
wa Ta’ala, pasti kita akan mendapatkan kebaikan-kebaikan yang tidak ada
batasnya di dunia dan di akhirat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak
ada ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali di dalam memperbaiki iman
dan amal kita. Kalau iman kita tulen bersih hanya kepada Allah Subhanahu

85
wa Ta’ala, bergantung hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berharap
hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, siang dan malam hanya satu saja
yang dipikirkan, yaitu bagaimana taat kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Kemudian bagaimana amal-amal kita sesuai dengan sunnah
Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, pasti kita akan
mendapatkan ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ridho Allah dimulai dengan taubat kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala.

(ٛ :‫)يرحتال‬ ‫َُوََُنًَمآ‬
‫ًوت ـا‬ ‫ِـلَُإ ـا‬
‫ْوب‬ ِ‫ِ احوُصن ـةبو‬
‫َت ـوللا‬
‫ػ‬ َ
‫“ نيذلا ـاهػيَأ ـاي‬Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada
Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (Q.S.
at-Tahrim : 8)

Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita


semua dan siapa saja yang beriman, mesti harus bertaubat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang maksiat harus bertaubat dengan
meninggalkan maksiat dan menggantinya dengan taat. Orang yang taat pun
perlu bertaubat agar taatnya lebih sempurna lagi. Orang yang sudah
sempurna taatnya pun perlu bertaubat agar lebih sempurna lagi.
Mengapa orang terus bertaubat? Karena tingkatan menghambakan
diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak ada batasnya. Ada tingkatan
yang lebih tinggi lagi dan ada tingkatan yang lebih tinggi lagi.
Maka, Para Nabi, bahkan Sayyidul Anbiya’ pun bertaubat. Beliau
beristighfar panjang-panjang. Hal itu untuk memberikan pelajaran
kepada kita agar kita senantiasa meningkatkan diri memperbaiki
hubungan kita dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bagaimana tambah hari, kita tambah tunduk, tambah taat, tambah
dekat, tambah cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tambah takut

86
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tambah mengabdi kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, sampai kita berjumpa
dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Awal
dari perbaikan adalah bertaubat. Bertaubat maknanya menyesali
kekurangan-kekurangan yang telah lalu, mengenai urusan apa saja.
Kemudian niat menggunakan sisa-sisa umur ini untuk memperbaiki
kekurangan-kekurangan yang telah lewat.
Orang yang bertaubat dengan sungguh-sungguh, maka dia bukan
hanya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahkan dia akan menjadi
orang-orang yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

(ٕٕ : ‫َها ـفإ )ةرقبلا‬َ‫ِِي‬


‫ْل‬ ‫ُباوػتلا ـب‬
‫َي‬ ِ
“Sesungguhnya Allah suka dengan orang-orang yang bertaubat.” (Q.S. al-
Baqarah: 222)

Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehabis


shalat kita diperintahkan untuk istighfar. Apakah shalat itu maksiat? Tidak!
Namun, istighfar ini maksudnya, sebagai orang yang beriman, kita akan
senantiasa merasa bahwa shalat kita belum sempurna; belum cukup untuk
dipersembahkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan kita, Yang
Maha Agung, Yang Maha Suci. Maka kita perlu meningkatkan mutu
shalat, yaitu dengan membaca istighfar selepas shalat.
Sebagaimana amalan Para Shahabat Radhiallahu ‘anhum. Mereka
semalam suntuk tahajjud, kemudian pada akhir malam mereka beristighfar
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

(ٔٛ-ٔٚ : ‫)تايراذلا‬ ‫َـاوناك‬ ‫ِِل‬


‫ُيلقـ‬ًَْ‫ََم ـ‬ ‫ِ اُْمَ ـ ْليلل‬
‫ََاْن‬ ‫ػي‬ َِ
ََْ‫عجه‬‫ََو‬ ْ‫ِي ـمى ـراْحسل‬
‫ُابو ف‬ ‫فوّرفغػتس‬ َُ
ٍ
87
“Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu
memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.” (Q.S. adz-Dzariyat:
17-18)

Para Shahabat Radhiallahu ‘Anhum merasa bahwa ibadah yang mereka


lakukan semalam-malam suntuk itu belumlah sempurna.
Yang Mulia Nabi Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
telah mencurahkan segala kemampuan zhahir batin Beliau untuk taat
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, untuk mengamalkan agama
Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan memperjuangkan agama Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Kemudian di akhir hayatnya Beliau diperintahkan untuk
istighfar.

ّْ
‫ََصََن‬
َُ ‫ًَلا ْر‬ *ِ
‫ِ حتِِفلاْو َول‬ ‫ُنال تَيأرو‬
‫َُا‬
‫ف فولخدي س‬ ِ ََْ‫ْْوللا نيَُد‬
‫ْجاوػفَأ‬ ‫َا‬ * ‫َبسف‬ ‫ِح‬
ٍ ِ ‫هَرفغػتساو ـْلبر ـ‬...ُْ)ِِ
‫دمب‬ ‫ْا‬
‫َنل‬ ‫ر‬:ََٔ‫ـ‬-َ
‫َْص‬ ‫ءـاـْجـ اذإ‬
(ٖ ّ

Maknanya, walaupun kita sudah memperjuangkan agama ٍ habis-


habisan, kita merasa belum bisa sempurna. Meskipun sudah sempurna,
masih ada yang lebih sempurna lagi. Maka, sepantasnya kita bersyukur dan
beristighfar.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika
keinginan bertaubat masuk di dalam hati seseorang, maka timbullah
keinginan untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Keinginan-keinginan
untuk melakukan perbaikan-perbaikan itu pun pasti kita memahaminya
tidak mungkin terjadi tanpa pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka, apabila hati sudah mulai ingin melakukan perbaikan, ucapkanlah:
;ِ ِ‫َُؿِو‬
‫ػ َّح‬ ‫ػػق ـَّـوـ ـ‬
َََْ‫(لهاػب ـَّـإ ـ ـةو‬Tidak ada usaha, tidak ada kekuatan kecuali
dengan pertolongan Allah. Maka tolonglah aku, ya Allaah…)

88
Sebagaimana kalau kita mendengar adzan:

ِ‫ْىَلَعـ ـي‬
“‫ح ـ‬ ‫ََلََصلا ـ‬ ِ
‫ََيح ـة‬
‫َـىلعـ ـ‬
‫ “حلفلاـ‬maka
kita mengucapkan ‫ِوِػػ َّح‬
‫َُـ ـَّ ِوـ ـؿ‬
‫ػػق‬َ‫ػ‬ ‫لهاػػب ـ ـَّإ ـ ـةو‬
ََْ (Ya Allah
tidak ada kemampuan untuk aku untuk mengerjakan perintah shalat ini.
Tolonglah aku!)
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika
mulai melakukan perbaikan diri ini, awalilah dengan:

‫ِِْب‬
ِِ ‫ِا ـمس‬
‫ْـله‬
‫حرلا‬ َ ‫ِميْحرلا ـن‬
Jika kita memulai amalan apa saja dengan ِِ
‫ْس‬
‫ػ‬ِِ‫ِاـ ـم‬
‫ْاـ ـهل‬
‫حرػل‬ َ ‫ْاـ ـن‬
‫ػل‬ِ ‫ميحر‬
‫ب‬, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberkahi amalan
tersebut. Dalam perjalanan menuju ridho Allah ini pasti banyak ujian dan
tantangan, maka dalam menghadapi ujian dan tantangan ini
kembalilah kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mengucapkan
ِِْ
: ََُْ ََُْ
َُ
‫ليكولا ـمعنو ـوللا ـا نػبسح‬
(Cukup Allah! Sebaik-baik yang diserahi urusan hanyalah Allah),
maknanya, “Selesaikanlah ya Allah, segala masalah ini!”

َُِِْ
َْini kita menemukan
Kalau di dalam perjalanan menuju ridho Allah
kemudahan-kemudahan, maka ucapkanlah: ‫وػل ـ ـ ل دـػـػـػـمـلـا ـ ـ‬,
maknanya "Segala puji bagi Allah". Agar Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyelesaikan dan menyempurnakan kemudahan-kemudahan ini di
dunia sampai akhirat.
Begitulah orang yang beriman. Mulai beramal dengan ingat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika (di tengah-tengah) beramal ingat
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di akhir beramal pun ingat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengapa demikian? Karena tidak ada tempat
89
perlindungan selain hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada
perlindungan kecuali hanya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada
tujuan yang paling benar kecuali ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka
Hari Jum’at yang mulia ini gunakanlah untuk memulai bertaubat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, menangis kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Akhir-akhir hidup kita ini akhirilah dengan taubat yang sesungguh-
sungguhnya sehingga kita menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
keadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala cinta kepada kita.

‫ِو‬ َِِ‫ِِتملا ـُبي‬


(ٕ : ‫)ةرقبلا‬
‫ََُللا ـفإ‬ َ‫ّبي‬ َْ‫ُو ـيباو‬
‫ػتلا ـ‬ َ‫َ نيرهط‬
ِ ِ‫ْ ل‬ ‫ِإو‬ ‫ِافل‬ ‫ِِْدا‬
‫ْإََو اْنلِ ٍَخ‬
‫ِي‬ ‫ِ ةُرم‬
ََْْ‫ََُها انلعْجُ ؤ‬ ‫َي‬
‫ُا ْ نمْمُْكا‬ ‫ََ نيزئ‬
‫ََلا‬
‫َنْم‬‫َو ي‬ َ‫َكا‬‫فْم‬ ِ ‫ْز‬ ‫ُتملا‬
‫َلا يق‬ ‫ََم‬
‫َْم‬‫ين‬
ِِِ‫ِِِلْْا‬ ِ ِ ‫ينقوملاْيِص‬. ‫ِ لهاِب ذوَِِعأ‬
‫لخ ْم‬ ‫َاطيشلاَنم‬ ‫ُميجرلا ف‬ ،‫ب‬ ِِ‫حرْلا‬ َ َ‫ِْن‬ ‫ِلا‬ ‫ْمي‬
ََ ْْ ُ‫ُْلهاْ مس‬ ‫ْر‬
‫ُح‬ ،
‫ََو‬
‫ََعلْا‬ ‫ِ َرَََص‬ ِِ
‫َِيُفل فاسنِلا‬
‫ََ فإ‬ ‫ْيذلا َّإُ رسخ‬ ‫ػنمآ ن‬ ِِ‫ُ ِاٍِو‬ ‫ْمعو‬ ‫َاَاول‬ ‫ْا ص ل‬‫ْصاْوػتوْتال‬ ‫او‬
ْْ
‫ِلْاَب‬‫ِق‬
‫َْػتوـ ـ‬‫ْرْصلابـ ـاوصاو‬ ‫ب‬.ََ‫ِقَو ـ‬‫ْ ـل‬
‫ّاـ ـبرـ‬‫ْ ـرفغ‬‫ُو‬‫ِمحرا‬ ‫ػيِِخـ ـتنَأوـ‬
‫ْـ‬ َ‫ََر‬ ‫ّرلاـ ـ‬
‫حا‬
َْ‫ي‬.
ُ َ َََْْْ
ٍ ٍ

90
KERJA SAMA DALAM AMAL AGAMA

ُُ‫ََُسلا‬ ‫ِلعـ‬
‫ََ ـَل‬ َ‫َْو ـمكي‬ ‫ْـةَحر‬ ‫ْلُهاـ‬
‫َـ‬
‫َو‬ ‫ػب‬ َُ ‫َاكر‬ ‫وت‬
‫َُُدـمـلـاـ‬‫ُ ـبرَوَْلل‬ ‫َُِعْلاـ‬
‫ْْلا‬
‫يم‬،َ
‫ْـ‬ َ ‫ِدُه‬
‫شأـ‬ ‫ُـلَ ;فَأـ ـ‬‫ِاـ ـَّإـ ـولإـ‬
‫َه‬ ‫بملُاـ ـقلْاـ ـْللملِاـ‬
‫َـل‬ َْ ‫ي‬،‫شَأوـ ـ‬َِْ
‫َه‬‫َد‬ ‫َْ َِِّ َفْأـ ـ‬ ْ
ِِ ْ ُ
. ‫ْانديس‬ ‫ِِـ ـ‬
‫َو‬ َُْ‫ُْْؿوػػسر ـ ـ‬
‫ادمم َّانوم‬ ‫َصًَال ل‬
‫ََُا ـ ـ‬
‫ََه‬ ‫ُا‬‫ؽد‬ٍَ ‫ّْلاـ ـدعولاـ ـ‬ ‫يم‬
ِِِ ‫ٍِِسو لص ـ‬
ََََْْْ‫َمِهللا‬ َََ ‫ََو مل‬ ‫َلع ـؾراب‬ ‫ُى‬
‫ّدَيس ـ‬ َُ ‫صّأْوـ ـولآِىْلعوـ ـ‬
‫دممََان‬ َ ‫ّح‬ ‫جأـ ـَُوبا‬
َ ‫ي ٍع‬.َ
ِِ ِ ِِ
ََُْ ََْْ َُُُُْْْ َََْْ ََ ٍَ ُ ‫ػَػلٍاـ ـوَػػل‬ ٍ ُ‫ني ٍّدـَػ‬
‫ٍاـ ـدا‬
‫ْه‬‫ِل‬ ٍَ ََِِْ
...ََ‫ػتُاـَـ‬ ‫ػَق‬
َْ ‫َػ‬ ‫ٌلهاـ ـاوػ‬ ‫ْْرـ ـ‬
‫ُب‬
‫ػعلاـ ـ‬ َ‫ػ‬ ٌ ‫ْيملا‬ ،‫َبعاوـ ـ‬ ‫ػػ‬ ُْ‫ََد‬
ِ‫صلِهْو‬
ُُ‫ػ‬
ِْ‫يػ‬
ََ
‫ميلسـبلقب‬. ‫دػػعػبـ ـاػػَمأ‬،‫ػػبعـ ـاػػيػفـ ـ‬
‫يقيلا ـمكيتأي َّ ـحـ‬،‫ػػي ـَّ ;ـوػي ـ‬
‫ػػب َّو ؿام ـعف ن‬
‫لها ـىتا ـنم ـَّإ ـفو ن‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sudah
menjadi takdir Allah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan
dunia ini sebagai tempat ujian. Sudah menjadi ketentuan Allah
bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan manusia ini musuh-
musuh yang senantiasa
ٍ َِ ِِِ mencelakakan
ّْ ِ ِ dia.
ِ Baikّ ِِgolongan َjin
musuh dari
ُْ ََ
َََُْْ dari
maupun ُ
َُْgolongan manusia.
َ َ َ َُ َ ٍ
ّ ّ ََ
Allah Subhanahu waٍ Ta’ala berfirman: ً ٍ ًُُُ َِْْ َ ُْ
‫ضعػب إل ـ مهضعػب يحوي نلاو سنلا يطايش اودع ِبن لكل انلعج‬
‫ـاعنْلا) ا رورغـ ـؿوقلا ـ ـؼرخز‬: (ٕٔٔ ‫ْللذكو‬
“Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu
syaithan-syaithan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian mereka
91
membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu (manusia).” (Q.S. al-An’am: 112)
Syetan senantiasa bekerja sama untuk menipu manusia dengan
bujukan-bujukan dan rayuan-rayuannya agar manusia lupa kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, lupa dengan agama Allah Subhanahu wa
Ta’ala, dan sibuk dalam kemaksiatan-kemaksiatan sehingga menghadap
Allah Subhanahu wa Ta’ala mendapatkan malapetaka.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagaimana syetan jin dan syetan manusia telah bekerja sama untuk
mencelakakan kita, maka kita diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala untuk bekerja sama antarumat Islam untuk menyelamatkan diri kita
dan menyelamatkan nasib umat ini.

Gotong royong, bekerja sama َ ‫ِرلا‬


‫َ ىلْع‬ ‫َلاوْب‬
‫ػت‬
َ‫ى وق‬, bagaimana kita
bisa selamat, mendapat ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala, bebas dari
neraka Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan masuk ke dalam syurga Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Hal itu perlu ditumbuhkan dan dibina dalam setiap diri umat
Islam, sebab walaupun kita lemah, kalau kita bekerja sama, Allah
Subhanahu wa Ta’ala berjanji akan menolong kita. Kalau Allah
Subhanahu wa Ta’ala menolong kita, maka syetan jin dan syetan
manusia pun tidak akan bisa berbuat apa-apa.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kerja
sama dalam kebaikan adalah perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita
bukan hanya diperintahkan untuk menjadi orang yang baik saja, tetapi juga
diperintahkan supaya bekerja sama mewujudkan kebaikan. Bukan hanya
diperintahkan supaya ibadah saja, tetapi kita juga diperintahkan untuk

92
bekerja sama di dalam ibadah. Bukan hanya diperintahkan berdakwah saja,
tetapi kita juga diperintahkan untuk bekerja sama di dalam dakwah.
Kita bukan hanya diperintahkan bekerjasama dengan umat Islam
yang masih hidup, bahkan kita juga diperintahkan untuk bekerja sama
dengan umat Islam yang sudah mati sekalipun. Kepada orang-orang
yang sudah mati, kita diperintahkan untuk supaya mendo’akan:
ِِِّ ًِِِ ُُِْ ِ‫َُ انِوقِػ‬
َََ ّ ‫ََ رفغا‬ ‫َْا‬
‫َننْاوخلو اَنل‬ ‫بس نيذلا‬ ‫َاب‬‫عت َّو فاَل‬ َ ‫فل‬َِْ‫َلػق‬ ‫نيذلل لغْانبو‬
ٍ ‫رَُشلاََ)ُميٌحرِؼ‬:ِ‫انَػبر ٔ(ـٓـ‬
‫ٌوؤر ـلْنإـ ـانػبرـ ـاونمآ‬
“Ya Rabb Kami, ampunilah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah
beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya
Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang.” (Q.S. al-Hasyr:10)

Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan


umat Islam yang masih hidup di dunia ini, kita bekerja sama untuk
mengamalkan agama. Dengan umat Islam yang sudah mati, kita bekerja
sama dengan mereka dengan mendo’akan mereka.
Orang-orang yang telah mati itu pun juga akan mendo’akan kita.
Banyak hadits yang menjelaskan di antara mafhumnya, “Orang-orang yang
mati itu pun akan mendo’akan orang-orang yang hidup.” Hal itu terdapat
dalam hadits-hadits yang shahih.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nanti di
akhirat pun orang beriman akan bekerja sama:

‫لكل‬
ٌََ ‫ُِةعافُْشـ ـ‬
‫ِنٍمٍؤَّمـ ـ‬

93
“Setiap orang yang beriman akan saling memberikan syafa’at nanti di Hari
Kiamat.”
Siapakah mereka? Yaitu, mereka yang di dunia saling bekerja sama di
dalam mengamalkan agama. Maka, nanti di akhirat mereka juga bekerja
sama saling memberi syafa’at agar selamat dari adzab Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

)ٙٚ: ‫ػي ـءلخ ْلا‬


ٍِِ
‫مهضعِػب ـْذئ‬
َُّ ‫َػٍبل‬ َِِ
َْ‫ُم ْو‬ ‫ُـْْضع‬
‫ُع‬
‫َـود‬
‫ُ( ي َق َتملا ـَّإ‬
‫ؼرخزلا‬
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi
ٌ
sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. az-Zukhruf:
67)
Orang-orang yang selama di dunia tidak mau bekerja sama, maka tidak
tahu entah bagaimana nasib mereka di akhirat nanti. Maka, kerja sama
dalam menghidupkan agama ini adalah wajib untuk ditumbuhkan di dalam
hati setiap muslim.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita
tanya pada diri kita masing-masing, “Sudahkah kita ini mengamalkan
agama? Sudahkan kita bekerja sama untuk mengamalkan agama?

‫ِْْها‬
ََ ‫ُإؤوـ ـل‬ ‫ُـنِم ـمك‬
‫ْاي‬ ‫ِئافْلاـ‬‫ْيَز‬ ‫ُن‬
‫ملاـ ـ‬ ‫ََِخدا‬
َْ‫ُوْـين‬ ‫ػنل‬َََ
‫َ ْوـ ـا‬‫ِِاَْػيإ‬
‫ََـفِ ;ْمِك‬‫ِم‬
‫ْزـ‬َ‫ػ‬ ُ ِ‫ُـ ـي‬
َْ‫ػقْتملاـ ـةر‬ ‫َََػملا‬‫َْم‬
‫ين‬
ِ ِ ‫ػم لِها‬
ِ ِِ ِ ِِ‫ِاـ ـفاطي‬ ِ ََْ‫ِن‬‫ِـ‬ ِِ‫ْلعج‬
ْ َْ ‫ػِِشلاـ ـن‬
‫ػب‬ ْْ ْْ‫ميَجرػل‬،‫ُلهاـ ـمػَسبـ ـ‬ ‫ػلاـ ـ‬
ُ ‫حر‬ ‫ْاـ‬ُْ‫َر‬
‫ػل‬ ‫ميْح‬، ُْ‫ان‬
ِ ِِِ َُِ ُ ْ ٍِِ ُ‫ْوْملا يَصَلخْملا‬ ‫ينق‬.ِ‫ِأ‬
َْْْ ََََََ ََ َْ‫ذْو‬
َ‫ػع‬
‫َْْػػػػنمآ‬ ‫ِو‬‫ِا‬‫ُلمعو ـ ـ‬ ‫ػ‬َْ ‫ػ‬َ ْ ‫ػ‬ ‫َو‬
‫ػػػصلْا ـ ـا‬
َََْْ
ِْ ّ ‫ُلا‬ ِ ِِ ‫ػ‬
ْ‫ْصاوػتو ـ ـتا‬ ََ ‫ػ‬ََ‫ػ‬ َّْ‫او‬
‫ػػػلاـ ـَّإ ـ ـرػػػسٍخـ ـيػػػفل‬ ٍ ‫نيذ‬
‫بر‬.‫حارلاـ ـرػيخـ ـتنَأو ـمحراو ـرفغا ـبر ـلقو ـ‬ َ ‫ي‬. ‫فاػػػسنلاـ ـفإـ ـرػػػصعلاو‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
94
MENGHADAPI MASALAH DENGAN AMAL

ُ ‫ََُسل‬
‫ُا‬ ‫ِلََعـ ـ‬
‫َل‬ ‫مكي‬
َ ‫َوـ ـ‬ ‫ْـ ـةَحْر‬ ‫ْ ـلُها‬ ‫ََو‬‫ػب‬ ُ‫َاكَر‬ ‫وت‬
ََُُْ‫َاـ ـبرَُْْوِْللُدـمـَلـاـ‬ ‫ِيم‬
‫ُلاعْل‬ َ ُ‫َِفأـ ـده‬
،‫شأـ ـ‬ ‫ُاـ ـلْهاـ ـَّإـ ـوِلَإـ ـ‬
; َ‫َل‬ ‫َْلمل‬
‫َـ ـقلاـ ـْل‬
‫ْلا‬ ‫َِبم‬
‫ي‬،َ
‫شأْوـ ـ‬َّ‫ِدَه‬ ‫َْ َِفأـ ـ‬ ْ
ّْْ ََُ ًٍَََُُّ َ ََْ
ََََْ ‫ِل‬‫َل‬
‫ػع‬َّْ‫يْمًال‬.‫ُْـ ـ‬ ‫ُُهللا‬‫ػ‬ َ‫ُصـ ـم‬ ‫ػسوـ ـلػ‬ َْ‫َ مل‬ ٍَُ ّ
ٍ ‫ػممـ ـاػَّنوموـ ـانديػس‬ ُ ٍ َََْ ‫ٍَِِسََروـ ـهَدِػبعـ‬
‫ِْـَْاِِد‬ ‫َسَرأـ ـولََوػ‬ ‫ػ‬ ُ ‫ّـوَل‬ ‫ََاـ‬
‫حرـ ـله‬َ ‫ِْػ‬ ‫ٍة‬
ِِ ِ‫ِِولآ ىلعُو ـدُـممـانديسـ ـىلعْ ؾ‬
َُْ ََْ َُُُُْْْ. ‫َراَْبَو‬ َ َََ َ ‫صأوـ ـ‬َ ‫جَأـ ـوبٍاح‬ َ ‫َْ يُع‬
‫ٍْػل‬ ‫ػ‬ِ ‫ٍو‬ ِِ ‫ُِْ ُِْْ َ ْ ٌ ٌُ ني ٍّدـَػ‬
َََ ُ‫ػلَاـ ـ‬َ َ‫ػ‬
ََْ ََْ ْْ َ َُ
‫لهاـ ـدا‬...‫يملاػػعلاـ ـبرـ ـلهاـ ـاوػػػقػتاـ ـ‬،‫يػػصلِهودػػبعاوـ ـ‬
‫دػػعػبـ ـاػػَمأ‬،‫ػػبعـ ـاػػيػفـ ـ‬
.‫يقيلا ـمكيتأي َّ ـحـ‬،‫ػػيَّـ;ـوػي ـ‬
‫ػػب َّو ؿام ـعف ن‬
‫ميلسـبلقب لها ـىتا ـنم ـَّإ ـفو ن‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seluruh
manusia di dunia kalau masih berpikir waras, mereka harus merasakan
bahwa sebentar lagi dia akan menghadapi masalah-masalah yang tidak
diketahui seperti apa dan bagaimana pula cara menyelesaikannya.
Anak kecil, kalau dia mau berpikir, maka dia pasti akan bergetar
hatinya, “Nanti kalau saya besar, apa yang akan terjadi?” Anak muda pasti
dia juga berpikir, “Nanti kalau saya tua, apa yang akan terjadi?”
Bahkan setiap hari, setiap jam, manusia senantiasa dikhawatirkan oleh
masalah-masalah. Masalah tersebut mungkin terjadi pada dirinya, mungkin
terjadi pada keluarganya, mungkin terjadi pada ekonominya, atau mungkin
terjadi pada kesehatannya.
Ada berjuta-juta masalah yang mungkin terjadi. Masalah pada diri
kita. Masalah pada keluarga kita. Masalah pada negara kita. Masalah pada
segala sesuatu yang ada di dunia ini.

95
Untuk menghadapi masalah-masalah yang akan datang, yang gelap
gulita, tidak ada yang tahu dari mana arahnya, dan bagaimana
menyelesaikannya, maka setiap manusia menyiapkan cara mereka masing-
masing. Ada yang menyiapkan ekonomi untuk menghadapi masa yang
akan datang. Kemudian ada yang menyiapkan teknologi untuk
menghadapi masa yang akan datang. Ada yang menyiapkan partai-partai
untuk menghadapi masa yang akan datang. Akan tetapi, dalam semua
itu tidak ada jaminan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang akan
terjadi . Yang ada jaminannya hanya satu, yaitu kalau kita hidup
berbekal
ِ wa Ta’alaِ.
takwa kepada Allah Subhanahu ِ
ُ َََْ ََُْ ًْ َُُُْْ َْ َََْ َ َ َ
(ٖ-ٕ :‫)ؽلطال‬ ‫ بستيََّثيحـ ـنمـ ـوقزرػيوـ ـاجرِول لعي ـوللا ـقتػي ـنمو‬Barangsiapa
takwa, betul-betul taat kepada Allah, punya hubungan
baik kepada Allah, biarpun datang seribu masalah kepada dirinya, semua
akan diselesaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mungkin saja akan terjadi masalah-masalah dari segala arah. Akan
tetapi kalau dia takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, akhirnya yang
akan terjadi adalah kebaikan. ِِِ
َ َََُُْْ
(ٕٔٚ : ‫)ؼارعْلا‬ ‫يقتملل ةبقاعلاو‬
“Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S.
al-A’raf: 127)
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Masa
depan kita hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tahu. Masa depan kita
hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang bisa menyelesaikan masalah-
masalahnya.
Maka, pada Hari Jum’at yang mulia ini, coba kita semua berpikir.
Apa yang akan terjadi setahun lagi, sepuluh tahun lagi? Apa yang akan

96
terjadi ketika kita sudah tua? Apa yang akan terjadi setelah kita mati? Apa
yang akan terjadi setelah Hari Kiamat? Maka orang yang berpikir, hatinya
gemetar, kemudian berdo’a dengan tulus ikhlas.

... ‫ََان‬
‫ـ ـ‬.َ
..َ‫ََـ‬
‫انػبر ـاي‬
‫“ ػبر ـاي‬Wahai Tuhan Kami… yang mengetahui masa lalu dan masa
yang akan datang. Tolonglah kami terhadap masalah-masalah kami yang
akan kami hadapi. Hanya Engkau yang bisa menolong kami.”
Maka, orang-orang yang memikirkan dirinya, dia berkata, “Shalat
itu penting, supaya Allah menolong kita di masa-masa yang akan datang.
Wirid itu penting, supaya Allah tolong kita di masa-masa yang akan
datang.”
Barangsiapa yang selepas Hari Jum’at membaca Surat al-Ikhlas, Surat
al-Falaq, dan Surat an-Nas tujuh kali, maka dalam waktu seminggu itu
masa depan dia akan dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Barangsiapa yang pada waktu pagi hari membaca:
ٌِِِِْْ ََُُ ِِ
‫ؿ َوََسْْر مـكءـاـَُجـ دقل‬
ٌَ ٌ ‫ََم‬ َ‫َُتنع اـمـ ويلع زيزع مكسْفن‬
‫ْْأَُ ن‬ ‫ْح م‬‫ّر‬
‫ُ مكيلع صي‬
‫ْؤملاب‬ ‫َنم‬
‫ي‬
ِِ
َ ‫ْ فُُْإ‬
‫َََُميََحر‬
‫ف‬ َََُ ‫َو‬
‫ػت‬ ‫ََُلقِػف او‬
‫َل‬ ِ‫ََى َّإ ولإ َل وللا بِسح‬
ٌََْْ ْ ‫ٌ تلكوػت ويلٍعْ و‬ ‫برُوىو‬
‫ؼوؤر‬ ِ ََْْ ِْ
‫ميِعلا ـشرعلا‬
sebanyak tujuh kali, maka sampai waktu sore dia akan dijaga oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau waktu sore dia membaca tujuh kali,
maka dia akan dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai waktu pagi.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau
orang itu ingin selamat, maka wirid itu penting. Namun, kalau orang itu
nasibnya nasib buruk, maka dia tidak akan mau wiridan. Disuruh wiridan
perasaannya malah mau lari ke sana, mau lari kesini.

97
Sebetulnya bukan mau lari ke sana, mau lari ke sini, tetapi sebetulnya
kamu ditipu oleh syetan supaya kamu tidak masuk dalam benteng
keselamatan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga hidup kamu jadi
bulan-bulanan, tidak karu-karuan.
Bagi orang yang memikirkan keselamatan dirinya, sedekah itu
penting, karena sedekah itu adalah penolak bala’. Bagi orang yang
memikirkan keselamatan dirinya, do’a itu penting, karena do’a itu akan
penolak bala’ baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi. Bagi orang
yang memikirkan keselamatan dirinya, amal agama itu penting, dengan
amal agama Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjaga masa depan kita.
Ada orang sudah tua usianya, tetapi hidupnya betul-betul menderita,
sangat hina di dunia ini.
Maka, ada seorang ulama’ bertanya, “Hai, saudaraku, kamu tahu, apa
sebabnya kok kamu sekarang menjadi orang yang hina begini?”
“Tidak tahu…”
“Sebabnya, ketika kamu muda, kamu tidak menjaga agama, tidak
menghormati agama. Maka, ketika kamu tua, Allah Subhanahu wa Ta’ala
menjadikan kamu seperti ini. Seumpama waktu muda kamu menjaga
agama, memuliakan agama, maka saat kamu tua, saat kamu lemah, pasti
Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan kamu.”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ada
masalah yang lebih besar lagi, ada musibah yang lebih besar lagi, yaitu
kematian. Kita telah mendengar terjadi musibah di mana-mana. Gunung
meletus, banjir, gempa bumi, tabrakan, sakit ini, sakit itu. Ketahuilah!
Akan datang musibah dunia yang pasti menimpa kita semua, yaitu
Kematian.

98
Ketika kematian itu terjadi, maka tidak tersisa dunia kita, bahkan satu
kerikil pun tidak akan tersisa. Ketika kematian itu terjadi, jabatan apapun
tidak akan tersisa
Kalau ada orang dipecat dari jabatannya, maka seolah-olah itu
musibah. Padahal semua orang akan mati, semua akan dipecat.
Kalau ada orang sakit, buntung tangannya, buntung kakinya,
maka alangkah besar musibahnya. Padahal kalau kamu nanti mati,
semuanya akan menjadi buntung.
Semua akan menghadapi musibah itu. Setelah itu akan ada musibah
yang lebih besar lagi kalau kita tidak mau mengamalkan agama, yaitu
tinggal di dalam neraka yang selama-lamanya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
musibah-musibah kecil yang didatangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala di
dunia ini sebetulnya untuk mengingatkan kita. Itu semua sebetulnya
bukanlah hukuman, hanya peringatan saja.
ِِ ِ
( ٕٔ :‫ََلو )ةدجسـال‬ ََُْ‫ََم ـم ْه‬
‫ػنُقُيذن‬ َََْ‫ِِدْلا ـ‬
‫ِا ـن‬
‫باذعل‬ ‫َُباذعلا ـْْفوََد نى‬
‫ََػي ـمهلعل بُْركْلاـ ـ‬
‫َ فوعجر‬
“Dan
Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang dekat
(di dunia) sebelum adzab yang lebih besar (di akhirat). Mudah-
mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. as-Sajdah: 21)
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hari-
hari musibah-musibah datang kepada diri kita, keluarga kita, tetangga-
tetangga kita. Itu semua adalah untuk mengingatkan kita. “Kamu masih
ada kesempatan untuk bertaubat. Ada kesempatan untuk memperbaiki
amal, supaya kamu di dunia ini dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan masa depan yang selama-lamanya di akhirat juga diselamatkan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

99
Maka, Hari Jum’at yang mulia ini adalah hari untuk memperbaharui
semangat kita. Untuk berdo’a, untuk beramal, untuk bertaubat, dan untuk
perbaikan-perbaikan lainnya. Barangkali Hari Jum’at yang akan datang kita
sudah tidak di sini lagi.
Banyak teman-teman kita yang Jum’at kemarin masih ikut Jum’atan,
tetapi sekarang sudah dipanggil oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semua
orang tahu perkara ini. Sekarang kita yang Jum’atan ini, apakah Jum’at
yang akan datang kita masih dikasih kesempatan lagi? Kita tidak tahu.
Maka, buatlah Jum’at yang mulia ini, hari yang sebaik-baiknya.
Para Ulama’ mengatakan, “Barangsiapa menjaga amalan Ramadhan,
maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjaga amalannya selama setahun.
Barangsiapa menjaga amalan pada Hari Jum’at, maka Allah Subhanahu
wa Ta’ala akan menjaga amalannya di dalam tujuh hari yang akan datang.”

‫ِْْها‬
ََ ‫ُإؤوـ ـل‬ ‫ََُـنِم ـمك‬
‫ْاي‬ ‫ِئافْلاـ‬‫ْيَز‬ ‫ُن‬
‫ملاـ ـ‬ ‫ػنلِخدا‬
َْ‫ُوْـين‬ َََ‫َ ْوـ ـا‬‫ِِاَْػيإ‬
‫ََـفِ ;ْمِك‬‫ِم‬
‫ْزـ‬َ‫ػ‬ ُ ِ‫ُـ ـي‬
َْ‫ػقْتملاـ ـةر‬ ‫َََػملا‬‫َْم‬
‫ين‬
ِ ِِِِ ِ ‫ػم لِها‬
ِِ ِِ ِ ِ َ ْ‫ِن‬‫ِـ‬ ِِ‫ْلعج‬
‫ػب‬
ْْْ ََْ ‫ػشلاـ ـن‬ ْْ ‫ميَجرػلاـ ـفاطي‬،‫ُلهاـ ـمػَسبـ ـ‬ ‫ػلاـ ـ‬
ُ ‫حر‬ ‫ْاـ‬ُْ‫َر‬
‫ػل‬ ‫ميْح‬، ُْ‫ان‬
ِ ِِِ َُِ ُ ْ ٍِِ ُ‫ْوْملا يَصَلخْملا‬ ‫ينق‬.ِ‫ِأ‬
َْْْ ََََََ ََ َْ‫ذْو‬
َ‫ػع‬
‫َْػػػػنمآ‬ ‫ِو‬‫ِا‬‫ُلمعو ـ ـ‬ ‫ػ‬َْ ‫ػ‬َ ْ ‫ػ‬ ‫َو‬
‫ػػػصلْا ـ ـا‬
َََْْ
ِْ ّ ‫ُلا‬ ِْ ‫ِِاو‬
ْ‫ػتو ـ ـتا‬ ‫ْص‬‫ػ‬ََ ‫ػ‬ََ‫ػ‬ َّْ‫او‬
‫ػػػلاـ ـَّإ ـ ـرػػػسٍخـ ـيػػػفل‬ ٍ ‫نيذ‬
‫بر‬.‫حارلاـ ـرػيخـ ـتنَأو ـمحراو ـرفغا ـبر ـلقو ـ‬ َ ‫ي‬. ‫فاػػػسنلاـ ـفإـ ـرػػػصعلاو‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
100
‫‪MEMUPUK RASA CINTA‬‬

‫)‪(Untuk Bulan Rajab‬‬ ‫وتاكر‬


‫ِ‬
‫َُُُ‬‫َا‬‫َل‬‫َْمكيلعـَـلََس‬ ‫ُةَْحرو ـ‬ ‫ََه‬
‫ْاـ ـ‬ ‫ُو ـل‬
‫ػب‬ ‫ََ‬
‫ُِْ َََُُْ‬ ‫َُ‬ ‫َ ْْ‬ ‫َْ َِِّ َََِْْ َُْ ْ ََِِ ُ ُِ ْ‬ ‫ْ‬
‫شأـ ـ‪،‬يملاعلاـ ـبر ولل دـمـلـاـ‬ ‫شأوـ ـ‪،‬يبملاـ ـقلاـ ـْللملاـ ـلهاـ ـَّإـ ـولإـ ـلَ ;َفأـ ـده َ‬
‫َفأـ ـده َ‬
‫ُ ِِْْ َِِ‬
‫ْ‬
‫ادمم انَّوموـ ـانديس‬ ‫ْْـُؿوػػسر ـ ـَ ُ‬ ‫ََُا ـ‬
‫صلاََله‬‫َاًَ‬ ‫ؽد‬‫‪.‬يّم ْلاـ ـدعولاـ ـٍَُ‬
‫ِِِ‬ ‫ّ َ ُ ََ ٍِِ‬
‫ِلا ‪ََََْْْ.‬‬ ‫َ‬ ‫ََ‬ ‫َ‬
‫دمم انديس ـىلع ـؾرابو ملسو ل ص ـمهل‬‫َ‬ ‫ََ‬ ‫َ‬ ‫َ ٍ َُّ ّْ ِْ‬
‫صأوـ ـولآ ىلعو ـ ـ ُ‬ ‫جأـ ـوباح َ‬ ‫يع َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ْ‬ ‫ِِ‬ ‫ٍ‬
‫ػَػلاـ ـوػػل ُ ٍَ َََ ََََْ َُُُُْْْ ََْ َُْ‬ ‫ػُ ٍ‬‫نيّدٍـَْ‬
‫ََْ ٍَُ ٍَََِ‬ ‫َِِ‬ ‫ْيملا ٌ‬ ‫ُِْ ِْ‬
‫ْهاـ ـدا‬
‫ػق َػتاـ ـ‪...‬ل‬ ‫َػ ََْ‬ ‫ٌـلهاـ ـاوػ‬ ‫ُـب‬
‫ْْرـ‬ ‫ػعلاـ‬ ‫ػَ‬ ‫َبعاوـ ـ‪،‬‬ ‫ػػ‬ ‫َدُْ‬ ‫ُِهو‬‫يػػصل‬
‫ػػبعـ ـاػػيػفـ ـ‪،‬دػػعػبـ ـاػػَمأ ‪.‬ميلسـبلقب‬
‫ػػي ـَّ ;ـوػي ـ‪،‬يقيلا ـمكيتأي َّ ـحـ‬
‫ػػب َّو ؿام ـعف ن‬
‫‪ Hadirin‬لها ـىتا ـنم ـَّإ ـفو ن‬
‫‪yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tanpa terasa, telah‬‬
‫‪datang bulan Rajab yang mulia, bahkan hampir meninggalkan kita. Bulan‬‬
‫‪ِِِRajab adalah‬‬ ‫‪ِbulan‬‬ ‫ْ‬ ‫ِ َ ِ‬
‫‪َ َََ َُtermasuk‬‬ ‫َْ‬ ‫‪َ yang‬‬ ‫‪ًَََْmulia,‬‬
‫‪َََ termasuk‬‬ ‫‪Asyhurul Hurum‬‬ ‫‪,‬‬
‫ِ‪bulan-bulan‬‬ ‫ِِْ‬
‫‪َََُُُُ yang‬‬ ‫‪ِ palingَmulia‬‬ ‫‪ّْsetelah Ramadhan.‬‬ ‫‪ٌٌََََُDalam‬‬ ‫‪ِْnash‬‬ ‫‪َal-‬‬
‫َ‬
‫‪Qur’an:‬‬
‫ْ‬ ‫َُُ‬ ‫َ‬ ‫ْْ‬ ‫َ‬
‫ٍ َ‬
‫ف ارهش رشـ ع انػثا ول لا دن ع روهشـ لا ةدع‬ ‫تاوامس ـلا قلخ ـ وػي ول لا ب اتكـ ِ‬
‫فإ (ٖ‪: ٙ‬ةبـ وتلا) مكسـ فَنأ ـنهيف ا ومـ ـ ْلت ـلف ـميقلا ـنيٍّدلا ـْللـ ذ ـ رحـ ـةعػبَرأـ ـاهػنمـ ـضرْلاو‬
‫‪“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas‬‬
‫‪bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan‬‬
‫‪bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang‬‬
‫‪lurus. Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang‬‬
‫)‪empat itu.” (Q.S. at-Taubah: 36‬‬
101
Dalam bulan Rajab ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berpesan khusus,
“Jangan sampai kamu menzhalimi diri kamu sendiri.” Apakah maksudnya?
Para Ulama’ berkata, “Asyhurul Hurum, termasuk bulan Rajab ini, adalah
bulan yang penuh dengan berkah. Pahala dilipatgandakan. Jangan sampai
kamu menzhalimi kamu sendiri, dengan malas berbuat kebaikan di dalam
bulan yang mulia ini sehingga kamu menjadi orang yang rugi.”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam
bulan Rajab ini telah terjadi suatu kejadian yang sangat besar, yaitu
kejadian Isra’ dan Mi’raj Yang Mulia Nabi Agung Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Kejadian besar ini pantas diperingati, direnungi, dan
diambil pelajarannya oleh kita. Memperingati kejadian-kejadian besar
adalah perintah al-Qur’an.

‫ِو‬
‫ِركذ‬ ‫ِـ‬
‫َمى‬
(٘ : ‫)ميىاربإ‬ ‫ّْللا‬
‫ُـ ـْـايأبـ‬ ‫ََو‬
“Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah”. (Q.S. Ibrahim : 5)
ٍ
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Baginda Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, “Ingatkanlah umatmu mengenai hari-hari besar, yaitu
hari datangnya pertolongan Allah kepada umat-umat terdahulu.”
Memperingati kejadian-kejadian besar adalah perintah Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Hal itu merupakan perkara penting yang harus
direnungi betul-betul. Isra’ dan Mi’raj ini adalah kemuliaan yang luar biasa
yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada yang mulia
Nabi kita, Nabi Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Kemuliaan tersebut belum pernah diberikan kepada Nabi mana pun
sebelumnya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Isra’ dan
Mi’raj ini seolah-olah memberi tahu kepada kita bahwa Baginda

102
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini adalah Sayyidul Anbiya’, pimpinan
Para Nabi ‘Alaihimussalam, semulia-mulianya makhluk di sisi
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah semulia-
mulianya Nabi, maka umat Beliau pun menjadi semulia-mulianya umat.
Dengan berkahnya kemuliaan Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
kita menjadi ikut mulia pula.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagian ulama’ memberi tahu kepada kita bahwa kita disuruh merenungi
betul mengenai urutan-urutan kejadian yang dialami oleh Baginda
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berjuang di Makkah,
mendakwahkan agama habis-habisan. Mendapatkan tantangan dari segala
arah. Kemudian Beliau pergi ke Thaif. Ternyata tantangan di sana lebih
besar lagi.
Dalam suatu riwayat, Baginda Nabi Agung Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam berkata, “Saya belum pernah menghadapi tantangan yang
lebih berat melebihi tantangan di Thaif.” Maka, sepulang dari Thaif itulah
peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi.
Para Ulama’ mengatakan, kejadian Isra’ dan Mi’raj ini seolah-olah
merupakan hadiah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Yang Mulia
Nabi Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, karena Beliau telah
berjuang habis-habisan mendakwahkan agama ini. Seolah-olah
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi tahu kepada Nabi-Nya, “Kamu di
bumi, ditolak di mana-mana, tetapi di langit, seluruh penduduknya
menyambut kamu. Orang-orang biasa, orang Makkah, orang Thaif,
menolak Engkau, tetapi Para Nabi dan Para Rasul, semua bermakmum

103
kepada Engkau di langit. Maka, janganlah sedih, wahai Nabi-Ku, wahai
Rasul-Ku.”
Begitulah di antara maksud Isra’ dan Mi’raj.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Isra’ dan
Mi’raj ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa sejauh mana orang itu
bersusah payah untuk mendapat ridho Allah, maka sejauh itu pula
derajatnya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam Isra’ dan Mi’raj itu Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam ditampakkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala keadaan-keadaan
negeri akhirat. Keadaan syurga dan keadaan neraka. Nasib orang-orang
yang menentang Beliau dan nasib orang-orang yang mengikuti jejak Beliau
juga ditampakkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Beliau.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal itu
semua adalah pelajaran buat kita supaya kita sabar dan tabah menghadapi
perjuangan agama ini. Maka, senantiasa kita pandang negeri akhirat. Kita
pandang apa saja yang telah disiapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
berupa nikmat-nikmat yang besar untuk orang-orang yang mencari
ridho Allah di syurga sana.
Hal itu juga termasuk cara supaya kita tidak tergiur oleh keadaan-
keadaan orang-orang kafir. Bagaimanapun keadaan mereka di dunia ini,
kalau kita melihat akhirat, maka kita semestinya kasihan kepada mereka.
Betul-betul mengerikan keadaan mereka di akhirat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada
waktu Isra’ dan Mi’raj ini, Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berziarah ke kubur-kubur Para Nabi ‘Alaihimussalam dalam perjalanan dari
Makkah menuju Masjidil Aqsha. Beliau juga berziarah kepada kubur
Sayyidah Asiyah, istri Fir’aun, yang syahid karena membela agama. Para

104
Ulama’ mengatakan bahwa hal itu merupakan pelajaran penting, karena hal
itu menunjukkan bahwa safar untuk ziarah kubur itu disyari’atkan dalam
agama ini.
Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Sayyidul Anbiya’, pun
ziarah kubur ketika dalam keadaan safar yang sangat jauh, yaitu di Mesir
sana. Ketika berangkat ke Masjidil Aqsha, Beliau tidak langsung menuju ke
sana. Beliau mampir dulu untuk menziarahi kubur-kubur yang telah
diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ziarah Beliau ini adalah sekaligus untuk menghargai orang-orang
yang telah berkorban karena agama. Sehingga walaupun sudah mati,
Sayyidul Anbiya’ pun berziarah ke kubur mereka.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ringkasnya, kita mesti bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
karena telah menjadikan kita sebagai umat Baginda Yang Mulia Nabi
Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka, sudah sepantasnya
kita mencintai Beliau, senantiasa bershalawat kepada Beliau, mencintai
sunnah-sunnah Beliau, mencintai perjuangan Beliau, dan mencintai umat
Beliau.
Sayyidina Umar Radhiallahu ‘Anhu berkata, “Amalan apapun
bagaimanapun besarnya, kalau tidak ada kecintaan yang sebenar-
benarnya kepada Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam, maka tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mari
tanamkan dalam hati kita kecintaan kepada Baginda Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Tanamkan kecintaan kepada sunnah-sunnah Beliau.
Tanamkan kecintaan kepada umat Beliau. Tanamkan kecintaan dengan apa

105
saja yang ada kaitannya dengan Beliau. Hal tersebut tersebut akan
menaikkan derajat kita di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ada dejarat sebab iman. Ada derajat sebab ilmu:

(ٔ :‫)ةلدَّاا‬ ‫ََفِرٍِػي‬
‫ََع‬
‫َاَـ‬ ‫ِِمـ ـاونم‬
‫ُآ نْيذل‬
‫ُْاـَولَل‬ ‫ُُوأـ ـنيذلاْْو ـمكن‬ ‫َِتـاجر‬
‫ُـد ملعلاـ ـاوت‬
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Q.S. al-
Mujadillah: 11)
Kemudian ada derajat sebab amal. Ada pula derajat sebab kecintaan.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sayyidina Anas Radhiallahu ‘Anhu berkata, “Aku tidak bisa beramal seperti
Nabi, aku tidak bisa beramal seperti Abu Bakar, aku tidak bisa beramal
seperti Umar. Namun, aku mencintai mereka. Aku berharap bisa
berkumpul bersama mereka di syurga kelak.”

( ‫)ملسمو يراخبال هاور‬ . َ‫ُعم ـ ـءرمْلَا ـ ـرََشي‬ ‫ْنَم‬


‫ْـ ـ‬ ‫ََُحأ ـ ـ‬
‫ُْ ب‬
“Seseorang akan dikumpulkan oleh Allah bersama dengan orang yang dia
cintai.” (HR. Bukhari – Muslim)
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita ini
lemah, tetapi jangan sampai cinta kita lemah, karena cinta kita ini akan
meningkatkan derajat kita di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Walaupun
kita ini orang bawah, orang lemah, tetapi karena kecintaan kita kepada Para
Nabi ‘Alaihimussalam, kecintaan kepada Para Shahabat Radhiallahu
‘Anhum, kecintaan dengan orang-orang shalih, maka kita pun akan
dikumpulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bersama mereka. ‫ينمؤػملاـ ـي‬
ِ ْْ ِ ِ ِِ ََََْ َ َِِِْ ْ ْ
‫ُُاْانلعْْج‬
ََ ‫ُل‬
‫ْاـ ـ‬
‫َنمـ ـمكايإوـ ـله‬ ‫ْئاف‬
‫ْْـنيز‬
‫ملاـ‬ ‫َـفِ ;ِمكاػيإوـ ـاػنلخ‬
َُ‫َ َداََوـ ـيُن‬ ‫ػقتملاـ ـةرػمْزـ‬ ُ ََ
ِِِِِِِِْْ ْ
ْ ‫ِها‬ ِِ ِِِ ِِ‫مي‬،‫ُ ـلهاـ ـمػسبـ ـ‬ َ ‫ميحرْْػلاـ ـن‬، ْ
‫ػب‬ ‫ََ ل‬
‫ػم‬َ ‫ػشلاـ ـن‬ ْْْ‫َجرػلاـ ـفاطي‬ َُُ ‫ػلاـ‬ ُْ ‫حر‬
‫ينقوملا يصلخملا‬. ‫ذوػَعأ‬

106
‫ػػنْْمآ‬ ‫ػِ‬ ‫ُمعو ـ ـاو ِِِ‬
‫ِل‬ ‫ػتَو ـ ـتالاُ ٍِِِ‬
‫ََػََََََ ْ‬
‫ََ‬ ‫ػ‬ ‫ُػَ‬ ‫ْاوػ‬ ‫ػػػصلا ـ ـ‬ ‫ْاو َ ْ‬ ‫ْػػْص‬‫ْػ‬ ‫او‬
‫ِِ‬ ‫ػََفل‬ ‫ِ‬ ‫ػَ ِِ ِ‬ ‫ّْ‬
‫ْ َ ََُْ َْْ‬ ‫ػْ‬
‫َََْ‬ ‫ػػػسّخـ ـيْػ ْ‬
‫ػلاـ ـَّإ ـ ـر َُْ‬ ‫ػَ‬ ‫نيذ‬
‫حارلاـ ـرػيخـ ـتنَأو ـمحراو ـرفغا ـبر ـلقو ـ‪.‬بر‬
‫ػػػصعلاو ‪.‬ي َ‬‫ٍ‬ ‫ػػػسنلاـ ـفإـ ـر‬
‫فا ٍ‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
107
‫‪PERINGATAN ISRA’ MI’RAJ‬‬

‫ُ‬‫ُُا‬
‫ََسل‬
‫َل‬‫ِيلََعـ ـ‬
‫ْ ـةَحْرَوـ ـمكَ‬ ‫ْـلُهاـ‬‫ََوـ‬‫ػب‬ ‫َُ‬ ‫َاكر‬ ‫وت‬
‫ُُْْمِؤ‬‫ِِِو ـِوػب ـ‬ ‫ػكوََُ ََُُت ِ‬ ‫ِِ‬ ‫رورْ‬
‫َُْن‬ ‫ػػن‬ ‫ُ‬ ‫ُلََْْ ََََُ ْْْ‬ ‫ػيلع ـ‬ ‫َ‬ ‫ََ‬ ‫ػػ‬
‫َ‬ ‫‪.‬و‬ ‫ـ‬
‫ُْ‬ ‫و‬‫ن‬ ‫ػ‬ ‫ْع‬ ‫ُ ـذوػ‬ ‫ػش ـنػم ـوػب‬ ‫َ‬
‫ِِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ػتِِػ َْسنو ـ‬ ‫ػػنو ـهرفغّ ِ‬
‫ػػػملْا ـ ـُْفإََََُ َ َ‬ ‫َونػيعتْػسن ـوػلل د َََََ ْ‬
‫ََُُْْ‬ ‫َ‬ ‫ُْ‬
‫ََِ‬
‫يس‬‫َََُّم ـ‪.‬انلََامَْعأ ـتََائَََ‬
‫ف لهْْا ـََُهدهػي ـُن‬ ‫ػمو ـوػل ِلضم ـَلَََُُْْ‬ ‫ِِ‬
‫ىداػى ـلػْفـ ـ ٍو لػضي ـن ُ‬
‫ول َُ ٍُ ََ ٍِِِ‬ ‫ْْأـ ـدهِْ‬ ‫ّفَ‬
‫ََََ‬‫شأَُوـ ـََّ ََ َ َ‬ ‫ػػ َ‬ ‫ّانديسـ ـ‬ ‫ػػيبنَو ـاػنَُّوَُمًٍُوـ ـ‬
‫نمو انسفْػَنأ ا نُُ‬
‫ػػآل‬ ‫ََأِ‪،‬ول وػ ٍ‬ ‫َِ َ‬
‫ش‬ ‫ػ‬‫ػٍْ‬ ‫َِِده ِ‬ ‫ُهاـ ـَّإ ـ ـو ٍِ‬ ‫ِِْح‬ ‫ْليرْشـ ـَّ;;هد ِِ‬
‫ْلإَ لَ;;فَأـ ـ ْْ‬ ‫َل‬
‫َوـ ـ‬ ‫ػػ‬ ‫َ ََ‬
‫ػَػػب‬ ‫ْع ـ ـ ِ‬ ‫ػِِِػس ـ ـىُُ ِ‬
‫ؾرْاَُْ‬ ‫ػػػلُ ُْ‬ ‫ػممـ ـانََديََػَُُ َ‬ ‫َػػ َُ‬ ‫ػلعوـ ـد‬
‫ػَ‬ ‫ىػُْ‬
‫وـ ـملػػػسوـ ـلػػػصـ ـمػػػهللاـ ـ‪.‬ولوػػػسروـ ـهدػ‬
‫صأو‬
‫مم ‪.‬ةمايقلا ـ ـوػيـ ـلإ فاسحإب ملَيعباتلاو ـوباح َ‬
‫ػػػػبع ـ ـادػػ ُ‬
‫فوملسمـ ـمتػَنأوـَّـإـ ـنتوَـ َّو ـوتاقػت قح لها ـاوقػتا ـ‪...‬لها ـدابع ـايػف ‪.‬‬
‫‪، Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa‬دعػبـ ـامَأ‬
‫‪Ta’ala. Pada‬‬
‫‪ِِ ِ ِbulanٍَّْ Rajab yang‬‬
‫‪akhir‬‬
‫ْْ‬ ‫ِِ‬
‫َ‬ ‫‪ِْ ini, pantaslahًَkita‬‬
‫‪mulia‬‬
‫َ‬ ‫‪ِmemperingati kejadian‬‬
‫ََ‬ ‫ْْ‬‫ََ‬ ‫َ‬ ‫َُ‬ ‫ْْ‬‫ْ‬
‫‪besar, Isra’ dan Mi’raj YangََMulia Nabi Agung Muhammad‬‬ ‫‪ْ Shallallahu‬‬
‫َ‬
‫‪‘Alaihi wa Sallam. Kejadian iniِِdiceritakan‬‬ ‫ِِ‬ ‫ْ َِ‬
‫ُُُِ‬
‫‪ُ َْ ََََُ َlangsung‬‬‫‪ُ ََُ di dalamِ al-Qur’an,‬‬
‫َ ْ‬
‫‪dibesar-besarkan langsung oleh Penciptanya, Allah Jalla Jalaaluhu.‬‬
‫‪Begitu pentingnya kejadian ini, sehingga di dalam al-Qur’an ada‬‬
‫‪Surat Isra’:‬‬

‫ٔ( ‪:‬ءارسلا)‬ ‫يذلا ىصقْلا دجسملا لـإـ ـارـلـاـ دجسملا نم ليل هدبعب ىرَسأ يذلا فاحبس‬
‫ْيصبلا ـعيمسلا ـوى ـونإ انتايآ نم ـويرنل ـولوح ـانكراب‬
‫‪“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu‬‬
malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda

108
(kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Q.S. al-Isra’ :1)

Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Baginda


Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ceritanya telah mendakwahkan agama
dengan penuh pengorbanan siang dan malam di Makkah al-
Mukarramah. Akan tetapi, tanggapan orang-orang Makkah begitu berat.
Hanya sedikit saja yang mau menerima dakwah Beliau. Maka, Beliau pun
pergi ke Thaif. Beliau berharap orang-orang Thaif menyambut Beliau
dengan sambutan yang lebih baik. Namun, ternyata orang-orang
Thaif ini lebih keras sambutannya melebihi orang Makkah.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun,
bukan berarti perjalanan Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di
Thaif ini gagal. Kesusahan-kesusahan dalam agama bukan menunjukkan
kegagalan. Kesusahan itu kalau untuk meraih ridho Allah justru itulah
kemuliaan.
Maka, sepulang dari Thaif, Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam tidur di Masjidil Haram. Tiba-tiba Beliau mendapat panggilan
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu Isra’ dan Mi’raj. Perjalanan Isra’
dan Mi’raj ini salah satu hikmahnya adalah untuk menggembirakan
hati Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Peristiwa ini pun
untuk memberikan pelajaran kepada umat bahwa susah payah untuk
agama, susah payah untuk dakwah agama bukan semestinya
disesali, tapi justru semestinya disyukuri.
Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bukan jalan sendiri, tetapi
dijalankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada waktu malam dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang penuh dengan berkah. Dalam

109
perjalanan ini macam-macam hal telah ditampakkan oleh Allah
dijalankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Baginda Nabi.
Dalam perjalanan itu Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
singgah di Baitul Lahm, tempat di mana dulu Nabi Isa ’Alaihissalam
dilahirkan. Hal itu seolah-olah Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan
pelajaran kepada Nabi-Nya, “Lihat itu ‘Isa! yang diburu-buru oleh
kaumnya, tetapi akhirnya diangkat oleh Allah ke langit. Dia disusahkan
oleh manusia, tetapi dia tidak menjadi hina, malahan mulia!”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada
waktu itu Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga ziarah ke
kuburan wangi. Ada suatu tempat yang begitu wangi sekali.
Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya, “Apa ini?”
“Ini kuburan seorang wanita yang telah berkorban untuk agama,
yaitu istri Fir’aun, Asiyah.” Maka, Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam pun berziarah ke sana dan shalat dua raka’at di sana.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal itu
menjadi pelajaran bagi Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa
pejuang-pejuang tidak akan disia-siakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,
tidak akan dihinakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kemudian Beliau dinaikkan ke langit. Seluruh Para Nabi dan Para
Rasul ‘Alaihimussalam ada di langit. --Perlu kita renungi bahwasanya Para
Nabi dan Para Rasul ’Alaihimussalam itu hidup di sana, di alam yang hanya
diketahui Allah-- Di sana ada Nabiyullah Idris ‘Alaihissalam di sana ada
Nabiyullah Musa ‘Alaihissalam, di sana ada Nabi-Nabi yang lain. Di langit
ketujuh ada Nabiyullah Ibrahim ’Alaihissalam. Pada waktu itu Baginda
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga berjumpa dengan mereka.

110
Sayyidul Anbiya’ bertemu dengan Para Anbiya’. Inilah Isra’ dan
Mi’raj. Pelajaran bagi kita semua bahwa kita ini jangan hanya memikirkan
bumi saja. Kalau kita hanya memikirkan yang ada di bumi ini, ya itu-itu
saja.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Coba
kita pandang ke langit! Para Nabi dan Rasul ’Alaihimussalam ada di sana.
Mereka hidup di sana. Jangan merasa, kalau kita ini berjuang perasaannya
nggak punya teman. Teman kita adalah Para Nabi dan Para
Rasul ’Alaihimussalam beserta pengikut-pengikutnya. Maka, tabahkan diri
kita, sabarkan diri kita dalam perjalanan yang mulia, perjalanan agama ini.
Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di sana disuruh
mengimami Para Nabi dan Para Rasul ‘Alaihimussalam. Di-i’lan-kan
(diumumkan) kepada seluruh penduduk langit, “Inilah Sayyidul Anbiya’.
Inilah pimpinannya Para Nabi. Inilah pimpinannya Para Rasul. Inilah
semulia-mulianya makhluk.”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
kita pantas bergembira karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan diri
kita sebagai umat Baginda Nabi Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam, yaitu dengan mencintai Beliau, mencintai sunnah-sunnah Beliau,
mencintai perjuangan Beliau, dan mencintai umat Beliau.
Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berkorban banyak
untuk umat Beliau. Beliau telah mencurahkan tetesan air mata, tetesan
keringat, bahkan tetesan darah untuk membangun umat ini. Sedangkan
Beliau ini adalah Sayyidul Anbiya’, semulia-mulianya makhluk, orang yang
paling istimewa, kalau berjalan pun pohon-pohon pun tunduk hormat,
binatang-binatang pun diam karena adab, dan batu-batu pun
mengucapkan salam. Orang seperti itu telah berkorban habis-habisan.

111
Untuk apa? Untuk membangun umat ini supaya umat ini berjalan ke
syurga Allah.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
jangan sampai bangunan yang telah dibangun oleh Baginda
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan susah payah itu kemudian tidak
dirawat oleh kita. Kalau umat ini tidak dirawat, tidak dipikirkan, maka
bagaimana hubungan kita dengan Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam? Mana rasa cinta kita kepada Baginda Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam? Mana rasa syukur kita menjadi umat Baginda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Mau ditaruh mana muka kita
nanti di Padang Mahsyar kalau kita tidak sungguh-sungguh memikirkan
warisan Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini, yaitu umat Islam?
Maka, kita harus menjaga umat Islam ini. Kita harus memikirkan
umat Islam ini. Kita harus mendo’akan umat Islam ini. Kita harus
menuntun umat Islam ini menuju jalan Allah, menuju masjid-masjid Allah,
dan menuju sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan penuh
rasa kasih sayang.
Itulah tandanya kita ini bersyukur menjadi umat Baginda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kalau kita bersyukur dan senang
menjadi umat Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, insyaAllah
nanti di sana di Padang Mahsyar kita akan berjumpa dengan Beliau, minum
dari Telaga Kautsar Beliau, dan masuk syurga bersama Beliau. InsyaAllah.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kemudian Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam naik ke langit
berjumpa dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, ini bukan
maknanya Allah Subhanahu wa Ta’ala itu ada di atas langit.
Allah Subhanahu wa Ta’ala itu sudah ada sebelum ada langit.

112
Hanya saja Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu berjumpa
dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas langit. Dicarikan tempat yang
paling istimewa di alam semesta ini. Untuk apa? Yaitu untuk menerima
perintah yang sangat mahal, perintah shalat lima waktu.
Kalau Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Mi’raj ke langit
pada tanggal 27 Rajab, maka umat Beliau pun dapat bagian Mi’raj ini, yaitu
dengan shalat. Dalam suatu hadits dikatakan:

‫ِْْلِِص‬
‫ََاـ ـ‬
‫ْْل‬ ‫َُْرُػْْقـ ـ‬
‫ُُة‬ ‫ينمَؤَملاـ‬atau ‫َارعمـ ـةلصلا‬
‫ُُ ـفاََُب‬ ‫ينمؤملاـ ـْج‬
“Shalat itu Mi’rajnya orang iman.”

Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Baginda


Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menembus tujuh langit, menghadap
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang beriman dengan shalat
menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, kita perlu
merenunginya betul-betul.
Para Ulama’ mengatakan, bagaimana hebatnya, bagaimana
dahsyatnya kejadian Isra’ dan Mi’raj, suatu kejadian yang belum pernah
terjadi pada diri Nabi manapun selain Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam, tetapi kejadian Isra’ dan Mi’raj ini puncaknya adalah untuk
menerima perintah shalat.”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kejadian Isra’ Mi’raj ini hikmahnya yang terbesar adalah agar kita ini
mengetahui keagungan dan kemuliaan shalat. Maka, bagaimana kita
memperhatikan shalat kita.
Di antara memperhatikan shalat adalah datang sebelum waktunya.
Apalagi Jum’at. Sudah disunnahkan pagi-pagi untuk berangkat. Hal itu
untuk apa? Yaitu untuk mengagungkan amalan shalat.

113
Jangan sampai kita ditipu oleh syetan. Sampai di masjid kita malah
ngantuk. Itu adalah kerugian yang luar biasa. Seumpama kita
mengetahui bagaimana keagungan shalat dan keistimewaan shalat kita
akan menggigil karena gembira dan menggigil karena takut mengerjakan
amalan besar yang namanya shalat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalat
itu macam-macam. Akan tetapi, shalat yang paling istimewa adalah shalat
lima waktu yang telah diperintahhkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
dalam Mi’raj tersebut. Maka, bagaimana kita menjaga shalat lima waktu ini
dengan sungguh-sungguh.
Ada seorang murid datang mengeluh kepada gurunya, “Saya ini
banyak kesulitan ini dan itu. Apa yang harus saya perbuat?”
Maka, gurunya mengatakan kepada muridnya, “Sesungguhnya kamu
telah meremehkan perkara yang diagungkan oleh Allah tanpa kamu
rasakan.”
“Lho, apa itu?”
“Shalat! Seumpama shalat kamu itu beres, maka masalah-masalah
kamu akan beres semua. Bagaimana tidak?! Kamu menghadap kepada
Allah, menghadap kepada Pencipta alam semesta, menghadap kepada
Penguasa alam semesta, sehari semalam lima kali, bagaimana masalah kamu
tidak beres? Masalah kamu tidak beres itu sebabnya adalah karena shalat
kamu tidak beres. Shalat kamu ala kadarnya saja. Makanya, masalah-
masalah kamu tidak selesai. Seumpama shalat kamu itu bener-bener, kamu
perhatikan, menghadap kepada Allah betul-betul, pasti semua masalah
kamu akan selesai!”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita
mau mencari jalan keluar, ke timur ke barat ke utara ke selatan, mengeluh

114
kesana mengeluh kesini, maka jalan penyelesaian masalah ada di depan
mata kita, yaitu shalat lima waktu. Namun, kita tidak memperhatikan
hal itu.
Shalat lima waktu yang paling istimewa adalah Shalat Jum’at. Dalam
suatu riwayat dikatakan, “Umat Muhammad begitu mulianya. Kalau umat
Nabi Musa perlu acara khusus untuk menghadap kepada Allah, yaitu
mereka datang di Puncak Gunung Tursina, dipimpin langsung oleh
Nabinya. Namun, umat Nabi Muhammad dengan Shalat Jum’at
mendapatkan nilai dan mendapatkan pahala melebihi umat Nabi Musa di
Puncak Gunung Tursina ketika mau mendengar firman dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka
bagaimana mementingkan shalat. Kemudian kita meyakini bahwa shalat
adalah perkara istimewa. Kalau ada orang beranggapan bahwa shalat itu
bukan perkara istimewa, maka kita perlu mempertanyakan iman dia?!
“Shalat itu berurusan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian kamu
tidak menganggapnya istimewa, maka iman kamu itu bagaimana?”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang
itu kalau sudah tidak mengagungkan shalat, maka dia adalah orang yang
sangat berbahaya. Hatinya sudah benar-benar rusak dan rusak.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
bagaimana kita ini harus mementingkan shalat.‫ينمؤػملاـ ـيػقتملاـ ـةرػمزـ ـ‬
ِ ْ ِ ِْ ِ َََْ َ َِْ ْ ْ ِِِ ْ ُْ ُِ ََََ
‫ُْانلعْج‬
َ ‫ُاْنيزْئاف‬
‫ُلْا ـَنم ـمُكايْإَو ـلها‬ ‫ََينمَل‬
‫ََػيإوـ ـاػنلخداوـ ـ‬ ‫َ;م َكا‬;ِ‫ف‬
ِِِِِِْْ
ِِ ْ
ْ ‫ِها‬ ِِ ِِِ ِِ ِ
‫ػب‬ ‫ََ ل‬‫ػم‬ َ ‫ػشلاـ ـن‬ ْْْ‫َجرػلاـ ـفاطي‬ ‫مي‬،‫َُسبـ ـ‬
‫ػ‬ ُ ‫ُ ـلهاـ ـم‬
‫ػلاـ‬ َ ‫ميحرْْػلاـ ـن‬، ْ
ُْ ‫حر‬
‫ينقوملا يصلخملا‬. ‫ذوػَعأ‬

115
‫ػػنْْمآ‬ ‫ػِ‬ ‫ُمعو ـ ـاو ِِِ‬
‫ِل‬ ‫ػتَو ـ ـتالاُ ٍِِِ‬
‫ََػََََََ ْ‬
‫ََ‬ ‫ػ‬ ‫ُػَ‬‫ْاوػ‬ ‫ػػػصلا ـ ـ‬ ‫ْاو َ ْ‬ ‫ْػػْص‬‫ْػ‬ ‫او‬
‫ِِ‬ ‫ػََفل‬ ‫ِ‬ ‫ػَ ِِ ِ‬ ‫ّْ‬
‫ْ َ ََُْ َْْ‬ ‫ػْ‬
‫َََْ‬ ‫ػػػسّخـ ـيْػ ْ‬
‫ػلاـ ـَّإ ـ ـر َُْ‬ ‫ػَ‬ ‫نيذ‬
‫حارلاـ ـرػيخ ـتنَأو ـمحراو ـرفغا ـبر ـلقو ـ‪.‬بر‬
‫ػػػصعلاو ‪.‬ي َ‬‫ٍ‬ ‫ػػػسنلاـ ـفإـ ـر‬
‫فا ٍ‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
116
NISHFU SYA’BAN ‫وتاك‬
ِ
ُ‫ََُسل‬
‫ُا‬ ‫َل‬ ‫ُهْاـ ـةَحْر‬
َ ‫َو ـ‬
‫مكيلََعـ ـ‬ ‫َبَو‬
‫ْ ـل‬ ‫َ َرُػ‬
َََُُْ ُِْ َُ ْْ َ ْ ُِ ُ ََِِ ْ َُْ َََِْْ َِِّ َْ ْ
‫يملاعلاـ ـبر ولل دـمـلـاـ‬،‫شأـ ـ‬ َ ‫يبملاـ ـقلاـ ـْللملاـ ـلهاـ ـَّإـ ـولإـ ـلَ ;َفأـ ـده‬،‫شأوـ ـ‬
َ ‫َفأـ ـده‬
ِِ ِِْْ ُ
‫ادمم انَّوَمو‬
‫ْـ ـانديس‬ ُ َ‫ُؿوػػسر ـ ـ‬ ‫ََ لََُها‬
‫ْْ ـ ـ‬ ‫صال‬ ‫يّم ْلاـ ـدعولاـ ـٍَؽُد‬.
ًَ‫َا‬
ِِِ ٍِِ َ ُ َ ّ َ ِْ ّ
َََْْْ. ‫َهِللا‬
‫ََديس ـىلَع ـؾرابو ملسو ل ص ـم‬
ََ ‫ْولََآ ىلعو ـ ـَدممَُ ان‬ ‫َُاّحصَأوـ ـ‬
‫جأـ ـوب‬
ٍَ
َ ‫يع‬
ِِ ِ ِِ
َُْ ََْ َُُُُْْْ ََََْْ َََ ٍَ ُ ‫ػَػلٍاـ ـوػػل‬ ٍ ُ‫ػ‬َْ‫ني ٍّدـ‬
ٍَََِْ ٍَُ ََََِِْْ َ ٌ ُ ٌ ْ َ ُْ
ِْ ُِْ
‫لهاـ ـدا‬...‫يملاػػعلاـ ـبرـ ـلهاـ ـاوػػػقػتاـ ـ‬،‫ََدػػبعاوـ ـ‬
ْْ َ ‫ي َػَػصل‬
‫ُِهو‬
‫ميلسـبلقب‬. ‫دػػعػبـ ـاػػَمأ‬،‫ػػبعـ ـاػػيػفـ ـ‬
‫يقيلا ـمكيتأي َّ ـحـ‬،‫ػػي ـَّ ;ـوػي ـ‬
‫ػػب َّو ؿام ـعف ن‬
‫ لها ـىتا ـنم ـَّإ ـفو ن‬Hadirin
yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan
ُْ ّ ِ siang dan malam
ًَ ingatََbahwaََُْ ِ silih
ًََ ُ ََMaksudnya,
berganti. ْْ ََ ََagar kita senantiasa kita ini sedang dalam
suatu perjalanan. Perjalanan menujuٍ kampung yang pasti. Kampung
akhirat yang selama-lamanya.

‫اروكش داَرأ َوأ ركذي َفأ دا َرأ نمل ةفلخ راهػنلاو ليلال لعج يذلا‬
)‫فاقرفلا‬: ٕٙ( ‫وىو‬
“Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi
orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.”
(Q.S. al-Furqan: 62)
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hari
berganti hari, jadilah bulan. Bulan berganti bulan, jadilah tahun. Tanpa
terasa tiba-tiba kita sampai ke tempat yang pasti itu. Tempat yang pasti itu,
yaitu akhirat.
117
Begitu juga pada hari ini tanpa terasa kita telah masuk di dalam
Nishfu Sya’ban, pertengahan bulan Sya’ban. Kemudian sebentar lagi
insyaAllah, kalau Allah Subhanahu wa Ta’ala masih memberikan umur
panjang, kita akan sampai ke bulan yang mulia, bulan Ramadhan.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Termasuk takwa adalah mengagungkan perkara-perkara yang diagungkan
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ِِِ َ
(ٖٕ :‫)جلا‬ ‫ِنمو‬
‫َُُػي ـ‬ ‫َِف ـََوللا ـرئاع‬
‫ََْش ـٍمْع‬ ‫ُا ـىّوق‬
َْ
‫ػت ـنم اهػنإ‬ ‫َبَولقل‬
“Dan Barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya
itu timbul dari ketakwaan hati.” (Q.S. al-Hajj: 32)
Hari Jum’at ini adalah syi’ar agama Allah. Mengagungkan Hari
Jum’at adalah bagian dari takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Al-Qur’an adalah syi’ar agama Allah, maka kita mesti
memperlakukannya secara istimewa. Hafizh-hafizh al-Qur’an juga syiar
agama Allah. Maka kita harus memperlakukan mereka dengan cara
istimewa. Sementara hafizh-hafizh al-Qur’an itu sendiri harus
memperlakukan dirinya secara istimewa pula. Jangan sampai membiarkan
dirinya dalam kemaksiatan. Karena hal itu menyebabkan dia tidak
menghormati al-Qur’an yang ada di dalam dadanya.
Ramadhan adalah syi’ar agama Allah. Maka, sangat baik sekali
sebelum bulan Ramadhan ini setiap rumah atau setiap masjid membacakan
fadhilah-fadhilah Ramadhan. Allah Subhanahu wa ta’ala banyak sekali
keistimewaan-keistimewaan, anugerah-anugerah, dan dan berkah-berkah
di bulan Ramadhan.
Banyak orang yang tadinya jahat, tetapi karena mereka menjaga
bulan Ramadhan, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengubah mereka
manjadi orang shalih. Banyak orang mempunyai banyak hajat, dengan

118
berkah menjaga Ramadhan akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala
menunaikan hajat-hajat mereka. Banyak orang yang jahil, tetapi sebab
menjaga Ramadhan akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan
otak mereka sehingga mudah memahami ilmu. Banyak orang tidak punya
anak, sebab menjaga Ramadhan akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengaruniai mereka anak. Banyak orang hina, dengan sebab menjaga
Ramadhan kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan mereka.
Banyak sekali cerita orang-orang yang telah mendapatkan macam-macam
berkah sebab menjaga Ramadhan.
Maka sebelum Ramadhan datang, kita membuat persiapan yang
sebaik-baiknya. Persiapan yang terpenting adalah memahami betul-betul
berkah-berkah Ramadhan. Kemudian kita memikirkan amalan-amalan apa
yang harus dibuat kita di bulan Ramadhan. Jangan sampai ada detik-detik
waktu yang terbuang, tidak berguna dalam bulan Ramadhan yang mulia.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau
kita memulai bulan Sya’ban ini demikian, menghidupkan ta’lim di
rumah dan di masjid, menyemangati umat agar menjaga Ramadhan,
andaikan kita mati sebelum Ramadhan maka kita sudah mendapatkan
pahala Ramadhan. Oleh karena itu, jangan kita menunda-nunda
persiapan Ramadhan. Dari sekarang kita memulai Persiapan Ramadhan
itu.
Sebelum Lailatul Qodar datang kita membaca fadhilah Lailatul
Qodar. Dengan demikian, umat memperhatikan Lailatul Qodar. Kalaupun
pada waktu Lailatul Qodar itu kita sudah mati ataupun kita sedang tidur,
ِ ِ bagian
ِْْْ mendapatkan
ََْْ akan
kita
ُُ ُ ُُ ِِdariَََََْ َ َِِِْ ْLailatul
keberkahan
َْ ْ ْْ َََ
َِْQodar. ْ ‫ُلاـ ـي‬
‫ََمؤػم‬
‫ين‬
‫ِْْلعِِج‬
‫ِِِن‬
‫ِـلِهِا ْا‬ ‫ِِئْْافلاـ ـنمـ ـمكَاي‬
‫ََوـ‬
‫ْإ‬ َ ِِ
‫ملاـ ـني ْز‬ ‫ػيإَُوـ ـاػنلَخِِداوـِـين‬
ُ ‫ُفِ ;ُمكا‬
‫ْْلاـ ـةرػ ْمزـ ـ‬
‫ْ ػقتم‬
‫ميجرػلاـ ـفاطيػشلاـ ـنػم لهاػب‬،‫حرػلاـ ـلهاـ ـمػسبـ ـ‬ َ ‫ميحرػلاـ ـن‬،
‫ينقوملا يصلخملا‬. ‫ذوػَعأ‬
119
‫ػػنْْمآ‬ ‫ػِ‬ ‫ُمعو ـ ـاو ِِِ‬
‫ِل‬ ‫ػتَو ـ ـتالاُ ٍِِِ‬
‫ََػََََََ ْ‬
‫ََ‬ ‫ػ‬ ‫ُػَ‬ ‫ْاوػ‬ ‫ػػػصلا ـ ـ‬ ‫ْاو َ ْ‬ ‫ْػػْص‬‫ْػ‬ ‫او‬
‫ِِ‬ ‫ػََفل‬ ‫ِ‬ ‫ػَ ِِ ِ‬ ‫ّْ‬
‫ْ َ ََُْ َْْ‬ ‫ػْ‬
‫َََْ‬ ‫ػػػسّخـ ـيْػ ْ‬
‫ػلاـ ـَّإ ـ ـر َُْ‬ ‫ػَ‬ ‫نيذ‬
‫حارلاـ ـرػيخـ ـتنَأو ـمحراو ـرفغا ـبر ـلقو ـ‪.‬بر‬
‫ػػػصعلاو ‪.‬ي َ‬‫ٍ‬ ‫ػػػسنلاـ ـفإـ ـر‬
‫فا ٍ‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
120
‫‪MENYAMBUT BULAN RAMADHAN‬‬

‫ُ‬‫ُُا‬
‫ََسل‬‫َل‬ ‫ِيلََعـ ـ‬
‫ْ ـةَحْرَوـ ـمكَ‬ ‫ْـلُهاـ‬ ‫ََوـ‬ ‫ػب‬
‫َُ‬ ‫َاكر‬ ‫وت‬
‫ِِّ‬ ‫ػػلل ِِِ ِ‬ ‫ْْجـ ـي‬ ‫ػِ َ‬ ‫ِاَْ‬ ‫ِْْ ِ‬ ‫ِأـ ـن‬ ‫ػػسـ ـة ِ‬ ‫ِ‬
‫ُذػػلاـ ـوََََ ْْ َْ ََ‬ ‫ػنلع‬ ‫َمـ ـ‬
‫ػػ‬ ‫َػَْ‬
‫ػُم‬ ‫َديَُْ َ‬
‫ػلل ٍِِِِ‬ ‫ػََِّ‬ ‫ِـْ‬
‫ْْوِْ ٍَ‬ ‫َُـ‬
‫ػػلع‬ ‫ػمعن ـ ـىََََِِ‬‫َ ََُُْْْ‬ ‫ْـةَػ‬ ‫ْلا ـ‬ ‫َفاػَػْـ‬ ‫ػػملا ـ ـ‪،‬ـلػػسلاْوـ ـ‬ ‫دَِ‬
‫َ‬
‫ِ‬ ‫ػِلِِل ِِ‬ ‫ْ ـو ِ ِ‬ ‫ِِ ـىػل‬ ‫ػػلا ـع ُ‬ ‫دـْػـَػـمـلـاـِةرىاػ لا‬
‫ََُ ََََََََْْ‬ ‫َعََْ‬ ‫ػْيَج‬ ‫ََـمع ن‬
‫ُـؿزػنَأ يذلا ولل دـػـػـمـلـاـ ‪،‬ـا ْنلا‬ ‫ػػيلعـ‬ ‫ْاَ ن‬ ‫ػقلاـ ـ‬ ‫ُػمِلاـ ـِ‬
‫ََ‬ ‫َ‪،‬فآَرَْ‬ ‫د َْ‬
‫َ ُ ًَُ َُ ِ‬ ‫ّ‬ ‫ََاـ ـوػلل‬ ‫ػل‬ ‫انادػى ـ ـيذْْ‬ ‫ػلََِ‬
‫اػموـ ـاْذا ِ‬
‫ََََُ ُُْ‬ ‫َ َََ ْْ‬
‫َْ ََََُِْ‬ ‫ًّ‬‫ّابلاو َ‬ ‫َُط‬ ‫ػسلا ةن‬ ‫َْـةٍػقحللِاوـ ـِِة‬
‫ْْقًًًَباَ‬ ‫ِِاـ‬‫َـةًػيويػِندل‬ ‫َيِوْرخ ْلاوـ‬ ‫ّملاـ ـ‪،‬ةػ‬ ‫ػ‬ ‫دْ‬
‫ٍِك َْ َََ َََََُِِِِِِْ ََِْْ ِْ ٍ ٍ‬ ‫ػنل ان‬ ‫َل يدتهَ‬ ‫َهاـ ـاٍنادّىـ ـِفََأـ ـَلُو‬
‫‪.‬ل‬
‫ََ ـد‬ ‫انديُػَُػِْسـ‬
‫َُـَْفأـ‬ ‫ػنوِمو ـ ـ ْ‬
‫َُُُّ‬ ‫َاػ‬ ‫ُػسَرأ ـ ـ‪،‬لها ـ ـِِؿوػػسر ـ ـادػَ ِِ‬
‫ػممُـ ـ‬ ‫ََ‬ ‫لها ـ ـلْػٍ َ ََ‬
‫ْ ٍَِ ُ ِِ‬ ‫ِ‬
‫ََ‬ ‫شأ َ َُ‬ ‫ػََ َ‬‫ػََ ُ‬ ‫ٌه َ‬ ‫ََُـ ـَْْلََْفْأ ـ ـدُ‬
‫ػلْإ‬ ‫شأوـ ـلهاـ ـَّإ ـ ـوػَُْ‬ ‫هْػػػػ َ‬
‫َسوـ ـلػصـ ـمػهللاـ ـ‪.‬ارػػينمـ ـاجارسو ـونذإبـ ـلهاـ ـلإـ ـايعادوـ ـ‪.‬ار‬ ‫ػ‬‫ٌَُْ‬‫ْمل‬ ‫ِْراػب‬
‫ََوـ ـ‬ ‫ؾ‬
‫ػيذنو ـارػيشب قلاب ‪.‬نيّدٍـلا ـوػيـ ـلإـ ـملَيعباتلاو ـوباحصَأو ـولآ ىلعوـ ـدمُم‬ ‫َ‬
‫انديس ـىلع ‪.‬فوملسػػػمـ ـمتػػػنَأوـ ـَّإ ـ ـنتوػػػػـَ‬
‫َّو ـوػػتاقػتـ ـقػػحـ ـلهاـ ـاوػػػػقػتاـ ـ‪...‬لهاـ ـداػػبعـ ـاػػي‬
‫ِِ‬ ‫ِِِ ِ‬
‫ُْ‬ ‫َُْْ‬
‫ػغل‬ ‫ػػ‬ ‫ػقٍََََّػتاو ـدَََ‬ ‫َُاوػَُُ‬
‫ػََ‬ ‫ََُْ‬
‫ػبـ ـاػػَمأ لُهاـ ـفإـ ـلَها ـ‬ ‫ػفـ ـ‪،‬دػػع‬
‫َُـاػػػم ـ ـسػػفػن ـ ـرػػػػػ‬ ‫ػػق ـ‬‫ََمدُْ‬
‫ت‬
‫نػتلػ َف ـلها ـلإ ـفومداػػق مػػػكنَأ ـ ـاوػػملعاو ‪.‬فولمعػت ـا ِ‬
‫ب‬
‫رػيبخ‬
Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Sebentar lagi akan datang bulan yang penuh berkah, yaitu bulan
Ramadhan. Bulan Ramadhan adalah bulan untuk menyelesaikan seluruh
masalah kita. Masalah dunia kita dan masalah akhirat kita.

ٖٔٛ( ‫مكلبػق نـم نيذلا ىلع بتكـ ـامك ـ ـايصلا مكيلع بتكـ ـاونمآ نيذلا اهػَيأ اي‬
‫ػػتـمكلعل‬‫ةرقبال) فوق ت‬:

121
Maksud Ramadhan adalah supaya kita menjadi orang yang takwa,
betul-betul tunduk kepada Allah, dan taat kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala zhahir dan batin 100%. Apabila takwa datang, maka seluruh masalah
akan selesai.

(ٖ-ٕ : ‫َْْنِِمـ ـ ـُو )ؽلطلا‬


‫ُقتػََي‬
‫ْللاـ‬ َ‫ُْوُُل ل‬
‫ْعيـ ـ ـ ـََو‬ َِْ ‫ِيح ـنَم ـوقَزرػيـ ـ‬
‫ََْو اجـ ـًَر‬ ‫يت ث‬
ََّ ‫َس ـ ـ‬
‫ب‬
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya
jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-
sangkanya.” (Q.S. at-Thalaq: 2-3)
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menyelesaikan seluruh masalah
hamba-Nya; baik masalah dunia, masalah akhirat, masalah zhahir,
masalah batin, masalah keluarga, masalah ekonomi, maupun
masalah-masalah lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan
ِ َْ
kepada dia “"َْ‫”جـ ـ ر‬. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan
kepadanya rizqi yang tanpa disangka-sangka.

(ٗ :‫)ؽلطال‬ ‫ًو‬
‫ْم‬
‫ُـن‬ِ
‫ػي‬‫َل لعي ـِولْلا ـقت‬
ُِْ ‫َـْو‬ ‫َـ ـِهرمَأـ ـن‬
‫َمـ‬ ‫َ َارسي‬
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam urusannya.” (Q.S. at-Thalaq: 4)
Hajat kita yang terbesar adalah rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan bahwa awal
Ramadhan adalah hari-hari yang penuh dengan rahmat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hajat
kita yang sebenarnya adalah rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau kita
ke sawah, maka sebetulnya hajat kita bukan sawah, hajat kita adalah rahmat
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diturunkan di sawah. Kalau rahmat
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak datang, maka sawah kita tidak akan

122
mendatangkan kebaikan. Sawah kita justru akan mendatangkan kesusahan-
kesusahan dan malapetaka.
Kalau kita pulang ke rumah, maka hajat yang sebetulnya bukan kasih
sayang anak dan istri kita. Akan tetapi, hajat kita yang sebenarnya adalah
rahmat Allah yang diturunkan-Nya di rumah kita. Dengan rahmat-Nya
anak istri kita menjadi rukun dan tenteram.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di
mana saja kita berada, hajat kita yang sebenarnya hanyalah rahmat Allah. Di
dunia dan di akhirat sebetulnya hanya rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang kita perlukan.
Kita mengira hajat kita adalah uang, hajat kita adalah kesehatan. Sama
sekali tidak! Hajat kita adalah rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau
rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala datang, maka seluruh masalah akan
selesai. Segala keburukan berubah menjadi kebaikan, musibah-musibah
menjadi kegembiraan, dan bahaya-bahaya akan menjadi keamanan.
Akan tetapi, kalau rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak datang,
maka yang baik-baik tahu-tahu berubah menjadi buruk dan yang
menggembirakan tahu-tahu menyusahkan.
Sepuluh awal bulan Ramadhan dipenuhi dengan rahmat
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Masalah-masalah kita di dunia dan di akhirat, dan kesulitan-kesulitan kita
di dunia dan di akhirat sumber terbesarnya adalah dosa-dosa kita.
Masalah apa saja. Entah itu masalah negara, masalah rakyat, masalah
rumah tangga, dan masalah ekonomi semua sumbernya yang terbesar
adalah dosa-dosa kita.

123
Sepuluh hari yang kedua waktunya dosa-dosa orang yang beriman
diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semua
manusia akan menghadapi masalah terbesar. Apa itu? yaitu neraka Allah. ‫رو‬
ََُِِْ ِ ِ ِ
‫مف‬ ُْ ْ
‫ََُز ن‬
‫ََزِح‬ ‫ُْْدأو رانل‬
‫ُْا نع َح‬ ‫َق ْػَف‬
‫ََُةن‬
‫ََلا لخ‬ َ‫ف د‬
َ ‫َ زا‬
‫رغلا عاْمتَّإَ ايػندلا ةايلاْ اـموـ‬

(ٔٛ٘ : ‫)فارمع ـ ـؿآ‬


“Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga,
Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah
kesenangan yang memperdayakan.” (Q.S. Ali ‘Imran: 185)
Pada akhir Ramadhan banyak manusia akan diputus oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai orang yang merdeka, selamat, tidak
akan masuk ke neraka.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Neraka
inilah masalah kita yang terbesar. Orang mengira bahwa masalah yang
terbesar adalah sakit, kemiskinan, ini, dan itu. Sama sekali bukan! Masalah
kita yang terbesar adalah kalau kita mati masuk ke dalam neraka Allah.
Itulah masalah terbesar.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bagaimana kita akan bisa tersenyum, sedangkan kita belum tahu apakah
kita akan selamat dari neraka atau tidak? Bagaimana kita bisa tidur nyenyak
sedangkan kita belum tahu, apakah kita akan ke neraka atau tidak?
Ramadhan adalah waktunya kita menangis kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala untuk membuat amalan sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala
memutuskan kita sebagai orang yang selamat dari neraka-Nya. Maka,
betul-betul berkah, bulan Ramadhan ini. Baik untuk kepentingan diri kita,

124
untuk kepentingan keluarga kita, maupun untuk kepentingan umat di
dunia dan di akhirat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ramadhan ini juga merupakan bulan di mana kita dilatih untuk takwa
dengan sebetul-betulnya takwa. Sore hari kita dalam keadaan lapar dan
haus, sedangkan makanan dan minuman sudah tersedia di depan, kemudian
kita tidak berani untuk memakannya. Hal itu karena apa? Hal itu karena
kita merasa bahwa mulut ini bukan milik kita, tetapi milik
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Makanan adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau belum ada
komando dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tidak berani makan.
Ketika “Allaaahu Akbar!” baru berani makan. Itulah takwa. Merasa kita
sebagai hamba. Hidup di bumi Allah, di bawah kolong langit Allah, tidak
akan berbuat apapun tanpa syariat Allah, tanpa kehendak Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bulan
Ramadhan ini juga bulan al-Qur’an. Allah Subhanahu wa Ta’ala
menurunkan Al-Qur’an pada bulan Ramadhan. Hal itu menunjukkan
bahwa Ramadhan adalah waktu yang sangat baik sekali untuk membaca al-
Qur’an, dan untuk belajar dan mengamalkan al-Qur’an, serta merenungi
makna kandungan al-Qur’an. Jangan sampai Ramadhan ini kita tidak
mengkhatamkan al-Qur’an.
Hendaknya kita tarawih minimal satu khataman. Begitulah sunnah
Para Ulama’ dahulu. Jangan tarawih cepet-cepetan. Rugi besar.
Tarawihlah yang panjang-panjang. Inilah waktunya kita tabattul,
njungkung ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

125
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ramadhan ini juga bulan muwasah, bulan untuk menyatukan hati umat.
Perbanyak sedekah, perbanyak khidmat. Buka bersama di masjid juga
bagus untuk menyatukan hati umat.
Dahulu Para Shahabat Radhiallahu ‘Anhum ketika bulan Ramadhan
telah tiba saling mengundang makan di rumah-rumah. Setelah makan
mereka bercerita agama, sejarah kehidupan Nabi, sejarah kehidupan
pendahulu-pendahulu.
Sayyidina Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu sering diundang makan
ke rumah shahabat-shahabat yang lain, terutama Shahabat Anshor. Selepas
makan Beliau bercerita, “Ini akan saya ceritakan bagaimana perjuangan
orang-orang Anshor dahulu. Kamu kan belum tahu. Kamu ini orang
muda.” Dengan demikian, timbullah semangat agama di rumah-rumah
orang Islam, di Madinah al-Munawwarah pada waktu itu.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ramadhan ini juga bulan hidayah. Hidayah-hidayah besar telah datang
(turun) di bulan Ramadhan. Ketika Tahun Ke-2 Hijriyah masih banyak
orang Madinah yang belum memeluk Islam. Namun, ketika bulan
Ramadhan pada Tahun Ke-2 Hijriyah telah tiba, Allah Subhanahu wa
Ta’ala menurunkan hidayah besar sehingga seluruh orang Madinah masuk
Islam.
Kita berharap di kampung kita dan di kampung-kampung umat
Islam di mana saja pada waktu Ramadhan ini berbondong-bondong umat
kembali kepada Islam. Orang yang belum ke masjid kembali ke masjid.
Orang yang maksiat kembali taubat. Orang yang nakal menjadi baik.
Orang yang malas menjadi trengginas.

126
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tahun
Ke-8 Hijriyah mayoritas penduduk Makkah masih dalam keadaan kafir.
Namun, ketika hidayah datang pada tahun itu berbondong-bondong
mereka masuk Islam.
Maka, kita berharap dalam bulan Ramadhan ini, umat Islam
berbondong-bondong kembali kepada agamanya, menjadi orang yang
takwa sehingga datang pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
segala urusan mereka.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Begitulah Ramadhan. Maka sebelum Ramadhan ini tiba, kita siapkan
diri kita, pasang niat kita. Kita siapkan suasana di rumah kita, di masjid kita,
dan di kampung kita. Dengan demikian, Ramadhan ini penuh dengan
ibadah, penuh dengan kasih sayang.
Bagaimana Ramadhan ini penuh dengan dakwah, karena awal
dakwah adalah bulan Ramadhan.

‫ًَاضّمر ـرِهش‬
(ٔٛ٘ :‫)ةرقبال‬ ‫ُ ـف‬ ِْ
‫ؿُزْنُأ ـَُيذلا‬ ‫ِِف ـ‬ ‫َآرقِلا‬
‫َ ـوي‬ ‫َلل ىدى ـف‬
‫ََُْسان‬
Awal-awal dakwah ٍ
adalah di tengah-tengah turunnya al-Qur’an, yaitu
Ramadhan. Maka, orang-orang yang malas dalam dakwah, pada bulan
Ramadhan ini waktunya bangkit.
Dulu Nabi memulai dakwah ketika Ramadhan. Jangan sampai ketika
Ramadhan ini datang, kita malah tidak berdakwah. Seumpama Ramadhan
ini kita dakwah, kemudian Ramadhan depan kita sudah mati, maka kita
masih mendapatkan pahala Ramadhan lagi, mendapatkan pahala Lailatul
Qodar lagi. Padahal kita sudah istirahat di dalam kubur kita.
Akan tetapi, kalau kita tidak mau dakwah, nanti kita akan menjadi
orang yang paling rugi. Kita sudah tidak punya pahala Ramadhan lagi,
tidak punya pahala Lailatul Qodar lagi, karena kita sudah mati.

127
‫ِ‬
‫َِِل‬
‫ََا‬
‫ْْه‬‫َََََُُايَْإِ ْوـ ـ‬
‫ِزئافلاـ ـنم ـ ْمَْْْك‬‫َي‬‫ْْـن‬
‫ُاـ‬
‫َْ‬
‫مل‬ ‫ِِ ُخُداْوـ ـين‬
‫ََػنل‬‫َـا‬
‫ػيإوـ‬ ‫ِمزـ ـفِ‬
‫ْ;مكا َ‬ ‫ُلاـ ـيػقتملاـ ـةرَػ‬‫َؤػم‬ ‫َم‬‫ين‬
‫ِ‬ ‫ِاـ ـفِاطيِػِشلاـ ـن ْ ِِ‬ ‫ِِ‬ ‫حرػلاـ ـِ ِ ِ‬ ‫انلعج ‪،‬ميحرْْػلِِ‬
‫ػب‬‫ػمَلِها ْ‬ ‫ُلهاـ ـمػَسبـ ـْ‪،‬ميَجرػلْ ْ‬ ‫ْاـ ـنََْ ُْْ‬ ‫ْ َ ُُ‬
‫ِِِ ِ‬ ‫ْوْملا يَصَلخْملاُ ٍِِِ ْ ُ َُِ‬ ‫ػعَأ ‪.‬ينق‬
‫ََْْ‬‫ََ ََََََ ْ‬ ‫ذْو ْ‬
‫َْػػػػنمآ‬ ‫ِو‬‫ِا‬
‫ُلمعوـ ـ‬ ‫ػ‬‫ػ َْ‬ ‫ْ َ‬ ‫ػ‬ ‫َو‬
‫َََْْ‬‫ْا ـ ـا‬ ‫ُلا ّ ِْ‬
‫ػػػصل‬ ‫ِِاو ِْ‬
‫ػتو ـ ـتاْ‬ ‫ْص‬ ‫ػ‬‫ََ‬ ‫ػ‬‫ػََ‬‫َّ‬‫اوْ‬
‫ػػػلاـَّـإـ ـرػػػسٍخـ ـيػػػفل‬ ‫نيذ ٍ‬
‫حارلاـ ـرػيخ ـتَنأوـ ـمحراو ـرفغا ـبر ـلقوـ ـ‪.‬بر‬ ‫فاػػػسنلاـ ـفإـ ـرػػػصعلاو ‪.‬ي َ‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
128
‫‪MENJAGA AMALAN DI AWAL RAMADHAN‬‬

‫ُـاػنلْاـ ِ‬ ‫َـلُسلا‬
‫ػن‬
‫ُ‬ ‫ََُُ‬ ‫َا‬ ‫ْـَديػَََ‬
‫سـ ـ‬ ‫ََْ ‪ْ،‬‬ ‫مكيلعـ‬ ‫وتاكرػبوـ ـلهاـ ـةَحروـ ـَ‬
‫ػِِلل‬‫َُ وََ‬ ‫ّاـ‬ ‫ََُلـ‬
‫ََ دـمـ‬‫ْلََْ‬
‫َ‬‫ِل‬
‫َو‬ ‫ِِ ـة ْمعن ـ‬
‫ْْـىلع ـ ـ‬ ‫ِِـفاِْـلاـ‬
‫ََ ـْْ‪،‬ـلسِلاوـ‬
‫َ دملْاـ‬ ‫ْل‬ ‫ِِول‬
‫ََلا ـ‬
‫ػ‬ ‫َلإـ ـلػسَرأ يذِ‬
‫ػي ْ‬ ‫َ‬
‫ِِعِِ‬
‫ػيلِ‬ ‫ْْان ِ‬ ‫َفْْآََر َ‬
‫َُُْْ‬ ‫ػقلٍَْْ‬
‫ََاـ ـََْ ُ‬ ‫ػملاـ ـ‪،‬‬ ‫ػلل دٍَّ‬ ‫ُْػصلا ىػلع ـوََ‬ ‫َ ـة ح‬ ‫ْوـ‬ ‫ػيَفاعلا‬‫دػملاـ ـ‪،‬ة ْ‬
‫ِِلَدـ‬
‫ِْ‬
‫َمـََْلـاـُ‬ ‫ََِِِول‬ ‫ُّذِلاِ‬
‫ََأٍ يْ‬ ‫ػنَ‬ ‫ََ ِْ َِ ِِ ْ َ ِ‬
‫ْز َ‬ ‫َََ ؿ‬
‫ّو‬ ‫ََُا‬
‫ُبٍْل‬ ‫ػََُنطا‬ ‫َْػسلاـ ـة‬ ‫ََا‬
‫ُـةقب‬ ‫َََحللاوـ‬ ‫ػق‬ ‫ِوي‬ ‫ػػػملاـ ـ‪،‬ةِػيورخ ْل ِ‬ ‫دِ‬
‫ََ‬ ‫َْ ْ‬ ‫َ‬‫ْندلاـ ـةَ َ‬‫َػ‬ ‫ػي‬ ‫َُاوـ ـةْ‬
‫ػػبرـ ـلػسرـ ـتءاػجـ ـدػقل‬ ‫ػػلا عيج ىلع ا ن‬ ‫َّ ةرىاػ لا مع ن‬ ‫ِْ‬
‫َُا وِلل‬ ‫نادىَََُْْيذل‬ ‫الُ اًََََ‬ ‫ََََُ‬
‫َ اذ‬ ‫َُو‬‫ِْم‬‫ػتهػنل اػنكـا‬ ‫ْْوََػل يدّ‬ ‫ِنادػىـ ـَفأـ ـَل‬ ‫ٍ ْ ‪.‬لِها‬
‫َـ ـا‬
‫ٍِِ‬
‫ِِ‪.‬‬
‫ػِ‬
‫ػ‬ ‫ػْ َ‬ ‫ََََبيبحوـ ـا َََ‬ ‫َػنػ‬ ‫ػ َػُ‬ ‫ٍِْ ُ‬
‫ػممـ ـَاََّ‬ ‫ػػ‬ ‫ػّسرـ ـادّْ‬ ‫ػػ َُ‬ ‫َّ‬ ‫َو‬‫ّ ـؿ‬ ‫ب ‪،‬لْ‬
‫َهاـ‬ ‫قِ‬
‫َلاُ‬
‫ِػػػ َ‬ ‫َـفَأ ـِ ِ‬ ‫ػِسـ‬ ‫ػِِْ ٍ‬
‫ّوـ ـاندي ٍِِ‬
‫شأ ٍوـ ـلهاـ ـَّإ ـ ـوػػػلإـ ـلَ;;فَأـ ـدهػ‬ ‫ػػ‬ ‫َـْدهٍَْ ٍَ‬ ‫ػَُْ‬ ‫َ‬ ‫ُم َ‬ ‫َو‬
‫نَّ‬
‫ََوـ ـوػآلِِِ َُُُ ِ ُْ ََُْ ََََُِْْ‬ ‫صأ‬ ‫ػػػ َ‬ ‫َ‬ ‫شأَوباح‬ ‫ػُػػ َ‬ ‫ػْ‬ ‫ٍ‬
‫ٍَ ُ ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِسُْوـ ـ‬
‫ََ‬ ‫ََلُاََرْصانَ َُ‬ ‫بق‬ ‫ْللاٌ‪.‬ق َِ‬ ‫ْْ مَْه‬‫لص‬
‫َ ََُْ‬ ‫ػلعو ـدُممـانديسـ ـىلعـ ـؾرابو ـمل‬ ‫ىْ‬
‫َإ ـملَيعباتلاو ـوتيرذو‬ ‫ٌْـل‬
‫ُي‬
‫ػ‬‫َََْ‬ ‫ِم‬
‫ْايقلا ـ ـو‬ ‫‪.‬ة‬
‫فو َملػػسمـ ـمتػػػػنَأوـ ـَّإ ـ ـنتوػػَـ ‪.‬‬
‫َّو ـوػػتاقػتـ ـقػػحـ ـلها ـاوػػقػتاـ ـ‪...‬لهاـ ـداػػبعـ ـاػػيػ‬
‫فـ ـ‪،‬دػػػػعػبـ ـاػػَمأ‬
‫لهاـ ـفإـ ـلها ـاوػػػقػتاو ـدػػػغل‬
‫تمدػػػق ـ ـاػػػم ـ ـسػػػفػن ـ ـرػػػ‬
‫نػتلػف ـلها ـل إ ـفومداػػػق مػػػكَنأ ـ ـاوػػػملعاو‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengaruniakan nikmat yang terbesar
kepada kita; nikmat yang tidak ada bandingannya, nikmat termahal di
dunia dan di akhirat, yaitu nikmat iman dan Islam. Kita syukuri nikmat ini
dari lubuk hati kita yang paling dalam, kita panjatkan syukur dengan lisan
kita, dan kita rasakan dengan otak kita. Kita buktikan syukur kita dengan

129
seluruh perbuatan kita. Sehingga seluruh perbuatan kita zhahir batin sesuai
dengan Islam.

‫ًي‬ َ‫ِْاه‬
( ٕٓٛ : ‫)ةرقبلا‬
‫ػَيأا‬ ‫ّا ـ‬ ‫ُاُون‬
‫ْْمآ نيذل‬ ِ َ‫ِا ـ‬
‫ََوُلخْدا ـ ـ‬
‫فا‬ ‫َملسل‬
‫ةف آ ك‬
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan.” (Q.S. al-Baqarah: 208)
ٍ
Perbuatan apa saja yang didasari dengan Islam, maka akan ada
berkahnya di dunia dan di akhirat. Tidak akan ada habis-habisnya selama-
lamanya. Apa saja yang tidak didasari dengan Islam merupakan kerugian
yang selama-lamanya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apa saja
yang kita buat karena Islam, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan ridho kepada
kita. Apa yang kita buat bukan karena Islam, tetapi karena diri kita, karena
kedudukan kita, karena golongan kita, maka itu kerugian yang selama-
lamanya.

‫ت‬
ُ‫ػػ‬‫ُأرَ ب‬
َْ ‫ِا‬
َِ‫ََاْنيذل‬
‫ََوُعبت‬
‫ََُ ا‬ ْْْ ‫ِتو بِاذعلا اَِِوأرو اوع ب‬
‫ػػتاْنيَذلَاََنَـم‬ ْ ْ
‫بسلا مُّـ تعطقػ‬ ‫ِا‬
‫ب‬
)‫ةرقبلا‬: (ٔٙ ‫ذإ‬
“Ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang
yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala
hubungan antara mereka terputus sama sekali.” (Q.S. al-Baqarah: 166)
Orang yang ikut bukan karena Islam, maka akhirnya menyesal di
akhirat. Orang yang diikuti pun, mereka akan cuci tangan, tidak berani
bertanggung jawab. Akan tetapi, orang-orang yang ikut karena Islam; ikut
Baginda Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, ikut Para
Shahabat Radhiallahu ‘Anhum, ikut Para Tabi’in sampai seterusnya,
maka mereka akan bergembira di akhirat.

130
(ٜٖٔ :‫)فارمع ؿآ‬ ‫َانَُػبر‬ ُُْ‫ّن‬
‫ػنًإ ـ‬ ‫ِس ـ‬
‫َا‬ ‫ِِ ا‬
ٍ ‫َََُن ْع‬ ‫ِنِػيـ‬
‫ِ ـايداَنم‬ ‫َب ـْاونمآ َفأ ـفا إللِ يدا‬
‫َِمكبر‬
‫انمَآف ـ‬
“Ya Tuhan Kami, sesungguhnya Kami mendengar (seruan) yang menyeru
kepada iman, (yaitu), ‘Berimanlah kamu kepada Tuhanmu’, maka Kami
pun beriman.” (Q.S. Ali ‘Imran: 193)

Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sudah


menjadi rahmat Allah kepada umat ini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah memberikan waktu-waktu yang istimewa untuk menambal
kekurangan-kekurangan kita pada waktu-waktu yang lain. Di antara
waktu-waktu yang istimewa itu adalah bulan Ramadhan ini.
Kalau kita menjaga bulan Ramadhan ini sungguh-sungguh, maka
kata Para Ulama’, “Allah akan menjaga amalan kita selama satu bulan
penuh.” Akan tetapi, kalau kita tidak menjaga amalan Ramadhan ini, nanti
akibatnya selama sebulan penuh akan menjadi lemah.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bulan
Ramadhan ini beberapa hari telah kita masuki. Dikatakan oleh Baginda
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa sepuluh hari di awal Ramadhan
adalah hari-hari yang dipenuhi dengan rahmat. Maka waktunya kita
cadhong (memohon) rahmat di awal-awal Ramadhan ini.
Semua orang perlu dengan rahmat. Memang hajat kita yang
sebenarnya itu hanyalah satu, yaitu rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kalau rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala datang, maka semua masalah
akan selesai. Akan tetapi, kalau rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
datang, walaupun dunia seisinya diberikan kepada kita, manusia dan jin
mendukung kita, maka kita akan celaka juga pada akhirnya.
Di awal Ramadhan ini kita dibanjiri dengan rahmat. Maka, jangan
sampai kita sia-siakan waktu-waktu kita ini.

131
Kemudian pertengahan Ramadhan adalah hari-hari maghfirah,
penuh dengan ampunan. Tidak ada masalah yang lebih menyusahkan
manusia di dunia dan di akhirat melebihi dosa-dosanya. Maka, jangan
sampai kita sia-siakan pertengahan Ramadhan nanti.

Pada puncaknya, akhir Ramadhan, adalah ‫ع ـ‬


ِِ
ِ‫ٌنلا نم قت‬
َ ‫ْرا‬ (Pembebasan
dari api neraka). Tidak ada musibah yang lebih mengerikan melebihi kalau
orang itu masuk ke dalam neraka. Kalaupun seluruh musibah yang ada di
dunia ini, mulai Nabi Adam sampai Hari Kiamat, dikumpulkan menjadi
satu, maka tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan musibah masuk
ke dalam neraka. Salah satu penyelamat dari neraka adalah menjaga amalan
di akhir Ramadhan.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mumpung Ramadhan masih ada, maka waktunya kita cangcut tali
wondho. Jangan kita tunda-tunda. Karena sudah menjadi fitrah manusia,
kalau awal Ramadhan sungguh-sungguh, maka di pertengahan Ramadhan
akan mudah untuk sungguh-sungguh. Di akhir Ramadhan, dia akan
panen.
Namun, kalau di awal Ramadhan ini kita lemah, maka nanti
kelemahan itu akan menjadi sifat kita. Dengan begitu, di pertengahan
Ramadhan tambah lembek. Lalu di akhir Ramadhan tinggal ruginya saja.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan
kita sia-siakan setiap detik di bulan Ramadhan ini; untuk ibadah, untuk
do’a, untuk membaca Qur’an, untuk sedekah dan untuk infaq.
Bulan Ramadhan ini bukanlah waktunya kita mengumpulkan harta,
tetapi waktunya kita mengeluarkan harta, karena waktu Ramadhan ini
pahala sedekah dilipat-gandakan.

132
Awal Ramadhan ini bukan waktunya kita bermalasan. Sebaliknya,
waktunya kita habis-habisan untuk beramal. Setiap amalan akan dilipat-
gandakan sampai berlipat-lipat.
Di bulan Ramadhan ini waktunya kita bersatu, bukan waktunya kita
bertengkar. Orang yang bertengkar di bulan Ramadhan, dosa-dosanya
tidak diampuni.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ramadhan ini juga bulan dakwah. Dalam sejarah Islam banyak hidayah-
hidayah besar datang dalam bulan Ramadhan.
Orang-orang Madinah berbondong-bondong masuk Islam pada
waktu Ramadhan. Orang-orang Makkah begitu juga, berbondong-
bondong masuk Islam di waktu bulan Ramadhan. Maka, kita berharap agar
Ramadhan tahun ini juga banyak hidayah datang (turun).
Akan tetapi, kapan Ramadhan itu jadi bulan hidayah; di Madinah, di
Makkah, dan dimana-mana turun hidayah? Hal itu terjadi ketika ada
dakwah. Kalau dakwah kita kuatkan, maka nanti Ramadhan-Ramadhan
akan jadi bulan-bulan hidayah. Namun, kalau dakwah tidak kita
kuatkan, maka Ramadhan maupun bukan, tidak banyak berbeda. Maka,
bagaimana Ramadhan ini kita jadikan bulan dakwah.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ramadhan ini juga bulan i’tikaf. Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam i’tikaf dalam bulan Ramadhan. Begitu juga Para
Shahabat Radhiallahu ‘Anhum dan Para Ulama’. Mereka I’tikaf dalam
bulan Ramadhan.
Sunnah i’tikaf ini sudah dilupakan oleh kebanyakan orang. Maka
bagaimana mulai kita tata kembali masjid kita agar dapat kita gunakan

133
untuk i’tikaf. Minimal kita i’tikaf pada waktu sepuluh akhir bulan
Ramadhan. Namun, sebelum itu juga bagus.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ramadhan adalah bulan do’a. Banyak orang yang mengalami kesulitan
dalam kehidupan ini. Namun, asbab berkah do’a di bulan Ramadhan,
kesulitan mereka dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Banyak orang yang otaknya membatu, tidak bisa mengaji, sulit untuk
memahami ilmu agama. Akan tetapi, karena tangisannya waktu Ramadhan
otaknya menjadi cair dan mudah memahami ilmu.
Banyak orang yang ekonominya sulit. Namun, karena amalannya
waktu Ramadhan, ekonominya dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Banyak orang tidak punya anak. Akan tetapi, asbab menjaga amalan
Ramadhan, dikaruniai anak banyak.
Banyak orang mengalami masalah-masalah di dunia, bahkan masalah
di akhirat. Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Selesai
banyak masalah di akhirat karena menjaga amalan di bulan Ramadhan.”
Maka Ramadhan ini betul-betul karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang mesti kita jaga dengan sebenar-benarnya.‫ينمؤػملاـ ـيػقتملاـ ـةرػمزـ ـ‬
ِِ ْ ِ ِْ ِ ََْ َ َِِِْ ْ ْ ِ ِ
‫ُاْانلعْْج‬
ََ ‫ُكايإوـ ـله‬ ‫ُل‬
‫ْاـ ـ‬
‫َنمـ ـم‬ ‫ْئاف‬‫ْـنيز‬ َُ‫َداََوـ ـين‬
‫ملاـ‬ ‫ََََ ُ ُْ َْفِ ; َمََكاػيإوـ ـاػنلخ‬
ِِْ َِْ ِِ ِ ِِِِْْ ِْْ َِ ُ ِِ ْ ِِ ْ
‫ينقوملا ـيصلخملا رهشـ ـفَلأ‬.‫ْا ـمسبـ ـميجرلا ـفاطيشلا ـنم ـلهابـ ـذوعَأـ ـ‬
َ ُ َْ َْ‫ْلا ـن‬
‫حَرلا ـلُه‬ ‫ميُحر‬
ٍَْ ِْْْ ٌَِِْْ ْ ِِ‫ْْل‬ِ ْ َُ ََ ََْْ‫ِم ـر‬
‫ػْيل فِ ;هانلزػَنأ ـآنإ‬ ‫َـة‬‫ََ ـَُردقلاـ‬
‫ْلََػيلََ امـ ـؾارَدأ ـ ـاَم َوـ‬
‫ػيُخ ـردقلا ـةلػيل ردقلا ـة‬ ‫ن‬
ٍََُِْْْْ َََِْْ َ ِِ ِ ِ ِِ
َ ٌَ ُّْْْ ٍُْ َََ َ ‫ُلا علطم‬ ‫َجف‬ ‫ر‬
ِ ِ ِ ْ ِْ ّ ُ
ٍ َْ َُْ َ ََََْْْ ْ
‫كئلملاـ ـؿزػنػت‬ َ ‫َحـ ـيى ـ ـلسٍـ ـرَمأـ ـلكـنمـ ـ ُّمرـ ـفذإبـ ـاهػيفـ ـحورلاوـ ـة‬
‫حارلاـ ـرػيخـ ـتنَأوـ ـمحراوـ ـرفغا برـ ـلقو‬
َ‫ي‬
134
‫‪AKHIR RAMADHAN‬‬ ‫وتا‬
‫ِ‬
‫ُ‬ ‫ََسل‬
‫ُُا‬ ‫ْ ـةَحْرَوـ ـمكَيلََعـ ـ‬
‫َل‬ ‫ْـلُهاـ‬
‫ََوـ‬‫َُ‬
‫ػب‬ ‫َ كر‬
‫ُُْْْ ِِِ ََِِِْ ََْ ََََََْ َََُْْ‬ ‫ِ‬
‫ْ ِْ َََِْ ْ ْ‬
‫ِ ِ‬
‫َ ّ َِ َ َُ َ ِِْ ٍَِّ ِِِ ْ ََ ََِِِِِ‬
‫َْ ـوػػلل ‪،‬‬ ‫َََْ‬
‫ػلاـ‬ ‫ػَنأـ ـيذػ‬ ‫ْْػ َ‬ ‫ػََػنػيلعـ ـَؿزػ‬ ‫َ فآرػػقلاـ ـا َ‬
‫ِْلل‬ ‫ِِة‬ ‫ْلٍا ـ ـ‪،‬ـلػُػِِسلاوـ ـفاػِ ِ‬
‫ػْـلِا ـ ـ‬
‫ِ‬ ‫ػػ‬ ‫ُُ‬ ‫ػْػلَعـْ ـَو ْ‬ ‫َـىََْ‬ ‫ػمعن ـ‬ ‫َْػَََََ‬ ‫َ‬‫ََْ‬ ‫َْ‬ ‫دَػػم‬
‫ِ ِ ِِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫ََاـ‬
‫َْْ‬‫ػـمـلـ‬ ‫ػـَ‬
‫ُ َََََ‬ ‫َْْ ََ َِْ ّ َ ََََْ دـْ ُ‬
‫ْ‬ ‫ََْ‬ ‫ْ‬
‫ْقباػػسلا ـةػنطابلاو ـةرىاػ لا ـمعػنػلا ـ ٍعػػيج ـىػلع ـوػلل‬ ‫ََْة‬
‫ََو‬ ‫َِْر‬
‫َُأ‬ ‫ػََس‬
‫َ‬‫َََ َ‬ ‫ػنػيْلإـ ـل‬ ‫ََُػس ـ ـا ُ‬
‫َََُّ‬ ‫ْْـدي‬‫ػَُْْػ ْنلا ـ‬ ‫ْ ِ ِ دػػػملا ـ ـِ‪،‬ـا ََ‬
‫ػيمٍِِ‬
‫ََ َ‬ ‫ػُ‬ ‫ََّ َُ‬ ‫ػػ‬ ‫ْ َ ًٍََُُّ َََّْْ ٍِْعَََ َُ‬ ‫ُُ‬ ‫ْ‬
‫ػػموـ ـا ٍ‬ ‫ِ‬
‫ُّ ِِ َ ََِِ ِِْ ٍِِِ‬
‫ػػػػه‬ ‫ُػن ـ ـلِاْْ ََ‬
‫ػػََ‬ ‫ََم َ َْْ‬
‫ػػػػلع‬ ‫َػػػػمنََ‪،‬‬ ‫هد‬
‫ِ‬
‫َُُ ِ ُْ ََُُ ََََُْْ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬
‫ػػم ـ ـ‪،‬ةػػػػيورخ ْلاوـ ـةػػػ‬ ‫ػػ ََ‬ ‫ػػػػنمل ٍع ـ ـا َ‬
‫َ‬ ‫ْاُ‬
‫ػنمـ ـ‬
‫َََ ْ ٍَِ ُ ِِ‬ ‫ِ‬
‫ََ‬ ‫ََُ َ ََُ‬ ‫َََُْْْْ ٌ‬ ‫َْ ْ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬
‫ػيويػندلا ـ ـةػػػػقحللاو‬
‫ِْ ٌََََُْْ‬
‫لِاػػموـ ـوػػنمـ ـاػػنملع ـ ـاػػمـ ـ‪،‬ـاػػعػنلاـ ـعػػيجـ ـى‬
‫ػػلع ـ ـ‪،‬مػػلعػن ـ ـلِاػػموـ ـوػػنمـ ـاػػنملعـ ـاػػمـ ـ‪،‬د‬ ‫َ‬
‫ػػمامحلا ‪.‬ملعػن‬
‫شأو ـ‪،‬وػل‬
‫ػػبيبحوـ ـاػنَّوموـ ـانديػسـ ـَفأـ ـدهػػػ َ‬ ‫ا ن‬
‫شأ‬
‫لْيرػشـ ـَّ;;هدػػػحوـ ـلهاـ ـَّإ ـ ـوػلإ لَ ;َفأ دهػػ َ‬
‫دػممُـ ـانديػسـ ـىػلعـ ـؾراػبوـ ـملػسوـ ـلػصـ ـمػهللاـ ـ‪.‬هدػػػع‬
‫ػبـ ـبِػنـ ـَّ ‪،‬ولوػسروـ ـهدػػػبعـ ـادػممُ ‪.‬ةمايقلاـ ـوػي ـلإ ـملَيعباتلاو ـوت‬
‫يرذو ـوباحػػصَأو ـولآ ىلعو‬
‫‪.‬فوملسػػػمـ ـمتػػػػنَأوـ ـَّإ ـ ـنتوػػػَـ‬
‫َّو ـوػػتاقػتـ ـقػػحـ ـلهاـ ـاوػػػػقػتاـ ـ‪...‬لهاـ ـداػػبعـ ـاػػي‬
‫ػفـ ـ‪،‬دػػعػبـ ـاػػَمأ لهاـ ـفإـ ـلها ـاوػػػقػتاو ـدػػػغل‬
‫تمدػػػق ـ ـاػػػم ـ ـسػػػفػنـ ـرػػػػػ‬
‫نػتلوـ ـلهاـ ـلإـ ـفومداػػػقـ ـمػػػكنَأـ ـاوػػػملعاو ‪.‬فولمعػت ـا‬
‫ب رػيبخ‬‫ِ‬
‫‪Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita ini‬‬
‫‪adalah hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita ini dulu tidak ada‬‬
‫‪kemudian di-ada-kan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita ini milik‬‬
‫‪Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita ini hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.‬‬
‫‪Kita tidak punya apa-apa.‬‬

‫‪135‬‬
Kita jadi rakyat, kita jadi pejabat, kita jadi ahli teknologi, kita jadi
orang kaya jadi, dan kita jadi orang miskin juga hanya milik
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Walaupun kita bisa naik ke langit, bahkan di
atas langit, kita pun tidak akan bisa lepas dari itu. Kita hanya hamba
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak punya apa-apa.
Diri kita pun kita tidak punya. Semua milik Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Kita tidak punya selembar rambut pun. Kita tidak punya secuil kulit
pun. Kita tidak punya sebiji kerikil pun. Semua milik Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Tinggal di bumi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di bawah lapis-lapis
langit Allah Subhanahu wa Ta’ala. Makan rizqi dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kalaupun kita minum, minuman tersebut datang dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Adakah manusia yang menciptakan air? Adakah manusia yang
menciptakan makanan? Tidak ada! Semua dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka, dalam bulan Ramadhan ini kita belajar untuk menanamkan
perkara ini dalam hati kita. Kita ini merasa betul-betul hamba
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Walaupun banyak makanan dan banyak
minuman di dunia ini, tetapi kita tidak berani makan dan tidak berani
minum. Mengapa demikian? Karena Pemilik makanan dan minuman,
Pemilik alama semesta, Allah Subhanahu wa Ta’ala, melarang kita makan
dan minum.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita
bisa makan dan bisa minum dalam bulan Ramadhan, tetapi nanti akan
berurusan dengan Pemilik makanan dan minuman. Bahkan Pemilik kepala
kita, Pemilik perut kita, Pemilik lidah kita, Pemilik gigi kita, dan Pemilik
alam semesta ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala.

136
Maka, orang yang beriman dengan bulan Ramadhan ini betul-betul
merasa sebagai hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala, total. Tidak berani
makan kalau tidak ada izin dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak berani
minum kalau tidak mendapat izin dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Inilah hamba.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau
kita ini betul-betul merasa hamba, hidup bergaya sebagai hamba, bersikap
sebagai hamba, maka duduk di masjid dengan penuh khusyu’, tawadhu’,
merasa sebagai hamba. Begitu pula kalau kita berjalan di luar masjid.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

‫ِِاب‬
َُْْْٖٙ( ‫ََُع َو‬
‫َد‬ َُ‫َِشَـ نََيذلاََُْن‬
ْ‫حرلا‬ ‫ُ اذإوَُ انوىَ ضِرْلا ىًْلع َ ف‬
‫ََو‬ ‫ػبطاخ‬ ‫ِاق فولْىاَلا‬
ْ‫ِ مه‬ ‫اول‬
‫َقرفلا) املس‬ ‫ ـفا‬:
ًَ
“Dan hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang
yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang
jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandung) keselamatan.” (Q.S. al-Furqan: 63)
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hamba-
hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang beriman adalah mereka yang
berjalan dengan penuh tawadhu’ karena merasa hamba. Kalaupun makan
dia akan makan dengan sikapnya seorang hamba. Merasa makanan ini dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, makan dengan “Bismillah”. Setelah
makan dengan “Alhamdulillah”. Inilah makannya seorang hamba.
Kalau kita makan dengan “Bismillah”, selesai makan dengan
“Alhamdulillah”, dan makan di saat yang diizinkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala, bukan pada waktu siang hari dalam Ramadhan,
maka habis makan dosa-dosa kita akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala.

137
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan
tetapi, orang-orang bathil, orang-orang kafir, orang-orang jahil, mereka
menipu kita. Sehingga kita makan bukan dengan sikap makannya seorang
hamba. Tidak ada sikap hamba, padahal kita ini hamba. Berjalan tidak
seperti hamba, padahal kita ini hamba. Tidur tidak seperti hamba, padahal
kita ini hamba. Gaya hidup seperti orang yang tidak punya Tuhan, padahal
kita ini hanya hamba-hamba Tuhan. Maka, orang yang begitu itu akan
celaka selama-lamanya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita di
dunia tidak lama. Tahu-tahu Ramadhan sudah hampir habis. Nanti
tanpa terasa juga umur kita tahu-tahu sudah hampir habis. Sedangkan kita
belum beramal apa-apa. Belum membangun akhirat kita dengan
sungguh-sungguh. Belum bertaubat kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dengan sungguh-sungguh. Maka bagaimana nasib kita nanti
ketika menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka bulan Ramadhan ini adalah bulan yang sesuai untuk mencuci
diri, taubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau kita taubat sungguh-
sungguh, menyesali dosa-dosa yang lalu, niat sisa-sisa umur kita hanya
untuk kebaikan, dan hanya untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menyayangi kita.

(ٕ : ‫)ةرقبلا‬ ‫ْلَها ـفإ‬‫ِوػتلا ـبي‬


َِ ‫ِ َ يب‬
‫ُا‬
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang taubat.” (Q.S. al-
Baqarah: 222)
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah
Ramadhan, bulan taubat. Inilah Ramadhan, bulan do’a. Yang Mulia Nabi
Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, “Pada bulan
Ramadhan do’a-do’a akan diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

138
Maksudnya do’a diterima itu bagaimana? Maksudnya do’a diterima
bukan berarti kita harus berhasil. Bukan! Maksud do’a diterima itu adalah
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mendatangkan kebaikan-kebaikan dalam
diri kita.
Apa kebaikan-kebaikan yang akan didatangkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala? Kita tidak tahu. Akan tetapi, pasti do’a itu akan ada
hasilnya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita
tidak tahu. Perasaan kita berjalan menuju arah timur ini adalah
menguntungkan. Namun, Allah Subhanahu wa Ta’ala mematahkan kaki
kita sehingga kita tidak bisa berjalan ke arah timur. Perasaan kita ini adalah
musibah.
Padahal kalau kita berjalan ke arah timur, maka akan ada musibah
yang lebih besar. Kita tidak tahu. Yang terpenting sekarang adalah kita
berdo’a dan berdo’a. Nanti Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
mendatangkan kebaikan-kebaikan yang kita tidak tahu.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang
mengira kalau kaya itu baik. Itu kan perkiraan kita. Sudah berapa banyak
orang yang sebab kekayaannya malah celaka.
Kalau kita miskin, kita merasa sedih. Padahal mungkin itu adalah
rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk kita. Maka kita
berdo’a supaya Allah Subhanahu wa Ta’ala membimbing kita dalam
kehidupan ini. Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala meluruskan
langkah-langkah kita sehingga kita di dunia yang tinggal beberapa hari
lagi ini mendapatkan keselamatan. Kemudian kita masuk syurga kekal
abadi selama-lamanya. Di sanalah hasil amal agama yang sebenarnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam al-Qur’an:

139
(ٖٚ : ‫)رمزلا‬ ‫ًَسو‬‫ِاـ ـق‬
‫ُي‬ َِ‫ُوْْق‬
‫ػتاـ ـنْيذَل‬ ‫ػبََرـ ـا‬ ِ ‫ِم‬
َ َ‫ْزـ ـةنلاـ ـَْلإـ ـمه‬‫ار‬
“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga
dengan berombong-rombongan.” (Q.S. az-Zumar: 73)
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rombongan pertama adalah rombongan Yang Mulia Baginda Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Barulah waktu itu kita tahu.
Ternyata yang terpenting itu adalah agama. Yang lain-lain itu sudah tidak
begitu penting.
Sekarang kita merasa, harta itu penting, jabatan itu penting, urusan
yang ini dan urusan yang itu menurut kita adalah penting. Nanti kalau kita
sudah sampai di akhirat, ketika orang-orang beriman berbondong-
bondong menuju syurga, ketika orang-orang kafir berbondong-bondong
menuju neraka, kita baru terasa.
Subhanallah! Maha Suci Allah, ternyata yang terpenting adalah
agama. Tidak ada gunanya apapun kemajuan tanpa agama. Tidak ada
gunanya apapun keuntungan selain agama.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka
dalam Jum’at yang mulia, dalam bulan Ramadhan yang mulia, kita banyak
do’a, kita banyak taubat, istighfar dan juga banyak sedekah. Sedekah ini
َِ‫ْد‬
adalah
َ‫ُـ ـ ـ ـ‬
‫ػػف‬
َْ ‫ءلبػػػلا ـعػ‬ (penolak bala’). Perbanyak
sedekah. Terutama untuk orang-orang yang berbuka puasa.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Makmurkanlah masjid-masjid kita di akhir-akhir Ramadhan ini.
Ramadhan tambah akhir, berkahnya tambah banyak. Jangan sampai kita
melemah dalam akhir Ramadhan ini. Jangan tertipu oleh napsu dan pikiran
kita. Ramadhan tambah akhir, ketika itu Lailatul Qodar saat amalan-

140
‫‪amalan dilipatgandakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan sampai‬‬
‫‪kita tertipu oleh kemalasan kita, sehingga di akhir Ramadhan ini kita tidak‬‬
‫‪mendapatkan keberkahan apapun.‬‬ ‫ينْمػملاـ ـيػقتملاـ ـةرػمزـ ـفِ ;مكاػيإوـ ـا‬
‫ِْ ِ ْ ؤِ‬ ‫ْ ْ َِِِْ َ َََْ ِ‬ ‫ِ‬
‫ََ‬‫ْْ‬ ‫ُ‬ ‫ََُ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬
‫ملاـ ـنيزئافلاـ ـنمـ ـمكايإوـ ـلها انلعج‬
‫ػنلخداو ـين َ‬ ‫ََِ‬
‫ََََ ُ ُْ َْ َ‬
‫ِِِِِْْ‬
‫ْ‬
‫ِْ ِ ِ‬
‫ََ‬ ‫َِ ِ ِِ‬ ‫ُ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬
‫ْ ِِ ْ ِِ‬
‫ميُحْر َْ‬
‫ْْ‬
‫حرػػلاـ ـلهاـ ـمػػسبـ ـميجرػػلاـ ـفاطيػػشلاـ ـنػػ‬ ‫َ‬ ‫ػػلاـ ـُنَْ‬
‫ٌَِِْْ ِْْْ ٍَ‬ ‫ِِْْ ْ‬ ‫َِ‬ ‫ِ َْ ُ‬
‫لخْملا‬ ‫ػػمْلاـ ـيػػص‬ ‫ََنَُق‬
‫ََ َُو ْ‬ ‫ػػبـ ـََذوػػعَأ َ‪.‬يَ‬ ‫مـ ـلها َََْ‬
‫ٍُِِّْْْ ٌَِ َ ٍَََِِْْْ‬ ‫ََ‬
‫ِ ِِْ‬
‫َ‬ ‫َ‬‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫َُ‬ ‫َُ ْ َِ‬
‫َ‬
‫ِا ـةلػيل امـ ـؾارَدأـ ـاموـ ـردقلاـ ـةلػيل‬ ‫رهشـ ـفَلأ نم ـرػيخ ـردقلا ـةلػيل ردقل‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َََْْ َ َُِْ َْ ٍ‬ ‫ْنلزّػَنْأ ـآنإ ْ ْ‬
‫َ;ُها‬
‫فِ‬
‫رػجٍفلاـ ـعػلطمـ ـَّػحـ ـيػى ـ ـلػسـ ـرَمأـ ـلكـنمـ ـ ُّمرـ ـفذإبـ ـاهػيفـ ـحورلاو‬
‫حارلاـ ـرػيخـ ـتنَأوـ ـمحراوـ ـرفغا برـ ـلقو‬
‫ػػت ي َ‬
‫كئلملا ؿز ن‬
‫ة َ‬
141
SUASANA HARI QURBAN
‫ُا‬
‫ََُسل‬
‫َل‬ ِ ‫ُهاـ ـةَحْرو ـ‬
‫مكيلََعـ ـ‬
ُ َ َ ْ‫ْ ـل‬ ‫َبَو‬ ‫َوتاكَرُػ‬
ُ َْْ
َُُ َ ََُ َُِْ‫ََ دـمـْْلـاْـ‬
ْْ
‫ُ ولل‬ ‫ِِبر‬
‫يملُْاعلاـ ـ‬،‫شِأـ ـ‬ َََ ‫ِْللملاـ ـهلاـ ـَّإـ ـولإـ ـلَْ;َفأـ ـدِه‬
‫َـ ـ‬
‫َلا‬ ‫يّبملاـ‬،َ‫شأِوـ ـ‬
‫ْـق‬ َ ‫َفأـ ـده‬
ِْ‫ََر‬ َِِ‫ْـدْعِِولاـ ـ‬
َّْْ
‫ػػََََُس‬ ْ ‫ؿّو‬ ًٍََُ ‫َُلاـ ـلها‬‫ؽْداص‬ َ‫يم ْلاـ‬.‫ُـ ـمػهللاـ ـ‬ ‫َسوـ ـلػص‬ ‫ػ‬ٍُ‫ّراػبوـ ـ َمل‬ ‫ؾ‬
ُ‫ِِاٍػَمأ‬ ‫َعَػب ـ‬ ‫َدَػ‬ ،‫ػُفـ ـ‬
ََْ‫ػبََْعـ ـاػي‬
ِِِْ‫ِا ـدا‬
َْ ‫َه‬ ‫ل‬...‫ََتاـ ـ‬ ‫ٍِِػ‬ ‫ََػق‬ ‫َديس او‬ ‫َنَّّومَو ان‬
ُ ‫اـدـٍمـمُـ ا‬
ِْ‫ُسـ ـى‬ ِ‫َعوـ ـدػممُـ ـاندي‬ ُِِْ ‫ُـو‬ ‫ِْحَػ‬
َُْ َ َْ ‫ػْلُع‬ ََ ُ‫َْػ‬ َ َُْ ‫ػل‬ َْ‫ػلآ ى‬ ُْ‫ُْأوـ‬ َ‫َص‬ ‫َا‬‫َوب‬‫جْأـ ـ‬
ٍَ ‫ػع‬ ََ‫ي‬.
‫ٍأػي ـَّػح ـنيّدٍـػلا ـوػل‬ ‫ْت‬‫ِي‬
‫ٍلاَـََمك‬‫ْقي‬ ‫ػ‬ َََِِْ
‫ي‬،‫ػي ـ‬ َ‫ػػيَّـ ;ـوػ‬ ٌُْ ‫عٌػَف ن‬
‫ػػب ـَّو ؿـاـمـ‬
‫ميلسـبلقبـلها ىتاـ ـنم ـَّإـ ـفو ن‬. ‫يملاػعلاـ ـبرـ ـلها‬،‫يػصلِهودػبعاوـ ـ‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Masih
dalam suasana Idul Adha. Kita mengenang, kita merenungi maksud dari
Idul Adha. Maksud yang terbesar Idul Adha adalah mensyukuri nikmat
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terbesar yang diberikan-Nya kepada kita,
yaitu kita dijadikan umat Baginda Nabi Besar Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam.
ِ َ ََْ َ َ
ََّ ِ
َْْdiَََ
Maksud Idul Adha telah diceritakan ْ ّal-Qur’an:
dalam َ ْ
(ٕ-ٔ : ‫)رثوكلا‬ ‫رػثوكلا ـٍؾاٍنػيطَعأ ـآ‬،‫رَْناو ـْلبرل ـلصف ـ‬
‫“ نإ‬SesungguhnyaAku telah memberikan kepada Engkau (Wahai
Muhammad) karunia yang sangat-sangat banyak. Maka shalatlah karena
Tuhanmu dan sembelihlah Qurban.” (Q.S. al-Kautsar: 1-2)

Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadi


semua itu adalah merupakan syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Begitu banyak nikmat yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala
142
kepada Yang Mulia Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Seluruh kemuliaan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala
kepada Para Nabi dan Para Rasul ‘Alaihimussalam semuanya adalah
kemuliaan bagi Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Karena Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Sayyidul
Anbiya’, pimpinan Para Nabi ’Alaihimussalam, maka semua kemuliaan
yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Baginda Nabi
Adam ’Alaihissalam, Nabi Nuh ‘Alaihissalam, Nabi Ibrahim‘Alaihissalam,
Nabi Musa ‘Alaihissalam, dan kepada Nabi-Nabi yang lain, semuanya pada
hakekatnya juga merupakan kemuliaan untuk Yang Mulia Nabi Agung
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Semua kemuliaan yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada
Para Nabi ’Alaihimussalam ini, juga diberikan-Nya kepada Beliau.
Ditambah lagi kemuliaan-kemuliaan yang tidak diberikan
Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada siapapun makhluk-Nya selain Yang
Mulia Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

‫َُهاًً فإِنحـرل‬
ََِْْ‫ْاِ يلخ‬ ًََ‫ُ ْ ل‬ ‫ِِتّاََامَْك ـلي‬
‫َُلْخَِّْذتَّا‬ ‫ػبإِ ذ‬ ِِ ‫ضرْلا لَىأ نم اذختم تنكـولوليل‬
َ‫ََخْميىاَر‬ ْ
َُِْ َ َُِِِْْ َْْ ِِ
َ َُْ َ ََّ‫لَيلَخ ـْرٍكب ـابَأ ـًًتذت‬،‫مكبحاص ـنَْكلو ـ‬
‫َّ ;ليلخ‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi
Ibrahim adalah Kholilullah, Yang Mulia Nabi Agung
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun Kholilullah. Nabi
Musa ’Alaihissalam adalah Kalimullah, mendengarkan firman langsung dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala, Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
pun Kalimullah, mendengarkan firman langsung dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala.

143
Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diberikan pula karunia
yang tidak diberikan kepada makhluk manapun di dunia ini. Karunia
tersebut adalah Beliau pernah melihat langsung Dzat Allah Subhanahu wa
Ta’ala, Dzat yang ‫َِب‬
ٍ ‫ٍوَفيكل‬ ‫َِؿا‬yang tidak bisa dibayangkan. Karunia ini
َّ ‫َثْم‬
hanya diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia ketika
nanti di hari akhirat. Akan tetapi, untuk Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam di dunia pun sudah dikasihkan.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seluruh
Para Nabi dan Para Rasul ’Alaihimussalam diutus oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala untuk kaumnya, bangsanya, dan lingkungannya. Namun,
Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diutus oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk seluruh manusia dan seluruh jin di mana
saja mereka berada sampai Hari Kiamat.
Al-’Allamah al-Imam Suyuthi Rahmatullah ‘Alaih mengatakan,
Baginda Nabi diutus juga untuk para malaikat, para malaikat juga umat
Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Beliau pun mengatakan bahwa benda-benda yang kelihataannya
tidak berakal, seperti batu, kayu, bahkan binatang-binatang pun
merupakan bagian dari umat Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam.
Maka, suatu ketika datanglah pohon-pohon kepada Baginda
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu mengucapkan syahadat:
َِ ‫ْـَُده‬
‫شأ‬ ‫ُأـ‬
َ‫ًُإـ ـلَ ;ف‬
‫َإـُـول‬
َّ‫ُـ‬
‫شأوـ ـلهاـ‬
َ ََ‫َ ـْْده‬ ُ ‫ِـ‬
‫ادممَُفأـ‬ ‫ْـ ـؿوِس‬
‫َرـ‬ ‫لها‬
Batu-batu di Makkah pun mengucapkan salam kepada Baginda Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: ِ
‫َلسلا‬
‫ؿوسرـ ـايـ ـْليلع ـ ـ‬
َ‫َهاـ ـ‬
‫ل‬.
ََُْ ََُْ َ

144
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Baginda
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dikasih karunia Mi’raj (naik ke langit)
agar penduduk-penduduk langit pun mendapatkan berkahnya.
Pada waktu Isra’ Mi’raj itu pula arwah Para Nabi dan Para
Rasul ’Alaihimussalam berkumpul untuk bermakmun shalat kepada
Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Karunia-karunia yang begitu banyak dan sangat-sangat banyak
diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Baginda Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Maka, diantara bentuk syukurnya adalah Idul Adha,
dengan shalat Idul Adha dan penyembelihan Qurban.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Karunia-karunia yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada
Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah karena Baginda Beliau
merupakan Nabi kita, pimpinan kita. Kita adalah umat Beliau. Bahkan kita
ini adalah keluarga Beliau. Dengan nash al-Qur’an:

)ٙ:‫ُؤْْملابـ ـلَوأـ ـِبنال‬


‫ُـنمـ ـَيُنُم‬
‫ُأـ‬
َ‫ػن‬ ِِِ ‫ْاهُمَأـ ـوْْجاِو‬
‫ِْػت‬
َْ‫َْزأوـ ـمهسَُف‬ ‫بازحلْا(َمه‬
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri
mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka.” (Q.S. al-
Ahzab: 6)

Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,


al-Imam as-Syafi’i mengatakan bahwa kalau istri-istri Baginda
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah ibu-ibu orang yang beriman,
maka Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam boleh dikatakan ayah
orang-orang yang beriman.
Semua karunia yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada
Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, semua keluarga beserta umat

145
Beliau juga mendapatkan bagiannya. Maka, yang hari raya bukan hanya
Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saja, tetapi seluruh umat
berhari raya sampai Hari Kiamat. Alangkah senangnya dijadikan Umat
Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan
tetapi, perlu kita renungi dan kita pahami bahwa setiap kemuliaan itu mesti
ada tanggung jawabnya. Seumpama orang itu diangkat menjadi kepala
desa, maka langsung punya tanggung jawab untuk mengurusi desa.
Seumpama orang itu diangkat menjadi bupati, maka dia punya tanggung
jawab untuk mengurusi kabupaten.
Maka, kita adalah Umat Baginda Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, punya kewajiban untuk mengurusi umat. Setiap
kemuliaan, setiap jabatan, ada tanggung jawabnya. Oleh karena itu, begitu
kita mengucapkan:
َِ ‫َُْده‬
‫شأ‬ ‫ًُإـ ـلَ ;َف‬
‫ُأـ ـ‬ ‫َُّـ‬
‫َإـ ـُول‬ َ ََ‫َ ـْْده‬
‫شأوـ ـلهاـ‬ ُ ‫ِـ‬
‫ادممَُفأـ‬ ‫ْـ ـؿوِس‬
‫َرـ‬ ‫ لها‬Kita
langsung punya tanggung jawab, yaitu tanggung jawab memikirkan
umat. Apa yang kita pikirkan pada umat? Tentu saja yang kita pikirkan
segalanya. Namun, yang paling penting untuk kita pikirkan pada umat
adalah agamanya. Mengapa demikian? Karena kalau orang itu punya dunia
seisinya, tetapi agamanya rusak, maka akhirnya dia akan jadi intip (kerak) di
neraka, tidak ada gunanya apa-apa.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka
kita punya kewajiban memikirkan umat. Berawal dari rumah kita, yaitu
anak dan istri kita. Mereka harus kita pikirkan. Begitu pula umat yang ada
di masjid kita, juga harus kita pikirkan pula. Umat yang ada di kampung
kita, harus kita pikirkan pula.

146
Kalau ada kemerosotan agama di rumah kita, kemerosotan agama di
kampung kita, kita mesti menangis sedih. Mengapa? Karena ini
tanggung jawab kita.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Siapa
yang menjadikan itu semua sebagai tanggung jawab kita? Yang
menjadikannya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Telah diumumkan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa kita adalah umat Baginda Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
ِِ
‫مكلِك‬ ‫ٌـعا‬ ‫وتيعرـ ـنعـ ـٍؿو‬
‫َُُؤُسُمـ ـْمَكل‬
ََ‫ْْـ‬
‫َُرـ‬ ‫ْكوـ‬
Kalau sampai terjadi kemerosotan di dalam rumah kita mengenai
ِِِ
‫ْـمٌمكل‬
‫َُْْك و‬
urusan agama, nanti kita akan ditanya “ َ ‫” وتيع ر نـَُعُؿ ْوَؤس‬.
Kalau ada kemerosotan agama di kampung kita, nanti kita akan ditanya,
“Apa saja yang telah engkau perbuat?” Sebagai orang Indonesia,
kalau terjadi kemerosotan agama di Indonesia, maka kita pun akan
ditanya : “Apa saja yang telah engkau perbuat?”
ِِِ
َْْ‫َـْؿوٌؤسَُمـ ـ‬
“ ‫مكلكوـ ـ‬ ‫ُرـ ـْنعـ‬
‫َُوتيع‬

Sebagai seorang ayah, maka akan ditanya mengenai anaknya. Sebagai
seorang suami, maka akan ditanya mengenai istrinya. Sebagai Kyai, maka
akan ditanya mengenai santrinya. Sebagai orang kampung, maka akan
ditanya mengenai kampungnya. Sebagai orang negarawan, maka akan
ditanya mengenai negaranya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebelum datang pertanyaan-pertanyaan seperti itu sebentar lagi di
akhirat, maka kita harus berbuat sesuatu. Minimalnya kita ada
kerisauan, keprihatinan, do’a, bergerak semampunya, dan berkorban
semampunnya.

147
Orang yang berkorban untuk ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala,
tidak akan disia-siakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana Nabi
Ibrahim ’Alaihissalam telah berkorban, sampai anak Beliau pun disembelih
semata-mata untuk mencari ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apakah
terus kemudian Beliau menjadi hina? Tidak! Justru Beliau bertambah
kemuliannya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
kita dijadikan sebagai umat Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini
harus disyukuri dengan sebenar-benarnya syukur. Bagaimana caranya?
Yaitu dengan banyak-banyak membaca shalawat kepada Beliau,
menghidupkan sunah-sunah Beliau, dan juga memikirkan umat Beliau.
Janganlah kita mempunyai sifat masa bodoh terhadap keadaan umat. Kalau
kita tidak mau mengurusi nasib umat ini, maka kita akan ganti diurus di
akhirat.
Mengapa sedemikian banyak urusan kita? Memang syurga itu perkara
besar dan mahal harganya. Juga akhirat itu selama-lamanya. Maka, karena
syurga itu adalah perkara besar, kita harus bersabar untuk mendapatkannya.
Sebab neraka itu juga perkara besar, maka kita harus bersabar dalam
usaha menyelamatkan diri dari siksanya. Sowan
(menghadap) kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala itu perkara besar, maka perlu bersabar dan berhati-hati dalam
menghadapi kehidupan dunia ini.
Sebenarnya manusia itu adalah makhluk besar kalau dia mau berpikir
bahwa urusan yang akan ia hadapi begitu panjang.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena
kita ini umat Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka sudah
sepantasnya bila urusan kita itu banyak. Kita mau berpikir, tetap ada
urusannya. Kalaupun kita tidak mau berpikir, tetap ada urusannya. Kita

148
‫‪mau berpikir, tetap akan berangkat ke akhirat. Kemudian kalaupun kita‬‬
‫‪tidak mau berpikir, sebentar lagi juga akan berangkat ke akhirat.‬‬

‫ِْْها‬
‫ََ‬ ‫ُإؤوـ ـل‬
‫ْاي‬‫ََُـنِم ـمك‬
‫ِئافْلاـ‬
‫ْيَز‬ ‫ُن‬ ‫ػنلِخدا‬
‫ُوْـينَْ‬
‫ملاـ ـ‬ ‫َََ‬ ‫ِِاَْػيإ‬
‫َ ْوـ ـا‬ ‫ََـفِ ;ْمِك‬
‫ْزـ‬‫ِم‬
‫ػَ‬ ‫ُـ ـيِ ُ‬
‫ػقْتملاـ ـةرَْ‬ ‫َََػملا‬‫َْم‬ ‫ين‬
‫ِِِِِْْ‬ ‫ِِ‬
‫ََِْ ْ‬ ‫َِ ِ ِِ‬ ‫َُِِِِْْْْْ ُ ُ‬ ‫ُْلعج‬ ‫ان‬
‫ْْ‬ ‫َ‬
‫ػشلاـ ـنَ ِِ‬ ‫ّ ـمػػسب ِ‬
‫ّ َْْْْ‬
‫ػػ‬ ‫ػََُْ‬ ‫َََََُ َ‬ ‫ِِـ ـ ٍميَّجرْ َََ ُْ‬
‫ػػلاـ ـفاَْطي‬ ‫ػػلاـ ـلهاـ َ‬ ‫ََ َ‬ ‫َْ‬
‫حر‬ ‫ميحرػػلاـ ـن‬
‫ٍ‬ ‫َ ‪.‬ينقٍوػػملاـ ـيػػصلخملا‬ ‫ػػبـ ـذو ِِ‬
‫ػػَْعأ‬ ‫ََْْ َ َُْ‬ ‫ْلَها‬‫مـ ـ‬
‫رػػفغاـ ـبرـ ـلػػقو ‪.‬رػػػتػبلْاـ ـوػػىـ ـْلئنآػػشـ ـفإـ ـرػ‬
‫ػنَْاوـ ـْلػػبرل لػػصفـ ـرػثوػػكلاـ ـؾاػػنػيطعَأـ ـآػػنإ‬
‫حارلاـ ـرػيخـ ـتَنأو مـحرـاوـ‬ ‫‪.‬ي َ‬
149
KHUTBAH GERHANA
‫ُا‬
‫َسل‬ ‫َـ ـ ل‬‫ََْرُو ـمِكي‬
‫ُ ـ ْهلا ـَةََح‬
‫ْو‬
‫ػَب‬َُ‫َر‬ ‫وتاك‬
ُ َ‫َلع‬
َََِ
‫ادىََُيذلْْا ولل‬ َُ َْ‫اذل ان‬ َُْ ‫َهْػنل اَنََك ـامََو‬ ‫َِيدت‬ ‫َوْل‬ ِ‫ُفَأ َل‬ ‫لَهاَان‬،ِ‫شأ‬
‫ََْادىـ ـ‬ َ ‫ْإ َل َفأِدهػػ‬ ‫ول‬
َََ ْْ ‫َّفأ‬
َََُْ‫س‬
َََ‫ّي‬‫ًٍَََُُُُد‬
‫ُمُـَْاَّنومو ان‬ ‫ُمـ‬
‫َولوسرٌْو هدبع اـدـ‬ . ‫ِدـػـػـمـلـاـ ىلع ملسّو لص مهللَا‬
ُ
‫ِِأوٍـولآ‬ َ‫ػػََص‬ ٍِِِ ِ ‫ِِو‬ ‫ٍِو ـ‬ ‫ِِـِِفْاَْسح‬
َ ْ ْْ‫ََباح‬
َ ‫َتلا‬
‫َُإبـ ـملَيْعبا‬ ‫ػيـ ـلإـ‬ َ ‫َ ـو‬ ‫ََمايقلاـ‬
‫ٍة‬. ‫شأوَلها َّإ‬
َ ‫ػػ‬ َُ ّ
َ ‫ده‬
ََُِْْ َُْ ُْ َ‫ػـ‬ ِ‫ػ‬ ُُ‫َإ ـ ـنتو‬ َّ‫ػَنأِوـ ـ‬َُُ‫ػَػ‬ ََ‫ػسمـ ـمتػ‬ ُ‫َملػ‬ ‫َس فو‬ ‫دمم ـُاندي‬
‫ىلعٍوـ ـُْـ‬
َِِ
‫ػ‬ ‫ََآ‬
‫ػَيَأـ ـ‬ ِ‫ػ‬ ِ ‫ٍِِاـ ـ‬ ِ ‫ػقػتاـ ـ‬ ‫ْػ‬
َ‫ػه‬
ََُ َُ ََ ‫َْا‬ ‫ػنل‬ََ‫ساػ‬... ْْ ََ ‫ْـاَو‬ ‫َحـ ـلهاـ‬ ‫َػ‬ ‫َػػتاقػتـ ـق‬ ‫َّوـ ـْو‬
َََِ َِِ ْ َ ُِِ ‫ػَمأ فا َ ِ ت‬ ُِ ِِِ
ََُُ ‫ػػيآ‬ َ ‫َا‬ ‫ػبـ ـ‬ ‫ػع‬ ٍَُّ‫ََػ‬ ‫ػ‬ َ‫ػ‬ َ‫د‬،‫ػػفـ ـ‬ ‫ْي‬
‫اػمهػنكلوـ ـوػتايلـَّـوـ ـدػَحأ ـ ـتوػمل فافسكنػي ـَّ رمقلاو سمشلا َفأ‬
‫ي لجو ـزعـ ـوللا ـتايآ نم‬ َ ‫ةلصلا ـلإـ ـاوعزػفاف افسكاذإفـ ـهدابعـ ـاّمُـ ـؼو‬. ‫اوملعاو‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
ِ ِِِ ini merupakan peringatan bagi umat
Sesungguhnya gerhana matahari
ْ ُّ َُْ َََُ ْْ ََ ُُْ
َََ Bahwa akan datang suatuُmasa, alam
َ mau berpikir.
manusia yang
ّ
ٍ ٍ semesta
ini akan dihancurkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

(ٖ-ٔ : ‫ترػيس ؿابلا ـ ـاذإو تردكنا ـ ـوجنلا ـ ـاذإو تروكـسمشلا ـ ـاذإ )ريوكتلا‬
“Apabila matahari digulung. Dan apabila bintang-bintang berjatuhan. Dan
apabila gunung-gunung dihancurkan.” (Q.S. at-Takwir: 1-3)

Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.


Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidaklah terjadi karena kematian
seseorang ataupun hidupnya seseorang. Namun, itu adalah ayat dan tanda-
tanda keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
150
Dan apabila telah datang gerhana, matahari ataupun bulan, maka
hendaklah kamu cepat-cepat shalat. Di dalam gerhana itu juga disunnahkan
untuk membaca istighfar dan juga banyak-banyak sedekah.
Sebagian ulama’ mengatakan bahwa gerhana matahari dan gerhana
bulan ini adalah pertanda dan suatu isyarat dari langit. Isyarat dari langit
bahwa akan banyak musibah datang ke dunia ini. Sebagai penangkalnya
adalah shalat, istighfar, dan sedekah.
Kalau orang itu telah melihat gerhana matahari dan bulan, maka
hendaklah kemudian dia mengamalkan sunnah-sunnah yang semestinya
dia buat. Dengan demikian, dia akan diselamatkan dari berbagai macam
musibah tersebut.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Musibah yang terbesar yang datang ke dunia ini adalah apabila manusia
tidak bisa mengamalkan agama, bila seorang manusia lupa kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak mempersiapkan diri untuk
kehidupan akhirat. Itulah musibah yang sebenarnya.
Maka, gerhana matahari dan gerhana bulan hendaklah kita pahami
sebagai peringatan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk makin
menambah taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mempersiapkan
diri untuk kehidupan akhirat, dan memandang dunia dengan mata yang
benar bahwa dunia diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
kehancuran, diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk sementara,
diciptakan oleh Allah Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya untuk beberapa
saat menguji kita.

(ٚ : ‫)دوى‬ ‫َبيل‬
‫ػ‬ ِ
ً َُ‫َول‬
‫مكَيأـ ـْمك‬
ُْْ‫ُسَحأـ ـ‬
‫َـن‬
‫َْمُعـ‬
‫ل‬
“Agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya.”
(Q.S. Huud: 7)

151
‫ِ‬
‫َِِلْْه‬
‫ََا‬ ‫َِْ ْوـ ـ‬ ‫ِئافلاـ ـنمـ ـ ْم َْْْكا‬
‫َََََُُيإ‬ ‫َز‬‫ْْني‬
‫ُـ‬
‫ملاـ‬ ‫َاََػنلِِخد‬
‫ُُا ْو ـينَْ‬ ‫ْمكاػي‬
‫َإوـ ـ‬ ‫ِمزـ ـفِ ;‬ ‫ُلاـ ـيػقتملاـ ـةرَػ‬ ‫َؤػم‬ ‫َم‬ ‫ين‬
‫ِِِِِْْ‬ ‫ِِ‬
‫ََِْ ْ‬ ‫َِ ِ ِِ‬ ‫َُِِِِْْْْْ ُ ُ‬ ‫ُْلعج‬‫ان‬
‫ْْ‬ ‫َ‬
‫ِ ٍَْ‬
‫ػػ‬ ‫ْْاـ ـن‬
‫ػ ْشل‬ ‫ِِطي ِِ‬ ‫ػػلْ ِ‬ ‫ِميحر‬
‫ػْ‬ ‫َاـ ـْْفا ْ ْ‬
‫ٌَْ‬ ‫ػػسبـ ـميجرَ َ‬
‫ََ َُ‬
‫ََ َُ‬ ‫ََم ََ‬ ‫َْـ ـ‬
‫حرػػلاـ ـلها‬ ‫ػػلاـ ـن َ‬ ‫َْ ُ‬
‫َأٍََِِْْْ‬ ‫ِاَره َشـ ـفَل‬ ‫ٌمل‬ ‫َخ‬
‫ػْػصل‬ ‫ُّ‬‫ْاـ ـي‬‫ِ ٍِ ِ‬
‫ػػمل‬ ‫ْوَََ ْ‬ ‫ِق‬
‫َ ـ‪.‬ين‬‫َِْعأـ‬
‫ػُػ‬ ‫َـَُذو ْ‬
‫َـلُهاْ ِ‬
‫ػػبـ‬ ‫مـ‬
‫ْـَؾار ٍَدأـ ـاموـ ـردقلاـ ـةلػيل فِ ;هانلزػَنأ ـآنإ‬ ‫َْلُػيلِاِمـ‬‫ػيََلْردَقلاِـة‬ ‫ّيخ ـْرِدقلا ـةل‬
‫ََْْْ‬ ‫ُ ـْرػ‬
‫نم‬
‫رػج ٍفلاـ ـعػلطمـَّـػحـ ـيػى ـ ـلػسـ ـرمَأـ ـلكـنمـ ـ ُّمرـ ـفذإبـ ـاهػيفـ ـحورلاو‬
‫حارلاـ ـرػيخـ ـتَنأوـ ـمحراوـ ـرفغا برـ ـلقو‬ ‫ػػت ي َ‬ ‫كئلملا ؿز ن‬ ‫ة َ‬
152
‫لها ـ ـؿوػػػسر ـ ـادػممُـ ـفَأ ـ ـده‪KHUTBAH KEDUA GERHANA .‬‬
‫ُ ًُُ َُ ِِ‬ ‫ِِ‬ ‫ْ ِ ّْ ِ‬
‫ػـمـلـاـ‬‫ػـَُْ‬‫َ دـ ََ‬ ‫َْْعََلا بر ولل‬ ‫ُْيملا‬ ‫شأ ‪،‬‬ ‫ْدهػَػ َ‬ ‫َوػلإ ـ ـلَ;;َفأ ـ ـ‬ ‫َلَهاـ ـَّْإ ـ ـ‬‫شأوـ ـ‬
‫ػَ‬ ‫ػػ َ‬
‫ِِِِِ‬ ‫ٍِِ‬ ‫َ َُّ ٍّ ِ‬
‫ػػلآَََ ََََُْْ‬ ‫صأوـ ـو َْ‬ ‫ػػ َ‬ ‫َاح ََ‬ ‫ُ‬‫ّلا َوـ ـوب‬ ‫ػت‬ ‫ْعباػَََ‬ ‫ػػلَي‬ ‫مْ‬
‫ٍ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ ٍٍَْ‬ ‫ٍ‬ ‫ْ ٍِِِ‬
‫ىػَػلعوـ ـدػػممُـ ـانديػػسـ ـىػػلعـ ـؾراػػبوـ ـملػػسوـ ـلػ‬
‫ُ ُْ ََُِْْ‬ ‫ػػهللاَ ُُ ِ ْ‬
‫َُُ ِِِ‬
‫ََمََ‬‫ػصـ ـ‬ ‫َ‬ ‫ُْ َ َ‬
‫َََ ْ ٍَِ ُ ِِ‬ ‫ِ‬
‫ََ‬ ‫ََُ َ َُ‬ ‫َُْ َََُْْْْْ ٌ‬ ‫ْ هاقَلأـ ـ ـوػي ـ ـإل ‪.‬‬
‫ِ‬
‫ٌْ ََََُْْ فاسحإب ‪.‬فوملػػػسمـ ـمتػػػنَأوـ ـَّإـ ـنتوػػَـ‬
‫َ ِْ ُ ََ ٍََِّْ َََّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ْْ‬ ‫ْ‬
‫ََُ‬
‫َّوـ ـوػػػتاقػتـ ـقػػحـ ـلهاـ ـاوػػقػتاـ ـ‪...‬ل هاـ ـداػػػبعـ ـاػ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َُ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ِ‬ ‫ََ ٍٍِِ ََََََ ٍٍّْ‬ ‫َََّ‬
‫ػٍٍّ‬‫ِ‬
‫َ ْ َ َُ ّْْ‬
‫ػًَََََمأ‬ ‫ُعػبـ ـاػ‬ ‫ػَُػ‬ ‫ػيػفـ ـ‪،‬دػ َ‬
‫َُّ َُ ُ ٍٍٍِِِ‬ ‫ػَ ٍٍٍّّ‬
‫َََ‬ ‫ََهاـٍـاّْوِ‬ ‫ٍُِ‬
‫ػغََلَْْ‬‫َػُ َ‬ ‫ََدػ‬ ‫ََػتاَو ـ‬ ‫ػ َ‬
‫ػق‬ ‫لهاـ ـفإـ ـل‬
‫ِ ِ ِِِ‬ ‫ّػ ٍِ‬ ‫ِ‬ ‫ََُ تَمدَػ ِ‬
‫ػػ‬ ‫ػ‬
‫َََُْ‬ ‫ْ َََْ‬
‫ػن ـ ـَرََ‬ ‫ػػف‬ ‫ػػ‬ ‫َ َُ ٍ‬ ‫ػػْم ـ ـس‬ ‫ْقـ ـاػ َ‬ ‫ػػ‬
‫ِ‬
‫نػتلػفـ ـلهاـ ـلإـ ـفومداػػػق ـمػػػكنَأـ ـاوػػملعاو‬ ‫ََْْ‬
‫َْْ ٍٍََُِّّ‬ ‫ِ ِِ ِ‬ ‫ِِ‬
‫َ‬ ‫ْ َُ‬ ‫ٍٍَََُِّّْْ َْ‬ ‫ب‪.‬‬ ‫َِ‬ ‫َُفولمعػت ـ‬
‫ْا‬
‫ْ ِِِ ََْْ ِِِ ََ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ْ‬ ‫ْ ِِ ِ ِْ‬
‫ْآَ‬ ‫ْْ‬
‫ػػصـ ـاوػػػنم‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫َُ‬ ‫ْ‬
‫ُْ َْ رػيبخ اوملػػسوـ ـوػػيلعـ ـاولَ‬
‫ُُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ََ‬
‫َِِِِ ْ ِ َ ّْ ٍِِِِِِ‬ ‫ٍ‬
‫ػ‬ ‫ْْصي ـو ْ‬ ‫ػ‬‫َْ‬ ‫ػ‬ ‫ُلع ـفولُ‬ ‫ػػ‬ ‫ػنلا ـىَْ‬ ‫ػػي ـ‪،‬بِػُْْ‬ ‫َْْ‬ ‫َا ـآ‬‫َه َ‬
‫ػي‬ ‫َاَػػ‬ ‫َلا ـ‬
‫ػ‬ ‫ػْ‬ ‫نيذَْ‬
‫ِِِِ‬‫َ ٍ ْْْ ََِِْ ِ‬
‫ِِ‬
‫َعِو ـ ـ ْد ْ‬
‫لصْْ‬ ‫ََـ ـ ْ‬‫ََعـ ـملسو‬‫َْؿآ ىلعو ـدُممـانديسَـىل‬ ‫ػممُ ـ ـانديس ـ ـ‬ ‫َُزأ ـ ـىػل‬ ‫َكئلََمو ـلها ـفاَ ُجاو‬ ‫ْػت‬
‫َْقِ َِِْْ ِِ ُ ُُْ َِ ْ َُْ َِِِِِْْ‬
‫ْسـ ـْْةيرذ ىلعو دـمـمُـ‬ ‫ُـىلْعو‬
‫ْْـ ـدُـممـاندي‬ ‫َ‪،‬دُـممـانديسـ ـعابػَُتأـ‬ ‫َْت نعـ ـمهللاـ ـضرا وـ ـ‬ ‫َم هللا ‪.‬اميلس‬
‫انديس‬
‫لها ـ ـؿوػػػػسرـ ـباحػػػػصَأ ـ ـرئاػػػػسوـ ـىػػػ‬
‫ػلعوـ ـفاػػػػمثعوـ ـرػػػػمعوـ ـرػػػػكبـ ـَبأ‬
‫ةػػػػعػبرلْاـ ـوػػػػئآفلخ‬
‫جأ ‪.‬‬
‫يع َ‬
‫ملػػػػػسو ـ ـامنلػػػػػس ـ ـمػػػػػهللاـ ـ‪،‬ـَِػػػ‬
‫ػػفلا ـ ـتلػػػػػضم ـ ـنػػػػػم ـ ـيملػػػػػسملاـ ـم‬
‫لػػػػػسوـ ـامنلػػػػػس ـ ـمػػػػػهلال‬
‫يتػسلػفـ ـفِ ;يملػسملاـ ـفاوخإـ ـرصناـ ـمهللاـ ـ‪.‬نحملاوـ ـنحلاو َِفلا ـنم يملسملا‬
‫نػػػم ـدػػػييأتبـ ـمىدػػَيأـ ـمػػػهللاـ ـ‪،‬يملػػسملا ـدل ػ‬
‫ػػبـ ـرئآػػسـ ـفِو ـؽارػػػعـ ـ ِفو ـفاتػػسناغػفَأـ ـِفو‬
‫مهلئاػِنػعوـ ـمواػْـَأ ـ ـنػعوـ ـمػهفلخـ ـنػموـ ـمهيدػَيأ ـ ـيػػبـ ـنم مهْ فحا‬
‫م هللا ‪،‬ؾدنع‬
‫مهتت نم ـاولاتغػي ـفَأ ـْلب ـمىذيعنو مهلجَرأ ـ ـتت ـ ـنموـ ـمهِوػف نمو‪.‬‬
‫‪153‬‬
‫ػي ِِِِِ‬ ‫َِعأوـ ـََىرا‬ ‫ِ ـةقَدانزل‬
‫ْْلاَْ‪ََُْ َ،‬‬ ‫ََ ْ‬ ‫ََ َوه‬
‫َََصنلاوـ ـد‬ ‫ْْمـ ـمهػناو‬ ‫ْكُلاَُ ن‬‫َاو ـةقسفلاو ـةرف‬ ‫نيدحلملاو‬
‫ِ ِ‬ ‫ِِِ‬
‫ََُُْ‬ ‫َ ُ ََََْ َََّْ ََُُ َََُُّْ‬ ‫لتاق ـْمَهللاُ ََْْ ََْ‬
‫ََلت‬
‫ْو‬‫ُف‬‫ْيلٍُوَْأـ ـ‬ ‫ََئَُآ‬
‫ََػ‬‫ػػ‬ ‫ػكيٍْْو ـ ِِِِ‬ ‫ِْ ِ‬ ‫ُ ـفوِْ‬ ‫َبريَو ـ‪ْ،‬للػػػِ‬
‫ُ‪،‬لْْْ ْْ‬ ‫ػَ ََُ ْ‬ ‫ػبذَػ ْ‬ ‫ْسر‬ ‫ػػػػ‬ ‫فوََ ُُُُ‬
‫ػ‬ ‫ُُْْ‬ ‫ػْ‬ ‫َُ‬
‫ََ‬ ‫ػَ‬ ‫ِْيذَْ‬ ‫َي ـن‬
‫ػػػصْ‬ ‫ْفَودِِِ ََ‬ ‫ََعـ ـ‬
‫َْػػػ‬ ‫ِن‬‫ِِـ‬
‫ػػسـ‬ ‫ػَِ‬ ‫ِْلليبَ‬ ‫َيوـ ـ‪،‬‬‫ػػػقػ‬ ‫اََ‬
‫ِ‬
‫ُْْ‬ ‫ََ ْ‬ ‫ََ ََََُُ ٍٍّّْ ََِ ُ‬ ‫ّ َْ‬ ‫َالُ َْ ََْ‬
‫ُـ ـْْلػػػػسلاـ ـ َّ‬
‫ؿ‬ ‫ََِِْْْمَُْلا‬
‫ََْو‬ ‫ػْػِػػََس‬ ‫ََُْْ‬‫َشِنػٍيو ـ ـ‪،‬يملُ‬ ‫ػ‬
‫ػػػػََ‬ ‫فور ِ‬
‫ِِِ‬ ‫ِ‬ ‫َذإُ ْ َ َْ‬
‫َ ََْْ ََ ََََََ‬ ‫َُُْْ َْ ََََْ ْ‬
‫ََْوِـ ـَْلََِِ‬
‫ػػْب‬‫ََّْيَِ‬ ‫ػ‬ ‫ػَ‬ ‫َػَََْ‬ ‫ََاـ ـتََوػ‬ ‫َْس َمل‬‫ػ‬
‫ػ َ‬ ‫ػُِِ‬ ‫ُُّ‬ ‫ِ‪،‬يِملػ‬ ‫ػػػػ َػَيريْوـ ـ‬ ‫َ‬ ‫ّد‬
‫ُ‬ ‫فو‬
‫ػيل‬ ‫ََْلَََََ‬ ‫َْمََػَهللاـٍـ‪،‬‬ ‫ْ ٍػْ ِِ ِِ‬ ‫ٍ‬
‫ػُـ ـَ‬
‫ََمَْ َّ‬ ‫ْزـ ـ‬
‫ػل‬ ‫ََُْ‬‫ػَػَقأ ـ ـ ْؿزَ‬ ‫َْب ‪،‬مهماد َ‬ ‫ػػ‬ ‫ػػػُػتو ي‬
‫ػِىدلبـ ـْرََْ ََْْ‬
‫ػمد‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬
‫ّ‬
‫ََ‬‫َ‬‫َََ َ‬ ‫ََ ‪،‬مُ‬
‫ََََْْ‬ ‫ػفلا‬ ‫ََـ ـض ْرلا ـ ـؽْراَُػْشَم ـ ـفِ; ;َْْحاوْ َ‬ ‫ػرَاغَمو‬ ‫ع ـ ـمػهللا ـ ـ‪،‬ا ُّ‬
‫ََـ ـؽرػفـ ـمهللاـ ـ‪،‬مهلِدّدٍـش مهللاٍ‬ ‫َُُج‬
‫مهْعَ‬ ‫ػيد ر ّ‬ ‫مػهللاِِ‬
‫ْلاـ ـ‪َََ،‬‬ ‫ْْػهل‬ ‫ػْْمدَََم‬ ‫َـ ـ‪،‬مىرا ََ َ‬
‫ِ ِ‬ ‫ٍِِِ‬
‫َُلعجَاـ ـمََََهلال َ َََ َِ ََْْْ‬ ‫ْةرَئادلا‬ ‫ػيبدت لعٍجا ـمهللّا ـ‪،‬مهيَلََع ـ‬ ‫ُت ـمىرَ‬ ‫‪.‬مىَرػيمد‬
‫ْنَػػمٍو ـ‪ْ،‬لتيصػػػعمـ ـيػػػبوـ ـاػػنػ‬ ‫َِطـ ـ‬
‫ػتعا‬
‫ّ َْ‬ ‫ػِمـ ـِْلَػ‬
‫ػُْ‬
‫َ‬‫َْ‬ ‫ا‬
‫نػيػبـ ـؿو ٍػت اػػمـ ـْلتيػػشخـ ـنػمـ ـاػػنل‬
‫مػػسقاـ ـمػهللا‬
‫ػػيلع ـوب ـفوهػت ـام ـيقيلا ـنمو ـ‪ْ،‬لت‬
‫اػنعاسأب ـاػنعػتمو ـ‪،‬ايػندػلا ـبئاػصم ـا ن‬
‫ػػت‬‫نج ـوب انغل ب‬
‫‪،‬اػنملظـ ـنػمـ ـىػلعـ ـاػنرأثـ ـلػعجاوـ ـ‪،‬اػنمـ ـثراوػلاـ ـوػلعجاو ‪،‬اػن‬
‫ػػيَحأـ ـاػم ـاػنتوػقو ـانراصػػػَبأو‬ ‫تي‬
‫اػنن ـرػػبَكأـ ـايػندػلاـ ـلػعتََّو ـ‪،‬اػننيد‬
‫حرػيـَّـ ;نم‬
‫فِ ;انػتبيػصم ـلػعتََّو ـاػناداعـ ـنػم ـىػلع ـانرػصناو ‪.‬ان َ‬
‫انػيلع ـطلست ـَّو ـ‪،‬امنلع غلػبمَّـو‬
‫جأـ ـوباحػػػصَأوـ ـوػلآ ‪.‬‬ ‫يػع َ‬
‫ىػلعوـ ـدػممُـ ـاػَّنوموـ ـانديػسـ ـىػلعـ ـؾرابو ملسو لها ىلصو‬
‫‪.‬يملاعلا ـبر ـولل دـػـػـمـلـاوـ‬

‫‪154‬‬
‫‪KHUTBAH IDUL FITRI‬‬
‫ُُا‬
‫ُ‬‫َـَلَسل‬ ‫ِيلََعـ‬ ‫َوـ ـمكَ‬ ‫ْـ ـةَحْر‬ ‫ْـلُها‬ ‫ََوـ‬‫ػب‬ ‫َاكَرُ‬ ‫وت‬
‫ََله‬
‫َُ‬ ‫ُكََُأـ ـ‬ ‫ػػبَُ‬ ‫ػَُ َُ ََُُُْْْ‬ ‫لها ‪،‬رػػػبَكأـ ـلها ‪،‬رػػػبَكأـ ـهلا ‪،‬رػػبَكأـ ـهلا ‪،‬ر ُ‬
‫ُ ـِ ـِِِل‬
‫ِِ‬ ‫ََُْْل ـ ـ ـ‬
‫ػ‬ ‫ِْْلًها َوَََُْْ‬
‫ََُُ‬ ‫َ ْأ‬ ‫ػبًًَكَ‬
‫ًَََ‬ ‫َْ‬ ‫َْ أ لها ‪،‬رػ ُ‬ ‫ا ‪،‬رػػبْْكَ أِلها ‪،‬رػػػبك‬
‫ِِلل‬ ‫ِِ ِ‬ ‫صأو ـةْرػكبـ ـلهاـ ـفاِِحبػسـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ و ـارػػي ِِ‬
‫ََْ‬ ‫ػ‬ ‫ْْثََكوْْْ‬ ‫ََ ُ ْ ََُ َ‬ ‫َََِ َ‬ ‫ػملْاـ ـ‪.‬ليػ‬ ‫دػػ َ‬
‫َََأ‬‫ػػبُكٍّْ ٍَِِ‬ ‫ٍِـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ِ‬ ‫دـػـػـػـِمـلـاِِوـ ار ُ‬
‫ََََُـ ـ ـ ـ ـُ اَ‪َ،‬رَُْْ ْ ْ ْ َََُ‬ ‫َػبَكأـ ـلهـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ‬ ‫ُػيبكرَػ‬ ‫ػ‬ ‫ػ ْ‬
‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َََُ أ‬
‫َ‬ ‫ِ َََُْْ َْ َُ ََُ ُْْ َُْْ ُ‬
‫َ‬ ‫ملاْػػػمعُ‬ ‫ػػػم ـ ـ َ‬ ‫َََ‬ ‫ن‬
‫ػ‬ ‫ػََِ‬ ‫ْْد‬ ‫روػػػُّجأـ ـمىاػ َػُفووـ ـ‪،‬رػػػُس ِ‬
‫َُاْْ‬ ‫ػلاوـ ـَة‬ ‫ُيوـ ـَْةوعدػػ ََُُُ‬ ‫َ ًَََُُُ ْْ‬
‫ِِِ ٍِِِ‬
‫َُُلا‬
‫ُ‬ ‫ػ‬ ‫ػََُْ‬ ‫ََْ ـَىذَ َ‬ ‫ػسـ‬ ‫ََْ‬ ‫ػّػيرَطـ ـداػػػبعللْلهَػػ َ‬ ‫ّْػػ ََ‬ ‫ػبعلاـٍـق‬ ‫ّ‬ ‫َ‬
‫ػيـ ـ‬ ‫ػَََ‬ ‫ػ ََ‬ ‫َػيـ ـدَػػيع ـ ـوَُ َ‬
‫ِِِ‬ ‫ػػع‬ ‫ًَلعـ ـدو ُْ‬ ‫ػ‬ ‫ََ‬
‫ْْ‬ ‫ػػكـفِ; ;ْمٍَِهيًَػ‬ ‫َسـ ـل ٍ‬ ‫َػٍ‬‫ّنْػ‬ ‫وـ ـة‬
‫ػػخ‬ ‫ُْاز‬ ‫ػَِِجـ ـنئ‬‫ػ ِ‬ ‫ِِدو ِِ‬ ‫ُُػلَلػػعجوـ ـ‪،‬رػػْصتـ ـَّ ;َّػػلاـ ـه‬ ‫ػ‬
‫ٍ م َُ‬
‫َُ ٌَََُْْْْْْ‬ ‫ََ ْ‬‫ْ‬ ‫ُُ‬ ‫َََُ ُ‬
‫ػل ‪،‬‬ ‫ٌََََُْ‬ ‫ػ‬ ‫ِْملاـ ـَ‪،‬وَُْ‬ ‫ِـلْػََػل‬ ‫َـ ـٍميػػِعلاـ‬ ‫ِ‬
‫ػػفغلا‬
‫را ََْ‬
‫ْْرر‬ ‫ََوَـ ـْ‪،‬‬ ‫شأ‬ ‫ََفَأ ـ ـدِه ِ ٍٍِِِ‬
‫ػػػػَََُْْ‬ ‫ِلَ;;‬ ‫ٍلإـ ـ‬ ‫ْ‬ ‫ػ‬‫ػَِ‬ ‫َُ ٍ‬ ‫ْْإ ـ ـو‬
‫ُوـ ـل َهاـ ـَّ‬ ‫ػػػػح‬
‫ُِ‬ ‫ػػشـَّـ;;هد‬ ‫ْليَر‬
‫ٌ‬ ‫ََْ‬ ‫ُْ‬
‫ََََسروـ ـ‬ ‫ػ‬ ‫ػٌَْْ‬ ‫َََُ‬ ‫َْو‬‫ُـ ـ‪،‬ول‬ ‫ِفاػػِِشلا‬ ‫ََع‬ ‫َاـ ـ‬ ‫َْملُ‬‫ػػش‬‫ْرػػشحملاـ ـفِ; ;عف ِِِ‬
‫َُ‬ ‫ََ‬ ‫ػػكتػيِ ‪،‬‬
‫شأو‬ ‫دهٍِػػ َ‬ ‫ٍَفأـ ـِِ‬
‫َْ‬ ‫ػػْسـ ـ‬ ‫ََـ ـْانديَََُُ‬ ‫َومو‬ ‫ػػنَّ‬
‫ْْـاَ َ‬ ‫ِِْْممُـ‬
‫ػػ‬ ‫ػػبعـ ـاد ِ‬
‫هد َْ َ‬
‫ػػػع ـ ـبػػىَذأ نيذػػلاـ ـوباحػػصَأوـ ـوػػلآ‬ ‫مه ن‬
‫ػِِػسوـ ـلػػصـ ـمػػ‬ ‫ْْلََع ـ ـَِِملِ ٍِّْ‬ ‫ممـ ـانديِػػسـ ـىػػ‬ ‫ػػ ُ‬ ‫ِ‬ ‫ىػػلعوـ ـد‬
‫ٌََ‬
‫ٌْ‬ ‫َ َََْ‬ ‫ِ‬ ‫َ‬ ‫ِ َ‬
‫ََ‬ ‫هللا‬
‫ِ‬
‫قػػحـ ـلهاـ ـاوػػقػتاـ ـ‪...‬لهاـ ـداػػبعـ ـاػػيػفـ ـ‪،‬دػػػ‬
‫ػعػبـ ـاػػَمأـ ـ‪.‬ارػػػػيثكـاميلػػستـ ـملػػسوـ ـ‪،‬رػػه‬
‫طوـ ـسجرػػلا سػػفن ـر‬
‫نػتلػفـ ـلهاـ ـلإـ ـفومداق ـمكَنأـ ـاوملعاو ـ‪.‬فوملسمـ ـمتػَنأـ ـوـَّـإـ ـنتَو َّو وتاقػت‬
‫ب رػيبخـلها ـفإ لها ـاوقػتاو ـدغل تمدق اـمـ‬
‫‪.‬فولمعػت ـا ِ‬
‫ـوػػي ـ ـاذػى ـ ـ‪،‬ديعػس ـ ـدػػػيعـ ـ ـوػػي ـ ـلإ ـ ـيركـرهشـ ـنمـ ـةملْاـ ـجورخ‬
‫دعوم اذى َفأ اوملعاو‬
‫ىػلتَـوػػيـ ـاذػىـ ـ‪،‬دػيفيـ ـَّ ;اػمـ ـلػمعـ ـنػمـ ـرىاوػ‬
‫لا ـىػلّتو ـ‪،‬لها ـىوػقػتب ـنطاوػػبلا ـىػلتَ ‪.‬ديحَلعف ـاذ‬
‫ب فامنلا ـفانلا‬
‫فاكـنمـ ـىلعـ ـفاسػػحلاـ ـدػػيز ِ‬
‫‪Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam‬‬
‫‪satu hadits dikatakan :‬‬

‫وبر ـءاقل‬
‫دنع ـةحرػف ـو ـهراطفإ ـدنع ـةحرػف ـفاتحرػف ـمئاصلل‬
‫‪155‬‬
“Orang yang berpuasa punya dua kegembiraan. Kegembiraan di dunia
ketika dia berbuka puasa. Kegembiraan akhirat, ketika dia berjumpa
dengan Tuhannya.”
Begitulah ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk orang-orang
yang mau bersusah payah, bermujahadah, untuk agama Allah, untuk taat
kepada Allah, untuk menjauhi larangan-larangan Allah.
Maka, sudah menjadi ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala, di
dunia dia akan mendapatkan kegembiraan. Kemudian ketika dia berjumpa
dengan Tuhannya di akhirat akan mendapatkan kegembiraan yang lebih
besar, yang lebih dahsyat lagi, yang tidak bisa dibayangkan.
Maka pada hari raya yang mulia ini, ketika kita semua bergembira,
pantaslah pada hari ini kita merenung, apa yang dikatakan oleh Para
Ulama’, “Barangsiapa yang menjadikan hidupnya seperti puasa, maka Allah
Subhanahu wa Ta’ala akan menjadikan kematiannya seperti hari raya.”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada
hari raya di dunia ini kita berjumpa dengan sanak keluarga, bersilaturrahim
dengan umat Islam, dengan ayah, dengan ibu, dengan tetangga-tetangga,
dengan Para Ulama’, dengan Para Auliya’. Hal itu semua mengingatkan
kita pada apa yang akan terjadi nanti setelah kematian kita.
Apabila kematian adalah kematian yang diterima oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala, maka akan menjadi seperti hari raya. Di sini dan di
sana kita akan berjumpa dengan orang tua kita yang beriman, dengan
saudara-saudara dan sanak famili kita, dengan teman-teman seperjuangan
kita, dengan guru-guru kita, dengan Para Auliya’, dengan Para Ulama’,
bahkan dengan Para Anbiya’.

156
‫َو‬‫ََّعطيِِّنَْم‬
َ ‫َْ وللا‬
‫َُْرلاو‬
‫ََْؿوس‬‫ِلوأف‬ ‫ِِنَيذلا َََُُعم ْلئ‬ ‫ُأ‬
ََْ‫ََن‬
‫ِ مهيلع وللا معػ‬ ‫يػيبنال نم‬
ٍ ٍ ‫ًو‬ ِِ‫ِقيّدٍـ‬
‫صلا‬ ‫ي‬
َ ‫ـ‬ ‫ـ‬‫و‬‫ا‬‫ل‬ ‫ش‬‫اده‬ ‫ء‬‫ـ‬ ‫ـ‬‫و‬‫ا‬‫صل‬ ِ
ِ
‫ا‬ ‫ل‬‫ي‬، ‫و‬‫ح‬ ِ‫ّسنلا) اقيفر ـْلئلُوأ ـن‬
‫س‬ ‫ءا‬: (ٜٙ
َََ َ ََُ َ ْْ
ََ َ ََ
“Barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka akan bersama- ٍ
sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Para
Nabi, Para Shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang
shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Q.S. an-Nisa’:
69)
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita
akan berjumpa dengan Para Anbiya’, kita akan berjumpa dengan Junjungan
kita, Kekasih kita, Panutan kita, yang mulia Nabi Agung
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kita akan berjumpa dengan
Para Shahabat Radhiallahu ‘Anhum, yang sudah sering kita baca ceritanya.
Berjumpa dengan Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu,
Sayyidina Umar Ibnu Khaththab Radhiallahu ‘Anhu, Sayyidina Utsman
Ibnu Affan Radhiallahu ‘Anhu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib Radhiallahu
‘Anhu, Sayyidina Bilal bin Rabbah Radhiallahu ‘Anhu, Sayyidina Sa’ad
Ibnu Abi Waqqash Radhiallahu ‘Anhu dan shahabat-shahabat yang lain.
Kita akan berjumpa di sana. Kita akan berbicara dengan mereka. Mereka
akan bercerita mengenai perjuangan mereka di dunia. Lalu kita pun akan
bercerita mengenai bagaimana kita meneruskan perjuangan mereka.
Kita akan berjumpa dengan Sayyidul Anbiya’, Baginda
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Wajah yang penuh nur.
Setampan-tampannya wajah yang ada di dunia ini. Seganteng-ganteng
manusia yang hidup di dunia ini. Semulia-mulianya manusia yang hidup di
dunia ini. Sesejuk-sejuknya hati manusia yang ada di dunia ini. Kita
akan

157
berjumpa di sana. Beliau akan bercerita kepada kita. Dan kita pun akan
bercerita kepada Beliau. Alangkah indahnya hari itu.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan
hanya itu saja. Kita akan berjumpa dengan Para Nabi ’Alaihimussalam
semuanya. Kita akan berjumpa dengan kakek kita Nabi Adam
‘Alaihissalam, Nabiyullah Nuh ‘Alaihissalam, dan Nabi-Nabi yang lain.
Di sana nanti kita akan merasa betul-betul beruntung menjadi orang
beriman, ketika orang kafir dicampakkan di Jahannam bersama Fir’aun,
Qorun, Hamman, ketika mereka menghadapi penderitaan yang tidak
ada habis-habisnya. Maka, betul-betul tidak ada gunanya
kenikmatan-kenikmatan, kesenangan-kesenangan selama mereka di
dunia. Tidak ada artinya teknologi yang mereka banggakan, harta yang
mereka cintai, anak-anak yang mereka sayangi, negara-negara yang
mereka jagaa siang dan malam, habis semuanya, ketika mereka mati
dalam keadaan kafir.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di sana
kita betul-betul akan bersyukur menjadi orang yang beriman. Maka,
sebelum hari itu datang, sekarang kita bersyukur. ِِ ِ ِ
َََُُُُْْْ َََََ َََُ َ َََُ ْْ ُُّ ْ ْ
(ٔٛ٘ : ‫)ةرقبلا‬ ‫فوركشتـ ـمكلعلٍو ـمكادى ام ـىلع ـوللا ـاورػبكتلو ـةدعلا ـاولمكتلو‬
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur.” (Q.S. al-Baqarah: 185)
Hari raya Idul Fitri ini adalah hari syukur. Apa yang kita syukuri?
Menyukuri kenikmatan hidayah yang telah diberikan Allah Subhanahu wa
Ta’ala kepada kita.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita
di sana bukan hanya berjumpa dengan Para Nabi dan Para
Rasul

158
‘Alaihimussalam, bukan hanya disambut oleh Para Malaikat di pintu-pintu
syurga, bukan hanya berjumpa dengan wali-wali Allah, bahkan kita akan
mendapatkan kesempatan untuk berjumpa langsung dengan Allah Jalla
Jalaluhu, Pencipta alam semesta ini, tanpa bisa dibayangkan, tanpa bisa
dipikirkan.
Bagaimana kenikmatan yang akan datang kepada manusia yang
beriman ketika mereka berjumpa dengan Tuhannya?!

(ٕٖ-ٕٕ : ‫)ةمايقلا‬ ‫َِِر‬


‫ٌََضان‬‫َـ ـٌة‬ ‫ّب‬
‫َرـ ـلإ‬‫ػ‬ ِِ ٍ
َُ‫ٌُ ََْ ةرظان اه‬
“Wajah-wajah (orang-orang iman) pada hari ituٍ berseri-seri. Kepada
Tuhannyalah mereka melihat.” (Q.S. al-Qiyamah : 22-23)
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak
rugi kalau hidup kita habiskan untuk agama. Tidak rugi seumpama kalau
karena agama kita harus berlapar-lapar, harus berhaus-haus. Tidak rugi
kalau karena agama kita harus berjalan di atas bara api pun. Ketika
pahalanya adalah ridho Allah. Ketika pahalanya adalah berkumpul dengan
Para Nabi, Para Rasul, dan wali-wali Allah.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah
idul fitri.
Dalam bulan Ramadhan kemarin, insyaAllah, dengan puasanya,
dengan tahajjudnya, dengan tarawihnya, orang-orang beriman sudah
bersih dari macam-macam dosa. Kemudian pada Idul Fitri ini
disempurnakan dengan silaturrahim. Menyambung hubungan dengan
sanak famili, dengan seluruh umat Islam. Karena orang yang
memutuskan hubungan antar umat Islam, maka dia tidak akan
mendapatkan ampunan Ramadhan.
Maka sudah menjadi tradisi di negeri kita ini, yaitu ketika hari raya
digunakan untuk silaturrahim antar umat Islam.
159
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dosa
yang ada hubungannya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
terhapus dengan Ramadhan. Dosa antara manusia, kita bersihkan
dengan silaturrahim dan saling mema’afkan.
Maka kita berharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena hari
ini adalah hari permulaan kebaikan dalam kehidupan kita. Janganlah kita
kotori lagi diri kita dengan dosa-dosa. Walaupun kelihatannya dosa-dosa
itu menggembirakan kita. Namun, di belakangnya adalah penderitaan yang
tidak ada habis-habisnya.
Kemudian jangan kita takut dengan kesusahan-kesusahan yang
disebabkan karena agama. Karena sebetulnya di belakangnya adalah
kegembiraan yang tidak ada habisnya selama-lamanya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita
niatkan hari ini adalah hari permulaan hidup kita. Hidup hanya untuk taat
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, untuk ingat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, untuk tunduk kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala saja. Senantiasa memandang negeri akhirat siang dan malam.
Negeri yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada
diri kita. Negeri yang pasti kita akan datang ke sana.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan
sampai kita tergiur oleh keadaan-keadaan di dunia ini. Baik yang
menyusahkan maupun yang menggembirakan. Dunia ini tidak akan lama,
sebentar saja.
Janganlah dunia ini mengikat otak kita, mengikat hati kita. Oleh
karenanya siang dan malam kita diikat dengan kegembiraan dan
kegelisahan sebab dunia ini. Sementara syurga sedang dibangun besar-
besaran. Sedangkan syurga sedang dihias besar-besaran. Malaikat-
malaikat

160
telah menyambut di pintu-pintu syurga. Siapa yang akan disambut? Ya
kita-kita ini, orang-orang yang beriman. Akan tetapi, kita malah sibuk
dengan perkara-perkara lainnya. Alangkah ruginya. ‫دامهلا ـسئبو ـمنهج ـمىاوأم ـثُ ـلي‬
ِْْ ََْ ََِ ِِ ِ
ْ ٌُ ٌََََ ِ ْ ََ
ُ
َّ‫ََي ـ‬ َ َُُ‫ََبلق‬
‫ػت ـْلنَرغػ‬ ‫ُ;اورفك‬
‫ُنْيذَلا ـ‬ ِ‫لق ـعاتم ـدلبلا ـف‬ ُ
(ٜٔٚ-ٜٔٙ :‫)فارمع ؿآـ‬
“Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang
3
kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara,
kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam. Dan Jahannam itu
adalah tempat yang seburuk-buruknya.” (Q.S. Ali ‘Imran : 196-197)
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Janganlah melihat orang-orang kafir, akan tetapi lihatlah Baginda
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Para Shahabat Radhiallahu
‘Anhum, dan orang-orang shalih. Melihat orang yang terjungkir ke dalam
sumur, kalau kita tidak hati-hati, ditakutkan kita akan terjungkir pula.
Melihat orang kafir, kalau kita tidak hati-hati, ditakutkan kita terpedaya
dengan mereka.
Lihatlah orang-orang yang selamat supaya kita menjadi orang-orang
yang selamat. Lihatlah kekasih-kekasih Allah supaya kita menjadi kekasih-
kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala.
َْ
‫َبـَُْحأ نم ـ ـعْمَـ ـءََرملا‬
“Seseorang akan dikumpulkan (nanti di Hari Kiamat), bersama dengan
orang-orang yang dia cintai.”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang
yang mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, mencintai Rasul-Nya,

3
Yakni: Kelancaran dan kemajuan dalam perdagangan dan perusahaan mereka.

161
mencintai Para Shahabat dan mencintai orang-orang shalih, dia tidak akan
rugi selama-lamanya. Akan tetapi kalau orang itu kecintaannya kepada
perkara-perkara yang lain, maka musibah yang besar akan dia hadapi.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah
hari raya Idul Fitri. Makna ‘Id itu adalah kembali. Kembali merasa bahwa
kita ini adalah hamba Allah. Kembali merasa bahwa kita ini betul-betul
dalam perjalanan menuju akhirat. Kembali betul-betul merasa bahwa kita
ini punya pimpinan, yaitu Yang Mulia Nabi Agung Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kembalilah kita ke jalan yang aslinya,
jalannya Para Nabi dan Para Rasul ‘Alaihimussalam.

(ٚ : ‫)ةتافلا‬ ‫ِرْص‬
‫ََََطا‬
‫ََنأـ ـنيذلا ـ‬ ‫ِيلعـ‬
‫َـتمع‬ ِ
‫ مه‬Itulah
َ
yang kita minta setiap kita shalat.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Janganlah kita resah karena sedikitnya teman, karena di dalam neraka lebih
resah lagi. Janganlah kita gundah karena banyaknya orang-orang yang
menentang. Bagaimanapun banyaknya orang yang menentang, kalau
akhirnya di syurga, itu bukan jadi masalah. Walaupun orang di seluruh
dunia suka, kalau akhirnya ke neraka, apa gunanya?
Tanamkan betul dalam hati, kuatkan niat di dalam hati, “Hidup
hanya sekali, tinggal beberapa hari lagi, maka kita gunakan untuk taat
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja, untuk membangun akhirat.”

‫ِْْهََا‬ ‫ِمـ ـمك‬


‫ْاُيإؤوـ ـل‬ ‫ُـ ـن‬ ‫ِئاف‬
‫ْلا‬ ‫َز‬ ‫ُـْني‬
‫ملاـ‬ ‫ُو‬
َْ‫ْـين‬ ‫ََِخدا‬‫َََػنل‬ ‫ِِاَْػيإ‬
‫َ ْوـ ـا‬ ‫ََـفِ ;ْمِك‬‫ِم‬
‫ْزـ‬َ‫ػ‬ ُ ِ‫ُـ ـي‬
َْ‫ػقْتملاـ ـةر‬ ‫َََػملا‬
‫َْم‬
‫ين‬
ِِِِِِِْْ ِ ‫ػم ل‬
ْ ‫ِها‬ ِِ ِِِ ِِ َ ‫ميحرْْػلاـ ـن‬، ْ
‫ػب‬ َََْ ‫ػشلا ن‬ ْْْ ‫ميَجرػلاـ ـفاطي‬،‫ػَُسبـ ـ‬ ُ ‫ُلهاـ ـم‬ ‫ػلاـ ـ‬
ُْْ ‫حر‬ ‫انلعج‬
ِ ِِِ َُِ ُ ْ ٍِِِ ُ‫ْوْملا يَصَلخْملا‬
ْ ََََََ ََ
ََْْ ‫ينق‬. ‫ػعَأ‬ْ ‫ذْو‬
ِ ِْ ّ ُ ِ ِِ َ ّْ
‫َْْػػػػنمآ‬ ‫ِو‬‫َُلمعو ـ ـا‬ ‫ػ‬َْ ‫ػ‬ َ ْ‫ػ‬ ‫ََو‬
‫ْا ـ ـْا‬
َََْْ ‫ػػػصل‬ ْ‫ػصاوػتو ـ ـتالا‬ َ ‫اوػػ‬
‫ػػػلاـَّـإـ ـرػػػسٍخـ ـيػػػفل‬ ٍ ‫نيذ‬
‫بر‬. ‫حارلاـ ـرػيخـ ـتنَأوـ ـمحراوـ ـرفغاـ ـبرـ ـلقو‬ َ ‫ي‬. ‫فاػػػسنلاـ ـفإـ ـرػػػصعلاو‬
‫صلاب اوصاوػتو ـقلاب‬
‫‪162‬‬
‫ارػػػيبكر ‪KHUTBAH KEDUA IDUL FITRI‬‬
‫ِ‬
‫ػبَْْك‬
‫َأ ـلهَا ُ‬
‫ْ‪ًُ،‬ر‬ ‫َََُ َُْ‬‫ػػبَكأـ ـلهاـ ـ‪،‬رػػبَكأـ ـلهاـ ـ‪،‬رػػبَكأـ ـلهاـ ـ‪،‬رػب َُكأـَُ ـلَُهاـَُـَ‪َُ،‬ر‬
‫ِِِِْْ ُْْ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِِِ‬ ‫ِ‬
‫َُأ لها‬‫ََرػبَك‬ ‫ًًَََََْ ً ََ َْْ ػبََكأ لهاَُُْ ‪،‬‬
‫ْْْ‬
‫ََََِِِْ َِ ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِْ‬
‫ػَللَْ ‪،‬‬ ‫ػَلعلا ـو‬ ‫ََمي َِ‬ ‫َْْلا ـ‬ ‫َميَػل‬ ‫َََْْْ ْ ُُ راػْفغلا ـ‬
‫ََُِْل‬
‫ػل‬ ‫ػَػيثكَُوَِ‬ ‫ػًَ‬ ‫َُْْر ََُ‬ ‫ػَْسََو ـا‬ ‫ػكبـ ـلهاـ ـفاحبِِ‬
‫صَأو ـةرػػ ََ‬
‫ْليػْْ ِ ِ‬ ‫ػملاـ ـ‪.‬‬ ‫دػ ِ‬
‫ػِ‬
‫ػـََُػـمـلـاوـ‬
‫ُ‬ ‫ػـ‬
‫ُُْْ‬ ‫َََُ‬
‫َْ‬ ‫ًَُْ َ ْدـ‬ ‫َُ ََُ‬ ‫َُ‬ ‫ّ‬ ‫ََُِِْ ْ‬
‫ِػػَِِِ ِِِ‬ ‫ِعئادَ ٍ ِ‬
‫َرََْػ ََ ْ ًََ ْ‬
‫ًَََْْ‬
‫ػػػب ـفِ ;‬
‫ْ‬ ‫ََََػػػْتكلمَ‬
‫يػػػعب ـو‬
‫تَّ‬‫ِِم ـىػػػف ّ‬ ‫ػػفرع‬ ‫ػػػلعـ ـوػػ ت‬ ‫ػػم ـى ِِ‬ ‫نـ ـنػ‬
‫ُ َُْ َََُِْْ‬ ‫ََ َُُ َ ُُ ِ ْ‬ ‫ُْ َ ََ‬
‫ػػِعلاَََ ْ ٍَِ ُ ِِ‬ ‫ػػػلاـ ـ‪،‬راػػ ِ‬
‫ََ‬ ‫ََُ َ ََُ‬ ‫ػَْْ ٌ‬ ‫ْـَمي ََُْْْ‬
‫ػهقلاـ‬ ‫ُ‬ ‫يذْ‬
‫َػػشـ ـنػػم ـ ـةداهػػػشـ ـوػػل‬ ‫ْه‬‫َُد‬‫ػُّـ ـ‬ ‫ٌػ‬
‫ََْ‬ ‫اِْ‬
‫ػ‬
‫ْليرَػػش ـ ـَّ; ;هدػػػػػحوـ ـلها ـ ـَّإ ـ ـوػػلإ‬
‫شأوـ ـ‪،‬راػػبتعلا‬ ‫لَ ;َفأـ ـدهػػػػ َ‬
‫لهاـ ـىلػػصـ ـولوػػسروـ ـهدػػبعـ ـادػػممُـ ـاػػنَّوموـ ـانديػ‬
‫شأوـ ـ‪،‬رارػػقلاـ ـراد فِ;زوػػفػي‬
‫ػسـ ـَفأـ ـدهػػػػ َ‬
‫صأو ـولآ ىلعو ـ‪،‬ملسو ـويلع‬
‫‪.‬ارػيثك ـاميلست ـملسو ـ‪،‬رايخ ْلا ـنيرىاطلا ـ‪،‬وباح َ‬
‫‪.‬فوملػػػسمـ ـمتػػػنَأوـ ـَّإ ـ ـنتوػػَـ‬
‫َّوـ ـوػػػتاقػتـ ـقػػحـ ـلهاـ ـاوػػقػتاـ ـ‪...‬لهاـ ـداػػػبعـ ـاػ‬
‫ػيػفـ ـ‪،‬دػػػػعػبـ ـاػػَمأ‬
‫لهاـ ـفإـ ـلها ـاوػػػقػتاو ـدػػػغل‬
‫تمدػػػق ـ ـاػػػم ـ ـسػػػػفػن ـ ـرػػػ‬
ِ ‫فولمعػت ـا‬. ‫نػتلو ـلهاـ ـلإـ ـفومداػػػق مػػػكَنأ ـ ـاوػػملعاو‬
‫ب‬
‫رػيبخ‬
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bagaimanapun kita sudah mendapatkan macam-macam berkah dalam
bulan Ramadhan, disempurnakan dengan Idul Fitri, bagaimanapun syukur
kita, bagaimanapun gembira kita, tetapi hati kita pasti akan sedih. Karena
kita di dunia tidak lama. Mungkin tahun depan kita tidak bisa lagi
mendapatkan berkah-berkah Ramadhan. Kita mungkin sudah tidak bisa
lagi mendapatkan berkah-berkah Idul Fitri. Idul Fitri semacam ini, tahun
depan kita sudah di alam kubur.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka
Allah Yang Maha Rahman Yang Maha Rahim memberi kita satu amalan
yang walaupun kita sudah di kubur, kita tetap mendapatkan pahala

163
Ramadhan, tetap mendapatkan pahala Idul Fitri. Caranya adalah dengan
menghidupkan dan mengistiqomahkan usaha dakwah.
Maka Ramadhan ini kita kuatkan niat supaya kita ini istiqomah
dalam usaha dakwah. Sehingga tahun depan walaupun kita sudah mati, kita
terus mendapatkan pahala Ramadhan, pahala Idul Fitri, pahala silaturrahim,
pahala sunnah-sunnah Nabi yang dihidupkan di muka bumi ini. Kemudian
kita tersenyum-senyum di kubur kita.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan
sampai kita melalaikan perjuangan yang besar yang telah dikaruniakan
Allah kepada kita ini. Kita kuatkan amal-amal masjid kita. Kita kuatkan
pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah kita. Kita kuatkan amalan-
amalan di rumah-rumah kita. Dengan demikian, selepas kita mati amalan-
amalan kita diteruskan oleh orang-orang setelah kita. Sehingga kita tambah
bahagia, tambah bahagia dan tambah bahagia. Sudah tidak berbuat dosa lagi
karena sudah mati, tetapi pahalanya terus-terusan tidak ada habisnya. ‫اومل‬
ِ
َََّ ٍََّْ ََ ُ ْ َ ِ َ َ ِ ِ
ْْ ْ
ََُ
‫ػػسوـ ـوػػيلعـ ـاولػػصـ ـاوػػػنمآ‬ َ َ ْ َ ََُُ َ َ
ِ ٍٍّْ ََََََ ٍٍِِ ََ ُ ُ
َ َّ ٍٍّ ِ
ّْْ‫ػػه‬ َ‫ْػ‬
ًََََ
‫بِػػنلا ـىػػلع ـفولػػصي ـوػ‬،‫ػيا ـآػػي ـ‬ ََ َ َُ ‫ػلا ـا‬ ‫َ نيذ‬
ٍٍٍِِِ ُ َُ َُّ ٍٍّّ َ ِ‫ََان ٍديّْس ـ ـ‬
ٍ‫ؿآ‬ ٍِ
َََ‫َملسُوـ ـل‬
َْْ‫ص‬ ‫َََ ىلعوـَـد‬
‫ََُـممـاندَيََس ـىلعـ ـ‬ ُ ‫ػتكئلَمو ـلها ـفا جُاوَزأ ـ ـىػلعو ـ ـدػ‬
‫ممـ ـ‬
ِِِ ِ ِ ٍِ ٍَُِّ َ ْ ْ ِ َ َُ
ْ َََُ
ََ َ َ ََْ َ ْ
‫َدُـممـانديسـ ـعابػَتأـ ـىلعوـ ـدُممـانديسـ ـةيرذ ىلعو دـمـمُـ‬ ،‫اميلسَت نعـ ـمهللاـ ـضراوـ ـ‬. ‫َللا‬ ‫مه‬
ِِ ِ ِ ِ
‫انديس‬ َْ ََََْْ َ ََ ََََِْ َُْ َْ َََْْ
ِِِِ َْ َ ْ ِِِْ ْْ ِ ِِِ ْ ِ َ ْ
ُْْ َ‫ْى‬
‫ػػػ‬ ‫ػػػػسو ـ ـ‬ ُ َ َ‫صَأ ـ ـرئْا‬ ُ‫ػػػػ‬ َُ َ ْ ‫َاح‬ ‫ْـب‬
‫ػػسرـ‬ُْْ َ ‫ػ‬ ََ‫لها ـ ـؿوػ‬
ِ ِ ِِْْ ْْ ََ ٍَِ ُ ِ
‫ػػػػْْكب‬
ْْ‫ََُُـ ـَبأ‬ َ ُُُْ‫ػػػػمعوـ ـر‬ َّ ‫َعوـ ـر‬ ْْ
‫ػمث‬ ‫ََْ ػلعوـ ـفاػػػ‬
ِ َ ُُْ َ ٍَ ٍٍّّ ُِ ِْ ْ َ ٍَ
ًُ ْ ُ َ ًْ ْ ُ
‫ُُ َ ْ ةػػػػعػبرلْاـ ـوػػػػئآفلخ‬
ْ َ ْ
َ َ
. ‫احنراو ـ ـيعجَ أ‬
َ ‫يحَارلا ـ ـمحَرأ ـ ـاي ـ ـْلمركو ؾـ وفعب مهعم‬
‫مهػنػػػم ـ ـءآػػػيحْلا ـ ـتاػػػنمؤملاوـ ـينمؤػػػملاوـ ـ‬
‫تاملػػػسملاوـ ـيملػػػس ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ مللوـ ـاػػػنل‬
‫ػػبر‬
‫رػػػفغـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ اـ ـاػػ ن‬
‫فِ; ;نيدػػىاجملاـ ـرػػصـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ناـ ـمػػهللاـ ـ‪،‬فاػػكمـ ـلػػكـفِ; ;يملػ‬
‫ػسملاـ ـرػػصناـ ـمػػهللاـ ـ‪.‬تـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ اوػػملْاو‬
‫ازػػػيزعـ ـارػػصنـ ـمىرػػصـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ناـ ـمػػهللاـ ـ‪.‬فاػػكمـ ـلػ‬
‫ػكـفِ; ;يموػػْل ملاـ ـرػػصناـ ـمػػهللاـ ـ‪،‬فاػػكمـ ـلػػك‬

‫‪164‬‬
‫ِِبْْم ـ‬ ‫ََََْػهللا ـ‪ٍِِ .‬‬ ‫ًًْمىِدػ‬
‫ِْػييأتِب ـ‬ ‫ِ‬ ‫ِـمػ‬ ‫َ ـثػ‬
‫ػػْي‬ ‫َُاْْ نُُْْْ‬ ‫ََيأ ـم ُْْ‬ ‫ّنػم ـ‬
‫َد‬ ‫ًا ـ‪.‬ؾدػنع ـ‬ ‫ُهلل‬ ‫ْعػبا‬ ‫ػف‬ ‫َْ‬‫ْي‬
‫َمه‬
‫ِ‬ ‫ّػلَ حتػٍف َْاو‬ ‫ِاْػحتػف م‬ ‫ػػيرق ـ‬ ‫اُْ بًَ‬
‫ََ ََََْْ َُْ َْْ ََّْ ًَََُُْ‬
‫ُ ـد‬ ‫ََُصـ‬ ‫ََفوٍفٍٍِِِ َػ‬‫ََ‪ّ،‬مَهَُػ‬
‫ُ‬ ‫ََلَاـ ـٍٍّ‬
‫ْـمْْػهل‬ ‫ػلعـ ـمهػتاػملكـعػجاـ‬ ‫ػلاـ ـى ٍ‬
‫َآػيـ ـق ْ‬ ‫ََِكْأـ ـ‬‫ػ‬‫ـرَْ‬
‫َُّ َُ ُ ٍٍٍِِِ‬ ‫َََََِِ ٍٍٍّّ‬ ‫ػػصنـ ـاناطلػس‬ ‫ِ ي‬ ‫ْهلِلاـ ـ‪.‬ار‬
‫ػ‬
‫ْـَمُُ‬ ‫ْحَوـ‬ ‫ّػ‬
‫َََ َََ‬
‫ََلاـ ـُُُُُُْْ‪،‬د‬
‫ُُ‬ ‫ػهل‬ ‫ػََْْْ‬ ‫ػَََِِػفغا‬
‫َـ ـَمَ َ‬
‫ػػُمأ ـ ـر ِ‬ ‫ََ‬ ‫ػممـ ـانديػػس ـ ـة‬ ‫ػ ُ‬ ‫مٍػػهللا ـ ـ‪،‬دَ‬
‫ََ ُْك ْلُُْْاُُ‪.‬‬ ‫ػ‬ ‫َ‪ِ.‬‬ ‫ِِ‬ ‫ْمِِ‬ ‫َـ ـانديػػس ـ ـةػَُػُِمأ ـ ـ‬
‫ػَْْ‬
‫َُيمر ََْ‬ ‫ػهللا ـ ـ‬ ‫ُػَػحرا ـ ـمػََ‬ ‫ػممُ‬ ‫ػَ‬
‫ػقـ ـْيْْػبـ ـفَلْأََََُْْ ََََ ُُُْ‬
‫ْْولَِ ِِ ِِ‬
‫انديس ةُمأـ ـب ْْ‬
‫‪،‬دممـَ ُ‬ ‫َسـ ـولإـ ـآيـ ـ ُـ‬ ‫َسـ ـِولإـ ـآِْيـ ـ‪،‬دُ‬
‫َممـاندي‬ ‫دُـممـاندي‬
‫ػمل ْ ٍُِِِِِ‬ ‫ػػسحـ ـاػناد ِِ‬
‫َََْ ََََََْ‬ ‫ِاعـ ـنْ ْ‬ ‫ػملَُلهاـ ـاَنََََب‬ ‫لهاـ ـانَػبػسحـ ـانلذّػخـ ـنْ َ‬
‫ػػسح‬ ‫َسحـ ـاػٍنَنأـ ـاػمل لها ـان ب‬ ‫ػػ‬ ‫ّ ـانْ بِ‬
‫َْ‬ ‫َهاـ َ‬ ‫ل‬
‫لهاـٍـانػبػسحـ ـاػنبـ ـرػكمـ ـنػمل‬
‫ػػسحـ ـانعدػخـ ـنػم‬ ‫ػػسحـ ـانػسفػنَأـ ـرورػشـ ـنػمـ ـلهاـ ـان ب‬ ‫لهاـ ـان ب‬
‫ل‬
‫لهاـ ـىلػػصوـ ـ‪.‬رػيػػصنلاـ ـمػػعنوـ ـلوػػملاـ ـمػػعنـ ـلػيكو‬
‫لاـ ـمػػعنوـ ـلهاـ ـانػبػػسحـ ـوػػقلخـ ـعػػػػيجـ ـنػم وػلل‬
‫صأوـ ـوػلآ ىػلعوـ ـدػممُـ ـانَّوموـ ـانديسـ ـىلع‬
‫جأ ـ ـوباحػ َ‬
‫دػملاوـ ـ‪.‬يػع َ‬
‫ؾرابو ملسو ‪.‬يملاعلاـ ـبر‬
165
‫‪KHUTBAH IDUL ADHA‬‬
‫ُُا‬
‫ََسل‬
‫َل‬ ‫ُهاـ ـةَحْرو ـ ِ‬
‫مكيلََعـ ـ‬
‫ُ‬ ‫ْ ـلْ َ َ‬ ‫َوتاكَرُػَبَو‬
‫ُ َََََُُ‬ ‫ُ َُ َُ ََُُُْْْ َُ‬
‫ِِِِ‬
‫ػبًَكَأـ ـََهلاْْ‪ُ،‬رُِ ِ‬
‫ػ‬ ‫ػبَكأـ ـلِها ‪،‬رػػبَكأـ ـلها ‪،‬رػػبَكأـ ـلهاْ‪َ،‬رًَ ِ‬ ‫لها ‪،‬رػ ْْ‬
‫ػ ْْْ َََََُُُْْ‬ ‫ًًََََُ‬ ‫ْ‬
‫ِِِ‬ ‫ِ‬ ‫ُْ‪،‬رِ ْ‬ ‫َِ‬ ‫ِ‬
‫َللََََ ِ ْ ََْ َََََََُُْ‬ ‫ػػبََكأ لها وػَ َ‬ ‫ػبَكأ لها‬ ‫ػ ََ‬ ‫ػبَكأـ ـهلا ‪،‬رَ‬
‫ػلََْلَ‬ ‫ػِ‬ ‫ُو ـاْْرػ ِ‬ ‫د ََ َِ ِ‬
‫َيثكـو ُ‬ ‫َ‬ ‫َس‬
‫ػُ‬
‫ََ َ‬ ‫ْاحب‬ ‫َفَ‬
‫َُـلْهاـ ـ‬
‫ػػػكبـ‬
‫صأوـَـةرَُْْ ُ‬ ‫ػَُ‬‫ػػػملاـ ـ‪.‬ليَْ‬
‫ُ ‪َ،‬رًَػبَكأ ِ‬
‫ُْْ َُْ َْْ ََََََُ‬ ‫ػػبَكأـَ ـلهاَ‬ ‫ّ ََ‬ ‫ػػػيبكـر‬ ‫َوـ ـار َْ‬ ‫َا‬
‫َل‬
‫دػػػم‬
‫ٍِِِ‬ ‫ِِِ‬ ‫ػفّ‬
‫ََْ ََََُ ْ ٌ‬ ‫َ ََََ َ َََََُ‬ ‫ٍّ َ ُ‬ ‫ػَػػع ّ‬ ‫مهَْلماَ‬
‫ػػػج ٍحـ ـلػػػمعـ ـلػػػبقوـ ـ‪،‬ةػػػ‬ ‫َػػػتيػبـ ـ ٍجا ٍ‬
‫َوَ‬
‫ػنل ُْ َُْ َََُِْْ‬ ‫ُِ‬ ‫َػُػ‬ ‫ِِ ـا‬
‫ػسبـ‬ ‫ََػَُُ‬ ‫ػػػنلْاـ ـطاػ‬ ‫بحملاُوـ ـسػػ ِِ‬
‫ْ َ ََ‬
‫َََََُِْْ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫طػػػسب ـ ـُىذػَػ ِ‬
‫َََ ْ‬‫ػلا ؿذاَْْ َ َُ َُُْْْ َِّ ٌَََ‬ ‫ٌ‬ ‫ْ‬
‫ِِِ‬ ‫ػُ ِ ِ‬ ‫ػ ٍَُ ِِ‬ ‫شأُوـ ـ‪،‬ركَِِِ‬
‫ػ‬ ‫ػمـ ـل ْ‬ ‫ػميَنَ ُ ْْْ‬ ‫َدِِْْ ََ‬
‫ْْـ‬
‫ػََػَُشيوـْ‬ ‫ْ‬ ‫ُلَ; ;َْفأ ـ ـدهػػََُ‬ ‫لّها ـَّـإ ـ ـوػػلإ ـ ـ‬
‫ََْبِحْلا ـ ـةػػلماعم‬ ‫ْْػ‬ ‫ِْْػ‬‫َْة‬ ‫ػػِِِْ ََ‬
‫ػػحا ـ ـ‪،‬‬ ‫َِهد ِ‬ ‫ٍػَِجـا ـ‬
‫جػػػحـ ـنػػػم ـ ـرػػػػيخـ ـلهاـ ـؿوػػػسر ـ ـادػ‬
‫ػػممُ‬
‫شأوـ ـ‪،‬رػػػفكوـ ـدػ‬ ‫ػنوموـ ـانديػػػس ـ ـفَأـ ـدهػػػ َ‬ ‫اػػ َّ‬
‫ػػحجـ ـنػػػم ملػسمـ ـلػلىـ ـاػمـ ـوبحػصوـ ـوػلآ‬
‫ىػلعوـ ـدػممُـ ـانديػسـ ـىػلعـ ـملػسوـ ـلػصـ ـمػهللا ‪،‬رمتعاو ‪.‬رػبكو‬
‫فوملػػػػػسم ـ ـمتػػػػػنَأوـ ـَّإ ـ ـنتوػػػػـَ ‪.‬‬
‫َّوـ ـوػػػػتاقػتـ ـقػػػػحـ ـلهاـ ـاوػػػػقػتا ‪...‬لها ـدا‬
‫ػػف‬ ‫ػػػػبعايػف ‪،‬دػػػػعػباَمأ لإ ـاوػػػبرق ت‬
‫‪،‬راعػػشلاـ ـلػػيجـ ـدػػيعوـ ـ‪،‬رادػػقملاـ ـلػػيلج ـ ـوػػػيـ ـ‬
‫اذػػى ـ ـمكموػػػي ـ ـفاـ ـاوػػملعاو‬
‫وػلعف ـفِ;مكيػبن ـاوػعبتاو ـ‪،‬لػيلوا ـميىاربإ ـمكيبا ـةنس ـاهػنإف ‪،‬ةيحض ْلاب ـليللا مكبر‬
‫ميِعلا ـ ـوػيلاـ ـا ذىـ ـلثمـ ـفِ ;ـدلاـ ـةقرإ نم‪.‬‬
‫‪Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini‬‬
‫‪adalah hari kita bersyukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena‬‬
‫‪kita telah dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai orang yang‬‬
‫‪beriman dan sebagai umat yang mulia Nabi Agung Muhammad Shallallahu‬‬
‫‪‘Alaihi wa Sallam.‬‬

‫‪166‬‬
Berkenaan dengan Idul Adha ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
berfirman kepada Nabi-Nya :

(ٖ-ٔ : ‫َََُ وكلا‬


‫ََ ـ ـ‬ ‫َـ ـ‬
‫ْـ ـ‬
ِْ ٍَّ ِِ
‫لصف َََ ُْ )رثـ ـ ـ ـ ـ‬ ‫َْْبرل‬
‫َوـ ـْل‬
‫َا‬ِّ‫َ رْن‬
‫َـفإ‬ ‫ْنا‬
‫َشـ ـ ـ‬
‫َـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ‬ ‫ػػبلْا ـَوى ـْلئ‬
َ ‫ر ت‬
‫(“ رػثوكلا ـؾانػيطَعأ ـانإ‬Wahai Muhammad), ٍ sesungguhnya Aku
telah memberikan kepada engkau nikmat yang sangat banyak.
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkorbanlah.
Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus.”
(Q.S. al-Kautsar : 1-3)
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Idul
Adha bagi Yang Mulia Nabi Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam adalah hari syukuran atas karunia yang begitu banyak, derajat yang
begitu tinggi, dimana Beliau telah dijadikan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala sebagai Sayyidul Anbiya’, pimpinan dari seluruh Nabi dan seluruh
Rasul, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan umat Beliau sebagai
umat yang sebaik-baiknya umat. ِ ِ ٍُِ َْْ ُْ
‫سانلل‬ َ
‫ تجرخا ـ ـةُمأـ ـرػيخ‬Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan
umat yang terbanyak yang akan masuk ke dalam syurga Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Bermacam-macam karunia yang tidak
pernah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi-Nabi yang
terdahulu.
Di antara karunia yang telah diberikan Allah kepada Nabi kita
adalah Beliau sebagai satu-satunya makhluk di dunia ini yang pernah
menghadap langsung ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala,
mendapatkan firman langsung dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, tanpa ada
hijab, tanpa ada perantara, hanyalah Beliau, Nabi Agung Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu pada waktu Isra’ dan Mi’raj.
167
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karunia
yang begitu banyak yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala
kepada Nabi-Nya, kepada Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
maka diperintahkan untuk: ‫ف ـ‬
َّ‫َبرَلّلِص‬
َ ‫(ْلػ‬Shalat ‘Idul Adha). Ini adalah
shalat syukuran bagi Beliau.
ٍ ٍ
Kemudian: ‫ْو‬ ‫ػَْنَا‬
َ‫( رػ‬Dan menyembelih korban). Ini juga
sebagai syukuran bagi Beliau.
Ini semua adalah untuk Beliau. Kalau untuk kita, kita shalat, kita
korban, ini juga syukuran atas karunia yang besar yang telah diberikan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita, yaitu kita dijadikan umat Beliau
Yang Mulia. Karena semua karunia, berkah-berkah, dan kemuliaan-
kemuliaan yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada
Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kita sebagai umat
Beliau pasti dapat bagiannya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena
Baginda Nabi Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah
pimpinan kita, Beliau adalah Junjungan kita, Beliau adalah Penuntun kita,
Beliau adalah semulia-mulianya Nabi, maka oleh karena itulah umatnya
menjadi semulia-mulianya umat.
Syurga diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk dimasuki
Nabi siapa saja sebelum dimasuki Baginda Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Begitu juga syurga diharamkan, tidak boleh dimasuki
oleh umat mana saja, sebelum umat Baginda Yang Mulia Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk duluan.

168
Maka kita ini syukuran. Syukur dengan sebenar-benarnya syukur.
Pada hari ini kita masih dijadikan umat Baginda Yang Mulia Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Di samping syukur, hari ini kita juga disuruh tasyabuh, meniru-niru
pengorbanan kholilullah, kekasih Allah, Nabiyullah Ibrahim ’Alaihissalam.
Beliau telah mengorbankan makhluk yang paling Beliau cintai di dunia,
yaitu satu-satunya putra pada waktu itu, Nabiyullah Ismail ‘Alaihissalam.
Demi cintanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, demi taatnya kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, demi tunduknya kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala., Beliau telah mengorbankan anaknya.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka
pengorbanan Nabi Ibrahim ’Alaihissalam ini tidak disia-siakan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan
karunia yang istimewa kepada Beliau karena Beliau telah mengorbankan
putranya untuk ridho Allah, untuk kecintaan Allah. Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah memilih anak-cucunya menjadi Nabi-Nabi, menjadi Rasul-
Rasul, termasuk Yang Mulia Nabi Agung Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ciri
khas pengorbanan Nabiyullah Ibrahim ’Alaihissalam adalah mengorbankan
anaknya. Inilah ciri khasnya. Kalau kita ikuti, maka kita pun akan dicintai
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala juga. Namun, korban itu adalah menurut
perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Nabiyullah Ibrahim ’Alaihissalam mengorbankan anaknya untuk
disembelih. Namun, kalau kita, korbannya bukan anak disembelih. Karena
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyuruh kita begitu. Korban kita

169
adalah anak kita, kita didik untuk agama. Anak kita, kita serahkan kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Ya Allah, ini adalah anakku. Hanya untuk agama-Mu, ya Allah.
Terimalah anakku ini!”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rugilah
orang-orang bercita-cita anaknya untuk dunia. Maka kalau kita punya
anak, kita jadikan dia hanya untuk ridho Allah, untuk kecintaan kita
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Dengan demikian,
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyia-nyiakan anak kita dan cucu-cucu
kita.
Itulah pengorbanan yang khas Nabiyullah Ibrahim ’Alaihissalam.
Pengorbanan Nabiyullah Ibrahim ’Alaihissalam juga telah ditiru oleh Yang
Mulia Nabi Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Seluruh pengorbanan Para Nabi dan Para Rasul ‘Alaihimussalam
mulai Mbah Nabi Adam ’Alaihissalam sampai Nabi Isa ’Alaihissalam
telah dibuat oleh Yang Mulia Nabi Agung Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Baginda
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah mengorbankan
segalanya. Beliau telah mengorbankan segalanya demi ridho Allah. Akan
tetapi, pengorbanan khas yang merupakan keistimewaan Nabi Agung
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang tidak dimiliki oleh Nabi-
Nabi sebelumnya adalah Beliau memikirkan umat seluruh alam. Beliau
adalah Nabi untuk seluruh alam.
Tidak ada Nabi yang dikirim Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
seluruh alam selain Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam kita. Maka, tidak ada Nabi yang membuat pengorbanan bagaimana

170
agama sampai ke seluruh alam selain Nabi kita, Nabi Agung
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
semestinya kita melakukan pengorbanan seperti Nabiyullah
Adam ’Alaihissalam; taubat, menangis kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kita semestinya kita membuat pengorbanan seperti pengorbanan
Nabi Musa ’Alaihissalam; menghadapi penguasa-penguasa yang zhalim,
mendakwahkan agama kepada orang-orang yang keras kepala.
Akan tetapi, kita perlu mengambil keistimewaan, ke-khas-an Nabi
Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu memikirkan agama
ke seluruh alam. Bagaimana agama hidup di negeri kita, di luar negeri, dan
di seluruh dunia. Itulah ciri khas pengorbanan Baginda Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Kalau kita mengikuti pengorbanan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam, maka
kita akan dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga Baginda
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, “Tidak ada amalan yang
dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada Hari Raya Idul Adha ini
melebihi menyembelih korban, karena tasyabuh, niru-niru pengorbanan
Nabiyullah Ibrahim ‘Alaihissalam.”
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bagaimana pula kalau kita mengikuti pengorbanan khas Yang Mulia Nabi
Agung Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu siang dan malam
memikirkan agama ke seluruh alam. Pasti hal itu akan lebih mendatangkan
berkah, lebih mendatangkan kecintaan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada
kita di dunia dan di akhirat.
Itulah bagian dari rasa syukur kita ke hadirat Allah Subhanahu wa
Ta’ala karena kita dijadikan umat Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa

171
Sallam. Di antara syukur kita adalah meneruskan perjuangan Beliau,
meneruskan pikir Beliau, menghidupkan sunnah-sunnah Beliau, dan
memikirkan umat di seluruh alam. Bukan hanya kampung kita sendiri,
bukan keluarga kita sendiri, bukan negeri kita sendiri, tetapi negeri- di
negeri seluruh alam.
Hadirin yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka,
hari ini kita sambut dengan gembira, dengan tahmid, dengan takbir,
dengan tahlil, dengan berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya, karena
kebaikan-kebaikan pada hari ini dilipatgandakan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menambahi kita kebaikan-
kebaikan-kebaikan-kebaikan yang tidak ada habis-habisnya sampai
sempurna kebaikan itu, yaitu ketika kita masuk syurga Allah Subhanahu wa
Ta’ala, berjumpa dengan Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
berjumpa dengan Para Shahabat Radhiallahu ‘Anhum, berjumpa dengan
Nabiyullah Ibrahim ’Alaihissalam, berjumpa dengan seluruh Nabi dan
seluruh Rasul ‘Alaihimussalam. Itulah kebahagiaan yang sebenarnya.
Adapun kebahagiaan-kebahagiaan dunia ini tidak ada nilainya apa-
apa dibandingkan dengan kebahagiaan akhirat yang dijanjikan oleh Allah

Subhanahu wa Ta’ala. ‫يلاػػػػػصلا ـ ـةرػػػػػمزـ ـفِ; ;مكا‬


ِِ
ِِ ِ ََْ َ ِ َََ
ََْْ‫َِمَلاـ ـنيزئا‬
‫ػ‬ ‫ػن‬ ُْْ‫ػ‬ ُْ ََ َ
ْْ ‫ػػػ‬ ‫ػػػْػػنلخداو ـ ـي‬ ََِ َ َْ ‫ػػػػُػيإوـ ـا‬ ُ َ
َ ْْ ‫ِِـا‬ ِِِِ ِ ََْ ِِ ِِْ ِ ِ ِ
ََْْ
‫ػػػ‬ ‫ِػيإوـ ـلهاـ‬ ‫ػػػػػمـ ـمكاػػػػ‬ َ ‫ُفلا ـ ـن‬
‫ػ‬ُْ‫ػػػ‬ ْ َْ
ِ ِ َ َِّ ََ ََْ
‫ْميََجْرلا‬
َُ ،‫َ ـ‬ْ ْ‫ّلاـ ـلْها ـمس‬
‫بـ‬ ََُ
‫حْرػ‬ َََََُْ
‫ػلاـ ـن‬ َِ‫َّـ ـآ‬
‫ميحر‬، ‫ػنإ‬ ‫ػػيطٍَعأ‬
ْ‫ػػنلعجَ ؾاَ ن‬
ِِ
‫يلماعلا تػنَأوـ ـمػحراٍو ـ ـرػفغاـ ـبر ـ ـلػقو‬. ‫َْطيشلا ٍنم لهاب ذوَعأ‬ ‫ُْ فا‬
‫رػثوػكلا‬،‫رػػتػبلْاـ ـوػىـ ـْلئنآػشـ ـفإـ ـرػنَْاو ـْلػبرل لػصف ـ‬.َ
. ‫حارلاـ ـرػيخ‬
َ‫ي‬
172
‫‪KHUTBAH KEDUA IDUL ADHA‬‬

‫ػَُب ََُكْأـ ـل ِ‬
‫ػ‬‫ًُْ‬‫َْْها ـ‪َ،‬ر ُ‬ ‫ارػػػيبكرػػبَكأـ ـلهاـ ـ‪،‬رػػبَكأـ ـلهاـ ـ‪،‬رػػبَكأـ ـُلهَُاـ ـَُ‪،‬رَُ ََََُ‬
‫َُأ لِها‬ ‫ػبَُْْك‬ ‫ِِِِْْ‬
‫ََر‬‫َأ لهاَُُِْ‪،‬‬
‫ْْْ‬ ‫ػبَك‬ ‫ًَْ ًِ بَكََأـ ـلها ‪ِ،‬رِِِ‬
‫َْْ‬ ‫ًََََ‬
‫َِللَِِْ‪،‬‬‫ػ‬ ‫ََا ـ ِِِ‬
‫َو َ‬ ‫ْل‬‫َلع‬
‫ػَ‬ ‫ََا ـميَِ‬ ‫َْْلل‬ ‫َيػ‬ ‫َلا ـم‬
‫ْفغ‬ ‫ِ َََْْْ ُُِْ راػ‬ ‫ِْ‬
‫ػيثِكـو‬ ‫ػػػكبـ ـلهاـ ـفاحبػػػسو ـارػػ‬ ‫صأوـ ـةِرِ‬‫ْ‪.‬ليػْْ َ‬ ‫ػػػملاـ ـ‬
‫د ِِ‬
‫ََََُِِْْْ ًََََُ ََُِ ََُْ‬ ‫ََ‬
‫ػلل دـػـػـػـمـلـاوـ‬
‫َََُُُْْ ََُ ُ‬ ‫َُ ًَََُُْ َ َْ ْ‬ ‫َُ‬ ‫ّ‬ ‫ََُِِْ ْ‬
‫ػ َ ُ َ َََ ٍِِِِِ‬ ‫ّ‬
‫يػػػعب ـوػػػتكلمَعئادػػػب ـفِ ;ِرػػ‬
‫ّ ّْ ْ‬ ‫ْْ َ َُ ٍ‬
‫ََ‬ ‫َ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ػػػفرعمـ ـىػػػفتَّّ ;يذػ‬ ‫َ‬ ‫ََ‬ ‫َ‬ ‫ت‬ ‫ػػػ‬ ‫نـ ـنػػَػمـ ـىػػػلعـ ـو‬
‫ِِ‬ ‫ٍ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ٍ‬ ‫ْ َ ْ َََْ َ ٍَْ ًََِ ًََْْ‬
‫ُ َُ َََُِْْ‬ ‫ِ‬ ‫ُُ‬ ‫ُ‬ ‫عال ِِ‬
‫َ‬
‫ػػلاـ ـ‪،‬راػػػهقلاـ ـميػػػ‬
‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ََ‬ ‫ُْ َ َ ُ‬
‫ػلُ ِِ‬ ‫ػٍ‬
‫َ‬
‫ػش ـ ـو ِ‬
‫ْ‬ ‫ََ‬ ‫َ‬
‫ػم ـ ـةداهػػ‬
‫ُ‬ ‫ْ‬
‫َْ‬ ‫ََُ‬ ‫ُْ‬
‫َ‬
‫ػ‬
‫ػػػُّـ ـدهػػشـ ـن ِ‬ ‫ْ‬
‫ا‬
‫ََ‬ ‫ْْْ ٌ ََُ َ َُ‬
‫شأوـ ـ‬ ‫ُهدػػػػػحوـ ـلهاـَّـإـ ـوػػلإـ ـلَ ;َفأـ ـدهػػػػ َ‬ ‫ْليرػػشـ ـَّ;;‬
‫ِْ ٌََََْْ‬
‫ِِ‬
‫َ ْ ُ ََ ٍََّْ ََََََُّْْْ‬
‫ِ‬ ‫ػػبتعلَاَََََُُْ‬ ‫ََ‬
‫ِ‪،‬را‬
‫ػنوموٍـ ـاِندي‬ ‫ػ َّ‬ ‫ُـ ـاٍٍِِ‬‫ػّػممُ‬ ‫لهاـ ـىلػػصـ ـولوػّػسروـ ـهدػػػػبع ـ ـاد‬
‫ِ َ ٍٍّ‬
‫ََ ََََََ ًٍََََّْ‬ ‫ََ َ َُ‬ ‫َ ْ َ َُ ْْ‬
‫ػػػفػي‬ ‫ػ ٍٍٍِِِ‬ ‫ِرادٍٍٍّّفِ ;زو‬ ‫شأوـ ـ‪،‬رارػػقلاـ ـ‬ ‫ِػػ َ‬ ‫ػٍ‬
‫ػػسـ ـَفأ ـ ـدهػُ‬
‫ََ ََََْ ُ‬ ‫َُّ َُ َُ‬ ‫ََََ ٍّْ ََََ‬
‫ِ ِ ِِِ‬ ‫ِ‬ ‫وػلآ‬
‫ََُ ََ ِ ْ َ ْ َ ََُُ ٍّ ٍِ ْْ َََْ َ ََََََُْ‬
‫ِِسوـ ـلػصـ ـمػهللاـ ـ‪.‬وػػ‬ ‫َِػلَعـ ـِِؾراػبوـ ـملػ‬ ‫ػسـ ـى‬
‫ىػلعوـ ـدػممُ ـاندي ِ‬
‫َََْ َََْْ‬ ‫َ َْ َُْ َْْ َ ََ ْ َ‬
‫ػيلعـ ـؾراػبوـ ـملػسوـ ـوػػػيلع ‪.‬ارػيثكاميلست‬
‫ملسو ـ‪،‬رايخ ْلاـ ـنيرىاطلاـ ـ‪،‬وباحصَأو‬
‫فوملسػػػمـ ـمتػػػَنأوـَّـإ ـ ـنتوػػػػَـ ‪.‬‬
‫َّوـ ـوػػتاقػتـ ـقػػحـ ـلهاـ ـاوػػػػقػتاـ ـساػػنلاـ ـاػػه‬
‫ػػػفـ ـ‪،‬دػػػػعػبـ ـاػػَمأ‬ ‫ي‬ ‫ػَيأ ا‬
‫لها ـفإ ـلها ـاوػػقػتاو ـدػػغل‬
‫تمدػػقـ ـاػػم ـ ـسػػػػفػن ـ ـرػػػػ‬
‫نػتلػفـ ـلهاـ ـلإـ ـفومداػػق ـمػػكَنأـ ـاوػػملعاو ‪.‬فولمعػت ـا ِ‬
‫ب‬
‫رػيبخ‬
‫اوملػػسوـ ـوػػيلعـ ـاولػػصـ ـاوػػػنمآ‬
‫نيذػػلا ـاػػهػيا ـآػػي ـ‪،‬بِػػنلا ـىػػلع ـفولػػصي ـوػ‬
‫ممـ ـانديس ـ ـؿآ ىلعو ـدُممـانديسـ ـىلعـ ـملسوـ ـلص‬
‫ػتكئلَمو ـلها ـفا جاوَزأ ـ ـىػلعو ـ ـدػ ُ‬
‫مهللا ‪.‬اميلست‬
‫ػػتَأـ ـىػػلعوـ ـ‬ ‫ػممـ ـانديػػسـ ـعاػ ب‬ ‫مػػػػهللاـ ـضراوـ ـ‪،‬دػ ُ‬
‫ػممـ ـانديػػس‬ ‫دػػممُـ ـانديػػس ـ ـةػػيرذ ىػػلعوـ ـدػ ُ‬
‫صأـ ـرئاػػسوـ ـىػػلعوـ ـفاػػمثعوـ ـرػ‬ ‫لهاـ ـؿوػػسرـ ـباحػػ َ‬
‫ػمعوـ ـرػػكبـ ـبَأ ةػػعػبرلْاـ ـوػػئآفلخـ ـنػػع‬
‫جأ‬
‫حراوـ ـيع َ‬
‫حارلا ـ ـمحَرأ ـ ـايـ ـْلمركو ؾوفعب مهعم ان َ‬
‫‪.‬ي َ‬

‫‪173‬‬
‫ِِم‬ ‫ػػِِِ‬ ‫ِِِ‬ ‫ْػَػػ ِ‬
‫ْْـت‬‫ُوـ‬ ‫ْلْا‬ ‫ػ‬ ‫َينمؤََْْ‬ ‫َََُمَُْؤْْمل‬
‫ََُْْاوـ ـ‬ ‫ْم ـ ـءآػػػيحْلا ـ ـتاػػ َْْ‬
‫ػَُن‬ ‫مهػن‬
‫ِِ‬ ‫ػػسملاو ـ ـيملػػِػسمللوـ ـا ٍَ‬ ‫اْملَػِ‬
‫َُْ ْْْ‬ ‫ََنل ُُُِِْْْْ َ ُ‬ ‫ػػػ‬ ‫َ‬ ‫َْ‬ ‫َ َْ‬
‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ػٍ‬ ‫ِ‬
‫َََ َ ُُُْ ُْْ‬ ‫ُْرَُُِْ َُْْ‬ ‫ػَػنػب‬ ‫ػػػفغاـ ـاََ‬ ‫رِ َ‬
‫ًُاـ ـر‬ ‫ػمل‬ ‫ػ ََََْ‬‫ٍََِْ‬ ‫ػ‬‫ِْفِ; ;يمل ِس ِ‬
‫ػََكـُُْْ ًًْْ‬
‫ػّػ ِ‬
‫ػكمـ ـُلُ ٍْ ْْ‬ ‫ْْاـ ـ‪،‬فاًِ‬
‫ِِل‬
‫َصناـ ـْمػهل‬ ‫َلاـ ـرػ‬ ‫ػىامج‬ ‫فِ; ;نْيًدَ‬
‫َََْ ََََِِْْْ َََََُُُُُُْْْ‬ ‫ًاوػمْلاوّ‬ ‫ِـ ـْْ‪.‬ت‬
‫ػهللا‬ ‫ػ ًْ‬‫ِػُْ‬ ‫ػصناـ ـم‬
‫ػػهللاـ ـ‪.‬فاػػ ٍكمـ ـلػػكـفِ; ;يموػػْل‬ ‫ْرّػػصناـ ـم ِ‬
‫ََََْْْ‬ ‫مىَ َ َ‬
‫ػػَسَ ََ َََِِِِ‬ ‫َُلػػكـفِ ; ِ‬ ‫ِصناـ‬
‫َْلليب ْْْ َََ َ َََ‬ ‫ػكُمـ ـْْ‬ ‫ػػهللاـ ـ‪،‬فاػْ‬ ‫َ ـم َ‬ ‫ملاـ ـٍرػػ‬
‫ػػ‬ ‫ََُُُ ب‬ ‫ػػُيبََََُم ـا‬ ‫ػػهللا ـ‪.‬اَّْن َ‬ ‫ػيأتب ـمىدِِ ِ‬ ‫ِِِ‬
‫ِ‬
‫ََ‬ ‫َََََُُْْ‬ ‫ػيَأ ـم َََْْ‬ ‫ػم ـدْ‬ ‫ػنع ـن َ‬ ‫مْػػػهللا ـ‪ْْ.‬ؾدُ‬
‫ِِِِ‬
‫َِْْ ٍََُُْْ ْْْ ََْْ‬ ‫ِِن‬ ‫َرْص‬ ‫ػيِزْع ا‬ ‫َُْ‬ ‫َاُو از‬ ‫ػػػلَ حتػػُف‬ ‫ََ مُُُُ َ‬ ‫َحتػف‬ ‫ّاػ‬ ‫يـ‬
‫ُق‬
‫َر‬ ‫ي‬
‫ِْو ـ‬ ‫َح‬ ‫ػػ‬ ‫ْ ـدَُ‬ ‫ِِص‬‫َْوفََػ‬ ‫مهػَف‬ ‫ََ‪ُ،‬‬ ‫َِِِْ‬
‫ػهللاـ ـ‬ ‫ػَ ْ‬ ‫ِمَََ‬‫ِػَجاـ ـ‬ ‫ػتاػْػملكـع‬ ‫َهِ‬
‫ػلعـ ـْمَ‬ ‫ػُر‬‫ََْ ٍ‬ ‫ى‬
‫ََباّْ ْ‬‫ػ‬ ‫ػع‬ ‫ِ‬
‫ْْ‬ ‫ُُ ٍٍّْ‬ ‫ف ثََََُ‬ ‫ػَُ‬ ‫َْػػسـ ـمهيػ َ‬ ‫ََْػػصنـ ـاناّطلػ‬ ‫ََارْػي‬ ‫ػُُهللاـ ـ‪.‬‬
‫ػَ‬ ‫َْ‬‫مْػ‬
‫ِِ‬ ‫ََُْْ ِِ‬ ‫ِ‬
‫ُْْ‬‫ََََُْْْْ َََُْْ‬ ‫َمرك ْلاـ ـ ـرَكأ ـ ـآي ـ ـقلاِ ََََ ٍ ُ ْ‬ ‫‪.‬ي‬
‫ػػػػػ ِِِ‬
‫ػػُُُُُُُُْْ‬ ‫ََََْْْ‬ ‫َو ـ ـَةر‬ ‫َا‬
‫َفل‬‫ََػس‬ ‫ػ‬ ‫َ‬ ‫ػػػػػػػقدانزلاوـ ـةق ََ‬ ‫َ‬ ‫ة‬
‫ِِ‬ ‫ػػػػػفكلاـ ـن َُ ِ ِِْ‬
‫ػُُ‬ ‫ََ ُْ ُُْْ‬ ‫ػناو ََُِ َََْْْ‬
‫ػػػػ‬ ‫ػػػػُػَػػمـ ـمه ََ‬ ‫ََ‬
‫ػػػػػػػهػيلاـ ـ‬ ‫ػػػػػػػصنلاوـ ـْْدوَِ ِِ ِِ‬ ‫ِأوـ ـىِ‬
‫ََْْ ََََُْْْ‬ ‫ْْ َ ْ‬ ‫َُ‬ ‫ْرا َ َ ُُْ‬ ‫ػعَ‬‫ػَ‬
‫ِِفْو‬ ‫َْر ـ‬
‫ػػػس‬ ‫ٍِِ ‪،‬لْلَ ِِ‬
‫َ‬ ‫ػهللاَ َََ َْ‬ ‫ػََََ‬ ‫ػػػػػ َ‬ ‫ػػػػَػػػتاق ـ ـمّ َََْ َ َُ‬ ‫لَ ُ‬
‫َْػيو ـ‪ْ،‬ليبسٍـنع فودصي نيذلا ‪،‬نيدحلملاو أ‬ ‫َلتِاق‬
‫َو‬
‫ْـف‬
‫ّلَوأ‬‫بذكيِو ـِ‪ْ،‬لئآي‬ ‫ػ‬
‫ْ‬
‫َُْ ََ‬
‫ؿذإ ـ ـفودػػػػ ‪،‬‬
‫ػػػػػملاوـ ـ ـ ـ لػػػػػػسلاـ ـ َّ‬
‫ٍ‬ ‫يملس‬
‫ػػػبوـ ـْلػػ‬
‫ي‬ ‫ػػيريوـ ـ‪،‬يملس ـ ـ ـ ـ ػػػػػملا ـ ـتوػػػػ‬
‫ػػب ـ ـفوػػػػػػبَرَو‬ ‫ػػتو ي‬
‫ػُـ ـْلػيلع ـ ـمػهللاـ ـ‪،‬اػُّراغموـ ـضرْلا ـ ـؽراػشمـ ـفِ;َ;حا‬ ‫ؿزػل زـ ـمػهللاـ ـ‪،‬م ّ‬
‫وػفلاـ ـفوش ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ػػػنػيو رػمـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـد مهللاـ ـ‪،‬مىراي ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ د رمـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ــد‬
‫ُ‬
‫مهلل اـ ـ‪،‬مهعج ـؽرػفـ ـمهللاـ ـ‪،‬مهِل د ٍّدـش مهللا ‪،‬مهمادَقأ‬
‫مىرػيمدت ـمىرػيبدت لعجا ـمهللا ـ‪،‬مهيلعـ ـةرئادلا لعجا ـمهللاـ ـ‪،‬مىدلب ‪.‬‬
‫ػػسحـ ـاػناداعـ ـنػمل‬ ‫لهاـ ـانػبػسحـ ـانلذػخـ ـنػمل لهاـ ـان ب‬
‫ػػسح‬ ‫لهاـ ـانػبػسحـ ـاػنَنأـ ـاػمل لها ـان ب‬
‫لهاـ ـانػبػػسحـ ـاػػنبركمـ ـنػػمل‬
‫لها ـانػبػػسح ـانػػسفػَنأ‬
‫رورػػش ـ ـنػػمـ ـلهاـ ـانػبػػسحـ ـانعدػػخـ ـنػػمل ‪.‬رػيصن‬
‫لا ـمعنو لوملاـ ـمعنـ ـليكولا معنو ـلها انػبسح وقلخ ـعػػيج نم‬
‫جأـ ـوباحػصوـ ـوػلآ‬ ‫‪.‬يػع َ‬
‫ىػلعوـ ـدػممُـ ـاػنَّوموـ ـانديػسـ ـىػلعـ ـؾراػبوـ ـملسو لها ىلصو‬
‫‪.‬يملاعلاـ ـبر ـولل دـمـلـاوـ‬

‫‪174‬‬
‫)‪KHUTBAH KEDUA SETIAP JUM’AT (Bag.1‬‬

‫ِِ‬
‫ُُْْمِؤ‬ ‫ِِِو ـِوػب ـ‬
‫َُْن‬ ‫ػػن‬ ‫ػكوََُ ََُُت ِ‬
‫ُ‬ ‫ُلََْْ ََََُ ْْْ‬ ‫ػيلع ـ‬ ‫ػػََ َ‬ ‫ُْ‪.‬و َ‬ ‫ْعػنو ـ‬ ‫ُ ـذوػ‬ ‫ػش ـنػم ـوػب‬ ‫َ‬‫رورْ‬
‫ِِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ػتِِػ َْسنو ـ‬ ‫ػػنو ـهرفغّ ِ‬
‫ػػػملْا ـ ـَُْفإَََُ َ َ‬ ‫َونػيعتْػسن ـوػلل د َََ َََُ ْ‬
‫َُْْ‬ ‫َ‬ ‫ُْ‬
‫ََْ نََمو‬ ‫يس‬ ‫ػمو ـوػل لضِم ـل‬ ‫يداػىـ ـلػفـ ِ ِ‬
‫ّعََََُأ ـتَائََ‬
‫ََُي ـنم ـ‪.‬انلامُ‬ ‫ََهَُُْْا ـهدهْْػ‬ ‫ََف ـل‬ ‫ْ ـ ٍوللػضي ـن ُ‬
‫ّ َُ ُ ٍ ََ ٍِِِ‬ ‫ُُ َ ًٍَُُّ ّْْ ِْ‬
‫َََُ ََ َ َ‬
‫ََََ‬ ‫انسفػنَأْ‬
‫شأوـ ـ‪،‬وػػػل‬ ‫ََـ ـِدهٍػػػػػ ٍَ‬ ‫ََفأ‬‫ِـ‬
‫ػْس ـ‬ ‫َِػِ‬ ‫ِِـ ـ‬
‫ِِو‬
‫َُػ ْْ‬ ‫َدي‬
‫ْان‬ ‫ػػػنَّوم‬
‫ا َْ ََ‬
‫ػػ‬‫ُفَأـ ـَُدْهََُِْْ‬ ‫ْلَ; ;‬
‫ػػػلإـ ـ‬‫ِِاـ ـَّإ ـ ـوُُ ِ‬ ‫ِ‬
‫ػَػ ُحَُوـ ـلهَ‬ ‫ػػػػََ‬ ‫َ‬ ‫هد‬
‫ػَػش ـ ـَّ; ;َ‬ ‫ػُ‬ ‫ْلير ْ‬
‫َََ ْ ٍَِ ُ ِِ‬ ‫ػَْ ََُْ‬
‫ػآل‬ ‫شأ ‪،‬وُػػػل وػِ‬ ‫ػَ‬
‫ََ‬ ‫ََُ َ ََُ‬ ‫َْْْْ ٌ‬ ‫ْ‬
‫ػممـ ـانديػػػس ـ ـىػػػلع ـ ـؾراػػػب‬ ‫َدػػ ُ‬ ‫ػَلُعْوـ ـ‬‫ََْ‬ ‫ٌػ‬ ‫ػ‬ ‫ىِْ‬
‫ُِِلا ـ ـ‬ ‫ِػػصـ ـمػِػػِ‬
‫ْهََدَُُُُْْػ‬
‫ََ‬ ‫ُـ‬
‫ػسروـ‬ ‫ػػَُ‬ ‫ْْ َ‬ ‫ُ‪.‬وٍّلو‬ ‫َْهل‬ ‫وـ ـ َملػَِػػسوـ ـلػ َََُْْْ ُْ ْْ‬
‫ْوًْ‬ ‫ِِ‬‫ََاًْْحصَأ‬ ‫َوْب‬ ‫َاو ـ‬ ‫ِيعباتل‬ ‫ْ‬‫ْإَملَ‬ ‫ِيـ ـ ـل‬
‫َقلا ـوَِِ‬
‫ػ‬ ‫مم َْ‪.‬ةَماي‬
‫ػََ ُ‬ ‫ََََ‬‫َادَػ‬ ‫ػػبع ـ ـ‬ ‫َُػ َ‬ ‫َػ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ػَػنَأوـ ـَّإ ـ ـنتوػػـَ ‪ََََُّْْْ َََّْ ٍ ََ ُ ْ.‬‬ ‫ََ َ‬ ‫ػ‬ ‫َْ‬ ‫ػ‬ ‫ُتَُ‬ ‫َـَم‬ ‫ػَػسمـ‬ ‫فومل َ‬
‫ػ ٍٍِِ‬ ‫ِاـ ـَدٍّاٍ‬
‫ِ‬‫ػ‬ ‫ػيًٍََََّْ‬
‫ػََ ٍ‬‫ََبعـ ـا ََََ‬ ‫ػَُ ُ‬ ‫َََّ‬ ‫ػحـ ـلهاـ ـاوػػقػتاـ ـ‪...‬له‬ ‫َُ ـقػّْْ‬ ‫ػتاقػتـ‬ ‫ََّو ـوْػ َ‬
‫َُّ َُ ُ ٍٍٍِِِ‬ ‫ػبـ ـاػػَمأ ََ ٍِّْ َ ٍٍٍّّ‬ ‫ُعِ ٍ‬ ‫فـ ـ‪،‬دػػػػ‬
‫ََ َََ َ ُ ََََْْ‬ ‫َََ َ‬
‫ِ ِ ِِِ‬ ‫ػَ ِ‬ ‫ِػ‬
‫َ َ َ َََََُْ‬ ‫ػغلَُ ٍّ ٍِ ْ َ‬ ‫ِْػقْػتاو ـدَػ ْ‬ ‫ػ‬ ‫َََْ‬ ‫َفإـ ـلها ـاو‬
‫َـ ـ‬
‫لُها‬
‫ِف‬ ‫ِِػػػ ِ‬
‫ََْْػنـ ـرػػػ‬ ‫ػػ‬ ‫ََََْْ َ‬ ‫َـَس ََ َ‬ ‫ػم ـ‬
‫ػَِْْ‬‫َِْ‬ ‫ػ‬‫ػقـ ـا َُ‬ ‫ػَْ‬ ‫تمدػَ‬
‫نػتلوـ ـلهاـ ـلإـ ـفومداػػػقـ ـمػػػكنَأـ ـاوػػػملعاو ‪.‬فولمعػت ـا‬
‫سأو مكبر إل ـ‪.‬‬ ‫ث باذعلا مكيتأي َفأ لبػق نم ول اوملػ َ‬ ‫بررصنػيبػخت َّ ُ‬ ‫فوِ‬
‫اوػبيَنأو ‪ :‬ـا ـرَّكوػقـ ـؿاقػفـ ـ‪،‬يركلا ـوباتكفِ ;ؿاق ـدق ـلاعػتو ـؾرابػت ـلها ـ‬
‫َفأـ ـاوملعاو‬
‫اوملسو ويلع اولص اوػنمآ نيذلا اهػيَأ آي ‪،‬بِنلا ىلع فولصي وتكئلمو‬
‫لها فإ جاوَزأ ىلعو دـمـمُـ انديسـ ـؿآ ىلعو دـمـمُـ انديس ىلع ملسو لص مهللا ‪.‬اميلست‬
‫دمم ـانديس لها ؿوسر‬
‫نعـ ـمهللاـ ـضراوـ ـ‪،‬دُـممـانديسـ ـعابػَتأـ ـىلعوـ ـدُـممـانديسـ ـةيرذ ىلعوـ ـ ُـ‬
‫باحصَأ رئآسو يلعو فامثعو رمعو ركب بَأ ةعػبرْلا وئآفلخ‬
‫جأ‬
‫حراوـ ـ‪،‬يع َ‬
‫حارلاـ ـمحَرأـ ـآيـ ـْلمركوـ ـؾوفعبـ ـمهعمـ ـان َ‬
‫‪.‬ي َ‬

‫‪175‬‬
‫َْ ْ ِ‬
‫َْْنل‬‫َػنذ ْ ا‬ ‫ػ بو‬ ‫ََُ‬ ‫ََ َسإََوُْ انُ‬ ‫ََر‬ ‫َفَا‬ ‫ػ‬‫فْان ْ‬ ‫َبػثو انْْرِمَأ ََِّ‬ ‫َِقأَ ت‬‫ـوقلا ىِلع انرصناو انماد‬
‫ِ مهللَا ِ‬ ‫ِو ينمْْؤ ِِ‬ ‫ْملسملاو يْم ِ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬
‫مللَرفغا َْ‬ ‫ُلْسَملاو ‪،‬تٍانمؤملاََْ َُ ُْْ‬ ‫َرُءآيحْْلاْ‪،‬تا َْ َُ‬ ‫ْنَػب‬ ‫ْفَغا ا‬‫ر‬
‫ِِِْْ‬ ‫ِِ عيَسُ ْلنإ ‪،‬تاَوم ْل‬ ‫َِ‬‫ِِْمهٌْللا‬
‫َِاندىِاَ‬
‫َ‬ ‫َاو‬ ‫ََرق‬ ‫ْلاُ بُيم بي‬ ‫ُد‬ ‫ٌاوْع‬ ‫ْ‪.‬ت‬ ‫نب دىاو‬ ‫َْلاَاَ‬ ‫‪.‬نيُرفاك‬
‫مل‬ ‫َّدتى ِِ‬
‫ََا نًَْ‬ ‫ََهلَلاََُ‪.‬ىََ‬ ‫َََِم‬ ‫َْْدىاْو اندىا‬ ‫ِِ ْلىَأ‬ ‫َػ ِب‬ ‫َو انػبَُراَقأو انتي‬ ‫ػػيرذ‬ ‫ػنم نم ان تِ‬ ‫مهْْ‬
‫ػق‬ ‫ِ ِِ‬ ‫ْوَح نمِوْان‬ ‫ِِْعَ َ‬ ‫ِِجاو‬
‫ََْ‬ ‫ػتير َ‬ ‫ََ ٍ‬
‫ََ‬ ‫ْيلا‬ ‫جأ اهػ‬ ‫ػبرَْْ‪.‬ي‬ ‫َن‬
‫َْْ‬ ‫ََلَوََانلْ َرفََغاََ ا‬
‫َْوخ‬ ‫َننا‬ ‫ََ نيذلْا ا‬ ‫اببس انلع‬
‫ٌذللِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ّ‬ ‫ِر ِ‬ ‫ِ‬
‫ٌْ‬ ‫ََْ ْ‬ ‫ُْآ نِيَ‬ ‫ػنم‬‫ْ‬ ‫ََ‬ ‫و‬
‫ََُ‬ ‫ا‬‫ـ‬ ‫ـ‬‫ر‬ ‫ب‬ ‫ػ‬ ‫ن‬ ‫ا‬‫ـ‬‫َ‬‫ـ‬ ‫إ‬ ‫ن‬ ‫ْ‬
‫ل‬‫ـ‬ ‫ـ‬‫ر‬‫ْ‬‫ء‬ ‫و‬‫ؼ‬ ‫ـ‬ ‫ـ‬‫ر‬ ‫ح‬ ‫ِ‬
‫مي‬ ‫‪.‬‬‫ُ‬‫ُ‬ ‫ب‬ ‫ػ‬ ‫دع‬
‫َ‬ ‫ْ‬‫ن‬‫َ‬‫ا‬ ‫و‬ ‫ج‬ ‫ي‬‫ػ‬ ‫ا‬
‫ْ‬ ‫ن‬‫َػ‬ ‫ُْان‬
‫َو‬‫َأ‬
‫لىَ‬
‫ََرَََخَلا‬
‫ََ‬ ‫ََُ ةَ‬
‫َ ةنسحَ‬ ‫ذع انقو‬ ‫َرانلا باِِ‬ ‫ًًَ ىَلََِصوَ‪.‬‬ ‫سو لهاِ‬ ‫ْعتََّو ـفْالاب ـانوقػْبسِِمل ً‬ ‫فل‬‫لغ ـانبولػق ـ ِ‬
‫ََوـ ـولآ‬ ‫ََِ‬
‫َْْأ‬
‫ص‬ ‫َح‬ ‫ْا‬ ‫ّ ـوب‬ ‫َِِعٍٍَََّ‬
‫جأ ـ‬ ‫ِ‪.‬ي‬ ‫ْا ـبر ـوللْدملاُوـ ـِ‬
‫َيملاعلَْ َََْ‬
‫ٍِِػبر ‪ِ.‬‬ ‫َ انتآ ان‬‫ػندلا ِ‬
‫ف‬ ‫ََو ةنسح َايَُ‬ ‫ِف‬
‫ىلعوـ ـدُـممـانديِِسـ ـىلعَ ََ ْ َِْ ِْ َُِ َِِِِِ َُْْْْْ َََََََُْ ََِ‬
‫ُبْْع‬ ‫ُْ د‬ ‫بْرمأيََْْلهِْاََ فُإ‬ ‫َََؿدعَْلاَ‬ ‫َاسحَُُلاو‬ ‫ُو ‪،‬ف‬ ‫ػنِػيوْبرقِلا يذ ءآتِ‬
‫ْاْ‬ ‫ََا‬
‫َُْْله‬ ‫ػيإ‬ ‫َ َُ‬ ‫نع ىه َ‬
‫ُْْ َِِ ِ ِِِ ََُْْْْ ايػف‬ ‫ِ‬
‫ُُ‬ ‫ُِْ َْ َُُ َْْ َُْ ُ ْ َََ‬ ‫َ‬
‫مكركذيـ ـميِعلا ـلهاـ ـاوركذافـ ـ‪.‬فوركذتـ ـمكلعل مـكـ‪،‬‬
‫عي ـ‪،‬يغػبلاو ـركنملاو ـءآشحفلا ‪.‬رػبَكأـ ـلهاـ ـركذلو ـ‪،‬مكطعػي ـولضف ـنم ـهول‬
‫ػئساو ـ‪،‬مكدزيـ ـومعنـ ـىلعـ ـهوركشاو‬
176
‫)‪KHUTBAH KEDUA SETIAP JUM’AT (Bag.2‬‬

‫ِـَلـََْاـ‬
‫ْل دـم‬ ‫ُُ ول‬ ‫َلا‬ ‫ِْيال حاَ‬
‫َََْتف‬ ‫ْلع‬‫ِـ‪ََ،‬مي‬ ‫ْ;فاسنلاـ ـْقلخـ ـيذ‬
‫ََلاـ‬ ‫ِفِ‬
‫َسَحْْأـ ـ‬ ‫ػِِقَْػتـ ـ‬
‫َْن‬ ‫شأـ ـ‪ٍ.‬ـِو ِ‬ ‫ػَْْ‬ ‫ػلإ لَ ;َِفأـ ـدهِ‬ ‫وْ‬
‫ػػػبع ـ ـادػممَُ ًََََََََُُُُُُْْْْ َُُُُْ‬ ‫ّ‬ ‫ػَُسروـ ـْهد‬ ‫ِِْ‬ ‫ِؼوءرْػلاـ ـولو‬
‫ََُِْ َََََََُِِِْْ َ‬ ‫َّْْإُ‬ ‫ِلِاـ‬
‫ي ـل َها‬ ‫َْو‬ ‫ٍِ ـِدحا‬ ‫َكلاـ‬ ‫ََّ‪،‬ميػ‬ ‫شَأٍو‬ ‫ػػػ َ‬ ‫ّ ـفَأ ـ ـّده ِ‬
‫َـانديػسـ ْ‬ ‫ُموـ‬ ‫اػنَّو‬
‫ٍٍػلعـ ـؾراب‬ ‫َِِس‬
‫ُْْـ ـى‬ ‫ػ‬‫ٍٍ ِ‬ ‫ََنْدي‬ ‫ِِا‬
‫ممُـ ـ‬ ‫ػكلاـف َدََػ‬
‫َُْْ‬
‫ػنإوـ ـوػػػيلعـٍـؿََُزٍػػػنم ِِ‬
‫َلاـ ـ‪ْ،‬ـرٍْ‬ ‫ْ‬ ‫ََ‬ ‫ْل َ‬
‫ِِمهللا ‪.‬ميحرلا‬ ‫ِ و ملسو لص‬ ‫ِِ‬
‫ُ ََ َََْْ َُُُُْْْ ََْْ َُْ‬ ‫َُ َ َ ََ‬
‫ََْعٍَُ‪ٍَََِْ .‬‬ ‫ِِيِ‬
‫َ ىلعو ـَْ‪َ،‬م‬ ‫ػػصَأو ـولآ‬ ‫ِْمه‬ ‫ِيلُس ـبلق‬
‫ٌوبَاحٌُْْ‬ ‫َْتأ نيذلاـ ـ‬ ‫َوػ‬ ‫ُػبر ـا‬ ‫ََ ـ‬
‫ْب‬
‫َ َْ ُ‬
‫م‬
‫ِها دابع‬ ‫َِل هودبعاو ‪،‬يملاعلاِ بر لها اوقػتا ‪...‬ل‬ ‫ََ يَص‬ ‫َُاَول‬ ‫ِ قلخ ـىلعِل نيٍّدل‬
‫ْ ُ ََ ٍََّْ ََََُّْْْ‬ ‫ََ ََُ ْ‬
‫ِأـ‬‫ػ ٍبٍّْ اـَم‬ ‫ػفٍٍِ‪،‬دع‬ ‫ِ ٍٍّّاَيَُ ُ ِ‬
‫ََ ََََََ ًََََ‬ ‫َََ‬ ‫َ ْ َ َُ ّْْ‬
‫ػنػب ـَّو ؿـاـمـ‪ٍٍٍِِِ ُ َُ ٍٍٍََُّّّ ِْ َ .‬‬ ‫ٍِّ‬ ‫ََمَّـإ ـفُو‬
‫َاـن‬‫ميلس ـبلقب ـلها ـىت‬
‫ََ ََ َ ُ َََْْ‬ ‫َََ َ‬
‫ِ ِ ِِِ‬ ‫ِ‬
‫َْ َ َ َََََُْ‬ ‫ْا ـمكيتأي ـَّ ْ َ َُ ٍّ ٍِ ْ َ‬ ‫َ;ـوَػِي ـْ‪،‬يٍقيل‬ ‫ََػنػي ـَّ‬ ‫ُف‬
‫ع‬
‫ََ ‪،‬بِنلا ىلع فولصي وتكئلمو‬ ‫ِْْي‬ ‫ػيَأِآ‬ ‫ََلاْاهََ‬ ‫ػنمآََنيذ‬‫َ َِ‬
‫َْا و ََ‬
‫صِ‬ ‫َْاِوملسوَوْيلـ ع ا َُولِ‬
‫ْ‬ ‫َح َْ‬
‫ت‬ ‫ِِِِ‬ ‫ْْ انْدِِِ‬ ‫ِ انديسـ ـؿآِ‬ ‫َأ ِ ِ‬ ‫لها فإِْجاوَز‬
‫َْىلعَْملَُْسوَ لصْمهَللْاَ‪.‬اميلْسُْْ‬ ‫يس‬ ‫ْ ىلعوَ ُدـمـَمُـُ‬ ‫َ ىلَعْوُدـْمـمُـَْ‬
‫س‬ ‫َُُّ‬ ‫ََندي‬ ‫ََِا‬
‫ْْمُـ‬
‫ََوََدـمـ‬ ‫ْلِع‬ ‫س ةيْرذُى‬ ‫ََ اِنْديََََْ‬‫َابػتَأ ىلعوَدـمـََمُـ‬ ‫َديسْع‬ ‫ِِمُـ ان‬
‫َراو دـمـ‬ ‫نْعَمهللا ض‬
‫صأ رئآِسو يلعو فامثعو رمِعوَركب ِ َبِِ ِِِ‬
‫ِِ‬
‫ْْئََُآٍَْفلَخ‬
‫ُِْ ُو‬ ‫َْلا‬
‫ػبر‬ ‫ََ‬‫ِِأ ةعَْ ْ‬ ‫ُْ‬ ‫ْ‬ ‫َْح َ ْ‬ ‫َْر با‬ ‫َها ؿْوَُس‬ ‫ل‬
‫َُْ‬ ‫َ َََََِِِِْ َََََُُُِِِ‬ ‫ْ َْ‬ ‫جأَََ‬ ‫احنراوـ ـ‪،‬يع َ‬ ‫َـ َ‬ ‫ْ ـِِمهعمـ‬ ‫َأ آيـ ـْلمركوـ ـؾ ْوُفعبـ‬ ‫َمحَُر‬ ‫حارلاـ ـ‬ ‫ُ‪.‬يَِ‬
‫مهػنم ءآيحاْل تانمؤملاو ينمؤملاو تاملسملاو يملسمللو ا نل رفغا انػبر‬
‫ف انل ؾرابو اند ٍّدـسو انل رػتخاو انل رخ مهللا‬ ‫‪.‬اهلك ـانلاوَحأو انروُمأ ِ‬
‫‪.‬تاومْلاو‬
‫ركنملا نع يىان وب يلعاف ؼورعملاب نيرمآ يملسملا نَن انلعجا مهللا‬
‫نيرصانػتم ينواعػتم لْتعاط ىلع يمئاق ؾـدوـدـحـ ىلع يِفامُ ول يبنتمُ‬

‫‪177‬‬
‫ِ‬‫ػتم‬ ‫َِلذْا ِ‬ ‫ِيرسي ِ‬ ‫ُُقمِني‬ ‫َِ ءايحإ ى ِلعِِ يظَوََُفم يل‬
‫ََبتمََيفصانَََْْ‬ ‫ْي‬ ‫ُتم‬‫ػبآَْْح‬‫ََْمُْْيَْ‬ ‫َْ‬ ‫َروصُنم ن‬ ‫ّو ُػب‬
‫ِِهلل‬ ‫ػنِ م‬ ‫ِِِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِنبَض‬ ‫َِْْ‬ ‫ِِ‬
‫َا ‪.‬‬ ‫َ رْو‬
‫َُُْْ‬ ‫ػقَ‬ ‫َبول َْْْ‬ ‫نبَّانػ‬ ‫َ ٍَ‬ ‫ػ‬‫يادىََ روَ‬ ‫ػن امكـْلت َ‬ ‫ُ‬
‫ُرْلا تروٍُ‬ ‫ػ‬ ‫سََ رو‬
‫لـْْ ْ‬
‫َ يِِػبوَُْ‬
‫عم ِ‬ ‫ْـْليِصاَْْ‬ ‫ب امكـ‬ ‫ََْتدَعََاََْ‬ ‫َاَ يػب‬ ‫ْرَشمل‬ ‫ؽ‬‫َ ‪.‬برغملاو ِ‬
‫ْلا ََََْ َ‬ ‫َْ مهل‬ ‫ُقلا ْلنِيد‬
‫‪.‬يو‬
‫َب مهللا َِْ ِِْْ ََِِ َََُُْ ًًَََْْ َََ‬
‫ََ‬ ‫َ‬‫ػػػب دَعْا‬ ‫انِْ ن ي‬
‫ػتَْمأو ـانلِِ‪ٍٍََ ٍٍُُّّْ .‬‬ ‫َ ُُِْ َُِِْْْانل ارػيخ ةافولا‬
‫ُُِ َ َُْ ْْ ََ‬ ‫َ ـتناكفإ ـان‬
‫ًََِْْ‬
‫ف‬ ‫َْْكـ‬
‫َُُ ل‬
‫َا ْكم‬ ‫ْف‬‫ًُلاَ ‪،‬‬ ‫ْهل‬‫ِ‬ ‫صناَمُ‬‫ُْىاجملاَرًَْ‬ ‫ف نيد‬ ‫كمٍلكـ ِ‬ ‫ََ‬ ‫ّفا‬
‫ْإـ ـانيحا ‪،‬‬ ‫ِف‬ ‫ُاْك‬‫ْلَاـ ـتن‬‫ِةاي‬‫ػيُخـ ـ‬ ‫ار ْ‬
‫ًُْْْن‬ ‫ََزًْع ـارِْص‬‫ػْي‬ ‫ْْا ُزُْ‬ ‫ِِو ـ‬ ‫ٍِِفا‬
‫َََْػف ـمُْْلََُحتػ‬ ‫ًْناِمهللا احت‬ ‫ِلا ر ِص‬ ‫ّ يملِس‬
‫َْمٍ‬ ‫ِ ً‬
‫يف‬‫سََمهُُ‬
‫َناِ‬
‫َََْْطلََْ‬ ‫َُن ا‬ ‫َػيُص‬ ‫ْاَّ‪.‬ار‬ ‫َُلا ـْْرصنا ـمهلل‬ ‫َ ْم‬‫َِْل‬
‫َْيْمو‬ ‫ّصناـ ـمهللاـ ـ‪.‬فٍاْكََمـ ـلك ِ‬
‫ف‬ ‫مىور‬
‫ِ‬ ‫ِيرق‬ ‫ََُبُْْْػ‬
‫ػيَبم اْ‬ ‫ّْ‪.‬انَْ‬ ‫ٍٍِِِى ٍديَأُُمهللا‬‫تب م‬ ‫َّ َُديأُ‬
‫ََ‬ ‫ََم‬ ‫َََ ٍّنٍ‬
‫ثعػبا مهللا ‪.‬ؾدنع‬ ‫ٍ‬ ‫ْ‬
‫َُّ َُ ُ ٍٍٍِِِ‬ ‫مهلال ‪.‬يمرك ْلا ـرـَكأـ آي قلا ىلع مه ِِ‬
‫ََمهللا ‪،‬مهػ ٍفوفص دـحـ مهللا‬ ‫َََكـعجَا‬ ‫ََتا‬
‫َََملٍٍٍّّ‬ ‫ػ‬
‫َ‬ ‫ِِِ‬
‫ُ‬‫ْْأَََمـحُُُُُُُْْرـاـ‬
‫يسَْةُم‬‫ََ‬ ‫َد‬‫َ ان‬ ‫ََةُمأ رفغا مهللاَََ‪،‬ـدـمـمُـ‬ ‫ػب فَلأ مهللا ‪،‬ـدـمـمُـ انديس‬ ‫ةمُأ بولػق ي َ‬
‫ِِ‬ ‫‪،‬دمم ـانديَُسـ ـول ِِ‬
‫ِإـ ـآُْيـ ـ َ‪،‬دممُ ـانديس ‪ُُُُْْ ُْ ََََََْْْ ََُِ ََ .‬‬ ‫َدُممـَانديسـ ـولإـ ـآيـ ـ ُـ‬
‫ََََُْْػناداعـ ـنػمل‬ ‫ِِا‬
‫ػػ ْسحـ ـ‬ ‫ْْهاـ ـاِ ِِ‬ ‫ِ‬
‫َنَََْ بْْ‬ ‫ػ ْسُُحـ ـانلذػ َخـ ـنُػمل ل ْْ‬ ‫ػبَ‬ ‫َِ لْهاـ ـانَ‬
‫ػػِِس‬ ‫ػمل ل هاـ ِ‬ ‫ُحـ ـا َػنَن ٍِِ‬
‫َْح‬ ‫َُانِ بَْْ‬ ‫ََأـ ـا َ َََ‬ ‫ػسَ ََ‬ ‫ْب َ‬ ‫ػ‬‫ّهاـ ـانَََ‬ ‫ل‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ٍل هاـ ـانػبػػسحـ ـاػػنبركم ـنػػمل‬ ‫ِ‬ ‫ْ ِِ‬
‫َُْ َّ َََْْ‬ ‫َ‬
‫ِ‬‫ََس‬ ‫ػػ‬ ‫ََب‬
‫َْػ‬ ‫ْان‬‫ُـْـ‬
‫ػمـلْها‬ ‫ِِ‬ ‫ِنَػ‬ ‫ػشـ ـ‬ ‫ِرػِ‬ ‫ْػِِسْفِْ‬ ‫ػبػِِ ٍ‬
‫ََْ‬ ‫ػَنأـ ـَرْو َ‬ ‫ػسحـ ـانَػَُُ َ‬ ‫َاـ ـَانَ‬
‫له‬
‫مل‬ ‫ُْْ‬ ‫ػْ‬ ‫ُ‬‫ْ‬‫ػ‬
‫ََ‬ ‫ن‬ ‫ـ‬ ‫ـ‬
‫ََْْ‬‫خ‬ ‫ػ‬‫ِْ‬ ‫ََْ‬‫ػ‬
‫ْ‬ ‫عد‬ ‫ن‬ ‫ا‬
‫ْ‬‫ـ‬ ‫ـ‬‫ح‬‫َ‬ ‫ْ‬
‫َ‬ ‫ََُُ‬
‫ََ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ِ‬
‫َُ‬ ‫َِ ْ َِ‬
‫َُ ْ‬
‫ػبسح وُقلُخـعيجَنِِم‪ِِِ ِ .‬‬ ‫رػيصنلاَمعنوـ ـلوِملاـ ـِمع‬
‫ََُُُْْْْ‬ ‫َُلها انَْْ َُْ ْْْ َََ‬ ‫ُليكوالَْمعنُو ـ‬ ‫ْنـ ـ‬
‫صأوـ ـوػلآ‬ ‫جأـ ـوباحػ َ‬ ‫‪.‬يػع َ‬
‫ىػلع وـ ـدػممُـ ـاػنَّوموـ ـا نديػسـ ـىػلعـ ـؾراػبوـ ـملسو لها ىلصو‬
‫‪.‬يملاعلاـ ـبر ـولل دـمـلـاوـ‬
‫نع ىهػنػيو برقلا يذ ءآتػيإو ‪،‬فاسحلاو ؿدعلاب رمأي لها فإ ‪،‬لها دابع‬
‫ايػف‬
‫مكركذي ميِعلا لها اوركذاف ‪.‬فوركذت مكلعل مـكـ عي يغػبلاو ركنملاو ‪،‬‬
‫ءآشحفلا ‪.‬رػبَكأـ ـلهاـ ـركذلو ـ‪،‬مكطعػيـ ـولضفـ ـنم ـهولػئساوـ ـ‪،‬مكدزي ـومعن ـىلع ـه‬
‫وركشاو‬

‫‪178‬‬
DAFTAR PUSTAKA

Al Bajuri, Syeikh Ibrahim, Hasyiyah al Bajuri ‘ala Ibnu Qasim al


Ghazi (Surabaya: Al Hidayah, 2009)
Al Hasani, Faidlullah, Fath ar Rahman Lithalibi Ayat al Qur’an
(Indonesia: Diponegoro)
Al Kafi, Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim, at Taqrirat as
Sadidah fi al Masail al Mufidah (Surabaya: Dar al Ulum al Islamiyah, 2006)
Khoir, M. Masykur, Do’a-Do’a Ulama’ Salaf (Kediri: Duta Karya
Mandiri, 2009)
Rasjid, H. Sulaiman, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam)
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2014)
http://www.shamela.ws

179
CATATAN

___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________
___________________________________________________________

180

Anda mungkin juga menyukai