Anda di halaman 1dari 3

APAKAH KDRT TERJADI KARENA PASANGAN TIDAK SALING

MENCINTAI LAGI?

OLEH :

Kelompok 7
Erni Syahputri Panjaitan; Sarah Pardede; Syika Chaira Salsa Nasution
Nama dosen : Dr. Junita Friska, S.Pd., M.Hum.
Universitas Negeri Medan

Tentunya kita sebagai warga negara Indonesia yang terdiri atas masyarakat yang
heterogen pasti sering mendengar istilah “KDRT”. KDRT merupakan singkatan dari
“Kekerasan Dalam Rumah Tangga”. Melansir dari KBBI, kekerasan berarti perbuatan
seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau
menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Maka dapat disimpulkan bahwa KDRT
adalah perbuatan salah satu anggota keluarga dalam rumah tangga yang mencederai bahkan
merenggut nyawa anggota keluarganya yang lain. Apakah kalian pernah mendengar atau
bahkan menyaksikan langsung terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)?.

Jika melihat pada lingkungan sekitar kita, sering kali pelaku kekerasan dalam rumah
tangga adalah suami (bapak) dan korbannya adalah istri (ibu) serta anak-anaknya. Kita tahu
bahwa seorang bapak memiliki tanggung jawab yang besar dalam keluarga, yang bekerja dan
menafkahi anggota keluarganya. Lantas apa hal yang menyebabkan seorang ayah/suami tega
melakukan kekerasan dalam rumah tangganya?. Seorang ayah merupakan panutan dalam
keluarga. Ayah adalah cinta pertama bagi putrinya. Tapi mengapa ayah juga merupakan sosok
yang menyiksa putrinya?. Beberapa hal dapat menjadi alasan bagi seorang ayah melakukan
kekerasan dalam rumah tangga, seperti :

1. Latar belakang keluarga. Seorang ayah yang kita banggakan dan selalu membuat kita
tersenyum mungkin mempunyai masa lalu yang kelam yang tidak kita ketahui. Mungkin saja
beliau dulunya adalah korban kekerasan dari orang tua atau lingkungan sekitar sehingga
mendorong ia untuk melakukan hal yang sama pada keluarganya.

2. Kondisi ekonomi yang lemah. Setiap keluarga mempunyai masalah masing-masing


terutama masalah ekonomi. Keluarga yang terpuruk akan ekonomi sering kali rumah tangganya
tidak harmonis. Mereka selalu bertengkar berkaitan dengan kurang terpenuhinya nafkah dalam
keluarga dan sulit untuk mencari solusinya. Pada puncaknya, emosi akan meningkat dan
biasanya mereka pasti meluapkannya dengan melakukan kekerasan baik terhadap barang
maupun anggota keluarganya.

3. Kepribadian yang tempramental. Orang yang memiliki kepribadian tempramental adalah


orang yang mudah tersulut emosi. Biasanya mereka sulit untuk menyelesaikan berbagai
masalah dari masalah yang kecil hingga yang besar. Tidak heran jika mereka emosi, mereka
akan ringan tangan melakukan kekerasan terhadap anggota keluarganya.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat dilakukan oleh siapa saja dan kepada
siapa saja dalam berbagai lapisan masyarakat tidak terbatasi oleh profesi, status, gender dan
lain sebagainya. Kebanyakan para pelaku KDRT tidak menyadari bahwa hal yang telah
dilakukan dapat berakibat fatal bagi korbannya. Tak jarang mereka menganggap KDRT adalah
hal yang lumrah untuk memberikan sebuah pengajaran atau hukuman bagi anggota
keluarganya yang tidak taat aturan. Padahal nyatanya perbuatan ini dapat merusak kesehatan
fisik dan mental serta masa depan seseorang.

Seorang istri yang mendapatkan KDRT akan mengalami kekerasan fisik seperti lebam,
kulit melepuh bahkan lumpuh. Secara aspek psikologis, istri akan trauma dengan
membayangkan terus kejadian yang ia alami, enggan berinteraksi dengan sesama dan selalu
menganggap dirinya bodoh dan lemah. Selain itu, seorang anak juga akan menerima dampak
dari KDRT ini seperti mengalami kekerasan fisik, trauma, depresi, dikucilkan oleh teman-
temannya, tidak ingin berinteraksi dengan orang lain, motivasi dan prestasi belajar menurun
sehingga dapat merusak masa depannya, pergaulan bebas bahkan anak akan menjadi pelaku
kekerasan di masa depannya.

Lantas sebagai wanita dan anak, apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi hal ini
terulang kembali?

Hal yang pertama kita lakukan adalah melarikan diri jika emosi suami sudah mulai
tidak terkontrol dan langsung melaporkan kepada RT setempat. Tidak lupa membawa serta
anak-anak untuk menghindari terjadinya kekerasan pada anak. Jika hari berikutnya suasana
rumah tangga mulai tenang, kedua orang tua dapat berbicara secara baik-baik untuk
menyelesaikan masalah. Namun, jika setelahnya tidak ada perubahan yang baik dari suami,
maka seorang istri berhak mengambil keputusan untuk melanjutkan atau memutuskan
hubungan dengan melibatkan kedua pihak keluarga.

Alangkah baiknya, hubungan tersebut tidak dilanjutkan, karena biasanya pelaku KDRT
akan melakukan hal yang sama kedepannya jika kita tidak memberikan konsekuensi yang
tegas. Jangan pernah menjadikan anak sebagai sebuah alasan untuk terus berada pada hubungan
yang toxic karena sesungguhnya sebagai orang tua kita harus menempatkan anak dalam
lingkungan yang membangun karakter baik mereka. Tidak masalah jika satu hal pahit dijalani,
asalkan tidak mengorbankan beribu hal baik.

Apa solusi yang tepat untuk menghindari terjadinya KDRT?

Mengingat kasus KDRT di Indonesia yang termasuk tinggi, banyak masyarakat yang
enggan untuk berumah tangga. Bagi masyarakat yang belum memulai bahtera rumah tangga,
jangan takut untuk memulai hubungan serius. Karena tidak semua orang akan mengalami hal
itu. Solusinya adalah kita harus bijak dalam memilih pasangan. Kenali pasangan dari luar
hingga dalam dirinya. Terbiasalah untuk saling berkomunikasi dalam menyelesaikan suatu
masalah. Berpikirlah matang sebelum memulai hubungan yang serius dan selalu tempatkan
Tuhan dalam rumah tangga sehingga hubungan dapat berjalan sehat.

Kita sebagai masyarakat yang mungkin sebagai korban KDRT jangan takut untuk
melaporkan perbuatan yang salah, karena di era sekarang ini sudah banyak UU yang mengatur
tentang KDRT dan melindungi masyarakat dari KDRT. Sebagai manusia yang beradab,
tegakkanlah kebenaran dan keberanian sehingga dengan ini kasus KDRT di Indonesia dapat
menurun.
Referensi :
Alimi, R., & Nurwati, N. (2021). Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga
Terhadap Perempuan. Jurnal Pengabdian dan Penelitian Kepada Masyarakat, 2(1), 20-27.

Ariani, N. W. T., & Asih, K. S. (2022). Dampak Kekerasan Pada Anak. Jurnal Psikologi
Mandala, 6(1), 69–78.

Santoso, Agung Budi. (2019). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Terhadap
Perempuan: Perspektif Pekerjaan Sosial. Jurnal Pengembangan Masyarakat islam, 10 (1), 39-
57.

Anda mungkin juga menyukai