Anda di halaman 1dari 6

MK NUTRISI TERNAK BABI

DOSEN PENGAMPUH: Ir. CHERLY YOULA PONTOH M.Si


NAMA: AFALDO AURI CRISTIAN TUWO
NIM: 20041104001

Tes formatif buatlah 10 Soal dan Jawaban


Soal.
1. Ada berapa cara pemberian ransum pada ternak babi, sebutkan dan jelaskan!
2. Jelaskan kelemahan dari cara pemberian ransum self feeding dengan memberikan bahan
pakan secara terpisah-pisah!
3. Jelaskan pengaruh imbangan energi dan protein didalam ransum terhadap jumlah
konsumsi ransum!
4. Ransum yang diformulasi dengan menggunakan bahan pakan yang mengandung lemak
lembek/cair akan menghasilkan karkas lembek, mengapa?
5. Apa yang dimaksud dengan efisiensi penggunaan ransum?
6. Jelaskan mengapa kadar energy ransum yang rendah dapat menurunkan efisiensi
penggunaan ransum.
7. Untuk mendapatkan nilai ekonomis ransum yang tinggi, dibutuhkan ketrampilan
memanipulasi ransum dengan cara mensubstitusi bahan pakan satu dengan bahan pakan
lain yang nilai ekonominya lebih rendah. Selain bernilai ekonomi lebih rendah, syarat
apalagi yang harus dipenuhi agar bahan pakan satu dapat disubstitusi dengan bahan pakan
lain?
8. Sebut dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna!
9. Jelaskan tahap-tahap proses metabolisme energi
10. Jelaskan Interaksi Asam-asam amino

Jawaban
1. Self feeding (ad libitum) dan Hand feeding (restricted/limited).

Self feeding merupakan cara memberi makan bebas yang memungkinkan ternak
dapat mengambil ransumnya setiap saat. Pemberian ransum dilakukan dengan
menggunakan palaka (tempat makan) otomatis atau self feeder. Pemberian ransum
dengan cara ini pada usaha peternakan komersial merupakan suatu system yang
efisien dan ekonomis dan pada gilirannya dapat menghasilkan pertumbuhan ternak
babi yang lebih cepat, efisiensi penggu naan ransum lebih tinggi dan penggunaan
tenaga kerja yang lebih sedikit dibandingkan dengan cara hand feeding.

Hand feeding (restricted atau limited). Pada sistim hand feeding ini sejumlah
ransum tertentu diberi dalam frekuensi tertentu (sekali atau beberapa kali) dalam satu
hari, diberi langsung atau dengan menggunakan palaka (tempat makan) otomatis atau
self feeder.

2. kelemahan dari cara pemberian ransum self feeding dengan memberikan bahan pakan
secara terpisah-pisah: Kelemahan pemberian ransum dengan self feeding adalah
apabila ada bahan pakan sumber nutrient tertentu (misalnya protein) yang kurang
disukai ternak, maka bahan pakan tersebut akan dikonsumsi sedikit akibatnya
kebutuhan protein dari ternak tersebut tidak tercukupi. Hal ini dapat menyebabkan
rendahnya pertambahan bobot badan. Dan jika ada bahan pakan sumber protein yang
dikonsumsi melebihi kebutuhannya, akan meningkatkan ongkos produksi (apalagi
kalau bahan pakan sumber protein tersebut lebih mahal dari bahan pakan lainnya) dan
pada gilirannya akan menyebabkan efisiensi ekonomi dari bahan pakan tersebut
meningkat. Dengan pengertian lain bahan pakan sumber protein tersebut jadi kurang
efisien dari segi ekonominya. Pemberian bahan pakan sumber energi yang tidak
palatable, dalam cara self feeding ini, dapat juga meningkatkan konsumsi bahan
pakan sumber protein. Ketersediaan bahan-bahan pakan yang diberi makan secara
self feeding harus selalu diperhatikan, sebab apabila salah satu bahan pakan yang
dibutuhkan tidak tersedia maka ternak akan merasa lapar sehingga akan
mengkonsumsi salah satu bahan pakan secara berlebihan. Hal ini akan menyebabkan
tidak tercukupinya zat-zat makanan tertentu sesuai kebutuhan sehingga dapat
memperlambat pertumbuhan atau pertambahan bobot badan ternak tersebut.

3. Pengaruh imbangan energi dan protein didalam ransum terhadap jumlah konsumsi
ransum: Imbangan antara energi dan protein didalam ransum, juga dapat
mempengaruhi jumlah konsumsi ransum. Kadar energi ransum yang tinggi dibarengi
dengan kadar protein yang rendah akan menyebabkan konsumsi rendah. Hal ini akan
menyebabkan berkurangnya konsumsi zat-zat makanan sehingga dapat terjadi
defisiensi yang akan menurunkan produktivitas ternak. Oleh karena itu sebaiknya
dalam memformulasi ransum perlu diperhatikan imbangan antara energi dan protein.
Apabila energi ransum rendah sekitar 14% - 16%.

4. Karena jika ransum yang diformulasikan dengan menggunakan bahan pakan yang
mengandung lemak lembek/cair akan ditemukan kembali dalam jaringan lemak
tubuh/karkas dan pada gilirannya menghasilkan karkas yang lembek. Lemak dalam
ransum ternak monogastrik (apalagi diberi dalam jumlah banyak) dapat dipindahkan
kedalam jaringan lemak tubuh tanpa atau sedikit sekali mengalami perubahan. Kadar
protein yang terlampau rendah dalam ransum ternak babi dengan sendirinya akan
meningkatkan kadar karbohidrat ransum (yang merupakan sumber energi) dan secara
otomatis akan menaikkan kandungan lemak ransum. Hal ini akan menghasilkan
karkas dengan kadar protein rendah sedangkan kadar lemak punggung tinggi.

5. Efisiensi penggunaan ransum merupakan perbandingan antara pertambahan bobot


badan ternak dengan banyaknya konsumsi ransum. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi efisiensi penggunaan ransum antara lain konsumsi ransum,
keseimbangan zat-zat makanan (imbangan energi dan protein) di dalam ransum,
kandungan energi, kondisi lingkungan dan genetis.

6. Kadar energi ransum yang rendah biasanya diikuti oleh kadar serat kasar tinggi,
padahal untuk ternak monogastrik kadar serat kasar yang tinggi di dalam ransum
menjadikan ransum tersebut kurang bermanfaat dan akan memerlukan banyak energi
untuk proses pencernaan sehingga akan menurunkan efisiensi penggunaan ransum.

7. Keterampilan memanipulasi ransum ternak babi dengan selalu berusaha


memanfaatkan bahan pakan bernilai gizi baik tetapi harganya relatif murah, akan
dapat meningkatkan efisiensi ekonomis dari ransum tersebut dan pada gilirannya akan
mendatangkan keuntungan bagi usaha peternakan itu sendiri. Selain itu keefisienan
penggunaan ransum juga akan menentukan efisiensi ekonomis dari ransum tersebut.

8. Daya cerna makanan atau ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

 Komposisi bahan makanan


Daya cerna bahan makanan berhubungan erat dengan komposisi kimiawinya dan
serat kasarnya mempunyai pengaruh terbesar terhadap daya cerna. Komposisi kimia
maupun proporsi serat kasar dalam bahan makanan perlu dipertimbangkan.
 Daya cerna semu protein kasar
Daya cerna semu protein kasar tergantung pada persentase protein kasar dalam bahan
makanan sebab nitrogen metabolik konstan jumlahnya sehingga pengurangan
terhadap nitrogen dalam makanan dan protein juga tetap. Jumlah nitrogen metabolik
adalah 0,5 gram setiap 100 gram ransum pada ruminansia. Apabila ini dikonversi
sebagai protein maka terdapat 0,5 x 6,25 atau 3 gram protein per 100 gram bahan
kering yang dikonsumsi.
 Daya cerna semu Lemak
Pada umumnya ransum ternak mengandung kadar lemak yang rendah dan
pengaruhnya pada pemberian makan secara praktis sangat kecil. Pola ekskresi lemak
metabolik sama dengan nitrogen metabolik.
 Komposisi ransum
Daya cerna dari setiap campuran bahan makanan tidak selalu sama dengan rata-rata
daya cerna komponen bahan-bahan yang menyusunnya apabila ditentukan secara
tersendiri. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa setiap bahan makanan mungkin
mempengaruhi daya cerna dari bahan makanan lain, ini disebut efek asosiasi.
Berdasarkan asumsi tersebut timbul keberatan-keberatan untuk menentukan daya
cerna konsentrat secara pengurangan. Cara yang lebih baik adalah penambahan secara
bertingkat dari bahan makanan yang diteliti pada suatu ransum basal untuk
menentukan pengaruh ransum basal ini terhadap daya cerna bahan makanan yang
sedang diteliti. Daya cerna suatu bahan makanan atau ransum tergantung pada
keserasian atau keseimbangan zat-zat makanan yang terdapat di dalam bahan
makanan atau ransum tersebut.
 Pengolahan bahan makanan
Cara mengolah bahan makanan sebelum digunakan sebagai penyusun ransum
termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi daya cerna, misalnya perlakuan
seperti: pemotongan, penggilingan dan pemasakan.
Biji-bijian (seperti jagung) yang tidak dihancurkan atau digiling terlebih dahulu
kemudian langsung dikonsumsi ternak babi, bahan tersebut akan keluar bersama-
sama dengan feses tanpa dicerna sehingga akan mengurangi daya cernanya.
 Faktor ternak
Bahan makanan yang rendah kadar serat kasarnya, daya cernanya hampir sama untuk
ternak ruminansia dan non-ruminansia, tetapi bahan makanan yang mengandung serat
kasar akan lebih baik dicerna oleh ternak ruminansia. Nitrogen metabolik pada ternak
ruminansia lebih tinggi sehingga daya cerna protein pada ternak ini lebih tinggi
dibandingkan dengan ternak non-ruminansia. Umur ternak tidak mempengaruhi daya
cerna kecuali pada ternak yang berumur sangat muda atau pada ternak ruminansia
sebelum pertumbuhan rumen.
 Jumlah ransum
Penambahan jumlah bahan makanan/ransum yang dikonsumsi akan mempercepat
arus (gerak laju/rate of passage) makanan dalam usus sehingga mengurangi daya
cerna. Kebutuhan untuk hidup pokok ternak biasanya digunakan sebagai patokan
dalam melakukan penelitian tentang pengaruh jumlah ransum yang dimakan terhadap
daya cerna. Daya cerna tertinggi diperoleh pada ternak yang mengkonsumsi ransum
sedikit lebih rendah dari kebutuhan hidup pokok.

9. Semua reaksi-reaksi yang menghasilkan energi terjadi di dalam organel sel atau
sitosol yang dilengkapi dengan enzim-enzim yang bersangkutan. Apabila makhluk
hidup menggunakan polimer sebagai sumber energi maka ada tiga tahap yang harus
dilakukan, yaitu :

 Tahap pertama
adalah menghidrolisa polimer menjadi monomer penyusunnya dan diperlukan
bantuan enzim untuk melangsungkan penguraian tersebut (lihat Bab I). Polisakarida
akan diuraikan menjadi gula penyusun, lemak menjadi asam lemak dan protein di
hidrolisa menjadi asam-asam amino.

 Tahap kedua
Monomer-monomer tersebut (polisakarida, asam lemak dan asam-asam amino)
diubah menjadi molekul yang lebih kecil lagi. Gula berkarbon enam melalui glikolisis
diubah menjadi piruvat dan asetil KoA. Asam lemak diubah menjadi Asetil-KoA atau
senyawa lain yang merupakan senyawa antara pada siklus Krebs. Pada tahap kedua
ini sudah dihasilkan molekul ATP dan tenaga pereduksi NADH, artinya energi kimia
yang tersimpan di dalam senyawa sebagian sudah dapat diubah dan disimpan dalam
bentuk ATP. Harus diingat bahwa △G 0 pembentukan ATP mencapai sekitar 7
Kkal/mol, jadi tahap pembentukan ATP harus melibatkan reaksi kimia yang
memberikan energi bebas (△G 0 negative) sedikitnya sejumlah 7 Kkal/mol.

 Tahap ketiga
Semua molekul-molekul kecil tersebut (asetil KoA) memasuki siklus Krebs yang
bertujuan utama memindahkan energi kimia ke molekul pembawa elektron yaitu
NADH. Pada siklus Krebs ini, nahan bakar sempurna dioksidasi menjadi CO2 dan
oksidasi inilah yang memberikan molekul NADH tersebut. Pada beberapa tahap juga
dihasilkan molekul ATP atau GTP. Beberapa golongan gula melalui lintas
fosfoglukonat untuk memberikan kandungan energi kimianya ke dalam bentuk
molekul pereduksi NADPH. Pembawa elektron ini selain dapat digunakan untuk
membentuk ATP, juga diperlukan untuk reaksi-reaksi biosintesandi dalam sel. Tahap
terakhir dari metabolisme energi adalah molekul pembawa elektron NADH dan
NADPH akan memasuki reaksi oksidasi oleh serangkaian protein pembawa elektron
pada membran mitokondria. Aliran elektron dari NADH ini berkaitan dengan reaksi
fosforilasi oksidatif yang akan membentuk ATP, disertai dengan bantuan molekul
oksigen.

10. Interaksi antar asam-asam amino harus dipertimbangkan dalam penyusunan ransum
ternak babi, hal ini bertujuan agar tidak terjadi pemberian asam amino yang
berlebihan melampaui kebutuhan ternak karena bahan makanan sumber protein (asam
amino) harganya mahal.

 Defisiensi asam amino


Defisiensi asam amino merupakan kekurangan dari satu atau lebih asam amino
esensial dalam ransum. Derajat defisiensi asam amino bermacam-macam dan yang
paling luar biasa parah adalah apabila bahan makanan yang digunakan dalam
menyusun ransum sama sekali tidak mengandung asam amino esensial.

 Keseimbangan asam amino


Apabila di dalam ransum terdapat asam amino pembatas (inhibitor amino acid) maka
akan mengakibatkan adanya ketidakseimbangan asam amino dalam ransum. Hal ini
akan menyebabkan turunnya produksi seekor ternak (lihat pembahasan Bab II atau
poin II.2.2). Produksi akan kembali normal apabila ditambahkan asam amino
pembatas tersebut ke dalam ransum.
 Antagonisme asam amino
Antagonisme asam amino merupakan interaksi khusus dimana kadar salah satu asam
amino sangat berlebihan sehingga menyebabkan meningkatnya kebutuhan ternak
akan asam amino yang memiliki struktur kimia sama atau hampir sama dengan asam
amino yang berlebihan tersebut. Sebagai contoh: interaksi
1. antara lisin-arginin dan
2. antara tiga asam amino yang rantainya bercabang (leusin,isoleusin atau valin).
Bila:lisin berlebihan maka akan meningkatkan kebutuhan terhadap arginin. Apabila
salah satu asam amino yang rantainya bercabang berlebihan, akan meningkatkan
kebutuhan kedua asam amino lain yang rantainya bercabang.

 Keracunan asam amino


merupakan suatu proses dimana dalam suatu bahan makanan asam-asam amino
berlebihan dan tidak dapat dihindari penambahan asam amino ke dalam bahan
makanan tersebut.
Contohnya adalah:
Interaksi antara metionin-treonin.
Jika:
Metionin berlebihan maka treonin akan defisien
Ini disebabkan oleh:
Meningkatnya aktivitas treonin-serin-dehidrase pada tikus putih atau treonin pada
ayam

Anda mungkin juga menyukai