Jawaban
1. Self feeding (ad libitum) dan Hand feeding (restricted/limited).
Self feeding merupakan cara memberi makan bebas yang memungkinkan ternak
dapat mengambil ransumnya setiap saat. Pemberian ransum dilakukan dengan
menggunakan palaka (tempat makan) otomatis atau self feeder. Pemberian ransum
dengan cara ini pada usaha peternakan komersial merupakan suatu system yang
efisien dan ekonomis dan pada gilirannya dapat menghasilkan pertumbuhan ternak
babi yang lebih cepat, efisiensi penggu naan ransum lebih tinggi dan penggunaan
tenaga kerja yang lebih sedikit dibandingkan dengan cara hand feeding.
Hand feeding (restricted atau limited). Pada sistim hand feeding ini sejumlah
ransum tertentu diberi dalam frekuensi tertentu (sekali atau beberapa kali) dalam satu
hari, diberi langsung atau dengan menggunakan palaka (tempat makan) otomatis atau
self feeder.
2. kelemahan dari cara pemberian ransum self feeding dengan memberikan bahan pakan
secara terpisah-pisah: Kelemahan pemberian ransum dengan self feeding adalah
apabila ada bahan pakan sumber nutrient tertentu (misalnya protein) yang kurang
disukai ternak, maka bahan pakan tersebut akan dikonsumsi sedikit akibatnya
kebutuhan protein dari ternak tersebut tidak tercukupi. Hal ini dapat menyebabkan
rendahnya pertambahan bobot badan. Dan jika ada bahan pakan sumber protein yang
dikonsumsi melebihi kebutuhannya, akan meningkatkan ongkos produksi (apalagi
kalau bahan pakan sumber protein tersebut lebih mahal dari bahan pakan lainnya) dan
pada gilirannya akan menyebabkan efisiensi ekonomi dari bahan pakan tersebut
meningkat. Dengan pengertian lain bahan pakan sumber protein tersebut jadi kurang
efisien dari segi ekonominya. Pemberian bahan pakan sumber energi yang tidak
palatable, dalam cara self feeding ini, dapat juga meningkatkan konsumsi bahan
pakan sumber protein. Ketersediaan bahan-bahan pakan yang diberi makan secara
self feeding harus selalu diperhatikan, sebab apabila salah satu bahan pakan yang
dibutuhkan tidak tersedia maka ternak akan merasa lapar sehingga akan
mengkonsumsi salah satu bahan pakan secara berlebihan. Hal ini akan menyebabkan
tidak tercukupinya zat-zat makanan tertentu sesuai kebutuhan sehingga dapat
memperlambat pertumbuhan atau pertambahan bobot badan ternak tersebut.
3. Pengaruh imbangan energi dan protein didalam ransum terhadap jumlah konsumsi
ransum: Imbangan antara energi dan protein didalam ransum, juga dapat
mempengaruhi jumlah konsumsi ransum. Kadar energi ransum yang tinggi dibarengi
dengan kadar protein yang rendah akan menyebabkan konsumsi rendah. Hal ini akan
menyebabkan berkurangnya konsumsi zat-zat makanan sehingga dapat terjadi
defisiensi yang akan menurunkan produktivitas ternak. Oleh karena itu sebaiknya
dalam memformulasi ransum perlu diperhatikan imbangan antara energi dan protein.
Apabila energi ransum rendah sekitar 14% - 16%.
4. Karena jika ransum yang diformulasikan dengan menggunakan bahan pakan yang
mengandung lemak lembek/cair akan ditemukan kembali dalam jaringan lemak
tubuh/karkas dan pada gilirannya menghasilkan karkas yang lembek. Lemak dalam
ransum ternak monogastrik (apalagi diberi dalam jumlah banyak) dapat dipindahkan
kedalam jaringan lemak tubuh tanpa atau sedikit sekali mengalami perubahan. Kadar
protein yang terlampau rendah dalam ransum ternak babi dengan sendirinya akan
meningkatkan kadar karbohidrat ransum (yang merupakan sumber energi) dan secara
otomatis akan menaikkan kandungan lemak ransum. Hal ini akan menghasilkan
karkas dengan kadar protein rendah sedangkan kadar lemak punggung tinggi.
6. Kadar energi ransum yang rendah biasanya diikuti oleh kadar serat kasar tinggi,
padahal untuk ternak monogastrik kadar serat kasar yang tinggi di dalam ransum
menjadikan ransum tersebut kurang bermanfaat dan akan memerlukan banyak energi
untuk proses pencernaan sehingga akan menurunkan efisiensi penggunaan ransum.
8. Daya cerna makanan atau ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
9. Semua reaksi-reaksi yang menghasilkan energi terjadi di dalam organel sel atau
sitosol yang dilengkapi dengan enzim-enzim yang bersangkutan. Apabila makhluk
hidup menggunakan polimer sebagai sumber energi maka ada tiga tahap yang harus
dilakukan, yaitu :
Tahap pertama
adalah menghidrolisa polimer menjadi monomer penyusunnya dan diperlukan
bantuan enzim untuk melangsungkan penguraian tersebut (lihat Bab I). Polisakarida
akan diuraikan menjadi gula penyusun, lemak menjadi asam lemak dan protein di
hidrolisa menjadi asam-asam amino.
Tahap kedua
Monomer-monomer tersebut (polisakarida, asam lemak dan asam-asam amino)
diubah menjadi molekul yang lebih kecil lagi. Gula berkarbon enam melalui glikolisis
diubah menjadi piruvat dan asetil KoA. Asam lemak diubah menjadi Asetil-KoA atau
senyawa lain yang merupakan senyawa antara pada siklus Krebs. Pada tahap kedua
ini sudah dihasilkan molekul ATP dan tenaga pereduksi NADH, artinya energi kimia
yang tersimpan di dalam senyawa sebagian sudah dapat diubah dan disimpan dalam
bentuk ATP. Harus diingat bahwa △G 0 pembentukan ATP mencapai sekitar 7
Kkal/mol, jadi tahap pembentukan ATP harus melibatkan reaksi kimia yang
memberikan energi bebas (△G 0 negative) sedikitnya sejumlah 7 Kkal/mol.
Tahap ketiga
Semua molekul-molekul kecil tersebut (asetil KoA) memasuki siklus Krebs yang
bertujuan utama memindahkan energi kimia ke molekul pembawa elektron yaitu
NADH. Pada siklus Krebs ini, nahan bakar sempurna dioksidasi menjadi CO2 dan
oksidasi inilah yang memberikan molekul NADH tersebut. Pada beberapa tahap juga
dihasilkan molekul ATP atau GTP. Beberapa golongan gula melalui lintas
fosfoglukonat untuk memberikan kandungan energi kimianya ke dalam bentuk
molekul pereduksi NADPH. Pembawa elektron ini selain dapat digunakan untuk
membentuk ATP, juga diperlukan untuk reaksi-reaksi biosintesandi dalam sel. Tahap
terakhir dari metabolisme energi adalah molekul pembawa elektron NADH dan
NADPH akan memasuki reaksi oksidasi oleh serangkaian protein pembawa elektron
pada membran mitokondria. Aliran elektron dari NADH ini berkaitan dengan reaksi
fosforilasi oksidatif yang akan membentuk ATP, disertai dengan bantuan molekul
oksigen.
10. Interaksi antar asam-asam amino harus dipertimbangkan dalam penyusunan ransum
ternak babi, hal ini bertujuan agar tidak terjadi pemberian asam amino yang
berlebihan melampaui kebutuhan ternak karena bahan makanan sumber protein (asam
amino) harganya mahal.